98 680 3 PB
98 680 3 PB
98 680 3 PB
1 Februari 2021
http://ojs.stikeslandbouw.ac.id/index.php/ahi
ABSTRAK
Pada proses pengodean diagnosis pada rekam medis masih terdapat ketidakakuratan
dalam pengodeannya, dikarenakan ketidaklengkapan dalam menuliskan diagnosis pada rekam
medis pasien. Tujuan dari penelitian ini untuk menelaah keakuratan kodefikasi diagnosis
penyakit. Penelitian menggunakan metode kajian studi literature dengan analisis deskriptif yang
dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang ada kemudian di analisis, diuraikan,
mencari kesamaan, ketidaksamaan, pandangan, bandingkan, dan ringkasan terhadap beberapa
penelitian.
Hasil dari studi literatur yaitu keakuratan kodefikasi diagnosis penyakit masih banyak
yang belum akurat. Hal ini diakibatkan oleh kurang telitinya coder dalam pemberian kode
terhadap diagnosis yang telah ditulis oleh dokter, ketidaklengkapan dalam menuliskan diagnosis
pada rekam medis pasien, masih menggunakan singkatan, tidak adanya SOP untuk pengodean
diagnosis, tidak optimalnya penggunaan ICD-10 dan masih ditemukan kekurangan atau
ketidaktepatan dalam pemberian kode terhadap diagnosis yang telah ditulis oleh dokter.
Keakuratan pengodean dipengaruhi oleh coder, karena coder yang terlibat dalam pemberian
kode diagnosis penyakit yang ada pada rekam medis. Diharapkan kepada Peneliti selanjutnya
terhadap beberapa artikel terkait, perlu penelitian lebih lanjut tentang penyebab lain dari
ketidakakuratan pengodean penyakit ditinjau dari sisi kualitas dokter dan coder untuk
memperjelas permasalahan yang dialami oleh dokter dan coder dalam menulis dan mengode
diagnosis penyakit.
KataKunci : coding, diagnosis penyakit, keakuratan
ABSTRACT
In the process of coding the diagnosis on the medical record, there are still inaccuracies
in the coding, due to incompleteness in writing the diagnosis on the patient's medical record.
The purpose of this study was to examine the accuracy of disease diagnosis coding. The study
used a literature study method with descriptive analysis which was carried out by describing the
facts that were then analyzed, described, looking for similarities, inequalities, views,
comparisons, and summaries of several studies.
The results of the literature study show that the accuracy of the diagnosis of disease is
still inaccurate. This is due to the incompleteness of the coder in coding the diagnosis that has
been written by the doctor, incompleteness in writing the diagnosis on the patient's medical
record, still using abbreviations, the absence of SOP for coding the diagnosis, not optimal use
of ICD-10 and finding deficiencies or inaccuracies. in coding the diagnosis that has been
written by the doctor.
The accuracy of the coding is influenced by the coder, because the coder is involved in
coding the diagnosis of disease in the medical record. It is hoped that the next researchers on
several related articles need further research on other causes of inaccurate disease coding in
terms of the quality of doctors and coders to clarify the problems experienced by doctors and
coders in writing and coding disease diagnoses.
Key words: coding, disease diagnosis, accuracy
118
Administration & Health Information of Journal Vol 2 No.1 Februari 2021
http://ojs.stikeslandbouw.ac.id/index.php/ahi
PENDAHULUAN
Rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan secara merata dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan, serta
dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian (Hartono, 2010).
Rekam medis adalah berkas atau catatan yang berisi dokumen identitas pasien,
hasil pemeriksaan, pengobatan yang diberikan,tindakan dan pelayanan lain pada pasien.
Catatan tertulis dibuat oleh dokter atau dokter gigi mengenai tindakan-tindakan yang
dilakukan kepadapasien dalam rangka pelayanan kesehatan. Kerahasiaan dalam berkas
rekam medis seperti informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat
pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga oleh dokter, tenaga kesehatan
dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan (PERMENKES
NO:269/MENKES/PER/III/2008).
Salah satu data yang penting dalam pendokumentasian rekam medis adalah kode
diagnosis pasien, kode diagnosis pasien digunakan sebagai acuan dalam penentuan
besar biaya pelayanan kesehatan.Pengodean adalah prosedur pemberian kode dengan
menggunakan huruf dan angka. Kegiatan pengodean meliputi pengodean diagnosisdan
pengodean tindakan medis. Hal penting yang harus diperhatikan tenaga perekam medis
adalah ketepatan dalam pemberian kode diagnosis (Gemala, 2012).
Menurut penelitian Arifianto, dkk (2011), tentang “Keakuratan Kode Diagnosa
Utama Dokumen Rekam Medis Pada Kasus Partus Dengan Section Cesarean”
menunjukkan hasil bahwa dari 74 rekam medis masih ditemukan 50 (67,57%)
kesalahan atau tidak akuratnya dalam pengkodean penyakit kasus partus dengan section
cesarean. Hal ini disebabkan, karena kesalahan pemberian kode pada lembar RM 1
dimana kode yang diberikan tidak lengkap atau kurang spesifik, pemberian kode oleh
petugas juga masih kurang konsisten dan ada juga dokumen rekam medis dengan
diagnosa yang berbeda tetapi diberi kode yang sama.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Irmawati dan Nazillahtunnisa
(2019), menunjukkan hasil bahwa dalam pengkodean diagnosis penyakit berdasarkan
ICD-10 masih terdapat ketidakakuratan kode, karena dari 98 rekam medis masih
ditemukan 39 (68%) dengan kode yang tidak akurat. Hal ini berbanding terbalik dengan
penelitian Sari dan Dewi (2016), tentang “Keakuratan Kode Diagnosis Hepatitis
Berdasarkan ICD-10 Pasien Rawat Inap” dimana dari hasil penelitian lebih dari separuh
61 (67,8%) pengodean yang dilakukan sudah akurat.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan “Studi
Literatur Tentang Keakuratan Kodefikasi Diagnosis Penyakit”.
METODE DAN MATERIAL
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk
mendapatkan gambaran dan informasi dengan metode kajian literature reiew.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang merupakan data
pendukung yang bersumber dari berbagai literature maupun referensi-referensi yang
ada. Analisis data juga dilakukan dengan menggunakan teknik review literatur
diantaranya mencari kesamaan (similarity), cari ketidaksamaan (contrast), beri
pandangan (critize), bandingkan (compare), dan ringkasan (summarize).
119
Administration & Health Information of Journal Vol 2 No.1 Februari 2021
http://ojs.stikeslandbouw.ac.id/index.php/ahi
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian didapatkan berdasarkan studi literatur dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Keakuratan Kodefikasi Diagnosis Penyakit
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Irmawati dan Nazillahtunnisa (2019)
tentang Keakuratan kode diagnosis penyakit berdasarkan ICD-10 diperoleh dari 57
rekam medis, hanya terdapat kode yang akurat sebanyak 18 (32%) rekam medis
sedangkan kode yang tidak akurat sebanyak 39 (68%) rekam medis . sejelan dengan
penelitian Pramono dan Nuryati tentang Keakuratan kode diagnosis penyakit
berdasarkan ICD-10, hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 385 rekam medis, hanya
terdapat kode yang akurat sebanyak 174 (45,2%) rekam medis sedangkan kode yang
tidak akurat sebanyak 211 (54,8%) rekam medis .
Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Dewi (2016) tentang
keakuratan kode diagnosis hepatitis berdasarkan ICD-10 pasien rawat inap diperoleh
bahwa keakuratan kode diagnosis hepatitis belum dapat dikatakan baik karena masih
banyak ditemukannya kode diagnosis yang tidak akurat yaitu sebanyak 29 (32,2%)
rekam medis dan kode diagnosis yang akurat sebanyak 61 (67,8%) rekam medis.
Oleh sebab itu, sebagian besar ketidakakuratan kodefikasi diagnosis penyakit
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kurang telitinya coder dalam pemberian kode
terhadap diagnosis yang telah ditulis oleh dokter, dokter tidak menuliskan diagnosis
pada rekam medis pasien, masih menggunakan beberapa singkatan sedangkan
puskesmas tersebut belum memiliki standar singkatan yang digunakan sebagai pedoman
untuk menuliskan diagnosis penyakit, tidak adanya SOP untuk pengodean diagnosis,
tidak optimalnya penggunaan ICD-10.
120
Administration & Health Information of Journal Vol 2 No.1 Februari 2021
http://ojs.stikeslandbouw.ac.id/index.php/ahi
PEMBAHASAN
Dalam melakukan telaah jurnal, dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
review literature antara lain menentukan kesamaannya (similarity), menentukan
ketidaksamaannya (contrast), berikan pandangan (critize), bandingkan (compare), dan
ringkasan (summarize).
a. Kesamaan (Similarity)
Dari kelengkapan kodefikasi diagnosis yang dilakukan oleh coder, persamaan
dilihat dari prosedur pemberian kode berdasarkan ICD-10 yang tidak dijalankan sesuai
dengan aturan yang berlaku. Artinya kelengkapan kode yang diberikan oleh coder
masih belum bisa dikatakan lengkap karena belum memenuhi kriteria yang diinginkan.
Jika kode tidak diisi dengan lengkap maka belum bisa dikatakan akurat.
Oleh karena itu, sebaiknya pada saat melakukan pengodean diagnosis penyakit
petugas berpedoman dengan menggunakan ICD-10 dan buku terminologi medis agar
tidak ada lagi kode yang tidak akurat dan tidak lengkap. Apabila masih ada kode yang
tidak akurat dan tidak lengkap maka akan berdampak pada pembiayaan pasien, kualitas
pelayanan rumah sakit, dan hasil pelaporan.
b. Ketidaksamaan (Contrast)
Dari beberapa jurnal tersebut juga ditemukan ketidaksamaan antara satu sama
lain. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Dewi (2016) tentang Keakuratan
Kode Diagnosis Hepatitis Berdasarkan ICD-10 bahwa ketidakakuratan kode disebabkan
karena masih ditemukan kekurangan dan ketidaktepatan dalam pemberian kode
terhadap diagnosa yang telah ditulis oleh dokter, sedangkan penelitian oleh Irmawati
dan Nazillahtunnisa (2019) tentang Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit Berdasarkan
ICD-10 ketidakakuratan kode disebabkan oleh dokter tidak menuliskan diagnosis pada
rekam medis dan masih menggunakan singkatan untuk menuliskan diagnosis penyakit.
c. Pandangan (Critize)
Dari analisis dan telaah beberapa jurnal, kodefikasi di rumah sakit dan
puskesmas masih banyak yang belum akurat. Kondisi ini terjadi karena masih banyak
menggunakan singkatan untuk menuliskan diagnosis penyakit sedangkan puskesmas
tesebut belum memiliki standar singkatan yang digunakan sebagai pedoman, diagnosis
pada rekam medis yang tidak dituliskan oleh dokter karena untuk efisiensi dan
efektifitas waktu pelayanan, tidak adanya SOP untuk pengodean diagnosis, tidak
optimalnya penggunaan ICD-10 dan masih ditemukan kekurangan atau ketidaktepatan
dalam pemberian kode terhadap diagnosis yang telah ditulis oleh dokter. Hal ini juga
dapat terjadi karena kurangnya mengikuti pelatihan khusus tentang coding dan tidak
menggunakan sarana prasarana yang ada dengan baik, seperti menggunakan ICD-10
dan terminologi medis untuk mengode diagnosis penyakit. Untuk itu diperlukannya
pelatihan khusus tentang coding agar kodefikasi diagnosis yang dibuat oleh coder lebih
akurat.
d. Perbandingan (Compare)
Perbandingan hasil antara jurnal yang membahas tentang kekuratan kodefikasi
diagnosis penyakit yang dilakukan terhadap hasil penelitian dari masing-masing jurnal
dan penyebab ketidakakuratan kodefikasi diagnosis penyakit, dimana salah satu jurnal
mendapatkan persentase 67,8% dari 90 sampel rekam medis rawat inap yang
disebabkan oleh kurang telitinya coder dalam pemberian kode terhadap diagnosis yang
121
Administration & Health Information of Journal Vol 2 No.1 Februari 2021
http://ojs.stikeslandbouw.ac.id/index.php/ahi
telah ditulis oleh dokter sedangkan jurnal yang lainnya mendapatkan persentase 32%
dari 57 sampel rekam medis rawat jalan disebabkan oleh dokter tidak menuliskan
diagnosis pada rekam medis pasien dan masih menggunakan singkatan untuk
menuliskan diagnosis penyakit.
Dari hasil perbandingan tersebut dapat disimpulkan bahwa kesalahan terhadap
keakuratan kodefikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain petugas coding tidak
ada yang memiliki latar belakang pendidikan rekam medis, tidak pernah mengikuti
pelatihan khusus tentang coding, tidak menggunakan sarana yang ada dengan baik,
dokter yang tidak menuliskan diagnosis pada rekam medis pasien dan masih
menggunakan beberapa singkatan untuk menuliskan diagnosis penyakit, belum semua
pelayanan kesehatan memiliki standar singkatan yang digunakan sebagai pedoman.
e. Ringkasan (Summarize)
1. Keakuratan kodefikasi diagnosis penyakit
Hasil penelitian terhadap keakuratan kode masih banyak ditemukan yang
tidak akurat pengodeannya. Keakuratan kodefikasi menjadi tidak akurat
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya kurang telitinya coder dalam
pemberian kode terhadap diagnosis yang telah ditulis oleh dokter, petugas coding
tidak ada yang memiliki latar belakang pendidikan rekam medis, tidak pernah
mengikuti pelatihan khusus tentang coding, tidak menggunakan sarana yang
ada dengan baik, dokter yang tidak menuliskan diagnosis pada rekam medis
pasien dan masih menggunakan beberapa singkatan untuk menuliskan
diagnosis penyakit.
Oleh karena itu, sebaiknya pada saat melakukan pengodean diagnosis
penyakit, petugas berpedoman dengan menggunakan ICD-10 dan buku
terminologi medis dan untuk petugas yang berlatar belakang pendidikan
SMA, hendaknya melakukan pelatihan-pelatihan tentang kodefikasi penyakit
agar tidak terjadi lagi kesalahan dalam pengodean diagnosis penyakit serta
mengikuti sosialisasi bahwa pentingnya keakuratan kodefikasi diagnosis
penyakit dipuskesmas maupun rumah sakit.
2. Kelengkapan kodefikasi diagnosis penyakit
Hasil penelitian terhadap keakuratan kode masih banyak ditemukan berkas
yang tidak lengkap pengodeannya. Kelengkapan kodefikasi menjadi tidak
lengkap disebabkan oleh beberapa hal diantaranya beban kerja coder
sehingga petugas lupa dalam mengisi kode diagnosis penyakit, kesalahan
coder tidak menerapkan prosedur pemberian kode penyakit yang ada
berdasarkan ICD-10, penulisan diagnosis penyakit yang tidak lengkap
sehingga pengkodean diagnosis menjadi tidak akurat dan laporan index
penyakit menjadi tidak lengkap, serta banyak kode yang tidak diinput karena
petugas kesulitan dalam mengisikan informasi pada formulir rekam medis.
Apabila kodefikasi diagnosis penyakit diisi tidak lengkap maka akan
berdampak terhadap pembiayaan pasien atau pengklaiman bpjs menjadi
tertunda, hasil pelaporan dan akan mempengaruhi kualitas pelayananan
dirumah sakit itu sendiri. Oleh karena itu, sebaiknya pada saat melakukan
pengodean diagnosis penyakit, petugas lebih teliti dalam melihat kelengkapan
kodefikasi diagnosis penyakit agar tidak ada lagi kodefikasi yang kosong atau
tidak diisi.
122
Administration & Health Information of Journal Vol 2 No.1 Februari 2021
http://ojs.stikeslandbouw.ac.id/index.php/ahi
KESIMPULAN
Simpulan
1. Sebagian besar ketidakakuratan kodefikasi diagnosis penyakit disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu kurang telitinya coder dalam pemberian kode terhadap
diagnosis yang telah ditulis oleh dokter, dokter tidak menuliskan diagnosis pada
rekam medis pasien, masih menggunakan beberapa singkatan sedangkan
puskesmas tersebut belum memiliki standar singkatan yang digunakan sebagai
pedoman untuk menuliskan diagnosis penyakit, tidak adanya SOP untuk
pengodean diagnosis, tidak optimalnya penggunaan ICD-10.
2. Kelengkapan kodefikasi diagnosis penyakit dikarenakan kesalahan coder tidak
menerapkan prosedur pemberian kode penyakit yang ada berdasarkan ICD-10,
penulisan diagnosis penyakit yang tidak lengkap sehingga pengkodean
diagnosis menjadi tidak akurat dan laporan index penyakit menjadi tidak
lengkap, serta banyak kode yang tidak diinput karena petugas kesulitan dalam
mengisikan informasi pada formulir rekam medis dengan penulisan diagnosis
yang terdapat pada ICD-10.
Saran
Berdasarkan studi literatur yang terkait, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang penyebab ketidakakuratan dan ketidaklengkapan kodefikasi diagnosis penyakit
yang diisi oleh dokter dan coder. Tujuannya untuk memperjelas permasalahan yang
dialami oleh dokter dan coder dalam menulis dan mengode diagnosis penyakit.
Arifianto, E, dkk. (2011). Keakuratan Kode Diagnosa Utama Dokumen Rekam Medis
pada Kasus Partus dengan Section Cesarean di Rumah Sakit Panti Wilasa
Citarum. Jurnal VISIKES. Vol. 10, No. 2
Depkes R.I. (1997). Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah
Sakit di Indonesia. Jakarta: Depkes R.I
123
Administration & Health Information of Journal Vol 2 No.1 Februari 2021
http://ojs.stikeslandbouw.ac.id/index.php/ahi
Hartono, B. (2010). Manajemen Pemasaran untuk Rumah Sakit. Jakarta: Rineka Cipta
Maesaroh, L, dkk (2011). Analisis Kelengkapan Kode Klasifikasi dan Kode Morphologi
pada Diagnosis Carcinoma Mammae Berdasarkan Icd-10 di RSUD Kabupaten
Karanganyar. Jurnal Kesehatan. Vol. V, No. 2. ISSN: 1979-9551
Magentang, F. R. (2015). Kelengkapan Resume Medis dan Kesesuaian Penulisan
Diagnosis Berdasarkan ICD-10 Sebelum dan Sesudah JKN di RSU Bahte ramas.
Jurnal ARSI. Vol. 1, No.
Nurdiyansyah, A.K dan Mardiyoko, I. (2016). Hubungan Keterisian dan Kejelasan
Diagnosis Utama pada Lembar Ringkasan Masuk dan Keluar dengan Terkodenya
Diagnosis di RS Bhayangkara Yogyakarta. Jurnal Manajemen Informasi
Kesehatan Indonesia. Vol. 4, No. 2
Sari, T.P dan Dewi, N.H. (2016). Keakuratan Kode Diagnosis Hepatitis Berdasarkan
Icd-10 Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Lancang Kuning Pekanbaru. Jurnal
Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia. Vol. 4, No. 1. ISSN: 2337-6007
Setiyani, L., dkk. (2013). Tinjauan Keakuratan Kode Diagnosis UtamaPasien Rawat
Inap Penyakit Cronic Renal Failure end Stageberdasarkan ICD-10 di RSUD DR.
Moewardi Bulan Januari Tahun 2013. Jurnal Rekam Medis.Vol. VII, No. 2. ISSN:
1979-9551
124
Administration & Health Information of Journal Vol 2 No.1 Februari 2021
http://ojs.stikeslandbouw.ac.id/index.php/ahi
125