Bab Ii

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Rumah Sakit

Menurut WHO pengertian rumah sakit adalah suatu bagian

menyeluruh (integritas) dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan

pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun

rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan

lingkungan. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan

serta untuk penelitian biososol

(Adisasmito, Wiku, 2007).

Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat

berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat

penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan

gangguan kesehatan

(Depkes RI, 2004).

B. Infeksi Nosokomial

1. Pengertian

Nosokomialberasal daribahasa Yunani, dari katanosos yang artinyapenyakit

dan komeo artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat/rumah

sakit. Jadi, infeksi nosokomial dapat diartikan infeksi yang terjadi di rumah

sakit (Salam, 2013). Infeksi nosokomial adalah infeksi silang yang

terjadipadaperawat ataupasien saat dilakukan perawatandirumah sakit. Jenis

yang palingseringadalah infeksi luka bedah dan infeksi salurankemih dan

saluran pernafasanbagianbawah (pneumonia). Tingkat paling tinggi terjadi di

unit perawatan khusus, ruang rawat

bedahdanortepedisertapelayanan obstetric (seksio sesarea). Tingkat paling tinggi


dialami oleh pasien usia lanjut, mereka yang mengalami penurunan

kekebalan tubuh (HIV/AIDS, penggunaan produk tembakau, penggunaan

kortikosteroid kronis), TB yang resisten terhadap berbagai obat dan mereka

yang menderita

penyakit bawaan yang parah (Hardianto, 2011).

Sementara itu menurut (Depkes RI, Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di

Indonesia, 2002) infeksinosokomialmemiliki beberapa kriteria khusus, seperti:

a. Pada waktu waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan

tanda-tanda klinis dari infeksi yang diteliti.

b. Padawaktupenderitamulai dirawat di rumah sakittidak dalam masa inkubasi

dari infeksi tersebut.


c. Tanda-tanda khusus infeksi tersebut mulaitimbul sekurang-kurangnya setelah

3 x 24 jam sejakmemulai masa perawatan.

d. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang

berbeda.

2. Cara penularan infeksi nosokomial

a. Penularan secarakontak

Penularan ini dapat terjadi secarakontak langsung, kontak tidak langsung dan

Droplet. Kontaklangsung terjadi bilasumber infeksi berhubungan langsung

dengan penjamu, misalnya person to person padapenularan infeksi hepatitis A

secara fecal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan

membutuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena

benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh infeksi, misalnya

kontaminasi peralatan medis oleh

mikroorganisme.
b. Penularan melalui Common Vehicle

Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman

dan dapat menyebabkan penyakit lebih dari satu penjamu. Adapun jenis-jenis

common vehicle adalah darah/produk darah, cairan intra vena, obat-obatan dan

sebagainya.

c. Penularan melaluiudara dan inhalasi

Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat

kecil sehingga dapat mengenai penjamudalam jarak yang cukup jauh dan

melaluisaluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam

sel-sel kulit yang

terlepas (Staphylococcus sp) dan tuberculosis.

d. Penularan dengan perantara vektor

Penularan inidapatterjadisecaraeksternalmaupun internal. Disebut

penularan secaraeksternalbilahanyaterjadi pemindahansecara mekanis dari

mikroorganisme

yang menempel padatubuh vector, misalnya Shigella dan Salmonella oleh lalat.

3. Contoh infeksi nosokomial


Jenis infeksinosokomial yang sering terjadi di rumah sakit (Hardianto, 2011):

a. Infeksi tractusurinarus

Infeksinosokomial tractusurinarus paling sering terjadi yaitu sekitar 41%. Ini

terjadikarenapemasangan kateteryang dipasang berhari-hari. Karenanya,

tindakan

secara aseptic adalahhal yang sangat penting dalam pencegahannya.

b. Infeksi luka operasi

Infeksi nosokomial pada luka operasi terjadi sekitar 20%. Infeksi ini

dapat terjadikarena mikrobaberasaldari flora normal tubuhnya dari infeksidi

tempat lain misalnya bakteriaemiaberasaldari infeksi tractus Uranus,


kontaminasidariruangan

operasi ataukontaminasi setelah operasi.


c. Bakteriaemaenosokomial
Infeksi ini dapat pada pengobatan intravenous, tindakan diagnostik, misalnya

katerisasi jantung. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah

Escherichia coli, Staphylacoccuc aureus, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella sp.

4. Pencegahan dan pengendalian

Menurut (Uliyah & Alimuh, 2006) terdapat beberapa tindakan yang

dapat dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya infeksi nosokomial di

rumah sakit

yaitu sebagai berikut:

a. Dekontaminasi, yaituupaya mengurangi dana tau menghilangkankontaminasi

oleh mikroorganisme pada orang, peralatan, bahan, dan ruang

melalui

desinfeksi dan sterilisasi dengan cara fisik dan kimiawi.

b. Aseptik, tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan untuk

menggambarkan usaha yang dilakukan untuk mencegah masuknya

mikroorganisme ke dalam tubuh. Tindakan aseptik ini bertujuan

untuk mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroorganisme, baik

pada permukaan benda hidup atau mati agar alat-alat kesehatan dapat

digunakan

dengan aman.

c. Antiseptik, yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh

atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan

tubuh

lainnya.

d. Pencucian, yaitu menghilangkan semua benda asing dengan cara mengalirkan

air.
e. Desinfeksi, yaitu tindakan mengurangi atau menghilangkan jumlah

mikroorganisme penyebab penyakit dengan cara fisik dan kimiawi.


Densinfeksi ini bisa dilakukan dalam tingkatan yang tinggi seperti

dengan merebus ataupun dengan melarutkannya dengan bahan kimia

tertentu. Akan

tetapi, tindakan inimasih menyisakan bakteri endospora.

f. Sterilisasi, yaitu tindakan untuk menghilangkan semua

mikroorganisme termasuk bakteri endospora. Sterilisasi harus dilakukan

untuk alat-alat yang kontak langsung dengan aliran darah atau cairan tubuh

lainnya danjaringan. Sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan

uap bertekanan tinggi

(autoclafe), pemanasankering (oven), sterilisasi kimiawi dan fisik.

C. Ruang IBS/Operasi

Zona risiko sangat tinggi meliputi: ruang operasi, ruang bedah mulut, ruang

perawatan gigi, ruang gawat darurat, ruang bersalin dan ruang patologi

dengan

ketentuan sebagai berikut (Depkes RI, 2004):

1. Dinding terbuat daribahan porselinatau vinylsetinggi langit-langit ataudicat

dengan cat tembok yang tidak luntur dan aman, berwarnaterang.

2. Langit-langitterbuat daribahanyang kuat danaman, dan tinggi minimal 2,70

meter dari lantai.

3. Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan semua

pintukamar harus selalu dalam keadaantertutup.

4. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan dan

berwarnaterang.

5. Khusus ruang operasi, harus disediakan gelagar (gantungan) lampu

bedah dengan profit baja double INP 20 yang dipasang sebelumpemasangan

langit-

langit.
6. Tersediarak dan lemari untuk menyimpan reagensia siap pakai.
7. Ventilasi atau penghawaan sebaiknya digunakan AC tersendiri

yang dilengkapi filter bakteri, untuk setiap ruang operasi yang terpisah

dengan ruang lainnya. Pemasangan AC minimal 2 meter dari lantai dan

aliran udara bersih yang masukke dalamkamar operasiberasaldariatas

kebawah. Khusus untuk ruang bedah ortopedi atau transplantasi organ

harus menggunakan

pengaturan udaraUCA (Ultra Clean Air) System.

8. Tidak dibenarkan terdapat hubungan langsung dengan udara luar, untuk itu

harus dibuatruang antara.

9. Hubungandengan ruang scrub-up untuk melihat ke dalam ruang operasi

perlu dipasang jendela kaca mati, hubungan ke ruang steril dari bagian

cleaning

cukup dengan sebuah loket yang dapat dibuka danditutup.

10. Pemasangangas medissecarasentraldiusahakan melaluibawahlantai ataudi

atas langit-langit.

11. Dilengkapi dengan sarana pengumpulan limbah medis.

Permenkes tentang persyaratan bangunan fisik kamar operasi tertuang

dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004,

dimana

persyaratan ruang operasi adalah sebagai berikut:

a. Indeks angkakuman di udara: 10 CFU/m³,

b. Indeks pencahayaan: 300 - 500 lux,

c. Standar suhu: 19 - 24ºC,

d. Standarkelembaban: 45 - 60%,

e. Standartekanan udara: Positif,

f. Indeks kebisingan: 45 dBA


D. Parameter Kualitas Udara
Parameter yang perlu diukur di dalam kegiatan pengawasan kualitas udara

adalah sebagai berikut:

1. Parameter fisikmeliputi suhu, kelembaban,kecepatan angin, tekananudara.

2. Parameter kimia meliputi Karbon monoksida, Karbon dioksida, Timbal,

Nitrogen Dioksida, Radon, Sulfur Dioksida, Formaldehida, kadardebu.

3. Parameter mikrobiologimeliputi kumanudara (Aditama. YT, 2002).

E. Mikroorganisme Udara

Mikroorganisme udara dapat dipelajari dalam dua bagian,

yaitu mikroorganisme udara di luar ruangan dan mikroorganisme udara di

dalam ruangan. Mikroorganisme paling banyak ditemukan di dalam ruangan

(Budiyanto,

2005).

1. Mikroorganisme di luar ruangan

Mikroorganisme yang ada di udara berasal dari habitat perairan maupun

terestrial. Mikroorganisme di udarapadaketinggian 300- 1.000 kaki atau lebih

dari permukaan bumi adalah organisme tanah yang melekat pada fragmen daun

kering, jerami, ataupartikel debu yang tertiup angin. Mikroorganisme yang paling

banyak ditemukan yaitu spora jamur, terutama Alternaria, Penicillium, dan

Aspergillus. Mereka dapat ditemukan baik di daerah kutub maupun tropis.

Mikroorganisme yang ditemukan di udara di atas pemukiman penduduk di

bawah ketinggian 500 kaki yaitu spora Bacillus dan Clostridium, yeast,

fragmen dari miselium, spora fungi, serbuk sari, kista protozoa, alga,

Micrococcus, dan Corynebacterium

(Budiyanto, 2005).
2. Mikroorganisme di dalam ruangan

Debudalamudaradi sekolah dan bangsal rumahsakit ataukamarorang

menderita penyakit menular,telah banyak ditemukan mikroorganismeseperti bakteri

tuberculosis sp., streptococcus sp., pneumococcus sp., dan staphylococcus sp.

Bakteri ini tersebar diudara melalui batuk, bersin, berbicara, dantertawa. Pada proses

tersebut ikut keluar cairan saliva dan mukus yang mengandung mikroba. Virus

darisaluran pernapasandan beberapa saluran usus juga ditularkan melalui debu dan

udara. Patogen dalam debu terutama berasal dari objek yang terkontaminasi cairan

yang mengandung patogen. Tetesan cairan (aerosol) biasanya dibentuk oleh bersin,

batuk dan berbicara. Setiap tetesan terdiri dari air liur dan lendir yang dapat

berisi ribuan mikroorganisme. Diperkirakan bahwa jumlah bakteri dalam satu

kali bersin berkisar antara 10.000

sampai 100.000 (Budiyanto, 2005).

F. Angka Kuman

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995)

“Kumanadalahbinatangyang amat kecil atau mikroorganisme yang bersifat

pathogen dan nonpathogen. Yang pathogen dapat menimbulkan penyakit

pada manusia, sedangkan yang

nonpathogen tidakmenimbulkan penyakit padamanusia (Nizar, 2011).

Angkakuman adalah perhitunganjumlah bakteri yang didasarkan

padaasumsi bahwa setiap sel bakteri hidup dalam suspensi akan tumbuh

menjadi satu koloni setelah diinkubasikan dalam media biakan dan lingkungan

yang sesuai. Setelah masa inkubasijumlah koloni yang tumbuh dihitung dari

hasil perhitungan tersebut merupakan perkiraan atau dugaan dari jumlah dalam

suspensi tersebut (Nizar,

2011).
Udaratidak mengandung komponen nutrisi yang pentinguntuk bakteri,

adanya bakteri udara kemungkinan terbawa oleh debu, tetesan uap air kering

ataupun terhembus oleh tiupan angin. Bakteri yang berasal dari udara

biasanya akan menempel pada permukaan tanah, lantai, maupun ruangan.

Bakteri yang berasal dari udara terutama yang mengakibatkan infeksi di rumah

sakit misalnya Bacillus sp, Staphylococcus sp, Streptococcus sp, Pneumococcus,

Coliform, virus hepatitis,

Clostrium sp, Influenzavirus, Neisseria meningitidis, Mycobacterium tuberculosis.

Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi mikroba udara adalah

suhu atmosfer, kelembaban, angin, ketinggian, dan lain-lain. Temperatur

dan kelembaban relatif adalah dua faktor penting yang menentukan viabilitas

dari

mikroorganisme dalam aerosol.

G. Kelembaban Udara

Kelembaban udara yang ekstrim dapat berkaitan dengan buruknya

kualitas udara. Kelembaban udara merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kelangsungan hidup mikroorganisme. Beberapa jenis virus

hidup dalam kelembaban yang relatif tinggi atau rendah tapi tidakpada level

kelembaban yang sedang. Sedangkan bakteri hidup pada range kelembabanyang

terbatas yaitusekitar 55%-65% dan bertahan dalam bentuk aerosol

(bioaerosol). Pada tingkat kelembaban rendah, permukaan menjadi dingin

dapat mempercepat pertumbuhan jamurdan penggumpalandebu.

Kelembabanudara yang relatif rendahyaitukurang dari 20% dapat

menyebabkan kekeringan selaput lendir membran, sedangkan kelembaban

tinggi akan meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme (Anonim,

2011).
Pengendalian kelembaban udara yang nyaman bagi tubuh adalah sekitar

50- 60%. Salah satu strategi untuk mengendalikan kelembaban udara dalam

satu ruangan yaitu dengan mempercepat prose penguapan. Hal ini dicapai

dengan mengoptimalkan aliran sirkulasi udara atau ventilasi. Ventilasi diperoleh

dengan memanfaatkan perbedaan bagian-bagian ruangan yang berbeda

suhunya, dan

berbedatekanan udaranya.

H. Suhu

Suhu menunjukkan derajat panas dingin suatu benda. Mudahnya,

semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara

mikroskopis, suhu menunjukkanenergi yang dimilikiolehsuatu benda. Setiap

atom dalamsuatu benda masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk

perpindahan maupun gerakan di tempat getaran. Makin tingginya energi atom-

atom penyusun benda, makin tinggi

suhubenda tersebut.

Temperatur antara 19 - 24ºC, jika diluar dari batas tersebut akan

memicu tumbuhnya bakteri. Laju pertumbuhandan jumlah total pertumbuhan

bakteri sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu udara yang tinggi terjadi karena

kurangnya gerakan udara dalam ruangan. Bila ventilasi alamiah tidak

menjamin pergantian udara dengan baik, maka ruangan tersebut harus

dilengkapi dengan exhauster fan, kipas

angin ataupun AC (Depkes RI, 2004).

Pendingin ruangan atau AC yang digunakan didalam ruang operasi

dapat meningkatkan kenyamanan bagi tenanga medis maupun pasien. AC selain

berfungsi sebagai pendingin ruangan juga dapat berfungsi sebagai pengatur

sirkulasi udara di ruang operasi. Hal ini dikarenakantidak adanyaventilasi yang

menghubungkan ruang
operasi dengan lingkungan luar. Pendingin ruangan ini tentunya harus memiliki
perhatian khusus, yaitu fungsinya sebagai penyaring udara. Maka harus diperhatikan

agarudara luartidak terbawa masukke dalam ruang operasi.

Tabel 1
Kisaran suhu untuk pertumbuhanjasad renik

Kelompok Mikrobe Suhu Pertumbuhan (ºC)


Minimum Optimum Maksimum
Psikrofil 0-5 5- 15 15-20
Mesofil 10-20 20-40 40-45
Termofil 25-45 45-60 60-80
Sumber: Dr. Lud Waluyo, M.Kes, 2016, Malang, UMM Press, hal 101

Anda mungkin juga menyukai