Laprak Hidrolisis - Kelompok 7 - 1b Tki
Laprak Hidrolisis - Kelompok 7 - 1b Tki
Laprak Hidrolisis - Kelompok 7 - 1b Tki
Dosen Pembimbing
Roni Pasonang S, S.T., M.Eng
Disusun Oleh
0 7,4 1,3439
Biru jernih
Biru tua
10 8,4 1,3454
endapan kental
20 11,1 1,3495
30 11,8 1,3506
Kuning Keruh
Biru tua, kental
50 12,4 1,3516
Kuning Keruh
Biru tua, kental
60 12,9 1,3524
kuning Keruh
Biru tua, kental
Waktu
Uji Benedict Analisis
(menit)
Biru jernih
Larutan berubah
menjadi hijau
kekuningan, artinya
10
larutan mengandung
0,5- 1% kadar
glukosa
Hijau kekuningan, ada
endapan
Larutan berubah
menjadi hijau
kekuningan, artinya
20
larutan mengandung
0,5- 1% kadar
Hijau kekuningan, ada glukosa
endapan
Larutan berubah
menjadi hijau
kekuningan, artinya
30
larutan mengandung
0,5- 1% kadar
Hijau kekuningan, ada glukosa
endapan
Berwarna kuning
keruh, artinya larutan
40
mengandung 1-1,5%
kadar glukosa
Kuning Keruh
Berwarna kuning
keruh, artinya larutan
50
mengandung 1-1,5%
kadar glukosa
Kuning Keruh
Berwarna kuning
keruh, artinya larutan
60
mengandung 1-1,5%
kadar glukosa
Kuning Keruh
5.2 Kurva Hubungan Brix Terhadap Waktu
6
4
2
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (menit)
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan hisdrolisis pati menjadi glukosa, dengan HCl
sebagai katalisator. Karena reaksi hidrolisis tepung berjalan sangat lambat sehingga
diperlukan katalisator untuk meningkatkan laju reaksinya. Hidrolisis pada dasarnya
adalah pemecahan suatu senyawa kimia menjadi dua atau lebih senyawa sederhana
dengan cara mereaksikannya dengan air, dimana gugus hidroksil (OH) akan diikat oleh
suatu senyawa tersebut (Science Dictionary, 2005). Menurut teori, hidrolisis pati
adalah proses pemecahan rantai polimer pati menjadi satuan dekstrosa (C6H12O6).
Faktor yang mempengaruhi proses hidrolisis pati diantaranya adalah suhu
pemanasan, waktu reaksi, pengadukan reaksi, konsentrasi asam, dan kadar suspensi
pati. Berdasarkan kinetika reaksi kimia, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi suhu
reaksi, semakin cepat reaksi tersebut berlangsung. Tetapi, jika hidrolisis pati dilakukan
pada suhu tinggi maka konversinya akan menurun. Hal ini disebabkan karena adanya
glukosa yang akan pecah menjadi arang (warna larutan akan semakin tua). Sehingga
penggunaan katalisator asam klorida merupakan pilihan yang cukup efisien, mengingat
HCl merupakan jenis oksidator kuat, dengan harga yang relatif murah juga mudah
didapatkan, selain itu HCl lebih aman jika dibandingkan dengan jenis asam lainnya
seperti HNO3.
Analisis kualitatif pada praktikum ini dilakukan dengan penambahan reagent
benedict dan iodine pada sampel yang merupakan hasil dari proses hidrolisis. Pengujian
sampel menggunakan reagent iodine digunakan untuk menganalisis keberadaan
amilum di dalam sampel, semakin besar kadar amilum maka warnanya akan semakin
pekat (biru). Sedangkan, pengujian sampel menggunakan reagent benedict bertujuan
untuk menganalisis kandungan serta keberadaan glukosa di dalam sampel tersebut,
semakin besar kadar glukosa maka warnanya akan semakin pekat
(biru→hijau→kuning→merah). Kedua uji dilakukan dengan mengamati perubahan
warna yang terjadi di setiap sampelnya.
Setelah dilakukan analisis kadar amilum, warna sampel yang diambil setiap
selang waktu 10 menit dari total waktu reaksi 60 menit tidak berubah secara signifikan
yaitu berwarna biru tua. Hal ini menunjukkan bahwa seiring berjalannya waktu reaksi,
masih terdapat kandungan amilum yang cukup besar dalam reaktor. Sedangkan, setelah
analisis kadar glukosa pada sampel, warna yang muncul dimulai dari biru jernih,
kemudian hijau kekuningan sampai kuning keruh. Hal ini menunjukkan bahwa seiring
berjalannya waktu reaksi, terdapat peningkatan kadar glukosa dalam reaktor. Pada
dasarnya, hidrolisis pati merupakan proses pemecahan molekul amilum menjadi
bagian-bagian penyusunnya yang lebih sederhana seperti dekstrin, isomaltosa, maltosa
dan glukosa (Rahmayanti, 2010). Maka dapat disimpulkan bahwa, konversi pati
(amilum) menjadi glukosa pada praktikum kali ini kurang maksimal yang ditandai
dengan hasil uji iodin yang masih sama dari awal proses hingga akhir, dan hasil uji
benedict yang tidak mencapai 2% kadar glukosa. Hal ini kemungkinan dapat terjadi
karena pengaruh suhu pada reactor yang hanya mencapai 62oC.
Analisis selanjutnya menentukan nilai brix dan indeks bias menggunakan
refraktometer. Dimana sampel yang dianalisis diambil setiap selang waktu 10 menit
pada reaktor, diperoleh nilai brix dan indeks bias yang semakin tinggi seiring dengan
berjalannya waktu reaski. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu reaksi,
maka kandungan glukosa semakin meningkat.
VII. KESIMPULAN
1. Hidrolisis pati merupakan proses pemecahan molekul amilum menjadi bagian-
bagian penyusunnya yang lebih sederhana seperti dekstrin, isomaltosa, maltosa dan
glukosa (Rahmayanti, 2010). Hidrolisis pati dibantu dengan katalis asam dalam hal
ini yaitu HCl 10%, pada prosesnya pati sebagai polisakarida akan terurai dengan
bantuan asam dan panas menjadi monosakarida yaitu glukosa.
2. Berdasarkan hasil uji secara kualitatif dengan metode benedict, didapat kandungan
glukosa pada sampel 1-7 berturut-turut sebesar 0; 0,5- 1%; 0,5- 1%; 0,5- 1%; 1-
1,5%; 1-1,5%; 1-1,5%
3. Berdasarkan hasil uji menggunakan refractometer, didapatkan nilai brix secara
berturut-turut sebesar 7,4; 8,4; 11,1; 11,8; 12,3; 12,4; dan 12,9. Dengan indeks bias
sebesar 1,3439; 1,3454; 1,3495; 1,3506; 1,3514; 1,3516; dan 1,3524.
Fessenden. Ralph J dan Joan J Fessenden. 1999. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta:
Erlangga 58
Saut, Ferdian dan Satya Kurnianto. 2004. Konversi Starch menjadi sirup Glukosa.
Bandung: Politeknik Negeri Bandung
Hartono dan Yunar Wahyudi .1999. Pembuatan Glukosa dari Pati Tapioka secara
Hidrolisis Kimiawi.bandung: Politeknik Negeri Bandung