K3 Manajemen K3 Perkebunan Dan Pertanian

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

BAB 10

MANAJEMEN K3 DI PERKEBUNAN DAN


PERTANIAN
Hairil Akbar, S.KM., M.Epid
Institut Kesehatan dan Teknologi Graha Medika

Manajemen K3 di Perkebunan

Potensi bahaya dan risiko di tempat kerja antara lain akibat sistem kerja atau proses
kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan, yang bersumber dari keterbatasan
pekerjaannya sendiri, perilaku hidup tidak sehat, perilaku kerja tidak aman, buruknya
lingkungan kerja, kondisi pekerjaan yang tidak ergonomi, pengorganisasian
pekerjaan dan budaya kerja yang tidak kondusif bagi keselamatan dan kesehatan
kerja. Sebaliknya, pekerja yang terganggu kesehatannya baik karena cedera, cacat,
atau terserang penyakit dapat mengganggu kelancaran pekerjaan, dengan demikian
menurunkan produktifitasnya, lebih lanjut juga akan melemahkan daya saingnya.

Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pendekatan


ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan
keselamatan yang mungkin terjadi ditempat kerja. Hakekat dari keselamatan dan
kesehatan kerja adalah tidak berbeda dengan pengertian bagaimana seseorang dalam
mengendalikan risiko (risk management) agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan
pada saat bekerja. Pada sistem keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) terdapat
lima indikator yaitu struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, prosedur, dan
proses. Diketahui bahwa tiga indikator dalam kategori baik dan dua lainnya dalam
kategori kurang baik. Indikator yang masuk dalam kategori baik adalah perencanaan,
pelaksanaan dan proses, sedangkan dua indikator lainnya yang masuk dalam kategori
kurang baik adalah struktur organisasi dan prosedur.

Pekerja perkebunan merupakan salah satu komponen penting dalam hal proses
produksi hasil perkebunan, karena merekalah yang melakukan perawatan sampai
pemanenan hasil tanam perkebunan. Adapun dalam melakukan pekerjaannya,
pekerja sangat berisiko untuk mengalami kecelakaan kerja yang dapat menyebabkan

1
luka-luka, cacat dan kerugian lainnya serta bahkan dapat menyebabkan pekerja atau
buruh meninggal dunia. Adanya insiden ini mengharuskan adanya perlindungan
hukum terhadap pekerja atau buruh dalam menjalankan pekerjaannya tetapi pada
kenyataannya di tengah produksi dan keuntungan perkebunan yang terus meningkat
dari waktu ke waktu tidak sebanding dengan pemberian sarana perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja yang sesuai standar oleh pengusaha.

Perkebunan dapat dianggap sebagai suatu masyarakat tertutup (close community)


antara lain oleh karena lokasi perusahaan yang terpencil dan luasnya wilayah kerja
perusahaan, sehingga upaya higiene dan kesehatan harus disesuaikan dengan
keperluan masyarakat demikian, dalam arti menyelenggarakan sendiri upaya
kesehatan termasuk pengadaan rumah sakit dan semua fasilitas kesehatan lainnya
agar dapat memenuhi kebutuhan.

Penerapan K3 di perkebunan, misalnya perkebunan kelapa sawit tidak mudah


diterapkan karena tenaga kerja, terutama pekerja lapangan memiliki tingkat
pendidikan yang rendah, sehingga sulit dalam hal menerapkan budaya safety atau
keselamatan kerja yang aman. Apalagi pekerja lapangan selalu berkaitan dengan alat-
alat kerja yang berat, tajam, seperti parang, cangkul, sekop, dan bahan-bahan kimia,
baik pestisida maupun pupuk. Adapun beberapa tahapan yang harus dilakukan
berdasarkan pengalaman membentuk budaya keselamatan kerja yang baik dan sistem
keamanan yang berkelanjutan sebagai berikut:
1. Safety Talk
Kebanyakan staff di bidang perkebunan telah berpendidikan sarjana yang banyak
ditemukan di perusahaan perkebunan yang besar, sehingga sebagai orang yang
bertanggungjawab terhadap keselamatan para pekerja harus mampu melakukan
sosialisasi tentang cara bekerja yang aman di lingkungan kerja. Pada saat apel
pagi atau muster morning merupakaan saat yang tepat untuk menyelipkan pesan-
pesan pentingnya keselamatan dalam bekerja, setidaknya 5 sampai 10 menit.
Contohnya, seorang asisten menjelaskan pentingnya pemakaian masker untuk tim
penyemprotan bagi kesehatan pekerja kemudian besok hari dijelaskan lagi
penggunaan apron, di mana penjelasan safety harus bertahap.

2
2. Monitoring Penggunaan Alat-Alat Keselamatan Kerja
Jika proses safety talk telah berjalan dan dipahami oleh para pekerja, maka akan
dilanjutkan dengan monitoring penggunaan alat-alat safety oleh para supervisi
atau mandor lapangan. Setiap supervisi harus mempunyai buku monitoring safety
karyawan di mana buku tersebut mencantumkan nama pekerja dan alat-alat safety
yang harus dibawa dan dipakai seperti sarung dodos, helm, sarung tangan,
kacamata, dan sepatu setiap item yang dicek oleh supervisi apakah telah dibawa
atau tidak.
3. Sosialisasi dan Penerapan MSDS (Material Safety Data Sheet)
Sosialisasi MSDS sangat penting dalam penggunaan bahan-bahan beracun atau
kimia seperti pestisida dan pupuk. Lembaran MSDS terdiri dari panduan bahan
aktif, bahaya dan gejala, peralatan perlindungan dan tindakan menghindari
kecelakaan dan P3K atau first aid. Cara sosialisasi MSDS sendiri dilakukan
dengan cara melaminating lembaran MSDS yang akan diberikan kepada staff
lapangan dan supervisi. Untuk tahap awal, para asisten lapangan atau supervisi
membacakan sosialisasi MSDS pada karyawan yang bekerja. Selanjutnya setelah
paham dan mengerti, karyawan secara bergantian disuruh menjelaskan kembali
MSDS tersebut setelah sosialisasi dalam beberapa bulan maka akan dilakukan
pertanyaan acak kepada karyawan dan sekaligus mempraktekkannya. Misalnya
staff lapangan bertanya, “Jika racun terkena mata, apa yang harus dilakukan?”
jika pekerja paham, maka mereka akan menjawab secara spontan “Segera dibilas
dengan air bersih yang mengalir selama 15 menit sambil membuka kelopak
mata,” yang setelahnya akan disimulasikan di depan karyawan yang lain. Pada
MSDS telah ada tindakan P3K, jika racun terkena mata, kulit, terhirup atau
tertelan, sehingga tindakan dasar P3K telah diketahui oleh para karyawan
tersebut.
4. Pembuatan Nearmiss dalam Safety
Pengenalan piramida safety, dimana jika dalam 10.000 kejadian hampir celaka
dan jika tidak diantisipasi dengan baik maka dapat menimbulkan terjadinya 600
kecelakaan kecil dan akan menyebabkan 1 fatality atau kematian. Adapun upaya
yang dilakukan untuk menghindari adanya korban yaitu pembuatan sistem
nearmiss. Istilah nearmiss hampir sama dengan hampir celaka, penerapan

3
nearmiss di perkebunan dapat dilakukan dengan cara pengisian lembar informasi
nearmiss sesegera mungkin. Setiap asisten lapangan diwajibkan membuat format
nearmiss sebanyak 5 sampai 10 dengan solusinya setiap bulan. Pembuatan
nearmiss setiap bulannya diharapkan hal-hal yang hampir celaka dapat
diantisipasi sebelumnya.
5. Rapat Safety Bulanan
Dalam satu kebun atau estate atau PT dibentuk tim P2K3I yang terdiri dari
pimpinan tinggi kebun, manajer, asisten, dan mandor di perkebunan yang dibagi
menjadi beberapa sesi, yaitu sesi kendaraan, panen, perawatan dan lingkungan.
Setiap bulan dimana harus mengadakan rapat evaluasi tentang pelaksaan safety
dan lingkungan serta program perbaikan yang akan dilakukan agar tidak terjadi
kecelakaan kerja.
6. Reward dan Punishment
Jika sosialisasi telah berjalan dengan baik, maka diterapkan sistem denda sebagai
sanksi jika karyawan melanggar prosedur, melakukan tindakan tidak aman, tidak
menggunakan alat pelindung diri, serta tindakan yang mengancam keselamatan
lainnya. Sementara untuk pekerja yang taat protokol akan diberikan penghargaan.

Kegiatan yang dilakukan dalam menjalankan operasional banyak menggunakan


mesin dan alat-alat yang mempunyai risiko terhadap terjadinya kecelakaan kerja,
oleh sebab itu sangat dibutuhkan keterampilan dan kedisiplinan yang baik dari
karyawan. Bisa saja terjadi kecelakaan dalam bekerja baik kecelakaan ringan, berat
dan bahkan meninggal dunia. Perusahaan diwajibkan melakukan sistem SOP
(System Operation Prosedure) untuk memperhatikan keselamatan para pekerjanya,
karena pekerja atau karyawan adalah penggerak dari suatu perusahaan. SOP
merupakan standar atau pedoman tertulis yang digunakan untuk mendorong dan
menggerakan suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Penerapan safety di
perkebunan bukanlah hal yang mudah, dikarenakan perkebunan merupakan industri
pada karya dengan memperkerjakan sebagian besar tenaga kerja dengan pendidikan
yang masih rendah, sehingga pelaksanaan safety pada awalnya akan sangat sulit
diterapkan. Jika terbentuk suatu budaya keselamatan kerja yang baik, maka akan
tercipta manajemen keselamatan dan kesehatan pekerja di perkebunan.

4
Perkebunan dapat dianggap sebagai suatu masyarakat tertutup (close community)
antara lain oleh karena lokasi perusahaan yang terpencil dan luasnya wilayah kerja
perusahaan, sehingga upaya higiene dan kesehatan harus disesuaikan dengan
keperluan masyarakat demikian, dalam arti menyelenggarakan sendiri upaya
kesehatan termasuk pengadaan rumah sakit dan semua fasilitas kesehatan lainnya
agar dapat memenuhi kebutuhan. Dan hal ini sesuai pula dengan banyaknya pekerja
yang tersebar luas di daerah perkebunan, yang sudah seharusnya diadakan upaya
keselamatan pekerja. Program kesehatan perkebunan meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif, baik terhadap penyakit yang biasa terdapat dalam
masyarakat pada umumnya, kecelakaan kerja, maupun penyakit akibat kerja.

Manajemen K3 di Pertanian

Semua orang perlu memiliki pekerjaan yang layak untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Semua bidang pekerjaan memiliki potensi bahaya mulai dari ringan,
sedang hingga berat. Setiap tenaga kerja dituntut memiliki pengetahuan yang cukup,
terampil dan disiplin, serta paham tentang cara-cara kerja aman dan selamat. Petani
merupakan kelompok kerja terbesar di Indonesia. Meski ada kecenderungan semakin
menurun, angkatan kerja yang bekerja di sektor pertanian, masih berjumlah 42 juta
orang atau sekitar 40% dari angkatan kerja. Banyak wilayah kabupaten di Indonesia
yang mengandalkan pertanian, termasuk perkebunan sebagai sumber penghasilan
daerah. Adapun perspektif kesehatan dan keselamatan kerja penerapan teknologi
dibidang pertanian adalah health risk. Oleh karena itu ketika terjadi sebuah
pemilihan teknologi, secara implicit akan terjadi sebuah perubahan faktor risiko
kesehatan. Teknologi mencangkul kini digantikan dengan traktor, hal ini jelas akan
mengubah faktor risiko kesehatan dan keselamatan kerja yang dihadapi oleh petani
dengan adanya kemajuan teknologi. Penerapan teknologi baru di pertanian
memerlukan adaptasi sekaligus keterampilan. Konsep tentang penyakit dipengaruhi
oleh tingkatan perkembangan ilmu pengetahuan yang pada setiap periode peradaban
manusia.

Bidang pertanian merupakan salah satu jenis pekerjaan sektor informal yang banyak
dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Pada setiap pekerjaan dan tempat bekerja
selalu memiliki risiko dan bahaya (hazard) yang dapat mengancam keselamatan

5
tenaga kerjanya. Risiko dan bahaya (hazard) tersebut dapat terjadi kapan saja,
dimana saja dan menimpa siapa saja baik sektor formal maupun informal. Petani
merupakan profesi yang memiliki potensi bahaya yang tinggi karena penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) masih rendah. Fenomena ini menjadi faktor
utama pemicu timbulnya kecelakaan dan penyakit pada petani yang berdampak pada
penurunan kinerja petani sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi petani baik
secara sosial maupun ekonomi. Ini disebabkan karena penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) oleh petani umumnya masih rendah karena dianggap masih
tabu, tidak bermanfaat, kurang nyaman, tidak praktis dan bahkan cenderung
mengganggu proses kegiatan usaha taninya. Kurangnya pemahaman akan risiko yang
dihadapi berdampak pada kesehatan dan keselamatan dirinya seperti cidera,
kecelakaan, kecacatan hingga berdampak pada kematian. Hal ini mengakibatkan
petani mengabaikan pentingnya penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
dalam kegiatan usahataninya. Seperti pupuk kimia yang digunakan selama proses
pengolahan lahan juga dapat berpotensi mengakibatkan iritasi pada kulit, mata atau
mengakibatkan gangguan kesehatan lainnya. Selain itu, pertanian masih dilakukan
dengan menggunakan peralatan tradisional seperti cangkul, penyemprot manual dan
keranjang angkut manual.

Mengacu pada teori kesehatan kerja maka risiko kesehatan petani yang ditemui di
tempat kerjanya adalah sebagai berikut:
1. Mikroba
Faktor risiko yang memberikan konstribusi terhadap kejadian penyakit infeksi,
parasit, kecacingan, maupun malaria. Penyakit kecacingan dan malaria selain
merupakan ancaman kesehatan juga merupakan faktor risiko pekerjaan petani
karet, perkebunan lada, dan lainlain. Berbagai faktor resiko yang menyertai
leptospirosis, gigitan serangga, dan binatang yang berbisa.
2. Faktor lingkungan kerja fisik
Sinar ultraviolet, suhu panas, suhu dingin, cuaca, hujan, angin, dan lain-lain.
3. Ergonomi
Kesesuaian alat dengan kondisi fisik petani seperti cangkul, traktor, dan alat-alat
pertanian lainnya.
4. Bahan kimia toksik

6
Agrokimia seperti pupuk, herbisda, akarisda dan pestisida.

Adapun beberapa jenis penyakit endemik yang menjadi faktor resiko dalam
sektor pertanian dan perkebunan antara lain:
1. Malaria
Petani Indonesia umumnya bekerja di daerah endemik malaria, habitat utama di
persawahan dan perkebunan. Parasit malaria akan menyerang dan berkembang
biak dalam butir darah merah sehingga seseorang yang terkena malaria akan
menderita demam dan anemia sedang hingga berat. Anemia dan kekeurangan
hemoglobin dapat mengganggu kesehatan tubuh serta stamina petani. Seseorang
yang menderita anemia akan memiliki stamina yang rendah, loyo, cepat lelah,
dan tentu saja tidak produktif.
2. Tuberkulosis
Penyakit yang sering diderita oleh angkatan kerja Indonesia termasuk petani
adalah tuberculosis (TBC). Kelompok yang terkena resiko penyakit TBC adalah
golongan ekonomi lemah khususnya petani dengan kondisi ekonomi lemah
tersebut. TBC diperburuk dengan kondisi perumahan yang buruk, rumah tanpa
ventilasi dengan lantai tanah akan menyebabkan kondisi lembab, pengap, yang
akan memperpanjang masa viabilitas atau daya tahan kuman TBC dalam
lingkungan. Penderita TBC akan mengalami penurunan penghasilan 20-30%,
kinerja dan produktivitas rendah, dan akan membebani keluarga.
3. Kecacingan dan Gizi Kerja
Untuk melakukan aktifitas kerja membutuhkan tenaga yang diperoleh dari
pasokan makanan, namun makanan yang diperoleh dengan susah payah dan
seringkali tidak mencukupi masih digerogoti oleh berbagai penyakit menular dan
kecacingan. Masalah lain yang dihadapi angkatan kerja petani adalah kekurangan
gizi. Kekurangan gizi dapat berupa kekurangan kalori untuk tenaga maupun zat
mikronutrien lainnya, akibat dari tingkat pengetahuan yang rendah dan
kemiskinan.
4. Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar merupakan salah satu faktor resiko utama timbulnya penyakit-
penyakit infeksi baik yang akut seperti kolera, hepatitis A, disentri, infeksi
bakteri coli maupun penyakit kronik lainnya. Tidak mungkin petani bekerja

7
dengan baik kalau sedang menderita malaria kronik atau diare kronik. Apalagi
TBC. Untuk meningkatkan produktivitas, seorang petani harus senantiasa
mengikuti pengembangan diri. Lalu tidak mungkin mengikuti pelatihan dengan
baik kalau tidak sehat. Untuk itu diperlukan khusus kesehatan dan keselamatan
kerja petani sebagai modal awal seseorang atau kelompok tani agar bisa bekerja
dengan baik dan lebih produktif.
Beberapa jenis penyakit akibat kerja yang dapat menyerang para pekerja sektor
pertanian dan perkebunan yaitu:
1. Tabakosis
Penyakit tabakosis ini merupakan penyakit akibat pengaruh dari debu tembakau
kepada para pekerja. Debu tersebut dihirup oleh pekerja, ketika dilakukan
pengolahan daun tembakau yang kering terutama pada pekerjaan perajangan.
Daun tembakau yang telah lama disimpan lama dan lapuk meninggalkan banyak
debu. Gangguan kesehatan pada tabakosis mungkin disebabkan jamur yang
tumbuh pada daun tembakau, tetapi bisa juga sebagai akibat nikotin atau zat
kimia lain yang dikandungnya. Penelitian mengenai pengaruh debu tembakau
kepada pekerja yang oleh karena pekerjaan menghirupnya semakin banyak
dilakukan. Apapun hasil penelitian namun sebagai pegangan sebaiknya segala
kelainan paru pada pekerja yang mengolah daun tembakau diobati semestinya,
sedangkan upaya pencegahan terhadap efek debu tembakau lebih ditingkatkan
lagi dengan penggunaan tutup hidung untuk mengurangi jumlah debu tembakau
yang terhirup masuk ke dalam paru, pemasangan alat ventilasi yang menangkap
dan mengeluarkan debu dari tempat kerja (local exhauster), isolasi proses yang
menimbulkan debu ke udara dan upaya terakhir memindahkan pekerja ke tempat
kerja yang kurang atau tidak berdebu. Debu tembakau masih dianggap debu yang
hanya mengganggu kenyamanan kerja dengan NAB 10 mg per meter kubik
udara. Diusulkan NAB-nya diturunkan menjadi 3 mg berat debu total per meter
kubik udara.
2. Bissinosis
Penyakit ini selain terdapat di perusahaan pemintalan dan penenunan ternyata
juga dapat terjadi pada pekerja perkebunan kapas, yang memisahkan biji dari
serat kapas. Pada umumnya beberapa para ahli juga sependapat bahwa bahaya

8
penyakit bissinosis pada pekerja perkebunan tidak begitu berbahaya mengingat
sifat pekerjaan yang biasanya tidak menetap dan terputus-putus, musiman,
dikerjakan di tempat terbuka di luar rumah, dan udara pada pekerjaan demikian
relatif tidak berdebu.
3. Bagassosis
Penyakit bagassosis adalah penyakit paru dikarenakan menghirup debu bagasse,
yaitu ampas tebu sesudah tebu diperas diambil kandungan gulanya. Bagasse yang
lama ditimbun, kering, rapuh, dan padanya tumbuh jamur yang merupakan
penyebab terjadinya penyakit. Tanda-tanda penyakit bagassosis serupa dengan
penyakit radang alat pernapasan akut, dan disebabkan jamur yang tumbuh pada
bagasse. Pencegahan dilakukan dengan upaya agar bagasse tidak menimbulkan
debu ke udara, misalnya dibasahi, dan diupayakan jangan sampai terlalu lama
ditimbun sebelum digunakan atau dibuang.
4. Penyakit Radang Akut Alat Pernapasan
Penyakit ini terjadi pada pekerja yang membuat kasur dari bahan kapas yang
berkualitas rendah. Radang ini disebabkan oleh Aerobacter cloacae yang hidup
pada kapas lembab pada musim penghujan. Bakteri tersebut biasa terdapat
banyak di tanah, dan juga berasal dari kotoran manusia atau hewan.
5. Penyakit asma
Penyakit akibat kerja ini dapat timbul pada pekerja yang mengerjakan biji-bijian
atau hasil pertanian atau perkebunan lainnya. Grain asthma adalah penyakit asma
yang dikarenakan menghirup debu beras arau gandum. Tamarind asthma adalah
penyakit alergi alat pernapasan yang penyebabnya debu buah tamarind. Asma
juga terjadi karena menghirup bahan halus, seperti tepung, misalnya flour
asthma, yang disebabkan alergi kepada protein yang berasal dari kutu tepung,
atau kepada tepungnya itu sendiri.

9
Daftar Pustaka

Akbar, Hairil. (2018). Pengantar Epidemiologi. Bandung: PT.Refika Aditama.


Arif, C.Gunawan & Seno, Andri. (2016). Analisis Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (Studi Evaluasi Penanggulangan Kecelakaan Kerja Karyawan
Pabrik Kelapa Sawit Rama Bakti Estate, Kec Tapung Hilir, Kab Kampar,
Riau). Jom FISIP, Vol.3, No.1, Hal.1-16.
Fajar, K.R.Akbar & Mulyono. (2019). Analisis Risiko K3 Pemberantasan Hama
Pekerjaan Pertanian Jeruk di Kabupaten Banyuwangi. JPH RECODE, Vol.3,
No.1, Hal.1-7.
Leon, Jonathan. (2017). Analisis Bahaya Keselamatan Pada Pekerja Bagian
Produksi Pabrik Kelapa Sawit PT Pp London Sumatera Tbk Tanjung Morawa
Tahun 2017. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Medan.
Ramli, S. (2010). Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif K3 OHS
Risk Management. Jakarta: Dian Rakyat.
Ramli, S. (2010). Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja OHSAS
18001. Jakarta: Dian Rakyat.
Suma’mur. (2009). Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Tempat Kerja. Jakarta :
CV. Sagung Seto.
Suma’mur. (2009). Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta:
CV. Sagung Seto.
Tarwaka. (2008). Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Surakarta: Harapan Press.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Wa Ode Dita Arliana. (2014). Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Pertanian dan
Perkebunan. Konsentrasi Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Program Studi
Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin
Makassar.

10
Profil Penulis
Hairil Akbar

Penulis dilahirkan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah pada


Tanggal 25 Mei 1989. Merupakan anak ke-lima dari pasangan
Suudi. M (Alm) dan Ibu Hj. Isunu. Penulis menyelesaikan program
S1 di Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Epidemiologi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Tadulako lulus tahun
2013 dan menyelesaikan program S2 di Program Studi Epidemiologi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga lulus tahun
2016. Saat ini penulis sedang melanjutkan pendidikan S3 di
Program Studi Ilmu Sosiologi Program Pascasarjana Universitas
Negeri Makassar dengan fokus kajian Sosiologi Kesehatan. Penulis
pernah bekerja sebagai dosen di Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Wiralodra, Program Studi DIV
Sanitasi Lingkungan Politeknik Kesehatan Kemenkes Gorontalo, dan bekerja di Program
Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Institut Kesehatan dan Teknologi
Graha Medika. Penulis pernah menjabat sebagai Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat (LPPM) dan Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan di Institut Kesehatan dan
Teknologi Graha Medika. Penulis juga aktif dalam kegiatan ilmiah dan organisasi
keprofesian yaitu Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI). Sehari-harinya bekerja
sebagai dosen pengampu mata kuliah dasar epidemiologi, epidemiologi penyakit menular,
epidemiologi penyakit tidak menular, surveilans kesehatan masyarakat, biostatistik
deskriptif dan inferensial, sosiologi antropologi kesehatan, dan metodologi penelitian
kesehatan. Selain itu penulis juga aktif dalam menulis jurnal nasional maupun
internasional serta aktif menulis buku ajar dan book chapter.

Email Penulis: [email protected]

11
DATA PENGIRIMAN DAN PENGAJUAN HKI

1. Untuk Pengiriman buku cetak, mohon isi data berikut

Nama Penerima :
Alamat (lengkap):
HP. Aktif :

Note: alamat wajib mencantumkan kel./desa, kec., dan kab./kota

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

2. Untuk pengajuan HKI, mohon mengisi data berikut sesuai yang tertera pada KTP:

Nama Lengkap: ………………….. Nama Lengkap: Rintho Rante Rerung


Alamat: ………………………….., RT/RW: …/…., Alamat: Melong Asih Regency B40, RT/RW: 001/002,
Kel/Desa: ……………, Kec.: ………………… Kel/Desa: Cijerah, Kec.: Bandung Kulon
Kab./Kota: …… Kab./Kota: Bandung
Privinsi: ………………. Privinsi: Jawa Barat
Kode Pos: …… Kode Pos: 41321
Email: …………………………….. Email: [email protected]
Hp. Aktif: ………………………………….. Hp. Aktif: 0877253663663

FOTO KTP
(bidang data saja tidak perlu bolak-balik)

TTD DIATAS MATERAI

Pastikan Bertandatangan diatas MATERAI 10.000


menggunakan kertas putih bersih (tanpa nama
dibawahnya) dan warna pulpen yang jelas (hitam atau
biru)

NOTE:
1. Untuk pengajuan HKI mohon isi data sesuai yang tertera di KTP bukan alamat tinggal
sekarang
2. Seluruh data wajib diisi, termasuk Kode Pos, Email, dan Hp. Aktif

12

Anda mungkin juga menyukai