Artikel Turunan

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 10

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 OLI/TIRS UNTUK

ANALISIS KERAPATAN MANGROVE DI KECAMATAN


KASEMEN, SERANG, BANTEN
Utilization Of Landsat 8 Images For Mangrove Density Analysis
In Kasemen District, Serang, Banten
Veronika Diah Simanulang, Agung Setyo Sasongko, Ferry Dwi Cahyadi
Pendidikan Kelautan dan Perikanan, Universitas Pendidikan Indonesia
*Corresponding author, email: [email protected]

ABSTRACT

This research is based on the importance of the mangrove ecosystem for living
things, namely as a provider of a conducive climate and contributing to the
balance of the biological cycle in a waters. This research is also based on the lack
of literacy and data on mangrove density levels in Banten. This study aims to
determine the level of mangrove vegetation density in the Coastal City of Serang,
Banten. The method of implementing this research is descriptive quantitative
method, using Landsat 8 image interpretation with a vegetation index, namely the
Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). The results show that in 2021,
Kasemen District has 2 categories of density levels, namely the medium category
with an area of 2.34 ha; and the dense category with an area of 59.22 ha with a
total mangrove area of 61.56 ha. The density of mangrove vegetation in the dense
category is at least in the eastern region due to erosion due to waves as high as 2
meters for 5 years and many fire plants are uprooted due to human factors.
Keywords: Mangrove, Density Level, Total Land Area

ABSTRAK

Penelitian ini didasarkan oleh pentingnya ekosistem mangrove bagi


makhluk hidup yakni sebagai pemberi suasana iklim yang kondusif serta memiliki
kontribusi terhadap keseimbangan siklus biologi di suatu perairan. Penelitian ini
juga didasarkan oleh kurangnya literasi dan data mengenai tingkat kerapatan
mangrove di Banten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerapatan
vegetasi mangrove di Pesisir Kota Serang, Banten. Metode pelaksanaan penelitian
ini adalah metode kuantitatif deskriptif, menggunakan intepretasi citra landsat 8
dengan indeks vegetasi yaitu Normalized Difference Vegetation Indeks (NDVI).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2021, Kecamatan Kasemen
memiliki 2 kategori tingkat kerapatan yaitu kategori sedang seluas 2,34 ha; dan
kategori lebat dengan luasan 59,22 ha dengan total luas mangrove 61,56 ha.
Kerapatan vegetasi mangrove kategori lebat paling sedikit berada di wilayah timur
karena adanya pengikisan akibat ombak setinggi 2 meter selama 5 tahun dan
tanaman api-api banyak yang tercabut akibat dari faktor manusia
Kata Kunci: Mangrove, Tingkat Kerapatan, Total Luas Lahan

1
PENDAHULUAN

Indonesia disebut sebagai negara kepulauan, karena memiliki wilayah


pesisir dan pantai yang sangat mendominasi dibandingkan negara lainnya. Di
wilayah pesisir terdapat ekosistem peralihan antara darat dan laut yang memiliki
peran dan fungsi yang besar bagi keberlangsungan makhluk hidup yaitu
mangrove. Mangrove memiliki fungsi ekologis dalam memainkan peranan
sebagai mata rantai makanan dalam suatu perairan dimana mangrove ini menjadi
tempat atau habitat bagi kehidupan berbagai jenis ikan, udang, serta moluska
(Pramudji, 2001).
Dalam ekosistem mangrove terdapat struktur vegetasi yang khas, tersusun
dari beberapa karakteristik secara berurutan seperti pancang, pohon, tiang,
perkecambahan, serta semai yang membentuk sebuah rangkaian zona tertentu.
Vegetasi mangrove ini berfungsi sebagai tempat untuk pemijahan, pemeliharaan,
pembesaran ikan, serta sebagai tempat untuk menyediakan unsur hara makanan
bagi organisme yang hidup disekitar mangrove. Selain itu, vegetasi mangrove ini
juga memiliki fungsi sosial ekonomi yakni sebagai penyedia kayu, bahan
makanan, kerajinan, obat-obatan, pariwisata, dan lain sebagainya. Terdapat juga
fungsi fisik yaitu sebagai pelindung pantai dari beberapa fenomena alam seperti
gelombang air laut, pelindung dari abrasi, penahan lumpur, pencegah intrusi air
laut, dan juga sebagai perangkap sedimen (Kustanti, 2011).
Luasan mangrove di Indonesia disebutkan sekitar 75% dari total mangrove
yang ada di Asia Tenggara dan disebutkan sekitar 27% dari total mangrove yang
ada di dunia. Di Kota Serang sendiri, yang secara geografis terletak antara 5099˚ -
6022˚ LS dan 106007˚ - 106025˚ BT, disebutkan memiliki luasan mangrove
seluas ± 421,6 ha di pulau-pulau kecil dan pesisir Kecamatan Tanara, Tirtayasa,
Pontang, Kramatwatu, Bojonegara, dan Pulo (Perda, 2013). Penggunaan lahan
secara besar dapat dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk, pembangunan
kawasan pemukiman, serta alih fungsi lahan menjadi kawasan industri yang pesat.
Alih fungsi penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan alur perencanaan tata
ruang dapat menyebabkan kualitas lingkungan menurun, lingkungan rusak atau
degradasi, dan sumber daya alam berkurang. Semakin terdesaknya alokasi ruang
untuk vegetasi di perkotaan dapat membuat kualitas lingkungan menurun (Irwan,

2
2008). Hal inilah yang kemudian menyebabkan vegetasi mangrove berubah
kerapatannya dari waktu ke waktu.
Kerapatan vegetasi mangrove dapat dilihat menggunakan teknologi satelit
penginderaan jauh. Teknologi penginderaan jauh merupakan sebuah teknik atau
cara atau seni yang didasarkan pada penggunaan gelombang elektromagnetik.
Teknologi ini menghasilkan citra yang diperoleh dengan cara membangun suatu
relasi antar flux yang diterima dari sensor yang dibawa satelit dengan sifat-sifat
fisik objek yang diamati atau objek di permukaan bumi. Citra ini akan dianalisa
untuk dilihat kerapatan vegetasi mangrove. Dengan menggabungkan hasil analisa
citra secara multitemporal dengan pengetahuan dari pakar, proses ini dapat diukur
atau diamati secara mendetail (Allamah, 2019).
Berdasarkan hal ini, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
tingkat kerapatan mangrove terkhusus di Pesisir Kota Serang, Banten dikarenakan
belum adanya penelitian terkait kerapatan vegetasi mangrove sehingga membuat
kurangnya informasi, data, atau referensi di kawasan ini. Pemilihan penginderaan
jauh sebagai metode dalam penelitian ini dikarenakan penginderaan jauh memiliki
banyak keunggulan yaitu dapat menjangkau kawasan secara luas tanpa perlu
terjun ke lapangan meskipun dari tempat yang jauh. Selain itu, menggunakan
teknik penginderaan jauh dikatakan lebih efektif dan lebih cepat ketika melakukan
penelitian karena diperoleh dengan menggunakan sensor satelit.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2022. Penelitian ini menggunakan
penelitian deskriptif dengan metode interpretasi citra penginderaan jauh dan
indeks vegetasi yaitu Normalized Difference Vegetation Indeks (NDVI) yang
meliputi analisis data, pengumpulan data, pengolahan data, dan pemetaan
kerapatan vegetasi dari Citra Landsat 8 OLI/TIRS dengan lokasi penelitian
terletak di Kecamatan Kasemen, Pesisir Kota Serang, Banten.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

3
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitian
No Nama Alat Kegunaan
1 Laptop/Komputer Untuk mengolah data serta
menganalisis data citra
2 Software: a. Sarana pengolahan data untuk
a. ArcGIS 10.2 menampilkan, mengelola, mengedit,
b. ENVI 5.4 menganalisa data dalam penyusunan
peta dari citra
b. Sarana pengolahan data pada tahap
preprocessing citra (koreksi citra,
cropping, komposit citra)

Tabel 2. Bahan yang akan digunakan dalam penelitian

No Nama Bahan Kegunaan


1 Citra Satelit Landsat 8 Sebagai data utama untuk menentukan
Akusisi: kerapatan vegetasi mangrove
- 05 Juli 2021
2 Shapefile Kota Serang File format yang digunakan untuk
menyimpan data spasial vektor
3 Peta Indonesia Memberikan gambaran mengenai
bentuk-bentuk yang ada di permukaan
bumi serta memudahkan cropping.
Koreksi Citra
Koreksi citra yang dilakukan ialah koreksi citra radiometik dengan menggunakan
metode DOS (Dark Object Substraction) melalui aplikasi ENVI 5.3. Koreksi
radiometrik merupakan proses untuk mengurangi pengaruh kesalahan nilai
kecerahan gambar serta menghilangkan efek atmosferik serta menjadikan citra
lebih tajam. Proses yang dilakukan antara lain adalah kalibrasi radiometrik yaitu
proses pengolahan citra untuk mengubah data dalam bentuk digital menjadi
reflektan, region of interest digunakan untuk menandai area tertentu yang akan
dilakukan proses berikutnya, dark subtraction (DOS) digunakan untuk
menghilangkan kabut akibat hamburan aditif dari data citra, dan band math.
Pemotongan Citra (cropping)
Pemotongan citra atau cropping merupakan proses pemotongan gambar atau
penghapusan bagian dari suatu gambar yang bertujuan untuk memperoleh hasil
atau daerah yang diinginkan. Pemotongan citra difokuskan pada Kecamatan
Kasemen, Pesisir kota serang dengan menggunakan resize data pada perangkat
ENVI 5.3.

4
Intepretasi Citra
Intepretasi citra merupakan proses mengkaji foto/citra yang bertujuan untuk
mengidentifikasi objek sehingga dapat lebih mudah dalam menganalisis ketika
dilakukannya tahap pengolahan data citra karena peneliti telah mengenal
kenampakan objek-objek yang tergambar. Proses yang dilakukan ada 3 tahapan
yaitu:
1. Komposit band, merupakan pengkombinasian 3 saluran warna (band) citra yang
berbeda yang bertujuan untuk membentuk citra multispektral dalam
penganalisisan vegetasi mangrove. Pada penelitian ini digunakan 3 macam
band yakni band 5 (red), band 7 (green), dan band 4 (blue).
2. Digitasi, pada citra digitasi merupakan proses konversi data analog ke dalam
format digital yang bertujuan untuk mengubah objek-objek tertentu seperti
pemukiman, jalan, sungai, dan lain sebagainya dari format raster menjadi
format vektor.
3. Klasifikasi citra, adalah suatu proses yang bertujuan untuk mendapatkan peta
tematik yang berisikan objek-objek yang telah dikelompokkan kedalam kelas-
kelas tertentu. Pada penelitian ini digunakan klasifikasi terbimbing (Supervised
Classification) dengan menggunakan metode pendekatan kemiripan maksimum
(Maximum likelihood). Kelas yang digunakan ialah mangrove, air laut,
agrisawah, tambak, pemukiman, agriladang, dan agrikebun.
Analisis NDVI
Analisis NDVI digunakan untuk mendapatkan nilai/indeks vegetasi. Variabel
kerapatan mangrove di Pesisir Kota Serang yang dideskripsikan menggunakan
nilai NDVI kelas mangrove. Perolehan nilai NDVI ini menggunakan algoritma
rumus:
NDVI = (NIR – R) / (NIR + R)
Keterangan:
NIR = Near-Infrared Radiation
R = Red
Selanjutnya dilakukan pengkelasan kerapatan vegetasi mangrove menjadi jarang,
sedang, dan rapat berdasarkan rentang nilai yang telah ditetapkan oleh

5
Departemen Kehutanan (2005). Rentang nilai NDVI untuk tingkat kerapatan
mangrove dapat dilihat pada tabel 2.2.
Uji Akurasi
Setelah didapatkan indeks vegetasi, maka dapat dilakukan uji akurasi. Uji akurasi
hasil klasifikasi dilakukan untuk menguji tingkat akurasi peta penggunaan yang
dihasilkan dari proses klasifikasi digital dengan sampel uji dari hasil kegiatan
lapangan (Wulansari, 2017). Pada penelitian ini digunakan matriks kesalahan
(confusion matrix) dengan bantuan Google Earth sebagai pengamat lokasi.
Pembuatan Peta
Selanjutnya dapat dilakukan pembuatan peta kerapatan dengan menggunakan
aplikasi ArcGIS untuk mendapatkan hasil akhir yaitu Peta kerapatan vegetasi
Tahun 2021 di Kecamatan Kasemen, Serang, Banten

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan citra landsat 8 sebagai data utama pada penelitian ini


dikarenakan citra landsat merupakan salah satu citra yang dapat diakses dengan
bebas dan juga gratis dalam pengunduhan data. Citra Landsat 8 memiliki
kelebihan seperti banyaknya jumlah band, khususnya keberadaan band NIR dan
SWIR-1 untuk membangun transformasi indeks lahan (Fari, 2017). Citra landsat 8
dapat dikatakan sebagai citra yang lebih sempurna dibandingkan citra lainnya
terutama citra landsat versi 1-7 karena memiliki 11 band dan 2 instrumen sensor
yakni OLI dan TIRS. Lalu diciptakan berdasarkan berbagai kelemahan dan juga
merupakan penggabungan berbagai kelebihan yang ada yang ada di citra-citra
sebelumnya sehingga citra landsat 8 dapat memberikan informasi data yang
kompleks. Citra landsat 8 digunakan karena pada penganalisisan kerapatan
mangrove di penelitian ini akan menggunakan metode Normalized Difference
Vegetation Index (NDVI) yang menggunakan band 4 dan band 5 dalam
penggunaan rumus untuk mendapatkan indeks kerapatan.
Nilai kerapatan vegetasi mangrove didapatkan dari nilai indeks vegetasi
hasil pengolahan citra melalui proses analisis NDVI. Parameter indeks vegetasi
yang dipilih adalah band merah (R) dan band infra-merah (NIR) karena hasil
ukuran dari band ini peka terhadap biomassa vegetasi serta memudahkan dalam

6
pengklasifikasian antara lahan bervegetasi, lahan tidak bervegetasi, serta air.
Pengunaan metode NDVI dalam penelitian ini dikarenakan tanaman hijau dapat
menyerap radiasi di daerah Photosynthetically Aktif Radiation (PAR) atau
kawasan spektrum cahaya tampak dan juga dapat memantulkan radiasi di daerah
inframerah dekat sehingga metode NDVI efektif dilakukan karena NDVI
merupakan perhitungan yang digunakan untuk mengetahui indeks vegetasi dengan
menghitung antara radiasi cahaya merah (Red) dengan radiasi inframerah dekat
(NIR). Selain itu, NDVI juga cocok dengan penggunaan data citra landsat 8
karena pada citra landsat 8 terdapat band Red (band 4) dan NIR (band 5) sehingga
bisa dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai indeks vegetasi. Berdasarkan
hasil analisis NDVI di Kecamatan Kasemen, Serang pada tahun 2017 ditemukan
perbedaan kerapatan lahan mangrove yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil NDVI Kerapatan Mangrove

Tingkat Kerapatan (ha)


No Tahun Nilai
Jarang Sedang Lebat
1 2021 Luas - 2,34 59,22
% 0 3,80 96,20
Tabel diatas menunjukkan bahwa pada tahun 2021, Kecamatan Kasemen
memiliki 2 kategori tingkat kerapatan yaitu sedang seluas 2,34 ha; dan lebat
dengan luasan 59,22 ha. Maka total luas lahan yang ada di Pesisir Kota Serang
pada tahun 2021 ialah sebesar 61,56 ha. Pada tahun 2021, tingkat kerapatan lebat
lebih mendominasi dibandingkan tingkat kerapatan sedang.

7
Gambar 1. Peta Kerapatan Vegetasi Mangrove Tahun 2021
Berdasarkan hasil vegetasi yang telah dilakukan, peta kerapatan vegetasi
mangrove di Pesisir Kota Serang, Banten pada tahun 2021 (Gambar 1),
menghasilkan tingkat kerapatan yang tertera pada peta menunjukkan bahwa peta
kerapatan vegetasi mangrove di tahun ini cenderung lebih sedikit dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya. Namun tetap lebat dimulai dari kawasan Kelurahan
Sawah Luhur atau Pulau Dua sampai Pelabuhan Karangantu. Namun pada bagian
timur juga terdapat kerapatan dengan kelebatan yang terlihat meskipun lebih
sedikit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi bagian barat Pesisir Kota
Serang terlihat beberapa tumbuhan mangrove yang jarang berada disekitar area
tambak dikarenakan bagian tersebut merupakan Pantai Pasir Putih dengan kondisi
wilayah yang kurang sesuai habitat hutan mangrove, oleh karena itu sepanjang
pantai menunjukkan lahan kosong.
Luasan mangrove dengan kategori lebat yang terlihat lebih dominan berada di
sekitar pesisir dekat dengan laut. Selain itu, luasan mangrove dengan kategori
sedang yang ditandai dengan warna merah dominan berada di pesisir Pelabuhan
Karangantu. Nilai kerapatan vegetasi mangrove pada tahun 2021 khususnya pada
Kelurahan Sawah Luhur yang terdapat pada data Badan Pusat Statistik 2019

8
sesuai dengan hasil analisis NDVI, hal tersebut ditunjukkan dengan adanya
bencana tsunami pada tahun 2019 yang menghancurkan banyak pemukiman,
tambak, hingga lahan mangrove. Kategori sedang kerapatan vegetasi mangrove
pada wilayah tersebut dapat disebabkan juga adanya pemulihan dari bencana
abrasi. Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK)
2017 yang sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa kerapatan vegetasi mangrove
kategori lebat bagian tengah ke kiri atau kanan (Pulau Dua hingga Pelabuhan
Karangantu) terlihat lebih banyak dibandingkan bagian timur (Pulau Satu hingga
Kali Asem) dikarenakan kawasan ini merupakan kawasan konservasi mangrove
serta cagar alam yang masih dijaga kelestarian mangrovenya.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, Kecamatan Kasemen merupakan kawasan di


Kota Serang yang memiliki hutan mangrove. Pada tahun 2021, Pesisir Kecamatan
Kasemen hanya memiliki 2 kategori tingkat kerapatan yaitu sedang seluas 2,34
ha; dan lebat dengan luasan 59,22 ha dengan total luasan lahan mangrove pada
tahun 2021 sebesar 61,56 ha. Kategori sedang kerapatan vegetasi mangrove pada
wilayah tersebut dapat disebabkan juga adanya pemulihan dari bencana abrasi.
Berdasarkan data dari DLHK yang sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa
kerapatan vegetasi mangrove kategori lebat bagian tengah ke kiri atau kanan
(Pulau Dua hingga Pelabuhan Karangantu) terlihat lebih banyak dibandingkan
bagian timur (Pulau Satu hingga Kali Asem) dikarenakan kawasan ini merupakan
kawasan konservasi mangrove serta cagar alam yang masih dijaga kelestarian
mangrovenya.

9
DAFTAR PUSTAKA
Allamah, I. B. (2019). Analisis perubahan luas dan kerapatan mangrove di
Kecamatan Tongas, Probolinggo (Doctoral dissertation, UIN Sunan
Ampel Surabaya).
Departemen Kehutanan. (2005). Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan
Kritis Mangrove. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan
Perhutanan Sosial, Jakarta.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan. (2017). Hutan Mangrove Pelindung
Wilayah Pesisir. Diakses dari
http://ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/index.php/inovasi/216-hutan-
mangrove-pelindung-wilayah-pesisir
Fari, T. R. (2017). Pengaruh Pansharpening Terhadap Indeks Lahan Terbangun
NDBI Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 Di Kota Pontianak.
In Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2017.
Irwan, Djamal Z. (2008). Tantangan Lingkungan dan Lasekap Hutan Kota.
Cidesindo. Jakarta.
Kustanti. A. (2011). Manajemen Hutan Mangrove. IPB Press. Institut Pertanian
Bogor
Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang.
Pramudji. (2001). Potensi Dan Produktivitas, Hutan Mangrove Di Teluk Kotania,
Seram Barat, Propinsi Maluku. Jurnal Pesisir dan Pantai Indonesia. 6 :
9.
Wulansari, H. (2017). Uji Akurasi Klasifikasi Penggunaan Lahan Dengan
Menggunakan Metode Defuzzifikasi Maximum Likelihood Berbasis
Citra Alos Avnir-2. BHUMI: Jurnal Agraria Dan Pertanahan, 3(1), 98-
110.

10

Anda mungkin juga menyukai