Laporan Peretasan Biji

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM III

PERETASAN BIJI

Oleh

DEA AZHAR
NIM. 2021310633
KELOMPOK II

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BULUKUMBA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkecambahan merupakan tahap awal perkembangan suatu tumbuhan,
khususnya tumbuhan berbiji. Dalam tahap ini, embrio di dalam biji yang semula
berada pada kondisi dormansi mengalami sejumlah perubahan fisiologis yang
menyebabkan embrio berkembang menjadi tumbuhan muda. Tumbuhan muda
ini dikenal sebagai kecambah (Nurfiana, 2017).
Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari
perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Tahap pertama suatu
perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih. Tahap
kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya
tingkat respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian
bahanbahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang
melarut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi
dari bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerah yang mudah
menggandakan atau membelah diri (meristematik) untuk menghasilkan energi
bagi pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima
adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran
dan pembagian sel sel pada titik tumbuh (Nurfiana, 2017).
Biji dapat diartikan sebagai suatu ovule atau bakal tanaman yang masak
yang mengandung suatu tanaman mini atau embrio yang terbentuk dari
bersatunya sel-sel generative yaitu gamet jantan dan betina di dalam kandung
embrio, serta cadangan makanan yang mengelilingi embrio. Sedangkan benih
merupakan biji tumbuhan yang digunakan oleh manusia untuk tujuan
penanaman atau budidaya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
perkecambahan benih adalah media perkecambahan. Pada beberapa benih
tertentu, substrat perkecambahan dapat menyebabkan benih menjadi dorman
(Lail, 2016).
Berdasarkan uraian di atas hal ini lah yang melatarbelakangi praktikum
peretasan biji pada mata kuliah Tanaman Makanan Ternak (Agrostologi).
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum peretasan biji yaitu untuk mengetahui dan
memahami cara-cara yang lazim dilakukan pada skarifikasi, agar dapat
menentukan dan melakukan skarifikasi sesuai dengan kondisi benihnya dan
untuk mengetahui cara meningkatkan proses perkecambahan benih dan
meningkatkan presentasi kecambah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Lamtoro (Leucaena leucocephala)


Lamtoro (Leucaena leucocephala) atau petai cina merupakan tanaman
serba guna yang termasuk tanaman kacang-kacangan, termasuk jenis hijauan
makan ternak yang tergolong dalam leguminosa berbentuk pohon dan dapat
tumbuh dengan tinggi pohon 8-15 m serta berumur tahunan (17-32 tahun).
Tanaman ini tersebar luas di seluruh pelosok pedesaan dan mudah tumbuh
hampir disemua tempat yang mendapat curah hujan cukup. Perbanyakan
tanaman tersebut dilakukan secara generatif (biji) dan vegetatif (batang, daun,
stek, okulasi dan cangkok). Lamtoro menyukai iklim tropis yang hangat (suhu
harian 25-30°C), dengan ketinggian di atas 1000 m. Tanaman ini cukup tahan
kekeringan, tumbuh aik di wilayah dengan kisaran curah hujan antara 650-3.000
mm (optimal 800-1.500 mm) pertahun, akan tetapi termasuk tidak tahan
genangan (Nurfiana, 2017).
Menurut Laconi dan Widiastuti (2010) klasifikasi tanaman lamtoro
(Leucaena Leucochepala) adalah sebagai berikut:
Kindom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Family : Fabaceae
Subfamily : Papilionaceae
Genus : Leucaena
Spesies : Leucanena leucocephala
Lamtoro (Leucena leucocephala) merupakan salah satu leguminosa
pohon yang mengandung protein tinggi dan karotenoid yang sangat potensial
sebagai pakan ternak non ruminansia seperti unggas di daerah tropis. Tanaman
lamtoro menghasilkan bahan kering sebesar 6–8 ton per hektar per tahun atau
sekitar 20-80 ton bahan segar dan kandungan protein kasar hijauan lamtoro
cukup tinggi berkisar 25%–30% (Laconi dan Widiastuti, 2010).
Komposisi asam amino daun lamtoro hampir seimbang dengan tepung
ikan, kecuali lisina dan metionina yang lebih rendah, karena daun lamtoro
mengandung mimosin sebagai asam amino beracun. Apabila dibandingkan
dengan bungkil kacang kedelai, kecuali asam glutamat, kandungan asam amino
lainnya cukup seimbang. Daun lamtoro merupakan sumber vitamin A dengan
kandungan β-karoten tinggi dan mempunyai kandungan xantofil lebih tinggi
dibandingkan jagung kuning sebagai sumber pigmentasi pada kulit dan kuning
telur unggas. Dedaunan leguminosa pohon banyak mengandung senyawa
fenolik dalam konsentrasi yang tinggi, khususnya tanin dan mimosin seperti
halnya daun lamtoro (Laconi dan Widiastuti, 2010).
B. Skarifikasi
Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perlakuan
awal pada benih yang ditujukan untuk mematahkan dormansi dan mempercepat
terjadinya perkecambahan benih yang seragam. Skarifikasi (pelukaan kulit benih)
adalah cara untuk memberikan kondisi benih yang impermeabel menjadi
permeabel melalui penusukan;pembakaran, pemecahan, pengikiran, dan
penggoresan dengan bantuan pisau, jarum, pemotong kuku, kertas, amplas, dan
alat lainnya (Juhanda dkk., 2013).
Dormansi adalah keadaan ketika benih tidak dapat berkecambah
walaupun telah berada dalam lingkungan yang mendukung. Hal ini terjadi karena
benih mengeluarkan zat yang mencegah benih untuk berkecambah. Dormansi
merupakan suatu mekanisme pertahanan diri agar benih dapat bertahan hidup
ketika mengalami kondisi yang kurang menguntungkan seperti kemarau tahunan,
kebakaran, serangan serangga maupun penyakit (Purnomosidhi, 2013).
Dormansi diklasifikasikan dalam berbagai cara dan tidak ada sistem yang
berlaku secara universal. Secara umum tipe-tipe dormansi dapat dikelompokan
menjadi :1) Embrio yang belum berkembang: 2) Dormansi mekanis; 3) Dormansi
fisik; 4) Zat-zat penghambat; 5) Dormansi cahaya; 6) Dormansi suhu; 7)
Dormansi gabungan (Simatupang, 2014).
Dormansi benih dapat dibedakan atas beberapa tipe dan kadang-kadang
satu ienis benih memiliki lebih dari satu tipe dormansi. Dormansi dapat
dibedakan menjadi dua yaitu dormansi embrio, dormansi kulit benih dan
dormansi kombinasi keduanya. Dormansi dapat dipatahkan dengan perlakuan
pendahuluan untuk mengaktifkan kembali benih yang dorman (Yuniarti, 2015).
Perlakuan fisis merupakan perlakuan yang dilakukan terhadap benih
dengan memberi tindakan yang bersifat fisis. Perlakuan fisis misalnya dapat
dilakukan dengan uji perendaman air mngalir atau dengan perendaman air
panas terhadap benih atau dengan perlakuan temperatur tertentu (Nurfiana,
2017).
Perlakuam mekanis pada kulit biji, dilakukan dengan cara penusukan,
penggoresan, pemecahan, pengikiran dan pembakaran, dengan bantuan pisau,
jarum, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk
mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih di tangani secara manual, dapat
diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya
semua benih di buat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah
radikal tidak rusak (Armansyah, 2011).
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk
memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan kulit
biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat
seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji lebih menjadi
lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah (Nurfiana, 2017).
C. Germination (Perkecambahan)
Perkecambahan merupakan proses fisiologis pada awal pertumbuhan
dan perkembangan jaringan biji menjadi tumbuhan baru yang diawali dengan
proses imbibisi air ke dalam biji hingga tumbuhnya radikula dan plumula biji. Air
yang terimbibisi ke dalam biji menstimulasi aktivasi dan sintesis hormon giberelin
(GA) dan auksin kemudian mengaktivasi dan memicu sintesis enzim-enzim
hidrolitik biji pada lapisan aleuron. Enzim hidrolitik tersebut memecah komponan-
komponen gizi kompleks untuk sumber energi pada proses metabolisme biji.
Perkecambahan pada benih dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
diantaranya adalah ketersediaan air pada medium, temperatur/suhu, oksigen dan
cahaya (Moongngarm and Saetung, 2010).
Perkecambahan epigeal adalah perkecambahan yang menghasilkan
kecambah dengan kotiledon terangkat ke atas permukaan tanah. Dalam proses
perkecambahan, setelah radikel menembus kulit benih, hipokotil memanjang
melengkung menembus ke atas permukaan tanah. Kemudian hipokotil
meluruskan diri dan dengan cara demikian kotiledon yang masih tertangkup
tertarik ke atas permukaan tanah juga. Selanjutnya kotiledon membuka dan daun
pertama muncul ke udara. Beberapa saat kemudian, kotiledon meluruh dan jatuh
ke tanah. Salah satu contoh benih dengan perkecambahan epigeal adalah
lamtoro (Widiyanti, 2015).
Terdapat dua tipe perkecambahan awal dari suatau kecambah tanaman,
yaitu: Tipe epigeal (epigeous) dimana munculnya radikula diikuti dengan
pemanjangan hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan
plumula ke atas permukaan tanah. Tipe hypogeal (hypogeaus), dimana
munculnya radikula diikuti dengan pemanjangan plumula, hipokotil tidak
memanjang ke atas permukaan tanah, sedangkan kotiledon tetap tingal di dalam
kulit biji di bawah permukaan tanah (Nurfiana, 2017).
Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari
perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Tahap pertama suatu
perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih,
melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua dimulai
dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi
benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan
seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan
ditranslokasikan ke titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-
bahan yang telah diuraikan tadi di daerah yang mudah menggandakan atau
membelah diri (meristematik) untuk menghasilkan energi bagi pembentukan
komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan
dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian selsel
pada titik tumbuh. Sementara daun belum dapat berfungsi sebagai organ untuk
fotosintesa maka pertumbuhan kecambah sangat tergantung pada persediaan
makanan yang ada dalam biji (Nurfiana, 2017).
D. Skarifikasi Secara mekanis
Teknik skarifikasi pada berbagai jenis benih harus disesuaikan dengan
keadaan kulit biji. Adapun Perlakuam mekanis pada kulit biji, dilakukan dengan
cara penusukan, penggoresan, pemecahan, pengikiran dan pembakaran,
dengan bantuan pisau, jarum, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling
efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih di tangani secara
manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada
hakekatnya semua benih di buat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil,
asal daerah radikal tidak rusak (Armansyah, 2011).
Skarifikasi atau penggoresan mencakup cara-cara seperti mengikir atau
menggosok kulit biji dengan kertas ampelas, melubangi kulit biji dengan pisau.
Perlakuan impaction (goncangan) untuk benih-benih yang memiliki sumbat
gabus. Dimana semuanya agar kulit biji lebih permeabel terhadap air dan gas
(Lail, 2016).
Skarifikasi bertujuan untuk mengubah kondisi benih yang impermeabel
menjadi permeabel. Skarifikasi mekanis dapat dilakukan dengan penusukan,
pembakaran, pemecahan, pengikiran, dan penggoresan dengan pisau, jarum,
pemotong kuku, kertas, amplas, dan alat lainnya (Rosdiana, 2020).
Pengaruh penggunaan perlakuan mekanis dipergunakan untuk
memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik
terhadap air atau udara. Skarifikasi: mengikir atau menggosok kulit biji dengan
kertas amplas, melubangi kulit biji dengan pisau, menggoncang benih untuk
benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Hal ini bertujuan untuk melemahkan
biji yang keras, sehingga lebih permeabel terhadap air atau udara (Cahyadi,
2012).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

A. Tempat dan Waktu Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan di laboratorium peternakan kampus 1
Universitas Muhammadiyah Bulukumba, pada hari kamis 24 November sampai
kamis 15 Desember 2022.
B. Materi Praktikum
1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu alat tulis, amplas, cawan
petri, gelas kimia, jarum pentul, kamera, kapur ajaib, pinset, pipet tetes,
pisau/cutter dan wadah.
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu air, biji lamtoro ± 160 biji,
kapas dan label.
C. Metode Praktikum
Melakukan penyortiran dengan merendam biji lamtoro lalu mendiamkan
± 1 menit. Memisahkan biji yang terapung dam mengambil biji yang tenggelam
untuk melakukan perlakuan. Menyiapkan 160 biji lamtoro yang berkualitas baik.
Memisahkan masing-masing 40 biji untuk perlakuan gores, jarum, pemotongan
atau pisau, dan 40 biji untuk kontrol (tanpa perlakuan). Tiap perlakuan terdiri 4
tempat/wadah peretasan biji dengan setiap wadah terdiri 10 biji lamtoro. Untuk
pelakuan biji, menggores biji lamtoro pada bagian ujung runcing biji
menggunakan kertas gosok. Memotong pada bagian bawah biji dengan pisau ±
1,5 mm. Menusuk pada bagian tengah biji hingga tembus menggunakan jarum
pentul.
Masing-masing biji, baik tanpa perlakuan (kontrol) dan yang telah
memberi perlakuan. Menyimpan pada cawan petri yang telah terdapat kapas lalu
meneteskan air sebanyak 5 ml. Menulis nama perlakuan pada label lalu
menempelkan pada cawan petri. Menyimpan selama ± 1 bulan dan melakukan
penyiraman biji pada pagi hari dan sore hari. Menggoreskan kapur ajaib untuk
menghindarkan biji dari semut. Mencatat jumlah biji yang berkecambah tiap hari.
D. Analisis Data
Persentase Daya Kecambah = Jumlah biji berkecambah × 100%
Jumlah biji keseluruhan yang di uji

Tinggi Kecambah = N1+N2+N3 × 100%


Jumlah biji yang berkecambah
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 4. 1. Perkecambahan
Perlakuan

Kontrol Amplas
Waktu
1 2 3 4 1 2 3 4 Jarum Pisau
Pengamatan
1 2 3 4 1 2 3 4

Hari 1 - - - - 6 2 3 3  - - - -  3 2 - -
1
Hari 2 - - - - 8 2 3 3  1 - 2  3 3 1 2
1
Hari 3 - - - - 9 2 3 3  1 - 3  3 3 2 4
9 1 1
Hari 4 - - - - 2 3 3  1 3  4 3 2 4
9 1 1 5
Hari 5 - - 1 - 2 6 3 2 4 5 4 2
9 1 1 5 4 5
Hari 6 - - 1 - 2 6 3 2 4 2
1 9 1 1 5 4 5
Hari 7 - - - 2 6 3 2 4 2
1 9 1 1 5 4 5
Hari 8 - - - 2 6 3 2 4 2
1 9 1 1 5 4 5
Hari 9 - - - 2 6 3 2 4 2
1 9 1 1 5 4 5
Hari 10 - - - 2 6 3 2 4 2
1 9 1 1 5 4 5
Hari 11 - - - 2 6 3 2 4 2
1 9 1 1 5 4 5
Hari 12 - - - 2 6 3 2 4 2
1 9 1 1 5 4 5
Hari 13 - - - 2 6 3 2 4 2
1 9 1 1 5 4 5
Hari 14 - - - 2 6 3 2 4 2
1 9 1 1 5 4 5
Hari 15 - - - 2 6 3 2 4 2
1 9 1 1 5 4 5
Hari 16 - - - 2 6 3 2 4 2
1 9 1 1 1 5 4 5
Hari 17 - - - 2 6 3 3 2
1 9 1 1 1 5 4 1
Hari 18 - - - 2 6 2 3 3
1 9 1 1 1 5 4 1
Hari 19 - - - 2 6 2 3 3
1 9 1 - 1 5 4 1
Hari 20 - - - 2 6 2 3 3
1 9 1 - 1 5 4 1
Hari 21 - - - 2 6 2 3 3
1 9 1 - 1 5 4 1
Hari 22 - - - 2 6 2 3 3
1 9 1 - 1 5 4 1
Hari 23 - - - 2 6 2 3 3
1 9 1 - 1 5 4 1
Hari 24 - - - 2 6 2 3 3
1 9 1 - 1 5 4 1
Hari 25 - - - 2 6 2 3 3
1 1 - 1 5 4 1
Hari 26 - - - 7 2 6 2 3 3
1 1 - 1 5 4 1
Hari 27 - - - 7 2 3 2 3 3
1 1 - 1 5 4 1
Hari 28 - - - 7 2 2 2 3 3
24
Rata-rata - - -

% daya Kecambah -  - 0,24 -


Sumber : Data Hasil Praktikum Ilmu Tanaman Makanan Ternak, 2022.
Tabel 4. 2. Tinggi Kecambang (cm)
Perlakuan Tinggi Kecambah (cm)
Kontrol Amplas Jarum Pisau
Benih 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
- 3, - - - - - - - - - 6 - - -
1 - 5
2 - - - - - 4 - - - - - - - - - 4
3 - - - - - - - - - - - - - - - -
4 - - - - - - - - - - - - - - - -
5 - - - - - - - - - - - - - - - -
6 - - - - - - - - - - - - - - - -
7 - - - - - - - - - - - - - - - -
8 - - - - - - - - - - - - - - - -
9 - - - - - - - - - - - - - - - -
10 - - - - - - - - - - - - - - - -
- - 3, - - 4 - - - - - - 6 - - 4
Rata-rata 5
% tinggi Kecambah - - - - - - - - - - - -
Sumber : Data Hasil Praktikum Ilmu Tanaman Makanan Ternak, 2022.
B. Pembahasan
Berdasarkan praktikum tabel yang telah dilakukan diperoleh hasil pada
tabel 4.1 perkecambahan. Perlakuan kontrol 1, 2 dam 4 terjadi dormansi pada
semua biji sedangkan pada kontrol 3 terdapat 1 biji yang berkecambah pada hari
ke-5 dan biji lainnya mengalami dormansi. Perlakuan kontrol hanya 1 biji yang
berkecambah karena kulit biji lamtoro agak keras sehingga air tidak mudah
menyerap kedalam biji sehingga tidak terjadi perkecambahan. Hal ini sesuai
dengan pendapat mongngarm dam saetung (2010) yang menyatakan bahwa
dalam perkecambahan merupakan proses fisiologis pada awal pertumbuhan dan
perkembangan jaringan biji menjadi tumbuhan baru yang diawali dengan proses
imbisisi air kedalam biji hingga tumbuhnya radikula dan plamula biji. Air yang
terimbibisi kedalam biji menstimulasi aktivasi dan sintesis hormon giberelin (GA)
dan akan kemudian mengaktivasi dan memicu sintesis enzim hidrolitik biji pada
lapisan aleuron.
Berdasarkan hasil praktikum pada perlakuan amplas 1,2,3 dan 4 masing-
masing terdapat biji lamtoro yang berkecambah dan juga sudah ada biji yang
berkecambah pada setiap wadah di hari ke 1, pada perlakuan amplas dengan
menggosok bagian ujung biji agar mempermudah air terimbibisi ke dalam biji. Hal
ini sesuai dengan pendapat Lail (2016) yang menyatakan bahwa skarifikasi atau
penggoresan mencakup cara-cara seperti mengikir atau menggosok kulit biji
dengan kertas amplas, perlakuan ipmaction (goncangan) untuk benih-benih yang
memiliki sumbat gabus, dimana semuanya agar kulit biji lebih permeabel
terhadap air dan gas.
Berdasarkan perkecambahan secara mekanis dengan perlakuan tusuk
sedikit lebih baik berkecambah dari kontrol karena pada setiap wadah atau
cawan yang terdapat perlakuan tusuk berkecambah di hari ke 2 dan 3 karena
menusuk pada bagian tengah biji dengan hati-hati agar daerah radikal tidak
rusak dan membantu mempercepat perkecambahan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Armansyah (2011) yang menyatakan bahwa teknik skarifikasi pada
berbagai jenis benih harus disesuaikan dengan keadaan kulit biji. Adapun
perlakuan mekanis pada kulit biji dilakukan dengan cara penusukan adalah cara
yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik, pada hakikatnya semua benih
dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah radikal tidak
rusak.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan perkecambahan secara
mekanis pada perlakuan pisau dengan mengiris bagian bawah biji ada yang
berkecambah di hari ke 1 dan 2 serta lebih efektif dari perlakuan tusuk dengan
menggunakan jarum karena tidak merusak bagian tengah biji dan hanya
memotong sedikit kulit biji bagian bawah dan mempermudah air untuk terimbibisi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Nurfiana (2017) yang menyatakan bahwa teknik
skarifikasi pada berbagai jenis biji harus di sesuaikan dengan keadaan kulit biji.
Adapun perlakuan skarifikasi yang dapat dilakukan adalah perlakuan fisis,
perlakuan mekanis dan perlakuan secara kimiawi.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, biji lamtoro memiliki kulit
yang keras dan sulit untuk air terimbibisi kedalam biji dan agar dapat
mematahkan dormansi fisik pada biji lamtoro sehingga dilakukan perkecambahan
secara mekanis dengan menggunakan 3 perlakuan yaitu perlakuan gosok
menggunakan amplas, menusuk biji menggunakan jarum dan memotong bagian
bawah kulit biji menggunakan pisau. Hal ini sesuai dengan pendapat Armansyah
(2011) yang menyatakan bahwa perlakuam mekanis pada kulit biji, dilakukan
dengan cara penusukan, penggoresan, pemecahan, pengikiran dan
pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kertas gosok, atau lainnya adalah
cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih di
tangani secara manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan
ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih di buat permeabel dengan resiko
kerusakan yang kecil, asal daerah radikal tidak rusak.
Berdasarkan praktikum perkecambahan yang dilakukan pada perlakuan
secara mekanis masih banyak biji yang mengalami dormansi karena di sebabkan
oleh beberapa faktor yaitu cahaya dan penyiraman, sehingga embrio dalam biji
tidak berkembang. Hal ini sesuai dengan pendapat Simatupang (2014) yang
menyatakan bahwa dormansi diklasifikasikan dalam berbagai cara dan tidak ada
sistem yang berlaku secara universal, secara umum tipe-tipe dormansi dapat
dikelompokan menjadi embrio yang belum berkembang, dormansi mekanis,
dormansi fisik, zat-zat penghambat, dormansi cahaya, dormansi suhu, dormansi
gabungan.
Berdasarkan praktikum yang di lakukan didapat hasil bahwa biji lamtoro
berkecambah dimulai dengan muncul radikel dari biji lalu hipokotil memanjang
selang beberapa hari kulit biji akan jatuh ke kapas yang terdapat kecawan petri
setelah terbentuk daun sehingga lamtoro dapat di katakan perkecambahan
epigel. Hal ini sesuai dengan pendapat Widiyanti (2015) yang menyatakan
bahwa perkecambahan epigeal adalah perkecambahan yang menghasilkan
kecambah dengan kotiledon terangkat ke atas permukaan tanah. Dalam proses
perkecambahan, setelah radikel menembus kulit benih, hipokotil memanjang
melengkung menembus ke atas permukaan tanah. Kemudian hipokotil
meluruskan diri dan dengan cara demikian kotiledon yang masih tertangkup
tertarik ke atas permukaan tanah juga. Selanjutnya kotiledon membuka dan daun
pertama muncul ke udara. Beberapa saat kemudian, kotiledon meluruh dan jatuh
ke tanah. Salah satu contoh benih dengan perkecambahan epigeal adalah
lamtoro.
Berdasarkan praktikum perkecambahan yang telah dilakukan yaitu biji
dapat berkecambah apabila air dan udara dapat menembus kulit dan masuk ke
dalam biji sedangkan biji lamtoro memiliki kulit yang keras sehingga digunakan
perlakuan mekanis untuk memecahkan dormansi fisik tersebut agar kulit biji lebih
permeabel terhadap air dan udara. Hal ini sesuai dengan pendapat Cahyadi
(2012) yang menyatakan bahwa pengaruh penggunaan perlakuan mekanis
dipergunakan untuk memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh
impermeabilitas kulit biji baik terhadap air atau udara.
Berdasarkan skarifikasi mekanis yang dilakukan pada perlakuan amplas,
jarurm, pisau dan kontrol, jika dilihat persentase dan rata rata biji yang
berkecambah yaitu lebih tinggi pada perlakuan amplas 1 dengan persentase
kecambah 24,2% sedangkan yang paling rendah yaitu pada kontrol 1, 2 dan 4
tidak ada yang tumbuh dan kontrol 3 persentase kecambah 0,24% dan pada
perlakuan jarum 2 persentase kecambah 1,6%, karena pada perlakuan amplas di
gosok pada ujung biji bagian runcing sedangkan radikula menembus biji pada
bagian ujung runcing sehingga didapat persentase kecambah yang paling tinggi
berada pada perlakuan amplas. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurfiana (2017)
yang menyatakan bahwa perkecambahan tipe epigeal (epigeous) dimana
munculnya radikula diikuti dengan pemanjangan hipokotil secara keseluruhan
dan membawa serta kotiledon dan plumula ke atas permukaan tanah.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat di tarik kesimpulan yaitu pada biji
lamtoro memiliki kulit yang keras sehingga di lakukan skarifikasi secara mekanis
agar kulit biji lebih permeabel terhadap air dan udara, serta faktor yang
mempengaruhi perkecambahan yaitu penyediaan air atau penyiraman serta
cahaya. Perlakuan amplas sangat efektif digunakan karena persentase
kecambah lebih tinggi.
B. Saran Untuk Laboratorium
Saran saya yaitu agar penyediaan pendingin ruangan atau AC di
laboratorium peternakan dapat terealisasi demi kelancaran praktikum serta
kenyamanan praktikan serta kakak asisten maupun dosen yang bertugas.
DAFTAR PUSTAKA

Armansyah, H. 2011. Macam-macam Metode Skarifikasi Pada Biji Tanaman.


Semarang: Penebar Swadaya

Cahyadi F. 2012. Pengujian Germinasi Biji Lamtoro (Leucaena Leucocephala)


Dengan Perlakuan Air Panas. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas
Brawijaya Malang

Juhanda., Nurmiaty Y & Ermawati. 2013. Pengaruh Skarifikasi Pada Pola Imbibisi
Dan Perkecambahan Benih Saga Manis (Abruss precatorius L.). Jurnal
Agrotek Tropika, 1(1):45-49

Lail, N. 2016. Dormansi Biji. Skripsi. Universitas Sumatera Utara

Laconi, E.B & Widiastuti,T. 2010.Kandungan Xantofi l Daun Lamtoro (Leucaena


leucocephala) Hasil Detoksikasi Mimosin Secara Fisik dan Kimia. Media
Peternakan, Vol.30,No.1:50-54

Moongngarm, A dan Saetung, N. 2010.Perbandingan komposisi kimia dan


Senyawa bioaktif dari kecambah kasar Beras dan beras merah. Kimia
Pangan, 122(3): 782–788.

Nurfiana, R. 2017. Pengaruh Lama Waktu Skarifikasi Terhadap Perkecambahan


Biji Lamtoro Sebagai Pakan Ternak. Skripsi. Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar
Purnomosidhi, A. 2013. Pengaruh Perlakuan Pematahan Dormansi Terhadap
Daya Berkecambah Benih Dan Pertumbuhan Awal Bibit Dua Varietas
Padi(Oryza Sativa L.). Skripsi. Universitas Jember

Rosdiana. 2017. Pengaruh Berbagai Jenis2 Skarifikasi Terhadap


Perkecambahan Beni Saga. Jurnal Warta Rimba, Vol. 8 No. 2

Simatupang. B. 2014. Teknik Pematahan Dormansi Benih Gaii ITRI (Elaeocarpus


ganitrus Roxb)

Widiyanti, D. 2015. Pengaruh Berbagai pH Terhadap Perkecambahan Lamtoro


(Leucaena Leucocephala). Jurnal Pengetahuan Lingkungan, Vol.1(1):1-8

Yuniarti, N. 2015. Teknik pematahan dormansi untuk mempercepat


perkecambahan benih kourbaril (Hymenaea courbaril). Skripsi.
Universitas Negeri Semarang

Anda mungkin juga menyukai