Minipro Stunting

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... 1
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ 2
DAFTAR ISI .................................................................................................. 3
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 4
B. Rumusan masalah …………………………………………….. 5
C. Tujuan......................................................................................... 5
D. Manfaat....................................................................................... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Stunting........................................................................................ 7
B. Status Gizi .................................................................................. 9
C. Pilar Gizi...................................................................................... 10
BAB III. ANALISIS MASALAH
A. Identifikasi Masalah..................................................................... 14
B. Diagram Sebab-Akibat dari Ishikawa (Fishbone)....................... 14
C. Cara Pemecahan Masalah............................................................ 16
D. Prioritas Penyebab Masalah......................................................... 17
E. Rencana Usulan Kegiatan............................................................ 18
BAB 1V. HASIL PEMBAHASAN.................................................................. 20
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 22
B. Saran............................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 23
LAMPIRAN .................................................................................................... 24

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stunting merupakan kondisi gagal pada pertumbuhan dan perkembangan anak pada
1000 hari pertama kehidupan yang dipengaruhi oleh kekurangan gizi secara kronik. Tinggi
atau panjang tubuh tidak sesuai dengan teman seusianya atau dapat dilakukan dengan
pengukuran menggunakan standar pertumbuhan anak WHO. Anak yang dikatakan stunting
apabila nilainya di ≤ -2 SD pada kurva WHO (Kemenkes,2018). Di Indonesia, kurang lebih
sebanyak 9 juta atau 37% balita mengalami stunting (Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas 2013).
Dari seluruh dunia, Indonesia adalah negara dengan prevalensi stunting keempat terbesar.
Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal dari Asia (55%)
sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di
Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia
Tengah (0,9%) Asia Tenggara menduduki peringkat kedua di Asia sebesar 14,9%. Data
prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health Organization (WHO), Indonesia
termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia
Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia
tahun 2005-2017 adalah 36,4%. Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi
utama yang dihadapi Indonesia.
Dalam upaya pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga,
Puslitbang Kemenkes telah melakukan pengkajian sehingga disepakati 12 indikator utama
untuk status kesehatan keluarga yang selanjutnya disebut sebagai Indeks Keluarga Sehat.
Adapun salah satu indikator Indeks Keluarga Sehat adalah balita mendapatkan pemantauan
pertumbuhan.1 Indikator ini sangat penting untuk dilakukan mengingat permasalahan gizi
masih menjadi isu nasional kesehatan Indonesia, baik berupa stunting, wasting, ataupun
overweight. 2 Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak yang terjadi akibat
kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Anak tergolong stunting apabila panjang atau
tinggi badan berada di bawah minus dua standar deviasi panjang pada tinggi anak standar
sesuai usia.
Ada banyak faktor yang berperan terhadap terjadinya stunting, mulai dari pola asuh
dan pola makan yang tidak baik, terbatasnya layanan kesehatan termasuk pelayanan ibu
hamil dan ibu melahirkan, kurangnya pembelajaran dini yang berkualitas, kurangnya akses
untuk pemenuhan kebutuhan gizi, hingga kurangnya akses sanitasi keluarga. Stunting dan

2
permasalahan gizi lainnya yang terjadi secara kronis terutama pada 1000 hari pertama
kehidupan beresiko menyebabkan kerentanan anak terhadap penyakit dan hambatan
pertumbuhan fisik serta kognitif yang dapat berpengaruh pada tingkat kecerdasan dan
produktivitas anak dimasa depan. Stunting dan masalah gizi diperkirakan menurunkan
produk domestik bruto (PDB) sekitar 3% pertahunnya.

Faktor penyebab terjadinya stunting menurut WHO adalah faktor keluarga dan rumah
tangga, pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan
riwayat infeksi (Swarinastiti dkk,2018). Dampak yang ditimbulkan dari stunting ialah gagal
tumbuh (berat lahir rendah, kecil, pendek, kurus), perkembangan motorik dan kognitif
mengalami hambatan dan pada saat dewasa mengalami gangguan metabolik
(Kemenko,2018). Mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan dari permasalahan stunting,
berbagai intervensi dan program perlu dilakukan. Pencegahan dan penatalaksanaan stunting
memerlukan intervensi yang terpadu, mencakup intervenes gizi spesifik dan gisi sensitif.
Pengalaman global menunjukkan penyelenggaraan intervensi yang terpadu merupakan kunci
utama dari keberhasilan perbaikan gizi, tumbuh kembang anak dan pencegahan stunting
(Notoadmodjo,2010)
Usaha pemerintah dalam pencegahan stunting telah berjalan dengan baik, tetapi
terdapat kendala pada pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang stunting dan
pencegahannya, maka salah satu cara untuk mencegah terjadinya stunting adalah
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang stunting. Pengetahuan adalah proses yang
berlangsung dan menguji informasi, mengevaluasi informasi dan membuat sebuah diagnosis
dalam rangka memecahkan suatu masalah (Swarinastiti dkk,2018).
Kasus stunting di wilayah kerja Puskesmas Matani juga perlu mendapat perhatian
lebih. Sebanyak 3 anak mengalami stunting pada penimbangan serentak Bulan Juli dan
agustus 2022 di wilayah kerja Puskesmas Matani. Kelurahan kolongan menjadi desa dengan
angka stunting tertinggi sebanyak 3 kasus . Untuk mewujudkan pencegahan stunting di
wilayah kerja Puskesmas Matani , maka diciptakan inovasi Pembentukan rumah gizi ,
bertujuan untuk memberikan contoh makanan bergizi kepada balita untuk mencapai target
nutrisi sehingga diharapkan dapat mencegah stunting di wilayah kerja Puskesmas Matani.

3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas dapat ditarik
rumusan masalah “Bagaimana peran RUMAH GIZI” terhadap kenaikan status gizi balita di
wilayah kerja Puskesmas Matani”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Matani periode Juli
sampai Agustus 2022.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang status gizi balita di wilayah
kerja Puskesmas Matani.
b. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan kader posyandu dalam
memantau status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Matani

D. Manfaat
1. Bagi Fasilitas Kesehatan
Meningkatkan mutu dan kinerja program upaya perbaikan gizi di Puskesmas Matani
Bagi Masyarakat
a. Diharapkan dapat memberikan edukasi tentang stunting yang mudah diterima
oleh masyarakat.
b. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai
pentingnya pemantauan status gizi balita.
c. Membantu masyarakat untuk pemilihan nutrisi yang seimbang sehingga dapat
mencegah terjadinya stunting.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan
gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak
bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi
stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Anak dikatakan stunting apabila
nilai z-scorenya kurang dari -2SD/standar deviasi (Kemenkes,2018).
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan
oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Secara lebih
rinci, beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting sebagai berikut:
1. Praktek pengasuhan yang kurang baik.
Termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi
sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Beberapa
fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6
bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak
usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-
ASI).
MP-ASI diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6
bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi,
MP-ASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi
dapat disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan
perkembangan sistem imunologis anak terhadap makanan maupun minuman.
2. Kurangnya Kunjungan Ibu Hamil ke Fasilitas Kesehatan
Kunjungan ANC penting dilakukan pada masa kehamilan oleh ibu
secara teratur yang bertujuan untuk mendeteksi risiko saat masa kehamilan
terutama masalah nutrisi. Pemeriksaan ANC pada masa kehamilan memiliki
risiko penyulit sehingga pemeriksaannya harus teratur dilakukan minimal
empat kali kunjungan selama masa kehamilan untuk mempersiapkan proses
persalinan yang lancar dan kesehatan ibu setelah post natal care sampai masa
laktasi hingga nifas.

5
3. Masih Kurangnya Asupan Bergizi.
Kekurangan asupan makanan disebabkan oleh tidak tersedianya
pangan pada tingkat rumah tangga, sehingga tidak ada makanan yang dapat
dikonsumsi. Kekurangan asupan makanan juga disebabkan oleh perilaku atau
pola asuh orang tua pada anak yang kurang baik. Dalam rumah tangga
sebetulnya tersedia cukup makanan, tetapi distribusi makanan tidak tepat atau
pemanfaatan potensi dalam rumah tangga tidak tepat, misalnya orang tua lebih
mementingkan memakai perhiasan dibandingkan untuk menyediakan makanan
bergizi. Kurangnya asupan bergizi juga dapat berhubungan dengan tingkat
ekonomi keluarga dan faktor sosial ekonomi keluarga. Tingkat pendapatan
dapat di ukur dari pendapatan total dalam sebuah keluarga. Daya beli keluarga
bergantung dengan kualitas makanan yang dibeli. Keadaan sosial yang
golongan rendah dapat menyebabkan daya beli rendah, kurangnya air bersih,
sanitasi buruk, dan layanan kesehatan terbatas.
4. Kurangnya Akses ke Air Bersih dan Sanitasi.
Pengaruh kebersihan dan sanitasi lingkungan sangat erat kaitannya
dengan penyakit infeksi. Beberapa penyakit infeksi yang diderita bayi dapat
menyebabkan berat badan bayi turun. Jika kondisi ini terjadi dalam waktu
yang cukup lama dan tidak disertai dengan pemberian asupan yang cukup
untuk proses penyembuhan maka dapat mengakibatkan stunting. Penyakit
infeksi yang disebabkan oleh higiene dan sanitasi yang buruk misalnya diare
dan kecacingan dapat menganggu penyerapan nutrisi pada proses pencernaan.
Penyakit diare terutama pada negara berkembang menimbulkan malnutrisi dan
dampak misalnya gizi kurang, stunting sampai kejadian gizi buruk
(Takanashi,2009).
Dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi dampak jangka pendek dan
jangka panjang :
1. Dampak jangka pendek meliputi :
a. Terganggunya perkembangan otak.
b. Gangguan pertumbuhan fisik.
c. Gangguan metabolisme dalam tubuh.
2. Dampak jangka panjang meliputi :
a. Menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar.

6
b. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek
dibandingkan pada umumnya).
c. Menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit.
d. Meningkatnya risiko obesitas, diabetes mellitus, jantung, hipertensi,
stroke.
B. Status Gizi
Status gizi merupakan salah satu faktor penting dalam mencapai derajat
kesehatan yang optimal. Namun pada masyarakat kita masih ditemui berbagai
penderita penyakit yang berhubungan dengan kekurangan gizi. Status gizi dapat
diketahui melalui pengukuran beberapa parameter, kemudian hasil pengukuran
tersebut dibandingkan dengan standar atau rujukan. Peran penilaian status gizi
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya status gizi yang salah. Penilaian status gizi
menjadi penting karena dapat menyebabkan terjadinya kesakitan dan kematian terkait
dengan status gizi. Oleh karena itu dengan diketahuinya status gizi, dapat dilakukan
upaya untuk memperbaiki tingkat kesehatan pada masyarakat.
Deteksi dini tumbuh kembang adalah kegiatan/pemeriksaan untuk menemukan
secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak pra sekolah.
Dengan ditemukan secara dini penyimpangan / masalah tumbuh kembang
anak, maka intervensi akan lebih mudah dilakukan. Bila penyimpangan terlambat
diketahui, maka intervensinya akan lebih sulit dan hal ini akan berpengaruh pada
tumbuh kembang anak.
Jenis-jenis deteksi dini penyimpangan :
1. Deteksi Dini Penyimpangan Pertumbuhan
a. Pengukuran Berat Badan Terhadap Tinggi Badan (BB/TB)
 Tujuan pengukuran BB/TB adalah untuk menentukan status gizi anak
yaitu normal, kurus, kurus sekali atau gemuk.
 Jadwal pengukuran BB/TB disesuaikan dengan jadwal deteksi dini
tumbuh kembang balita.
 Pengukuran Berat Badan (BB) :
o Menggunakan timbangan bayi.
o Menggunakan timbangan injak.
 Pengukuran Panjang Badan (PB) atau Tinggi Badan (TB) :
o Mengukur dengan posisi berbaring
 Sebaiknya dilakukan oleh 2 orang.
 Bayi dibaringkan telentang pada alas yang datar.
 Petugas 1 memegang kepala bayi agar menempel pada
pembatas angka 0.
 Petugas 2 tangan kiri menekan lutut bayi agar lurus,
tangan kanan menekan batas kaki ke telapak kaki.

7
 Petugas 2 membaca angka di tepi luar pengukur.
o Mengukur dengan posisi berdiri
 Anak tidak memakai sandal atau sepatu.
 Berdiri tegak menghadap kedepan.
 Punggung, pantat dan tumit menempel pada tiang
pengukur.
 Turunkan batas atas pengukur sampai menempel pada
ubun-ubun.
 Baca angka pada batas tersebut.
 Interpretasi
o Menggunakan tabel BB/TB Direktorat Gizi Masyarakat 2002
(Lihat lampiran).
o Ukur TB/PB dan timbang BB anak.
o Lihat kolom TB/PB anak yang sesuai dengan hasil pengukuran.
o Pilih kolom BB sesuai jenis kelamin anak, cari angka BB yang
terdekat dengan BB anak.
o Dari angka BB tersebut lihat bagian atas kolom untuk
mengetahui angka Standar Deviasi (SD).
o Normal : -2 SD s/d 2 SD atau Gizi Baik
Kurus : < -2 SD s/d -3 SD atau Gizi Kurang
Kurus Sekali : < -3 SD atau Gizi Buruk
Gemuk : > 2 SD atau lebih
b. Pengukuran Lingkar Kepala Anak (LKA)
 Tujuan pengukuran lingkar kepala anak adalah untuk mengetahui
lingkar kepala anak dalam batas normal atau diluar batas normal.
 Jadwal disesuaikan dengan umur anak.
Umur 0-11 bulan pengukuran dilakukan setiap tiga bulan.
Umur 12-72 bulan pengukuran dilakukan setiap enam bulan.
 Cara mengukur lingkar kepala :
o Alat pengukur dilingkarkan pada kepala anak melewati dahi,
menutupi alis mata, diatas kedua telinga, dan bagian belakang
kepala yang menonjol, tarik agak kencang.
o Baca angka pada pertemuan dengan angka 0.
o Tanyakan tanggal lahir bayi / anak, hitung umur bayi / anak.
o Hasil pengukuran dicatat pada grafik lingkar kepala menurut
umur dan jenis kelamin anak.
o Buat garis yang menghubungkan antara ukuran yang lalu
dengan ukuran yang sekarang.
 Interpretasi
o Bila ukuran LKA berada di dalam “jalur hijau” maka LKA
normal.
o Bila LKA berada di luar “jalur hijau” maka LKA tidak normal.

8
o LKA tidak normal ada 2 (dua) yaitu :
Makrosefal bila berada di atas “jalur hijau”
Mikrosefal bila berada di bawah “jalur hijau”

C. Pilar Gizi
Pedoman Gizi Seimbang yang telah diimplementasikan di Indonesia
merupakan realisasi dari rekomendasi Konferensi Pangan Sedunia di Roma tahun
1992. Pedoman tersebut menggantikan slogan “4 Sehat 5 Sempurna” yang telah
diperkenalkan sejak tahun 1952, namun sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam bidang gizi serta
masalah dan tantangan yang dihadapi. Diyakini dengan mengimplementasikan
Pedoman Gizi Seimbang secara benar, semua masalah gizi dapat diatasi.
Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada dasarnya
merupakan rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar dan
zat gizi yang masuk dengan memantau berat badan secara teratur. Empat Pilar
tersebut adalah:
1. Mengonsumsi aneka ragam pangan
Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua jenis zat gizi yang
dibutuhkan tubuh untuk menjamin pertumbuhan dan mempertahankan kesehatannya,
kecuali Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi baru lahir sampai berusia 6 bulan. Contoh: nasi
merupakan sumber utama kalori, tetapi miskin vitamin dan mineral; sayuran dan
buah-buahan pada umumnya kaya akan vitamin, mineral dan serat, tetapi miskin
kalori dan protein; ikan merupakan sumber utama protein tetapi sedikit kalori.
Khusus untuk bayi berusia 0-6 bulan, ASI merupakan makanan tunggal yang
sempurna. Hal ini disebabkan karena ASI dapat mencukupi kebutuhan untuk tumbuh
dan berkembang dengan optimal, serta sesuai dengan kondisi fisiologis pencernaan
dan fungsi lainnya dalam tubuh.
Yang dimaksudkan beranekaragam dalam prinsip ini selain keanekaragaman
jenis pangan juga termasuk proporsi makanan yang seimbang, dalam jumlah yang
cukup, tidak berlebihan dan dilakukan secara teratur. Anjuran pola makan dalam
beberapa dekade terakhir telah memperhitungkan proporsi setiap kelompok pangan
sesuai dengan kebutuhan yang seharusnya. Contohnya, saat ini dianjurkan

9
mengonsumsi lebih banyak sayuran dan buah-buahan dibandingkan dengan anjuran
sebelumnya. Demikian pula jumlah makanan yang mengandung gula, garam dan
lemak yang dapat meningkatkan resiko beberapa penyakit tidak menular, dianjurkan
untuk dikurangi. Akhir-akhir ini minum air dalam jumlah yang cukup telah
dimasukkan dalam komponen gizi seimbang oleh karena pentingnya air dalam proses
metabolisme dan dalam pencegahan dehidrasi.
2. Membiasakan perilaku hidup bersih
Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
status gizi seseorang secara langsung, terutama anak-anak. Seseorang yang menderita
penyakit infeksi akan mengalami penurunan nafsu makan sehingga jumlah dan jenis
zat gizi yang masuk ke tubuh berkurang. Sebaliknya pada keadaan infeksi, tubuh
membutuhkan zat gizi yang lebih banyak untuk memenuhi peningkatan metabolisme
pada orang yang menderita infeksi terutama apabila disertai panas. Pada orang yang
menderita penyakit diare, berarti mengalami kehilangan zat gizi dan cairan secara
langsung akan memperburuk kondisinya.
Demikian pula sebaliknya, seseorang yang menderita kurang gizi akan
mempunyai risiko terkena penyakit infeksi karena pada keadaan kurang gizi daya
tahan tubuh seseorang menurun, sehingga kuman penyakit lebih mudah masuk dan
berkembang. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan kurang gizi dan
penyakit infeksi adalah hubungan timbal balik.keterpaparan terhadap sumber infeksi.
Contoh: 1) selalu mencuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir sebelum
makan, sebelum memberikan ASI, sebelum menyiapkan makanan dan minuman, dan
setelah buang air besar dan kecil, akan menghindarkan terkontaminasinya tangan dan
makanan dari kuman penyakit antara lain kuman penyakit tiphoid dan disentri; 2)
menutup makanan yang disajikan akan menghindarkan makanan dihinggapi lalat dan
binatang lainnya serta debu yang membawa berbagai kuman penyakit; 3) selalu
menutup mulut dan hidung bila bersin, agar tidak menyebarkan kuman penyakit; dan
4) selalu menggunakan alas kaki agar terhindar dari penyakit kecacingan.
3. Melakukan aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang meliputi segala macam kegiatan tubuh termasuk olahraga
merupakan salah satu upaya untuk menyeimbangkan antara pengeluaran dan
pemasukan zat gizi utamanya sumber energi dalam tubuh. Aktivitas fisik memerlukan
energi. Selain itu, aktivitas fisik juga memperlancar sistem metabolisme di dalam

10
tubuh termasuk metabolisme zat gizi. Oleh karenanya, aktivitas fisik berperan dalam
menyeimbangkan zat gizi yang keluar dari dan yang masuk ke dalam tubuh.

4. Memantau Berat Badan (BB) secara teratur untuk mempertahankan berat badan
normal
Bagi orang dewasa salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah terjadi
keseimbangan zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya berat badan yang normal,
yaitu berat badan yang sesuai untuk tinggi badannya. Indikator tersebut dikenal
dengan Indeks Masa Tubuh (IMT). Oleh karena itu, pemantauan BB normal
merupakan hal yang harus menjadi bagian dari ‘Pola Hidup’ dengan ‘Gizi Seimbang’,
sehingga dapat mencegah penyimpangan BB dari BB normal, dan apabila terjadi
penyimpangan dapat segera dilakukan langkah-langkah pencegahan dan
penanganannya.
Bagi bayi dan balita indikator yang digunakan adalah perkembangan berat
badan sesuai dengan pertambahan umur. Pemantauannya dilakukan dengan
menggunakan KMS. Yang dimaksud dengan berat badan normal adalah : a. untuk
orang dewasa jika IMT 18,5-25,0; b. bagi anak Balita dengan menggunakan KMS dan
berada di dalam pita hijau.

D. Rumah Gizi
Pengertian
Rumah Gizi adalah program internsip selama menjalankan tugas di Puskesmas
Matani , merupakan suatu inovasi dimana di dalamnya mecakup berbagai lintas sector
dalam pencegahan stunting dan juga Pemberian Makanan Bernutrisi untuk Melawan
Stunting. Hal ini ditujukan agar ibu dapat memberikan makanan tambahan yang
bergizi untuk balita.
Tujuan
Tujuan Rumah Gizi adalah dengan memberikan kegiatan berupa penyuluhan
dan edukasi termasuk didalam nya pemeriksaan ibu hamil,pemantauan tumbuh
kembang,pemberian makanan tambahan,pemberian tablet tambah
darah ,pemeriksaaan air bersih dan jamban rumah sehingga dapat mencegah
terjadinya stunting.

11
BAB III
ANALISIS MASALAH

A. Identifikasi Masalah
Permasalahan gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Matani sangat beragam,
diantaranya adalah sangat pendek, pendek, normal. Berdasarkan hasil monitoring
status gizi Puskesmas Matani pada bulan juli dan agustus untuk skrining stunting.
Stunting diyakini disebabkan oleh kekurangan gizi secara kronis sejak 1000 hari
pertama kehidupan anak, sehingga identifikasi permasalahan gizi perlu dilakukan
sejak 1000 hari pertama kehidupan. Berikut data status gizi balita di wilayah kerja
Puskesmas Matani :

Tabel 1.1 Data Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Matani
Bulan Juli 2022
Sangat Jumlah yang
No Lingkungan pendek Pendek Normal diukur

1 Lingkungan 1 0 0 10 10

2 Lingkungan 2 0 1 7 8

3 Lingkungan3 0 1 16 17

4 Lingkungan 4 1 1 5 7

5 Lingkungan 5 0 0 6 6
Total 1 3 44 48

12
Skrining Bulan Juli
2% 4%

93%

severely stunted stunted normal

Grafik 1.2 . Data Skrining Bulan Juli 2022

Tabel 2.1. Data Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Matani
Bulan Agustus 2022

Sangat Jumlah yang


No Lingkungan pendek Pendek Normal diukur

1 Lingkungan 1 0 0 8 8

2 Lingkungan 2 0 1 7 8

3 Lingkungan 3 0 0 15 15

4 Lingkungan 4 1 1 8 10

5 Lingkungan 5 0 0 5 5

Total 1 2 43 46

13
Skrining Bulan Agustus
2%4%

93%

severely stunted stunted normal

Grafik 2.2 . Data Skrining Bulan Agusutus 2022

B. Diagram Sebab-Akibat dari Ishikawa (Fishbone)


Analisis tinjauan penyebab masalah didapatkan melalui pengamatan serta
wawancara dengan Penanggung Jawab Program Gizi di Puskesmas Matani mengenai
stunting. Penyebab masalah disajikan dalam bentuk diagram tulang ikan (fishbone
diagram) pada Gambar 3.2
Manusia:
- Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi pada Metode: Sarana:
balita -Kurangnya media
-Kurangnya penyuluhan
- Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya promosi dan sosialisasi
yang membahas khusus
memantau status gizi balita - Alat ukur antropometri
tentang stunting
- Kurangnya kemampuan masyarakat dalam memilih dan kurang valid
-Penyuluhan kurang
mengkreasikan menu makanan balita menarik
- Kurangnya kemampuan kader dalam mengoperasikan
alat ukur antropometri

Tingginya
kasus
Stunting

Dana: Lingkungan:
-Ekonomi masyarakat kurang -Sanitasi yang kurang memadai
-Tidak semua anak dengan gizi - Sampah berserakan di
bermasalah bisa mendapatkan PMT lingkungan
Gambar 3.1 Analisis Penyebab Tingginya Kasus Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Matani

14
Berdasarkan diagram tulang ikan di atas, dapat diidentifikasi beberapa penyebab masalah
yang berperan terhadap tingginya kasus stunting di wilayah kerja Puskesmas
Matani .Penyebab masalah dijabarkan sebagai berikut:
1. Manusia
a. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang permasalahan gizi pada balita
b. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya memantau status gizi
balita
c. Kurangnya kemampuan masyarakat dalam memilih dan mengkreasikan menu
makanan balita
d. Kurangnya kemampuan kader dalam mengoperasikan alat ukur antropometri
2. Metode
a. Kurangnya penyuluhan yang membahas khusus tentang stunting
b. Penyuluhan kurang menarik
3. Sarana
a. Kurangnya media promosi dan sosialisasi
b. Alat ukur antropometri kurang valid
4. Dana
a. Ekonomi masyarakat kurang
b. Tidak semua anak dengan gizi bermasalah bisa mendapatkan PMT
5. Lingkungan
a. Sanitasi yang kurang memadai
b. Sampah berserakan di lingkungan
C. Cara Pemecahan Masalah
Berdasarkan identifikasi penyebab-penyebab masalah tingginya kasus stunting di wilayah
kerja Puskesmas Matani, dapat ditentukan masalah spesifik untuk penentuan alternatif jalan
keluar dan pemecahan masalah yang tersaji dalam tabel berikut.
Tabel 3.3 Alternatif Pemecahan Masalah

Prioritas Alternatif Pemecahan Pemecahan


Penyebab Masalah
Masalah Masalah Masalah Terpilih

Tingginya Manusia:
Kasus − Kurangnya pengetahuan - Sosialisasi pilar gizi pada Program Rumah
Stunting masyarakat tentang masyarakat gizi untuk

permasalahan gizi pada - Skriningn di rumah gizi mencegah

15
balita berupa pengukuran stunting
− Kurangnya kesadaran - dan demonstrasi menu
masyarakat tentang tambahan makanan balita
pentingnya memantau - Program pelatihan kader
status gizi balita dalam pengoperasian alat
− Kurangnya kemampuan ukur antropometri
masyarakat dalam memilih
dan mengkreasikan menu
makanan balita
− Kurangnya kemampuan
kader dalam
mengoperasikan alat ukur
antropometri
METODE:
− Kurangnya penyuluhan - Penyuluhan kepada Penyuluhan
yang membahas khusus masyarakat tentang stunting, stunting
tentang stunting dampak yang dapat
− Penyuluhan kurang menarik ditimbulkan akibat stunting,
dan upaya pencegahan
stunting
- Membuat maskot tentang
pilar gizi
SARANA:
− Terbatasnya media yang - Menggunakan media - Menggunakan
ada sebagai sarana penyuluhan flipchart Rumah media penyuluhan
penyuluhan Gizi flipchart Rumah
− Terbatasnya alat ukur - Advokasi kepala desa untuk Gizi
antropometri di tiap desa pengadaan alat
- Menggerakan masyarakat
untuk pengadaan alat
antropometri dengan cara
patungan atau pemanfaatan
alat dan bahan yang ada di
sekitar
DANA:
− Ekonomi masyarakat -Menggerakan masyarakat Menggerakan
kurang untuk menanam sayur dan masyarakat untuk
− Tidak semua anak dengan tanaman obat di pekarangan menanam sayur
gizi bermasalah bisa -Advokasi lintas sektor untuk dan tanaman obat

16
mendapatkan PMT subsidi kebutuhan PMT di pekarangan

LINGKUNGAN:
− Sanitasi yang kurang - Penyuluhan tentang PHBS Menggerakkan
memadai - Menggerakkan masyarakat masyarakat untuk
− Sampah berserakan di untuk memisahkan sampah memisahkan
lingkungan organik dan non-organik, sampah organik
serta pengelolaan dan non-organik,
serta pengelolaan

D. Prioritas Pemecahan Masalah


Alternatif jalan keluar dinilai dari beberapa pertimbangan untuk menetapkan urutan
pemilihan intervensi dan mencari alternatif pemecahan masalah terbaik. Pemilihan intervensi
terbaik dari berbagai alternatif jalan keluar atas masalah tingginya kasus stunting

BAB IV

17
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan mini project (Rumah Gizi ) ini


Tujuan Rumah Gizi adalah dengan memberikan kegiatan berupa penyuluhan dan
edukasi termasuk didalam nya pemeriksaan ibu hamil,pemantauan tumbuh
kembang,pemberian makanan tambahan,pemberian tablet tambah darah ,pemeriksaaan air
bersih dan jamban rumah sehingga dapat mencegah terjadinya stunting:

Dari total 48 anak yang di skrining pada bulan juli didapatkan anak stunting
berjumlah 4 anak setelah di lakukan intervensi seperti memberikan pemberian makanan
tambahan dan edukasi pemberian makanan bergizi dan di pantau selama 1 bulan .Pada bulan
agustus 2022 dari jumlah anak yang diuukur 46 di didapatkan anak stunting berjumlah 3
anak , setelah di lakukan intervensi .
Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan pemberian program Rumah gizi dapat
meningkatkan pertumbuhan berat badan dan tinggi badan balita di kolongan 1 , Puskesmas
Matani .

18
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis masalah yang dilakukan terhadap upaya kesehatan masyarakat
bidang gizi didapatkan kesimpulan bahwa masih terdapat banyak masalah gizi pada balita di
Matani salah satunya adalah stunting. Inovasi pemecahan masalah untuk menurunkan angka
kasus stunting di wilayah kerja Puskesmas Matani sangat dibutuhkan.
-Dari beberapa alternatif pemecahan masalah didapatkan satu pemecahan masalah yang
dinilai paling baik Rumah Gizi sehingga dapat mencegah terjadinya stunting. Selain itu,
untuk mensukseskan pelaksanaan program Rumah Gizi , diperlukan peran serta, sarana dan
prasarana dari pihak Puskesmas, bidan desa dan tentunya seluruh masyarakat Kecamatan
Matani.

B. Saran
1. Saran untuk Puskesmas
a. Menjalankan program Rumah Gizi secara rutin dan melibatkan masyarakat melalui
kader-kader kesehatan.
b. Memberikan reward kepada kader/bidan desa yang berhasil menurunkan angka
stunting pada periode berikutnya.
c. Melakukan evaluasi ulang terhadap program Rumah Gizi.

2. Saran untuk Masyarakat


Memahami dan menyadari makna Rumah Gizi, serta mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. Supaya program dapat sampai pada tujuan utamanya yaitu
memperbaiki permasalahan gizi dan mencegah stunting.

DAFTAR PUSTAKA

19
1. Atmarita, Zahraini, Y., Dharmawan, A. (2018). Situasi Balita Pendek (Stunting) di
Indonesia. Buletin Jendela dan Informasi Kesehatan. ISSN 2088-270X
2. Izwardy D. (2018). Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Stunting di Indonesia.
3. Izwardy D. (2018). Praktik Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) untuk
Perubahan Perilaku Pemenuhan Asupan Gizi Anak dalam Upaya Pencegahan
Stunting.
4. Izwardy D. (2020). Studi Status Gizi Balita Terintegrasi SUSENAS 2019.
5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2017). Buku Saku Pemantauan Status
Gizi Tahun 2017.
6. Netty Thamaria (2017). Bahan Ajar Gizi: Penilaian Status Gizi
7. Notoadmodjo,S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: RINEKA.2010.h 37-38.
8. Notoadmodjo,S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.Jakarta: Rineka Cipta.2010.h
131-207
9. Swarinastiti D, Hardaningsih G, Pratiwi R. Dominasi Asupan Protein Nabati Sebagai
Faktor Risiko Stunting pada Anak Usia 2-4 Tahun. Semarang : Jurnal Kedokteran
Diponegoro. 2018;7(2):1470-83.
10. Takanashi K, Chonan Y, Quyen DT, Khan NC,et all. Survey of Food Hygiene
Practices at Home and Childhood Diarrhea in Hanoi, Vietnam. J Health Popul Nutr
2009;27(5):602-11.
11. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2-K). (2017). 100
Kabupaten/Kota. Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). Sekretariat Wakil
Presiden Republik Indonesia.

20
Lampiran

21

Anda mungkin juga menyukai