Ringkasan dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengaruh akuntabilitas dan transparansi pengelolaan zakat terhadap minat muzakki di Badan Amil Zakat Nasional Provinsi Jawa Barat.
2. Rumusan masalah yang diteliti adalah pengaruh akuntabilitas, transparansi, dan kombinasi akuntabilitas dan transparansi terhadap minat muzakki.
3. Tujuan penelitian ini adalah
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
6 tayangan8 halaman
Ringkasan dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengaruh akuntabilitas dan transparansi pengelolaan zakat terhadap minat muzakki di Badan Amil Zakat Nasional Provinsi Jawa Barat.
2. Rumusan masalah yang diteliti adalah pengaruh akuntabilitas, transparansi, dan kombinasi akuntabilitas dan transparansi terhadap minat muzakki.
3. Tujuan penelitian ini adalah
Ringkasan dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengaruh akuntabilitas dan transparansi pengelolaan zakat terhadap minat muzakki di Badan Amil Zakat Nasional Provinsi Jawa Barat.
2. Rumusan masalah yang diteliti adalah pengaruh akuntabilitas, transparansi, dan kombinasi akuntabilitas dan transparansi terhadap minat muzakki.
3. Tujuan penelitian ini adalah
Ringkasan dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengaruh akuntabilitas dan transparansi pengelolaan zakat terhadap minat muzakki di Badan Amil Zakat Nasional Provinsi Jawa Barat.
2. Rumusan masalah yang diteliti adalah pengaruh akuntabilitas, transparansi, dan kombinasi akuntabilitas dan transparansi terhadap minat muzakki.
3. Tujuan penelitian ini adalah
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Meski Indonesia sudah menjadi negara kelas menengah (middle
income) dan anggota G-20, negara dengan besaran ekonomi terbesar ke-20 dunia, namun masalah kemiskinan masih merupakan pekerjaan rumah pemerintah. Berbagai ahli dan lembaga menyebut bahwa yang terjadi adalah pendapatan kelompok kaya 20 % tumbuh lebih cepat disbanding pertumbuhan pendapatan kelompok 40 persen termiskin. Perdebatan bukan lagi soal apakah kemiskinan dengan efektif.
Berdasarkan data yang berhasil dihimpun badan pusat statistik
(BPS) jumlah penduduk miskin (dilihat dari pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan) di Indonesia perbulan maret 2022 mencapai 28.070.000 jiwa (11,37%) pada bulan September 2022 jumlah penduduk miskin naik menjadi 28.550.000 jiwa (11,47%) sampai pada September 2022 jumlah penduduk miskin di Indonesia berubah setiap tahunnya.
Salah satu usaha pemerintah untuk menyelesaikan masalah
kemiskinan adalah dibentuknya Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Pengembangan dan perbaikan secara signifikan telah dilakukan untuk mewujudkan sistem perlindungan sosial yang lebih baik, seperti penyempurnaan ketepatan sasaran program yang terus dilakukan, serta perbaikan mekanisme penyaluran bantuan melalui transformasi Beras Sejahtera (Rastra) menjadi Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).
Namun bermacam-macam program yang digulirkan
pemerintah seringkali tidak efektif akibat koordinasi dan manajemen yang kurang baik.
Sehingga tujuan dari program yang dibuat pemerintah belum
berdampak optimal pada pengentasan kemiskinan. Untuk itu, diperlukan adanya sejumlah instrumen alternative yang diharapkan dapat menjadi solusi terhadap masalah kemiskinan dan masalah- masalah ekonomi lainnya. Salah satu instrumen tersebut adalah zakat. Zakat merupakan rukun Islam keempat setelah puasa di Bulan Ramadhan. Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh umat muslim, karena dengan membayar zakat dapat mensucikan dan membersihkan harta dan jiwa kita. Sebagaimana firman Allah Swt : ٌِصنِاْ ِم ْهيَلَ ْع َُّمل َ ََك ُزتَوْ ُمهُرِّ هَطُتًةَقَ َدصْ ِماِل َوْ َماْنِ ْم ُذ ِّخل َّ َصواَِ ْبِ ِمهْيل تولالَ ٌو ْميِلَ ٌْعيَِ ِم ُّ نَ َك َس َك Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Q.S: At-Taubah : 103).
Dalam surat At-Taubah ayat 103, Allah menyuruh dan
meminta untuk mengambil zakat dari sebagian harta muzakki dan perintah zakat ini merupakan suatu kewajiban. Zakat dapat disalurkan secara langsung dari pemberi zakat (muzakki) kepada delapan asnaf yang berhak menerima zakat (mustahik), yaitu: fakir, miskin, amil, mualaf, hamba sahaya, orang yang berhutang, fii sabilillah, dan ibnu sabil.
Permasalahan yang sering mucul ditengah masyarakat kita
adalah kepada siapa zakat harus diberikan. Lebih utama disalurkan langsung oleh muzakki kepada mustahik, atau sebaliknya melalui amil zakat. Jika disalurkan kepada mustahik, memang ada perasaan tenang karena menyaksikan secara langsung zakatnya tersebut telah disalurkan kepada mereka yang berhak menerimanya. Tapi terkadang penyaluran langsung yang dilakukan muzakki tidak mengenai sasaran yang tepat. Terkadang orang sudah merasa menyalurkan zakat kepada mustahik yang sesungguhnya, hanya karena kedekatan emosi maka ia memberikan zakat kepadanya. Misalnya kerabatnya sendiri, yang menurut anggapannya sudah termasuk kategori mustahik, padahal jika dibandingkan dengan orang yang berada dilingkungan sekitarnya, masih banyak orang- orang yang lebih berhak untuk menerimanya sebab lebih fakir, lebih miskin, dan lebih menderita dibanding dengan kerabatnya tersebut.5 Sampai saat ini pun masyarakat masih juga banyak memilih dan menggunakan model penyaluran zakat secara tradisional dengan memilih mesjid, dengan alasan bahwa di sekitar rumah yang lebih didasari kepraktisan dan kedekatan lokasi. Hasil survei PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) 2007 melibatkan 20.000 orang responden yang tersebar di 10 kota besar, yakni Medan, Padang, DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Pontianak, Balikpapan, Makassar, dan Manado menunjukkan tingkat kesadaran dan kapasitas masyarakat berzakat meningkat. Survei 2007 menunjukkan 55% masyarakat muslim sadar dan mengakui dirinya sebagai wajib zakat (muzakki). Jumlah ini meningkat 5,2% dibandingkan survei sebelumnya (2004) yang besarnya 49,8%. Peningkatan kesadaran ini juga terlihat dari kepatuhan muzakki dalam menunaikan kewajibannya dalam berzakat. Sebagian besar responden yang mengaku sebagai muzakki (95,5%) menunaikan kewajibannya membayar zakat. Peningkatan kesadaran berzakat ini juga diiringi dengan meningkatnya jumlah rata-rata zakat dibayarkan. Survey mengungkapkan bahwa jumlah rata-rata zakat yang dibayarkan oleh muzakki meningkat dari Rp. 416.000/ orang per tahun (2004) menjadi Rp. 684.500/ orang per tahun (2007). Berdasarkan data- data ini, PIRAC memperkirakan potensi zakat pada tahun 2007 mencapai Rp. 9,09 triliun. Jumlah ini meningkat hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan potensi zakat tahun 2004 yang jumlahnya mencapai Rp. 4,45 triliun. Sayangnya potensi zakat yang cukup besar tersebut belum terorganisir dengan baik. Sebagian besar responden (95%) ternyata memilih menyalurkan zakatnya kepada masjid sekitar rumah, pesantren, panti asuhan, ormas dan lain sebagainya. Karena tingkat kepercayaan masyarakat terhadap LAZ dan BAZ masih sangat kecil. Hanya 6% dan 1,2% responden yang menyalurkan zakatnya melalui BAZ dan LAZ. Penelitian ini juga menemukan bahwa BAZ masih belum menjadi pilihan utama masyarakat dalam menyalurkan zakatnya. Masih banyak muzakki yang masih mempertanyakan tentang akuntabilitas dan transparansi dari lembaga pengelola zakat tersebut. Salah satu cara untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan zakat. Sesuai dengan tolak ukur prinsip kinerja lembaga pengelola zakat yang baik yaitu amanah yang diwujudkan dengan akuntabilitas pengelolaanya, profesionalisme untuk mendukung terlaksananya program, dan transparan diwujudkan dengan terbukanya suatu lembaga dalam hal informasi tentang pengelolaan. Akuntabilitas adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Transparansi adalah keterbukaan dalam memberikan informasi yang terkait dengan suatu aktivitas. Lembaga amil zakat memiliki peluang besar serta berperan penting dalam melibatkan masyarakat muzakki, sebagai salah satu stakeholder (kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh
pencapaian tujuan organisasi). Namun selama ini keterlibatan
muzakki sebagai stakeholder masih relatif minim disebabkan oleh dua hal; Pertama, karena faktor internal pemangku kepentingan (stakeholder) sendiri yaitu masih belum muncul kesadaran diri bahwa pengawasan zakat juga tanggungjawab mereka. Kedua, faktor lembaga pengelola zakat yang tidak melibatkan pemangku kepentingan merupakan salah satu perwujudan dari akuntabilitas sebuah lembaga. Dalam penelitian kali ini, penulis memilih Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAZ) Provinsi Sumatera Utara sebagai objek penelitian. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan badan resmi dan satu- satunya yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001 yang memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat nasional. Lahirnya Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat semakin mengukuhkan peran BAZNAS sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Dalam Undang- Undang tersebut, BAZNAS dinyatakan sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Zakat Terhadap Minat Muzakki.”
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh akuntabilitas terhadap minat muzzaki di baznas provinsi jawa barat? 2. Bagaimana pengaruh transparansi pengelolaan dana zakat terhadap minat muzzaki di baznas provinsi jawa barat? 3. Bagaimana pengaruh akuntabilitas dan transparansi pengelolaan dana zakat terhadap minat muzzaki di baznas provinsi jawa barat?
1.3 Maksud dan Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengaruh akuntabilitas terhadap minat muzzaki di baznas provinsi jawa barat. 2. Mengetahui pengaruh transparansi pengelolaan dana zakat terhadap minat muzzaki di baznas provinsi jawa barat. 3. Mengetahui pengaruh akuntabilitas dan transparansi pengelolaan dana zakat terhadap minat muzzaki di baznas provinsi jawa barat. 1.4 Kegunaan Penelitian Setiap penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya maupun yang terkait secara langsung didalamnya. Adapun kegunaan penelitian ini: 1. Bagi Badan Amil Zakat Nasional Ditempatkan mahasiswa pada perusahaan tempat berlangsungnya mahasiswa melakukan penelitian yaitu di maka Badan Amil Zakat Nasional kegunaan bagi tempat penelitian yaitu ; a. Memudahkan Baznas untuk merekruit karyawan nantinya akan menjadi bagian keluarga Baznas. b. Dapat melihat kinerja mahasiswa yang berkualitas dari lembaga pendidikan Universitas Ma’soem c. Mendapatkan tenaga kerja sementara dan meningkatkan citra baznas.
2. Bagi FEBI Univ. Al Ma’soem
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat
sebagai bahan literature bagi pihak-pihak yang membutuhkan. 3. Bagi Penulis Penulis dapat mengetahui lebih dalam dan memahami mengenai pengaruh akuntabilitas dan transparansi pengelolaan dana zakat. 4. Bagi Pembaca Hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat dan dapat dijadikan referensi yang dapat dikembangkan menjadi lebih baik terutama mengenai pengaruh akuntabilitas dan transparansi pengelolaan dana zakat terhadap minat muzzaki.