Konsep Dasar Partus Prematurus Imminens
Konsep Dasar Partus Prematurus Imminens
Konsep Dasar Partus Prematurus Imminens
Disusun Oleh :
( ) ( __)
Mengetahui,
Kepala Ruangan
( )
KONSEP PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
1. Faktor Ibu
Pada kehamilan di usia kurang dari 20 tahun rahim, panggul dan
organ-organ reproduksi belum berfungsi dengan sempurna karena pada usia
ini masih dalam proses pertumbuhan sehingga panggul dan dan rahim masih
kecil. Selain itu, kekuatan otot-otot perineum dan otot-otot perut belum
bekerja secara optimal. Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun berkaitan
dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh. Pada usia lebih dari 35
tahun endometrium yang kurang subur memperbesar kemungkinan untuk
menderita kelainan kongenital, sehingga berakibat terhadap kesehatan ibu
maupun perkembangan janin yang berisiko untuk mengalami persalinan
premature (Maita, 2012).
Jika kehamilan terjadi pada umur < 20 tahun, maka diperlukan
konseling makanan bergizi pada ibu hamil untuk menghindari terjadinya
anemia, dan jika kehamilan terjadi pada umur > 35 tahun diperlukan
pengawasan ketat oleh tenaga kesehatan melalui pengelompokkan status
pasien yang berisiko untuk mempermudah dalam pemantauan, pencatatan
dan pemberian KIE (Konseling, Informasi dan Edukasi).
2. Faktor Kehamilan
a. Kehamilan dengan hidramnion
Hidramnion merupakan kehamilan dengan jumlah air ketuban >2
liter, produksi air ketuban bertambah serta dikarenakan terganggunya
pengaliran air ketuban. Maka akan terjadi keracunan kehamilan,
premature dan BBLR serta pendarahan.
b. Kehamilan ganda
Pertumbuhan janin pada kehamilan kembar rentan mengalami
hambatan, karena penegangan uterus yang berlebihan oleh karena
besarnya janin, 2 plasenta dan air ketuban yang lebih banyak
menyebabkan terjadinya partus prematurus. Karena kehamilan ganda
termasuk kedalam kehamilan berisiko dan perlu pemantauan yang
ketat terutama berat badan bayi (Triana, 2016).
c. Perdarahan antepartum
Perdarahan yang terjadi setelah minggu ke 28 masa kehamilan,
perdarahan antepartum berasal dari plasenta previa sebagai penyebab
utama perdarahan antepartum. Perdarahan akibat plasenta previa
terjadi
secara progresif dan berulang karena proses pembentukan segmen
bawah Rahim.
3. Faktor Janin
a. Cacat Bawaan
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada
sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non
genetic. Anomali kongenital disebut juga cacat lahir, kelainan
kongenital atau kelainan bentuk bawaan (Effendi, 2014).
D. PATOFISIOLOGI
Faktor kehamilan:
Faktor ibu: Umur Faktor janin: hamil dengan
<20 tahun atau >35 Cacat bawaan, hidromion, hamil
tahun, jarak hamil Infeksi dalam gaanda, perdarahan
terlalu dekat rahim anrepartum dan KPD
Dilatasi serviks
Kehilangan energi
Ansietas
Nyeri Akut Keletihan
Intoleransi Aktivitas
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium: darah rutin, kimia darah, golongan ABO, faktor rhesus,
urinalisis, bakteriologi vagina, amniosentesis: surfaktan, gas dan PH darah janin.
2. USG untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, besar janin, aktivitas janin, cacat
kongenital, letak dan maturasi plasenta, volume cairan ketuban dan kelainan uterus (Deitra
L,2013).
F. PENATALAKSANAAN
1. Tokolitik
Agen tokolitik diberikan untuk menghentikan kontraksi uterus selama masa akut.
Tokolitik merupakan agen farmakologis dan terapi yang digunakan dalam mencegah kelahiran
prematur, merelaksasi endometrium uterus dan menghambat kontraksi uterus sehingga dapat
memperpanjang masa kehamilan dan mengurangi komplikasi neonatal. Tokolitik beraksi
melalui berbagai mekanisme untuk menurunkan availabilitas ion kalsium intraseluler yang
akan menghambat interaksi aktin myosin(Karmelita, 2020). Ada beberapa macam tokolitik
seperti
a) Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8 jam sampai
kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontaksi berulang. dosis maintenance
3x10 mg.
b) Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol dapat digunakan, tetapi
nifedipin mempunyai efek samping yang lebih kecil.Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50
µg/menit, sedangkan per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis
per infus: 10-15 µg/menit, subkutan: 250 µg setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg
setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah: hiperglikemia,
hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial, edema paru.
c) Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv, secara bolus selama 20-
30 menit, dan infus 2- 4gr/jam (maintenance). Namun obat ini jarang digunakan karena efek
samping yang dapat ditimbulkannya pada ibu ataupun janin. Beberapa efek sampingnya ialah
edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi pernafasan (pada ibu dan bayi).
d) Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide dapat menghambat
produksi prostaglandin dengan menghambat cyclooxygenases (COXs) yang dibutuhkan untuk
produksi prostaglandin. Indometasin merupakan penghambat COX yang cukup kuat, namun
menimbulkan risiko kardiovaskular pada janin. Sulindac memiliki efek samping yang lebih
kecil daripada indometasin. Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam konteks
percobaan klinis.Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu membatasi
aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual.
Adanya Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid Pemberian terapi
kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru janin, menurunkan risiko
respiratory distress syndrome (RDS), mencegah perdarahan intraventrikular, necrotising
enterocolitis, dan duktus arteriosus, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus.
Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu. Obat yang
diberikan ialah deksametason atau betametason.
Pemberian steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat. Pemberian
siklus tunggal kortikosteroid ialah:
a) Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam
b) Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam
2. Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotic Pemberian antibiotik yang tepat
dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis neonatorum. Antibiotik hanya
diberikan kehamilan yang mengandung risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD
(ketuban pecah dini).
G. KOMPLIKASI
Menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat terjadi pada persalinan prematuritas
adalah :
2. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur
3. Gangguan respirasi
4. Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan immaturitas
jaringan otak
5. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur dibanding bayi aterm
6. Cerebral palsy
7. Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi prematur
(meskipun banyak orang–orang jenius yang dilahirkan sebelum aterm).
Bekas luka SC terdiri dari dua komponen yaitu bagian hypoechoic pada bekas luka dan
jaringan parut pada miometrium yang dinilai sebagai ketebalan miometrium residual (KMR).
Ketebalan seluruh SBR diukur dengan menggunakan transabdominal sonografi, sementara
lapisan otot diukur dengan menggunakan transvaginal sonografi (TVS). Ketebalan SBR harus
dievaluasi karena berperan penting sebagai prediktor terjadinya ruptur uteri. Hal ini mengingat
resiko ruptur uteri akan meningkat sesuai dengan jumlah pelahiran SC sebelumnya. Bekas luka
operatif SC pada uterus akan mengalami perubahan selama proses kehamilan selanjutnya.
Peningkatan lebar rata-rata 1,8 mm per semester pada bagian bekas luka. Sedangkan kedalaman
dan panjang bekas luka mengalami penurunan dengan rata-rata 1,8 mm dan 1,9 mm per
trimester. Ketebalan myometrium residual menurun rata-rata 1,1 mm per trimester.
Section Caesarian (SC) juga akan meningkatkan resiko terjadinya plasenta previa dan
abrupsio plasenta pada kehamilan berikutnya. Peningkatan resiko terjadinya plasenta previa dan
abrupsio plasenta pada kehamilan kedua. karena adanya respon yang berbeda terhadap bekas
luka SC, terutama respon terhadap sitokin dan mediator inflamasi, kejadian stress oksidatif.
Keadaan tersebut berdampak pada pertumbuhan dan rekonstruksi desidua basalis dan
kemampuan desidua untuk menampung dan memodulasi infiltrasi trofoblas. Ketebalan dinding
uterus wanita dengan riwayat SC lebih tipis daripada uterus wanita dengan persalinan
pervaginam (Suryawinata et al., 2019).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
Fokus pengkajian keperawatan yaitu :
1. Sirkulasi
Hipertensi, Edema patologis (tanda hipertensi karena kehamilan
3. Kurang pengetahuan
V. EVALUASI KEPERAWATAN
Ida Rahmawati, Mutiara, V. siska, Absari, N., & Andini, P. (2021). Faktor-
Faktor Yang Berhubungan dengan Persalinan Prematur. Professional
Health Journal, 2(2), 112–121. https://doi.org/10.54832/phj.v2i2.143
Kspr, S., Ibu, P., Anggraeni, L., Theresia, E. M., & Wahyuningsih, H.
(2015). Gambaran tingkat risiko kehamilan dengan skrining kspr pada
ibu h.amil. Kesehatan Lbu Dan Anak, 8(2), 24–29.
Levy, M., Weitz, B., & Grewal, D. (2018). Retailing Management 10th Edition.
McGrawHill Education.
Marwiyah, N., & Sufi, F. (2018). Pengaruh Senam Hamil Terhadap Kualitas
Tidur Ibu Hamil Trimester II dan III di Kelurahan Margaluyu Wilayah
Kerja Puskesmas Kasemen. Faletehan Health Journal, 5(3), 123–128.
https://doi.org/10.33746/fhj.v5i3.34