Fitri (2021)

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 9

Prosiding SEMNAS BIO 2021

Universitas Negeri Padang


Volume 01 2021, hal 450-458
e-ISSN: XXXX-XXXX
DOI: https://doi.org/10.24036/prosemnasbio/vol1/60

Optimasi Pupuk Organik Padat Dan Cair Berbahan Dasar Limbah


Rumah Tangga

Inayah Fitri*, Indah Nuzulul Rohma, Nur Maulidah


Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Billfath
Alamat Institusi: Kompleks Ponpes Al Fattah Siman Sekaran Lamongan Jawa Timur 62261
Email: [email protected]

ABSTRAK
Limbah organik dalam rumah tangga, setiap hari dihasilkan cukup banyak dan belum
dimanfaatkan. Tingginya jumlah masyarakat di lingkungan juga mempengaruhi jenis
dan volume limbah organik yang dihasilkan. Meningkatnya jumlah limbah organik di
lingkungan, memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Limbah organik seperti sayur
– sayuran dan kulit buah – buahan yang telah membusuk dan banyak dihasilkan dari
rumah tangga dapat diolah menjadi kompos yang ramah lingkungan. Kompos
merupakan pupuk berbahan dasar sampah organik dengan melalui proses fermentasi
dalam sebuah wadah komposter. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi
efektivitas proses pengomposannya, serta mengetahui kualitas kompos dari ciri fisik bau
dan warna yang dihasilkan pupuk organik padat dan cair Metode analisis data dilakukan
secara deskriptif, adapun pembuatan pupuk organik padat dan cair berawal dari tahapan
(a) pengumpulan limbah rumah tangga berupa sisa sayuran dan kulit buah; (b)
pengomposan dalam komposter selama 4 minggu; (c) penguburan kompos selama 3
minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 2 jenis pupuk yang terbentuk yaitu
pupuk organik padat dan cair. Pupuk organik cair terbentuk saat tahap pengomposan
dalam komposter selama 4 minggu, sedangkan pupuk organik padat terbentuk setelah
tahapan penguburan kompos selama 3 minggu. Proses pengomposan selama 7 minggu
berjalan dengan baik dan cukup efektif. Adapun produk pupuk organik padat yang
dihasilkan, jika dilihat dari ciri fisik tidak berbau dan memiliki warna kehitaman seperti
tanah, hal ini dapat dikatakan memenuhi persyaratan kompos matang dan secara umum
sesuai dengan parameter yang dipersyaratkan oleh Permentan Pupuk Organik atau SNI
Kompos 2004.
Kata kunci: Limbah organik, pupuk organik padat, pupuk organik cair

Integrasi Kurikulum Merdeka Belajar dalam Menghasilkan Produk Sains berbasis Kearifan Lokal 450
Prosiding SEMNAS BIO 2021 e-ISSN: XXXX-XXXX 451

PENDAHULUAN
Limbah atau yang sering disebut dengan sampah merupakan sisa suatu usaha, kegiatan
dan atau aktivitas masyarakat yang erat kaitannya dengan pencemaran lingkungan (BSN,
2009). Menurut Moerdjoko (2002), mengklasifikasikan limbah menjadi beberapa jenis
yaitu anorganik dan organik. Penumpukan limbah organik merupakan salah satu
permasalahan di semua daerah baik di perkotaan maupun di pedesaan, khususnya di
lingkungan rumah tangga. Limbah organik dalam rumah tangga, setiap hari dihasilkan
cukup banyak dan belum dimanfaatkan. Dari hari ke hari, keberadaan limbah semakin
menumpuk sehingga memberikan dampak negatif, seperti masalah polusi lingkungan,
berupa pencemaran tanah, air, dan udara berupa bau busuk serta pada kesehatan (Utami
dan Totok, 2016). Kondisi seperti ini sangat mengganggu kenyamanan serta kebersihan
lingkungan bila tidak ditangani secara langsung. Salah satu kendala pemanfaatan limbah
rumah tangga yaitu kurang praktisnya pemakaian secara langsung dan memerlukan
biaya relatif tinggi untuk pendistribusiannya. Berdasarkan beberapa dampak negatif
yang ada, maka perlu diterapkan suatu teknologi untuk mengatasi permasalahan
penumpukan limbah organik, yaitu dengan menggunakan teknologi daur ulang limbah
padat menjadi produk kompos yang ramah lingkungan karena berbahan alam serta
bernilai guna tinggi.
Pengomposan merupakan proses dekomposisi senyawa-senyawa yang terkandung dalam
sisa-sisa limbah organik (seperti sampah rumah tangga) dengan suatu perlakuan khusus
(Palaniveloo et al., 2020). Pengomposan juga bisa dikatakan sebagai suatu metode
konversi bahan-bahan organik menjadi bahan yang lebih sederhana dengan
menggunakan aktivitas mikroba. Dalam proses pengomposan, dilakukan secara kondisi
aerobik dan anaerobik. Pada dasarnya saat terjadi proses pengomposan terjadi
dekomposisi dengan memanfaatkan aktivitas mikroba, oleh karena itu kecepatan
dekomposis dan kualitas kompos tergantung pada keadaan dan jenis mikroba yang aktif
selama proses pengomposan (Nur, 2016).
Limbah organik sebagai bahan dasar berfungsi untuk meningkatkan stabilitas agregat
tanah, meningkatkan porositas tanah, sebagai sumber hara bagi tanaman, serta
penyangga sifat fisik dan kimia tanah. Menurut Suwatanti (2017), dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa penggunaan limbah organik berupa sayuran memiliki rasio C/N
yang lebih baik yaitu mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan tersebut dapat
digunakan atau dapat diserap tanaman. Pada penelitian Nur (2016) mengatakan bahwa
pembuatan pupuk cair berbahan sampah organik dengan penambahan EM4 efektif dalam
meningkatkan kandungan N, P, dan K.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi efektivitas proses pengomposannya,
serta mengetahui kualitas kompos dari ciri fisik bau dan warna yang dihasilkan pupuk
organik padat dan cair. Adapun keunggulan dari pembuatan kompos merupakan cara

Optimasi pupuk organik padat dan cair berbahan dasar limbah rumah tangga
Inayah Fitri, et.al 452

yang mudah untuk melakukan pengomposan di rumah (bisa dilakukan di dalam


ruangan),sehingga lebih efisien daripada membuat kompos di halaman. Proses
fermentasi yang mengubah semua limbah rumah tangga seperti sayuran dan kulit buah
hanya dalam waktu 4 – 6 minggu. Dan produk kompos yang dihasilkan bagus untuk
tanaman sayur dan buah.

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian tergolong eksplorasi deskriptif dengan metode pengolahan data secara
deskriptif. Penelitian ini, terdiri dari beberapa tahapan yaitu pengumpulan limbah rumah
tangga meliputi kulit buah dan sayuran, lokasi pengambilan sampah rumah tangga di
pasar tradisional Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan. Pengomposan dan
penguburan kompos dilakukan di Rumah Kompos Universitas Billfath Lamongan.
Waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan kompos yaitu ± 7 minggu mulai tanggal 11
April – 30 Mei 2021.
Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tempat pengomposan/komposter,
pengaduk decomposer, timbangan, pH meter, thermometer, soil tester, plastik,
ember/baskom, pisau, talenan, handphone, alat tulis menulis, sarung tangan, masker,
cangkul. Bahan penelitian yang digunakan yaitu sampah rumah tangga (kulit buah dan
sayuran), serbuk dekomposer, tanah, dan Handsanitizer.
Cara Pembuatan
Langkah penelitian berawal dari mengumpulkan limbah rumah tangga sebanyak 7 kg.
setelah mendapatkan limbah rumah tangga berupa kulit buah dan sayuran maka
dilakukan pemotong menjadi ukuran kecil – kecil, karena bahan yang berukuran lebih
kecil akan lebih cepat proses pengomposannya. Kemudian mencampur limbah tersebut
dengan pengaduk, setelah itu mencampurkan juga dekomposer secukupnya pada limbah
hingga homogen. Memasukkan sampah tersebut ke dalam tempat
pengomposan/komposter yang sudah disediakan kemudian menutupnya dengan rapat
dan didiamkan selama 4 minggu. Memeriksa setiap 1 minggu sekali jika ada cairan yang
dihasilkan maka dilakukan pengambilan cairan tersebut dari kran yang ada di komposter.
Cairan tersebut merupakan pupuk organik cair yang terbentuk. Setelah 4 minggu dalam
komposter, maka akan terbentuk jamur Trichoderma sp. (seperti pada Lampiran Gambar
1 d). dilakukan penguburan kompos dalam tanah selama 3 minggu. Setelah itu
melakukan penggalian kompos yang dikubur dalam tanah. Dilakukan pengamatan
analisis fisik kompos meliputi warna dan bau dari pupuk organik padat (Sahwan dkk,
2011).

Analisis Data
https://semnas.biologi.fmipa.unp.ac.id
Prosiding SEMNAS BIO 2021 e-ISSN: XXXX-XXXX 453

Pada penelitian ini, data disajikan secara deskriptif dalam tabel, diagram dan gambar
tahapan pengomposan (Ada di Lampiran Gambar 1). Adapun data yang dianalisis yaitu
ciri fisik meliputi warna serta bau dari pupuk organik padat dan cair; pengukuran suhu
(⁰ C); pH dan kelembapan (%).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil
Tabel 1. Ciri Fisik Pupuk Organik Padat dan Cair

JENIS LIMBAH JENIS PUPUK CIRI FISIK


Pupuk cair Tidak berbau
Kulit buah + sisa Berwarna kuning kecoklatan
sayur Pupuk padat Bau seperti tanah (tidak berbau busuk)
Bewarna kehitaman

Tabel 2. Pengukuran Suhu, pH dan Kelembaban pada Proses Pengomposan


PENGAMATAN HARI KE- SUHU (⁰ C) pH KELEMBAPAN (%)
0 28 4.0 87
7 33 4.5 83
14 39 4.9 78
21 45 5.7 72
28 41 6.2 66
35 34 6.7 58
42 26 7.3 53

Optimasi pupuk organik padat dan cair berbahan dasar limbah rumah tangga
Inayah Fitri, et.al 454

Diagram 1. Pengukuran Suhu, pH dan Kelembaban pada Proses Pengomposan

Pembahasan
Hasil penelitian ini ada 2 produk yang didapatkan dari limbah rumah tangga berupa sisa
sayuran dan kulit buah, yaitu pupuk organik padat dan cair. Adapun ciri fisik dari kedua
pupuk organik tersebut akan dijelaskan pada Tabel 1. Pembuatan pupuk organik cair
berasal dari limbah kulit buah dan sisa sayuran. Pada proses ini terjadi fermentasi di
dalamnya, lama fermentasi yaitu 10 hari. Dari hasil fermentasi, cairan terfiltrasi dari
bahan padat. Proses fermentasi dalam pembuatan pupuk terjadi secara anaerob, yaitu
tidak membutuhkan oksigen. Selama proses pengomposan berlangsung, pupuk organik
cair bisa dipanen sebanyak 3× setiap 10 hari sejak hari ke-0 pengomposan. Total pupuk
organik cair yang dihasilkan yaitu sekitar ± 1600 mL. Ciri fisik pupuk organic cair yaitu
berwarna kuning kecoklatan dan tidak berbau. Pada pupuk organik padat, jika dilihat
dari ciri yang terbentuk maka sudah sesuai dengan SNI Kompos 2004 yaitu berwarna
kehitaman, tekstur dan berbau seperti tanah.
Pengukuran suhu, pH dan kelembaban saat proses pengomposan juga dilakukan setiap
minggu selama 7 minggu. Ketiga parameter tersebut selama proses pengomposan
mengalami perubahan. Suhu pada saat awal pengomposan menunjukkan angka 28⁰ C,
pada suhu tersebut berada dalam fase mesofilik. Pada Tabel 2 pergerakan suu mulai hari
ke-0 hingga ke-28 menunjukkan kenaikan suhu, akan tetapi pada pengukuran hari ke-35
dan hari ke-42 mengalami penurunan suhu (Diagram 1). Pada saat terjadi kenaikan suhu,
maka terjadi peningkatan panas, panas tersebut terjadi akibat adanya aktivitas mikroba
saat proses pengomposan berlangsung. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu
dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi suhu, semakin tinggi aktivitas metabolisme,
semakin banyak konsumsi oksigen, semakin cepat pula proses dekomposisi. Pada hari
ke-21 merupakan suhu tertinggi yaitu memasuki fase termofilik. Pada kondisi ini, bahan
organik seperti protein akan dipecah menjadi asam laktat dan asam amino oleh mikroba
termofilik. Saat terjadi penurunan suhu, ini dikarenakan bahan organik yang
terdekomposisi juga berkurang, mengakibatkan aktivitas mikroorganisme pengurai
berkurang (Isroi dan Nurheti, 2009).
https://semnas.biologi.fmipa.unp.ac.id
Prosiding SEMNAS BIO 2021 e-ISSN: XXXX-XXXX 455

Parameter yang perlu diperhatikan yaitu pengukuran derajat keasaman (pH). Jika diamati
pada Diagram 1, pH diawal proses pengomposan menunjukkan angka 4.0, menurut Isroi
dan Nurheti (2009), umumnya pH bersifat asam, dikarenakan adanya aktivitas bakteri
yang menghasilkan asam, selanjutnya, pH akan bergerak menuju netral yaitu 7.3,
menunjukkan kompos yang sudah matang dan jika digunakan untuk pembibitan, maka
tidak membahayakan tanaman. Hal ini sesuai dengan parameter SNI kompos 2004 yaitu
antara 6.8 – 7.49.
Menurut Isroi dan Nurheti (2009), mengatakan bahwa kelembaban saat menuju akhir
dari proses pengomposan mengalami penurunan (Diagram 1). Kelembaban optimum
yaitu berkisar antara 40 – 60%, kondisi tersebut menunjang mikroba untuk
bermetabolisme, sehingga sangat baik untuk proses pengomposan. Bisa dikatakan bahwa
kelembaban pada penelitian ini sudah sesuai yaitu sebesar 53%.
Proses pengomposan merupakan metode konversi dari bahan organik menjadi bahan
yang lebih sederhana dengan dibantu adanya aktivitas mikroba di dalamnya. Pada
penelitian ini, proses pengomposan terjadi secara anaerobik, yaitu bahan organik sebagai
substrat terdekomposisi tanpa adanya bantuan oksigen bebas dan mendapatkan produk
akhir berupa metana, karbondioksida. Tahap pertama proses pengomposan secara
anaerobik yaitu bakteri fakultatif penghasil asam menguraikan bahan organik menjadi
asam lemak, aldehid. Selanjutnya bakteri dari kelompok lain akan mengubah asam
lemak menjadi gas metan, amoniak, CO2 dan hidrogen (Isroi dan Nurheti 2009).
Peluang usaha pembuatan kompos berbahan dasar limbah organik berpotensi untuk
dikembangkan dalam rumah tangga mengingat komposisi bahan dasar yang tersedia
begitu banyak dan mudah didapatkan. Banyak manfaat yang didapatkan jika
menerapkan pengomposan serta bisa juga sebagai peluang usaha untuk masyarakat. Jadi,
setidaknya tidak menimbulkan penumpukan sampah di TPA (Tempat Pembuangan
Akhir), karena sampah hasil kegiatan memasak sudah bisa langsung dimasukkan dalam
komposter yang seharusnya disediakan di tiap rumah tangga. Komposter yang
digunakan untuk pengomposan sangat mudah didapatkan atau bisa dibuat sendiri
(bentuk komposter bisa dilihat di Lampiran Gambar b). Saat pencampuran bahan dalam
komposter, dilakukan pengadukan, hal ini dikarenakan untuk mempercepat proses
pembuatan kompos. Dalam pengadukan kompos, terdapat aktivitas pembalikan
timbunan bahan dasar kompos yang bermanfaat untuk mengatur kebutuhan oksigen bagi
aktivitas mikroba, karena aktivitas mikroba memerlukan oksigen selama proses
perombakan berlangsung (Nugraheni dkk, 2020; Subandriyo 2012).
Penambahan serbuk dekomposer pada saat proses pengomposan juga berfungsi untuk
mempercepat proses pengomposan (Darwati, 2008). Dalam dekomposer terdapat
berbagai macam mikroorganisme. Mikroorganisme yang terdapat dalam dekomposer
memberikan pengaruh yang baik terhadap kualitas pupuk organik, sedangkan

Optimasi pupuk organik padat dan cair berbahan dasar limbah rumah tangga
Inayah Fitri, et.al 456

ketersediaan unsur hara dalam pupuk organik sangat dipengaruhi oleh lamanya waktu
yang diperlukan bakteri untuk mendegradasi sampah. Dalam proses degradasi bahan
organik, sel mikroba yang mati merupakan sumber hara bagi tanaman dan substrat
mikroorganisme yang hidup. Dinding sel fungi yang terdiri selulosa, khitin, dan kitosan,
dan dinding sel bakteri yang terdiri atas asam N-acetylglucosamin dan N-acetylmuramic
yang terkandung dalam peptidoglikan bersama dengan material polisakarida lainnya
didegradasi dan merupakan substrat yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba.
Saat proses pengomposan berlangsung selama 4 minggu, terdapat jamur Trichoderma
sp. yang terbentuk di atas tumpukan sampah (Lampiran Gambar 1 d). Trichoderma sp.
merupakan mikroorganisme tanah yang dapat memanfaatkan selulosa sebagai sumber
karbon karena jamur tersebut menghasilkan enzim selulase, yang dapat memutuskan
ikatan glikosida β – 1,4 untuk mendekomposer selulosa. Enzim ini terdiri dari tiga
komponen yaitu selobiohidrolase (CHB), endoglucanase, dan β – glukosidase yang
bekerja secara sinergis memecah selulosa. Mekanisme yang dihasilkan oleh enzim
selulase dalam mendegradasi selulosa ialah melalui reaksi – reaksi enzim yang
dilakukan oleh selulase, yaitu (1) enzim endo-β-1,4-glukanase yang menghidrolisis
selulosa secara acak sehingga menghasilkan glukosa dan selobiosa sebagai produk akhir,
(2) enzim ekso-β-1,4-glukanase yang menyerang ujung bukan pereduksi pada rantai
polimer selulosa dan menghasilkan selobiosa dan (3) β-glukosidase yang bereaksi
terutama pada selobiosa untuk membentuk glukosa (Schlegel, 1994).

PENUTUP
Pada penelitian ini menyimpulkan bahwa proses pengomposan selama 7 minggu
berjalan dengan baik dan cukup efektif. Adapun produk pupuk organik padat yang
dihasilkan, jika dilihat dari ciri fisik tidak berbau dan memiliki warna kehitaman seperti
tanah, hal ini dapat dikatakan memenuhi persyaratan kompos matang dan secara umum
sesuai dengan parameter yang dipersyaratkan oleh Permentan Pupuk Organik atau SNI
Kompos 2004, yaitu di akhir proses pengomposan memiliki suhu 26⁰ C; pH 7.3 dan
kelembapan 53%.

REFERENSI

Badan Standardisasi Nasional. 2009. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik


Domestik (Undang – Undang No. 32).

Darwati, Sri. 2008. Kajian Kualitas Kompos Sampah Organik Rumah Tangga. Jurnal
Pemukiman, 3 (1): 30 – 43.

https://semnas.biologi.fmipa.unp.ac.id
Prosiding SEMNAS BIO 2021 e-ISSN: XXXX-XXXX 457

Isroi dan Nurheti Y, 2009. Kompos Cara Mudah, Murah & Cepat Menghasilkan
Kompos. Yogyakarta: Andi Ofside.

Moerdjoko, S, Widyatmoko. 2002. Menghindari Mengolah dan Menyingkirkan Sampah.


Jakarta: PT. Dinastindo Adiperkasa Internasional.

Nugraheni Dewi Retno., Lisa P., Nurul F., M. Shohib M., Tika D M., Desi W. 2020.
Pelatihan Komposting Guna Memanfaatkan Limbah Rumah Tangga di Tengah Pandemi
Covid-19 di RT 1 RW 1 Dusun Wungusari, Desa Lowungu, Kecamatan Bejen,
Kabupaten Temanggung. JurnalUNNES,

Nur, Thoyib., Ahmad, Rizali, Nor., Muthia Elma. 2016. Pembuatan Pupuk Organik Dari
Sampah Organik Rumah Tangga Dengan Penambahan Bioaktivator EM 4. Jurnal
Konversi, 2 (2): 44 – 51.

Palaniveloo, K., Muhammad, Azri, A., Nur Azeyanti, N., etc. 2020. Food Waste
Composting and Microbial Community Structure Profiling. Review. Processes, 8, 723;
doi:10.3390/pr8060723.

Sahwan, Firman, L., Sri Wahyono dan Feddy Suryanto. 2011. Kualitas Kompos Sampah
Rumah Tangga yang Dibuat Dengan Menggunakan Komposter Aerobik. Jurnal Teknik
Lingkungan, 12 (3): 233 – 240.

Schlegel HG. 1994. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Edisi Keenam.

Subandriyo., Didi Dwi Anggoro., Hadiyanto. 2012. Optimasi Pengomposan Sampah


Organik Rumah Tangga Menggunakan Kombinasi Aktivator EM4 dan MOL Terhadap
Rasio C/N. Jurnal Ilmu Lingkungan, 10 (2): 70 – 75.

Suwatanti EPS dan P, Widyaningsum. 2017. Pemanfaatan MOL Limbah Sayur pada
Proses Pembuatan Kompos. Jurnal MIPA, 40 (11): 611 – 618.

Utami, Bekti, Wahyu dan Totok Mardikanto. 2016. Pengelolaan Lingkungan Melalui
Pengolahan Sampah Rumah Tangga Terintegrasi. Inotek. 20 (2): 159 - 170.

Optimasi pupuk organik padat dan cair berbahan dasar limbah rumah tangga
Inayah Fitri, et.al 458

LAMPIRAN

Gambar 1 (a) limbah rumah tangga berupa sisa sayuran dan kulit buah (b) limbah rumah
tangga dalam komposter (c) pupuk organik cair (d) jamur Trichoderma sp. yang
terbentuk saat proses pengomposan (e) penguburan kompos dalam tanah (f) pupuk
organik padat

https://semnas.biologi.fmipa.unp.ac.id

Anda mungkin juga menyukai