Makalah Praformulasi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Preformulasi terdiri dari kata pre yang artinya sebelum dan formulasi
yangartinya perumusan atau penyusunan. dibidang farmasi preformulasi dapat
diartikansebagai langkah awal yang dilakukan ketika akan membuat formula
suatu obat.

Rancangan dari suatu bentuk sediaan obat yang tepat


memerlukan pertimbangan karakteristik fisika, kimia dan biologis dari semua
bahan-bahan obatdan bahan-bahan farmasetik yang akan digunakan dalam
membuat produk obat.Obat dan bahan-bahan farmasetik yang digunakan harus
tercampurkan satu samalainnya untuk menghasilkan suatu produk obat yang
stabil, manjur, menarik, mudahdibuat dan aman. Produk harus dibuat di bawah
pengontrolan agar memilikikualitas yang baik dan dikemas dalam wadah yang
membantu stabilitas obat.
 
Dalam hubungan dengan masalah memformulasi suatu zat obat menjadisuatu
bentuk sediaan yang tepat, maka sebagai tahap awal dari tiap formulasi
yang baru adalah berupa pengkajian untuk mengumpulkan keterangan-
keterangan dasartentang karakteristik fisikokimia zat obat yang dibuat menjadi
bentuk sediaanfarmasi tersebut. Pengkajian dasar ini dirangkum dalam suatu
penelitian yangdisebut dengan preformulasi yang dibutuhkan sebelum
formulasi produk yangsebenarnya dimulai.
 
Preformulasi dimulai bila suatu obat yang baru menunjukkan
jaminanfarmakologis yang cukup dalam model-model hewan untuk menjamin
penilaian pada manusia.
 
Praformulasi sangat penting dilakukan dalam setiap pengembangan
sediaanfarmasi karena meliputi penelitian farmasetik dan analitik bahan obat
untukmenunjang proses pengembangan formulasi.
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi, tujuan dan pertimbangan umum preformulasi?
2. Apa saja formula bentuk sediaan obat?
3. Bagaimana sifat Fisika-Kimia bahan obat dan Bahan Tambahan Obat?
4. Bagaimana cara pencampuran bahan obat?
5. Apa pengaruh bentuk sediaan terhadap khasiat obat?

I.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui definisi, tujuan dan pertimbangan umum preformulasi.
2. Mengetahui formula bentuk sediaan obat.
3. Mengenai sifat Fisika-Kimia bahan obat dan Bahan Tambahan Obat.
4. Mengatahui cara pencampuran bahan obat.
5. Mengetahui pengaruh bentuk sediaan terhadap khasiat obat.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian, Tujuan, Pertimbangan Umum Preformulasi
II.1.1 Definisi
Preformulasi terdiri atas kata pre yang berarti sel elum an formulasi
yang berarti penyusunan atau perumus Preformulasi dalam bidang
farmasi diartikan sebagai Landasan asent dalam pembatan obat.
Badang-bidang yang tercakap dalam preformulasi antara lain adalah
sifat-sifat atau karaliteristike baltan olat dan tambalina obat yang
akan diformulasi.

II.1.2 Tujuan
Preformulasi memiliki tujuan untuk menyusun atu merumuskan
formula yang tepat agar menghallan produk sediaan farmasi yang
aman, stabil, dan berkhasiat ketika digunakan.
II.1.3 Pertimbangan Umum Preformulasi
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum merumuskan
formula sediaan obat adalah sebagai berikut:
1. Bentuk Sediaan yang Akan Dibuat
a. Sediaan farmasi memiliki beberapa pilihan bentuk di
antaranya adalah bentuk padat, seperti puyer, kapsul, dan
tablet. Yang kedua adalah bentul setengah padat contolnya
krim, pasta dan salep Bentuk yang terakhir adalah bentuk
cair-contohnya larutan
b. Pemilihan bentuk sediaan obat bergantung pada beberapa hal,
yakni:
1) Sifat-sifat fisika-kimia zat aktif yang digunakan, yakni
kelarutan, ukuran partikel, sifat higroskofis, reaksi-reaksi
kimia dan lain-lain
2) Kerja obat yang diinginkan, secara lolal atau secara
sistemik. Untuk keria lokal dipilih sediaan salep, krim,
lotion, serbuk tabur. Untuk kerja sistemik (diedarkan ke
seluruh tubuh oleh darah) dipilih sediaan tablet, kapsul,
pulveres atau puyer dan situp.
3) Umur sipemakai. Untuk bayi dan anak-anak lebih disukai
bentuk pulveres dan sirup. Untuk dewasa umumnyaa
dibuat dalam bentuk tablet atau kapsul.
2. Bahan Tambahan Obat yang Akan Digunakan
Bahan tambahan obat yang digunakan dalam formulasi harus
kompatibel atau dapat tercampurkan dengau bahan utama (zat
aktif) dan bahan tambahan yang lain.
Bahan tambahan diperlukan untuk:
a. Mendapatkan bentuk sediaan yang diinginkan seperti tablet,
kapsal dan lain-lain.
1) Sebagai contoh: pada sediaan tabletselain zat aktif,
digunakan bahan tambahan berupa bahan pengisi untuk
memperbesar volume tablet, bahan pengikat untuk
merekatkan serbuk bahan obat, bahan pengancur untuk
mempercepat pecahnya tablet di dalam lambung dan
bahan penyalut yang digunakan untuk memperbaiki
kestabilan, mengontrol, penghancuran dan mempercantik
penampilan tablet.
2) Pada sediaan larutan digunakan bahan tambahan berupa
pelarut nuntuk melarutkan bahan obat. Dapat juga
ditambahkan bahan penstabil untuk mencegah peruraian
bahan obat, bahan pengawet untuk mencegah
pertumbuhan mikroba, bahan pemberi warna dan rasa
untuk memperbaiki rasa dan penampilan produk.
Demikian juga sediaan salep, pasta, krim dan lain-lain.
b. Menjaga kestabilan sediaan obat, misalnya pengawet,
pensuspensi, dan pengemulsi.
c. Menjaga kestabilan zat aktif, misalnya antioksidan.
3. Kenyamanan Saat Mengonsumsi
a. Kenyamanan saat mengonsumsi obat penting untuk
diperhatikan karena akan memengaruhi kepatuhan si pemakai
obat. Jika obat dirasakan tidal enak, orang akan lebih enggan
untuk mengkonsumsinya.
b. Rasa tidak enak dari obat dapat ditutup dengan
menambahkan corigens saporis, bau yang tidak enak ditutupi
dengan corrigens adoris, dan warna youg kurang menarik
dapat ditutupi dengan corrigeus coloris.
c. Rasa pahit dari obat-obat tertentu, contohnya Ampisilin dan
amoksisilin dapat diatasi dengan menggunakan bentuk
garamnya, yaitu Ampisilin trihidrat dan Amoksilin triidrat
yang tidak pahit
d. Sediaan setengah padat harus memenuhi persyaratan, yaitu:
halus, mudah dioleskan, tidak terlalu lengket dan tidak
meninggalkan bekas noda pasta pakaian.
4. Kestabilan Sediaan Obat
a. Selama penyimpanan, sediaan obat harus tetap dalam
keadaan yang stabil, tidak menampakkan tanda-tanda
kerusakan yang umum ditemui pada sediaan obat. Misal
terjadi perubahan warna, rasa, bau, timbulnya kristal pada
permukaan tablet atau kaplet, memisahnya air dan minyak
pada sediaan krim atau emulsi.
b. Untuk menjaga kestabilan sediaan obat perlu dilakukan:
1) Penambahan bahan tambahan tertentu, seperti pengawet,
2) Pengemasan yang tepat.
3) Pemberian petunjuk tentang penyimpanan yang benar.
5. Khasiat Obat
Untuk menjaga khasiat obat, perlu diperhatikan
a. Pemilihan bentuk sediaan. Sebagai contoh, jika zat aktif tidak
stabil dalam media air, maka tidak diformulasi dalam bentuk
cair.
b. Bahan-bahan tambahan yang digunakan tidak boleh
mengurangi khasiat zat aktifnya.
c. Pemberian petunjuk cara penggunaan yang benar.
II.2 Formula Beberapa Bentuk Sediaan Obat
Berikut formula dari beberapa bentuk sediaan obat (Kemendikbud, 2013):
II.2.1 Formula Tablet
1. Bahan aktif : 1%-50%
2. Bahan tambahan obat : 50%-90%
3. Terdiri atas : Pengisi, pengikat, penghancur, pelicin,
pelumas, pemberi wama, perasa,
penyalut.
II.2.2 Formula Salep
1. Bahan aktif : 1%-50%
2. Bahan tambahan obat : 50%-90%
3. Terdiri atas : Dasar salep, pengawet, pewarna

II.2.3 Formula Krim


1. Bahan aktif : 1%-50%
2. Bahan tambahan obat : 50%-90%
3. Terdiri atas : Dasar krim, pewangi, pengawet,
pewarna
II.2.4 Formula Suspensi
1. Bahan aktif : 1%-50%
2. Bahan tambahan obat : 50%-90%
3. Terdiri atas : Pembawa atau pelarut, pensuspensi,
perasa, pengawet.
II.2.5 Formula Injeksi
1. Bahan aktif : 1%-50%
2. Bahan tambahan obat : 50%-90%
3. Terdiri atas : Pembawa, pengisotoni, pengawet
II.3 Sifat-Sifat Fisika-Kimia Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat
Sebelum membuat formulasi bahan obat, perlu diketahui terlebih dahulu
sifat fisika dan kimianya:
1. Rasa, Bau, dan Warna Zat
Harus diketahui rasa, bau dan warna zat untuk dapat menentukan
tambahan obat contohnya corrigens odoris, corrigens saporis, atau
corrigens-corrigens lain yang dibutuhkan.
2. Kelarutan
a. Penting untuk mengetahui kelarutan bahan obat, terutama untuk
kelarutan dalam air.
b. Proses terjadinya absorpsi akan lebih mudah untuk bahan obat yang
mudah larut dalam air, sehingga menimbulkan percepatan dalam
efek terapi. Bahan obat yang mudah larut dalam air dan terjaga
kestabilanya lebih baik dibuat dalam bentuk cair.
c. Bahan obat yang sukar larut dalam air, proses terjadinya absorpsi
akan mengalami gangguan. Hal ini dapat diminimalisasi dengan
cara:
1) Memperkecil ukuran partikel zat atau mikronisasi, sehingga
bahan obat akan mudah larut.
2) Membentuk senyawa kompleks yang mudah larut dalam air.
3) Menggunakan bentuk garamnya.
4) Menggunakan pelarut campuran.
d. Bahan obat yang sukar larut dalam air dapat dicairkan dengan cara
dibuat bentuk suspensi dengan menambahkan bahan pensuspensi
3. Ukuran Partikel
Ukuran partikel akan memengaruhi hal-hal sebagai berikut:
a. Kecepatan larutnya obat atau dapat disebut dengan laju disolusi
bahan obat. Seperti yang sudah diterangkan di atas, jika semakin
kecil ukuran partikel bahan obat maka akan mudah untuk diabsorpsi
atau melarutnya suatu obat.
b. Keseragaman isi. Semakin homogen uluran partikel akan
memengaruhi keseragaman dosis.
c. Laju pengendapan. Jika semakin besar ukuran partikel, maka akan
semakin mudah untuk terjadinya endapan. Hal tersebut akan
menyebabkan peristiwa caking dalam sediaan suspensi.
Bertambahnya bahan suspensi akan semakin menghambat laju
pengendapan, sehingga akan mencegah terbentuknya orking atau
biasa disebut dengan endapat yang keras.
4. Kestabilan Bahan Obat.
Berikut reaksi-reaksi kimia yang mempengaruhi kestabilan obat, yaitu:
1. Hidrolisa
a. Reaksi hidrolisa adalah adalah reaksi peruraian suatu zat oleh air.
b. Bahan obat yang mudah mengalami hidrolisa adalah obat-obat
golongan antibiotika seperti amoksisilin atau analgetik seperti
aspirin. Ciri-ciri aspirin yang telah terhidrolisasi adalah
timbulnya bau asam asetat atau cuka.
c. Bahan obat yang mudah terhidrolisa liarus dibuat dalam bentak
padat. Hal itu karena jika dalam suasana lembap, bahan tersebut
akan terurai dan tidak efektif lagi sebagai obat, dan bahkan bisa
saja akan membentuk senyawa yang bersifat toksik
d. Bahan yang mudah terhidrolisa dapat dibuat cair, tetapi dengan
syarat bahan dipilih pelarut non air, seperti etanol atau gliserin.
Juga dapat dibuat sebagai sediann sirup kering Sirup kering
adalah sirup yang berisi serbuk obat yang ketika akan digunakan
harus ditambahkan air matang dalam jumlah tertentu. Sirup
kering yang sudah dilarutkan tidak boleh digunakan lagi setelah
tujuh hari, karena sudah mengalami proses hidrolisa.
2. Oksidasi
a. Beberapa bahan obat tertentu akan mengalami reaksi oksidasi
jika terpapar cahaya terlalu lama, terkena panas, atau bila
bereaksi dengan gas oksigen, seperti Kalium Permanganat (PK).
b. Rekasi oksidasi terjadi dengan ciri-ciri berubahnya warna, bau
bahan obat, atau terbentuknya endapan.
c. Untuk mencegah terjadinya rekasi oksidasi perla ditambahkan
bahan antioksidan.
d. Jika dalam sediaan farmasi yang pembawanya adalah air, maka
antioksidanya adalah Natrium bisulfit dan Asam Askorbat
(Vitamin C) sedangkan dalam sediaan farmasi yang
pembawaanya berupa minyak, menggunakan antioksidan
Alfatokoferol (Vitamin E).
Berikut adalah beberapa contoh bahan tambahan obat.
Golongan Definisi Contoh
Pengisi Tablet Bahan yang digunakan Laktosa,
untuk memperbesar volume Pati, Selulosa
massa tablet agar mudah mikrokristal.
dicetak.
Pengikat Tablet Bahan yang digunakan Gom, Gelatin,
untuk mengikat/melekatkan Metil selulosa
partikel-partikel serbuk pada
sediaan tablet.
Pelumas Tablet Bahan yang digunakan Kalsium stearat,
untuk mengurangi gesekan Magnesium
selama proses pengempaan stearat
tablet.
Pelicin Tablet Bahan yang digunakan Silika Koloidal
untuk meningkatkan daya
alir serbuk.
Prnghancur Tablet Bahan yang digunakan Tepung jagung,
untuk membantu hancurnya Natrium alginate
tablet setelah ditelan.
Penyalut Tablet Bahan yang digunakan Selulosa asetat,
untuk melapisi tablet Sukrosa
Dasar Salep Bahan yang merupakan Lanolin, Vaselin
pembawa sediaan salep
yang Vaselin akan
dicampurkan bahan obatnya.
Pelembab Salep Bahan yang digunakan Gliserin, Propilen
untuk mencegah keringnya Glikol
sediaan salep dan krim.
Pensuspensi Bahan yang digunakan Agar, Bentonit,
. untuk menjaga disperse Metil Selulosa
partikel-partikel halus pada
sediaan cair agar laju
sedimentasi/ pengendapan.
serbuk dapat dikurangi
Pengemulsi Bahan yang digunakan Gom, Sorbitan,
untuk menjaga dispersi Tween, Span
partikel-partikel halus pada
sediaan cair yang terdiri dari
penibawa yang tidak
bercampur (minyak dan air)
Surfaktan Bahan yang berfungsi untuk Benzalkonium
mengurangi tegangan klorid, Natrium
permukaan. lauril sulfat
Dasar Bahan yang digunakan Oleum Cacao,
Suppositoria sehagai pembawa sediaan Poli Etillen,
padat yang pemakaiannya Glikol
dimasukkan rektum, di
mana akan dicampurkan
bahan obatnya
Pembawa Sediaan Bahan yang digunakan Air, Minyak
Injeksi sebagai pembawa untuk
bahan obat yang akan
diinjeksikan
Pengisotom Bahan yang digunakan Dextrosa,
Sediaan Injeksi untuk membuat larutan Natrium Klorida
injeksi menjadi osmatis
dengan cairan tubuh.

Selain bahan-bahan tersebut, bahan tambahan obat yang mungkin


diperlukan adalah:
Golongan Definisi Contoh
Pengawet Bahan yang digunakan untuk Asam Benzoat,
mencegah pertumbuhan Metil paraben,
mikroorganisme ataupun Klorobutamol
jamur
Antioksidan Bahan yang digunakan untuk Natrium bisulfit,
menghambat reaksi oksidasi. Alfatokoferol
Pewarna Bahan yang digunakan untuk Eritrosin (FD & C
memberi warna sediaan obat. Red No. 3)
Pemberi rasa Bahan yang digunakan untuk Minyak Adas
memberi rasa pada sediaan manis, Mentol,
obat. Cokelat, Minyak
Permen
Pengkelat Bahan yang digunakan untuk Dinatrium edetat,
membentuk senyawa EDTA
kompleks yang stabil dengan
logam berat, karena
keberadaan logam berat
dapat menurunkan kestabilan
sediaan obat.
Pendapar Bahan yang digunakan untuk Kalium
menahan perubahan metafosfat

II.4 Cara Pencampuran Bahan


Sediaan obat yang memiliki dua bahan atau lebih, maka harus dilakukan
pencampuran untuk mendapatkan campuran yang homogen. Berikut
beberapa metode pencampuran:
II.4.1 Cara Pencampuran Bahan Obat
1. Pencampuran dengan Batang Pengaduk
Metode pencampuran menggunakan batang pengaduk seperti
spatula biasa digunakan untuk mencampur beberapa bahan dalam
pembuatan salep atau krim, bahan dicampur bersama-sama agar
menjadi campuran yang homogen. Spatula biasanya terbuat dari
kaca, plastik, stainless steel, atau hard rubber. Jenis spatula yang
digunakan tergantung pada bahan obat apa yang sedang
dicampur.
2. Triturasi
Metode pencampuran ini menggunakan lumpang porselen, kayu,
atau bisa juga kaca untuk media bahan yang digerus untuk
memperkecil ukuran partikel. Biasanya Tumpang porselen yang
sering dipakai karena permulaan dalamnya kasar. Sejauh ini,
metode triturasi ini lah yang sering digunakan di apotek dan
laboratorium karena hasil yang diperolehi cukup baik.
3. Ayakan
Metode pencampuran ini menggunakan ayakan untuk
mencampur bahan. Bahan dilewatkan melalui ayakan untuk
proses pencampuran. Hasil yang diperoleh adalah campuran
bahan yang agak halus, tetapi cara ayakan ini kurang diyakini
kehomogenitasnya.
4. Jatuh.
Metode pencampuran ini menggunakan mesin penggiling serbuk
yang dirancang khusus untuk mencampurkan serbuk dalam
jumlah besar. Bahan akan diguling-gulingkan untuk hasil
campuran yang merata.

II.4.2 Tata Cara Mencampur Bahan Obat


Perlu diperhatikan, cara mencampur bahan obat maupun bahan
tambahan obat harus disesuaikan dengan sifat fisika- kimia masing-
masing bahan. Beberapa reaksi yang timbul dari bahan obat yang
tidak cocok sifatnya akan terjadi penggumpalan, perubahan warna,
atau rekasi-reaksi lain yang akan mengakibatkan penurunan atau
hilangnya khasiat dari bahan obat tersebut.
Berikut ini tatacara mencampur bahan-bahan obat:
1. Bentuk Sediaan Padat
a. Jika muncul reaksi penggumpalan antara bahan obat, maka
sebelum dicampur sebaiknya masing-masing bahan obat
dilapisi dengan bahan tambahan... Misalnya jika asam
salisilat dan seng oksida dicampur langsung, maka lama-
kelamaan akan terjadi reaksi penggumpalan seperti
mengerasnya bahan obat. Hal ini dapat diatasi dengan
memberi balan tambahan pada masing-masing bahan obat
sebelum proses: pencampuran.
b. Bahan obat yang berbentuk kristal, sebelum prosesi
pencampuran sebaiknya dilarutkan dulu dengan pelarut yang
sesuai. Misalnya Asam Salisilat harus dilarutkan terlebih
dahulu dengan Etanol 95%, lalu segera dilakukan proses
pencampuran ilengan bahan tambahan sampai kering.
c. Bahan obat yang bersifat mudah lembap (higroskopes) harus
digerus dalam lumpang panas. Hal ini bertujuan untuk
menguapkan air yang terkandung dalam bahan obat tersebut.
d. Bahan obat yang merupakan campuran estetik, atau
campuran yang titik leburnya lebih rendah daripada ketika
bahan itu berdiri sendiri, maka sebaiknya biarkan campuran
tersebut meleleh terlebih dahulu baru dikeringkan dengan
bahan tambahan. Contoh balan obat yang merupakan
campuran eutektik adalah camphora dan mentholum

e. Bahan obat yang berupa minyak atsiri sebaiknya saat proses


pencampuran ditambahkan paling terakhir. Hat Ini
dikarenakan jika digerus terlalu lama, minyak atsiri akan
cepat menguap.
2. Bentuk Sediaan Setengah Padat
Bentuk sediaan setengah padat merupakan sediaan berupa massa
yang lunak, ditujukan untuk pemakaian topikal terutama pada
permukaan kulit (bagian eksternal). Bentuk sediaan setengah
padat adalah salep, krim, pasto dan gel. Sediaan ini sering
digunakan ketika resep dokter memerlukan kombinasi dari dua
atau lebih salep maujam krim dengan rasio tertentu. Sediaan ini
juga bisa berupa penggabungan obat ke dalam salep atau basis
krim, Salep memiliki basis minyak, sementara krim memiliki
basis air. Beberapa pencampuran langsung dari bahan- bahan
tersebut tidak selalu dapat dilakukan sehingga memerlukan
penggabungan agen lain untuk memastikan partikel memiliki
ukuran yang halus.
Agent yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
a. Wetting agent adalah bahan yang bertujuan untuk
menggantikan udara dari partikel dan memungkinkan mereka
untuk bercampur lebih baik. Contoh: alkohol.
b. Levigating agent adalah bahan yang digunakan untuk
mengurangi ukuran partikel sehingga partikel lebih kecil dan
tercampur dengan homogen. Contoh: minyak, mineral,
gliserin.
c. Thickening agent. Bahan pengental ini digunakan untuk
meningkatkan viskositas sediaan, sehingga akan
meningkatkan daya lekat antarpartikel juga. Contoh: polimer
hidritdik, baik yang berasal dari alam (natural polimer)
seperti agar, selulosa, tragalang pelain, natrium alginat,
polimer semisintetik seperti metil selulosa, hidroksi etil
selulosa, dan CMC Na, serta polimer sintetik seperti karbopol
(karbomer, karboksipolimetilen).
3. Bentuk Sediaan Cair
a. Bentuk Sedian Larutan
Bahan obat dilarutkan dengan pelarut secukupnya lalu
ditambahkan sisa pelarut sampai mencapai berat atau volume
yang diminta
b. Bentuk Sediaan Suspensi
Bahan obat yang tidak larut dicampur dengan bahan
pensuspensi kemudian baru ditambah pelarut dengan volume
yang sudah ditentukan sampai terbentuknya suspensi. Setelah
itu baru dicampur dengan sisa pelarut sampai mencapai berat
atau volume yang diminta.
c. Bentuk Sediaan Emulsi
Pertama-tama membuat korpus emulsi lalu mencampurnya
dengan bahan obat, lalu ditambalikan sisa pelarut sampai
mencapai berat atau volume yang diminta

II.5 Pengaruh Bentuk Sediaan Terhadap Khasiat Obat


Efek terapi obat atau biasa disebut dengan khasiat obat adalah respons yang
dialami oleh tubuh setelah pengunaan obat.
Berikut hal-hal yang memengaruhi khasiat obat:
II.5.1 Dosis Obat Yang Digunakan
Dosis diharuskan membuat efek terapi bagi pemakai obat tersebut,
dosis itu disebut dengan dosis terapi. Tiap obat mempunyai dosis
terapinya masing-masing. Dosis-dosis terapi tersebut dibuat dalam
dosis tertentu yang dikenal dalam dunia kefarmasian dengan dosis
lazim
II.5.2 Absorpsi Obat
1. Absorpsi obat adalah suatu proses pergerakan obat dari tempat
pemberian ke dalam sirkulasi umum dalam tubuh. Dalam
peristiwa ini obat dapat sampai di jaringan atau organ setelah
obat tersebut melewati membran.
2. Obat Peroral harus larut untuk mendapatkan khasiat atau efek
terapi, yang kemudian akan menembus atau diabsorbi membrane
biologis dan dibawa darah ke seluruh jaringan dan organ-organ
tubuh.
3. Obat sediaan padat berupa tablet atau kapsul yang diberikan
secara oral akan mengalami absorpsi dilambung atau diusus jika
obat tersebut mengalami pelarutan (disolusi) dan pelepasan
(disintegrasi) di lambung.
4. Obat dengan pemakaian luar seperti salep dan obat tetes mata,
proses absorbs dipengaruhi oleh kelarutan dalam selaput lender
dalam mata atau dalam selaput lendir di mana obat itu diteteskan
atau diusapkan.
II.5.3 Cara Pemberian Obat
Cara pemberian obat memengaruhi kecepatan efek obat terhadap
tubuh:
1. Cara Pemberian Obat Secara Oral Cara pemberian obat secara
oral ini adalah cara yang kerap digunakan, karena tidak sulit
untuk dilakukan, alami, dan aman dalam penggunaannya.
2. Cara Pemberian Obat Secara Topikal Cara pemberian obat secara
topical yaitu pengunaan obat melalui permukaan kulit yang akan
menghasilkan efek lokal, dan sbagian akan diabsorpsi kedalam
jaringan bawah kulit..
3. Cara Pemberian Obat Secara Parenteral Cara pemberian obat
secara parenteral yaitu pengunaan obat dengan cara penyuntikan
dengan alat jarum suntik yang berupa intravena,intramuscular,
dan subcutan.
II.5.4 Bentuk Sediaan
Pengaruh bentuk sediaan obat terhadap khaiat obat dapat diketahui
dengan penelitian uji klinis berupa pengukur kadar obat dalam darah
setelah pemberian obat. Penelitian tersebut digunakan untuk
perbandingan antara absorpsi sebagai bentuk sediaan obat,
khususnya dengan cara oral.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Studi preformulasi adalah tahap pertama dalam pembentukan tablet
atauaktivitas formulasi dengan pertimbangan yang hati-hati dari data
preformulasi.Preformulasi penting bagi formulator untuk mendapatkan
profil fisika-kimia yanglengkap dari bahan-bahan aktif yang tersedia
sebelum memulai suatu aktifitas perkembangan formula seluruh informasi
ini diketahui sebagai preformulasi.

Praformulasi sangat penting dilakukan dalam setiap pengembangan


sediaanfarmasi karena meliputi penelitian farmasetik dan analitik bahan
obat untukmenunjang proses pengembangan formulasi.

III.2 Saran
Diharapkan para pembaca memberikan kritik dan saran yang membangun
setelah membaca makalah ini serta pembaca juga disarankan untuk
mencari referensi lebih lanjut mengenai protein serta pemurnian protein.
DAFTAR PUSTAKA
Al Awwaly, K. U. (2017). Protein Pangan Hasil Ternak dan Aplikasinya. UB
Press.

Anissa, D. D., & Dewi, R. K. (2021). Peran Protein: ASI dalam Meningkatkan
Kecerdasan Anak untuk Menyongsong Generasi Indonesia Emas 2045 dan
Relevansi Dengan Al-Qur’an. Jurnal Tadris IPA Indonesia, 1(3), 427–435.
https://doi.org/10.21154/jtii.v1i3.393

Astawan, M., Prayudani, A. P. G., & Rachmawati, N. A. (2021). Isolat Protein


Teknik Produksi, Sifat-sifat Fungsional, dan Aplikasinya di Industri Pangan.
IPB Press.

Chayati, I. (2014). Bahan Ajar Ilmu Pangan. 1–32.


https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/39310/mod_resource/
content/2/Handout Air.pdf

Sahlan, M. (2022). Rekayasa Protein. Guepedia.

Sisimindari, Jenie, I. R., Rumiyati, & Meiyanto, E. (2021). Biokimia Farmasi.


Gadjah Mada University Press.

Suprayitno, E., & Sulistyatu, T. D. (2017). Metabolisme Protein. UB Press.

Anda mungkin juga menyukai