Keterlibatan Orang Tua Dalam Proses Pendidikan

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KETERLIBATAN ORANG TUA DALAM PROSES PENDIDIKAN

ANDI MARAULENG
0010.03.50.2022

LATIFA AL-HABSY
0005.03.50.2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat penting bagi kebutuhan

manusia. Karena tanpa adanya pendidikan, maka kehidupan manusia tidak akan

tahu tujuan hidup dan tidak tahu apa yang akan di lakukannya. Pendidikan

merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang untuk mencapai

pendewasaan melalui upaya pengajaran, latihan, proses perbuatan dan cara

mendidik.1

Pada dasarnya kita ketahui pendidikan adalah hak setiap manusia, karena

hanya dengan pendidikan manusia akan bisa dihargai sebagai manusia. Melalui

pendidikanlah manusia akan memperoleh suatu perubahan yaitu berilmu. Oleh

karena itu, pendidikan dipandang sebagai salah satu aspek yang memiliki peranan

penting dalam membentuk generasi muda agar memiliki kepribadian yang utama. 2

Orangtua merupakan orang yang lebih tua yang terdiri dari ayah dan ibu.

Orangtua dalam memberikan pembinaan dan bimbingan kepada anak merupakan

hal yang sangat penting, karena pendidikan pertama yang diterima anak berasal dari

orangtua atau keluarga. Seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan yang diberikan

keluarga kepada anak merupakan hal yang mendasar bagi pendidikan anak di masa-

masa yang akan datang. Dengan istilah lain dapat kita ketahui bahwa keberhasilan

1Nurkholis, “Pendidikan Dalam Upaya Memajukan Teknologi”, Jurnal Kependidikan, Vol. 1, No.
1, November, 2016, h. 26
2 Fuad Ihsani, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h.3.

2
anak dalam pendidikan sangat bergantung pada pendidikan yang diberikan oleh

orangtuanya.3

Setiap orangtua dalam menjalani kehidupan berumah tangga tentunya

memiliki peran yang besar dalam mendidik anak-anaknya. Peran orangtua tidak

hanya sekedar memenuhi kebutuhan makan, minum, pakaian, tempat tinggal bagi

anak. Tetapi, peran orangtua yang paling penting yaitu memberikan perhatian,

bimbingan, motivasi serta memberikan pendidikan bagi anak, karena orangtua

merupakan pengasuh utama dan pertama bagi anak-anak mereka. Seperti yang kita

ketahui bahwasanya sejak awal anak-anak dalam menerima pengasuhan dan

bimbingan itu berasal dari keluarganya.

Banyak orang tua yang beranggapan bahwa anak mereka setelah diserahkan

kepada guru di sekolah maka lepaslah hak dan kewajibannya untuk memberikan

pendidikan kepada mereka. Semua tanggung jawabnya telah beralih kepada guru di

sekolah, apakah menjadi pandai atau bodoh siswa tersebut, akan menjadi nakal atau

berbudi pekerti yang baik dan luhur, maka itu adalah urusan guru di sekolah.

Padahal banyak faktor yang menghubungkan keberhasilan belajar, di antaranya

adalah keterlibatan orangtua dalam proses Pendidikan anak.

Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis membahas mengenai keterlibatan

orang tua dalam proses Pendidikan.

3
Abdul Wahib, “Konsep Orang Tua Dalam Membangun Kepribadian Anak”, Jurnal Paradigma,
Volume 2, Nomor 1, November 2015, h. 3

3
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah yang

menjadi objek kajian sebagai berikut :

1. Bagaimana keterlibatan orangtua dalam proses pendidikan ?

2. Bagaimana dimensi keterlibatan orangtua dalam proses pendidikan ?

3. Bagaimana peran keluarga dalam pendidikan anak ?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Keterlibatan Orangtua (Parent Engagement) Dalam Pendidikan Anak

Keluarga terutama orangtua adalah pendukung utama kesiapan anak

mengikuti sekolah dasar. Sebagai faktor eksogen, banyak aspek dari keluarga yang

berpengaruh terhadap kesiapan bersekolah anak, salah satunya adalah bagaimana

keterlibatan orangtua terhadap pendidikan anaknya. Dalam bahasa Inggris,

keterlibatan orangtua seringkali disebutkan dalam istilah parent engagement atau

parent involvement. Kata parent dapat diartikan sebagai “Adult primary caregivers

of a child’s basic need.Include biological parents (mother and father); other

biological relatives such as grandparents, aunts, uncles, non-biological such as

adoptive or stepparents. Dengan demikian, orangtua bisa diartikan sebagai orang

dewasa yang mengasuh anak dan memenuhi kebutuhan dasar anak.Termasuk di

dalamnya, orangtua kandung (ayah-ibu), orang yang ada hubungan biologis dengan

anak, seperti kakek-nenek, paman-bibi, orang dewasa yang tidak memiliki

hubungan biologis seperti orangtua angkat dan orangtua tiri.

Parent engagement didefinisikan sebagai “behaviors that connect with and

support children or others in their environment in ways that are interactive,

purposeful, and directed toward meaningful learning and affective outcomes.4 Jika

4 Sheridan, Lisa L. Knoche, Carolyn P. Edwards, James A. Bovaird, and Kevin A. Kupzyk. 2010.

Parent Engagement and School Readiness: Effects of the Getting Ready Intervention on Preschool Children’s
Social-Emotional Competencies. Early Education & Development 21:1 : 125–156

5
diartikan dalam bahasa Indonesia, keterlibatan orangtua dalam pendidikan anaknya

adalah perilaku yang terkait dan mendukung anak dalam lingkungannya, bersifat

interaktif, bertujuan secara langsung pada pembelajaran yang berarti dan hasil

afektif. Istilah parent engagement seringkali identik dengan parent involvement

dalam bahasa Inggris. Parent involvement didefinisikan sebagai “The process of the

parent connecting with and using the services the education program”. Perbedaan

dari kedua istilah tersebut adalah parent involvement defined in terms of

educational and academic pursuits; parent engagement defined in more holistic

terms encompassing various dimensions of parenting practices. Parent involvement

lebih mengarah pada keterlibatan orangtua dalam konteks pendidikan di sekolah,

misalnya mengantar anak ke sekolah, mengikuti kegiatan parenting,

memperhatikan aktivitas anak di sekolah, dan lain-lain. Dengan demikian, dalam

penelitian ini keterlibatan orangtua yang dimaksud menggunakan istilah parent

engagement yang bersifat lebih holistic, meliputi seluruh kegiatan pembelajaran

anak baik di rumah maupun di sekolah dan melibatkan dimensi pengasuhan

orangtua.5

B. Dimensi Keterlibatan Orangtua

Keterlibatan orangtua untuk menunjang pendidikan anaknya telah lama

diteliti oleh para ahli pendidikan dan psikologi. Epstein dan Salinas menyatakan

ada 6 dimensi keterlibatan orangtua dalam kegiatan sekolah anak, yakni:

1. Pengasuhan (Parenting)

2. Komunikasi (Communicating)

5
Korfmacher, J., Green, B., Staerkel, F., Peterson, C., Cook, G., Roggman, L., Schiffman, R.
(2008). Parent involvement in early childhood home visiting. Child and Youth Care Forum, 37(4), 171-196.

6
3. Kerelaan dan dukungan terhadap program sekolah (Volunteering and

supporting school programs)

4. Pembelajaran di rumah (Learning in the home)

5. Pengambilan keputusan (Decision making)

6. Kerjasama komunitas (Community collaborations).6

Ahli lain, Sheridan et al (2010) menjabarkan lebih dalam konsep

keterlibatan orangtua dalam konteks pendidikan anak. Ada 3 dimensi utama

keterlibatan orangtua yang diadopsi dalam penelitian ini, yakni:

a. Kehangatan dan kepekaan (Warmth and Sensitiveness)

Diartikan sebagai bentuk kasih sayang, perhatian dan kemampuan

merespon dengan tepat segala kebutuhan anak. Dimensi kehangatan dan kepekaan

orangtua terhadap anak diuraikan lagi menjadi aspek fisik, social dan kognitif.

1) Aspek fisik lebih memfokuskan bentuk kasih sayang, perhatian dan respon

orangtua terhadap kebutuhan fisik anak, seperti menyediakan makanan sehat,

mengobati bila sakit, dan memberi sentuhan fisik. Dalam memberikan makanan

atau mengobati misalnya, selalu ada komunikasi dari orangtua yang menyatakan

perasaan sayang dan cintanya terhadap anak.

2) Aspek social lebih menekankan pada bentuk kasih sayang, perhatian dan

respon orangtua terhadap kebutuhan sosialisasi anak. Contoh aspek social dari

dimensi kehangatan dan kepekaan adalah mengajarkan nilai-nilai social,

menemani anak dalam situasi social dengan penuh perhatian dan cinta kasih.

3) Aspek kognitif lebih menitikberatkan bentuk kasih sayang, perhatian dan

respon orangtua terhadap kebutuhan kognitif anak. Contoh perilakunya adalah

6
Epstein, J.L., & Salinas, K.C. (2004). Partnering with Families and Communities. Schools as
Learning Communities, 61(8), 12-18.

7
menyediakan fasilitas belajar anak, melatih kemampuan kognitif anak dan

berkomunikasi untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak.7

b. Dukungan otonomi (Autonomy Support)

Didefinisikan sebagai bimbingan positif, kedisiplinan dan dukungan

anak untuk lebih mandiri. Sama halnya dengan dimensi kehangatan dan

kepekaan diatas, dukungan otonomi orangtua juga dibagi menjadi 3 aspek yakni

fisik, social dan kognitif.

Aspek fisik lebih memfokuskan bimbingan positif, kedisiplinan dan

dukungan mandiri terhadap kebutuhan fisik anak, seperti membiarkan anak

untuk bergerak aktif, mendukung anak untuk melakukan aktivitas harian secara

mandiri, seperti mandi dan makan sendiri.

Aspek social lebih menekankan pada bimbingan positif, kedisiplinan

dan dukungan mandiri terhadap kebutuhan sosialisasi anak. Dengan demikian

orangtua tidak terlalu mengintervensi kegiatan sosialisasi anak, seperti

mengijinkan anak untuk bermain dengan teman sebaya, membimbing anak

untuk berbagi dengan temannya, mendukung anak untuk bekerjasama. Aspek

kognitif lebih menitikberatkan bimbingan positif, kedisiplinan dan dukungan

mandiri terhadap kebutuhan kognitif anak. Contoh perilakunya adalah

menyediakan alternative pilihan, menjelaskan konsekuensi dari setiap pilihan

dan membiarkan anak untuk menyelesaikan sendiri permasalahan sehari-hari

yang sesuai dengan kemampuannya.

c. Partisipasi aktif dalam pembelajaran (Active Participation in Learning)

7
Edwards, C.P. & Whiting, B.B. (Eds.). (2004). Ngecha: A Kenyan Village in a Time of Rapid
Social Change. Lincoln, NE: University of Nebraska Press.

8
Diartikan sebagai proses belajar orangtua bersama-sama dengan anak

yang bersifat mendukung, memotivasi demi tercapainya tujuan pembelajaran.

Orangtua diharapkan memiliki ‘curriculum of the home’ yang lebih bersifat

holistic dan menunjang kurikulum formal di sekolah. Contoh perilaku dari

partisipasi aktif pembelajaran adalah dalam pembelajaran bahasa anak (early

language learning),Interaksi membaca anak (literacy interaction), dan partisipasi

orangtua dalam kegiatan sekolah anak (school activities).Aspek yang meliputi

dimensi ini juga terdiri dari aspek fisik, social dan kognitif.

Aspek fisik lebih menitikberatkan partisipasi aktif orangtua terhadap

pembelajaran anak yang berorientasi pada kebutuhan fisik anak, contohnya

bersama-sama dengan anak mengikuti kegiatan fisik di luar sekolah, seperti

outbond bersama, olahraga bersama, memasak makanan sehat bersama anak.

Aspek social lebih memfokuskan partisipasi aktif orangtua terhadap

pembelajaran anak yang berorientasi pada kebutuhan sosial anak. Contoh dari

kegiatan ini adalah ikut mengenali lingkungan bermain anak, teman-teman anak,

bersama anak mengikuti kegiatan sosialisasi.

Aspek kognitif lebih menitikberatkan partisipasi aktif orangtua terhadap

pembelajaran anak yang berorientasi pada kebutuhan kognitif anak. Contoh

perilakunya adalah bersama-sama belajar membaca, berhitung, menulis.8

C. Peran Keluarga Dalam Pendidikan Anak

Dalam sebuah keluarga, tentunya yang sangat berperan adalah ayah dan

ibu (orang tua) dalam mendidik anak. Apa saja yang harus dilakukan oleh ayah

8
Hendriati, Agustiani &Retno. (2018). Pangestuti Keterlibatan Orangtua Terhadap Pendidikan
Anak: Studi Pendahuluan Mengenai Kesiapan Anak Mengikuti Sekolah Dasar Di Bandung, Indonesia, hal.110-
120.

9
dan ibu sebagai sebuah keluarga yang ideal dalam mendidik dan

mengembangkan potensi/kemampuan anak-anak :

1. Memahami makna mendidik.

Sebagai orang tua harus memahami benar apa makna dari mendidik

sehingga tidak berpendapat bahwa mendidik adalah melarang, menasehat atau

memerintah si anak. Tetapi harus dipahami bahwa mendidik adalah proses

memberi pengertian atau pemaknaan kepada si anak agar si anak dapat

memahami lingkungan sekitarnya dan dapat mengembangkan dirinya secara

bertanggung jawab.

Proses memberi pengertian atau pemaknaan ini dapat melalui

komunikasi maupun teladan/tindakan, contoh : jika ingin anak disiplin maka

orang tua dapat memberi teladan kepada si anak akan hal-hal yang baik dan

beretika atau orang tua menciptakan komunikasi dengan si anak yang dialogis

dengan penuh keterbukaan, kejujuran dan ketulusan. Apabila kita

mengedepankan sikap memerintah, menasehat atau melarang maka langsung

ataupun tidak akan berdampak pada sikap anak yang bergaya otoriter dan mau

menang sendiri.

Ada hubungan kausal antara bagaimana orang tua mendidik anak

dengan apa yang diperbuat anak. Atau ibaratnya apa yang orang tua tabur itulah

yang nanti akan dituai. Peran orang tua dalam mendidik anak tidak dapat

tergantikan secara total oleh lembaga-lembaga persekolahan atau institusi

formal lainnya. Karena bagaimanapun juga tanggung jawab mendidik anak ada

pada pundak orang tua.

10
2. Hindari mengancam, membujuk atau menjanjikan hadiah.

Dalam mendidik anak jangan memakai cara membujuk dengan

menjanjikan hadiah karena hal ini akan melahirkan ketergantungan anak

terhadap sesuatu hal baru dia melakuka sesuatu. Hal ini akan mematikan

motivasi, kreatifitas, insiatif dan pengertian serta kemandirian mereka terhadap

hal-hal yang harus dia kerjakan. Contoh : menjanjikan hadiah kalau nilai

sekolahnya baik, atau mengancam tidak memberi hadiah bila nilainya rendah.

3. Hindari sikap otoriter, acuh tak acuh, memanjakan dan selalu khawatir

Seorang anak akan dapat mandiri apabila dia punya ruang dan waktu

baginya untuk berkreasi sesuai dengan kemampuan dan rasa percaya diri yang

dimilikinya. Ini harus menjadi perhatian bersama karena hal tersebut dapat

muncul dari sikap orang tuanya sendiri yang sadar atau tidak sadar

ditampakkan pada saat interaksi terjadi antara ayah dan ibu dengan anak.

Sehingga anak-anak akan termotivasi untuk mengaktualisasika potensi yang

ada pada dirinya tanpa adanya tekanan atau ketakutan.

4. Memahami bahasa non-verbal.

Memarahi anak yang melakukan kesalahan adalah sesuatu yang tidak

efektif melainkan kita harus mendalami apa penyebab si anak melakukan

kesalahan dan memahami perasaan si anak. Oleh karena itu perlu

dikembangkan bahasa non-verbal sebagai suatu upaya efektif untuk

memahami masalah dan perasaan si anak. Bahasa non-verbal adalah dengan

memberi sentuhan, pelukan, menatap, memberi senyuman manis atau

meletakkan tangan di bahu untuk menenangkan si anak, sehingga si anak

merasa nyaman untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan atau perasaannya.

11
5. Membantu anak memecahkan persoalan secara bersama.

Pada kondisi tertentu dibutuhkan keterlibatan kita sebagai orang tua

untuk memecahkan masalah yang dihadapi si anak. Dalam hal membantu

anak memecahkan persoalan anak, kita harus melakukannya dengan tetap

menjunjung tinggi kemandiriannya.

6. Menjaga keharmonisan dalam keluarga.

Ayah dan Ibu sering bertengkar dan berselisih bahkan melakukan

kekerasan di depan anak-anak, sehingga anak-anak mencontoh dengan

bertindak tidak menghargai teman sebayanya atau melakukan kekerasan pula

pada temannya.9

Demikian beberapa hal yang mestinya menjadi perhatian oleh para

orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Diakui bahwa hal tersebut di atas

dapat ditambahkan dengan hal lain yang positif agar menjadi perbendaharaan

pengetahuan dalam mendidik, namun yang terutama dari semua itu adalah

orang tua harus “bagaimana menciptakan dan membangun komunikasi yang

efektif” dengan anak. Karena hal ini akan secara langsung menjaga dan

memelihara kedekatan secara emosional dengan anaknya sehingga dapat

mencegah perilaku menyimpang dari si anak. Dalam komunikasi juga perlu

ditanamkan sikap optimisme pada anak, mengembangkan sikap keterbukaan

pada anak dan perlu mengajarkan tata krama pada anak.

9
Puji Rahayu .2008. ”Orang Tua Perlu Pahami Makna Pendidikan Anak “. http://bbawor.
Blogspot .com/ 2008/08/ orang-tua-perlu- pahami-makna pendidikan.html.(diakses 10 Oktober 2008
pukul 05.56)

12
Karena begitu pentingnya peranan orang tua dan sangat diperlukan bagi

keberhasilan anak-anak di sekolah. Ada beberapa cara yang dikemukakan oleh

Sulaiman dalam meningkatkan peran orang tua terhadap pendidikan anak-anak

mereka, yaitu:

1. Dengan mengontrol waktu belajar dan dan belajar anak. Anak-anak diajarkan

untuk belajar secara rutin, tidak hanya belajar saat mendapat PR dari sekolah

atau akan mengadapi ulangan. Setiap hari anak-anak diajarkan untuk

mengulang pelajaran yang diberikan oleh guru pada hari itu. Dan diberikan

pengertian kapan anak-anak mempunyai waktu untuk bermain.

2. Memantau perkembangan kemampuan akademik anak. Orang tua diminta

untuk memeriksa nilai-nilai ulangan dan tugas anak mereka.

3. Memantau perkembangankepribadian yang mencakup sikap, moral, dan

tingkah laku anak-anak. Hal ini dapat dilakukan orang tua dengan

berkomunikasi dengan wali kelas untuk mengetahui perkembangan anak di

sekolah.

4. Memantau efektivitas jam belajar di sekolah. Orang tua dapat menanyakan

aktifitas yang dilakukan anak mereka selama berada di sekolah. Dan tugas-

tugas apa saja yang diberikan oleh guru mereka. Kebanyakan tingkat SMP

dan SMA tidak melaporkan adanya kelas-kelas kosong dimana guru mereka

berhalangan hadir. Sehingga pembelajaran yang ideal di sekolah tidak terjadi

dan menjadi tidak efektif.10

Untuk itu sudah menjadi kewajiban orang tua untuk juga belajar dan

terus menerus mencari ilmu, terutama yang berkaitan dengan pendidikan anak.

10
Sahlan Syafei. 2002. Bagaimana Anda Mendidik Anak. Depok: Ghalia Indonesia. Hal. 36.

13
Agar terhindar dari kesalahan dalam mendidik anak yang dapat berakibat buruk

bagi masa depan anak-anak. Orang tua harus lebih memerhatikan anak-anak

mereka, melihat potensi dan bakat yang ada di diri anak-anak mereka mereka,

memberikan sarana dan prasarana untuk mendukung proses pembelajaran

mereka di sekolah. Para orang tua diharapkan dapat melakukan semua itu

dengan niat yang tulus untuk menciptakan generasi yang mempunyai moral

yang luhur dan wawasan yang tinggi serta semangat pantang menyerah.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menelaah dari uraian pada bab sebelumnya maka dapat ditarik suatu

kesimpulan bahwa orang tua merupakan satu-satunya teladan yang pertama

bagi anak-anaknya dalam pembentukan kepribadian, begitu juga anak secara

tidak sadar mereka akan terpengaruh, maka kedua orang tua di sini berperan

sebagai teladan bagi mereka baik teladan pada tataran teoritis maupun praktis.

Ayah dan ibu sebelum mereka mengajarkan nilai-nilai agama dan akhlak serta

emosional kepada anak-anaknya, pertama mereka sendiri harus

mengamalkannya.

Orang tualah yang pertama berkewajiban memelihara, mendidik, dan

membesarkan anak-anaknya agar menjadi manusia yang berkemampuan dan

berguna. Setelah seorang anak kepribadiannya terbentuk, peran orang tua

selanjutnya adalah mengajarkan nilai-nilai pendidikan kepada anak-anaknya.

Pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya adalah merupakan

pendidikan yang akan selalu berjalan seiring dengan pembentukan kepribadian

anak tersebut.

Pendidikan anak merupakan tanggung jawab penuh dari kedua orang

tua, bukan yang lain. Tanggung jawab bukan sebatas memilihkan sekolah atau

membiayai sekolah dan segala keperluanya. Lebih dari itu, tanggung jawab

orang tua diwujudkan dalam keterlibatan langsung orang tua dalam pendidikan

(kehidupan) anak-anaknya. Ketika orang tua terlibat langsung dalam kehidupan

15
dan pendidikan anak-anaknya, maka mereka akan memberi perlakuan yang

lebih tepat kepada anak-anak. Keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak

berhubungan dengan prestasi anak, perilaku anak, budaya, usia, dan kualitas

sekolah anak.

B. Saran

Makalah ini disusun dengan dari hasil bacaan yang bersumber dari buku

dan jurnal yang tersedia di perpustakaan dan online serta media sosial. Sebagai

suatu hasil pemikiran maka makalah ini masih memiliki kekurangan sehingga

sangat membutuhkan saran dan kritikan yang membangun dari pembaca dan

Dosen Pengampu mata kuliah Magister Pendidikan Agama Islam dalam

Program Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia untuk menambah

khazanah pemikiran.

16
DAFTAR PUSTAKA

Edwards, C.P. & Whiting, B.B. (Eds.). (2004). Ngecha: A Kenyan Village in a Time
of Rapid Social Change. Lincoln, NE: University of Nebraska Press.
Epstein, J.L., & Salinas, K.C. (2004). Partnering with Families and Communities.
Schools as Learning Communities, 61(8), 12-18.
Hendriati, Agustiani &Retno. (2018). Pangestuti Keterlibatan Orangtua Terhadap
Pendidikan Anak: Studi Pendahuluan Mengenai Kesiapan Anak Mengikuti
Sekolah Dasar Di Bandung, Indonesia, hal.110-120.
Ihsani, Fuad. Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013),
Korfmacher, J., Green, B., Staerkel, F., Peterson, C., Cook, G., Roggman, L.,
Schiffman, R. (2008). Parent involvement in early childhood home visiting.
Child and Youth Care Forum, 37(4), 171-196.
Nurkholis, “Pendidikan Dalam Upaya Memajukan Teknologi”, Jurnal
Kependidikan, Vol. 1, No. 1, November, 2016.

Puji Rahayu .2008. ”Orang Tua Perlu Pahami Makna Pendidikan


Anak “. http://bbawor. Blogspot .com/ 2008/08/ orang-tua-perlu- pahami-
makna pendidikan.html.(diakses 10 Oktober 2008 pukul 05.56)

Sahlan Syafei. 2002. Bagaimana Anda Mendidik Anak.


Sheridan, Lisa L. Knoche, Carolyn P. Edwards, James A. Bovaird, and Kevin A.
Kupzyk. 2010. Parent Engagement and School Readiness: Effects of the
Getting Ready Intervention on Preschool Children’s Social-Emotional
Competencies. Early Education & Development 21:1 : 125–156
Wahib, Abdul. “Konsep Orang Tua Dalam Membangun Kepribadian Anak”, Jurnal
Paradigma, Volume 2, Nomor 1, November 2015.

17

Anda mungkin juga menyukai