Bab 1-3 Riset

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 66

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB KEJADIAN WASTING PADA

BALITA USIA 7- 59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS


MAJALENGKA KABUPATEN MAJALENGKA
TAHUN 2022

PROPOSAL RISET PENELITIAN

Oleh:

SRI AGUSTIN
NIM: 19154011021

PROGRAM STUDI KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YPIB
MAJALENGKA
2022
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB KEJADIAN WASTING PADA
BALITA USIA 7- 59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
MAJALENGKA KABUPATEN MAJALENGKA
TAHUN 2022

PROPOSAL RISET PENELITIAN

Diajukan Sebagai Salah Syarat Untuk Menyelesaikan


Pendidikan Program Diploma III Kebidanan

Oleh:

SRI AGUSTIN
NIM: 19154011021

PROGRAM STUDI KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YPIB
MAJALENGKA
2022
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa balita dianggap sebagai masa pertumbuhan dan perkembangan

yang paling pesat dibandingkan dengan kelompok umur lainnya sehingga

disebut windows of opportunity. Intervensi kesehatan dan gizi harus diberikan

secara optimal pada periode ini untuk menjamin kelangsungan hidup dan

tumbuh kembang anak (Hasyim, 2017). Indonesia termasuk dalam 17 negara

yang memiliki tiga masalah gizi pada anak balita: stunting, wasting, dan

kelebihan berat badan. Apabila pemberian gizi tidak diberikan secara optimal

akan menimbukan masalah gizi masyarakat salah satunya wasting (gizi kurus)

pada balita. Wasting (gizi kurus) sebagai bentuk kegagalan untuk mencapai

pertumbuhan yang optimal diukur berdasarkan BB/TB. Wasting memiliki

dampak besar yang dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian anak.

Apabila keadaan kurang gizi pada masa balita terus berlanjut, maka dapat

menurunkan kecerdasan, produktifitas, kreatifitas, dan sangat berpengaruh

pada kualitas SDM (Darmawati, 2019).

World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa angka

masalah kesehatan masyarakat diklasifikasikan serius jika memiliki persentase

10,0% - 14,0%, dan diklasifikasikan kritis jika melebihi ≥15%. Menurut WHO

pada tahun 2018 jumlah penderita gizi balita kurus (Wasting) di dunia

mencapai 104 juta, dan keadaan gizi balita kurus menjadi penyebab sepertiga

1
2

dari seluruh penyebab kematian balita di seluruh dunia. Asia Selatan

merupakan daerah yang memiliki prevalensi gizi balita kurus (Wasting)

terbesar didunia, yaitu sebesar 46 %, disusul sub- Sahara Afrika 28 %,

Amerika Latin/Caribbean 7 %, dan yang paling rendah terdapat di Eropa

Tengah, Timur, dan Commonwealth of Independent States (CEE/CIS) sebesar

5 % (UNICEF,2013). Keadaan gizi balita kurus (Wasting) pada balita juga

dapat dijumpai di Negara berkembang, termasuk di Indonesia (Triveni, 2020).

Data Riset Kesehatan Dasar di Indonesia tahun 2018 menunjukkan

bahwa 10,2% balita di Indonesia mengalami wasting. Sebanyak 6,7% balita

dengan kategori kurus dan 3,5% kategori sangat kurus. Jumlah ini juga

menurun sebanyak 1,9% dibandingkan pada tahun 2013 yaitu sebesar 12,1%.

Data tersebut menunjukkan meskipun data wasting di Indonesia mengalami

penurunan, namun jumlah tersebut berada diatas standar batas yang ditetapkan

oleh WHO yaitu 5% untuk wasting. Indonesia sendiri pun telah menetapkan

target angka kejadian wasting untuk bayi dan balita pada tahun 2024 yaitu 7%

(Kemenkes RI, 2020).

Data yang diperoleh dari dinas kesehatan Provinsi Jawa Barat (2020)

memperlihatkan prevalensi gizi balita kurus (Wasting) pada balita 0-5 tahun

sebesar 9,7% di tahun 2019 dan pada tahun 2020 sebesar 4,9% (Dinkes Jawa

Barat, 2020). Prevalensi gizi balita kurus di Kabupaten Majalengka

mengalami penurunan dari tahun 2019 yaitu sebesar 4% dan pada tahun 2020

sebesar 2,4%. Hal ini membuktikan bawa semakin berkurangnya balita dengan
3

gizi kurus (Wasting) di Kabupaten Majalengka (Profil Dinkes Majalengka,

2020).

Kejadian wasting pada balita tahun 2020 dengan pesentase tertinggi

adalah di wilayah kerja Puskesmas Majalengka sebanyak 132 atau sebesar

7,1% dari 1872 balita usia 0-59 bulan. Urutan kedua terbanyak adalah

Puskesmas Majalengka sebanyak 173 atau sebesar 5,8% dari 2977 balita usia

0-59 bulan. Urutan ketiga terbanyak adalah di Puskesmas Talaga sebanyak

158 orang atau sebesar 5,5% dari 2885 balita usia 0-59 bulan (Profil Dinkes

Majalengka, 2020).

Menurut Call dan Levinson, bahwa status gizi dipengaruhi oleh dua

faktor yaitu konsumsi makanan dan tingkat kesehatan, kedua faktor ini adalah

penyebab langsung, sedangkan penyebab tidak langsung yaitu kandungan zat

gizi dalam bahan makanan, kebiasaan makan, ada tidaknya program

pembelian makanan diluar keluarga, pemeliharaan kesehatan, daya beli

keluarga, serta lingkungan fisik dan sosial (Supariasa, 2018).

Wasting dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor langsung dan tidak

langsung. Faktor langsung yang mempengaruhi status gizi anak atau

terjadinya wasting ialah adanya penyakit infeksi dan asupan makanan

sedangkan faktor penyebab tidak langsung antara lain penghasilan keluarga,

riwayat pemberian ASI eksklusif, kelengkapan imunisasi dan riwayat BBLR

(Lastanto dkk, 2017). Studi lain menjelaskan, faktor penyebab dari kejadian

balita kurus (wasting) diantarnya, Pemberian ASI yang tidak optimal, status

ekonomi miskin dan pendidikan ibu, diare dan morbiditas saluran pernapasan,
4

saluran sanitasi dan tempat tinggal di pedesaan terkaitdengan meningkatnya

kemungkinan balita kurus (wasting) di antara anak-anak kurang dari 5 tahun.

(Derso, 2017).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dkk, menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status ekonomi keluarga

dengan kejadian wasting. Penelitian ini menunjukkan bahwa rumah tangga

dengan status ekonomi rendah akan beresiko lebih besar untuk anak

mengalami wasting. Menurut Septikasari (2018) keluarga dengan pendapatan

dibawah UMR berisiko tidak memberikan nutrisi yang adekuat dibandingkan

dengan keluarga dengan pendapatan diatas UMR. Rendahnya daya beli

menyebabkan pemenuhan kebutuhan dasar pangan yang memenuhi syarat

asupan gizi yang cukup tidak dapat terpenuhi yang pada akhirnya berdampak

pada status gizi keluarga khususnya anak sebagai kelompok rentan. Keluarga

dengan status ekonomi yang rendah tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi

karena tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli bahan makanan yang

bergizi (Hasyim, 2017).

Beberapa hari pertama setelah persalinan, ASI memproduksi cairan

emas, cairan pelindung yang kaya zat anti infeksi dan berprotein tinggi yang

disebut kolostrum. Kolostrum lebih banyak mengandung protein dan zat anti

infeksi 10-17 kali lebih banyak dibanding ASI matang (mature). Cairan emas

yang encer dan berwarna kuning atau jernih yang lebih menyerupai darah

daripada susu, sebab mengandung sel hidup yang menyerupai sel darah putih

yang dapat membunuh kuman penyakit. Hal ini menunjukkan balita yang
5

tidak ASI Eksklusif antibodinya berkurang sehingga rentan mengalami

penyakit infeksi yang mengakibatkan penurunan nafsu makan dan berdampak

pada status gizi kurus balita (Supariasa, 2016).

Infeksi dapat menghambat reaksi imunologis yang normal dengan

menghabiskan sumber energi di tubuh. Jika hal ini terjadi secara terus menerus

pertumbuhan dan perkembangan anak bisa terhambat serta kondisi fisik juga

akan mengalami pengurusan (wasting). Infeksi akan lebih mengakibatkan

dampak yang berbahaya bila menyerang seseorang yang kurang gizi. Infeksi

menyebabkan terjadinya penghancuran jaringan tubuh, baik untuk bibit

penyakit itu sendiri maupun penghancuran untuk memperoleh protein yang

diperlukan untuk mempertahankan tubuh (Prawesti, 2018).

Berdasarkan data di atas dan pengamatan sampai saat ini, maka penulis

ingin membuktikan tentang “Analisis Faktor Kejadian Wasting Pada Balita

Usia 7-59 Bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten

Majalengka Tahun 2022”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diketahui bahwa

kejadian wasting pada balita tahun 2020 dengan pesentase tertinggi adalah di

wilayah kerja Puskesmas Majalengka sebesar 7,1% dari 1872 balita usia 0-59

bulan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “bagaimana

analisis faktor kejadian wasting pada balita usia 7-59 bulan di Wilayah Kerja

UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka Tahun 2022 ?


6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui analisis faktor kejadian wasting pada balita usia 7-59

bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten

Majalengka Tahun 2022

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran kejadian wasting pada balita usia 7-59 bulan

di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten

Majalengka Tahun 2022

b. Diketahuinya gambaran pendapatan keluarga di Wilayah Kerja UPTD

Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka Tahun 2022.

c. Diketahuinya gambaran pemberian ASI Ekeklusif di Wilayah Kerja

UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka Tahun 2022

d. Diketahuinya gambaran riwayat penyakit infeksi di Wilayah Kerja

UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka Tahun 2022

e. Diketahuinya hubungan pendapatan keluarga dengan kejadian wasting

pada balita usia 7-59 bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas

Majalengka Kabupaten Majalengka Tahun 2022.

f. Diketahuinya hubungan ASI Ekeklusif dengan kejadian wasting pada

balita usia 7-59 bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka

Kabupaten Majalengka Tahun 2022


7

g. Diketahuinya hubungan riwayat penyakit infeksi dengan kejadian

wasting pada balita usia 7-59 bulan di Wilayah Kerja UPTD

Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka Tahun 2022

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam berbagai

hal, yaitu sebagai berikut :

1. Bagi Puskesmas

Puskesmas dapat mengetahui hasil penelitian tentang analisis faktor

kejadian wasting pada balita usia 7-59 bulan, sehingga dapat melakukan

upaya pencegahan masalah kejadian wasting pada balita usia 7-59 bulan.

2. Bagi Ibu Balita

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat meningkatkan peran

keluarga dalam mencegah kejadian wasting pada balita usia 7-59 bulan

dengan mengikuti program kesehatan bagi balita.

3. Bagi STIKes YPIB Majalengka

Diharapkan penelitian ini akan menambah literatur, sebagai dasar

penelitian khususnya kejadian wasting pada balita usia 7-59 bulan.

4. Bagi Peneliti

Penelitian ini bagi peneliti dapat dijadikan sarana belajar dalam rangka

menambah pengetahuan, untuk menerapkan teori yang telah penulis

dapatkan selama masa perkuliahan dan juga untuk mengadakan penelitian

lebih lanjut tentang kejadian wasting pada balita usia 7-59 bulan.
8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Status Gizi

1. Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah salah satu indikator yang digunakan untuk

mengetahui status kesehatan masyarakat. Status gizi keadaan tubuh yang

merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke

dalam tubuh dan penggunaannya. Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi

makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Apabila tubuh

mendapatkan cukup zat gizi dan digunakan secara efisien maka akan

tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik,

perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada

tingkat sebaik mungkin (Prawesti, 2018).

Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status

keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang

dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis

(pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan

lainnya) (Suyanto, 2019). Status gizi dapat pula diartikan sebagai

gambaran kondisi fisik seseorang sebagai refleksi dari keseimbangan

energi yang masuk dan yang dikeluarkan oleh tubuh (Marmi, 2016).

8
9

2. Klasifikasi Status Gizi

a. Klasifikasi berdasarkan indikator BB/U

Berat badan merupakan parameter yang memberikan gambaran

massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yang

mendadak seperti adanya penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan

atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan

adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan

normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara

konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan

berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan

abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu

dapat berkembang cepat atau lebih lambat. Mengingat karakteristik

berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan

status gizi seseorang saat ini (Septikasari, 2018). Berikut ini

merupakan klasifikasi status gizi berdasarkan indikator BB/U :

Tabel 2.1 Indeks Antropometri Berdasarkan BB/U

No Kategori Z score
1 Gizi buruk < -3,0
2 Gizi kurang ≥ -3,0 sampai dengan < -2,0
3 Gizi baik ≥ -2,0 sampai dengan ≤ -2,0
4 Gizi lebih > 2,05

b. Klasifikasi berdasarkan indikator TB/U :

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan

keadaan pertumbuhan skeletal atau tulang. Dalam keadaan normal,


10

pertumbuhan tinggi badan sejalan dengan pertambahan umur. Tidak

seperti berat badan, pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif

terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.

Sehingga pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan

nampak dalam waktu yang relatif lama. Dengan demikian indikator

TB/U sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang

berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi

pada masa balita (Septikasari, 2018). Berikut ini merupakan klasifikasi

status gizi berdasarkan indikatorRTB/U :

Tabel 2.2 Indeks Antropometri Berdasarkan TB/U

No Kategori Z score
1 Sangat Pendek < -3,0
2 Pendek ≥ -3,0 sampai dengan < -2,0
3 Normal ≥ -2,0
4 Tinggi > 2,0

c. Klasifikasi berdasarkan indikator BB/TB :

BB/TB merupakan indikator pengukuran antropometri yang

paling baik, karena dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan

lebih sensitif dan spesifik. Berat badan berkorelasi linier dengan tinggi

badan, artinya perkembangan berat badan akan diikuti oleh

pertambahan tinggi badan. Oleh karena itu, berat badan yang normal

akan proporsional dengan tinggi badannya (Septikasari, 2018). Berikut

ini merupakan klasifikasi status gizi berdasarkan indikator BB/TB :


11

Tabel 2.3 Indeks Antropometri Berdasarkan BB/TB

No Kategori Z score
1 Sangat kurus < -3,0
2 Kurus ≥ -3,0 sampai dengan < -2,0
3 Normal ≥ -2,0 sampai dengan ≤ 2,0
4 Gemuk > 2,0

3. Penilaian Status Gizi

Menurut buku yang ditulis oleh Septikasari (2018) penilaian status

gizi balita dapat diukur berdasarkan pengukuran antropometri yang terdiri

dari variabel umur, berat badan (BB), dan tinggi badan (TB).

a. Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi,

kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang

salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang

akurat menjadi tidak berarti apabila tidak disertai dengan penentuan

umur yang tepat. Ketentuan yang digunakan dalam perhitungan umur

adalah 1 tahun menjadi 12 bulan dan 1 bulan menjadi 30 hari.

b. Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran

massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka

terhadap perubahan yang mendadak, baik karena penyakit infeksi

maupun konsumsi makanan yang menurun. Untuk memperoleh data

berat badan dapat digunakan timbangan dacin ataupun timbangan injak

yang memiliki presisi 0,1 kg. timbangan dacin atau timbangan anak
12

digunakan untukmenimbang anak sampai umur 2 tahun atau selama

anak masih bisa dibaringkan/duduk tenang.

c. Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat

dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik

untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan

keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita.

Panjang badan diukur dengan length-board dengan presisi 0,1 cm dan

tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise dengan presisi

0,1 cm.

B. Wasting

1. Pengertian Wasting

Balita kurus adalah suatu kondisi dimana balita menderita

gangguan gizi dengan diagnosis ditegakkan berdasarkan penilaian tinggi

badan per berat badan (Hasyim, 2017). Wasting merupakan suatu kondisi

kekurangan gizi akut dimana BB anak tidak sesuai dengan TB atau nilai Z-

score kurang dari -2SD (Standart Deviasi) (Afriyani, 2016). Anak kurus

merupakan masalah gizi yang sifatnya akut, sebagai akibat dari peristiwa

yang terjadi dalam waktu yang tidak lama seperti kekurangan asupan

makanan (Rochmawati, 2016).

Wasting merupakan kelompok gizi kurang, secara langsung

disebabkan oleh inadekuat nutrisi dan penyakit infeksi sedangkan

penyebab pokok masalah gizi kurag meliputi ketahanan pangan yang tidak
13

memadai, perawatan ibu dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai

(Persagi, 1999) dalam Supriasa (2018). Wasting adalah kegagalan untuk

mencapai pertumbuhan yang optimal, diukur berdasarkan BB/TB (berat

badan menurut tinggi badan) (BAPPENAS, 2017). Wasting ditandai

dengan badan yang kurus akibat kurangnya asupan zat gizi sehingga massa

tubuh tidak sesuai dengan tinggi badan anak (Pramudya dan Bardosono,

2017).

2. Penyebab Wasting

Faktor penyebab wasting dikelompokkan 3 kategori yaitu

berdasarkan faktor ibu, anak, dan keluarga. Faktor ibu yaitu ASI eksklusif,

pola asuh, tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu, dan status

pekerjaan. Faktor anak yaitu jenis kelamin, usia, asupan nutrisi, penyakit

infeksi, dan BBLR. Faktor keluarga yaitu ketahanan pangan keluarga,

tingkat ekonomi dan jumlah anggota keluarga (Prawesti, 2018)

a. Berdasarkan Faktor Ibu

1) ASI Eksklusif

ASI merupakan satu-satunya sumber asupan makanan yang

terbaik bagi bayi karena memiliki unsur-unsur memenuhi semua

kebutuhan nutrien selama periode 6 bulan. ASI harus diberikan

sampai usia 24 bulan karena mengandung nutrisi esensial untuk

mambantu perkembangan dan pertumbuhan bayi agar lebih

optimal. Pemberian ASI dikelompokkan tiga waktu yaitu

pemberian ASI ketika anak baru lahir (kolostrum), pemberian ASI


14

sampai usia 6 bulan tanpa tambahan makanan/minuman lain

(eksklusif), pemberian ASI sampai dengan usia 24 bulan disertai

makanan pendamping ASI (Septikasari, 2018). ASI yang keluar

pada hari pertama dan kedua setelah melahirkan biasa disebut

dengan kolostrum. Kolostrum berwarna kuning atau jernih karena

mengandung sel hidup menyerupai sel darah putih yang dapat

membunuh kuman penyakit. Selain itu kolostrum mengandung air,

tinggi protein, lemak, laktose, mineral, vitamin, rendah

karbohidrat, immunoglobulin dan antibodi yang melindungi bayi

dari infeksi (Rochmawati, 2016)

2) Pola Asuh.

Anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap

gangguan kesehatan dan gizi, karena pada masa ini masih terjadi

proses pertumbuhan dan perkembangan yang memerlukan zat-zat

gizi dalam jumlah yang besar. Pada masa anak-anak kelangsungan

serta kualitas hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya

terutama ibu. Peran serta keluarga terutama ibu dalam proses pola

asuh sangat menentukan status gizi pada anak (Subekti, 2012).

Orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya sering melupakan pola

asuh makan bagi anaknya. Pola asuh makan pada anak usia

prasekolah berperan penting dalam proses pertumbuhan pada anak,

karena dalam makanan banyak mengandung zat gizi. Zat gizi

memiliki keterkaitan yang erat hubungannya dengan kesehatan dan


15

kecerdasan anak. Jika pola asuh makan tidak tercapai dengan baik

pada usia ini maka pertumbuhan dan perkembangan akan

terganggu, sehingga dapat menyebabkan tubuh anak menjadi kurus

(Sa’diya, 2015)

3) Tingkat Pendidikan Ibu.

Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi seseorang untuk

memahami dan menerima informasi. Orang tua dengan pendidikan

yang rendah akan lebih mengikuti pantangan yang ada daripada

menerima hal yang baru. Misalnya pantangan memakan makanan

tertentu. Hal ini dianggap bahwa pantangan yang sudah ada tidak

akan memberikan dampak apapun terhadap anak, bahkan jika

dilanggar dianggap akan berdampak buruk bagi anak. Orang tua

dengan pendidikan yang baik akan mengerti bagaimana mengasuh

anak dengan baik, menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan

dengan baik dan menjaga kebersihan lingkungan (Septikasari,

2018). Anak yang memiliki ayah dengan pendidikan rendah akan

meningkatkan risiko kejadian kurang gizi sebesar 1,5 kali lebih

besar dibandingkan dengan anak yag memiliki ayah dengan

pendidikan tinggi. Pendidikan ayah dapat merefleksikan pekerjaan

kepala keluarga dan secara tidak langsung berhubungn dengan

pendapatan keluarga dan status sosial keluarga. Status sosial

keluarga yang baik akan lebih berpeluang mampu memenuhi

kebutuhan keluarga termasuk dalam sektor pangan dan


16

menyediakan lingkungan tempat tinggal dengan sanitasi yang baik

sehingga anak dapat tumbuh dalam kondisi sehat (Septikasari,

2018)

4) Tingkat Pengetahuan Ibu.

Pengetahuan gizi merupakan kemampuan seseorang untuk

mengingat kembali kandungan gizi makanan, sumber serta

kegunaan zat gizi tersebut dalam tubuh. Pengetahuan gizi sendiri

adalah salah satu permasalahan di masyarakat yang menyebabkan

berbagai masalah gizi terutama wasting. Pada umumnya di

masyarakat ibu yang memiliki pengetahuan gizi sangat rendah.

Para ibu tidak mengetahui cara menghidangkan makanan agar

anaknya tidak bosan, tidak mengetahui pemilihan makanan yang

bernilai gizi baik, dan tidak mengetahui cara pengelolaan makanan

yang baik. Hal ini akan mempengaruhi asupan gizi yang diterima

anak menjadi kurang (Subekti, 2012). Asupan zat gizi yang

dimakan oleh balita sehari-hari tergantung pada ibunya sehingga

ibu memiliki peran yang penting terhadap perubahan masukan zat

gizi pada balita. Ibu dengan tingkat pengetahuan yang lebih baik

kemungkinan besar akan menerapkan pengetahuannya dalam

mengasuh anaknya, khususnya memberikan makanan sesuai

dengan zat gizi yang diperlukan oleh balita, sehingga balita tidak

mengalami kekurangan asupan makanan (Ni’mah, 2017).


17

5) Status Pekerjaan.

Pekerjaan merupakan faktor penting dalam menentukan

kualitas maupun kuantitas pangan, karena pekerjaan berhubungan

dengan pendapatan. Pendapatan keluarga yang mencukupi akan

menunjang perilaku anggota keluarga untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan keluarga lebih memadai. Pendapatan akan

mempengaruhi pemenuhan zat gizi makanan keluarga dan

kesempatan dalam mengikuti pendidikan formal (Wado, 2019). Di

pedesaan maupun perkotaan mayoritas ibu bekerja sebagai ibu

rumah tangga. Banyaknya ibu yang tidak bekerja seharusnya

memberikan dampak positif terhadap balitanya, karena ibu lebih

memilih waktu yang banyak untuk bersama anak, sehingga dapat

merawat dan mengurusnya dengan baik. Kondisi ini karena

kurangnya kesadaran ibu terhadap kesehatan balitanya, sehingga

waktu yang dimiliki tidak dimanfaatkan dengan baik untuk

merawat balita. Sehingga kebutuhan balita terutama nutrisi menjadi

tidak tercukupi (Wado, 2019)

b. Berdasarkan Faktor Anak

1) Jenis Kelamin.

Jenis kelamin menentukan besar kecilnya status gizi anak.

Menurut hasil penelitian Ni’mah (2015) wasting paling sering

dialami oleh anak laki-laki. Hal ini dikarenakan anak laki-laki


18

biasanya membutuhkan lebih banyak zat gizi seperti energi dan

protein daripada perempuan. Jenis kelamin merupakan faktor

internal seseorang yang berpengaruh.

2) Usia.

Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan

pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi

yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Karena makanan

memberikan sejumlah zat gizi yang diperlukan untuk tumbuh

kembang pada setiap tingkat perkembangan dan usia yaitu masa

bayi, balita, dan usia prasekolah. Pemilihan makanan yang tepat

dan benar sangat mempengaruhi kecukupan gizi untuk tumbuh

kembang fisik (Suhendri, 2019). Menurut hasil penelitian Ni’mah

(2015) wasting paling sering dialami anak dengan umur 13-36

bulan. Pada anak usia diatas 6 bulan, merupakan usia dimana balita

sangat tergantung pada makanan tambahan. Disamping itu anak

juga sudah mulai mengenal makanan jajanan. Apabila hal ini tidak

terpenuhi dalam kualitas maupun kuantitas makanan yang cukup

maka status gizi anak akan menurun.

3) Asupan Nutrisi.

Asupan nutrisi merupakan makanan bergizi yang digunakan

untuk mencukupi kebutuhan tubuh. Asupan nutrisi pada anak yang

tidak adekuat dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan

perkembangan anak, bahkan apabila kondisi tersebut tidak


19

ditangani dengan baik maka risiko kesakitan dan kematian anak

akan meningkat. Selain itu tidak terpenuhinya nutrisi dalam tubuh

dapat berpengaruh terhadap sistem kekebalan tubuh. Sistem

kekebalan tubuh yang lemah menyebabkan anak lebih rentan

terkena penyakit menular dari lingkungan sekitarnya terutama pada

lingkungan dengan sanitasi yang buruk maupun dari anak lain atau

orang dewasa yang sedang sakit. Karena daya tahan tubuh lemah,

anak dengan asupan nutrisi tidak adekuat sering kali mengalami

infeksi saluran cerna berulang. Infeksi saluran cerna inilah yang

meningkatkan risiko kekurangan gizi semakin berat karena tubuh

anak tidak dapat menyerap nutrisi dengan baik. Status gizi yang

buruk dikombinasikan dengan infeksi dapat menyebabkan

keterlambatan pertumbuhan (Septikasari, 2018). Kekurangan salah

satu zat gizi dapat menyebabkan kekurangan zat gizi lainnya.

Sebagai contoh kekurangan zat besi, magnesium dan zinc dapat

menyebabkan anoreksia yang berakibat tidak terpenuhinya zat gizi

yang lain seperti protein. Kekurangan protein dapat mengganggu

tumbuh kembang anak sehingga dapat menimbulkan komplikasi

jangka panjang. Tidak terpenuhinya nutrisi juga berdampak pada

perkembangan otak dan kapasitas intelektual di masa kritis

pertumbuhannya yang menyebabkan penurunan kecerdasan.

Apabila asupan zat gizi tidak adekuat terus berlanjut dan semakin
20

buruk maka dapat mnyebabkan kematian pada anak (Septikasari,

2018).

4) Penyakit Infeksi.

Penyakit infeksi adalah penyakit yang diderita anak, bersifat

akut yang terjadi setiap bulan atau kronik yang terjadi baik dalam

satu minggu atau lebih secara terus menerus. Penyakit infeksi dapat

menurunkan nafsu makan anak, menyebabkan kehilangan bahan

makanan karena muntah/diare, dan gangguan penyerapan dalam

saluran pencernaan, sehingga dapat menyebabkan asupan nutrisi

untuk tubuh berkurang. Selain itu infeksi dapat menghambat reaksi

imunologis yang normal dengan menghabiskan sumber energi di

tubuh. Jika hal ini terjadi secara terus menerus pertumbuhan dan

perkembangan anak bisa terhambat serta kondisi fisik juga akan

mengalami pengurusan (wasting) (Prawesti, 2018). Infeksi akan

lebih mengakibatkan dampak yang berbahaya bila menyerang

seseorang yang kurang gizi. Infeksi menyebabkan terjadinya

penghancuran jaringan tubuh, baik untuk bibit penyakit itu sendiri

maupun penghancuran untuk memperoleh protein yang diperlukan

untuk mempertahankan tubuh. Hadirnya penyakit infeksi dalam

tubuh anak akan semakin memburuk jika disertai muntah dan

diare. Dalam kondisi ini, dalam tubuh terjadi penurunan imunitas

atau penurunan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit

(Adriani, 2014). Penyakit infeksi yang sering terjadi dan memiliki


21

hubungan terhadap terjadinya wasting adalah diare dan ISPA

(Infeksi Saluran Pernapasan Atas). Diare yang terjadi pada anak

sangat berbahaya karena dapat menyebabkan tubuh kehilangan

cairan dalam jumlah banyak. Diare dapat menimbulkan kerusakan

pada mukosa usus sehingga protein, cairan dan zat lainnya tidak

dapat terserap dengan baik. Apabila nutrisi tidak bisa terserap

dengan baik, anak akan mengalami kekurangan gizi sehingga

tubuh anak perlahan-lahan akan kurus (Tambunan, 2019). ISPA

merupakan gangguan kesehatan yang sering menyerang balita yang

disebabkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang sering

dikenal yaitu bakteri, jamur, virus. Mikroorganisme ini tinggal

dijaringan sel tubuh dan memakan zat gizi dari untuk bertahan

hidup. apabila tidak segera mendapat pengobatan zat gizi yang

tersedia di dalam tubuh akan habis dan bisa menyebabkan anak

kekurangan gizi serta kondisi fisik yang menjadi kurus (Pandi,

2012).

5) BBLR.

Berat lahir merupakan berat bayi yang ditimbang dalam

waktu satu jam pertama setelah dilahirkan. Secara normal berat

bayi baru lahir berkisar antara 2.500- 4.000 gram. Bayi yang lahir

lebih dari 4.000 gram disebut bayi besar sedangkan bayi yang lahir

kurang dari 2.500 gram disebut dengan berat bayi lahir rendah

(BBLR). Kejadian BBLR merusakan salah satu indikator kesehatan


22

masyarakat karena memiliki hubungan dengan angka kematian,

kesakitan, dan kejadian gizi kurang di masa yang akan datang

(Septikasari, 2018). Anak yang lahir dengan BBLR selain memiliki

organ-organ dan tubuh yang kecil juga mengalami defisit sel otak

sebesar 10-17 %. Defisit sel otak akan meningkat menjadi 30-40 %

apabila bayi tidak mendapatkan asupan makanan dengan baik.

Defisit sel otak dapat mengakibatkan gangguan pada sistem saraf

yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada

anak. Selain defisit sel otak bayi dengan BBLR juga mengalami

defisit simpanan gizi sehingga imunitas atau daya tahan tubuh

mengalami penurunan. Dengan demikian maka bayi dengan BBLR

akan mudah terserang penyakit terutama penyakit infeksius

(Hayati, 2009). Dampak lain dari BBLR dapat berupa gagal

tumbuh (grouth-faltering), anak pendek (stunting) tiga kali lebih

besar daripada non BBLR, anak kurus (wasting), risiko malnutrisi,

pertumbuhan terganggu, gangguan mental dan fisik. Selain itu

BBLR juga bisa memberikan dampak buruk jangka panjang untuk

kesehatan seperti kematian neonatal, morbiditas, penurunan

perkembangan kognitif, dan penyakit kronis. Bayi dengan status

BBLR meningkatkan resiko kematian hingga 20 kali dibandingkan

dengan bayi lahir lahir normal (Rahayu, 2018).

c. Faktor Keluarga

1) Ketahanan Pangan Keluarga


23

Ketahanan pangan keluarga merupakan suatu kondisi

ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap orang pada setiap saat

dan setiap individu yang mempunyai akses untuk memperolehnya,

baik secara fisik maupun ekonomi. Ketahanan pangan

didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi negara

sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari ketersedianya

pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,

beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan

dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat

hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Fokus

ketahanan pangan tidak hanya pada penyediaan pangan tingkat

wilayah tetapi juga ketersediaan dan konsumsi pangan tingkat

daerah dan rumah tangga, dan bahkan individu dalam memenuhi

kebutuhan gizinya (Arlius, 2017).

Ketahanan pangan keluarga berhubungan dengan kestabilan

ketersediaan pangan baik kualitas maupun kuantitas dalam

keluarga. Jika ketahanan pangan kurang maka status gizi menjadi

kurang dan menyebabkan turunnya derajat kesehatan. Ukuran

ketahanan pangan dalam rumah tangga adalah jumlah yang cukup

tersedia untuk konsumsinya sesuai dengan jumlah anggota

keluarganya. Apabila jumlah anggota keluarga banyak dan

ekonomi dalam keluarga kecil maka asupan nutrisi setiap orang

terbatas. Anak balita yang menerima asupan nutrisi kurang dari


24

kebutuhan akan berdampak pada status gizi anak dan bisa

menyebabkan kondisi fisik anak menjadi kurus (Prawesti, 2018).

2) Tingkat Ekonomi Keluarga

Menurut Septikasari (2018) keluarga dengan pendapatan

dibawah UMR, 3,2 kali lebih berisiko tidak memberikan nutrisi

yang adekuat dibandingkan dengan keluarga dengan pendapatan

diatas UMR. Rendahnya daya beli menyebabkan pemenuhan

kebutuhan dasar pangan yang memenuhi syarat asupan gizi yang

cukup tidak dapat terpenuhi yang pada akhirnya berdampak pada

status gizi keluarga khususnya anak sebagai kelompok rentan.

Keluarga dengan status ekonomi yang rendah tidak dapat

memenuhi kebutuhan gizi karena tidak memiliki uang yang cukup

untuk membeli bahan makanan yang bergizi. Rumah yang

dijadikan sebagai tempat tinggal dibiarkan seadanya tanpa dirubah

kedalam standar rumah sehat menurut Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999

tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan (tabel 2.3). Hal ini

dilakukan karena keterbatasan dana yang diperoleh keluarga.

Selain itu dalam sektor kesehatan, apabila salah satu keluarga ada

yang sakit maka hanya mampu dirawat sendiri dengan peralatan

dan kemampuan seadanya tanpa dibawa ke pelayanan kesehatan

(Hasyim, 2017).
25

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dkk,

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

status ekonomi keluarga dengan kejadian wasting. Penelitian ini

menunjukkan bahwa rumah tangga dengan status ekonomi rendah

akan beresiko lebih besar untuk anak mengalami wasting.

Kemampuan keluarga untuk mencukupi kebutuhan makanan

dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dari keluarga itu sendiri.

Keluarga yang memiliki pendapatan relatif rendah akan sulit untuk

mecukupi kebutuhan makanannya. Pada umumnya jika pendapatan

naik, jumlah dan jenis makanan akan cenderung membaik, akan

tetapi mutu makanan tidak selalu membaik. Hal ini disebabkan

karena peningkatan pendapatan yang diperoleh tidak digunakan

untuk membeli pangan atau bahan makanan yang bergizi tinggi

(Rahayu dkk, 2018)

Besaran UMK diwilayah Provinsi Jawa Barat telah

ditetapkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil melalui Keputusan

Gubernur Jawa Barat Nomor: 561/ Kep.732-Kesra/ 2021 tentang

Upah Minimum Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi Jawa Barat

Tahun 2022 pada tanggal 30 November 2021 tersebut memuat

rincian UMK di masing-masing daerah dengan nominal yang

berbeda-beda. Untuk Kabupaten Majalengka besran UMK tahun

2022 yaitu Rp 2.027.619,04 (Diskominfo Majalengka, 2022).

3) Jumlah Anggota Keluarga


26

Jumlah anggota keluarga dalam satu rumah dapat mempengaruhi

pemenuhan asupan nutrisi yang didapatkan oleh setiap anggota

keluarga. Jumlah anggota keluarga memiliki keterkaitan dengan

tingkat ekonomi. Apabila ekonomi rendah ditambah dengan jumlah

anggota keluarga yang lebih dari enam orang akan berisiko

mengalami gangguan gizi (Suhendri, 2019)

3. Dampak Wasting

Wasting pada anak dapat mempengaruhi proses pertunbuhan dan

perkembangan. Dampak pada wasting dibedakan menjadi dampak jangka

pendek dan dampak jangka panjang. Dampak jangka pendek diantaranya

penurunan daya eksplorasi terhadap lingkungan, kurangnya bergaul

dengan teman sebaya, kepasifan dalam melakukan aktivitas, sering merasa

kelelahan, apatis, dan rentan terkena penyakit infeksi. Sedangkan untuk

dampak jangka panjang yaitu gangguan kognitif, penurunan kecerdasan

sehingga prestasi ikut menurun, gangguan perilaku, pertumbuhan

terhambat, dan peningkatan resiko kematian (Hastuti dkk, 2017)

Balita yang mengalami wasting dapat meningkatkan resiko

kesakitan dan kematian anak. Anak yang wasting sangat mudah terkena

penyakit infeksi. Apabila keadaan kurang gizi pada masa balita terus

berlanjut, maka dapat mempengaruhi intellectual performance, kapasitas

kerja, dan kondisi kesehatan lainnya di usia selanjutnya (Tambunan, 2019)

C. Konsep Anak Balita


27

1. Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Balita

Makanan pada balita seharusnya berpedoman pada gizi seimbang,

serta harus memenuhi standar kecukupan gizi balita. Gizi seimbang

merupakan keadaan yang menjamin tubuh memperoleh makanan yang

cukup dan mengandung semua zat gizi dalam jumlah yang dibutuhkan.

Dengan gizi seimbang maka pertumbuhan dan perkembangan akan

optimal dan daya tahan tubuhnya akan lebih baik sehingga tidak mudah

sakit. Kebutuhan energi sehari pada tahun pertama 100-200 kkal/kgBB.

Untuk tiap tiga tahun pertambahan umur, kebutuhan energi turun 10

kkal/kg BB/hari untuk metabolisme basal, 5-10% untuk Spesific Dynamic

Action, 12% untuk pertumbuhan, 25% atau 15-25 kkal/kg BB/hari untuk

aktivitas fisik dan 10% terbuang melalui feses. Zat-zat gizi yang

mengandung energi terdiri dari protein, lemak dan karbohidrat. Dianjurkan

agar jumlah energi yang diperlukan didapat dari 5-80% karbohidrat, 25-

35% lemak, sedangkan selebihnya (10-15%) berasal dari protein.

Tabel 2.4
Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan bagi anak balita per orang
per hari

Besarnya energi yang berasal dari makanan sehari untuk selingan

pagi dan siang adalah 20% dari total energi, sedangkan untuk energi

makanan selingan sekali saja setidaknya mengandung 10% dari total


28

energi. Menurut Kemenkes RI (2012), makanan tambahan bagi yang

diperuntunkan balita usia 12-59 bulan dengan kandungan gizi sekitar 1/3

dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yaitu energi 250-375 kkal dan 6-9 gr

protein per hari makan. Kandungan gizi makanan tambahan yang

diberikan balita usia 12-59 bulan satu kali makan kandungan gizinya

sekitar 10% dari AKG yaitu 125-185 kkal dan 3-5 gr protein.

2. Masa Balita

Anak Balita usia 1-5 tahun (usia prasekolah) merupakan kelompok

umur yang rawan gizi dan rawan penyakit. Beberapa kondisi yang

menyebabkan usia ini rawan gizi dan penyakit antara lain (1) anak balita

masih berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan orang

dewasa, (2) biasanya anak sudah memiliki adik atau ibunya sudah bekerja

penuh sehingga perhatian ibu berkurang, (3) usia ini anak sudah mulai

bermain di tanah dan sudah bisa bermain di luar sendiri sehingga lebih

sering terpapar dengan lingkungan kotor dan kondisi yang memungkinkan

untuk terinfeksi dengan berbagai penyakit, (4) ibu sudah tidak begitu

memperhatikan makanan anaknya, karena ibu menganggap anak sudah

bisa memilih makanan dan makanan secara mandiri (Adriani, 2016).

Masa balita sering kali disebut sebagai “golden age”, yaitu masa

yang sangat penting untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan

perkembangan anak baik secara fisik, mental, maupun emosional

(Puspitasari, 2019). Oleh karena itu harus secara cermat agar sedini

mungkin dapat terdeteksi apabila ada kelainan. Kebutuhan akan asah, asih,
29

dan asuh yang memadai pada usia ini akan meningkatkan kelangsungan

hidup anak dan mengoptimalkan kualitas anak sebagai generasi penerus

bangsa. Kelompok anak balita merupakan kelompok yang sering

menderita kekurangan gizi (Judistiani, 2015).

Balita usia prasekolah merupakan konsumen aktif yaitu mereka

sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Perilaku makan sangat

dipengaruhi oleh keadaan psikologis, kesehatan, dan sosial anak. pada usia

ini kebutuhan zat gizi meningkat karena masih berada pada masa

pertumbuhan cepat dan aktivitas tinggi. Demikian juga anak mempunyai

pilihan terhadap makanan yang disukai termasuk makanan jajanan. Oleh

karena itu jumlah dan variasi makanan harus mendapatkan perhatian

secara khusus dari ibu atau pengasuh anak, terutama dalam memberikan

paparan pilihan makanan yang sehat dengan gizi seimbang. Disamping itu

anak pada usia ini senang bermain di luar rumah sehingga lebih rentan

terkena penyakit infeksi dan kecacingan terutama pada anak yang sudah

memiliki masalah gangguan gizi (Judistiani, 2015).

3. Pola Makan Balita

Pola makan merupakan cara yang ditempuh sesorang atau

sekelompok untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai

reaksi terhadap pengaruh fisiologis, budaya dan social. Pola makan

merupakan faktor yang berpengaruh langsung terhadap status gizi. Pola

makan memiliki peran penting dalam proses pertumbuhan balita. Balita

dapat tumbuh optimal apabila mendapatkan asupan makanan yang baik


30

yaitu jumlah yang cukup, bergizi dan seimbang. Gizi seimbang adalah

makanan yang dikonsumsi balita dalam satu hari yang beraneka ragam dan

mengandung zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur sesuai dengan

kebutuhannya (Soehardjo dalam Zahra dkk 2019)

4. Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P)

Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) adalah

sebagai suatu bentuk kegiatan pemberian zat gizi makanan dari luar

keluarga yang bertuhuan untuk memperbaiki keadaan gizi golongan rawan

yang menderita kurang gizi maupun gizi buruk. PMT pemulihan diberikan

setiap hari serta benar-benar sebagai penambah dan tidak menguarangi

jumlah makanan yang dimakan setiap hari dirumah. PMT pemulihan

diberikan selama 90 hari makan pada balita gizi kurang dan balita gizi

buruk dengan tujuan meningkatkan status gizi, mencegah buruknya status

gizi, membantu pengibatan infeksi dan memfasilitasi program KIE untuk

orang tua dan anak (Agustine, 2020).

Sasaran pemberian makanan tambahan menurut Juknis PMT

Kemenkes RI (2017) yaitu balita kurus usia 6-59 bulan dengan indikator

Berat Badan (BB) menurut Panjang Badan (PB) atau Tinggi Badan (TB)

kurang dari minus 2 standar deviasi (<- 2 Sd) yang tidak rawat inap dan

tidak rawat jalan. Pemberian Makanan Tambahan kepada sasaran perlu

dilakukan secara benar sesuai aturan konsumsi yang dianjurkan.

Pemberian makanan tambahan yang tidak tepat sasaran, tidak sesuai aturan

konsumsi, akan menjadi tidak efektif dalam upaya pemulihan status gizi
31

sasaran serta dapat menimbulkan permasalahan gizi. Makanan tambahan

diberikan sebagai Makanan Tambahan Pemulihan adalah makanan

tambahan yang diberikan untuk mengatasi terjadinya masalah gizi yang

diberikan selama 90 hari makan.

Pelaksanaan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P)

dapat dilakukan dengan cara : 1) Pemberian PMT satu kali seminggu, dua

kali seminggu atau bahkan satu bulan sekali pada sasaran untuk dibawa

pulang (Take Home Feeding) 2) Untuk sasaran yang jumlahna tidak terlalu

banyak, PMT dibuat didistribusikan ke satu tempat (On Site Program

Feeding). 3) Pelaksanaan PMT di Pusat Rehabilitasi Gizi (Nutrition

Rehabilitation Center). Adapun jenisnya antara lain menurut Juknis PMT

Kemenkes RI (2017) adalah :

a. Makanan Tambahan Pemulihan adalah suplementasi gizi dalam bentuk

makanan tambahan dengan formulasi khusus dan difortifikasi dengan

vitamin dan mineral yang diperuntukkan bagi kelompok sasaran

sebagai tambahan makanan untuk pemulihan status gizi.

b. Makanan Tambahan Balita adalah suplementasi gizi berupa makanan

tambahan dalam bentuk biskuit dengan formulasi khusus dan

difortifikasi dengan vitamin dan mineral yang diberikan kepada bayi

dan anak balita usia 6-59 bulan dengan kategori kurus. Bagi bayi dan

anak berumur 12-59 bulan, makanan tambahan ini digunakan bersama

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)


32

Jenis dan Karakteristik Produk Makanan Tambahan (PMT) balita

6-59 bulan dengan kategori kurus menurut Juknis PMT Kemenkes RI

(2017) yaitu makanan tambahan balita adalah suplementasi gizi berupa

makanan tambahan dalam bentuk biskuit dengan formulasi khusus dan

difortifikasi dengan vitamin dan mineral yang diberikan kepada bayi dan

anak balita usia 6-59 bulan dengan kategori kurus. Bagi bayi dan anak

berumur 12-59 bulan, makanan tambahan ini digunakan bersama Makanan

Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Tiap kemasan primer (4 keping/40

gram) makanan tambahan balita mengandung minimum 160 Kalori, 3,2-

4,8 gram protein, 4-7,2 gram lemak. Makanan tambahan balita diperkaya

dengan 10 macam vitamin (A, D, E, K, B1, B2, B3, B6, B12, Asam Folat)

dan 7 macam mineral (Besi, Iodium, Seng, Kalsium, Natrium, Selenium,

Fosfor)

D. Penelitian Sejenis

1. Triveni, 2019 tentang analisis faktor yang menyebabkan kejadian wasting

pada balita usia 0-59 bulan di Kabupaten Pasaman dan Kota Bukittinggi

tahun 2019. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara pendidikan ibu (0.000, OR 5.447), usia ibu (0.020, OR

2.273), penyakit infeksi (0.025, OR 2.526) dengan kejadian wasting di

Kabupaten Pasaman dan ada hubungan yang signifikan anatara pendidikan

ibu (0.026, OR 2.739), usia ibu (0.038, OR 2.627), penyakit infeksi (0.027,

OR 2.681) dengan kejadian wasting di Kota Bukittinggi.


33

2. Erika, Yulia Sari (2020) tentang analisis kejadian wasting pada balita usia

6-59 bulan. Hasil Penelitian : hasil uji multivariat regresi logistik ganda

menunjukkan adanya hubungan riwayat penyakit infeksi dengan kejadian

wasting (p=0.031) dan asupan protein dengan kejadian wasting (p=0.024).

Faktor paling dominan yang mempengaruhi kejadian wasting (gizi kurus)

pada balita usia 6-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan

Penjaringan I adalah riwayat penyakit infeksi dengan OR = 11.897 dan

95% CI = 1.246 – 113.570. Saran: Pembinaan posyandu dalam

memberikan konseling tentang peningkatan asupan nutrisi terutama

asupan protein dan penanganan penyakit infeksi pada balita agar status

gizi kurus dapat tertangani dengan baik

3. Dzul Istiqomah Hasyim (2017) tentang hubungan status ekonomi dengan

kejadian balita kurus (Wasting) di PAUD Surya Ceria Pringsewu. Hasil

penelitian diketahui Status Ekonomi Keluarganya baik, (3,2,8%)

diantaranya ada kejadian wasting. Sedangkan responden yang Status

Ekonomi Keluarganya kurangmengalami kejadian wasting (42,9%). Hasil

uji statistik diperoleh nilai p value=0,002 sehingga p<􀀀=0,05.Secara

statistik diperoleh nilai OR= 22,500 yang berarti bahwa responden yang

penghasilannya kurang baik mempunyai risiko 22,5 kali untuk terjadinya

wasting dibandingkan pada responden yang Status Ekonomi Keluarganya

baik.

4. Chaerul Saleh (2021) tentang faktor risiko kejadian wasting pada baduta

umur 7-24 bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Wolo Kabupaten


34

Kolaka. Hasil : Pekerjaan ibu Baduta sebagian besar tidak bekerja

sebanyak 56,0%, pendidikan ibu sebagian besar pendidikannya rendah

sebanyak 60,0% , kemudian sebagian besar ibu tidak mengalami KEK

sebanyak 64,0% dan juga sebagian besar tidak memberikan ASI Eksklusif

sebanyak 64,0%. Selanjutnya pekerjaan dan pendidikan serta status KEK

ibu saat hamil berisiko proteksi terhadap wasting dengan nilai OR =1,93

(pekerjaan), OR=1,96 (pendidikan), OR=2,92 (status KEK) dan OR=1,42

(pemberian ASI Eksklusif).


35

E. Kerangka Teori

Faktor Ibu
- ASI Eksklusif
- Pola Asuh.
- Tingkat Pendidikan Ibu.
- Tingkat Pengetahuan Ibu.
- Status Pekerjaan.

Faktor Anak
- Jenis Kelamin.
- Usia.
- Asupan Nutrisi.
- Penyakit Infeksi. Kejadian Wasting
- ASI Ekslusif.

Faktor Keluarga
- Ketahanan Pangan
Keluarga
- Tingkat Ekonomi
Keluarga
- Jumlah Anggota Keluarga

Keterangan :
Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti


36

Gambar 2.1
Kerangka Teori Faktor Resiko Pengeluaran ASI
(Sumber : Haryono dan Setianingsih, 2014)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep-

konsep yang diinginkan diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang

akan dilaksanakan (Notoatmojo, 2017).

Berdasarkan kerangka pemikiran dan tinjauan pustaka, maka penulis

mengambil beberapa variabel yang diteliti, yaitu pendapatan keluarga, riwayat

infeksi, pemberian ASI Eksklusif dan kejadian wasting, adapun kerangka

konsep penelitianya adalah sebagai berikut :

1. Visualisasi Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Pendapatan Keluarga

Pemberian ASI Eksklusif Kejadian Wasting

Riwayat Infeksi

Diagram 3.1 Kerangka Konsep

2. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau

ukuran yang memiliki atau yang didapatkan oleh satuan-satuan penelitian


37

tentang suatu konsep tertentu (Notoatmodjo, 2017). Variabel dalam

penelitian ini terdiri dari variabel independent (variabel bebas) dan

variabel dependent (variabel terikat)

a. Variabel Independent

Sesuai dengan keterbatasan peneliti, maka pada penelitian ini tidak

semua variabel independen diambil. Variabel independent dalam

penelitian ini yaitu pendapatan keluarga, riwayat infeksi, dan

pemberian ASI Eksklusif

b. Variabel Dependent

Variabel dependent dalam penelitian ini adalah kejadian wasting

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Definisi Skala
No Variabel Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur
Independen
1 Pendapatan Aktifitas Mengisi Kuesioner 0 : Rendah, jika < Ordinal
Keluarga keluarga (Kedua Kuesioner UMK (Rp
Orang Tua) 2.027.619,04)
dalam 1 : Tinggi, Jika >
menghasilkan UMK (Rp
nilai ekonomis 2.027.619,04)
yang diukur
melalui UMK
Majalengka
2 Riwayat Penyakit yang Mengisi Kuesioner 0 : YA, Jika Ordinal
Infeksi diderita anak, Kuesioner pernah
bersifat akut mengalami
yang terjadi penyakit diare
setiap bulan dan ISPA yang
atau kronik akut maupun
yang terjadi kronik
baik dalam satu 1 : Tidak, Jika
minggu atau tidak pernah
38

lebih secara mengalami


terus menerus. penyakit diare
Penyakit infeksi dan ISPA yang
yang sering akut maupun
terjadi dan kronik
memiliki
hubungan
terhadap
terjadinya
wasting adalah
diare dan ISPA
3 pemberian ASI yang Mengisi Kuesioner 0 : Tidak, jika Ordinal
ASI diberikan ibu Kuesioner pemberian ASI
Eksklusif pada bayinya disertai MP
sampai usia 6 ASI sampai
bulan tanpa usia 6 bulan
makanan 1 : Ya, ASI saja
pendamping yang diberikan
sampai usia 6
bulan
Dependen
4 Kejadian Wasting Mengisi Kuesioner 0 : Tidak Normal, Ordinal
Wasting merupakan Kuesioner jika BB < -3,0
suatu kondisi dan jika BB ≥ -
kekurangan 3,0 sampai
gizi akut dengan < -2,0
dimana BB 1 : Normal, jika
anak tidak BB ≥ -2,0
sesuai dengan sampai dengan
TB atau nilai ≤ 2,0 dan jika
Z-score kurang BB > 2,0
dari -2SD
(Standart
Deviasi)

C. Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah

1. Ada hubungan pendapatan keluarga dengan kejadian wasting pada balita

usia 7-59 bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka

Kabupaten Majalengka Tahun 2022.


39

2. Ada hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian wasting pada

balita usia 7-59 bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka

Kabupaten Majalengka Tahun 2022

3. Ada hubungan riwayat penyakit infeksi dengan kejadian wasting pada

balita usia 7-59 bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Majalengka

Kabupaten Majalengka Tahun 2022

D. Metodologi Penelitian

1. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik dengan

menggunakan pendekatan case control. Menurut Notoatmodjo (2018) case

control yaitu suatu penelitian dimana efek (penyakit atau status kesehatan)

diidentifikasikan pada saat ini kemudian faktor resiko diidentifikasi

adanya atau terjadinya pada waktu yang lalu.

2. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi penelitian adalah “Keseluruhan objek penelitian atau

objek yang diteliti tersebut” (Notoatmodjo, 2017). Populasi kasus

dalam penelitian ini adalah seluruh balita (usia 7- 59 bulan) yang

tercatat di UPTD Puskesmas Majalengka tahun 2022 sebanyak 132

orang dan populasi control adalah balita (usia 7- 59 bulan) yang

tercatat di UPTD Puskesmas Majalengka tahun 2022 sebanyak 384

orang.

b. Sampel
40

Menurut Sugiyono (2017:81) sampel adalah bagian dari

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.

Sampel penelitian ini adalah sebagian ibu balita (usia 7- 59 bulan) di

wilayah kerja UPTD Puskesmas Majalengka tahun 2022 sebanyak 132

orang. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian anak usia 7- 59

bulan yang mengalami kejadian wasting dan tercatat dalam rekam

medik di UPTD Puskesmas Majalengka tahun 2022 dan sebagian anak

usia 7- 59 bulan yang tidak mengalami wasting di UPTD Puskesmas

Majalengka tahun 2022.

c. Teknik Pengambilan Sampel

1) Sampel untuk kasus dan kontrol menggunakan perbandingan 1 : 1

yaitu 132 : 132

2) Sampel untuk kasus yaitu secara total sampling sebanyak 132

orang

3) Sampel untuk kontrol sebanyak 132 caranya yaitu sampel diambil

menggunakan teknik sistematik random sampling yaitu sampel

diambil secara acak sistematik dari populasi, dengan cara

membuat daftar elemen atau anggota populasi secara acak antara 1

sampai 384, kemudian dicari intervalnya dengan cara 384 : 132 =

3 intervalnya. Untuk menentukan nomor pertama dengan cara

dikocok atau diundi, dan yang keluar No. 10 maka seterusnya

pengambilan sampel dengan interval 3, yaitu urutan nomer 13,16,

18 dan seterusnya sampai didapat sampel 132 orang.


41

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian bertempat di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas

Majalengka Kabupaten Majalengka. Adapun waktu penelitiannya adalah

pada bulan Maret - April tahun 2022.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang dipakai untuk

mengumpulkan data yaitu pedoman tertulis tentang wawancara, pengamatan

atau daftar pertanyaan yang disiapkan untuk mendapatkan informasi dari

responden. Instrumen pada penelitian ini berupa kuesioner dikutip dari buku

Nursalam yang merupakan Instrumen yang valid dan reliable (Nursalam,

2014). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang

terdiri dari :

1. Kuesioner kejadian wasting pengukurannya menggunakan meteran dan

timbangan, hasil ukur yang diperoleh adalah tidak normal, jika BB < -3,0

dan jika BB ≥ -3,0 sampai dengan < -2,0 dan normal, jika BB ≥ -2,0 sampai

dengan ≤ 2,0 dan jika BB > 2,0.

2. Pendapatan keluarga pengukurannya menggunakan pertanyaan tentang

penghasilan yang diperoleh selama satu bulan yang mengacu kepada UMK
42

Majalengka (Rp 2.027.619,04), dengan hasil ukur yaitu rendah, jika < UMK

dan tinggi, Jika > UMK

3. Riwayat infeksi pengukurannya dengan menggunakan sejumah pertanyaan

tentang riwayat penyakit infeksi yang pernah dialami anak yaitu penyakit

diare dan ISPA yang akut maupun kronik

4. Pemberian ASI Eksklusif pengukurannya menggunakan sejumlah

pertanyaan tentang pemberian ASI saja kepada bayi sampai usia 6 bulan

tanpa MP ASI .

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan kuesioner

kepada Ibu balita, adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

1. Meminta ijin kepada Kesbangpol, Dinas Kesehatan dan Puskesmas

Majalengka.

2. Melakukan konfirmasi dengan Kepala Puskesmas masalah perijinan

penelitian

3. Kordinasi dengan Bagian Gizi untuk membahas teknik penelitian

dilapangan dan meminta data balita

4. Mendata ibu balita yang terpilih menjadi sampel penelitian disetiap Desa

kemudian melakukan pengundian sampel disetiap Desa

5. Mencatat nama-nama dan alamat lengkap responden yang terpilih menjadi

sampel di setiap Desa


43

6. Pengumpulan data dilakukan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas

Majalengka Kabupaten Majalengka sesuai jadwal Posyandu di setiap Desa

7. Menjelaskan protokol kesehatan dalam pengisian kuesioner yaitu :

a. Melakukan sterillisasi tempat penelitian dengan penyemprotan

disinfektan

b. Melakukan pengecekan suhu tubuh menggunakan thermogun

c. Menyedikan sabun dan handsanitizer untuk digunakan mencuci tangan

sebelum dan sesudah pengisian kuesioner

d. Ibu balita diwajibkan menggunakan masker dan yang tidak

menggunakan masker diberikan oleh peneliti

e. Menjaga jarak minimalnya satu meter

8. Setelah penjelasan protocol kesehatan covid 19 kemudian melakukan

pengisian kuesioner dan sebelum pengisian kusioner memberikan

informed concent pada ibu balita untuk persetujuan penelitian.

9. Peneliti juga melakukan wawancara dengan responden atau tanya jawab

tentang kejadian wasting pada balita.

10. Mengecek kelengkapan data hasil penelitian

G. Teknik Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2018) pengolahan data dalam penelitian

menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing
44

Pada langkah ini hasil pengumpulan data penelitian dilakukan

penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Editing merupakan kegiatan

untuk pengecekan dan perbaikan isian dalam format pendataan sudah

lengkap dalam arti semua data yang dibutuhkan telah terisi dan jelas atau

terbaca.

b. Coding.

Pada tahapan ini setelah semua data diedit atau disunting,

selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding yaitu mengubah data

berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Data

hasil penelitian kemudian diberikan kode sesuai dengan hasil ukur.

c. Memasukan Data (Data Entry) atau Processing

Langkah ini adalah data-data dari masing-masing sampel

penelitian dimasukan dalam bentuk kode (angka atau huruf) kemudian

diolah ke dalam program atau software komputer.

d. Pembersihan Data (Cleaning).

Semua data dari setiap sumber data atau sampel selesai dimasukan,

perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya

kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian

dilakukan pembetulan atau koreksi.

H. Teknik Analisa Data

Analisa data dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan variabel

independen dengan variabel dependen. Analisa data akan dilakukan dengan


45

menggunakan perangkat lunak SPSS Versi 23.0 Langkah-langkah analisis

data, yaitu :

1. Analisa Univariat

Analisa univariat dimaksudkan untuk mendeskripsikan hubungan

dari masing-masing variabel bebas, yaitu pendapatan keluarga, riwayat

infeksi, pemberian ASI Eksklusif dan kejadian wasting. Langkah-langkah

analisis univariat adalah sebagai berikut:

a. Distribusi Frekuensi

Mendeskripsikan hubungan dari masing-masing variabel bebas ke

dalam distribusi frekuensi dan presentase masing-masing variabel dari

semua jawaban responden dalam bentuk distribusi frekuensi dan

presentase dengan rumus sebagai berikut:

f
p= x 100 %
n

Keterangan :

P = Proporsi

f = Frekuensi Kategori

n = Jumlah sampel

b. Membuat Tabel Distribusi Frekuensi

Tabel 3.2 : Distribusi masing-masing variabel

Variabel F %
46

Jumlah

Interpretasi datanya sebagai berikut :

Tabel 3.3 Interpretasi Data Penelitian

No Skala pengukuran Interpretasi


1 0 Tidak ada satu pun responden
2 1% - 25% Sebagian kecil responden
3 26% - 49% Kurang dari setengah responden
4 50% Setengahnya dari responden
5 51% - 75% Lebih dari setengah responden
6 76% - 99% Sebagian besar responden
7 100% Seluruh responden
(Sumber : Arikunto, 2018)

2. Analisa Bivariat

Analisa ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel

yaitu variabel bebas (independen) dan variabel terikat ( dependen). Uji

yang dipakai adalah uji Chi- Square dengan batas kemaknaan α = 0,05

atau derajat kebebasan df= 1. Langkah – langkah analisis bivariat adalah

sebagai berikut :

a. Menyusun Tabel Silang ( 2x2 )

Tabel 3.4 Tabel Silang (2x2)


Kejadian Wasting
Variabel Bebas
faktor resiko (+) a b a+b(m1)
faktor resiko (-) c d c+d(m2)
a+c ( n1) b+d (n2) n

b. Menghitung Chi-Square dengan rumus :


47

Apabila terdapat sel yang kosong atau nilai <5, maka koreksi yang

digunakan adalah “ Pearson Chi – Square “. Dan jika ada nilai E<5, maka

harus dilakukan pengabungan sehingga menjadi 2 kategori, kemudian di

uji statistik Chi – Square kembali.

c. Menentukan uji kemaknaan hubungan dengan cara membandingkan nilai

ρ ( ρ value) dengan nilai ¿ = 0,05 pada taraf kepercayaan 95 % dan

derajat kebebasan = 1 dengan kaidah keputusan sebagai berikut :

1) Nilai ρ ( ρ value) < 0,05 , maka HO ditolak, yang berarti ada

hubungan yang bermakna antara variabel bebas dengan variabel

terikat.

2) Nilai ρ ( ρ value) > 0,05, maka Ho gagal ditolak, yang berarti tidak

ada hubungan yang bermakna antar variabel bebas dengan variabel

terikat.

3) Mengetahui Besarnya Risiko (OR) Kasus

Hasil uji statistik dengan menggunakan tabel kontingensi dapat

diketahui besarnya resiko kejadian perdarahan post partum menurut

variabel bebas yang dapat dilihat dari nilai Odds Ratio (OR), yaitu

sebagai berikut :

a) OR > 1 meningkatkan risiko

b) OR = 1 tidak berisiko

c) OR < 1 menurunkan resiko atau proteks


48

I. Etika Penelitian

Menurut Hidayat (2018) masalah etika dalam penelitian keperawatan

merupakan masalah yang sangat penting, karena akan berhubungan langsung

dengan manusia. Etika yang perlu diperhatikan antara lain:

a. Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang diteliti disertai

judul dan tujuan penelitian. Bila subjek menolak maka peneliti tidak

memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden.

b. Kerahasiaan

Kerahasiaan informasi atau data yang didapatkan dari responden sangat

dijamin oleh peneliti.

c. Anonimity (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasiaan subjek, peneliti tidak mencantumkan nama

pada lembar pengumpulan data dan diganti dengan insial atau nomor

responden.

d. Keadilan

Hindari melakukan pembedaan perlakuan pada responden karena

alasan jenis elamin, ras, suku, dan faktor-faktor lain yang sama sekali tidak

ada hubungannya dengan kompetensi dan integritas ilmiah.

e. Asas Kemanfaatan

Upayakan penelitian anda berguna demi kemaslahatan masyarakat,

meningkatkan taraf hidup, dan meringankan beban hidup masyarakat.


49

Anda juga bertanggungjawab melakukan pendampingan bagi masyarakat

yang ingin mengaplikasikan hasil penelitian anda.


DAFTAR PUSTAKA

Adriani, Wirjatmadi. 2016. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Cetakan ke 3.


Jakarta : Prenadamedia

Arlius, Feri. 2017. Hubungan Ketahanan Pangan Keluarga Dengan Status Gizi Balita
(Studi Di Desa Palasari Dan Puskesmas Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang). Jurnal
Ketahanan Nasional. Volume 23 No. 3, Desember 2017

Arikunto, Suharsimi. 2018. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi.


Aksara

Agustine, 2020
BAPPENAS, 2017
Chaerul Saleh (2021) faktor risiko kejadian wasting pada baduta umur 7-24 bulan
di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Wolo Kabupaten Kolaka
Dzul Istiqomah Hasyim (2017) tentang hubungan status ekonomi dengan
kejadian balita kurus (Wasting) di PAUD Surya Ceria Pringsewu
Diskominfo Majalengka, 2022
Derso, 2017
Dinkes Jawa Barat, 2020
Darmawati, 2019
Erika, Yulia Sari (2020) tentang analisis kejadian wasting pada balita usia 6-59
bulan

Hasyim, 2017
Hastuti dkk, 2017. Asuhan Ibu dalam Masa Kehamilan. Jakarta: Erlangga
Hayati, 2009
Hidayat. 2018. Pengantar Buku Keperawatan Anak (2nd ed.; Dr.Dripa Sjabana, ed.).
Jakarta: Dr.Dripa Sjabana.
Kemenkes RI. 2017. Buku Saku Pemantauan Status Gizi Dan Indikator Kinerja Gizi
Tahun 2015, Direktorat Gizi Masyarakat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat,
Kementerian Kesehatan RI.

Kemenkes RI, 2020


Judistiani, 2015. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui : Benar denga Perilaku
Menyusui. Jakarta : Nuha Medika
Lastanto dkk, 2017
Marmi, 2016
Ni’mah, 2017
Nursalam, 2014
Notoatmojo, 2017

Profil Dinkes Majalengka, 2020


Prawesti, 2018
Pramudya dan Bardosono, 2017)
Pandi, 2012
Puspitasari, 2019
Rahayu dkk, 2018
Rochmawati, 2016
Sa’diya, 2015
Septikasari, 2018
Soehardjo dalam Zahra dkk 2019
Suyanto, 2019
Subekti, 2012
Sugiyono (2017
Suhendri, 2019
Supariasa, 2018
Supariasa, 2016. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat, Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
Sulistyaningsih (2015

Triveni, 2020
Tambunan, 2019
Tambunan, 2019
Triveni, 2019 tentang analisis faktor yang menyebabkan kejadian wasting pada
balita usia 0-59 bulan di Kabupaten Pasaman dan Kota Bukittinggi tahun 2019

UNICEF,2013
Wado, 2019
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
INFORMED CONCENT

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :

No. Responden : …………………………………………….

Nama : …………………………………………….

Umur : …………………………………………….

Pendidikan : …………………………………………….

Menyatakan dengan sesungguhnya bersedia dengan ikhlas dan sukarela

menyatakan ikut serta dalam penelitian ini sebagai responden dengan judul

“Analisis Faktor Kejadian Wasting Pada Balita Usia 7-59 Bulan di Wilayah

Kerja UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka Tahun 2022”.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan tanpa ada paksaan

dari pihak manapun.

Majalengka, ............................2022
Mengetahui

Peneliti Responden

_____________________________ ________________________
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Dengan menandatangani lembar ini, saya:

Nama : ………………………………

Usia : ………………………………

Alamat: ………………………………

Memberikan persetujuan untuk menjadi responden dalam penelitian yang berjudul

“Analisis Faktor Kejadian Wasting Pada Balita Usia 7-59 Bulan di Wilayah Kerja

UPTD Puskesmas Majalengka Kabupaten Majalengka Tahun 2022. Saya telah

dijelaskan bahwa jawaban kuesioner ini hanya digunakan untuk keperluan

penelitian dan saya secara suka rela bersedia menjadi responden penelitian ini.

Majalengka, …………………..2022
Yang menyatakan

( )
KUESIONER

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB KEJADIAN WASTING PADA BALITA


USIA 7- 59 BULAN DI WILAYAYAH KERJA PUSKESMAS
MAJALENGKA KABUPATEN MAJALENGKA
TAHUN 2022

A. IDENTITAS RESPONDEN
No : ……………………..
Nama / Insial : ……………………..
Alamat : ……………………..

B. PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER


1. Bacalah dengan seksama kuesioner penelitian
2. Pilihlah jawaban dengan memberikan tanda ( x) atau (√ ) pada jawaban
yang anda pilih
3. Apabila ada yang tidak dipahami tanyakan langsung kepada peneliti

C. KEJADIAN WASTING
hasil pengukuran status gizi balita
Berat Badan : …………………
Tinggi Badan : …………………
Status Gizi : : Sangat Kurus, jika BB < -3,0
: Kurus, jika BB ≥ -3,0 sampai dengan < -2,0
: Normal, jika BB ≥ -2,0 sampai dengan ≤ 2,0
: Gemuk, jika BB > 2,0
D. Pendapatan Keluarga
: < UMK Kabupaten Majalengka (Rp 2.027.619,04)
: > UMK Kabupaten Majalengka (Rp 2.027.619,04)

E. Riwayat Penyakit Infeksi

Apakah anak pernah mengalami penyakit dibawah ini :

: ISPA :

: Diare :

F. ASI Eksklusif

Apakah anak sebelum usia 6 bulan pernah diberi MP Asi ?

: Ya

: Tidak

Jika Ya sebutkan apa saja :

Jawaban : …………………………
HASIL ANALISIS DATA SPSS

FREQUENCIES VARIABLES=VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004


/ORDER=ANALYSIS.

Frequencies

Notes

Output Created 02-JUL-2022 08:05:25


Comments
Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Input
Split File <none>
N of Rows in Working Data 264
File
User-defined missing values are treated
Definition of Missing
as missing.
Missing Value Handling
Statistics are based on all cases with
Cases Used
valid data.
FREQUENCIES VARIABLES=VAR00001
Syntax VAR00002 VAR00003 VAR00004
/ORDER=ANALYSIS.
Processor Time 00:00:00,00
Resources
Elapsed Time 00:00:00,00

[DataSet0]

Statistics

Pendapatan Riwayat Infeksi ASI Eksklusif Kejadian Wasting

Valid 264 264 264 264


N
Missing 0 0 0 0
Frequency Table

Pendapatan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Rendah 119 45,1 45,1 45,1

Valid Tinggi 145 54,9 54,9 100,0

Total 264 100,0 100,0

Riwayat Infeksi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Ya 55 20,8 20,8 20,8

Valid Tidak 209 79,2 79,2 100,0

Total 264 100,0 100,0

ASI Eksklusif

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Tidak 26 9,8 9,8 9,8

Valid Ya 238 90,2 90,2 100,0

Total 264 100,0 100,0

Kejadian Wasting

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid Tidak Normal 132 50,0 50,0 50,0

Normal 132 50,0 50,0 100,0


Total 264 100,0 100,0

CROSSTABS
/TABLES=VAR00001 VAR00002 VAR00003 BY VAR00004
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT COLUMN
/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs

Notes

Output Created 02-JUL-2022 08:06:05


Comments
Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Input
Split File <none>
N of Rows in Working Data 264
File
User-defined missing values are treated
Definition of Missing
as missing.
Missing Value Handling Statistics for each table are based on all
Cases Used the cases with valid data in the specified
range(s) for all variables in each table.
CROSSTABS
/TABLES=VAR00001 VAR00002
VAR00003 BY VAR00004
Syntax /FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT COLUMN
/COUNT ROUND CELL.
Processor Time 00:00:00,00

Elapsed Time 00:00:00,02


Resources
Dimensions Requested 2

Cells Available 174734


[DataSet0]

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pendapatan * Kejadian 264 100,0% 0 0,0% 264 100,0%


Wasting
Riwayat Infeksi * Kejadian 264 100,0% 0 0,0% 264 100,0%
Wasting
ASI Eksklusif * Kejadian 264 100,0% 0 0,0% 264 100,0%
Wasting

Pendapatan * Kejadian Wasting

Crosstab

Kejadian Wasting Total


Tidak Normal Normal

Count 75 44 119
Rendah
% within Kejadian Wasting 56,8% 33,3% 45,1%
Pendapatan
Count 57 88 145
Tinggi
% within Kejadian Wasting 43,2% 66,7% 54,9%
Count 132 132 264
Total
% within Kejadian Wasting 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 14,703 1 ,000
Continuity Correctionb 13,770 1 ,000
Likelihood Ratio 14,849 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear Association 14,648 1 ,000
N of Valid Cases 264

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 59,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Pendapatan 2,632 1,597 4,337


(Rendah / Tinggi)
For cohort Kejadian Wasting = 1,603 1,255 2,048
Tidak Normal
For cohort Kejadian Wasting = ,609 ,466 ,797
Normal
N of Valid Cases 264

Riwayat Infeksi * Kejadian Wasting

Crosstab

Kejadian Wasting Total

Tidak Normal Normal

Count 39 16 55
Ya
% within Kejadian Wasting 29,5% 12,1% 20,8%
Riwayat Infeksi
Count 93 116 209
Tidak
% within Kejadian Wasting 70,5% 87,9% 79,2%
Count 132 132 264
Total
% within Kejadian Wasting 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 12,149 1 ,000
b
Continuity Correction 11,116 1 ,001
Likelihood Ratio 12,456 1 ,000
Fisher's Exact Test ,001 ,000
Linear-by-Linear Association 12,103 1 ,001
N of Valid Cases 264

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 27,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Riwayat Infeksi 3,040 1,599 5,781


(Ya / Tidak)
For cohort Kejadian Wasting = 1,594 1,270 2,000
Tidak Normal
For cohort Kejadian Wasting = ,524 ,341 ,806
Normal
N of Valid Cases 264

ASI Eksklusif * Kejadian Wasting

Crosstab

Kejadian Wasting Total

Tidak Normal Normal

Count 16 10 26
Tidak
% within Kejadian Wasting 12,1% 7,6% 9,8%
ASI Eksklusif
Count 116 122 238
Ya
% within Kejadian Wasting 87,9% 92,4% 90,2%
Total Count 132 132 264
% within Kejadian Wasting 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 1,536 1 ,215
b
Continuity Correction 1,067 1 ,302
Likelihood Ratio 1,548 1 ,213
Fisher's Exact Test ,302 ,151
Linear-by-Linear Association 1,530 1 ,216
N of Valid Cases 264

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for ASI Eksklusif 1,683 ,734 3,859


(Tidak / Ya)
For cohort Kejadian Wasting = 1,263 ,907 1,757
Tidak Normal
For cohort Kejadian Wasting = ,750 ,454 1,239
Normal
N of Valid Cases 264

Anda mungkin juga menyukai