Pelestarian Pola Perumahan Taneyan Lanjh

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 17

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/315527702

PELESTARIAN POLA PERUMAHAN TANEYAN LANJHANG PADA PERMUKIMAN


DI DESA LOMBANG KABUPATEN SUMENEP

Article · August 2008

CITATIONS READS

4 832

3 authors, including:

Antariksa Sudikno Surjono Surjono


Brawijaya University Brawijaya University
329 PUBLICATIONS   571 CITATIONS    77 PUBLICATIONS   171 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Resillience and livability View project

ngadas village View project

All content following this page was uploaded by Antariksa Sudikno on 23 March 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PELESTARIAN POLA PERUMAHAN TANEYAN LANJHANG
PADA PERMUKIMAN DI DESA LOMBANG
KABUPATEN SUMENEP

Puspita Fitria Rahma Dewi, Antariksa, Surjono


Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145, Indonesia, Telp. 62-341-567886
E-mail: [email protected]

ABSTRAK
Pola perumahan taneyan lanjhang sebagai wujud budaya khas adat, merupakan ciri khas
arsitektural Madura yang memiliki tatanan berbeda. Adat tradisi Madura yang kental, membawa
nilai dan sistem kekerabatan yang erat sebagai salah satu budaya lokal masyarakat Madura.
Melalui penelitian case study ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pola perumahan taneyan
lanjhang pada permukiman di Desa Lombang. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah
deskriptif eksploratif, sedangkan untuk mengetahui perubahan pola perumahan taneyan lanjhang
dari waktu ke waktu digunakan teknik analisis diakronik serta teknik analisis crosstabs dan korelasi
bivariate untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Hasil studi
diperoleh 5 (lima) tipologi pola perumahan taneyan lanjhang yang didasarkan pada kelengkapan
rumpun taneyan-nya dan pola selain taneyan lanjhang (linier sepanjang jalan). Secara diakronik
diketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan pola perumahan
taneyan lanjhang. Di antaranya, yaitu faktor mata pencaharian, tingkat pendapatan, status
kepemilikan pekarangan dan renovasi mempengaruhi perubahan pola perumahan taneyan
lanjhang. Dengan korelasi cukup, status kepemilikan rumah dan kesadaran masyarakat memiliki
tingkat korelasi kuat serta upaya pelestarian mempengaruhi perubahan pola perumahan taneyan
lanjhang dengan korelasi sangat kuat.
Kata kunci: pola perumahan, taneyan lanjhang, pelestarian

ABSTRACT
Taneyan lanjhang housing pattern as a form of custom typical culture, represent Madura
architectural characteristic which has different appearance. Madura tradition custom is substantial
bringing the value and solid relations system as one of the society local culture. By this case study
research is mean to know taneyan lanjhang housing pattern characteristic according to settlement
in Lombang village. Method used in this study is exploratif descriptive, even as knowing the
changes of taneyan lanjhang housing village from time to time used diacronic analysis technics,
crosstabs analysis and bivariate corelation to know the factors which influence of the changes. The
results of this study are 5 (five) typologi of taneyan lanjhang housing patterns which based on
taneyan stool equipment and the pattern besides taneyan lanjhang (linier as long as the road). By
diacronic recognize that there are some factors which influence the changes of taneyan lanjhang
housing village. Among the other things are job factor, income rising, farm owner status and
renovation influence the changes of taneyan lanjhang. With sufficient corelation, farm owner status
and society awareness have own strong corelation with awareness in preservation that influence
the changes of taneyan lanjhang housing pattern with very strong corelation.
Key words: housing pattern, taneyan lanjhang, preservation

Pendahuluan
Permukiman merupakan wujud dari ide pikiran manusia dan dirancang semata-mata
untuk memudahkan dan mendukung setiap kegiatan atau aktifitas yang akan
dilakukannya. Di dalam permukiman tradisional, dapat ditemukan pola atau tatanan yang
berbeda-beda sesuai dengan tingkat kesakralannya atau nilai-nilai adat dari suatu tempat

94 arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 2, Juli 2008


tertentu. Hal tersebut memiliki pengaruh cukup besar dalam pembentukan suatu
lingkungan hunian atau permukiman tradisional. Nilai-nilai adat yang terkandung dalam
permukiman tradisional menunjukkan nilai estetika serta local wisdom dari masyarakat
tersebut. Ciri dari permukiman tradisional sebagai wujud budaya khas adat dapat
ditemukan pada pola permukiman taneyan lanjhang. Merupakan ciri khas arsitektural
Madura yang memiliki tatanan berbeda dengan nilai adat tradisi Madura yang kental.
Mengusung nilai dan sistem kekerabatan yang erat, dan masih dapat ditemukan
kesakralannya pada beberapa wilayah di Pulau Madura.
Kekhasan pola perumahan taneyan lanjhang terlihat jelas di dua daerah, yaitu di
daerah bagian barat Madura yang berpusat di Kabupaten Bangkalan, dan di bagian timur
Madura yang berpusat di Kabupaten Sumenep. Kabupaten Sumenep sendiri merupakan
titik pusat pengembangan (central growth) wilayah Madura. Dalam rangka program
pengembangan Propinsi Jawa Timur, Kabupaten Sumenep menjadi bagian dari program
industrialisasi Madura. Hal tersebut tentu akan berdampak luas terhadap kehidupan
masyarakat Madura, sehingga industrialisasi di Madura perlu dipersiapkan dengan
perhitungan yang matang dan serius. Walaupun terdapat dampak positif dalam
industrialisasi, seperti kemajuan dalam berbagai bidang dan peningkatan ekonomi serta
kondisi sektor-sektor pembangunan lainnya. Namun ada pula dampak negatif dari
industrialisasi tersebut, yaitu terbukanya masyarakat dengan dunia luar. Salah satu
dampak yang dkhawatirkan terkait dengan industrialisasi di Pulau Madura, adalah
pengaruh budaya asing terhadap budaya Madura. Pengembangan budaya perlu
mendapatkan perhatian. Dampak-dampak negatifnya bisa ditangkal dengan penguatan
seni budaya tradisional di daerah yang dikenal agamis (Anonim, 2005), sehingga budaya
baru tidak akan menggusur budaya dan adat-istiadat Madura. Melalui penguatan budaya,
maka datangnya budaya baru itu tidak akan mudah menggusur budaya lama khususnya
dalam pembangunan di bidang pariwisata.
Salah satu bagian wilayah Kabupaten Sumenep yang saat ini menjadi sentral
pengembangan wilayah tersebut, adalah kawasan pesisir pantai Lombang, yang
rencananya akan dikembangkan menjadi tempat tujuan wisata alam dengan skala
internasional (Anggoro 2006). Wilayah Desa Lombang terletak sekitar 30 km ke arah
selatan Kota Sumenep.
Permasalahan yang timbul pada permukiman tradisional taneyan lanjhang di Desa
Lombang, antara lain:
ƒ Industrialisasi di Madura diawali dengan direalisasikannya pembangunan Jembatan
Surabaya - Madura (JSM). Perencanaan pembangunan JSM berdasarkan Keputusan
Presiden (Keppres) Nomor 55 Tahun 1990 yang ditargetkan akan selesai akhir tahun
2008 (Zahroni, 2008). Diharapkan pembangunan JSM dapat mempercepat
pertumbuhan ekonomi rakyat Madura. Sekaligus memberikan aksebilitas agar potensi
yang ada di wilayah kepulauan dapat dimanfaatkan secara optimal, serta menunjang
peningkatan sektor-sektor pembangunan lain seperti pariwisata, pertambangan,
perikanan, dan lainnya. Pusat pertumbuhan untuk wilayah Pulau Madura adalah pada
Kabupaten Sumenep. Salah satu dampak yang dikhawatirkan terkait dengan
industrialisasi di Pulau Madura, adalah pengaruh budaya asing terhadap budaya
Madura. Salah satunya, adalah pengaruhnya terhadap keberadaan pola rumah
taneyan lanjhang dalam permukiman di Desa Lombang yang merupakan pusat
pengembangan pariwisata Madura bagian timur. Terjadinya perubahan pola guna
lahan tersebut akan mempengaruhi keberadaan pola perumahan taneyan lanjhang.
ƒ Rencana pengembangan Pantai Lombang menjadi tempat tujuan wisata berskala
internasional, dikhawatirkan akan memberikan pengaruh terhadap kondisi fisik
maupun non fisik dari pola rumah taneyan lanjhang dalam permukiman di wilayah
Desa Lombang.
ƒ Rumah-rumah taneyan lanjhang yang menjadi ciri khas bangunan Madura, di bagian
timur sekarang sudah banyak yang diubah menjadi rumah masa kini yang modern.
Akibatnya banyak orang yang datang ke Madura untuk melihat keunikan arsitektur

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 2, Juli 2008 95


Madura merasa kecewa. Kalaupun ada bangunan spesifik Madura hanya tinggal
sedikit, dan itu pun sisa-sisa dari bangunan lama (Imron, 1998).
Dasar pertimbangan dipilihnya Desa Lombang sebagai objek studi adalah:
a. Madura terbagi menjadi 2 bagian wilayah, yaitu Madura bagian barat dan Madura
bagian timur. Penelitian untuk Madura bagian timur dipusatkan pada Kabupaten
Sumenep sebagai central growth place-nya. Desa Lombang merupakan salah satu
bagian wilayah dari Kabupaten Sumenep yang merupakan pusat pertumbuhan wisata
bahari Pulau Madura.
b. Desa Lombang merupakan salah satu desa pesisir di Kabupaten Sumenep yang
memiliki karakteristik unik dibandingkan dengan desa pesisir lainnya, yaitu masih
lengkapnya elemen-elemen bangunan permukiman tradisional taneyan lanjhang pada
kawasan tersebut.
c. Besarnya pengaruh yang ditimbulkan dengan berkembangnya sektor wisata pantai di
Kabupaten Sumenep yang terkonsentrasi di Desa Lombang, mengakibatkan desa
tersebut mendapatkan pengaruh lebih besar dibandingkan desa lainnya.
Dikhawatirkan akan menggeser pola permukiman tradisional yang telah terbentuk.
d. Aksesibilitas yang cukup mudah dari ibukota Kabupaten Sumenep, yaitu dapat
ditempuh dengan menggunakan angkutan umum, sehingga mempermudah peneliti
untuk mencapai lokasi studi.
Terbentuknya sebuah permukiman dipengaruhi oleh beberapa faktor yang secara
keseluruhan dapat dilihat unsur-unsur ekistiknya. Adapun unsur-unsur ekistik pada
sebuah permukiman sebagai berikut (Doxiadis, 1968):
(1) Natural (Fisik Alami); (2) Man (Manusia); (3) Society; (4) Shell; dan (5) Network.
Sasongko (2001: II-16), menyebutkan bahwa taneyan adalah halaman yang
dikelilingi oleh rumah dan bangunan yang lain (langgar, dapur, dan kandang). Kata
pekarangan digunakan untuk tanah yang ada di sektar taneyan. Pekarangan sering
ditanami pohon buah-buahan, jagung, tanaman belukar. Kalau kompleks perumahan
tersebut terdiri dari beberapa rumah tinggal barulah disebut taneyan lanjhang (halaman
yang panjang).
Perumahan tradisional etnis Madura dalam suatu desa lebih merupakan kumpulan
dari kelompok-kelompok kecil rumah yang terpencar-pencar. Pola lingkungan yang
terbentuk menyerupai hamlet, yaitu kelompok kecil rumah-rumah petani yang terletak di
ladang-ladang pertanian luas yang dibatasi oleh pepohonan dan rumpun-rumpun bambu
serta dihubungkan oleh jalan kecil yang berliku-liku (Tjahjono et al. 1996), dan di sekitar
pekarangan rumah juga terdapat pohon-pohon, semak-semak, belukar, dan tanam-
tanaman yang membuat perumahan tersebut sebagian besar tertutup pandangan mata.
Relasi kekerabatan yang diperhitungkan pada masyarakat Sumenep adalah melalui
garis keturunan laki-laki maupun perempuan. Sistem kekerabatannya dikenal dengan
istilah bilateral tempat semua anggota kekerabatan ayah dan ibu masuk dalam kelompok
kekerabatannya (Sumintarsih et.al. 2002: 15).
Berdasar latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut: Bagaimana karakteristik pola perumahan taneyan lanjhang pada permukiman di
Desa Lombang? Serta bagaimana perubahan pola perumahan taneyan lanjhang pada
permukiman di Desa Lombang serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya?
Tujuan dari penelitian ini, adalah mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik pola
perumahan taneyan lanjhang pada permukiman di Desa Lombang, dan perubahan pola
perumahan taneyan lanjhang serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.

Metode Penelitian
Studi ini merupakan studi kasus (case study) atau studi lapangan (field study), yang
merupakan pendalaman mengenai unit sosial tertentu. Hasil studi dapat memberikan
gambaran luas serta mendalam mengenai unit sosial tertentu. Subjek yang diteliti relatif

96 arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 2, Juli 2008


terbatas, namun variabel-variabel dan fokus yang diteliti sangat luas dimensinya (Danim
2002 dalam Gardner 2008). Metode yang digunakan dalam studi ini merupakan
perpaduan antara metode deskriptif dan analitis.
Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif evaluatif.
1. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi eksisting permukiman di
Desa Lombang dengan variabel yang dibahas meliputi nature, shell, man, network
dan society. Selain itu, analisis deskriptif juga digunakan untuk menggambarkan
karakteristik perumahan taneyan lanjhang yang telah diklasifikasikan dari permukiman
yang ada dengan variabel yang akan dibahas meliputi shell, man, network dan society
(Doxiadis, 1968);
2. Analisis evaluatif yang digunakan dalam penelitian adalah teknik diakronik dan
pendekatan statistik, yaitu sebagai berikut:
ƒ Aspek diakronik yang dianalisis dikaitkan dengan perubahan kondisi fisik (waktu
dan perubahan ruang) dari pola perumahan taneyan lanjhang dari waktu ke waktu;
ƒ Selain itu digunakan pula analisis crosstabs untuk menguji signifikasi variabel-
variabel yang diduga mempengaruhi perubahan pola perumahan taneyan
lanjhang, dilanjutkan dengan analisis korelasi bivariate (metode statistik deskriptif/
SPSS) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pola
perumahan taneyan lanjhang serta besar pengaruhnya terhadap perubahan
tersebut dan menyusun rekomendasi arahan pelestarian.

Hasil dan Pembahasan


Sejarah Desa Lombang dari beberapa catatan dan keterangan yang menguatkan
tumbuhnya desa ini adalah bermula sejak jaman pemerintahan Raja Sumenep yang tidak
diketahui tahun terbentuknya, yaitu pada saat kematian Raja Sumenep yang akan
dimakamkan. Raja tersebut diangkut menuju makamnya dengan cara ditandu. ± 5 – 10
km sebelum tiba di Desa Lombang (di daerah Lapadaya dan Lapataman), mereka
beristirahat di Lapadaya, kemudian beristirahat lagi di Lapataman. Karena terlalu lelah
pada saat memasuki wilayah sekitar Desa Bungin-bungin banyak warga yang merasa
kelelahan, sehingga banyak yang mengalami kematian, kemudian dibuat lubang-lubang
untuk menguburkan mereka. Dengan banyaknya lubang-lubang tersebut akhirnya daerah
ini dinamakan Desa Lombang.

Pola penggunaan lahan di Desa Lombang (Tabel 1).

Tabel 1. Pola Penggunaan Lahan Di Desa


Lombang Tahun 2007
No. Penggunaan Lahan Luas
1. Lahan sawah
Tadah hujan 3,00 Ha
2. Lahan kering
Bangunan dan halaman 149,10 Ha
sekitarnya
Tegal, kebun dan ladang 597,11 Ha
Lainnya 22,30 Ha
TOTAL 768,51 Ha
Sumber: Profil Desa Lombang Tahun 2007

Sistem religius dan adat istiadat yang berlaku di Desa Lombang, antara lain:
1. Sistem religius

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 2, Juli 2008 97


Masyarakat Desa Lombang menganut pola kehidupan berdasarkan syariat Islam. Hal
ini bisa dilihat dari penempatan langgar pada suatu kumpulan rumah berpola taneyan
lanjhang yang menunjukkan nilai-nilai religi Islam.
2. Adat Pewarisan
Sistem waris yang berlaku di Desa Lombang didasarkan pada budaya matrilokal, yaitu
rumah orang tua menjadi hak anak perempuan. Biasanya saat sebuah keluarga
memiliki anak perempuan maka pada saat anak tersebut berusia 6 tahun, maka orang
tua harus mulai membangun rumah untuk anaknya kelak. Budaya matrilokal ini juga
terlihat saat orang tua sudah tua dan tidak bisa bekerja lagi, maka akan dirawat oleh
anak perempuannya.
3. Adat perkawinan
Jika hingga saatnya anak perempuan pada suatu keluarga menikah dan orang tua
tidak mampu membangun rumah untuk anaknya tersebut, maka orang tua harus
pindah ke dapur dan anak perempuan bersama suaminya tinggal di rumah orang tua
tersebut. Atau jika mampu, anak dan menantunya boleh pindah dari kelompok rumah
orang tua.
Sepasang suami isteri yang bercerai akan menggunakan sistem pembagian 2:1
antara laki-laki dan perempuan yang disebut njo’on mekol, artinya perempuan berhak
memperoleh 1 bagian yang ada di atas kepala, sedangkan laki-laki mendapat 2
bagian yang dapat dipikul.
4. Upacara adat
Beberapa upacara adat yang dapat ditemui di Desa Lombang, antara lain:
a. Rokat desa/ Selamatan desa;
Kegiatan ini dilakukan sebagai penghormatan terhadap desa. Biasanya dilakukan
di jalan utama desa dengan menggelar tikar dan membuat tumpeng.
b. Teloberen/ Selamatan panen;
Kegiatan ini dilakukan setiap kali sesudah masa panen dari pintu masuk menuju
ke sumur Lombang.
c. Petik laut;
Merupakan upacara tahunan yang dilakukan di pinggir pantai Lombang dengan
tujuan untuk menyelamatkan nelayan.
d. Rokat pendowo macan; dan
Merupakan prosesi adat yang dilangsungkan jika seorang wanita:
ƒ Mempunyai 1 orang anak laki-laki;
ƒ Mempunyai 2 orang anak laki-laki; dan
ƒ Mempunyai 1 orang anak perempuan.
Dengan tujuan agar anak tersebut diberikan keselamatan dan agar tidak sakit-
sakitan.
e. Upacara 7 bulanan.
Merupakan kegiatan selamatan yang dilakukan saat seorang wanita hamil 7 bulan
yang dipercaya untuk menjaga keselamatan anak dan ibunya kelak.

Umumnya rumah-rumah penduduk di Desa Lombang masih memiliki tegal dan


kebun keluarga yang biasanya ditanami tanaman-tanaman yang dapat dikonsumsi sendiri
seperti terong, cabe, pepaya, pohon kelapa, dan lain-lain. Dengan koefisien dasar
bangunan yang dimiliki rumah-rumah tersebut masih berkisar kurang dari 60% dari luas
tanah yang dimiliki dengan rata-rata memiliki ketinggian satu lantai saja (Gambar 1).

98 arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 2, Juli 2008


(a) (b)

Gambar 1. Perumahan di Desa Lombang (a) rumah


permanen; dan (b) rumah semi permanen.

Pengelolaan permukiman di Desa Lombang yang terorganisir dalam suatu pranata


sosial pada tingkatan desa atau yang lebih rendah belum tumbuh sampai pada tahapan
normatif, hanya berkembang pada tataran kebiasaan (folkways). Aturan-aturan yang
berupa norma atau peraturan tertulis pada tingkat desa belum ada sama sekali, begitu
pula sanksi dan pemegang legalitas pengembangan pola permukiman di kawasan Desa
Lombang masih belum ada. Pola perumahan pada permukiman di Desa Lombang dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu pola perumahan taneyan lanjhang (lampiran Gambar 2) dan
pola perumahan selain taneyan lanjhang/linier mengikuti jalan (lampiran Gambar 3).
Karakteristik fisik perumahan dengan pola taneyan lanjhang yang terdapat di Desa
Lombang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Berdasarkan pertimbangan metode
klasifikasi yang pernah diterapkan Jordan (1979) serta berdasarkan pertimbangan yang
dikemukakan oleh Wiryoprawiro (1986), yaitu sebagai berikut:
1. Keberadaan taneyan (halaman) panjang sebagai poros yang menghadap ke arah
kiblat (barat);
2. Rumah yang berada dalam suatu taneyan menghadap utara-selatan; dan
3. Keberadaan rumah tongghu dan langgar.
Maka kriteria penentuan tipologi pola perumahan taneyan lanjhang di Desa
Lombang berdasarkan hasil temuan, antara lain:
a. Taneyan sebagai poros yang menghadap ke arah barat;
b. Langgar (bagian paling barat taneyan);
c. Rumah kerabat yang berada dalam suatu taneyan menghadap utara-selatan;
d. Rumah tongghu (menghadap ke arah selatan);
e. Arah penambahan bangunan ( ke timur);
f. Dapur (bangunan tersendiri); dan
g. Bangunan tambahan lainnya (kamar mandi, kandang).
Hasil temuan tipologi pola susunan taneyan di Desa Lombang dapat diklasifikasikan
menjadi 5 (lima) pola perumahan, antara lain (lampiran Gambar 4):
1. Tipologi I (pola perumahan Madura asli), merupakan pola perumahan taneyan
lanjhang dengan kelengkapan rumpun taneyan berupa:
a. Ada taneyan sebagai poros yang menghadap ke arah barat;
b. Ada langgar (bagian paling barat taneyan);
c. Ada rumah kerabat yang berada dalam suatu taneyan menghadap utara-selatan;
d. Ada rumah tongghu (menghadap ke arah selatan);
e. Arah penambahan bangunan (ke timur);
f. Ada dapur (bangunan tersendiri); dan
g. Ada bangunan tambahan lainnya (kamar mandi, kandang).
2. Tipologi II, merupakan pola perumahan taneyan lanjhang yang letak rumah tongghu-
nya menyimpang (tidak menghadap ke selatan) atau arah penambahan bangunan
menyimpang (tidak ke arah timur), atau tidak memiliki bangunan dapur tersendiri
atau ketiga-tiganya, minimal dalam tipologi ini memiliki kelengkapan rumpun taneyan
berupa:
a. Ada taneyan sebagai poros yang menghadap ke arah barat;

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 2, Juli 2008 99


b. Ada langgar (bagian paling barat taneyan);
c. Ada rumah kerabat yang berada dalam suatu taneyan menghadap utara-selatan;
dan
d. Ada bangunan tambahan lainnya (kamar mandi, kandang).
3. Tipologi III, merupakan pola perumahan taneyan lanjhang yang tidak memiliki
bangunan langgar dan dapur dalam kelengkapan rumpun taneyan-nya. Adapun
kelengkapan rumpun taneyan yang dapat diamati pada pola ini berupa:
a. Ada taneyan sebagai poros yang menghadap ke arah barat;
b. Ada rumah kerabat yang berada dalam suatu taneyan menghadap utara-selatan;
c. Ada rumah tongghu (menghadap ke arah selatan);
d. Arah penambahan bangunan (ke timur);
e. Ada bangunan tambahan lainnya (kamar mandi, kandang).
4. Tipologi IV, merupakan pola perumahan taneyan lanjhang seperti kriteria tipologi
pada tipologi II, dan dalam kelengkapan rumpun taneyan-nya arah hadap rumah
tongghu yang menyimpang (tidak menghadap ke selatan dan atau arah penambahan
bangunan tidak ke arah timur). Adapun minimal kelengkapan rumpun taneyan yang
dapat diamati pada pola ini berupa:
a. Ada taneyan sebagai poros yang menghadap ke arah barat;
b. Ada rumah kerabat yang berada dalam suatu taneyan menghadap utara-selatan;
dan
c. Ada bangunan tambahan lainnya (kamar mandi, kandang).
5. Tipologi V, merupakan pola perumahan taneyan lanjhang yang rumah tongghu-nya
tidak menghadap ke selatan dan atau arah penambahan bangunannya tidak ke arah
timur. Adapun kelengkapan rumpun taneyan yang dapat diamati pada pola ini
berupa:
a. Ada taneyan sebagai poros yang menghadap ke arah barat;
b. Ada langgar (bagian paling barat taneyan);
c. Ada rumah kerabat yang berada dalam suatu taneyan menghadap utara-selatan;
d. Ada dapur (bangunan tersendiri); dan
e. Ada bangunan tambahan lainnya (kamar mandi, kandang).

Pola-pola taneyan yang ditemukan di Desa Lombang dengan jumlah sampel 32


taneyan dapat didistribusikan menurut klasifikasi pola susunan taneyan berdasarkan
kelengkapan rumpun taneyan-nya (Tabel 2).

Tabel 2. Distribusi Jumlah Perumahan


Menurut Tipologi Pola Perumahan Taneyan
Lanjhang-nya Di Desa Lombang
Pola N (Jumlah) Persentase (%)
I 8 25
II 3 9,375
III 15 46,875
IV 4 12,5
V 2 6,25
TOTAL 32 100

Karakteristik lokal pola perumahan taneyan lanjhang di Desa Lombang berdasarkan


5 elemen ekistik permukiman yang dapat ditemukan di Desa Lombang, antara lain:
1. Berdasarkan elemen nature terdapat beberapa kearifan lokal dari pola perumahan
taneyan lanjhang di Desa Lombang, antara lain:
a. Berdasarkan nature, dikemukakan oleh budayawan Madura, Edy (survey primer
2008) bahwa konsep taneyan lanjhang merupakan budaya bermukim masyarakat
Madura pada umumnya timbul karena kondisi geografis yang kurang

100 arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 2, Juli 2008


menguntungkan (kering/tandus) menyebabkan diperlukan banyak tenaga untuk
mengelola lahan tersebut, sehingga perempuan dianggap sebagai aset bagi
keluarga dalam menambah jumlah tenaga (membawa suami untuk masuk ke
dalam lingkungan keluarga perempuan karena berlakunya tradisi matrilokal). Hal
ini berlaku untuk kondisi di Desa Lombang yang ditunjukkan oleh kondisi geologi
dan jenis tanahnya yang memiliki tingkat kesuburan rendah sampai sedang dan
berlakunya tradisi matrilokal pada masyarakat Desa Lombang;
b. Kondisi kelerengan/ketinggian lahan Desa Lombang < 30% yang relatif landai
memungkinkan untuk dikembangkannya perumahan dengan pola taneyan
lanjhang yang merupakan perpaduan dari pola perumahan berkumpul dan
menggerombol dengan tersebar dan berjauhan, yang ditunjukkan oleh rumah-
rumah yang berhadap-hadapan dengan jumlah lebih dari satu, tidak terletak di
pinggir jalan besar, antara taneyan yang satu dengan lainnya terpisah cukup jauh
serta perumahan dikelilingi oleh ladang dan kebun atau tanaman liar;
c. Vegetasi yang tumbuh dan dapat dikembangkan sebagai salah satu sumber
pendapatan masyarakat Desa Lombang adalah tanaman cemara udang. Di dalam
pola perumahan taneyan lanjhang, tanaman ini dibudidayakan di tengah-tengah
taneyan (halaman);
d. Keberadaan hewan ternak berupa sapi, kerbau dan kambing di lingkungan
perumahan taneyan lanjhang menyebabkan 26 perumahan taneyan lanjhang di
Desa Lombang memiliki kandang sebagai bangunan tempat hewan ternak
tersebut; dan
e. Kondisi iklim di Desa Lombang yang panas (tropis lembab) mempengaruhi bentuk
atap pada rumah-rumah kuno di Desa Lombang yang lebih menggunakan atap
roma bangsal. Bagian atap dibuat menjulang tinggi seperti model rumah joglo di
Jawa. Namun kedua ujungnya terpotong. Pada bagian dalam (roma) terdapat
empat buah tiang (sesaka) sebagai penyangga atap rumah. Tiang-tiang itu pada
bagian atasnya dihubungkan oleh empat buah pasak (lambhang) yang membuat
rumah menjadi lebih kokoh (Gambar 5).

Gambar 5. Model rumah tradisional yang masih


dapat ditemukan pada perumahan berpola
taneyan lanjhang di Desa Lombang.

Dapat dikatakan bahwa pola guna lahan di Desa Lombang yang didominasi oleh
lahan pertanian atau tanah garapan mendukung untuk dipertahankannya pola perumahan
taneyan lanjhang.
2. Berdasarkan elemen shell, dapat ditemukan pola perumahan yang masih
mempertahankan pola perumahan asli Madura (yang terklasifikasi pada pola I) yang
terdiri dari rumah tongghu, dapur, kandang dan rumah kerabat yang menghadap ke
arah barat dengan pintu masuk berada di barat atau di timur. Pada pola lainnya telah
terjadi perubahan baik sedikit maupun banyak, yaitu pada arah hadap dan letak
bangunan, adanya bangunan tambahan, pengurangan bangunan, serta arah
penambahan bangunan.

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 2, Juli 2008 101


3. Kebutuhan network juga ditemukan pada perumahan taneyan lanjhang, kebutuhan
tersebut, terdiri dari:
- Pelayanan kebutuhan air bersih;
Kebutuhan air bersih untuk perumahan taneyan lanjhang untuk pola I sampai
dengan pola V dipenuhi dengan air sumur (sumur pompa atau menggunakan jet
pump) yang biasanya dialirkan melalui pipa air menuju kamar mandi, yang tidak
memiliki sumur sendiri dipenuhi dengan membuat jaringan berupa pipa
berdiameter ½ dim pada sumur tetangga menggunakan jet pump. Biaya listrik
yang dikeluarkan dibayar dengan iuran setiap bulannya;
- Pelayanan kebutuhan listrik;
Jaringan listrik pada perumahan taneyan lanjhang secara keseluruhan telah
dilayani oleh PLN dengan daya per rumah sebesar 450 – 900 KWh. Biaya yang
dikeluarkan dalam pemenuhan kebutuhan listrik dibayar oleh masing-masing KK;
- Kebutuhan transportasi;
Transportasi untuk perumahan taneyan lanjhang baik pola I sampai dengan pola V
masih dilayani oleh jaringan jalan yang berupa jalan tanah yang dibuat sendiri oleh
pemilik yang disebabkan oleh pola perumahan yang berada di tengah-tengah
tegalan serta belum diakses oleh jalan beraspal. Moda transportasi yang
digunakan oleh adalah angkutan umum berupa becak, pick up dan truk umum.
Kendaraan pribadi yang digunakan oleh adalah sepeda, sepeda motor, mobil, pick
up pribadi maupun truk;
- Kebutuhan komunikasi;
Kebutuhan telekomunikasi untuk masing-masing pola perumahan rata-rata telah
dipenuhi dengan adanya televisi, radio dan handphone; dan
- Pembuangan dan drainase;
Pembuangan sampah untuk perumahan dengan pola taneyan lanjhang, yaitu
dengan memisahkan antara sampah basah (sampah dapur) dan sampah kering.
Sampah basah diolah menjadi kompos ataupun makanan ternak, sedangkan
sampah kering biasanya dibakar di belakang rumah. Sanitasi pada perumahan
taneyan lanjhang sebagian rumah sudah menggunakan septic tank dan beberapa
belum menggunakan septic tank). Pelayanan kebutuhan drainase dilakukan
dengan mengalirkan air buangan ke sekitar rumah yang masih merupakan lahan
hijau (untuk resapan).
4. Elemen man pada perumahan berpola taneyan lanjhang di Desa Lombang rata-rata
dihuni oleh penduduk yang jumlahnya berkisar 9 sampai 22 orang per taneyan,
dengan mata pencaharian keluarga yang dominan masih sebagai petani.
5. Di dalam perumahan taneyan lanjhang terdapat beberapa hal terkait dengan elemen
society, antara lain:
a. Dilakukan pembagian space bagi anggota keluarga dengan maksud, antara lain:
− Menjaga norma susila dengan tidak mencampurkan anak laki-laki yang sudah
cukup dewasa dengan anak perempuan;
− Setiap keluarga atau anak yang telah berumah tangga diberikan tanggung
jawab terhadap kelangsungan hidupnya sendiri-sendiri (sudah tidak menjadi
tanggungan orang tua dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari); dan
− Anak yang belum menikah masih menjadi tanggung jawab orang tua.
b. Kegiatan religi yang tetap dipertahankan oleh masing-masing keluarga pada
perumahan berpola taneyan lanjhang antara lain, kegiatan mengaji dilakukan
setiap sore oleh anak-anak. Dilanjutkan pada malam hari setelah Maghrib dan
sebelum Isya’, dan pengajian pada hari Selasa malam ataupun kamis malam yang
diadakan secara bergiliran di rumah-rumah warga. Selain kegiatan keagamaan
berupa pengajian, pada halaman (taneyan) biasanya digelar juga upacara atau
prosesi daur hidup lainnya, seperti perkawinan, kelahiran, kematian dan upacara
kelahiran, yang semuanya didasarkan pada nilai-nilai agama Islam.

102 arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 2, Juli 2008


c. Hubungan kekeluargaan yang berlaku pada penghuni perumahan berpola taneyan
lanjhang adalah berdasarkan pada sistem kekerabatan matrilineal atau mengikuti
garis keturunan ibu.

Perubahan yang terjadi pada pola perumahan taneyan lanjhang di Desa Lombang
dapat dilihat secara diakronik yang didasarkan pada masa pemerintahan kepala desa.
1. Periode I, dimulai pada sebelum tahun 1957 yang merupakan masa tanpa
kepemimpinan kepala desa;
2. Periode II, dimulai pada tahun 1957 – 1970, yang merupakan masa kepemimpinan
Bapak Zakariyah;
3. Periode III, dimulai pada tahun 1970 – 1985, yang merupakan masa kepemimpinan
Bapak Tukimin;
4. Periode IV, dimulai pada tahun 1985 – 2004, yang merupakan masa kepemimpinan
Bapak Tukimin; dan
5. Periode V, dimulai pada tahun 2004 – sekarang, yang merupakan masa
kepemimpinan Bapak Ahmad Riyadi.
Perubahan yang diamati secara diakronik meliputi:
ƒ Fungsi dari taneyan;
ƒ Tata letak kelengkapan rumpun taneyan; dan
ƒ Fungsi dari masing-masing bangunan.
Terkait dengan variabel-variabel yang mempengaruhi perubahan secara diakronik
tersebut berdasarkan hasil analisis diakronik (Gambar 6) dapat diidentifikasi beberapa
variabel yang diduga mempengaruhi perubahan pola perumahan taneyan lanjhang di
Desa Lombang, antara lain:
1. Variabel fisik;
2. Variabel sosial budaya;
3. Variabel ekonomi (mata pencaharian dan pendapatan); dan
4. Variabel hukum.
Variabel-variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan metode pendekatan
statistik (analisis crosstabs) sehingga didapatkan hasil tabel hasil uji signifikasi variabel-
variabel yang diduga mempengaruhi perubahan pola perumahan taneyan lanjhang (Tabel
3).

Tabel 3. Hasil Uji Signifikasi Variabel-Variabel yang Diduga


Mempengaruhi Perubahan Pola Perumahan Taneyan Lanjhang
Asymp. Sig
Variabel Variabel
Pearson Chi-
Terikat Bebas
square
Perubahan Tingkat Tidak
.151
pola pendidikan ada
perumahan Mata
.001 Ada
taneyan pencaharian
lanjhang Tingkat
.009 Ada
pendapatan
Status
kepemilikan .000 Ada
rumah
Status
kepemilikan .023 Ada
pekarangan
Renovasi .010 Ada
Pengetahuan
Tidak
akan hukum .074
ada
adat
Kesadaran
masyarakat
akan .000 Ada
pelestarian

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 2, Juli 2008 103


pola
perumahan
taneyan
lanjhang
Upaya
pelestarian
pola
.000 Ada
perumahan
taneyan
lanjhang
Keterangan:
* Pedoman untuk menunjukkan tingkat signifikasi (Sugiyono, 2002):
ƒ Jika nilai Asymp. Sig Pearson Chi-square < 0,05, maka dapat disimpulkan memang ada hubungan
yang nyata
ƒ Jika nilai Asymp. Sig Pearson Chi-square > 0,05, maka dapat disimpulkan memang tidak terdapat
hubungan yang nyata

Nilai Asymp. Sig Pearson Chi-square, maka dapat disimpulkan memang ada
hubungan yang nyata antara variabel kolom (perubahan pola perumahan taneyan
lanjhang) dengan variabel baris:
ƒ Mata pencaharian;
ƒ Tingkat pendapatan;
ƒ Status kepemilikan rumah;
ƒ Status kepemilikan pekarangan;
ƒ Renovasi;
ƒ Kesadaran masyarakat akan pelestarian pola perumahan taneyan lanjhang; dan
ƒ Upaya pelestarian pola perumahan taneyan lanjhang.
Untuk variabel lainnya (tingkat pendidikan dan pengetahuan akan hukum adat) tidak
memiliki hubungan yang nyata. Pada analisis selanjutnya dua variabel yang tidak memiliki
hubungan nyata tidak akan dibahas lebih lanjut. (Tabel 4)

Tabel 4. Hasil Analisis Korelasi Bivariate Masing-Masing Variabel


Variabel Variabel Signifikasi
Korelasi
Terikat Bebas (S)
Mata Ada
0.023 S .374
pencaharian (cukup)
Tingkat S Ada
0.011 .413
pendapatan (cukup)
Status S
Ada
kepemilikan 0.000 .672
(kuat)
rumah
Status S
- Ada
kepemilikan 0.009
.425 (cukup)
pekarangan
S Ada
Perubahan Renovasi 0.009 .422
(cukup)
pola
Kesadaran S
perumahan
masyarakat
taneyan
akan
lanjhang
pelestarian Ada
0.000 .616
pola (kuat)
perumahan
taneyan
lanjhang
Upaya S
pelestarian
Ada
pola
0.000 .754 (sangat
perumahan
kuat)
taneyan
lanjhang

104 arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 2, Juli 2008


Kleterangan:
* Pedoman untuk menunjukkan tingkat signifikasi (Sarwono, 2006: 87):
ƒ Jika probabilitas < 0,05 maka hubungan kedua variabel signifikan
ƒ Jika probabilitas > 0,05 maka hubungan kedua variabel tidak signifikan.
** Pedoman untuk memberikan intepretasi koefisien korelasi (Sarwono, 2006:87):
ƒ 0 – 0,25 : korelasi sangat lemah (dianggap tidak ada)
ƒ > 0,25 – 0,5 : Korelasi cukup
ƒ > 0,5 – 0,75 : Korelasi kuat
ƒ > 0,75 – 1 : Korelasi sangat kuat

Hasil analisis korelasi bivariate (Tabel 4) diketahui bahwa faktor-faktor yang


mempengaruhi perubahan pola perumahan taneyan lanjhang di Desa Lombang, antara
lain:
1. Mata pencaharian mempengaruhi perubahan pola perumahan taneyan lanjhang
dengan korelasi cukup, artinya apabila mata pencaharian penghuni taneyan semakin
condong ada pekerjaan lain. Maka perubahan yang terjadi semakin besar, dan
apabila mata pencaharian penghuni taneyan semakin condong pada petani maka
perubahan pola perumahan taneyan lanjhang semakin kecil;
2. Tingkat pendapatan mempengaruhi perubahan pola perumahan taneyan lanjhang
dengan korelasi cukup, artinya apabila tingkat pendapatan penghuni taneyan
semakin besar maka perubahan yang terjadi semakin besar, dan apabila tingkat
pendapatan penghuni taneyan semakin kegil maka perubahan yang terjadi semakin
kecil;
3. Variabel bebas status kepemilikan rumah memiliki tingkat korelasi kuat, artinya jika
status kepemilikan rumah adalah milik sendiri (dibangun sendiri) maka tingkat
perubahannya akan lebih besar dibandingkan jika rumah tersebut adalah warisan
orang tua;
4. Untuk keterkaitan antara status kepemilikan pekarangan, terlihat bahwa korelasi yang
terjadi adalah berlawanan, maksudnya, untuk tanah yang berstatus hak milik sendiri
maka tingkat perubahannya lebih kecil dibandingkan tingkat perubahan untuk
variabel lainnya; dan
5. Pernah tidaknya dilakukan renovasi mempengaruhi perubahan pola perumahan
taneyan lanjhang dengan korelasi cukup, artinya perumahan yang pernah direnovasi
memiliki tingkat perubahan yang besar apabila dibandingkan dengan perumahan
yang tidak pernah melakukan renovasi.
6. Kesadaran masyarakat mempengaruhi perubahan pola perumahan taneyan lanjhang
dengan korelasi kuat, artinya dengan kesadaran masyarakat diperlukan untuk
menghindari terjadinya perubahan pola perumahan taneyan lanjhang, mengingat
bahwa perubahan pola perumahan taneyan lanjhang merupakan budaya lokal
masyarakat Madura yang perlu disadari keberadaannya.
7. Upaya pelestarian mempengaruhi perubahan pola perumahan taneyan lanjhang
dengan korelasi sangat kuat, artinya dengan adanya pelestarian pola perumahan
taneyan lanjhang, maka terjadinya perubahan pola perumahan taneyan lanjhang
dapat semakin diminimalisir.

Kesimpulan
Kesimpulan pada studi ini, adalah:
1. Karakteristik pola perumahan taneyan lanjhang di Desa Lombang Kabupaten
Sumenep dapat dilihat pada temuan penelitian berupa 5 (lima) macam pola
perumahan taneyan lanjhang yang dibedakan berdasarkan kelengkapan rumpun
taneyan-nya. Taneyan sendiri difungsikan sebagai pengikat antar bangunan yang
menunjukkan kekerabatan yang erat (matrilokalitas) serta sebagai orientasi dan arah
hadap bangunan.

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 2, Juli 2008 105


2. Perubahan pola perumahan taneyan lanjhang di Desa Lombang terjadi pada tiap
periode pembangunan rumah tinggal dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu, upaya
pelestarian mempengaruhi perubahan pola perumahan taneyan lanjhang dengan
korelasi sangat kuat, status kepemilikan rumah dan kesadaran masyarakat memiliki
tingkat korelasi kuat, serta mata pencaharian, tingkat pendapatan, status kepemilikan
pekarangan dan renovasi mempengaruhi perubahan pola perumahan taneyan
lanjhang dengan korelasi cukup.
Saran yang dapat diberikan untuk studi lanjutan adalah dengan membahas aspek
spasial pada perumahan taneyan lanjhang terkait dengan aspek keislaman, dan aspek
ekonomi masyarakat maupun aspek sosial budaya dalam perumahan taneyan lanjhang,
yang tidak lepas dari tuntutan perkembangan jaman dan teknologi.

Daftar Pustaka
Anggoro, A. P. 2006. Kabupaten Sumenep: Pariwisata pun butuh Inovasi.
http://zkarnain.wordpress.comT. Diakses Tanggal 26 November 2007.
Anonim. 2005. TBJ Kembangkan Seni Budaya Madura dan Jatim Selatan.
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0501/27/hib03.html. Diakses tanggal 6 Juni
2008.
Doxiadis, C. A. 1968. Ekistic, An Introduction to the Science of Human Settlements.
London: Hutchinson of London.
Gardner, B. 2008. Metode Studi Kasus (Case Study) dalam Penelitian.
http://islamkuno.com/2008/01/27/metode-studi-kasus-case-study-dalam-penelitian/.
Diakses tanggal 9 Februari 2008.
Imron, D. Z. 1998. Sketsa Madura Menjelang Industrialisasi.
http://zkarnain.tripod.com/ZWW.HTM, diakses tanggal 6 Juni 2008
Jordan, R. E. 1979. Rumah Tradisional Madura. Jakarta: Depdikbud.
Sarwono, J. 2006. Analisa Data Penelitian Menggunakan SPSS 13. Yogyakarta: Andi
Offset.
Sasongko, W. 2001. Perubahan Perumahan dan Permukiman Madura Perantauan Akibat
Pembangunan, Studi Kasus: Dusun Alas Gedhe, Gunung Buring, Kabupaten
Malang. TESIS. Tidak Diterbitkan. Surabaya: ITS.
Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Administrasi. Jakarta: Alfabeta.
Sumintarsih. 2002. Tata Krama Suku Bangsa Madura. Yogyakarta: Badan
Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata.
Tjahjono R. & Budiman A. 1996. Tradisi Membangun Dan Berhuni Dalam Arsitektur
Tradisional Madura Di Arosbaya. Malang: Jurnal Penelitian Jurusan Arsitektur
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Hlm. 2.
Wiryoprawiro, Z. M. 1986. Arsitektur Tradisional Madura Sumenep. Surabaya:
Laboratorium Arsitektural Tradisional: PTSP ITS.
Zahroni, A.2007. Mengantisipasi Dampak Negatif Industrialisasi Madura.
http://ardhianzahroni.multiply.com/journal/item, diakses tanggal 6 Juni 2008.

106 arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 2, Juli 2008


LAMPIRAN

Gambar 2. Peta persebaran perumahan


dengan pola taneyan lanjhang di Desa
Lombang.

Rumah ini digunakan juga


untuk usaha bengkel
(wirausaha)

Gambar 3. Kondisi eksisting perumahan dengan pola selain


taneyan lanjhang (linier mengikuti jalan) di Desa Lombang.

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 2, Juli 2008 107


Pola
Pola I

Pola

Pola Pola

Gambar 4. Sampel masing-masing tipologi pola perumahan taneyan lanjhang di


Desa Lombang.

108 arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 2, Juli 2008


Pintu masuk Terletak di sebelah utara
taneyan dengan arah hadap selatan Tidak terjadi
terletak di perubahan
sebelah barat untuk letak
menghadap Anak pertama ibu Bunawi telah
bangunan menempati rumah tinggal tersendiri
timur dengan R1 yang lain
maksud tidak pada
Pintu
masuk Pintu
masuk R1 R2
Musholla sebagai
M
bangunan yang
menunjukkan
konsep Islam D
M
dari perumahan
masyarakat asli
Madura terletak Terletak di sebelah selatan D
di sebelah barat menghadap utara (rumah
dengan arah
Merupakan ladang atau
kebun di sekitar perumahan Periode II (1957 – 1970)
(masih dalam satu halaman
(Sketsa perumahan tahun 1960-an)
(biasanya digunakan untuk
Periode I (tahun 1900 – 1957)
(Sketsa perumahan tahun 1940-an)

Ibu Bunawi mulai membangun rumah


tinggal untuk anak perempuannya yang

Tidak
terjadi
R1 R2 R3
perubaha
n untuk Pintu
letak masuk
bangunan
yang lain M
pada
Taneyan menjadi
D
semakin
memanjang
Periode III (1970-1985)
(Sketsa perumahan tahun 1970)

Mulai dibangun R4 untuk


Siti nantinya ketika

K
K
R1 R2 R3 R4
Pintu
masu
k
Tidak Kondisi eksisting kamar
M mandi tahun 2008
terjadi
perubaha
n untuk D
Kondisi eksisting letak
musholla tahun 2008 bangunan
yang lain
pada Pembangunan kamar mandi
b di posisi paling timur dari

Periode IV – V (tahun 1985 – sekarang)

Gambar 6. Salah satu sketsa perubahan diakronik pola perumahan taneyan


lanjhang (Pola I)

Copyright © 2008 by Antariksa

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 2, Juli 2008 109

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai