490-Article Text-3717-2-10-20210531
490-Article Text-3717-2-10-20210531
490-Article Text-3717-2-10-20210531
Pendahuluan
Stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan
peningkatan risiko morbiditas, kematian, dan hambatan pertumbuhan motorik dan mental
(Rahmadhita, 2020). Angka kejadian stunting mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Data
secara global menunjukkan bahwa angka kejadian stunting tahun 2018 di perkirakan 21,9% atau
149 juta anak dibawah umur 5 tahun sedangkan di Asia Tenggara terdapat 14,4 juta anak
dibawah umur 5 tahun mengalami stunting (UNICEF/WHO/World Bank Group, 2019).
Berdasarkan data Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2018 Indonesia merupakan
negara ke tiga di Asia Tenggara dengan stunting umur dibawah 5 tahun sebesar 36,4% (SDGs,
2018).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa angka
kejadian stunting secara nasional adalah 37,2% (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Sedangkan
pada tahun 2018 angka kejadian stunting secara nasional adalah 30,8% (Kemenkes RI, 2018a).
Meskipun angka kejadian stunting dalam 5 tahun terakhir sudah menurun namun angka tersebut
290
JIKSH: Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada
Volume 10 Nomor 1 Juni 2021
masih diatas standar yang ditetapkan oleh WHO yaitu sebesar 20% (Kemenkes RI, 2018b).
Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2017 status gizi balita umur 0-59
diwilayah Provinsi DKI Jakarta jumlah balita pendek dan sangat pendek (TB/U) sebanyak
22,7% balita (Direktorat Gizi Masyarakat, 2018). Jakarta Timur sebagai salah satu wilayah DKI
Jakarta menempati posisi kedua dengan jumlah balita pendek dan sangat pendek (TB/U) yaitu
sebanyak 25,7% balita (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, 2018).
Keadaan balita dengan postur tubuh yang pendek dapat disebabkan oleh adanya
masalah dengan kelenjar endokrin dan anemia (Agustina, R., Mandala, Z., & Sahara, 2020),
yang dialami akibat kondisi ibu saat hamil mengalami anemia yang menyebabkan bayi
kekurangan nutrisi sehingga lahir dengan berat badan rendah atau premature (Rahmawati,
2019). Berat badan lahir, panjang badan lahir, usia kehamilan, dan pola asuh ibu mempengaruhi
kejadian stunting (Sumardilah & Rahmadi, 2019). Selain itu, kondisi fisik pendek dan sangat
pendek merupakan salah satu akibat dari kurangnya asupan nutrisi/gizi pada balita yang dialami
mulai saat berada dalam kandungan, maupun setelah balita lahir sampai umur dua tahun (Dinkes
Aceh, 2019). Salah satu penyebab stunting pada anak adalah pemberian ASI Eksklusif tidak
diberikan selama enam bulan karena ASI dibutuhkan selama masa tumbuh kembang bayi agar
kebutuhan nutrisinya terpenuhi (SJMJ, S. A., Toban, R., & Madi, 2020). Balita umur 24-59
bulan termasuk dalam kelompok masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi
(golongan masyarakat kelompok rentan gizi), sedangkan pada saat itu mereka sedang
mengalami proses pertumbuhan yang relatif pesat (Azriful et al., 2018). Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sutomo dan Anggraini (2010), pemenuhan gizi yang seimbang selama masa balita
bahkan saat balita berada dalam kandungan, sangat penting untuk mencegah terjadinya
permasalahan gizi pada masa balita.
Menurut Rivanica dan Oxyandi (2016) Air Susu Ibu (ASI) sangat berperan dalam
pemenuhan nutrisi balita. World Health Organization (WHO) (2005) merekomendasikan ASI
eksklusif diberikan pada bayi selama 6 bulan pertama kehidupanya, karena ASI memberikan
semua energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi. Rekomendasi WHO terhadap pemberian
ASI secara eksklusif sejalan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
450/MENKES/SK/VI/2004 tentang pemberian ASI secara eksklusif (Kemenkes RI, 2014). Data
Profil Anak Indonesia tahun 2018 menunjukkan bahwa sekitar 94,56% anak umur di bawah dua
tahun (baduta) pernah diberi Air Susu Ibu (ASI). Persentase baduta yang pernah diberi ASI
relatif lebih tinggi di perdesaan dibandingkan dengan di perkotaan (Windiarto et al.,
2018). Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia tahun 2018 secara nasional cakupan bayi
mendapatkan ASI eksklusif yaitu sebesar 68,74%. Angka tersebut sudah melampaui target
rencana strategi (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2018 yaitu 47,0%. Cakupan bayi
mendapatkan ASI eksklusif di provinsi DKI Jakarta sebanyak 45,29% angka ini belum
mencapai target rencana strategi (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2018 (Kementerian
Kesehatan RI, 2019). Berdasarkan data profil kesehatan DKI Jakarta tahun 2017 di wilayah
Jakarta Timur presentase balita yang mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 61,22% lebih
rendah jika dibandingkan dengan wilayah Jakarta Utara 71,67% sebagai wilayah tertinggi
presentasi pemberian ASI eksklusif (Dinkes Provinsi DKI Jakarta, 2017).
Menurut Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (2017), stunting
disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang
dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Menurut Stewart et al., (2013) dalam Permadi, et
al., (2016) penyebab masalah stunting salah satunya adalah akibat dari pemberian Air Susu Ibu
(ASI) tidak eksklusif, penundaan Inisiasi Menyusi Dini (IMD), dan penyapihan ASI yang terlalu
cepat. Banyaknya faktor yang dapat menyebabkan stunting, membuat penanganan stunting
harus dilakukan secara komprehensif. Karena, stunting yang tidak ditangani dapat
mengakibatkan penurunan kemampuan kognitif dan prestasi belajar anak (Sutomo &
Anggraini, 2010). Pencegahan kejadian stunting yang dapat dilakukan pada masa balita adalah
terpenuhinya kebutuhan nutrisi sehingga balita dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.
291
Mega Purnamasari, dkk.Teti Rahmawati 2 Hubungan Pemberian Asi Eksklusif dengan …….
Salah satu faktor yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi balita dalah pemberian ASI ekslusif
yang diberikan pada 6 bulan pertama kehidupan. Banyak studi yang telah dilakukan untuk
penyebab kejadian stunting pada balita umur 24-59 bulan. Tujuan studi literatur ini dilakukan
menganalisis hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita umur 24-
59 bulan.
Metode
Desain penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (literature review). Hal ini
dilakukan karena peneliti tidak dapat melakukan penelitian secara langsung dilapangan
dikarenakan sedang terjadi pandemic virus corona (covid-19). Jenis data yang digunakan adalah
data sekunder. Sumber data dalam penelitian literature review ini diperoleh melalui situs
pencarian jurnal terpercaya yaitu Google Scholar dalam kurun waktu tahun 2017 sampai tahun
2020. Metode analisis yang digunakan menggunakan analisis isi jurnal dokumen ini
menggunakan jurnal-jurnal penelitian online yang diperoleh melalui situs pencarian jurnal
terpercaya dengan kriteria inklusi sebagai berikut:
a. Jurnal-jurnal penelitian online megenai pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting
pada balita umur 24-59 bulan (2-5 tahun),
b. Jurnal penelitian online yang digunakan berada dalam rentang waktu 3 tahun terakhir
(tahun 2017 sampai tahun 2020),
c. Jurnal-jurnal penelitian online yang berkelas nasional dan internasional
d. Terdapat nomor ISSN (International Standard Serial Number) baik dalam versi cetak
maupun elektronik atau P dan I dalam jurnal penelitian
e. terdapat Digital Object Identifier (DOI) dalam jurnal penelitian
f. Jurnal-jurnal penelitian diperoleh melalui situs pencarian jurnal terpercaya (Google
Scholar)
g. Jurnal penelitian full text
ditemukan sebanyak 44 jurnal penelitian online. Kemudian dari 44 jurnal penelitian online
tersebut peneliti membaca melalui abstrak untuk memastikan jurnal tersebut sesuai dengan
kriteria inklusi yang peneliti tetapkan. Setelah membaca abstrak peneliti hanya memilih 1
jurnal penelitian online di Indonesia. Jurnal penelitian online yang tidak terpilih adalah jurnal
penelitian online yang tidak sesuai dengan kriteria inklusi.
293
Mega Purnamasari, dkk.Teti Rahmawati 2 Hubungan Pemberian Asi Eksklusif dengan …….
et al., (2020) dan Kahssay et al., (2020) bahwa mayoritas umur pada setiap responden yang
mengalami stunting yaitu umur antara 24 sampai 59 bulan atau dibawah umur 5 tahun atau
biasa disebut dengan balita. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2015) balita adalah anak yang
telah menginjak umur diatas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian anak dibawah
umur lima tahun. Balita umur 24-59 bulan termasuk dalam kelompok masyarakat yang paling
mudah menderita kelainan gizi (golongan masyarakat kelompok rentan gizi), sedangkan pada
saat itu mereka sedang mengalami proses pertumbuhan yang relatif pesat (Azriful et al., 2018).
Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutomo dan Anggraini (2010), pemenuhan gizi yang seimbang
selama masa balita bahkan saat balita berada dalam kandungan, sangat penting untuk mencegah
terjadinya permasalahan gizi pada masa balita.
Pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan gizi
pada masa balita. Hal ini sejalan dengan Rivanica dan Oxyandi (2016) yang mengatakan bahwa
Air Susu Ibu (ASI) sangat berperan dalam pemenuhan nutrisi balita. WHO pada tahun 2005
merekomendasikan pemberian ASI eksklusif diberikan pada bayi selama 6 bulan pertama
kehidupanya, karena ASI memberikan semua energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi
selama 6 bulan pertama kehidupannya, pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat
kematian bayi yang disebabkan oleh berbagai penyakit (Yuliarti, 2010). Rekomendasi WHO
terhadap pemberian ASI secara eksklusif sejalan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
450/MENKES/SK/VI/2004 tentang pemberian ASI secara eksklusif (Kemenkes RI, 2014).
Kemenkes RI (2018c) mengatakan bahwa stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita
memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini
diukur dengan panjang atau tinggi badan yang > -2 SD standar pertumbuhan anak dari WHO.
Menurut Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (2017) stunting dapat
disebabkan oleh praktek pengasuhan yang kurang baik dimana 60% dari anak umur 0-6 bulan
tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif. Hal ini sejalan dengan Stewart et al.,
(2013) dalam Permadi, et al., (2016) bahwa penyebab masalah stunting salah satunya adalah
akibat dari pemberian Air Susu Ibu (ASI) tidak eksklusif, penundaan Inisiasi Menyusi Dini
(IMD), dan penyapihan ASI yang terlalu cepat.
Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2019) menyatakan bahwa hampir seluruh
responden yang tidak mendapatkan ASI eksklusif dalam kondisi sunting (94%). Ini dapat terjadi
karena pengetahuan masyarakat yang kurang (Wijayanti, 2019). Hal ini sejalan dengan dengan
penelitian Risadi et al., (2019) yang mengungkapkan bahwa semakin baik pengetahuan
manajemen laktasi ibu, maka semakin baik pula perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif
dan sebaliknya. Peneliti bependapat bahwa, jika perilaku ibu baik dalam pemberian ASI
eksklusif maka kebutuhan nutrisi balita dapat terpenuhi. Karena ASI eksklusif mengandung zat
gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi (Widaryanti 2019). Widaryanti 2019). Penelitian yang
dilakukan oleh Wijayanti (2019) sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Desa Watugajah
Kabupaten Gunung Kidul oleh Handayani, Kapota, dan Oktavianto (2019) yang menyatakan
bahwa semakin baik pemberian ASI eksklusif yang dilakukan oleh ibu untuk anaknya, maka
semakin baik pula status gizi anak. Dan sebaliknya semakin kurang pemberian ASI eksklusif
yang dilakukan oleh ibu untuk anaknya semakin buruk pula status gizi anak (stunting).
Wijayanti (2019) dalam penelitiannya menemukan selain pengetahuan masyarakat yang
kurang, ternyata terdapat hal lainnya yang menyebabkan orang tua tidak memberikan ASI
secara eksklusif yaitu masyarakat masih dipengaruhi oleh budaya yang kental. Menurut
pendapat peneliti, budaya yang dimaksud adalah bayi diberikan makanan pada umur kurang dari
6 bulan (MP-ASI dini). Penelitian yang dilakukan oleh Fitri dan Ernita (2019) mengatakan
bahwa pemberian MP-ASI yang terlalu dini ini akan berdampak terhadap kejadian infeksi yang
tinggi seperti diare, infeksi saluran nafas, alergi hingga gangguan pertumbuhan karena system
pencernaan bayi masih belum berfungsi dengan sempurna. Windasari et al., (2020) dalam
penelitiannya mengatakan bahwa sebanyak 57,1% balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif
mengalami kondisi stunting. Artinya separuh dari sampel balita stunting dalam penelitiannya
dipengaruhi oleh pemberian ASI eksklusif. Windasari et al., (2020) juga mengatakan bahwa
295
Mega Purnamasari, dkk.Teti Rahmawati 2 Hubungan Pemberian Asi Eksklusif dengan …….
balita yang mendapatkan ASI eksklusif cenderung tidak mengalami stunting. Penelitian yang
dilakukan oleh Latifah, Purwanti, dan Sukamto (2020) yang dilakukan di Posyandu Bangunsari
Desa Wagir Kidul wilayah kerja Puskesmas Pulung bahwa kejadian stunting dapat dipengaruhi
oleh pemberian ASI eksklusif. Sejalan dengan penelitian SJMJ, S. A., Toban, R., dan Madi, M.
(2020) dengan menggunakan uji chi-square diperoleh p = 0,000 (0,000 <0,05), hal ini
menunjukkan ada hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian stunting pada anak
dengan uji odds ratio nilai R = 61 yang artinya anak yang tidak mendapat ASI Eksklusif 61 kali
lebih mungkin mengalami stunting dibandingkan dengan anak yang mendapat ASI Eksklusif.
Menurut penelitian Kahssay et al., (2020) balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif
6,6 kali lebih mungkin terjadi stunting. Hal ini dapat terjadi karena ASI yang diberikan secara
eksklusif mengandung kolostrum (Kahssay et al., 2020). Kolostrum mengandung zat kekebalan
terutama Ig A untuk melindungi bayi dari penyakit infeksi saluran pencernaan terutama diare
Linda (2019). Menurut pendapat peneliti, kolostrum yang terdapat dalam ASI dapat melindungi
bayi dari infeksi saluran pencernaan. Jika infeksi pencernaan terjadi maka akan menyebabkan
penurunan kebutuhan nutrisi pada balita, kebutuhan nutrisi yang tidak terpenuhi akan
menimbulkan permasalah gizi pada balita tersebut. Wulandari et al., (2019) dalam penelitiannya
mengatakan bahwa bahwa balita dengan riwayat infeksi pencernaan (diare) dengan kejadian
stunting pada balita di Kabupaten Bengkulu Utara. Penelitian yang dilakukan oleh Kahssay et
al., (2020) sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fikadu et al., (2014) di Distrik
Meskan Zona Gurage, Ethiopia Selatan, bahwa anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif
sampai umur 6 bulan memiliki risiko 3,27 kali lebih tinggi untuk mengalami stunting
dibandingkan anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif samapi 6 bulan.
Berdasarkan penelitian Wijayanti (2019) di Kabupaten Tuban terdapat balita yang
diberikan ASI secara eksklusif dengan kondisi stunting (21%). Hasil penelitian Windasari et al.,
(2020) di Kota Makassar juga terdapat balita kondisi stunting dengan pemberian ASI secara
eksklusif (28,1%). Kedua penelitian tersebut memiliki kesamaan yakni sama-sama terdapat
balita dengan status ASI eksklusif namun mengalami kondisi stunting. Windasari et al., (2020)
dalam penelitiannya menjelaskan bahwa balita yang diberikan ASI secara eksklusif namun bila
frekuensi pemberiannya kurang, maka balita tersebut juga akan mengalami kekurangan nutrisi.
Peneliti berpendapat bahwa tidak menutup kemungkinan balita yang stunting dengan status ASI
eksklusif yang terdapat dalam penelitian Wijayanti (2019) pun memiliki frekuensi pemberian
ASI eksklusif, sehingga masih terdapat balita stunting dengan status ASI eksklusif.
Monika (2014) dalam teoinya mengatakan ASI mengandung karbohidat. Karbohidrat
utama dalam ASI adalah laktosa yang merupakan komponen utama ASI. Laktosa memenuhi 45-
50% kebutuhan energi bayi. Jenis karbohidrat lain dalam ASI adalah oligosakarida yang
memiliki fungsi penting melindungi bayi dari infeksi. Menurut Monika (2014) Dalam ASI juga
mengandung Lemak sebanyak 3,5 gram lemak per 100 ml. Lemak sangat dibutuhkan sebagai
sumber energi dan sebanyak 50% kebutuhan energi bayi diperoleh dari lemak ASI. Lemak ASI
mengandung DHA dan ARA, kedua asam lemak ini sangat penting untuk perkembangan syaraf
dan vuisual bayi. ASI juga mengandung enzim lipase yang berperan dalam mencerna lemak dan
mengubahnya menjadi energi yang dibutuhkan bayi. Dalam ASI juga terkandung enzim amilase
yang berperan dalam mencerna karbohidrat. Dengan demikian jika dilihat dari kandungan yang
terdapat dalam ASI akan membantu mengurangi angka kejadian kurang gizi dan pertumbuhan
yang terhenti yang umumnya terjadi pada balita.
Penelitian yang dilakukan Sumilat, Malonda, dan Punuh (2019) mengatakan bahwa
terdapat hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan status gizi berdasarkan indeks
(BB/U) dengan nilai p= 0,024. Status gizi berdasarkan indeks (TB/U) dengan nilai p= 0,031.
Status gizi berdasarkan indeks (BB/TB) dengan nilai p= 0,003. Hasil penelitan Wiwin, Dina,
dan Desi (2019) mengenai pemberian ASI ekslusif dengan tumbuh kembang bayi umur 6 bulan
didapatkan hasil yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif
dengan tumbuh kembang bayi umur 6 bulan.
Selain itu menurut Monika (2014) ASI juga mengandung Antiparasit, Antivirus, Anti-
Alergi, Antibodi yang berfungsi melindungi bayi dari berbagai infeksi, seperti K-
JIKSH: Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada
Volume 10 Nomor 1 Juni 2021
Daftar Rujukan
Adilla Kamilia. (2019). Berat Badan Lahir Rendah dengan Kejadian Stunting pada Anak. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(2), 311–315.
https://akper-sandikarsa.e-journal.id/JIKSH/article/view/175
Agustina, R., Mandala, Z., & Sahara, R. (2020). Hubungan Kadar Serum Feritin Dengan
Kejadian Stunting Pada Anak Talasemia β Mayor. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada,
11(1), 265–270. https://akper-sandikarsa.e-journal.id/JIKSH/article/view/258
Azriful, Bujawati, E., Habibi, Aeni, S., & Yusdarif. (2018). Determinan Kejadian Stunting Pada
Balita Usia 24-59 Bulan Di Kelurahan Rangas Kecamatan Banggae Kabupaten Majene.
10(2), 192–203.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. (2018). Prevalensi Gizi Buruk di Jakarta Tinggi,
Bappeda Adakan Forum Lintas Bidang Tema Stunting. Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Provinsi DKI Jakarta.
Dinkes Aceh. (2019). Cegah Stunting Itu Penting. Dinas Kesehatan Aceh.
Dinkes Provinsi DKI Jakarta. (2017). Profil kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017.
Direktorat Gizi Masyarakat. (2018). Hasil Pemantauan Status Gizi ( PSG ) Tahun 2017.
Dwi, A., Yadika, N., Berawi, K. N., & Nasution, S. H. (2019). Pengaruh Stunting terhadap
Perkembangan Kognitif dan Prestasi Belajar. 273–282.
Fikadu, T., Assegid, S., & Dube, L. (2014). Factors Associated With Stunting Among Children
Of Age 24 To 59 Months In Meskan District , Gurage Zone , South Ethiopia : A Case-
Control Study. 1–7. https://doi.org/https://doi.org/10.1186/1471-2458-14-800
Fitri, L., & Ernita. (2019). Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dan MP ASI Dini Dengan
Kejadian Stunting Pada Balita. Ilmu Kebidanan, 8(1).
Handayani, S., Kapota, W. N., & Oktavianto, E. (2019). Hubungan Status ASI Eksklusif
Dengan Kejadian Stunting Pada Batita Usia 24-36 Bulan Di Desa. Jurnal Ilmiah
Kesehatan, 14(4), 287–300.
Kahssay, M., Woldu, E., Gebre, A., & Reddy, S. (2020). Determinants of stunting among
297
Mega Purnamasari, dkk.Teti Rahmawati 2 Hubungan Pemberian Asi Eksklusif dengan …….
children aged 6 to 59 months in pastoral community, Afar region, North East Ethiopia:
unmatched case control study. BMC Nutrition, 6(1), 1–8. https://doi.org/10.1186/s40795-
020-00332-z
Kemenkes RI. (2014). Infodatin ASI.
Kemenkes RI. (2018a). Hasil Utama Riskesdas 2018 (2018th ed.). Kementerian Kesehatan.
Kemenkes RI. (2018b). Penurunan Stunting Jadi Fokus Pemerintah. Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. (2018c). Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia (E. S. Sakti (ed.); 1st ed.).
Pusat Data dan Informasi.
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar.
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Infodatin-Anak-Balita. In kemenkes RI, Pusat data dan
informasi (Issue situasi kesehatan anak balita di Indonesia, pp. 1–8). Kementerian
Kesehatan.
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2018.
Latifah, A. M., Purwanti, L. E., & Sukamto, F. I. (2020). Hubungan Pemberian Asi Eksklusif
Dengan Kejadian Stunting Pada Balita 1-5 Tahun. Health Sciences Journal, 4(1), 142.
https://doi.org/10.24269/hsj.v4i1.409
Linda, E. (2019). ASI Eksklusif. Yayasan Jamiul Fawaid.
Monika, F. . (2014). Buku Pintar ASI dan Menyusui. Noura Books.
Permadi, M. R., Hanim, D., Kusnandar, & Indarto, D. (2016). Risiko Inisiasi Menyusu Dini Dan
Praktek Asi Eksklusif Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak 6-24 Bulan (Early
Breastfeeding Initiation And Exclusive Breastfeeding As Risk Factors Of Stunting
Children 6-24 Months-Old). 36(1). https://doi.org/10.22435/pgm.v39i1.5965.9-14
Rahmadhita, K. (2020). Permasalahan Stunting dan Pencegahannya. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Sandi Husada, 11(1), 225–229.
https://akper-sandikarsa.e-journal.id/JIKSH/article/view/253
Rahman, A., & Nur, A. F. (2015). Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas
Managaisaki. 33.
Rahmawati, T. (2019). Dukungan Informasi Suami Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil.
Persada Husada Indonesia, 6(22), 50–59.
Risadi, C. A., Mashabi, N. A., & Prastiti Laras Nugraheni. (2019). Pengaruh Pengetahuan Ibu
Mengenai Menejemen Laktasi Terhadap Perilaku Pemberian ASI Eksklusif.
https://doi.org/doi.org/10.21009/JKKP.061.04
Rivanica, R., & Oxyandi, M. (2016). Buku Ajar dan Deteksi Dini Tumbuh Kembang dan
Pemeriksaan Bayi Baru Lahir. Salemba Medika.
SDGs. (2018). World Health Statistics 2018: Monitoring Health For The Sustainable
Development Goals (SDGs). In World Health Organization 2018 (Vol. 10, Issue 2).
SJMJ, S. A., Toban, R., & Madi, M. (2020). Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan
Kejadian Stunting Pada Balita. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(1), 448–455.
https://akper-sandikarsa.e-journal.id/JIKSH/article/view/314
Sumardilah, D. S., & Rahmadi, A. (2019). Risiko Stunting Anak Baduta (7-24 bulan). Jurnal
Kesehatan, 10(1), 93. https://doi.org/10.26630/jk.v10i1.1245
Sumilat, M. F., Malonda, N. S. H., & Punuh, M. I. (2019). Hubungan Antara Status Imunisasi
Dan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Status Gizi Balita Usia 24-59 Bulan Di Desa Tateli
Tiga Kecamatan Mandolang Kabupaten Minahasa. Kesehatan Masyarakat, 8(6), 326–334.
Sutomo, B., & Anggraini, D. Y. (2010). Menu Sehat Alami untuk Balita Battita &Balita
(Pertama). Demedia.
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. (2017). 1000 Kabupaten/Kota Prioritas
untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting) Ringkasan.
UNICEF/WHO/World Bank Group. (2019). Levels and trends in child malnutirtion: key
findings of the 2019 Edition of the Joint Child Malnutrition Estimates. 1–15.
Widaryanti, R. (2019). Pemberian Makanan Bayi & Anak. Deepublish.
Wijayanti, E. E. (2019). Hubungan Antara BBLR, ASI Esklusif dengan Kejadian Stunting Pada
JIKSH: Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada
Volume 10 Nomor 1 Juni 2021
299