BAB II Revisi 8-13
BAB II Revisi 8-13
BAB II Revisi 8-13
A. PENGERTIAN ANESTESI
Anestesi adalah menghilangnya rasa nyeri, dan menurut jenis kegunaannya
dibagi menjadi anestesi umum yang disertai hilangnya kesadaran, sedangakan anestesi
regional dan anestesi local menghilangya rasa nyeri disatu bagian tubuh saja tanpa
menghilangnya kesadaran (Sjamsuhidajat & De Jong, 2012).
Anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh
(Morgan, 2011).
B. MACAM-MACAM ANESTESI
Menurut Potter & Perry tahun 2006, pasien yang mengalami pembedahan akan
menerima anestesi dengan salah satu dari tiga cara sebagai berikut:
1. Anestesi Umum
Klien yang mendapat anestesi umum akan kehilangan seluruh sensasi dan
kesadarannya. Relaksasi otot mempermudah manipulasi anggota tubuh. Pembedahan
yang menggunakan anestesi umum melibatkan prosedur mayor, yang membutuhkan
manipulasi jaringan yang luas.
2. Anestesi Regional
Induksi anestesi regional menyebabkan hilangnya sensasi pada daerah tubuh tertentu.
Anestesi regional terdiri dari spinal anestesi, epidural anestesi, kaudal anestesi.
Metode induksi mempengaruhi bagian alur sensorik yang diberi anestesi. Ahli anestesi
memberi regional secara infiltrasi dan lokal. Pada bedah mayor, seperti perbaikan
hernia, histerektomi vagina, atau perbaikan pembuluh darah kaki, anestesi regional
atau spinal anestesi hanya dilakukan dengan induksi infiltrasi. Blok anestesi pada saraf
vasomotorik simpatis dan serat saraf nyeri dan motoric menimbulkan vasodilatasi
yang luas sehingga klien dapat mengalami penurunan tekanan darah yang tiba – tiba.
3. Anestesi Lokal
Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan. Obat
anestesi menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi.
Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari.
2) Persiapan alat
a) Bag and mask + slang 02 dan 02
b) Laryngoscope lengkap dengan blade sesuai ukuran pasien dan lampu
harus menyala dengan terang
c) Alat-alat untuk suction ( yakinkan berfungsi dengan baik )
d) Xillocain jelli/ xyllocain spraydan ky jelli
e) Naso/ orotracheal tube sesuai ukuran pasien
f) Laki-laki dewasa no 7, 7.5, 8
g) Perempuan dewasa no 6.5, 7, 7.5
h) Anak-anak usia ( dalam tahun ) + 4 dibagi 4
i) Konektor yang cocok dengan tracheal tube yang disiapkan
j) Stilet/ mandarin
k) Magyll forcep
l) Oropharingeal tube ( mayo tube )
m) Stethoscope
n) Spuit 20 cc untuk mengisi cuff
o) Flester untuk fiksasi
p) Gunting bantal kecil setinggi 12 cm
h. Prosedur
1) Mencuci tangan
2) Posisi pasien terlentang
3) Kepala diganjal bantal kecil setinggi 12 cm
4) Pilih ukuran pipa endotraceal yang akan digunakan
5) Periksa balon pipa/ cuff ETT
6) Pasang blade yang sesuai
7) Oksigenasi dengan bag dan mask/ ambil bag dengan O2 100%
8) Masukan obat-obat sedasi dan muscle relaxan
9) Buka mulut dengan laryngoscope sampai terlihat epiglottis
10) Dorong blade sampai pangkal epiglottis
11) Lakukan pengisapan lender bila banyak secret
12) Anastesi daerah laring dengan xillocain spray ( bila kasus emergency tidak
perlu dilakukan )
13) Masukan endotraceal tube yang sebelumnya sudah diberi jelli
14) Cekapakah endotraceal sudah benar posisinya
15) Isi cuff dengan udara, sampai kebocoran mulai tidak terdengar
16) Lakukan fiksasi dengan plester
17) Foto thorax
i. Perawatan Intubasi
1) Fiksasi harus baik
2) Gunakan oropharing air way ( guedel )pada pasien yang tidak kooperatif
3) Hati-hati pada waktu mengganti posisi pasien
4) Jaga kebersihan mulut dan hidung
5) Jaga patensi jalan nafas
6) Humidifikasi yang adekuat
7) Pantau tekanan balon
8) Observasi tanda-tanda vital dan suara paru-paru
9) Lakukan fisioterapi nafas tiap 4 jam
10) Lakukan suction setiap fisioterapi nafas dan sewaktu-waktu bila ada suara
lender
11) Yakinkan bahwa posisi konektor dalam posisi baik
12) Cek blood gas untuk mengetahui perkembangan
13) Lakukan foto thorak segera setelah intubasi dan dalam waktu-waktu tertentu
14) Observasi terjadinya empisema kutis
15) Air dalam water trap harus sering terbuang
16) Pipa endotraceal tube ditandai diujung mulut/ hidung
4. Monitoring
Pemantauan cerebral kontinyu memerlukan kombinasi metode pemantauan
sistemik rutin dan teknik spesifik khusus untuk otak.
a. Pemantauan serebral, yaitu:
1) Fungsi sereblar:
a) EEG
Pemantauan EEG diperlukan untuk mengevaluasi kecukupan perfusi
serebral selama prosedur carotid endarterectomy (CEA) dan kedalaman
anestesi (dengan EEG yang telah diproses) (Butterworth, 2018).
b) Evoked potentials
Evoked potentials somatosensorik dapat mengevaluasi integritas
kolumna dorsal spinalis dan korteks sensorik dapat membantu selama
operasi reseksi tumor spinal, instrumentasi area spinal, CEA dan
pembedahan aorta. Terrdiri atas somatosensory evoked potentials
(SEPs), motor evoked potentials (MEPs), brain auditory evoked
potentials (BAERs), dan visual evoked potentials (VEPs) (Butterworth,
2018).
2) Hemodinamik serebral/ aliran darah:
a) Tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure/MAP)
b) Tekanan intracranial (intracranial pressure/ ICP)
TIK merupakan tekanan CSF di supratentorial yang diukur di ventrikel
lateral atau diatas korteks serebral, normalnya <10 mmHg. Teerdapat
variasi nilai tersebut tergantung tempat pengukuran, namun, pada posisi
lateral rekumben, tekanan CSF lumbar secara normal mendekati tekanan
supratentorial. TIK juga bergantung pada usia, pada bayi sebesar 0-6
mmHg, balita 6-11 mmHg, dan remaja 13-15 mmHg (Szabo &
Luginbuehl, 2019).
c) Tekanan perfusi serebral (cerebral perfusion pressure/ CPP)
Tekanan perfusi serebral (CPP) adalah perbedaan antara tekanan rerata
arteri (MAP) dan tekanan intracranial (TIK) atau tekanan vena sentral
(CVP), bila lebih besar dari TIK. MAP – TIK (atau CVP) = CPP. CPP
normal 80-100 mmHg (Butterworth, 2018).
d) Transcranial doppler (TCD)
Umumnya digunakan untuk mengukur CBF pada middle cerebral artery
dengan tujuan untuk mengevaluasi integritas vaskularisasi otak
(Butterworth, 2018).
e) Cerebral blood flow (CBF)
Aliran darah serebral bervariasi antara 10-300 ml/ 100 g/ menit
tergantung pada aktivitas metabolime otak, dengan rerata 50 ml/ 100 g/
menit pada PaCO2 40 mmHg. Aliran pada substansia nigra 80 ml/ 100
g/ menit dan substansia alba sekitar 20 ml/ 100 g/ menit (4x lipat),
dengan total aliran darah serebral 750 ml/ menit (12-20% curah jantung)
(Butterworth, 2018).
3) Metabolisme serebral:
a) SJO2 (jugular venous oximetry) untuk mengukur oksigenasi serebral
(Schell & Cole, 2000).
b) CEO2
c) AVDO2
d) NIRS (near infrared spectroscopy) mengukur oksigenasi otak dengan
cara yang sama dengan pulse oximetry, yaitu menggunakan cahaya
inframerah jarak dekat (Steppan & Wogue, 2014). Parameter ini disebut
juga saturasi oksigen regional (rSO2) dengan nilai sama seperti pulse
oximetry yaitu 1-100%. Nilai normal rSO2 ialah 70% (seperti nilai
oksigenasi darah vena). Nilai <50% atau penurunan sebanyak 20% dari
nilai dasar diasosiasikan dengan turunnya oksigenasi serebral (Cottrell,
2017).
e) BtiO2.
b. Monitoring sirkulasi: ECG, tekanan darah non invasive atau invasive. CVP, arteri
line, pulomary arteri kateter hanya bila ada indikasi.
c. Monitoring ventilasi: pulse oximetry, end tidal CO2, Analisa gas darah,
konsentrasi O2 inspirasi.
d. Monitoring cairan: mengukur hematokrit atau produksi urin, relaksasi otot
dengan train of four (TOF) dan juga dipasang monitor temperature (Bisri DY &
Bisri T, 2019).
5. Induksi
Berikan oksigen 100% terlebih dulu, lalu fentanyl dengan dosis 1-3 µg/kg
perlahan dalam waktu 1 menit, jangan sampai pasien batuk. Bberikan 1/10 dosis
pelumpuh otot non depolarizing yang akan dipakai lalu berikan pentotal 5 mg/kg atau
propofol 2-2,5 mg/kg. Setelah refleks bulu mata negative (pengecualian yang sudah
koma/ GCS <9), dicoba untuk diventilasi, bila bisa diventilasi berikan sisa pelumpuh
otot ( dapat diberikan vecuronium 0,15 mg/kg atau rocuronium 0,6 mg/kg atau
atrachurium 0,5 mg/kg) lalu diventilasi dengan O2 100%. Bisa diventilasi dengan O2
– Sevofluran atau O2 – Isofluran dengan dosis 1,5 MAC. Berikan lidocaine 1-1,5
mg/kg IV 3 menit sebelum laringoskopi-intubasi. Pentotal ulangan atau propofol
ulangan (setengah dosis awal) dapat diberikan 30 detik sebelum laringoskopi-intubasi.
Selama induksi tekanan darah terus-menerus dipantau.
Intubasi dilakukan setelah tekanan darah menurun kira-kira 20% setelah tekanan
awal, relaksasi otot adekuat, dan dengan kombinasi obat-obat tersebut di atas pada
umumnya tekanan darah tidak terlalu turun (asal sebelumnya normovolemia) dan
tidak naik saat laringoskopi-intubasi.
Pemasangan oropharyngeal airway harus sesuai dengan ukuran agar tidak terjadi
penekanan pada faring. Mata diberi salep mata dan ditutup dengan plester. Untuk
mencegah kenaikan darah saat laringoskopi dan intubasi, dalamkan anestesi dengan
pentotal atau propofol, fentanyl, lidocaine. Jangan didalamkan dengan anestesi
inhalasi karena akan meningkatkan aliran darah otak.
Bila terjadi hipotensi saat induksi, lakukan elevasi tungkai, jangan tredelenburg
karena posisi tredelenburg akan menyababkan kenaikan tekanan intracranial. Berikan
kristaloid kira-kira 500 ml (pada dewasa) dengan cepat, bila tekanan darah masih
belum naik, beri koloid. Vasopressor (efedrin) diberikan bila tekanan arteri rerata
dibawah batas bawah autoregulasi (tekanan arteri rerata <50 mmHg) (Bisri DY &
Bisri T, 2019).
6. Pemeliharaan Anestesi
Pemilihan obat anestesi harus yang mempunyai efek paking kecil atau tidak
memengaruhi autoregulasi serebral dan kemapuan merespon CO2, mempertahankan
kestabilan kardiovaskuler. Pemilihan anestesi inhalasi berdasarkan efeknya pada ICP
dan pembuluh darah otak. Harus diingat bahwa semua anestesi inhalasi berefek
vasodilatasi serebral yang akan meningkatkan CBF, CBV dan ICP. Harus diketahhui
efek anestesi inhalasi terhadap autoregulasi, respon terhadap CO2, efek terhadap
metabolisme otak (CMRO2) dan adakah efek proteksi otak.
Menurut Bisri DY & Bisri T (2019), anjuran rumatan anestesi sebagai berikut:
a. Sevofluran 0,5-1,5%, propofol 50-150 mcg/kg/menit
b. Analgesia: Fentanyl
c. Saat pemasangan pin holder: anestesi local atau beri fentanyl
d. Posisi: head up 10º-20º, vena jugularis bebas
e. Mannitol 0,5-0,75 g//kg atau drainase lumbar
f. Normovolemia: kristaloid isotonic atau 6% HES untuk mengganti kehilangan
darah
g. Saat pemotongan jaringan otak: turunkan dosis narkotik
8. Ekstubasi
Bangun dari anestesia harus mulus dan hindari straining atau bucking akibat
adanya pipa endotrakea, hipertensi arterial dan kenaikan ICP. Untuk menghindari
bucking saat bangun dari anestesi, pelumpuh otot jangan direverse sampai selesai
membalut kepala. Lidokain IV (1,5 mg/kg) dapat diberikan 90 detik sebelum
penghisapan lendir dan ekstubasi untuk mengurangi batuk, straining dan hipertensi.
Adanya hipertensi saat bangun dari anestesi dapat menimbulkan hematom intracranial
pasca bedah. Cara dalam mencegah hipertensi saat bangun dari anestesi seraya pasien
tetap akan sadar, adalah dengan pemberian alpha-2 agonis dexmedetomidine yang
dimulai 10 menit sebelum ekstubasi, dengan dosis rerata 0,4 µg/kg/jam.
Prekondisi yang memungkinkan pasien dibangunkan segera adalah:
a. Kesadaran preoperative adekuat
b. Kardiovaskuler stabil, temperature tubuh normal, oksigenasi adekuat
c. Tidak ada laserasi otak yang luass atau komplikasi selama pembedahan
d. Tidak ada cedera pada saraf kranial IX, X, XII
e. Bukan operasi AVM (Arteriovenous Malformmation) yang besar (Bisri DY &
Bisri T, 2019)