Laporan Praktikum Manajemen Ternak Sapi - Kelompok 7a
Laporan Praktikum Manajemen Ternak Sapi - Kelompok 7a
Laporan Praktikum Manajemen Ternak Sapi - Kelompok 7a
Oleh :
KELOMPOK 7A
Gambar 1. Sapi PO
3.2. Pembahasan
3.2.1. Manajemen Pemilihan Bibit Ternak
Manajemen pemilihan bibit merupakan manajemen yang dilakukan untuk memperoleh suatu
keberhasilan untuk memperoleh bibit yang unggul. Brata, dkk. (2020) berpendapat bahwa untuk
pemilihan bibit ternak sapi potong adalah asal bibit, jenis bibit, dan bobot bibit. Bibit yang unggul
dapat diperoleh dengan cara mengetahui asal bibit. Asal bibit berasal dari tetua yang memiliki
produktivitas yang baik dan dapat diketahui dengan cara rekording. Asal bibit sapi pada
peternakan Bapak Sukirwan diperoleh dari pasar hewan di Kebumen dnegan karakteristik sehat
dan tidak berpenyakit. Bibit yang unggul selain diperoleh dengan cara mengetahui asal bibit juga
dapat dilakukan dengam pemilihan bibit.
Pemilihan jantan yang baik adalah dengan melihat organ reproduksinya yaitu memiliki testis
dua. Tampilan luar tubuh jantan memiliki postur tubuh yang baik, sehat, tidak cacat, nafsu makan
baik, dan responsif terhadap keadaan. Wati, dkk. (2017) menambahkan salah satu syarat yang
harus dimiliki pejantan unggul adalah memenuhi beberapa syarat seperti libido tinggi,
kesanggupan melayani atau mengawini, dan kemampuan mengawini baik. Libido atau daya
keinginan untuk kawin dimanifestasikan dalam bentuk tingkah laku seksual (sexual behavior), yang
terjadi sebagai respon dari ternak jantan karena adanya stimulans. Tingkah laku seksual muncul
dan dapat diamati pada saat pra kopulasi, kopulasi dan pasca kopulasi.Pola kopulasi pada ternak
sapi meliputi sex arousal, courtship (sexual display) atau percumbuan, ereksi, menaiki (mounting)
yang belangsung pada saat pre kopulasi dan ejakulasi pada saat kopulasi.
Pemilihan betina yang baik untuk menjadi indukan dapat dilihat dari bagian putingnya yaitu
memiliki dua puting. Sapi betina yang unggul memiliki postur tubuh yang baik, tidak cacat, sehat,
nafsu makan baik, dan responsif terhadap keadaan. Sieftiana, dkk. (2019) menambahkan bahwa
pemilihan bibit sapi betina yang baik tidak dapat dilakukan hanya dengan melihat penampilan
luarnya saja (eksterior). Seleksi yang akurat adalah berdasarkan nilai pemuliaan sapi betina
tersebut.
3.2.2. Manajemen Pemberian Pakan
Manajemen pemberian pakan adalah suatu usaha untuk memaksimalkan pemanfaatan pakan
untuk pertumbuhan (Hanief dkk, 2014). Jenis pakan yang diberikan ke ternak sapi berupa hijauan
dan konsentrat. Perbandingan pemberian pakan pada ternak sapi potong antara hijauan dengan
konsentrat yaitu 40% hijauan : 60% konsentrat. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat
Widyaiswara (2016) bahwa perbandingan pemberian pakan sapi potong antara hijauan dan
konsentrat adalah 40%-60% sampai 20%-80%. Presentase konsentrat yang diberikan lebih tinggi
daripada hijauan karena untuk penggemukan, sejalan dengan pendapat Yulianto dan Cahyo (2011)
bahwa penggemukan sapi lebih memprioritaskan pemberian pakan berupa konsentrat sedangkan
pemberian hijauan relatif lebih sedikit untuk efisiensi penggunaan pakan yang lebih tinggi.
Terdapat 4 metode pemberian pakan pada manajemen ternak sapi antara lain Top konsentrat,
Component feeding, Total Mix Ratio (TMR) dan Free choice. Top konsentrat pemberian pakan
dengan cara konsentrat bdiletakkan diatas hijauan. Component feeding yaitu metode pemberian
pakan dengan cara konsentrat diberikan terlebih dahulu setelah itu baru diberikan hijauan,
dengan selisih waktu 2 jam. Metode pemberian pakan Component feeding ini sesuai dengan
pendapat Siregar (2003) bahwa pemberian konsentrat 2 jam sebelum hijauan untuk meningkatkan
konsumsi bahan kering ransum. Total Mix Ratio (TMR) merupakan metode pemberian pakan yang
dilakukan pencampuran antara konsentrat dan hijauan terlebih dahulu, setelah itu diberikan ke
ternak. Free choice adalah pemberian pakan berupa hijauan dan konsentrat yang tidak dicampur,
karena supaya ternak memilih sendiri pakannya.
Pakan yang diberikan di peternakan sapi yang kami datangi sebagai kegiatan praktikum
tepatnya peternakan milik bapak Sukirwan alamat Bojongsari yaitu hanya berupa hijauan.
Pemberian pakan tersebut belum memenuhi standar peternakan sapi potong karena tidak
menggunakan konsentrat. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Hernaman dkk (2018)
bahwa konsentrat penting diberikan ke sapi potong karena konsentrat akan menghasilkan
pertambahan bobot badan yang tinggi dan dapat menentukan kapan saatnya ternak dijual atau
dipotong sehingga peternak lebih efektif dalam perencanaan waktu. Jenis hijauan yang diberikan
adalah rumput, jerami jagung dan jerami padi dengan frekuensi pemberian 2 kali/hari yang
diletakkan ditempat pakan bagian dalam kandang.
Pemberian air minum juga tidak kalah penting dalam pemeliharaan sapi potong. Asal sumber
air minum yang digunakan pada peternakan sapi bapak Sukirwan yaitu dari sumur bor. Jumlah air
yang diberikan sebanyak 25 liter/ekor/hari dan frekuensi pemberian minum secara ad libitum.
Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Alam dkk (2014) bahwa kebutuhan air minum bagi
ternak sapi sebanyak 20-4- liter/ekor/hari, namun lebih baik jika diberikan secara ad libitum.
3.2.3. Manajemen Perkawinan
Perkawinan pada ternak sapi terdiri dari 2 cara yaitu secara alami dan buatan. Perkawinan
secara alami biasanya antara sapi betina dan jantan hanya dibiarkan dalam satu kandang.
Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Fikar dan Dadi (2010) bahwa perkawinan alami
merupakan perkawinan yang terjadi dengan mempertemukan indukan dan pejantan yang telah
diseleksi secara langsung. Umur sapi yang dewasa kelamin yaitu 11-15 bulan, sedangkan umur sapi
yang sudah dewasa tubuh adalah 15-20 bulan.
Perkawinan buatan pada sapi bisa dilakukan dengan Inseminasi Buatan (IB) dan transfer
embrio. Perkawinan dengan Inseminasi Buatan (IB) merupakan teknologi yang dimodifikasi
diharapkan mempunyai peran besar dalam meningkatkan keberhasilan kebuntingan dan
memperbaiki genetik pada ternak (Sudirman, 2016). Kelebihan penerapan Inseminasi Buatan (IB)
pada ternak sapi antara lain menghemat biaya pemeliharaan ternak terutama untuk jantan, jarak
kelahiran bisa diatur dengan baik, mencegah perkawinan inbreeding dan spermatozoa dapat
disimpan dalam jangka waktu yang sama. Kekurangan Inseminasi buatan (IB) yaitu biaya mahal
dan memerlukan keahlian khusus dalam praktiknya. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat
Djanah (1985) bahwa keuntungan yang dicapai dalam program inseminasi buatan antara lain
untuk memperbaiki mutu genetik, efisiensi dalam pemakain pejantan, terbukanya kesempatan
untuk menggunakan pejantan unggul secara luas, mencegah penularan penyakit dan mengurangi
gangguan fisik yang berlebihan terhadap sapi betina pada waktu kawin.
Metode perkawinan sapi di peternakan bapak Sukirwan yaitu secara alami dan Inseminasi
buatan (IB), artinya penerapan manajemen perkawinan di peternakan ini sudah cukup baik. Biaya
perkawinan dengan Inseminasi buatan sebesar Rp. 60.000 sampai bunting. Pejantan yang
digunakan milik sendiri yang berumur 24 bulan, untuk IB semen beku dari bangsa sapi PO berasal
dari mantri ternak. Umur pertama kawin sapi jantan di peternakan ini yaitu 24 bulan, sedangkan
umur pertama kawin sapi betina adalah 18 bulan. Proses kelahiran sapi dibantu oleh peternak dan
sering terjadi pada saat malam hari. Umur sapih sapi sekitar 5-6 bulan dengan cara dijauhkan dari
indukannya. Jarak beranak sapi di peternakan ini lebih dari 1 tahun, jarak beranak tersebut tidak
berbeda jauh dengan penelitian Lomboan dkk (2018) bahwa jarak beranak sapi potong yaitu
sekitar 360-375 hari.
3.2.4. Manajemen Pemeliharaan
Manajemen diartikan sebagai organisasi atau koordinasi faktor-faktor produksi dalam suatu
proses produksi agar mencapai hasil yang optimal. Manajemen pemeliharaan merupakan suatu
pengelolaan, pengawasan, pengaturan dan pelaksanaan serta tata laksana pemeliharaan ternak
sesuai dengan prosedur kegiatan dan peraturan yang telah dibuat atau dikehendaki oleh pemilik
peternakan atau kelompok ternak. Menurut Prasetya (2012) menyatakan bahwa peternak dalam
memelihara ternaknya harus berdasarkan prinsip-prinsip pemeliharaan dan pembiakan hewan
tropis yaitu: pengawasan lingkungan, pengawasan status kesehatan, pengawasan pegawai,
pengawasan makan dan air minum, pengawasan sistem pengelolaan dan pengawasan kualitas
hewan ternak.
Pemeliharaan sendiri artinya peternak perorangan yang menitipkan ternaknya di kandang
melakukan pemeliharaan sendiri seperti pemberian pakan dan minum, mengarit dan
pemeliharaan lain seperti pemotongan kuku dan kesehatan. Keberhasilan dalam manajemen
pemberian pakan, kesehatan serta pemasaran menjadi faktor yang berpengaruh terhadap
kesuksesan pemeliharaan sapi potong. Menurut Indrayani dan Andri (2018) menyatakan bahwa
usaha ternak merupakan suatu proses mengkombinasikan faktor-faktor produksi berupa lahan,
ternak, tenaga kerja dan juga 6 modal untuk menghasilkan produk peternakan. Keberhasilan
usaha ternak sapi potong bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan manajemen atau
pengelolaan. Selain itu pengelolaan maupun manajemen dalam usaha ternak tidak terlepas dari
karakteristik sosial ekonomi peternak sehingga nantinya akan mempengaruhi hasil yang akan
diperoleh oleh peternak.
Pemeliharaan ternak jantan dan betina di kandang ada yang dipisah dan ada juga yang
dicampur. Menurut Luthfi dkk (2013) menyatakan bahwa manajemen penanganan pedet pada
penyapihan pedet sapi potong di peternakan rakyat umumnya dilakukan antara umur 4-12 bulan.
Pedet-pedet tersebut berkumpul dengan induknya selama 24 jam. Penyapihan pedet yang lebih
dini akan mempercepat pemulihan organ reproduksi induk sehingga aktivitas reproduksinya cepat
kembali normal; tetapi biasanya akan berakibat negative terhadap pertumbuhan pedet
berikutnya, apabila kurang memperhatikan kondisi induk mapun pakannya. Pemeliharaan pedet
harus memerlukan perhatian yang khusus, berbeda dengan pemeliharaan sapi ternak dewasa,
terutama dalam penanganan mulai kelahiran sampai pemberian pakan dan penanganan penyakit
selama masa pertumbuhannya. Manajemen pemberian pakan pada pedet dapat dimulai sejak
pedet dua hingga tiga, yaitu fase pengenalan. Pemberian pakan ini bermaksud untuk
membiasakan pedet dapat mengkonsumsi pakan padat dan dapat mempercepat proses
penyapihan hingga usia empat minggu; namun untuk sapi – sapi calon bibit dan donor penyapihan
dini kurang diharapkan.
3.2.5. Manajemen Perkandangan
Bahan kandang sebaiknya tersedia di tempat atau mudah ditemukan, murah tetapi cukup
kuat dan tahan lama dan jangan menggunakan bahan yang mudah lapuk. Hal tersebut sesuai
dengan Putra dkk. (2018) bahwa kandang dapat terbuat dari besi, beton, kayu dan bambu
disesuaikan dengan bahan yang tersedia di lokasi peternakan dan pertimbangan ekonomi tanpa
mengabaikan daya tahan bahan kandang tersebut. Bahan-bahan kandang yang terdapat di
peternakan sapi ini berupa bambu, kayu, semen, bata, pasir, genteng, asbes, besi dengan jenis
lantai kandang semen.
Pembuatan kandang memiliki aturan dalam ukurannya. Ukuran bentuk kandang ada karena
untuk memberikan rasa nyaman dan aman bagi ternak untuk hidup dan berproduksi. Misalnya
untuk sapi potong dewasa memiliki nilai 1 satuan ternak dan 1 satuan ternak membutuhkan luas
3m2. Selain melihat kepadatan kandang, hal yang lain yang perlu diperhatikan adalah tebal
kandang, kemiringan kandang, dan lebar selokan. Menurut Brata dkk. (2020) bahwa ukuran
kandang yang baik dimulai dari tingkat kemiringan kandang, tebal kandang, lebar selokan akan
berpengaruh terhadap kenyamanan sapi yang akan menghuninya.
Sistem penggunaan kandang secara kelompok dengan jarak ke pemukiman rakyat 10-20 m.
Menurut Lestari dkk. (2013) menyatakan bahwa jarak kandang sapi potong dengan pemukiman
warga yang baik adalah sekitar 250 meter agar tidak mengganggu masyarakat yang bermukim
disekitar pemukiman tersebut. Peternakan sapi ini bersinggungan langsung dengan rumah
penduduk dan sangat berpotensi menimbulkan keresahan dari segi pengolahan limbah maupun
aktivitas dari ternak sapi tersebut. Macam peralatan kandang di peternakan sapi ini yaitu sekop,
angkong, cangkul, sapu, ember, celurit/ sabit.
3.2.6. Manajemen Kesehatan
Penanganan masalah kesehatan ternak adalah salah satu kegiatan yang menjamin
keberhasilan perkembangbiakan dan peningkatan produksi ternak. Ternak harus bebas dari
penyakit sehingga dapat tumbuh, bereproduksi secara optimal, dapat dijual dan dikembangbiakan
lebih cepat sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi peternak. Pengamatan
kesehatan dilakukan setiap hari dengan tujuan untuk memantau kondisi kesehatan ternak dan
mengetahui ada tidaknya abnormalitas pada ternak sehingga cepat untuk ditangani apabila ada
yang ditemukan sedang sakit. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sokku dan Sabran (2019) yang
menyatakan bahwa salah satu cara untuk menjaga kesehatan ternak adalah dengan mengontrol
dan mengatur tata laksana kesehatan ternak, antara lain dengan pemeriksan kesehatan ternak
melalui pengamatan tingkah laku ternak, pemeriksaan fisik tubuh ternak dan pemeriksaan kondisi
fisiologis ternak.
Penanganan kesehatan sapi potong di Peternakan Rakyat tidak menggunakan vaksinasi
melainkan dilakukan dengan cara memberikan obat cacing, suntik vitamin, dan karantina.
Pemberian vitamin pada ternak dilakukan sebulan sekali dengan tujuan untuk menjaga kondisi
kesehatan ternak sehingga produktivitasnya terjaga. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Fikar
dan Dadi (2010) yang menyatakan bahwa vitamin yang dapat diberikan kepada sapi terutama
indukannya sebaiknya berupa vitamin yang menunjang reproduksi seperti vitamin AD3E. Vitamin A
penting untuk melindungi jaringan epitel seperti kulit, retina, dan membran mucus serta
melindungi sapi dari infeksi. Penyakit yang sering ditemui pada ternak sapi di Peternakan Rakyat
yaitu penyakit kembung, demam, dan patah tulang. Kembung dapat disebabkan karena
penyumbatan gas. Penyumbatan gas terjadi karena adanya sumbatan benda asing pada saluran
keluarnya gas dari lambung. Ternak yang mengalami kembung biasanya diberikan obat tradisional
seperti jahe oleh para peternak, dan jika penyakitnya sudah sangat parah biasanya ternak tersebut
akan di jagal. Pengobatan secara medis biasa dilakukan oleh mantri hewan dengan biaya
pengobatan untuk per ekor ternak biasanya mencapai Rp. 100.000.
Kegiatan sanitasi kandang merupakan sebuah upaya dalam menjaga kebersihan kandang
seperti lantai yang bersih dan kering, atap kandang yang kokoh, drainase sekitar kandang yang
baik dan berbagai cara untuk menghindari ternak dari penyakit. Kegiatan sanitasi kandang
biasanya dilakukan dengan membersihkan lantai kandang minimal dua kali sehari, di Peternakan
Rakyat sanitasi kandang dilakukan dengan rutin setiap harinya. Kegiatan membersihkan kandang
ini dapat dilakukan diluar jadwal tergantung situasi dan kondisi perkandangan yang apabila sudah
terlalu kotor dan pakan yang berserakan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suharyati dan
Madi (2016) yang menyatakan bahwa kandang harus dibersihkan setiap hari dan sapi-sapi harus
dimandikan setiap hari atau minimal seminggu sekali. Pembersihan kandang dan dilanjutkan
dengan pemandian sapi ini bertujuan untuk menjaga kebersihan kandang dan menjaga kesehatan
sapi agar tidak mudah terjangkit oleh penyakit.
IV. KESIMPULAN
1. Bibit sapi pada peternakan Bapak Sukirwan diperoleh dari pasar hewan di Kebumen dnegan
karakteristik sehat dan tidak berpenyakit.
2. Pakan yang diberikan hanya hijauan sebanyak dua kali sehari. Sapi tidak pernah diberikan
konsentrat.
3. Ternak dapat kawin secara alami dan beberapa dikawinkan melalui inseminasi buatan oleh
mantri ternak.
4. Kandang sapi berupa kandang gable yang fasilitas kandangnya masih tradisional.
5. Ternak dipelihara hanya di dalam kandang. Ternak tidak pernah digembalakan karena
keterbatasan lahan peternakan.
6. Penyakit yang sering menyerang ternak adalah diare dan bloat. Penanganan penyakit ternak
dilakukan dengan pemberian obat cacing, vitamin, dan pembersihan kandang setiap pagi dan
sore.
DAFTAR PUSTAKA
Alam, A., S. Dwijatmiko dan W. Sumekar. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas
Budidaya Ternak Sapi Potong di Kabupaten Buru. Agrinimal. 4(1): 28-37.
Brata, B., Soestrisno, E., Setiawan, B.D. and Purba, H.P., 2020. Identifikasi Populasi, Manajemen
Usaha, dan Pola Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kelompok Sumber Tani Kecamatan
Kebawetan Kabupaten Kepahiang. Jurnal Peternakan Indonesia (Indonesian Journal of Animal
Science). 22(3):360-371.
Fikar, S dan R. Dadi. 2010. Beternak dan Bisnis Sapi Potong. PT AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Hanief, M.A.R., Subandiyono dan Pinandoyo. 2014. Pengaruh Frekuensi Pemberian Pakan
Terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan Benih Tawes (Puntius javanicus). Journal of
Aguaculture Management and Technology. 3(4): 67-74.
Hernaman, I., A. Budiman dan A.R. Tarmidi. 2018. Perbaikan Mutu Ransum Sapi Potong Melalui
Pemberian Konsentrat Berbasis Pakan Lokal di Purwakarta. Jurnal Aplikasi Ipteks untuk
Masyarakat. 7(1): 1-5.
Indrayani, I., dan Andri, A., 2018. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Ternak
Sapi potong di Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya. Jurnal Peternakan Indonesia
(Indonesian Journal of Animal Science). 20(3) : 151-159.
Lestari, V.S., S.N. Sirajuddin., dan M. Imran. 2013. Persepsi Masyarakat terhadap Limbah Usaha
Peternakan Sapi Potong. Jurnal Ilmu Ternak Universitas Padjadjaran. 39-41.
Lomboan,A., A. Pohontu., F.P. Jantje dan S.C. Rimbing. 2018. Penampilan Reproduksi Ternak Sapi
Potong di Kecamatan Bintauna Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Jurnal Zootek. 38(1):
102-113.
Luthfi, M., Jauhari E., M. Luthfi., L. Affandhy., dan Dikman. 2013. Petunjuk Teknis Pemeliharaan
dan Penyapihan Pedet Sapi Potong. Badan Litbang Peternakan Kementerian Pertanian
Prasetya, A. N. G. G. A., 2012. Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong Pada Peternakan Rakyat Di
Sekitar Kebun Percobaan Rambatan Bptp Sumatera Barat. Departemen 14 Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Putra, F. A. I. A., N. Hidayat., dan T. Afirianto. 2018. Penentuan Kelayakan Kandang Sapi
Menggunakan Analytic Hierarcy Process-Weighted (AHP-WP). Jurnal Pengembangan
Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer. 2(10) : 4213-4220.
Seftiana, A., Sutopo, S., & Kurnianto, E. (2019). Evaluasi Keunggulan Genetik Sapi Peranakan
Ongole Betina Dengan Dua Metode Yang Berbeda Di Satker Sumberrejo-Kendal. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Peternakan Indonesia (JITPI), Indonesian Journal of Animal Science and
Technology. 5(1): 1-10.
Siregar,S.B. 2003. Tenis Pemeliharaan Ternak Sapi dan Analisis Usaha. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sokku, S. R., dan Sabran F. H. 2019. Deteksi Sapi Sehat Berdasarkan Suhu Tubuh Berbasis Sensor
MLX90614 dan Mikrokontroller. Prosiding Seminar Nasional LP2M UNM. 1(1):613-617.
Sudirman. 2016. Pengaruh Metode Perkawinan Terhadap Keberhasilan Kebuntingan Sapi Donggala
di Kabupaten Sigi. Jurnal Mitra Sains. 4(3): 22-27.
Suharyanti dan Madi, H. 2016. Pengaruh Manajemen Peternak Terhadap Efisiensi Reproduksi Sapi
Bali di Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 16(1):61-
67.
Wati, R. and Mayasari, E., 2017. Sistem pendukung keputusan pemilihan bibit sapi unggul dengan
metode Simple Additive Weighting (SAW) pada peternakan sapi Sriagung Padangratu
Lampung Tengah. Jurnal TAM (Technology Acceptance Model). 5(1):22-28.
Widyaiswara Balai Besar Pelatihan Peternakan Batu. 2016. Gerakan Pemberdayaan Petani
Terpadu. Media Nusa Creative, Malang.
Yulianto, P dan S. Cahyo. 2011. Penggemukan Sapi Potong Hari per Hari. Penebar Swadaya,
Jakarta.
LAMPIRAN