Laprak Hidrolisis - Kelompok 7 - 1b Tki

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS ORGANIK

SINTESIS HIDROLISIA PATI (STARCH)


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Dalam Menempuh Mata Kuliah
Praktikum Sintesis Organik Anorganik

Dosen Pembimbing
Roni Pasonang S, S.T., M.Eng

Disusun Oleh

Retty Nur Hijriah 221411059

Rizky Fauzan 221411060

Rizqika Mutmainnah 221411061

Salma Atikafaza Arvienha 221411062


Kelompok 7
Kelas 1B TKI

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Jl. Gegerkalong Hilir, Ciwaruga, Kec. Parongpong, Kabupaten Bandung Barat
2023
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan praktikum ini adalah:
1. Memahami karakteristik reaksi hidrolisis pati, kondisi operasi proses, rangkaian
peralatan proses dan penanganannya yang tepat.
2. Melakukan tahapan-tahapan proses hidrolisis.
3. Menentukan konsentrasi glukosa hasil hidrolisis secara kualitatif.

II. DASAR TEORI


2.1. LATAR BELAKANG
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk
dunia, khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang. Walaupun
jumlah kalori yang dihasilkan oleh satu gram karbohidrat hanya 4 kkal bila
dibandingkan dengan protein dan lemak, karbohidrat adalah sumber kalori yang
murah. Selain itu beberapa golongan karbohidrat menghasilkan serat-serat fiber
(dietry fiber) yang berguna bagi pencernaan (Winarno, 1992).
Disamping merupakan sumber energi bagi mahkluk hidup, senyawa-senyawa
karbohidrat memiliki kegunaan yang luas dalam bidang industri. Misalnya dalam
pembuatan serat kain untuk pakaian, kertas film, industri fermentasi, industri
gula, dan sebagainya.
Karbohidrat juga mempunyai peranan penting dalam menentukan
karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur dan lain-lain.
Sebagian besar karbohidrat dalam tubuh manusia diperoleh dari bahan makanan
yang dimakan sehari-hari, terutama yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Berbagai polisakarida seperti pati, banyak terdapat dalam serelia dan umbi-
umbian. Selama proses pematangan, kandungan pati berubah menjadi gula
pereduksi sehingga menimbulkan rasa manis.
Pada umumnya, karbohidrat dikelompokkan menjadi monosakarida (terdiri
dari 5-6 atom C), oligosakarida (merupakan polimer dari 2-10 monosakarida) dan
polisakarida (merupakan polimer yang terdiri dari lebih 10 monosakarida)
(Winarno, 1992).
A. Pati
Pati adalah senyawa yang mengandung karbohidrat, dan banyak
ditemukan pada tanaman. Senyawa ini merupakan salah satu sumber
makanan yang disimpan oleh tanaman di akar, biji, daun, buah, dan batang.
Pati merupakan suatu polimer glukosa dengan rumus umum (C6H12O5)n
dimana setiap unitnya dihubungkan dengan ikatan α-1,4-glikosida dan ikatan
α-1,6-glikosida. Pati terdiri atas dua polimer yang berlainan, dapat
dipisahkan menjadi dua fraksi utama berdasarkan kelarutannya bila dibubur
(triturasi) dengan air panas, yaitu sekitar 17-30% amilosa dan 70-83%
amilopektin. Perbedaan antara dua jenis struktur polimer penyusun pati
tersebut terletak pada jenis ikatan glikosida.
Amilosa adalah suatu polimer rantai lurus, terbentuk dari 250 atau lebih
monomer glukosa yang dihubungkan dengan ikatan α-1,4-glikosida.
Hidrolisis lengkap amilosa hanya menghasilkan D-glukosa, namun hidrolisis
partial juga menghasilkan maltosa. Molekul amilosa membentuk spiral di
sekitar molekul I2, sehingga akan timbul warna biru dari antaraksi antara
keduanya. Warna ini menjadi dasar uji iod untuk pati (Fessenden, 1992).
Amilosa merupakan komponen pati yang menentukan sifat gelatin pati.
Semakin banyak komposisi amilosa di dalam pati maka pati akan semakin
sulit larut di dalam air. Hal ini disebabkan karena amilosa memerlukan
temperatur yang relatif tinggi (120oC) untuk proses dispersinya. Struktur
amilosa dapat dilihat pada Gambar 1.
Amilopektin adalah suatu polisakarida rantai bercabang, terbentuk dari
1000 monomer glukosa atau lebih yang dihubungkan dengan ikatan α-1,4-
glikosida dan percabangannya. Percabangan dalam amilopektin terjadi setiap
25 monomer glukosa. Ikatan dalam titik percabangan adalah α-1,6-glikosida.
Hidrolisis lengkap amilopektin hanya menghasilkan D-glukosa, namun
hidrolisis partial menghasilkan campuran maltose dan isomaltosa yang
berasal dari percabangannya. Selain itu, juga dihasilkan dekstrin, suatu
oligosakarida yang biasa digunakan untuk membuat lem, pasta dan kanji
tekstil (Fessenden, 1992). Amilopektin merupakan komponen yang memiliki
komposisi terbesar dalam pati.
Amilopektin adalah komponen pati yang menentukan struktur granula
dari tepung. Komponen ini cukup stabil di dalam air dan membentuk gel yang
sangat lunak dan encer dengan mengabsorpsi air kecuali pada konsentrasi
yang tinggi (Alamsyah, 2007). Struktur amilopektin dapat dilihat pada
Gambar 2.

Komposisi kedua komponen ini berbeda-beda pada setiap tanaman.


Perbedaan komposisi inilah yang menentukan sifat fisik dan kimia pada pati
(Alamsyah, 2007). Komposisi amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada
Tabel 1. Perbandingan amilosa dan amilopektin berpengaruh terhadap suhu
gelatinasi, viskositas pasta pati dan pencernaan α-amilase (Puspitasari,
2011).
Tabel 1. Komposisi Amilosa dan Amilopektin
Properti Amilosa Amilopektin
Struktur Lurus Bercabang
Ikatan α-1,4 α-1,4 dan α-1,6
Panjang rantai ~103nm 20-25nm
rata-rata
Derajat ~103 104-105
Polimerisasi
Kompleks Biru(~650 nm) Ungu − coklat (~550 nm)
dengan iod
Produk Maltotriosa, Glukosa, Gula pereduksi (sedikit)
Hidrolisis maltosa, Oligosakarida Oligosakarida (dominan)
Sumber : Waktya Jati (2006)
B. Hidrolisis
Hidrolisis adalah pemecahan suatu senyawa kimia menjadi dua atau lebih
senyawa sederhana dengan cara mereaksikannya dengan air (Science
Dictionary, 2005).

Reaksi hidrolisis pati berlangsung menurut persamaan reaksi sebagai


berikut:
(C6H10O5)n + 1/2H2O → 1/2n(C12H22O11)
Pati Maltosa
1/2n(C12H22O11) +1/2nH2O → 1/2n(C6H12O6)
Maltosa Glukosa

Reaksi hidrolisis tepung sangat lambat sehingga diperlukan katalisator


untuk mempercepat hidrolisis. Katalisator yang digunakan dapat berupa
enzim atau asam.
Hidrolisis asam dapat dilakukan dengan mempergunakan asam kuat
anorganik, seperti HCl, HNO3 dan H2SO4 yang dipanaskan pada suhu
mendidih, dan dilakukan untuk beberapa jam (Machbubatul, 2008). Diantara
asam-asam tersebut yang sering digunakan dalam industri adalah asam
klorida (HCl) karena garam yang terbentuk tidak berbahaya yaitu garam
dapur (Murni, 2011). Selain itu asam klorida (HCl) memiliki sifat mudah
menguap sehingga memudahkan dalam pemisahan dari produknya, HCl juga
menghasilkan produk yang berwarna terang (Endah R, 2007).
HCl digunakan sebagai katalis dengan pertimbangan bahwa HCl
merupakan salah satu jenis oksidator kuat, harganya relatif murah dan mudah
diperoleh, lebih aman jika dibandingkan dengan jenis asam yang lain seperti
HNO3. Penggunaan katalis HNO3 dapat menyebabkan terbentuknya gas NO2
selama proses hidrolisis berlangsung yang dapat membahayakan kesehatan
dan keselamatan. Sedangkan penggunaan H2SO4 memberikan laju reaksi
hidrolisis yang lebih lambat dibandingkan HCl.
Pada hidrolisis dengan asam hasil potongan patinya lebih tidak teratur
dibandingkan dengan hasil pemotongan rantai pati oleh enzim. Oleh karena
itu sebagian gula yang dihasilkan berupa gula pereduksi. Sehingga
pengukuran kandungan gula pereduksi tersebut dapat dijadikan sebagai alat
pengontrol kualitas hasil. Mekanisme reaksi hidrolisis asam dapat dilihat
pada Gambar 3.
Proses hidrolisis dengan menggunakan asam kuat berkonsentrasi rendah
selain memberikan hasil penguraian glukosa juga menghasilkan produk
samping yang dapat menghambat proses fermentasi. Penghambat yang
potensial adalah senyawa Hidroksi Metil Furfural (HMF). Banyaknya
inhibitor yang terbentuk pada hidrolisis asam dipengaruhi oleh suhu, waktu,
dan konsentrasi asam yang digunakan. Pada suhu dan tekanan yang tinggi,
glukosa akan terdegradasi menjadi HMF. Inhibitor tersebut akan mengurangi
hasil dan produktivitas mikroorganisme yang digunakan selama proses
fermentasi karena bersifat toksik (Yuliana, 2011).

III. URAIAN KESELAMATAN KERJA DAN POTENSI BAHAYA


1) Asam klorida merupakan asam kuat yang bersifat korosif dan dapat menyebabkan
iritasi. Untuk itu perlu diperhatikan secara serius penanganannya.
2) Wajib mengenakan lab-jas, sarung tangan, masker dan kacamata pelindung.
Jangan sampai kontak dengan kulit dan matan karena akan menyebabkan luka
dan jangan sampai uapnya terhirup.
3) Bila terkena kulit, lepaskan pakaian dan bilas dengan air berulang-ulang.
4) Bila terkena mata, siram mata dengan air mengalir selama 15 menit dan segera ke
dokter.
5) Jika tertelan, beri segelas air segera ke dokter.
6) Lakukan pekerjaan di dalam lemari asam.
7) Disarankan untuk sarapan dan minum susu sebelum melaksanakan praktikum
IV. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
4.1. ALAT UTAMA DAN PENDUKUNG
Daftar alat yang digunakan ditunjukkan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Daftar Peralatan
No. Alat yang digunakan Spesifikasi Jumlah (buah)
1 Tabung Reaksi - 14
2 Termometer 250 oC 1
3 Gelas ukur 25 mL 1
4 Gelas kimia 250 mL 1
5 Pipet tetes - 1
6 Batang pengaduk - 1
7 Gelas kimia 600 mL 1
8 Pipet ukur 5 mL 1
9 Magnetic stirrer - 1
10 Refraktometer - 1
11 Hot plate - 2

4.2. BAHAN YANG DIGUNAKAN


Tabel 3. Daftar Bahan
No. Bahan yang digunakan Spesifikasi Jumlah (buah)
1 Tepung (pati) - 20 gram
2 Aquadest pa 200 mL
3 Larutan HCl 10% - 25 mL
4 Larutan NaOH 10% - 25 mL
5 Larutan benedict pa 1 gram
6 Larutan Yodium dalam KI pa 5 mL

4.3. PROSEDUR KERJA


A. Persiapan
1) Pelajari seluruh bahan kimia yang digunakan pada praktikum ini, terutama
asam klorida dan natrium hidroksida. Cari dan pelajari MSDS-nya.
2) Buat larutan HCl 10% sebagai katalis asam dan NaOH 10% masing-
masing sebanyak 25 mL. (Lakukan dalam lemari asam menggunakan alat
safety lengkap).
B. Proses Hidrolisis Pati
1) Timbang pati kering sebanyak 40 gram dan pindahkan ke dalam gelas
kimia 500 ml. Tambahkan aquadest sampai volumenya mencapai 200 ml,
sehingga memperoleh larutan pati dengan konsentrasi (b/v) 20%.
Kemudian aduk merata.
2) Rangkai dan pasang labu leher 4 (sebagai reaktor) yang dilengkapi dengan
pengaduk mekanik, motor pengaduk , dan kondensor. Selama merangkai
set penangas parafin pada suhu 125oC dan jangan lupa alirkan air
pendingin melalui kondensor.
3) Masukkan larutan pati 20% ke dalam labu leher 4 secara perlahan-lahan.
4) Nyalakan motor pengaduk dan panaskan larutan pati sampai terjadi
gelatinasi. Segera masukkan HCl 10% sebanyak 25 ml dan mulai
menghitung waktu reaksi selama 60 menit.
5) Selama proses hidrolisis berlangsung, setiap 10 menit ambil 1 ml sampel
untuk uji pati dan 1 ml untuk uji benedict. Sampel dimasukkan dalam
tabung reaksi.
6) Setelah proses hidrolisis selesai, matikan penangas, kondensor, dan motor
pengaduk lalu angkat reaktor dari penangas parafi dan dinginkan sampai
suhu kamar.
7) Pindahkan larutan yang ada dalam reaktor ke dalam gelas kimia 500 mL
dan tambahkan larutan NaOH 10% hingga pH larutan netral.
Rangkaian reaktor dan diagram alir percobaan dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.

Gambar 4. Rangkaian Reaktor Hidrolisis


Gambar 5. Diagram Alir Percobaan
C. Analisis
1. Analisis kadar glukosa secara kualitatif menggunakan uji benedict
o Tambahkan 2,5 ml reagen benedict ke dalam masing-masing tabung
reaksi uji benedict, aduk hingga rata.
o Masukkan tabung reaksi ke dalam gelas kimia yang berisi air
mendidih, panaskan selama 5 menit.
o Angkat tabung reaksi beserta gelas kimia dari hot plate. Biarkan
dingin.
o Amati perubahan warna yang dihasilkan.
Menilai hasil uji:
o Negatif : Tetap biru jernih atau sedikit kehijauan dan keruh
o 0,5 – 1 % glukosa : hijau kekuning-kuningan dan keruh
o 1-1,5 % glukosa : kuning keruh
o 2-3.5 % glukosa : jingga atau warna lumpur keruh
o >3.5 % glukosa : merah keruh
2. Analisis pati dengan reagent larutan yodium dalam KI
Teteskan dua tetes larutan yodium ke dalam tabung-tabung reaksi yang
berisi sampel untuk uji pati. Amati perubahan warna yang terjadi pada
setiap tabung reaksi yang mewakili waktu reaksi hidrolisis. Catat
perubahan warna yang terjadi.
3. Analisis kadar gula secara kuantitatif menggunakan metode refraktometri
(Brix)
 Membuka tempat sampel (plat kaca) lalu bilas dengan cara
meneteskan dan mengusapkan etanol murni.
 Meneteskan sampel dengan pipet tetes pada plat lalu menutupnya.
 Mengatur knop atas dan knop bawah untuk menentukan gelap terang
yang kontras pada refraktometer
 Membaca % Brix sampel yang tertera.

V. TABEL DATA PENGAMATAN


Tabel 4. Data Pengamatan Pengujian Sampel
Uji Refraktometer
Waktu
Uji Benedict Uji Iodin Indeks
(menit) Brix
bias

0 7,4 1,3439

Biru jernih
Biru tua
10 8,4 1,3454

Hijau kekuningan, ada Biru tua tetapi lebih

endapan kental

20 11,1 1,3495

Hijau kekuningan, ada


endapan Biru tua, kental

30 11,8 1,3506

Hijau kekuningan, ada


Biru tua, kental
endapan
40 12,3 1,3514

Kuning Keruh
Biru tua, kental

50 12,4 1,3516

Kuning Keruh
Biru tua, kental

60 12,9 1,3524

kuning Keruh
Biru tua, kental

5.1 Proses Hidrolisis


Berat tepung kering : 20,0244 gram
Air yang ditambahkan : 200 mL
Jumlah katalis HCl yang ditambahkan : 25 mL
Waktu Operasi : 60 menit
Tabel 5. Analisis Uji Benedict

Waktu
Uji Benedict Analisis
(menit)

Berwarna biru jernih,


artinya kadar glukosa
0
negatif atau tidak ada
glukosa

Biru jernih

Larutan berubah
menjadi hijau
kekuningan, artinya
10
larutan mengandung
0,5- 1% kadar
glukosa
Hijau kekuningan, ada
endapan

Larutan berubah
menjadi hijau
kekuningan, artinya
20
larutan mengandung
0,5- 1% kadar
Hijau kekuningan, ada glukosa
endapan
Larutan berubah
menjadi hijau
kekuningan, artinya
30
larutan mengandung
0,5- 1% kadar
Hijau kekuningan, ada glukosa
endapan

Berwarna kuning
keruh, artinya larutan
40
mengandung 1-1,5%
kadar glukosa

Kuning Keruh

Berwarna kuning
keruh, artinya larutan
50
mengandung 1-1,5%
kadar glukosa

Kuning Keruh

Berwarna kuning
keruh, artinya larutan
60
mengandung 1-1,5%
kadar glukosa

Kuning Keruh
5.2 Kurva Hubungan Brix Terhadap Waktu

Kurva Brix Terhadap Waktu


14
12
10
8
Brix

6
4
2
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (menit)

Gambar 6. Kurva Brix Terhadap Waktu

VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan hisdrolisis pati menjadi glukosa, dengan HCl
sebagai katalisator. Karena reaksi hidrolisis tepung berjalan sangat lambat sehingga
diperlukan katalisator untuk meningkatkan laju reaksinya. Hidrolisis pada dasarnya
adalah pemecahan suatu senyawa kimia menjadi dua atau lebih senyawa sederhana
dengan cara mereaksikannya dengan air, dimana gugus hidroksil (OH) akan diikat oleh
suatu senyawa tersebut (Science Dictionary, 2005). Menurut teori, hidrolisis pati
adalah proses pemecahan rantai polimer pati menjadi satuan dekstrosa (C6H12O6).
Faktor yang mempengaruhi proses hidrolisis pati diantaranya adalah suhu
pemanasan, waktu reaksi, pengadukan reaksi, konsentrasi asam, dan kadar suspensi
pati. Berdasarkan kinetika reaksi kimia, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi suhu
reaksi, semakin cepat reaksi tersebut berlangsung. Tetapi, jika hidrolisis pati dilakukan
pada suhu tinggi maka konversinya akan menurun. Hal ini disebabkan karena adanya
glukosa yang akan pecah menjadi arang (warna larutan akan semakin tua). Sehingga
penggunaan katalisator asam klorida merupakan pilihan yang cukup efisien, mengingat
HCl merupakan jenis oksidator kuat, dengan harga yang relatif murah juga mudah
didapatkan, selain itu HCl lebih aman jika dibandingkan dengan jenis asam lainnya
seperti HNO3.
Analisis kualitatif pada praktikum ini dilakukan dengan penambahan reagent
benedict dan iodine pada sampel yang merupakan hasil dari proses hidrolisis. Pengujian
sampel menggunakan reagent iodine digunakan untuk menganalisis keberadaan
amilum di dalam sampel, semakin besar kadar amilum maka warnanya akan semakin
pekat (biru). Sedangkan, pengujian sampel menggunakan reagent benedict bertujuan
untuk menganalisis kandungan serta keberadaan glukosa di dalam sampel tersebut,
semakin besar kadar glukosa maka warnanya akan semakin pekat
(biru→hijau→kuning→merah). Kedua uji dilakukan dengan mengamati perubahan
warna yang terjadi di setiap sampelnya.
Setelah dilakukan analisis kadar amilum, warna sampel yang diambil setiap
selang waktu 10 menit dari total waktu reaksi 60 menit tidak berubah secara signifikan
yaitu berwarna biru tua. Hal ini menunjukkan bahwa seiring berjalannya waktu reaksi,
masih terdapat kandungan amilum yang cukup besar dalam reaktor. Sedangkan, setelah
analisis kadar glukosa pada sampel, warna yang muncul dimulai dari biru jernih,
kemudian hijau kekuningan sampai kuning keruh. Hal ini menunjukkan bahwa seiring
berjalannya waktu reaksi, terdapat peningkatan kadar glukosa dalam reaktor. Pada
dasarnya, hidrolisis pati merupakan proses pemecahan molekul amilum menjadi
bagian-bagian penyusunnya yang lebih sederhana seperti dekstrin, isomaltosa, maltosa
dan glukosa (Rahmayanti, 2010). Maka dapat disimpulkan bahwa, konversi pati
(amilum) menjadi glukosa pada praktikum kali ini kurang maksimal yang ditandai
dengan hasil uji iodin yang masih sama dari awal proses hingga akhir, dan hasil uji
benedict yang tidak mencapai 2% kadar glukosa. Hal ini kemungkinan dapat terjadi
karena pengaruh suhu pada reactor yang hanya mencapai 62oC.
Analisis selanjutnya menentukan nilai brix dan indeks bias menggunakan
refraktometer. Dimana sampel yang dianalisis diambil setiap selang waktu 10 menit
pada reaktor, diperoleh nilai brix dan indeks bias yang semakin tinggi seiring dengan
berjalannya waktu reaski. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu reaksi,
maka kandungan glukosa semakin meningkat.

VII. KESIMPULAN
1. Hidrolisis pati merupakan proses pemecahan molekul amilum menjadi bagian-
bagian penyusunnya yang lebih sederhana seperti dekstrin, isomaltosa, maltosa dan
glukosa (Rahmayanti, 2010). Hidrolisis pati dibantu dengan katalis asam dalam hal
ini yaitu HCl 10%, pada prosesnya pati sebagai polisakarida akan terurai dengan
bantuan asam dan panas menjadi monosakarida yaitu glukosa.
2. Berdasarkan hasil uji secara kualitatif dengan metode benedict, didapat kandungan
glukosa pada sampel 1-7 berturut-turut sebesar 0; 0,5- 1%; 0,5- 1%; 0,5- 1%; 1-
1,5%; 1-1,5%; 1-1,5%
3. Berdasarkan hasil uji menggunakan refractometer, didapatkan nilai brix secara
berturut-turut sebesar 7,4; 8,4; 11,1; 11,8; 12,3; 12,4; dan 12,9. Dengan indeks bias
sebesar 1,3439; 1,3454; 1,3495; 1,3506; 1,3514; 1,3516; dan 1,3524.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Winarno, F.G..Kimia Pangan dan Gizi,Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Fessenden. Ralph J dan Joan J Fessenden. 1999. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta:
Erlangga 58

Saut, Ferdian dan Satya Kurnianto. 2004. Konversi Starch menjadi sirup Glukosa.
Bandung: Politeknik Negeri Bandung

Hartono dan Yunar Wahyudi .1999. Pembuatan Glukosa dari Pati Tapioka secara
Hidrolisis Kimiawi.bandung: Politeknik Negeri Bandung

Anda mungkin juga menyukai