Sitasi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 40

The Effect of Dividend Policy, Firm Size, and Productivity to The Firm Value (Lihard Stevanus

Lumapow Ramon Arthur Ferry Tumiwa) (bagian satu)


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penentu kebijakan dividen,
ukuran perusahaan dan produktivitas pada nilai Perusahaan. Sampelnya adalah perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008 hingga 2014, metode
yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu purposive sampling. Alat analisis dalam
penelitian ini adalah regresi data panel dengan Pendekatan Model Efek Acak (REM). Hasil
pengujian menunjukkan bahwa kebijakan dividen berpengaruh negatif dan signifikan
berpengaruh terhadap nilai perusahaan; Selanjutnya ukuran perusahaan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap nilai perusahaan; dan terakhir, itu Produktivitas perusahaan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
Tujuan perusahaan untuk meningkatkan laba dalam memaksimalkan kesejahteraan bagi
pemilik perusahaan. Itu keuntungan perusahaan tercermin dalam laba bersih laporan keuangan
perusahaan. Watson dan Kepala (2010) menyatakan bahwa sebagai pemilik perusahaan atau
pemegang saham biasanya diungkapkan tujuan utama keuangan Perusahaan sebagai
memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Karena pemegang saham menerima
kekayaannya melalui dividen dan capital gain, Nilai pemegang saham akan dimaksimalkan
dengan memaksimalkan nilai dividen dan capital gain yang diterima pemegang saham dari
waktu ke waktu. Salah satu faktor penentu perusahaan adalah kebijakan dividen. Perusahaan
yang meningkatkan pembayaran dividen, dimaknai oleh investor sebagai sinyal atau tanda
membaiknya perusahaan pertunjukan. Pembayaran dividen lebih baik dibandingkan capital gain
di masa depan. Argumen ini didasarkan pada argumen Gordon (1963) Argumen yang
menjelaskan bahwa investor lebih menyukai dividen yang tinggi karena dividen yang diterima
lebih kecil risikonya dan mengurangi ketidakpastian dibandingkan laba yang tidak dibagikan
dalam bentuk laba ditahan Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Taswan (2003);
Nidar (2008) dan Geng dan Liu (2011), yang menemukan bahwa kebijakan dividen berdampak
negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Bagi sebagian investor, pembayaran dividen
tinggi diindikasikan sebagai ketidakmampuan perusahaan dalam mengelola arus kas bebas.
Myers dan Majluf (1984) berpendapat bahwa menguntungkan Perusahaan memiliki insentif
yang relatif rendah untuk membayar dividen agar memiliki dana internal yang besar untuk
membiayai proyek investasi. Bagi perusahaan untuk tumbuh, kenaikan dividen bisa menjadi
berita buruk karena ditengarai bahwa perusahaan mengurangi rencana investasi yang
kemudian akan mempengaruhi nilai perusahaan. Rasio pembayaran dividen yang tinggi belum
tentu menunjukkan bahwa perusahaan tersebut baik. Pembayaran dividen yang tinggi dapat
dirasakan oleh investor sebagai ketidakmampuan perusahaan mengelola arus kas bebasnya
dengan baik. Persepsi tentang investor seperti ini dapat menurunkan nilai perusahaan.
The Effect of Dividend Policy and Return on Equity on Firm Value (bagian dua)
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kebijakan dividen yang diproksikan
dengan Dividend Payout Ratio terhadap nilai perusahaan dan return equity terhadap nilai
perusahaan. Data sekunder dikumpulkan dalam sampel perusahaan Manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia pada periode 2014 – 2017. Dividend Payout Ratio berpengaruh positif
dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan yang diproksi dengan Price Book Value. 2)
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa return on equity berpengaruh positif dan
signifikan terhadap nilai perusahaan.
hare harga, karena hal ini akan menghasilkan kekayaan bagi pemegang saham sehingga
meningkatkan nilai perusahaan” (Brigham dan Houston, 2010). Nilai perusahaan dapat diukur
dengan rasio Price to book value (PBV). PBV merupakan perbandingan antara harga pasar per
saham dengan nilai buku per saham. PBV menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam
menciptakan nilai atas dana yang ditanamkan investor. Semakin tinggi rasio PBV berarti
perusahaan dapat dinyatakan berhasil dalam menciptakan nilai perusahaan dan kesejahteraan
pemilik (Wihardjo, 2014). Nilai perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor internal
perusahaan seperti kebijakan dividen, kebijakan hutang, profitabilitas dan keputusan investasi.
Faktor internal inilah yang sering digunakan oleh calon investor dalam menilai kemampuan
perusahaan dalam berusaha meningkatkan nilai perusahaan (Septariani, 2017). Semakin tinggi
nilai perusahaan maka semakin sejahtera pemegang sahamnya. Nilai suatu perusahaan dapat
dilihat dari seberapa besar perusahaan tersebut membagikan dividen kepada pemegang
sahamnya. Dividen adalah bagian keuntungan yang dibagikan kepada pemegang saham yang
dapat berupa dividen tunai atau dividen saham (Gumanty, 2013), pembagian kepada pemegang
saham suatu perusahaan sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh masing-masing
pemegang saham (Stice et al., 2010) Besarnya dividen ini dapat mempengaruhi harga saham.
Jika dividen yang dibayarkan tinggi, maka harga sahamnya pun tinggi
Menurut Gumanti (2013) pembayaran dividen diukur dengan membagi jumlah dividen per
saham dengan laba bersih per saham. Septariani (2017)
ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF GOOD CORPORATE GOVERNANCE ON COMPANY
VALUE WITH PROFITABILITY AS A VARIABLE MODERATION IN MANUFACTURING
COMPANIES LISTED ON INDONESIA STOCK EXCHANGE (bagian tiga)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh good corporate governance yaitu ukuran
dewan komisaris, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komisaris independen dan
manajemen risiko terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah
profitabilitas dapat dijadikan sebagai variabel moderasi dalam model. Desain penelitian adalah
penelitian hubungan sebab akibat dengan pendekatan kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini
adalah 57 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2016 hingga 2020. Jenis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan adalah purposive sampling. Dan teknik analisis datanya menggunakan analisis
regresi linier berganda dan uji interaksi (moderasi) yang dilakukan dengan bantuan software
SPSS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial ukuran dewan komisaris tidak
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan institusional berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan manajerial, komisaris independen
dan manajemen risiko berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan
profitabilitas tidak mampu memoderasi ukuran dewan komisaris, kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, komisaris independen dan manajemen risiko terhadap nilai perusahaan
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Perusahaan manufaktur dikenal sebagai perusahaan yang menyediakan produk yang
dibutuhkan pasar. Perusahaan Manufaktur adalah perusahaan yang mengolah barang mentah
menjadi barang setengah jadi dan barang jadi yang mempunyai nilai jual. Menurut Bursa Efek
Indonesia, perusahaan sektor manufaktur terbagi menjadi beberapa sektor industri, yaitu:
Industri Dasar dan Kimia, Industri Aneka dan Konsumen Industri Barang. Ketiga sektor tersebut
dibagi lagi menjadi beberapa subsektor yang jumlah perusahaannya cukup banyak. Fenomena
yang terjadi pada tahun 2019 harga saham sektor manufaktur turun 9,33% (Investasi.kontan,
Desember 2019). Beberapa perusahaan yang sahamnya mengalami penurunan yaitu PT.
Unilever Indonesia Tbk yang melemah 8,31% sejak awal tahun 2019. Selain itu, saham PT.
Astra International Tbk juga turun 15,81%. Perusahaan lainnya yaitu dua perusahaan rokok
terbesar yaitu PT. Gudang Garam Tbk dan PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk juga melemah
masing-masing 36,50% dan 43,40% sejak awal tahun 2019. Turunnya harga saham perseroan
akan berdampak pada nilai perseroan. Nilai perusahaan merupakan suatu hal yang sangat
penting bagi perusahaan karena akan menjadi salah satu tolak ukur bagi investor dalam melihat
kinerja keuangan perusahaan dari tahun ke tahun. Gambar 1.1 menunjukkan kenaikan dan
penurunan nilai perusahaan sektor manufaktur pada tahun 2016-2020. Dalam skala nasional,
sektor ini memberikan kontribusi berupa peningkatan perekonomian di Indonesia. Pada tahun
2020 perusahaan manufaktur masih menjadi sektor andalan perekonomian nasional di tengah
tekanan pandemi Covid-19, dimana sektor ini tumbuh sebesar 3,51% dari perekonomian
nasional. Tinggi rendahnya nilai perusahaan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah tata kelola perusahaan yang baik. Penelitian mengenai hubungan GCG dengan
nilai perusahaan telah banyak diteliti dan menemukan hasil yang berbeda-beda. Poluan dan
Wicaksono (2019) menyatakan bahwa GCG yang diproksikan dengan kKepemilikan manajerial
dan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sedangkan
kepemilikan institusional dalam penelitian ini berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai
perusahaan. Negara (2019) juga menyatakan bahwa good Corporate Governance tidak
berpengaruh terhadap nilai perusahaan dimana GCG diproksikan dengan kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional dan proporsi kepemilikan institusional. dewan komisaris.
Sedangkan penelitian Hafizah (2020) juga membuktikan bahwa GCG dengan proksi komisaris
independen, kepemilikan manajerial, ukuran dewan komisaris dan kepemilikan institusional
tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hasil berbeda juga ditunjukkan oleh penelitian
Prasetyo, dkk (2020) yang berpendapat bahwa penerapan good corporate governance yang
diproksikan oleh komisaris independen tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Penelitian
Hidayat, dkk (2021) menemukan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh positif
signifikan terhadap nilai perusahaan dan kepemilikan institusional berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap nilai perusahaan. Penelitian Afiani dan Bernawati (2019) menemukan bahwa
kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan institusional
berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan dan komisaris independen
berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Penelitian Yanto (2018) menunjukkan
bahwa GCG yang diproksikan dengan kepemilikan saham institusional berpengaruh positif
terhadap nilai perusahaan. Sedangkan kepemilikan manajerial dan komisaris independen tidak
berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Selain itu, dalam suatu perusahaan juga terdapat salah
satu bagian yang mengelola kemungkinan terjadinya risiko yaitu manajemen risiko. Manajemen
risiko merupakan salah satu bagian dari tata kelola perusahaan yang baik. Survei yang
dilakukan oleh AON Global Enterprise Risk Management pada tahun 2010 menunjukkan bahwa
penerapan manajemen risiko oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia masih tergolong
rendah dibandingkan negara lain. Supriyadi, dkk (2020) dan Listiani, dkk (2021) menemukan
bahwa pengaruh pengungkapan manajemen risiko terhadap nilai perusahaan juga memiliki
hubungan positif yang signifikan. Sedangkan Aditya (2017) dan Ticoalu, dkk (2021) menemukan
bahwa pengungkapan manajemen risiko tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Selain
tata kelola perusahaan yang baik, profitabilitas juga berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Seperti kita ketahui profitabilitas berkaitan dengan keuntungan yang diperoleh. suatu
perusahaan dalam menjalankan usahanya, ketika profitabilitas meningkat maka nilai
perusahaan otomatis meningkat dan sebaliknya jika profitabilitas menurun maka nilai
perusahaan juga menurun (Muttaqin, 2019). Hal serupa juga diungkapkan oleh Ulfa (2018)
yang menemukan bahwa nilai perusahaan dapat ditentukan oleh laba yang diperoleh. dari
perputaran aset perusahaan. Semakin tinggi perputaran laba dari aset perusahaan maka
semakin efisien perputaran aset perusahaan atau semakin tinggi pula laba yang diperoleh
perusahaan dan hal ini akan mempengaruhi nilai perusahaan yang akan menarik minat
investor. Hasil berbeda ditunjukkan pada penelitian Wedayanthi dan Darmayanti (2016) dan
Hakim (2018) yang menemukan bahwa return on assets berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap nilai perusahaan. Naik turunnya ROA yang diperoleh dari laporan keuangan
perusahaan tidak dipertimbangkan oleh investor mengingat keuntungan yang akan didapat,
sehingga di mata investor tingkat pengembalian tidak berpengaruh dalam mempertimbangkan
variabel ROA pada perusahaan. Fatoni (2020) juga mengatakan tingginya return on assets
suatu perusahaan tidak akan mempengaruhi pengaruh Good Corporate Governance terhadap
nilai perusahaan apabila penerapan tata kelola perusahaan kurang efektif dan efisien.
Teori Keagenan Menurut Surifah (2017) teori keagenan didasarkan pada asumsi bahwa
masing-masing pihak yang terlibat dalam suatu kontrak ingin memaksimalkan kepentingannya.
Pada perusahaan dengan tingkat konsentrasi kepemilikan yang cukup tinggi, konflik keagenan
mungkin terjadi antara pemegang saham pengendali dan pemegang saham nonpengendali.
Worokinasih (2020) berpendapat, “hubungan keagenan terkadang menimbulkan masalah
antara manajer dan pemegang saham”. Pemegang saham dan manajer mempunyai tujuan
yang berbeda dan ingin tujuan mereka terpenuhi. Akibatnya timbul konflik kepentingan antara
pemegang saham dan manajer. Untuk mengurangi konflik tersebut, perusahaan perlu
menerapkan suatu sistem yaitu penerapan Good Corporate Governance (GCG). Bagiannya
adalah komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional. Ketiga
bagian tersebut berperan dalam menjaga kesesuaian informasi (asymmetric information) dan
menyelaraskan kepentingan antara pemegang saham dan manajer terhadap keberadaan
perusahaan.
Kepemilikan manajerial adalah pemegang saham dari pihak manajemen (direksi dan komisaris)
yang berperan aktif dalam pengambilan keputusan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan
bahwa salah satu cara untuk mengurangi biaya keagenan adalah dengan meningkatkan
kepemilikan saham oleh manajemen (pihak internal). Struktur kepemilikan yang terdiri dari
kepemilikan manajerial dapat mempengaruhi berjalannya suatu perusahaan yang pada
akhirnya akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan juga nilai perusahaan. Kepemilikan
manajerial yang mempunyai peran pengendali dalam pengambilan kebijakan perusahaan
(Agustina, 2017). Kepemilikan Manajerial diukur berdasarkan persentase jumlah saham beredar
yang dimiliki manajemen terhadap total modal saham perusahaan yang beredar di pasar.
The effect of good corporate governance and company size on firm value (bagian empat)
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat pengaruh penerapan good corporate
governance, ukuran perusahaan, dan kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan. Dan
hasilnya diketahui jika penerapan tata kelola perusahaan yang baik berpengaruh positif
terhadap nilai perusahaan yang menunjukkan bahwa penerapan tata kelola perusahaan yang
baik di Indonesia memberikan pengaruh yang baik terhadap perkembangan nilai perusahaan,
berbeda dengan ukuran perusahaan dan kinerja keuangan yang berpengaruh baik terhadap
perkembangan nilai perusahaan. berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan yang diketahui
jika aset dan laba tinggi. dibandingkan yang terbaik dengan nilai perusahaan yang rendah, dan
sebaliknya. Di satu sisi kinerja keuangan dapat menjadi variabel intervensi good corporate
governance dan ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan dengan arah positif yang artinya
jika laba perusahaan dapat memberikan pengaruh terhadap hubungan antara ukuran
perusahaan dan good corporate governance maka perusahaan nilainya akan meningkat. Dari
tujuan dan hasil tersebut, disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk mendalami indikator-
indikator yang ada pada masing-masing anggota untuk mengetahui temuan yang valid dengan
meninjau berbagai aspek.
Perkembangan zaman yang semakin pesat membuat perusahaan terus berinovasi dan selalu
meningkatkan kinerja perusahaan setiap tahunnya. Peningkatan tersebut terlihat dari
penerapan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) yang merupakan penilaian tersendiri terkait
baik atau buruknya tata kelola perusahaan. Perusahaan yang mempunyai nilai perusahaan
yang lebih baik akan menjadi daya tarik bagi calon investor untuk berinvestasi pada perusahaan
tersebut. Selain itu, nilai perusahaan yang tinggi juga akan mendorong kemakmuran yang tinggi
bagi pemegang saham, untuk itu nilai perusahaan merupakan hal yang penting bagi suatu
perusahaan. Sedangkan menurut (Feng et al., 2018), nilai perusahaan menjadi poin penting
karena dengan melihat nilai suatu perusahaan maka para eksekutif bisnis dan akademisi
mengetahui baik atau tidaknya suatu perusahaan karena nilai perusahaan adalah tujuan utama
dari perusahaan tersebut. perusahaan.Manajemen perusahaan merupakan hal yang penting
bagi manajemen dalam operasional perusahaan, khususnya di bidang keuangan. Baik
buruknya citra suatu perusahaan akan terlihat jika tata kelola dan pelayanan perusahaan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dan tidak merugikan masyarakat. Sektor keuangan merupakan
salah satu perusahaan yang sering mengalami kasus, baik kasus perdata maupun pidana.
Banyaknya keluhan masyarakat terhadap jasa perusahaan di bidang keuangan sendiri menjadi
tolak ukur mempertanyakan tata kelola perusahaan. Dari pengaduan tersebut terlihat bahwa
tata kelola perusahaan yang baik belum dijalankan dengan baik sesuai dengan peraturan
perundang-undangan sehingga dalam pelaksanaannya terjadi proses pengaduan masyarakat
yang berujung pada penurunan nilai perusahaan. Selain pengaduan, perusahaan juga harus
menerapkan pengendalian gratifikasi. Dalam Pasal (Indonesia, 2021)12 B Ayat (1) UU 20 Tahun
2001 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas,
yang meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket
perjalanan, fasilitas penginapan, pengaturan perjalanan, pengobatan gratis. perlakuan.
perlakuan. pengobatan, dan fasilitas lainnya. Memang tidak semua gratifikasi bertentangan
dengan undang-undang, namun ayat ini juga menjelaskan bahwa setiap gratifikasi kepada
pegawai atau penyelenggara negara dianggap suap apabila berkaitan dengan jabatannya dan
bertentangan dengan kewajiban dan tugasnya. Penerapan anti gratifikasi juga harus dilakukan
oleh seluruh perusahaan khususnya di bidang keuangan untuk menghindari suap atau kegiatan
yang bertentangan dengan tugas dan kewajiban setiap anggota perusahaan. Dari penjelasan
mengenai pengaduan, penipuan, dan gratifikasi di bidang keuangan. Terlihat bahwa setiap
tahunnya di sektor keuangan terdapat kasus hukum yang melibatkan pihak internal
perusahaan, baik kasus perdata maupun pidana. Perusahaan perbankan yang mendapatkan
kasus terbanyak hingga 100 kasus lebih setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa
operasional perbankan dalam menghimpun dana masyarakat atau tugas perbankan lainnya
masih memerlukan perhatian. Sedangkan (Clarke, 1985), mendefinisikan ukuran perusahaan
sebagai besar kecilnya suatu perusahaan ditinjau dari total aset, penjualan, dan kapitalisasi
pasar. Ketiga ukuran ini sering digunakan untuk mengetahui besar kecilnya suatu perusahaan
karena semakin besar aset yang dimiliki perusahaan maka semakin besar pula modal yang
ditanam. Selain itu kinerja keuangan menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam
menentukan pilihan investasi karena dalam kinerja keuangan terlihat bahwa laba dilihat dari
rasio keuangan yang menunjukkan bahwa jika laba perusahaan tinggi maka operasional
perusahaan berjalan dengan baik. . Tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan
profitabilitas perusahaan, khususnya bagi pemegang saham. Pada penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh (Wahyuni, Endang Ernawati, S.E. dan Dr. Werner R. Murhadi, S.E., 2013) yang
menunjukkan adanya pengaruh antara ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan,
(Budiharjo, 2020), meneliti pengaruh ukuran perusahaan terhadap kinerja keuangan
menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan.
Sedangkan (Agustina dan Ardiansari, 2019), (Suryaningtyas dan Rohman, 2019),
(Adrianingtyas, 2019), (Kartika Dewi dan Abundanti, 2019) menunjukkan bahwa kinerja
keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. topik yang sama namun
dengan studi kasus yang berbeda yaitu di bidang keuangan dari tahun 2018-2020. Selain itu,
penerapan tata kelola perusahaan yang baik di sektor keuangan dapat dikatakan perlu
mendapat perhatian khusus karena dalam penerapan tata kelola masih rentan terhadap
pengaduan, gratifikasi, dan kasus hukum baik perdata maupun pidana dari perusahaan di
sektor keuangan. . yang dikhawatirkan akan berdampak pada nilai perusahaan. Sebaliknya
besar kecilnya perusahaan harus diperhatikan karena besar kecilnya perusahaan akan
mempengaruhi nilai perusahaan, dan keuntungan perusahaan secara tidak langsung akan
berdampak pada peningkatan nilai perusahaan. mengukur tata kelola perusahaan yang baik
pada perusahaan dan indikator Ln total aset untuk variabel ukuran perusahaan. Untuk variabel
kinerja keuangan, peneliti menggunakan return on equity (ROE) untuk menjelaskan laba
perusahaan yang berdampak pada nilai perusahaan di masa depan, dan menggunakan
indikator Price to book value (PBV) untuk mengukur nilai perusahaan. perusahaan. perusahaan.
Pemilihan indikator tersebut dilatarbelakangi oleh kasus hukum yang dialami perusahaan di
sektor keuangan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam pengujian hipotesis dijelaskan bahwa tata kelola
perusahaan yang baik berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan sehingga
hipotesis pertama dapat diterima. (Newell dan Wilson, 2002), mengungkapkan bahwa praktik
tata kelola perusahaan yang baik dapat meningkatkan nilai perusahaan, kinerja keuangan,
mengurangi risiko yang mungkin diambil dewan dengan mengambil keputusan yang cenderung
menguntungkan dirinya sendiri, dan secara umum dapat meningkatkan tingkat investor.
kepercayaan diri. Namun dalam praktiknya terkadang masih banyak karyawan dan manajemen
yang mengingkari amanah tersebut sehingga tingkat kasus di perusahaan semakin meningkat.
Dinyatakan bahwa perseroan tetap harus mengelola operasionalnya dengan sebaik-baiknya
sesuai dengan amanah yang diberikan sebelumnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian (Agustina dan Ardiansari, 2019), (Pratiwi dan Rahayu, 2015), (Fatoni, 2020), dan
(Situmorang dan Simanjuntak, 2019), yang menunjukkan bahwa tata kelola perusahaan yang
baik berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja perusahaan. berpengaruh pada nilai
perusahaan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa penerapan kinerja keuangan yang baik
akan sejalan dengan peningkatan nilai perusahaan karena menurut investor, perusahaan yang
mampu memaksimalkan penerapan tata kelola perusahaan yang baik akan mampu
memberikan kemakmuran bagi pemegang saham.
THE EFFECT OF CAPITAL STRUCTURE, FIRM GROWTH, FIRM SIZE AND PROFITABILITY
ON FIRM VALUE OF COMPANIES WITH GOOD CORPORATE GOVERNANCE AS A
MODERATING VARIABLES IN MANUFACTURING COMPANIES IN THE BASIC AND
CHEMICAL INDUSTRY REGISTERED IN INDONESIA STOCK EXCHANGE (bagian lima)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh struktur modal, pertumbuhan
perusahaan, ukuran perusahaan dan profitabilitas terhadap nilai perusahaan manufaktur sektor
Industri Dasar dan Kimia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel independen dalam
penelitian ini adalah struktur modal, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan dan
profitabilitas. Variabel terikatnya adalah nilai perusahaan. Variabel moderasinya adalah Good
Corporate Governance. Jenis penelitian ini merupakan penelitian asosiatif kausal yang
dilakukan untuk mengetahui pengaruh atau juga hubungan antara dua variabel atau lebih.
Penelitian ini mengamati perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada
tahun 2013-2017. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 29 perusahaan sehingga jumlah
observasi dalam penelitian ini adalah 29x5 = 145 data. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi
data panel dan pengujian moderasi dengan bantuan software Eviews. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa secara simultan struktur modal, pertumbuhan perusahaan, ukuran
perusahaan dan profitabilitas berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sedangkan secara
parsial struktur modal tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan, pertumbuhan perusahaan
berpengaruh terhadap nilai perusahaan, ukuran perusahaan berpengaruh terhadap nilai
perusahaan dan profitabilitas berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sedangkan pengujian
memoderasi good corporate governance tidak berpengaruh terhadap struktur modal,
pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan, profitabilitas dan nilai perusahaan.
Perusahaan yang telah go public menginginkan harga saham yang dijual memiliki potensi harga
yang tinggi sehingga menarik investor untuk menanamkan dananya pada perusahaan tersebut.
Semakin tinggi harga saham dapat mencerminkan semakin tinggi pula nilai perusahaan.
Meningkatnya nilai perusahaan juga memberikan peningkatan kemakmuran bagi pemilik atau
pemegang saham. Nilai perusahaan tidak bergantung pada kemampuan menghasilkan arus
kas tetapi juga bergantung pada operasi dan keuangan perusahaan itu sendiri (Keown, 2011).
Nilai perusahaan yang dimaksud adalah sejumlah harga yang bersedia dibayar oleh investor
jika perusahaan tersebut ingin dijual. Nilai perusahaan dapat mencerminkan nilai aset yang
dimiliki perusahaan dan semakin tinggi nilai perusahaan maka citra perusahaan akan semakin
baik. Perusahaan mempunyai tujuan jangka panjang untuk memaksimalkan nilai perusahaan.
Semakin tinggi nilai perusahaan maka kemakmuran pemegang saham akan meningkat
(Wahyudi dan Pawestri, 2006). Menurut Aries (2011) nilai perusahaan merupakan hasil kerja
manajemen dari beberapa dimensi antara lain arus kas bersih dari keputusan investasi,
pertumbuhan dan biaya modal perusahaan. Bagi investor, nilai perusahaan merupakan konsep
yang penting karena nilai perusahaan merupakan indikator bagaimana pasar menilai
perusahaan secara keseluruhan. Nilai perusahaan yang tinggi menunjukkan kinerja perusahaan
yang baik. Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran yang maksimal kepada pemegang
saham jika harga saham meningkat. Semakin tinggi harga saham suatu perusahaan maka
semakin tinggi pula kesejahteraan pemegang sahamnya.
Konsep teori keagenan menurut Hendriksen dan van Breda (1991) merupakan teori yang
menjelaskan hubungan atau kontak antara prinsipal dan agen. Prinsipal mempekerjakan agen
untuk melaksanakan tugas demi kepentingan prinsipal, termasuk pendelegasian wewenang
pengambilan keputusan dari prinsipal kepada agen. Pada perusahaan yang modalnya terdiri
dari saham, pemegang saham bertindak sebagai prinsipal, dan CEO (Chief Executive Officer)
sebagai agennya.
The Effect of Dividend Policy, Debt Policy, And Profitability on The Value of Automotive
Companies Listed on The Indonesia Stock Exchange 2017-2021(bagian enam)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kebijakan dividen yang dalam hal
ini dicerminkan oleh Dividend Payout Ratio (DPR), kebijakan hutang yang dicerminkan oleh
Debt-to-Equity Ratio (DER), dan profitabilitas yang dicerminkan oleh Debt-to-Equity Ratio
(DER). tercermin dari Return on Assets (ROA) terhadap nilai perusahaan. dicerminkan oleh
Price to Book Value (PBV). Penelitian ini menggunakan populasi perusahaan otomotif yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode penelitian 2017-2021 dengan sampel penelitian
sebanyak 11 perusahaan yang dipilih dengan menggunakan metode purposivesampling. Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dan uji t
dengan nilai signifikansi 0,05. Hasil uji F mencerminkan apakah kebijakan dividen, kebijakan
utang, dan profitabilitas berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Keputusan mengenai return suatu saham sangatlah penting bagi investor, apakah return
tersebut akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen ataukah akan
dijadikan sebagai investasi di masa yang akan datang. Investor cenderung lebih tertarik pada
return berupa dividen dibandingkan capital gain. Perusahaan yang membagikan keuntungan
pemegang saham dalam bentuk dividen cenderung memiliki harga saham yang lebih tinggi,
oleh karena itu nilai perusahaan juga semakin tinggi karena harga saham sebanding dengan
nilai perusahaan, semakin tinggi saham suatu perusahaan maka semakin tinggi pula harga
sahamnya. nilai perusahaan di mata investor. (Tita dkk., 2018). Kebijakan dividen merupakan
faktor penting yang harus diperhatikan oleh manajemen dalam mengelola perusahaan. Secara
umum hal penting yang harus diperhatikan investor adalah nilai perusahaan, karena investor
akan cenderung melihat nilai suatu perusahaan sebelum menanamkan modalnya. Perusahaan
dengan nilai yang tinggi akan menarik investasi yang lebih tinggi pula (Thamrin, 2012). Nilai
perusahaan menjadi pertimbangan investor untuk membantu dalam pengambilan keputusan
investasi. Selain itu, tinggi rendahnya nilai perusahaan juga mencerminkan kesejahteraan
pemegang saham. Jadi, memaksimalkan nilai perusahaan merupakan tujuan jangka panjang
yang ingin dicapai oleh setiap perusahaan. Salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur
nilai perusahaan adalah Price to Book Value (PBV), yaitu rasio yang menggambarkan seberapa
besar apresiasi pasar terhadap nilai buku suatu saham suatu perusahaan. Semakin tinggi nilai
PBV, semakin besar kepercayaan pasar terhadap prospek perusahaan, hal ini mencerminkan
semakin tinggi nilai perusahaan (Khan, 2021) Kebijakan dividen mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap banyak pihak, baik perusahaan itu sendiri maupun pihak lain seperti
pemegang saham dan kreditor. Dalam hal ini kebijakan dividen dapat dilihat dengan
menggunakan Dividend Payout Ratio yang biasa disebut dengan Dividend Payout Ratio yaitu
persentase keuntungan yang dibayarkan dalam bentuk dividen atau perbandingan antara
keuntungan yang dibayarkan dalam bentuk dividen dengan keuntungan yang dibayarkan dalam
bentuk dividen. total keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham. (Bayu Ganar dkk.,
2018). Kebijakan hutang yang sering disebut dengan keputusan pendanaan oleh manajemen
akan mempengaruhi penilaian perusahaan yang tercermin pada harga saham. Oleh karena itu,
salah satu tugas manajer keuangan adalah menentukan kebijakan pendanaan yang dapat
memaksimalkan harga saham yang merupakan cerminan nilai suatu perusahaan (Yuniati et al.,
2016). Salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur kebijakan utang adalah Debt-to-Equity
Ratio (DER). DER merupakan rasio pengelolaan modal yang mencerminkan kemampuan
perusahaan dalam membiayai usahanya dengan pinjaman yang diberikan pemegang saham.
Profitabilitas suatu perusahaan mencerminkan persentase keuntungan atau keuntungan yang
dapat dihasilkan perusahaan bagi pemegang saham atau investor. (Ferina dkk., 2015). Laba
menjadi tolak ukur penentuan harga saham bagi investor. Return on Assets (ROA) sebagai
proksi profitabilitas perusahaan akan mampu meningkatkan nilai perusahaan. Hal ini
dikarenakan semakin tinggi keuntungan atau keuntungan yang dihasilkan perusahaan maka
semakin tinggi pula laba yang dihasilkan perusahaan harga saham dan nilai perusahaan di
mata investor atau kreditor (Khan, 2021). Semakin besar Return On Assets (ROA) suatu
perusahaan menunjukkan bahwa semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai
perusahaan tersebut dan semakin baik posisi perusahaan dalam pemanfaatan dan
pemanfaatan aset. (Rosikah et al, 2018) Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, maka
rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: Apakah Kebijakan Dividen,
Kebijakan Hutang, dan Profitabilitas Berpengaruh Terhadap Nilai Perusahaan? Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah Kebijakan Dividen, Kebijakan Hutang, dan Profitabilitas
berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Kebijakan dividen merupakan bagian integral dari keputusan pendanaan perusahaan. Rasio
pembayaran dividen menentukan besarnya laba yang dapat ditahan perusahaan sebagai
sumber pendanaan. Namun, memiliki jumlah laba saat ini yang lebih besar di perusahaan juga
berarti lebih sedikit uang yang tersedia untuk pembayaran dividen saat ini. Dengan demikian,
aspek utama dari kebijakan dividen suatu perusahaan adalah menentukan alokasi keuntungan
(Zuliarni, 2012). Hubungan yang tepat antara pembayaran dividen dengan penambahan laba
ditahan perusahaan. Kebijakan dividen menyangkut persoalan penggunaan laba yang menjadi
hak pemegang saham (Tita et al., 2018). Keuntungannya dapat dibagi sebagai dividen atau
ditahan untuk diinvestasikan kembali. Rasio yang digunakan adalah DPR (Dividend Payout
Ratio) yaitu persentase keuntungan yang dibayarkan dalam bentuk dividen, atau perbandingan
antara keuntungan yang dibayarkan dalam bentuk dividen dengan total keuntungan yang
tersedia bagi pemegang saham (Subiyantoro, 2003).
Kebijakan utang merupakan suatu keputusan untuk menggunakan utang dengan
mempertimbangkan biaya tetap yang timbul dari utang berupa bunga, yang akan menyebabkan
meningkatnya leverage keuangan dan semakin tidak menentunya tingkat pengembalian bagi
pemegang saham biasa (Daniel et al., 2015). Kebijakan hutang berkaitan dengan keputusan
manajemen untuk menambah atau mengurangi proporsi hutang jangka panjang dan ekuitas
yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan (Nelwan, 2018). Keputusan
pendanaan yang dilakukan manajemen akan mempengaruhi penelitian perusahaan yang
tercermin pada harga saham. Oleh karena itu, salah satu tugas manajer keuangan adalah
menentukan kebijakan pendanaan yang dapat memaksimalkan harga saham yang merupakan
cerminan nilai suatu perusahaan (Tulung, 2018).
Definisi Operasional Variabel Nilai Perusahaan Dalam penelitian ini nilai perusahaan
menggunakan indikator PBV (Price to Book Value). PBV mencerminkan seberapa besar
apresiasi pasar terhadap nilai buku saham suatu perusahaan. Jika rasio ini lebih tinggi berarti
pasar percaya terhadap prospek perusahaan (Khan, 2021). Rumus menghitung PBV:

Kebijakan dividen merupakan suatu keputusan dimana keuntungan yang diperoleh suatu
perusahaan pada akhir tahun akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen
atau keuntungan tersebut juga ditahan untuk menambah modal untuk pembiayaan investasi di
masa yang akan datang (Tita et al. , 2018). Itu rumus menghitung kebijakan dividen:
Kebijakan hutang merupakan suatu keputusan dalam menggunakan hutang dengan
mempertimbangkan biaya tetap yang timbul dari hutang seperti bunga, yang pada gilirannya
dapat menyebabkan peningkatan leverage keuangan dan juga akan membuat tingkat
pengembalian yang lebih tidak pasti bagi pemegang saham biasa. (Ferina dkk., 2015). Rumus
menghitung kebijakan utang:
EFFECT OF GOOD CORPORATE GOVERNANCE, CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
DISCLOSURE AND MANAGERIAL OWNERSHIP TO THE CORPORATE VALUE WITH
FINANCIAL PERFORMANCE AS INTERVENING VARIABLES: CASE ON INDONESIA
STOCK EXCHANGE (bagian tuju)
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh langsung tata kelola perusahaan yang
baik, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, dan kepemilikan manajerial terhadap
nilai perusahaan, serta menganalisis pengaruh tidak langsung tata kelola perusahaan yang
baik, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, dan kepemilikan manajerial terhadap
nilai perusahaan melalui kinerja keuangan. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis
jalur. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI pada tahun 2011 – 2015, dengan anggota populasi sebanyak 146 perusahaan. Teknik
pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, maka diperoleh 61 perusahaan
yang memenuhi kriteria, sehingga jumlah sampel sebanyak 310 observasi (perusahaan –
tahun).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Good Corporate Governance (GCG) berpengaruh
positif signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. (2) Pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan.
(3) Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. (4) Good
Corporate Governance (GCG) berpengaruh positif signifikan terhadap Nilai Perusahaan. (5)
Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSRD) tidak berpengaruh terhadap nilai
perusahaan. (6) Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. (7)
Kinerja keuangan berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan.
Nilai perusahaan dapat mencerminkan kekayaan perusahaan yang terlihat dari surat berharga
perusahaan. Saham merupakan salah satu surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan
yang diperdagangkan di pasar modal. Tinggi rendahnya harga saham dipengaruhi oleh faktor
fundamental, faktor teknikal dan juga dipengaruhi oleh kuatnya pasokan pasar dan permintaan
terhadap saham perusahaan tersebut (Harahap, 2016). Perubahan harga saham yang
disebabkan oleh penawaran dan permintaan saham di pasar modal juga dilihat dari
kemampuan perusahaan dalam memberikan dividen. Kemampuan perusahaan dalam
memberikan dividen kepada investor dapat digunakan untuk mengukur nilai suatu perusahaan.
Ketika perusahaan mampu memberikan dividen yang tinggi, maka harga saham cenderung
tinggi dan nilai perusahaan juga tinggi. Sebaliknya jika perusahaan memberikan dividen yang
rendah maka harga saham cenderung rendah dan nilai perusahaan pun rendah. Kemampuan
perusahaan dalam memberikan dividen berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba. Semakin tinggi laba yang dapat dihasilkan perusahaan maka dividennya
juga akan tinggi dan sebaliknya jika laba yang dihasilkan semakin rendah maka dividennya pun
akan rendah (Harjito dan Martono, 2012). Nilai perusahaan berguna untuk menarik calon
investor agar berinvestasi pada perusahaan yang memiliki nilai perusahaan tinggi. Nilai
perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya bahwa perusahaan tersebut tidak hanya
memiliki kinerja perusahaan yang baik saat ini, namun juga memiliki prospek yang baik di masa
depan. Nilai perusahaan dapat diketahui dari price book value (PBV) yang merupakan
perbandingan harga saham. dengan nilai buku per saham. Perusahaan dengan nilai
perusahaan yang baik mempunyai nilai PBV yang lebih besar dari satu (>1) yang menunjukkan
bahwa nilai sahamnya lebih besar dibandingkan dengan nilai buku per lembar saham
perusahaan tersebut. Semakin tinggi rasio PBV maka semakin tinggi pula penilaian investor
terhadap saham perusahaan saat ini dibandingkan Kata Kunci: GCG, Pengungkapan CSR,
kepemilikan manajerial, nilai perusahaan, kinerja keuangan. dengan nilai investasi pada
perusahaan sehingga dapat menarik investor dan calon investor untuk membeli lebih banyak
saham perusahaan (Putri et al., 2016).
Kepemilikan perusahaan go public saat ini dapat dimiliki oleh berbagai pihak yaitu manajerial,
institusi dan masyarakat. Secara umum struktur kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki
oleh manajer masih lebih sedikit dibandingkan dengan kepemilikan pihak lain. Manajer sebagai
pelaku operasional perusahaan merupakan agen atau wakil dari pemilik perusahaan, namun
akan terjadi konflik kepentingan apabila manajer mengendalikan perusahaan tanpa
memperhatikan kepentingan pemilik perusahaan. Besarnya kepemilikan saham perusahaan
membuat pemegang saham sulit melakukan pengendalian (Rustendi dan Jimmi, 2008). Kinerja
keuangan perusahaan sebagai salah satu tolok ukur keberadaan dan kelangsungan hidup
perusahaan. Kemampuan perusahaan dalam meningkatkan kinerja keuangan menjadi acuan
bagi investor untuk menentukan investasinya dengan membeli saham perusahaan tersebut.
Peningkatan kinerja keuangan perusahaan menjadi suatu keharusan agar saham perusahaan
tetap menarik bagi investor. Ketika investor menilai kinerja keuangan perusahaan dengan baik
maka nilai perusahaan juga dapat meningkat. Tata kelola perusahaan yang baik selain
berpengaruh langsung terhadap nilai perusahaan, juga berperan untuk meningkatkan kinerja
keuangan perusahaan (Wati, 2013). Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
mempunyai hubungan dengan kinerja keuangan melalui kepercayaan masyarakat terhadap
kinerja operasional dan kualitas produk yang dihasilkan perusahaan sehingga dapat
meningkatkan penjualan (Rosiliana et al 2014). Kepemilikan manajerial atas saham suatu
perusahaan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan atas pengelolaan
keuangan perusahaan, sehingga kepemilikan manajerial mempunyai hubungan dengan kinerja
keuangan perusahaan (Wiranata dan Nugrahanti, 2013). Good Corporate Governance,
Corporate Social Responsibility, dan Manajerial kepemilikan mempunyai hubungan dengan
kinerja keuangan, dimana kinerja keuangan perusahaan pada akhirnya dapat memaksimalkan
nilai perusahaan. Berdasarkan hubungan antara tata kelola perusahaan yang baik,
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, dan kepemilikan manajerial dengan kinerja
keuangan perusahaan, maka dalam penelitian ini kinerja keuangan perusahaan ditetapkan
sebagai variabel intervening. yang memediasi hubungan antara good corporate governance,
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, dan kepemilikan manajerial dengan nilai
perusahaan. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Alasan pemilihan perusahaan manufaktur sebagai objek penelitian karena
perusahaan manufaktur tersebut mempunyai jumlah terbesar di Bursa Efek Indonesia yang
terdiri dari tiga subsektor yaitu industri dasar dan kimia, sektor industri aneka dan sektor industri
barang konsumsi. Jumlah perusahaan manufaktur yang besar berarti perusahaan di sektor ini
merupakan kontributor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain itu, perusahaan
manufaktur mempunyai kegiatan pengolahan besar yang sebagian besar menghasilkan limbah
pabrik sehingga perusahaan yang berkerabat dekat wajib mengungkapkan tanggung jawab
sosial dalam laporan keuangan tahunannya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi pengembangan teori, terutama terkait dengan pengembangan akuntansi
keuangan. dan pasar modal dalam upaya mengungkapkan laporan akuntansi dan laporan
tahunan sebagai sumber informasi bagi investor. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan masukan dalam pengambilan keputusan investasi pada perusahaan yang go
public di Bursa Efek Indonesia, informasi terkait aspek selain aspek moneter yang dapat
menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi seperti tata kelola perusahaan,
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. , dan kepemilikan manajerial. Hasil
penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai nilai perusahaan yang
dapat digunakan untuk memprediksi keberlangsungan perusahaan di masa depan. Teori yang
menjelaskan hubungan antara pemilik perusahaan atau pemegang saham dengan manajemen
dalam akuntansi dikenal dengan teori keagenan. . Pengertian teori keagenan menurut Jensen
dan Meckling (1976) adalah hubungan keagenan merupakan kontrak antara prinsipal
(pemegang saham) dengan agen (manajer) yang ditunjuk untuk mewakili prinsipal yang
melibatkan pendelegasian wewenang dalam pengambilan keputusan. Untuk lebih lanjut
mengenai hubungan keagenan yang didefinisikan oleh Jensen dan Meckling disebut dengan
teori keagenan. Teori keagenan didasarkan pada kontrak antara prinsipal dan agen. Menurut
teori keagenan, sifat hubungan antara prinsipal dan agen sulit tercipta karena adanya
kepentingan masing-masing pihak yang bertentangan (conflict of interest). Pemegang saham
perusahaan mengharapkan adanya peningkatan kesejahteraan melalui hasil investasi yang
ditanamkan. Hasil dari investasi tersebut dapat ditunjukkan dengan kinerja perusahaan yang
tercermin dari profitabilitas perusahaan. Di sisi lain, manajer berupaya untuk mensejahterakan
dirinya melalui perolehan bonus atau kompensasi lainnya tanpa mempedulikan kepentingan
pemegang saham (Samsi et al., 2014). Perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan
manajer dapat menimbulkan permasalahan dalam penyampaian informasi. Kesalahan dalam
teori keagenan ini dikenal sebagai asimetri informasi. Asimetri informasi dapat terjadi karena
manajer tidak memberikan informasi yang transparan kepada pemegang saham mengenai
kondisi perusahaan. Transparansi diperoleh melalui penerapan tata kelola perusahaan yang
baik, dimana tata kelola perusahaan menjadi pedoman bagi para manajer untuk mengelola
perusahaan dengan praktik terbaik dalam pengambilan keputusan yang menguntungkan semua
pihak (Nuswandari, 2009).
Permasalahan agency cost dan konflik kepentingan dapat dihindari dengan adanya kepemilikan
saham manajemen atau kepemilikan manajerial. Peningkatan kepemilikan manajerial
diperkirakan akan menyebarkan risiko (Wardani dan Hermuningsih, 2011). Kepemilikan
pengelolaan saham perusahaan akan menyeimbangkan kepentingan manajer karena manajer
juga berperan sebagai pemegang saham, sehingga manajer juga akan memperhatikan
kepentingan kesejahteraan pemegang saham.
Nilai perusahaan diartikan sebagai nilai pasar saham perusahaan yang tercermin dalam harga
saham (Apriada dan Suardikha, 2016). Semakin tinggi harga saham maka semakin baik pula
nilai perusahaan tersebut. Nilai perusahaan menjadi suatu hal yang penting bagi perusahaan,
karena meningkatkan nilai perusahaan berarti meningkatkan kesejahteraan bagi pemegang
saham. Nilai perusahaan dapat diukur dengan harga pasar saham, karena harga saham dapat
mencerminkan penilaian investor terhadap keseluruhan kekayaan yang dimiliki perusahaan
dengan adanya penawaran dan permintaan pasar. Nilai perusahaan bertujuan untuk
memaksimalkan kekayaan pemegang saham sebagai akibat dari keputusan investasi.
Kekayaan pemegang saham dan perusahaan diwakili oleh harga pasar saham yang merupakan
cerminan dari keputusan investasi, pembiayaan, dan pengelolaan aset. Semakin tinggi harga
saham maka semakin tinggi pula nilai yang dimiliki perusahaan (Susanti dan Pangestuti, 2010).
Kinerja perusahaan merupakan istilah untuk menunjukkan keberhasilan operasional suatu
perusahaan (Ratih dan Setyarini, 2014). Fahmi (2011) mengartikan kinerja keuangan sebagai
analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana perusahaan telah menerapkan aturan
pelaksanaan pengelolaan keuangan dengan baik dan benar. Penerapan pengelolaan keuangan
sesuai dengan standar dan ketentuan IFRS (standar akuntansi keuangan), GAAP (prinsip
akuntansi yang berlaku umum), atau lainnya. Berdasarkan kedua konsep tersebut dapat
disimpulkan bahwa kinerja keuangan perusahaan merupakan suatu analisis yang dilakukan
untuk mengetahui keberhasilan operasional perusahaan dan kemampuan perusahaan dalam
melaksanakan aturan-aturan dalam standar keuangan yang berlaku. Kinerja keuangan
merupakan gambaran mengenai kondisi perusahaan. suatu perusahaan sebagai hasil proses
pengambilan keputusan manajemen yang berkaitan dengan pemanfaatan modal, efisiensi dan
profitabilitas kegiatan perusahaan tersebut dianalisis dengan menggunakan alat analisis
keuangan untuk mengetahui dengan baik kondisi keuangan buruk suatu perusahaan yang
dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja suatu perusahaan dalam periode tertentu
(Mustafa, 2015). Kinerja keuangan perusahaan merupakan indikator baik buruknya suatu usaha
dalam rangka memenuhi tanggung jawab manajemen kepada prinsipal untuk mencapai tujuan
perusahaan berupa prestasi. Nilai perusahaan diartikan sebagai nilai pasar saham perusahaan
yang tercermin dalam harga saham (Apriada dan Suardikha, 2016). Semakin tinggi harga
saham maka semakin baik pula nilai perusahaan tersebut. Nilai perusahaan menjadi suatu hal
yang penting bagi perusahaan, karena meningkatkan nilai perusahaan berarti meningkatkan
kesejahteraan bagi pemegang saham. Nilai perusahaan dapat diukur dengan harga pasar
saham, karena harga saham dapat mencerminkan penilaian investor terhadap keseluruhan
kekayaan yang dimiliki perusahaan dengan adanya penawaran dan permintaan pasar. Nilai
perusahaan bertujuan untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham sebagai akibat dari
keputusan investasi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan diwakili oleh harga pasar
saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi, pembiayaan, dan pengelolaan aset.
Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi pula nilai yang dimiliki perusahaan (Susanti
dan Pangestuti, 2010). Kinerja perusahaan merupakan istilah untuk menunjukkan keberhasilan
operasional suatu perusahaan (Ratih dan Setyarini, 2014). Fahmi (2011) mengartikan kinerja
keuangan sebagai analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana perusahaan telah
menerapkan aturan pelaksanaan pengelolaan keuangan dengan baik dan benar. Penerapan
pengelolaan keuangan sesuai dengan standar dan ketentuan IFRS (standar akuntansi
keuangan), GAAP (prinsip akuntansi yang berlaku umum), atau lainnya. Berdasarkan kedua
konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan perusahaan merupakan suatu
analisis yang dilakukan untuk mengetahui keberhasilan operasional perusahaan dan
kemampuan perusahaan dalam melaksanakan aturan-aturan dalam standar keuangan yang
berlaku. Kinerja keuangan merupakan gambaran mengenai kondisi perusahaan. suatu
perusahaan sebagai hasil proses pengambilan keputusan manajemen yang berkaitan dengan
pemanfaatan modal, efisiensi dan profitabilitas kegiatan perusahaan tersebut dianalisis dengan
menggunakan alat analisis keuangan untuk mengetahui dengan baik kondisi keuangan buruk
suatu perusahaan yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja suatu perusahaan
dalam periode tertentu (Mustafa, 2015). Kinerja keuangan perusahaan merupakan indikator
baik buruknya suatu bisnis dalam rangka memenuhi tanggung jawab manajemen kepada
prinsipal untuk mencapai tujuan perusahaan berupa pencapaian. Laporan Turnbull
mendefinisikan tata kelola perusahaan sebagai sistem pengendalian internal yang memiliki
tujuan utama mengelola risiko yang signifikan untuk mencapai tujuan bisnis melalui
pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang
(Effendi, 2016). Menurut Effendi (2016), tata kelola perusahaan adalah suatu sistem yang
dirancang untuk memandu pengelolaan perusahaan secara profesional berdasarkan prinsip
transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, kewajaran dan kesetaraan.
Berdasarkan beberapa pengertian sebelumnya, secara singkat tata kelola perusahaan atau tata
kelola perusahaan adalah suatu sistem pengendalian internal perusahaan yang berupa aturan-
aturan untuk mengelola perusahaan secara profesional berdasarkan prinsip transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi, kewajaran, dan kesetaraan untuk menciptakan nilai
tambah bagi perusahaan. pemegang saham .Good Corporate Governance (GCG) sebagai
pendukung peningkatan nilai perusahaan erat kaitannya dengan teori keagenan. Dalam teori
keagenan, manajer bertindak sebagai agen pemegang saham dan bertindak secara sadar
sesuai dengan keinginannya dalam menjalankan perusahaan dengan pendelegasian
wewenang pengambilan keputusan yang diberikan oleh pemegang saham (Dewi, 2009).
Kepemilikan manajerial merupakan bagian dari struktur kepemilikan perusahaan. Struktur
kepemilikan merupakan pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian saham perusahaan
(Barako et al., 2006). Pemisahan kepemilikan ini juga bertujuan untuk mengendalikan jalannya
perusahaan yang mana keduanya mempunyai kepentingan masing-masing sehingga
kepemilikan baik pihak manajemen maupun investor lainnya dapat mempengaruhi keputusan
yang diambil sehubungan dengan keputusan keuangan termasuk keputusan investasi,
keputusan pendanaan dan kebijakan dividen. (Apriada dan Suardikha, 2016). Pengertian
kepemilikan manajerial menurut Christiawan dan Tarigan (2007) adalah suatu keadaan dimana
manajer mempunyai bagian atas perusahaan atau manajer sekaligus pemegang saham
perusahaan yang ditunjukkan dengan besarnya persentase kepemilikan perusahaan.
kepemilikan saham oleh manajer. Rustendi dan Jimmi (2008) mendefinisikan kepemilikan
manajerial sebagai persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh manajemen (manajer dan
direktur). Dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh
pihak manajemen (manajer dan direktur) sehingga manajemen berperan sebagai pemegang
saham perusahaan yang ditunjukkan dengan persentase kepemilikan saham perusahaan
dibandingkan dengan jumlah saham yang beredar.
Role of Good Corporate Governance as a Moderating Variable of the Influence of
Financial Performance and Company Size on Company Value (bagian delapan)
Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan yang seringkali dikaitkan
dengan harga saham. Tingginya harga saham membuat nilai suatu perusahaan juga tinggi.
Harga saham adalah harga yang terjadi pada saat saham diperdagangkan di pasar. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh bukti empiris pengaruh kinerja keuangan dan ukuran perusahaan terhadap nilai
perusahaan dengan Good Corporate Governance (GCG) sebagai variabel moderasi. Sampel
dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 2018 sampai 2019, diperoleh sampel sebanyak 124 sampel dengan 248 observasi.
Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi moderasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa FP keuangan berpengaruh positif terhadap FV, FS tidak berpengaruh positif terhadap
FV, GCG tidak berpengaruh positif terhadap FV, GCG tidak memperkuat pengaruh positif FP
terhadap FV. GCG belum memperkuat pengaruh positif FS terhadap FV.
Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan yang seringkali dikaitkan
dengan harga saham. Tingginya harga saham membuat nilai suatu perusahaan juga tinggi.
Harga saham adalah harga yang terjadi pada saat saham diperdagangkan di pasar. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh bukti empiris pengaruh kinerja keuangan dan ukuran perusahaan terhadap nilai
perusahaan dengan Good Corporate Governance (GCG) sebagai variabel moderasi. Sampel
dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 2018 sampai 2019, diperoleh sampel sebanyak 124 sampel dengan 248 observasi.
Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi moderasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa FP keuangan berpengaruh positif terhadap FV, FS tidak berpengaruh positif terhadap
FV, GCG tidak berpengaruh positif terhadap FV, GCG tidak memperkuat pengaruh positif FP
terhadap FV. GCG belum memperkuat pengaruh positif FS terhadap FV. Nilai perusahaan
merupakan persepsi investor terhadap perusahaan yang seringkali dikaitkan dengan harga
saham. Tingginya harga saham membuat nilai suatu perusahaan juga tinggi. Harga saham
adalah harga yang terjadi pada saat saham diperdagangkan di pasar. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi nilai perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris
pengaruh kinerja keuangan dan ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan dengan Good
Corporate Governance (GCG) sebagai variabel moderasi. Sampel dalam penelitian ini adalah
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2018 sampai 2019,
diperoleh sampel sebanyak 124 sampel dengan 248 observasi. Analisis data yang digunakan
adalah analisis regresi moderasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa FP keuangan
berpengaruh positif terhadap FV, FS tidak berpengaruh positif terhadap FV, GCG tidak
berpengaruh positif terhadap FV, GCG tidak memperkuat pengaruh positif FP terhadap FV.
GCG belum memperkuat pengaruh positif FS terhadap FV. Nilai perusahaan merupakan
persepsi investor terhadap perusahaan yang seringkali dikaitkan dengan harga saham.
Tingginya harga saham membuat nilai suatu perusahaan juga tinggi. Harga saham adalah
harga yang terjadi pada saat saham diperdagangkan di pasar. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi nilai perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris
pengaruh kinerja keuangan dan ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan dengan Good
Corporate Governance (GCG) sebagai variabel moderasi. Sampel dalam penelitian ini adalah
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2018 sampai 2019,
diperoleh sampel sebanyak 124 sampel dengan 248 observasi. Analisis data yang digunakan
adalah analisis regresi moderasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa FP keuangan
berpengaruh positif terhadap FV, FS tidak berpengaruh positif terhadap FV, GCG tidak
berpengaruh positif terhadap FV, GCG tidak memperkuat pengaruh positif FP terhadap FV.
GCG belum memperkuat pengaruh positif FS terhadap FV.
Corporate Governance and Firm Value: International Evidence (bagian sembilan)
Masalah keagenan, dan oleh karena itu tata kelola perusahaan yang baik membantu
mengatasinya, dapat mempengaruhi nilai perusahaan dalam dua cara yang berbeda. Pertama,
tata kelola perusahaan yang baik dapat menyebabkan kelipatan harga saham yang tinggi
karena investor mengantisipasi bahwa lebih sedikit arus kas yang akan dialihkan dan sebagian
besar keuntungan perusahaan akan dikembalikan kepada mereka sebagai bunga atau dividen
(Jensen dan Meckling, 1976; La Porta et al. ., 2002). Kedua, tata kelola perusahaan yang baik
dapat mengurangi tingkat pengembalian ekuitas yang diharapkan hingga mengurangi biaya
pemantauan dan audit pemegang saham, sehingga menurunkan biaya modal (Shleifer dan
Vishny, 1997). Namun, tidak jelas bahwa tata kelola yang lebih baik sebenarnya berhubungan
dengan valuasi perusahaan yang lebih tinggi karena biaya yang terkait dengan penerapan
mekanisme tata kelola yang lebih kuat mungkin lebih besar daripada manfaatnya (misalnya,
Gillan et al., 2003; Chhaochharia dan Grinstein, 2007 ;Bruno dan Claessens, 2010).
The Effect of Dividend Policy and Market to Book Value of Equity on Firm Value in
Energy Sector Companies Listed on Indonesia Stock Exchange (bagian sepuluh)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kebijakan dividen dan market to book value
of equity terhadap nilai perusahaan sektor energi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 2017–2021. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan purposive sampling
sebagai metode pemilihan sampel dan terpilih 30 perusahaan sebagai sampel. Metode analisis
yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara
parsial kebijakan dividen berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan dan market to
book value of equity berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan.

Tujuan perusahaan adalah memaksimalkan nilainya sehingga bisa memaksimalkan


kesejahteraan bagi investor. Meningkatnya nilai perusahaan menjadi suatu prestasi bagi
perusahaan dan keinginan investor karena jika nilai perusahaan meningkat maka kesejahteraan
investor juga meningkat. Artinya nilai perusahaan berbanding lurus dengan kesejahteraan
pemegang sahamnya. Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting bagi keberlangsungan
bisnis karena Hal ini akan menjadi persepsi tingkat keberhasilan perusahaan bagi investor,
yang sering dikaitkan dengan harga saham. Nilai perusahaan dapat ditentukan dengan
membandingkan price to book value (PBV) yang diperoleh dari harga pasar per lembar dengan
nilai bukunya. Untuk meningkatkan nilai perusahaan, perusahaan dapat mengetahui terlebih
dahulu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya secara signifikan. Banyak faktor yang
dapat mempengaruhi nilai perusahaan, dan penelitian ini akan fokus pada kebijakan dividen
dan nilai pasar ekuitas. Kebijakan dividen dapat dilihat dari Dividend Payout Ratio (DPR) yaitu
persentase keuntungan yang dibagikan perusahaan dalam bentuk dividen tunai. Berdasarkan
teori signaling, kebijakan dividen dianggap sebagai sinyal positif bagi investor untuk
berinvestasi karena investor lebih menyukai tingkat pengembalian investasi tertentu. Rasio
market to book value of equity memberikan petunjuk dimana nilai perusahaan bergantung pada
pengeluaran perusahaan, sehingga prospek perusahaan dapat dilihat dari rasio market to book
value of equity yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian.
dinyatakan dalam harga pasar, yang mengasumsikan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan
sebagian dimasukkan dalam harga saham. Rasio ekuitas nilai pasar terhadap buku dapat
digunakan untuk mengingatkan investor. Indonesia mempunyai kekayaan sumber daya alam
yang sangat melimpah, dan sektor energi merupakan salah satu penopang pembangunan
perekonomian suatu negara karena perannya sebagai penyedia sumber daya energi yang
sangat diperlukan bagi pertumbuhan perekonomian. Salah satu jenis perusahaan yang
termasuk dalam bidang energi adalah perusahaan pertambangan. Dilansir dari ekon.go.id,
perusahaan pertambangan menjadi salah satu kontributor utama pertumbuhan positif yang
berkelanjutan dan mampu menopang perekonomian Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan posisi
Indonesia yang menduduki peringkat teratas sebagai negara dengan produksi sumber daya
alam terbanyak. Dilansir dari cnbcindonesia.com, beberapa saham perusahaan di sektor energi
menghasilkan dividen yang signifikan dari laba bersih. Misalnya Bukit Asam Tbk. membagikan
100% laba bersih tahun 2021 sebagai dividen, Indo Tambangraya Megah Tbk. juga, Adaro
Energy Tbk. membagikan 70% laba bersih tahun 2021 sebagai dividen. Oleh karena itu, sektor
energi merupakan sektor yang menjanjikan bagi investor dan menarik untuk dijadikan objek
penelitian ini. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Agung, Hasnawati, & Huzaimah
(2021) menunjukkan bahwa kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan,
dan penelitian yang dilakukan oleh Panjaitan & Akmalia (2020) menunjukkan bahwa market to
book value of equity berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Namun penelitian
yang dilakukan oleh Lumapow & Tumiwa (2017) menunjukkan bahwa kebijakan dividen
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, dan penelitian yang dilakukan
oleh Nikmah & Amanah (2019) menunjukkan bahwa market to book value of equity
berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan.Berdasarkan perbedaan dari hasil penelitian-
penelitian sebelumnya, maka dari itu menarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Kebijakan Dividen dan Pasar terhadap Nilai Buku Ekuitas Terhadap Nilai
Perusahaan pada Perusahaan Sektor Energi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.” Melalui
penelitian ini dapat diketahui apakah kedua variabel tersebut mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap nilai perusahaan, karena variabel-variabel tersebut dapat digunakan oleh
perusahaan untuk pengambilan kebijakan dan tentunya akan berdampak besar terhadap
pertumbuhan perusahaan di masa depan.

GOOD CORPORATE GOVERNANCE MANAGEMENT ON CORPORATE VALUES


(Empirical Study on Chemical Companies listed on the Indonesia Stock Exchange Period
2013-2015) (bagian 11)
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh tata kelola perusahaan yang baik terhadap
nilai perusahaan. Proksi tata kelola perusahaan yang baik yaitu komposisi dewan komisaris,
kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial. Sampel penelitiannya adalah perusahaan
kimia yang terdaftar di BEI tahun 2013-2015. Metode purposive sampling digunakan dalam
pemilihan sampel sehingga diperoleh sampel sebanyak 10 perusahaan kimia dengan jumlah
observasi sebanyak 30 data observasi selama 3 tahun. Teknik analisis data menggunakan
analisis regresi berganda. Nilai perusahaan diukur menggunakan Tobin's Q. Berdasarkan hasil
pengujian hipotesis diperoleh hasil bahwa hanya variabel komposisi dewan direksi yang
berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan sedangkan dua variabel independen lainnya
berpengaruh positif pada nilai perusahaan.
Tata kelola perusahaan yang baik adalah istilah yang sering digunakan untuk menjelaskan
proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola perusahaan kegiatan
usaha perusahaan dalam rangka meningkatkan kekayaan pemegang saham (Ehikioya, 2009).
Tata kelola perusahaan yang baik merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan efisiensi
ekonomi, yang mencakup serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan
komisaris, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang
baik dapat menciptakan nilai tambah bagi seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholder).
Nilai tambah yang dimaksud merupakan perlindungan yang efektif bagi investor dalam
memperoleh investasinya dengan nilai yang wajar dan tinggi (Sari dan Riduwan, 2013).
Terdapat tiga pengaruh good Corporate Governance yang sering digunakan dalam berbagai
penelitian mengenai Good Corporate Governance yang bertujuan untuk mengurangi konflik
keagenan, yaitu komposisi komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan
manajerial (Rachmawati dan Triatmoko, 2007). Manfaat tata kelola perusahaan yang baik akan
terlihat dari tingginya premi yang bersedia dibayar investor atas ekuitas perusahaan (harga
pasar). Jika ternyata investor bersedia membayar lebih, maka nilai pasar perusahaan yang
menerapkan tata kelola perusahaan yang baik juga akan lebih tinggi dibandingkan dengan
perusahaan yang tidak menerapkan atau mengungkapkan praktik tata kelola perusahaan yang
baik (Kusumawati dan Riyanto, 2005). Dari berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan
mengenai pengaruh kebaikan tata kelola perusahaan terhadap nilai perusahaan, hasilnya
cukup beragam. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang dan uraian tersebut, penulis
tertarik untuk membahasnya
Internal Factors, Corporate Governance, Corporate Social Resposibility Disclosure and
Company Value in Indonesia (bagian 12)
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas,
kebijakan dividen, tanggung jawab sosial perusahaan, kepemilikan manajerial dan kepemilikan
institusional terhadap nilai perusahaan pada perusahaan yang terdaftar di Corporate
Governance Perception Index (CGPI) dan BEI tahun 2010-2013. Penelitian ini menggunakan
data sekunder yang diperoleh dari situs resmi SWA, Yahoo Finance, dan Bursa Efek Indonesia.
Observasi dilakukan terhadap data variabel pada 9 perusahaan sebagai sampel yang diperoleh
dari teknik purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linier
berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel leverage berpengaruh negatif terhadap
nilai perusahaan, profitabilitas dan kebijakan dividen mempunyai pengaruh positif terhadap nilai
perusahaan, sedangkan ukuran perusahaan, tanggung jawab sosial perusahaan, kepemilikan
manajerial dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Bagi
penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan variabel independen lain selain variabel
penelitian seperti cash holding, investment opportunity dan variabel eksternal, serta
memperluas lebih lanjut objek penelitian yang mempunyai hasil berbeda.
Perusahaan sebagai lembaga ekonomi mempunyai tujuan utama untuk memaksimalkan
kekayaan atau nilai perusahaan (Salvatore, 2005:9). Nilai perusahaan merupakan persepsi
investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham
(Sudjoko dan Soebiantoro, 2007). Nilai-nilai perusahaan dapat menunjukkan kinerja suatu
perusahaan. Memaksimalkan nilai perusahaan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
pemegang sahamnya dan menarik investor baru. Nilai perusahaan dapat maksimal jika faktor
internal perusahaan dapat ditingkatkan. Menurut Rizqia dkk. al., (2013) beberapa faktor internal
yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan seperti ukuran perusahaan, leverage, dan
profitabilitas. Ukuran perusahaan adalah besar atau kecilnya perusahaan jika dilihat dari total
asetnya. Jika semakin besar ukuran perusahaan dilihat dari total asetnya maka jumlah aset
yang dapat digunakan untuk suatu aktivitas perusahaan semakin meningkat. Kemudian, kinerja
perusahaan terlihat meningkat sehingga mendongkrak harga saham dan nilai perusahaan.
Faktor kedua adalah leverage atau tingkat hutang. Rasio leverage menunjukkan risiko yang
dihadapi perusahaan, dimana semakin besar risiko yang dihadapi perusahaan maka
ketidakpastian menghasilkan keuntungan di masa depan juga akan semakin meningkat.
Leverage yang semakin besar menunjukkan risiko investasi yang semakin besar dan
perusahaan dengan rasio leverage yang rendah mempunyai risiko investasi yang semakin kecil.
Faktor ketiga yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan adalah profitabilitas. Profitabilitas
menurut Weston dan Copeland (2001:237) adalah suatu cara untuk mengukur efektivitas
manajemen berdasarkan keuntungan yang dihasilkan. pada penjualan dan investasi.
Peningkatan profitabilitas dapat meningkatkan laba atas investasi bagi pemegang saham
sehingga meningkatkan nilai perusahaan. Faktor internal lain yang dapat mempengaruhi nilai
perusahaan adalah kebijakan dividen (Sudjoko dan Soebiantoro, 2007). Kebijakan dividen
adalah besar atau kecilnya dividen yang akan dibagikan. Setiap kebijakan dibuat untuk
mencerminkan informasi mengenai kondisi dan kinerja perusahaan. Temuan penelitian ini
menunjukkan prospek laba masa depan terkandung dalam informasi kebijakan dividen yang
menyebabkan nilai perusahaan meningkat. mengidentifikasi jaminan keamanan atas aset-aset
yang ada di perusahaan. Corporate Governance Forum Indonesia (FCGI) menetapkan tujuan
tata kelola perusahaan adalah menciptakan nilai tambah bagi pemangku kepentingan. Untuk
meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan adalah dengan penerapan GCG.
Dalam penelitian ini GCG diukur menggunakan kepemilikan manajerial dan kepemilikan
institusional. Sofyaningsih dan Hardiningsih (2011) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial
dan kepemilikan institusional dapat menyelesaikan konflik keagenan sehingga nilai perusahaan
dapat meningkat pula. CGPI merupakan program penelitian dan pemeringkatan GCG yang
memberikan penilaian kualitas Tata Kelola Perusahaan di perusahaan sebagai bentuk
pengakuan dan apresiasi terhadap perusahaan-perusahaan di Indonesia yang menunjukkan
kesungguhannya dalam menerapkan GCG sehingga mendapatkan penghargaan sebagai
perusahaan terpercaya. CGPI diikuti oleh perusahaan publik, badan usaha milik negara, bank
dan perusahaan swasta lainnya. Program ini dirancang untuk memicu perusahaan
meningkatkan kualitas penerapan konsep tata kelola perusahaan melalui perbaikan
berkelanjutan dengan melakukan evaluasi dan benchmarking. Program CGPI akan memberikan
apresiasi dan pengakuan kepada perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan tata kelola
perusahaan melalui CGPI Awards dan penobatan sebagai The Most Trusted Companies.
Teori keagenan dikemukakan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976, teori ini menyatakan
bahwa hubungan keagenan muncul ketika satu orang atau lebih (prinsipal) mempekerjakan
orang lain (agen) untuk memberikan suatu jasa dan mendelegasikan wewenang pengambilan
keputusan kepada agen. Pada saat pemegang saham menunjuk agen sebagai pengelola dan
pengambil keputusan perusahaan, maka pada saat itulah muncul hubungan keagenan. Teori
keagenan menyatakan bahwa kinerja perusahaan dipengaruhi oleh konflik kepentingan antar
perusahaan.
agen dengan prinsipal yang muncul ketika masing-masing pihak berupaya mencapai atau
mempertahankan tingkat kemakmuran yang diinginkan (Jensen dan Meckling, 1976). Konflik
antara agen dan prinsipal disebut konflik keagenan. Konflik keagenan antara pemilik dan
manajer karena adanya kemungkinan manajer bertindak di luar garis prinsipal, karena tidak
selamanya manajemen dan pemilik mempunyai kepentingan yang sama dapat timbul biaya
keagenan. Biaya keagenan juga dapat terjadi jika manajer tidak menangkap peluang investasi
pada proyek baru karena takut akan risiko yang akan ditanggungnya. Adanya biaya keagenan
yang tinggi pada perusahaan akan berdampak buruk serta menurunkan tingkat kepercayaan
pemegang saham (principal) terhadap manajer (agent) yang dapat menurunkan kinerja dan nilai
perusahaan.
The Effect Of Good Corporate Governance And Leverage Toward Company Value With
Profitability As A Moderating Variable (bagian 13)
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh mekanisme good Corporate
Governance yang terdiri dari komposisi Komite Audit, Kepemilikan Institusional dan Komisaris
Independen, dan Leverage terhadap Nilai Perusahaan dengan Return On Asset sebagai
moderasi. Beberapa data sekunder dikumpulkan sebagai sampel dari perusahaan-perusahaan
yang termasuk dalam daftar Sub Sektor Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2015 – 2018. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode purposive sampling dengan kriteria sebagaimana (1) terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2015 sampai dengan tahun 2018. (2) Memublikasikan laporan keuangan
auditan periode tahun 2015-2018 yang dalam mata uang Rupiah. (3) memiliki keuntungan.
Beberapa data yang diperlukan dalam penelitian ini diambil dari Direktori Pasar Modal
Indonesia (ICMD) pada tahun 2015-2018. Analisis regresi linier berganda digunakan dalam
penelitian ini dimana pengujian parsial dianalisis menggunakan uji statistik t dan pengujian
simultan dianalisis menggunakan uji statistik ANOVA dan dilakukan uji asumsi klasik terlebih
dahulu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Good Corporate Governance yang diproksikan
dengan Komite Audit berpengaruh terhadap nilai perusahaan, sedangkan Kepemilikan
Institusional dan Komisaris Independen tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan; Leverage
dan Profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan; Profitabilitas hanya mampu
memoderasi komite audit, sedangkan Kepemilikan Institusional dan Komisaris Independen tidak
berpengaruh walaupun dimoderasi oleh profitabilitas; dan Profitabilitas mampu memediasi
pengaruh Leverage terhadap Nilai Perusahaan.
Tujuan suatu perusahaan adalah untuk memperkaya kondisi keuangan pemilik atau pemegang
sahamnya, dan memaksimalkan keuntungannya nilai perusahaan (Danarwati, 2013). Nilai
perusahaan sendiri diukur menggunakan rasio Tobin’s Q. Q Tobin adalah merupakan indikator
yang dapat menunjukkan kinerja manajemen dalam mengelola aktivitas perusahaan untuk
menunjang nilai perusahaan. Jika nilai perusahaan terjamin, tentunya akan mempengaruhi
kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri (Dewi, 2016). Namun dalam upaya memaksimalkan
nilai perusahaan, sering terjadi konflik keagenan. Salah satu kondisi yang menyebabkan konflik
keagenan merupakan asimetri informasi yang membuka peluang bagi manajer untuk
melakukan tindakan yang memberi memberikan manfaat bagi mereka (Budiharjo, 2016).
Dalam Sabrin (2016) dijelaskan bahwa profitabilitas dapat diukur dari dua pendekatan yaitu
penjualan pendekatan dan pendekatan investasi. Pengukuran yang paling banyak digunakan
adalah return on assets (ROA) dan laba atas ekuitas (ROE). Rasio profitabilitas diukur dengan
ROA dan ROE yang mencerminkan bisnis daya tarik. Return on Asset (ROA) merupakan
proporsi keseluruhan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan jumlah total
aset yang tersedia di perusahaan. ROA digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi
operasional perusahaan perusahaan secara keseluruhan. Salah satu pengukuran rasio
profitabilitas yang sering digunakan adalah return on equity (ROE), yang merupakan ukuran
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan menggunakan modal
sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi investasi yang terlihat pada efektivitas pengelolaan
modalnya sendiri. Berdasarkan Monoarfa penelitian (2018) menemukan bahwa profitabilitas
berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Ini berbeda dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Thaib dan Dewantoro (2017).
Good Corporate Governance sangat penting bagi perusahaan karena mempunyai peranan
yang vital dalam perkembangan perusahaan organisasi perusahaan di negara berkembang
(Narwal dan Jindal, 2015) karena tujuan Korporasi Tata kelola adalah “untuk menciptakan nilai
tambah bagi seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholder).” Berbagai jenis kasus penipuan
yang yang dilakukan oleh manajer atas laporan keuangan dilakukan untuk mengajak investor
atau kreditor agar berinvestasi pada perusahaan (Dewi dan Suardana, 2015). Ada banyak
faktor yang mempengaruhi nilai suatu perusahaan. Leverage merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi nilai perusahaan. Solvabilitas atau leverage merupakan ukuran sejauh mana
suatu perusahaan dibiayai dengan hutang (Wiagustini, 2014:85). Perusahaan dapat
menggunakan leverage untuk memperoleh modal guna mendapatkan keuntungan yang lebih
tinggi (Suwardika dan Mustanda, 2017). Manfaat berpengaruh positif signifikan terhadap nilai
perusahaan, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwardika dan
Mustanda (2017), Pratama dan Wiksuana (2016). Hasil sebaliknya didapat Rahmadani dan
Rahayu (2017), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa leverage berpengaruh negatif
signifikan terhadap perusahaan nilai tetapi penelitian yang dilakukan oleh Cherytaet al. (2017)
menemukan bahwa leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Penelitian
yang dilakukan Wida dan Suartana (2014) menemukan bahwa kepemilikan manajerial tidak
mempunyai pengaruh terhadap perusahaan nilai, namun di sisi lain kepemilikan institusional
mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Susanti dan Mildawati (2014), hasilnya menunjukkan bahwa kepemilikan
manajerial mempunyai a berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, namun kepemilikan
institusional tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Kusumaningtyas (2014) menemukan bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan. Sementara itu, a penelitian yang dilakukan oleh Muryati dan Suardikha (2014)
menunjukkan bahwa komite tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Penelitian yang
dilakukan oleh Hartoyo (2016) tentang tata kelola perusahaan yang baik menunjukkan bahwa
independensi komisaris berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Sedangkan penelitian
yang dilakukan oleh Dianawati dan Siti (2016) menemukan bahwa Good Corporate Governance
(GCG) yang diukur oleh dewan komisaris independen memiliki pengaruh positif terhadap nilai
perusahaan. Pemilihan nilai perusahaan manufaktur sebagai objek penelitian karena
perusahaan manufaktur memerlukan sumber dana jangka panjang yang diperoleh dari investasi
saham investor untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan sehingga mempengaruhi
nilai perusahaan (Herawaty, 2008). Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka penulis
disini tertarik untuk mengangkat permasalahan ini sebagai tulisan ilmiah bersama Judul :
“Pengaruh Good Corporate Governance dan Leverage Terhadap Nilai Perusahaan Dengan
Profitabilitas Sebagai Pemoderasi Variabel".
Hubungan keagenan terjadi ketika satu atau lebih individu, yang dikenal sebagai prinsipal,
mempekerjakan orang lain individu atau organisasi, dipanggil sebagai agen untuk melakukan
sejumlah layanan dan mendelegasikan wewenang untuk melakukannya keputusan kepada
agen (Brigham dan Houston, 2006). Menurut Darmawati dkk. (2004), inti dari hubungan
keagenan adalah pemisahan antara kepemilikan (prinsipal/investor) dan pengendalian
(agen/manajer). Kepemilikan diwakili oleh investor yang mendelegasikan wewenangnya kepada
agen, dalam hal ini manajer, untuk mengelola kekayaan investor. Investor berharap dengan
pendelegasian wewenang pengelolaan tersebut dapat memperoleh manfaat dari peningkatan
kekayaan dan kemakmuran investor. Hubungan keagenan dapat menimbulkan masalah ketika
pihak-pihak yang berkepentingan mempunyai tujuan yang berbeda. Pemilik modal ingin
kekayaan dan kesejahteraannya meningkat, sedangkan manajer juga ingin kesejahteraannya
meningkat juga, sehingga
konflik kepentingan muncul antara pemilik (investor) dan manajer (agen). Pemilik lebih tertarik
memaksimalkan keuntungan dan harga sekuritas dari investasi mereka, sementara manajer
memiliki kemampuan psikologis dan kebutuhan ekonomi, termasuk memaksimalkan
kompensasi (Darwis, 2009).
Effect Of Profitability On Share Prices With Capital Structure As A Moderating Variables (bagian
14)
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Profitabilitas dan Struktur Modal
terhadap harga saham. Data sekunder dikumpulkan secara sampling pada perusahaan
subsektor Industri Makanan dan Minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016
– 2018. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling
dengan kriteria sebagai (1) terdaftar di Indonesia Bursa Efek tahun 2016 sampai dengan tahun
2018. (2) Publikasi telah diaudit laporan keuangan periode 2016-2016. Uji statistik dilakukan
dengan uji t dan analisis regresi linier berganda, sebelum pengujian ini dilakukan terlebih dahulu
uji asumsi klasik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: profitabilitas berpengaruh positif
signifikan terhadap harga saham, dan struktur modal berpengaruh positif tidak signifikan
terhadap profitabilitas. Sementara itu, struktur permodalan tidak mampu memoderasi
profitabilitas terhadap harga saham.
Tujuan perusahaan adalah untuk memperkaya kondisi keuangan pemilik perusahaan atau
pemegang saham, dan memaksimalkan nilai perusahaan (Danarwati, 2013). Sebenarnya tidak
banyak perbedaan dari tujuan perusahaan, hanya saja penekanannya berbeda antara satu
perusahaan dengan perusahaan lainnya (Sitepu, 2015). Indriani, Darmawan dan Nurhawa
(2014) menyatakan bahwa investor tertarik untuk berinvestasi pada suatu perusahaan karena
keterbukaan informasi yang diberikan perusahaan dengan tujuan utama memperoleh return.
Alasan Leverage yang diproksikan dengan Debt to Equity Ratio (DER) dijadikan sebagai
variabel moderasi karena perusahaan dengan laba yang tinggi cenderung lebih banyak
menggunakan pinjaman untuk mendapatkan keuntungan dalam aspek perpajakan, hal ini
disebabkan adanya penghematan pajak yang diperoleh perusahaan dengan menggunakan
Debt to Equity Ratio (DER). utang. Selain itu, biaya penerbitan saham lebih mahal dibandingkan
dengan penerbitan surat utang. Dalam struktur permodalan perusahaan, penggunaan utang
akan menempatkan perusahaan dan manajer berada di bawah pengawasan eksternal.
(Ananda: 2016). Sesuai dengan teori trade off theory, bunga yang dibayarkan sebagai beban
pengurang pajak menjadikan utang lebih murah dibandingkan saham biasa atau saham
preferen (Brigham & Houston, 2011).Struktur modal perusahaan merupakan salah satu faktor
fundamental dalam operasional perusahaan. Struktur modal suatu perusahaan ditentukan oleh
kebijakan pengeluaran (kebijakan pendanaan) manajer keuangan yang selalu dihadapkan pada
pertimbangan kualitatif dan kuantitatif (Budiharjo, 2018). Menurut Irham Fahmi (2014) Struktur
Modal merupakan gambaran bentuk proporsi keuangan perusahaan yaitu antara modal yang
dimiliki oleh kewajiban jangka panjang dengan ekuitas pemegang saham yang merupakan
sumber pembiayaan suatu perusahaan. Hasil penelitian menemukan bahwa ROA secara
parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham, sedangkan penelitian Natasya
(2017) menemukan bahwa ROA tidak berpengaruh terhadap harga saham. Setyawan (2015)
dan Ayu (2017) dalam penelitiannya menemukan bahwa profitabilitas yang dimoderasi oleh
kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Anggraini (2017)
menemukan bahwa Debt To Equity Ratio (DER) mampu memoderasi hubungan antara
profitabilitas dan nilai perusahaan.

The Impact of Corporate Governance on the Profitability: An Empirical Study of Indian


Textile Industry (bagian 15)

Dalam globalisasi perekonomian bisnis, prinsip tata kelola perusahaan yang baik sangat
diperlukan. Studi ini menguji dampak tata kelola perusahaan terhadap profitabilitas sektor tekstil
India. Data dikumpulkan dari laporan tahunan perusahaan tekstil untuk periode lima tahun mulai
2009-10 hingga 2013-14. Profitabilitas diambil sebagai variabel dependen dan ukuran dewan,
anggota komite audit, dewan rapat, direktur non-eksekutif, direktur remunerasi sebagai variabel
independen. Untuk menganalisis data, korelasi dan model regresi OLS telah digunakan dalam
penelitian ini. Asosiasi positif yang kuat adalah diamati antara gaji direktur dan profitabilitas.
Anggota Komite Audit diawasi negatif terkait dengan profitabilitas. Pembelajaran menyimpulkan
bahwa ukuran dewan, rapat dewan dan non direktur eksekutif tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan profitabilitas.
Tata kelola perusahaan adalah suatu sistem penataan, mengoperasikan, dan mengendalikan
suatu perusahaan dengan maksud untuk mencapai tujuan strategis jangka panjang untuk
memuaskannya pemegang saham, kreditor, karyawan, pelanggan dan pemasok (Das, 2009).
Tata kelola perusahaan memainkan peran peranan penting dalam peningkatan profitabilitas. Itu
peningkatan keuntungan perusahaan sangat penting untuk dicapai tujuan perusahaan secara
keseluruhan (Gill dan Mathur, 2011). Tata kelola perusahaan yang kuat diperlukan untuk semua
organisasi bisnis karena memainkan peran peranan penting dalam pengelolaan organisasi di
baik negara maju maupun negara berkembang. Negara maju berbeda dengan negara
berkembang negara dalam banyak hal (Achchuthan dan Kajananthan, 2013). Untuk negara
berkembang seperti Di India, tata kelola perusahaan yang baik merupakan alat yang penting
untuk globalisasi organisasi bisnis. Bagus tata kelola perusahaan terdiri dari transparansi
Prinsip, Prinsip Akuntabilitas, Prinsip Tanggung Jawab, Prinsip Independensi dan Prinsip
Kewajaran berpengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan (Nur’ainy dkk, 2013). Tata
kelola perusahaan yang baik tidak hanya meningkatkan profitabilitas tetapi juga meningkatkan
profitabilitas juga meningkatkan kinerja perusahaan. Dengan meningkatkan kinerja perusahaan
secara keseluruhan dan meningkatkan akses mereka ke luar permodalan, tata kelola
perusahaan yang baik berkontribusi terhadap stabilitas ekonomi yang mengurangi kerentanan
krisis keuangan. Ini mengurangi biaya modal dan biaya transaksi. Tata kelola perusahaan
berkaitan dengan hubungan antara manajemen, dewan direksi, pemegang saham pengendali,
pemegang saham pengawas dan pemangku kepentingan lainnya (Latif el al, 2013). Struktur
perusahaan yang buruk mengakibatkan ketidakdisiplinan, baik di pihak manajemen maupun
pekerja. Perusahaan yang memiliki tata kelola yang buruk tidak hanya menimbulkan risiko bagi
dirinya sendiri, namun juga menimbulkan hambatan bagi pihak lain dan bahkan dapat
menjatuhkan pasar modal. Misalnya, tata kelola yang buruk pada sebuah perusahaan yang
penting secara sistematis akan menimbulkan ancaman terhadap perekonomian. Terlepas dari
seberapa baik kebijakan makroekonomi, jika suatu entitas tidak dikelola dengan baik, tujuan
makroekonomi mungkin tidak dapat tercapai (Ganiyu dan Abiodun, 2012). Oleh karena itu, tata
kelola perusahaan penting bagi semua jenis badan usaha.
THE IMPACT OF CORPORATE GOVERNANCE ON CAPITAL STRUCTURE DECISION OF
NIGERIAN FIRMS (bagian 16)
Penelitian ini menguji interaksi antara mekanisme tata kelola perusahaan dan keputusan
struktur modal Perusahaan Nigeria dengan menguji teori tata kelola perusahaan dan struktur
modal menggunakan sepuluh sampel terpilih perusahaan di sektor makanan dan minuman
yang terdaftar di Bursa Efek Nigeria selama periode 2000 – 2009, Khususnya dalam rentang
sepuluh tahun. Metodologi data panel digunakan untuk menganalisis data perusahaan
makanan dan minuman terpilih dan hasilnya menunjukkan bahwa tata kelola perusahaan
sangatlah penting implikasinya terhadap keputusan pendanaan. Tata kelola perusahaan dapat
sangat membantu sektor makanan dan minuman dengan menerapkan praktik manajemen yang
lebih baik, sistem pengendalian dan akuntansi yang efektif, pemantauan yang ketat, mekanisme
peraturan yang efektif, dan pemanfaatan sumber daya perusahaan secara efisien sehingga
menghasilkan peningkatan kinerja jika dipraktikkan dengan benar dan efisien.
Tata kelola perusahaan dan struktur modal telah berhasil menarik banyak minat masyarakat
karena merupakan alat pembangunan sosial ekonomi. Juga bila ada tata kelola perusahaan
dan struktur permodalan yang baik, maka akan baik dan efisien praktek dalam
penyelenggaraan badan usaha. Hal ini pada akhirnya akan mengurangi kejadian kegagalan
perusahaan, sistem pengendalian internal yang buruk, struktur perusahaan yang buruk,
ketidakdisiplinan baik di pihak manajemen maupun pekerja. Perusahaan yang memiliki tata
kelola yang buruk tidak hanya menimbulkan risiko bagi diri mereka sendiri, namun juga
berdampak pada pihak lain dan bahkan dapat menjatuhkan pasar modal. Misalnya, tata kelola
yang buruk pada sebuah perusahaan yang penting secara sistematis akan menimbulkan
ancaman terhadap perekonomian. Terlepas dari seberapa baik kebijakan makroekonomi, jika
suatu entitas tidak dikelola dengan baik, tujuan makroekonomi mungkin tidak dapat tercapai.
Sebuah survei yang dilakukan oleh Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) menunjukkan bahwa tata
kelola perusahaan berada pada tahap yang belum sempurna di Nigeria, karena hanya sekitar
40% dari perusahaan yang terdaftar dan kode tata kelola perusahaan yang diakui sudah ada.
Tata kelola perusahaan yang buruk diidentifikasi sebagai salah satu penyebabnya faktor utama
dalam hampir semua kasus perusahaan yang diketahui
kesusahan di negara tersebut.(Awoyemi 2009). Keuangan skandal di seluruh dunia dan
keruntuhan baru-baru ini institusi perusahaan besar di AS, Tenggara Asia, Eropa dan Nigeria
seperti Adelphia, Enron, World Com dan baru-baru ini XL Holidays berguncang kepercayaan
investor terhadap pasar modal dan kemanjurannya praktik tata kelola perusahaan yang ada di
mendorong transparansi dan akuntabilitas. Ini mempunyai sekali lagi mengedepankan perlunya
latihan tata kelola perusahaan yang baik dan struktur permodalan. Tata kelola perusahaan
adalah istilah luas yang harus dilakukan dengan cara bagaimana hak dan tanggung jawabnya
dibagi antara pemilik, manajer, dan pemegang saham dari suatu institusi tertentu. Intinya,
strukturnya persis tata kelola perusahaan dari institusi tertentu akan menentukan apa hak,
tanggung jawab dan hak istimewa yang diberikan kepada masing-masing perusahaan
pemangku kepentingan dan sejauh mana masing-masing pemangku kepentingan dapat
menikmati/menggunakan haknya (Awoyemi 2009). Tata kelola perusahaan yang baik adalah
aturan dan praktiknya yang mengatur hubungan di dalam manajer dan pemegang saham
perusahaan, serta pemangku kepentingan seperti karyawan dan kreditor, yang berkontribusi
pertumbuhan dan stabilitas keuangan dengan mendukung pasar kepercayaan diri, integritas
pasar keuangan dan ekonomi efisiensi (OECD 2004). Pembebasan finansial telah terjadi
mengubah lingkungan operasi perusahaan dengan diberikan lebih banyak fleksibilitas bagi
manajer keuangan Nigeria di memilih struktur modal perusahaan. Karena itu, para manajer
dapat melakukan tiga pilihan utama: penggunaan laba ditahan, meminjam melalui instrumen
utang atau menerbitkan saham baru. Oleh karena itu, standar modal struktur perusahaan
mencakup laba ditahan, utang dan ekuitas. Ketiga komponen modal ini struktur mencerminkan
struktur kepemilikan dana dalam artian bahwa komponen pertama dan ketiga mencerminkan
kepemilikan oleh pemegang saham sedangkan komponen kedua mewakili kepemilikan oleh
pemegang hutang (Oyesola 2007).

Does Corporate Governance affect Bank Profitability? Evidence from Nigeria (bagian 16)
Memahami isu Tata Kelola tidak hanya mencakup entitas politik yang menjalankan organisasi
untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham, tetapi juga mencakup pelaku korporasi dari
entitas tersebut yang bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan. Pelaku korporasi
merupakan penggerak utama perekonomian global saat ini, begitu pula beberapa organisasi
yang ikut berperan negara-negara maju telah mencapai turnover yang lebih tinggi dari PDB
beberapa negara. Namun, landasan tata kelola perusahaan adalah untuk mendorong keadilan,
transparansi, akuntabilitas, serta membimbing badan-badan perusahaan dalam tindakan dan
perbuatannya. Oleh karena itu penelitian ini menguji hubungan antara tata kelola perusahaan
dan profitabilitas bank di Nigeria. Studi ini menemukan bahwa tata kelola perusahaan yang baik
dan bukan nilai aset menentukan profitabilitas bank di Nigeria. Studi ini menghasilkan empat (4)
rekomendasi, salah satunya adalah mendorong bank untuk memiliki ukuran dewan direksi yang
kecil namun kualitatif yang terdiri dari aspek keuangan dan hukum.profesional.
Tata kelola perusahaan telah menjadi isu yang menjadi perhatian global sejak lama. Namun, hal
ini mengemuka pada tahun 1980an sebagai dampak dari laporan Cadbury di Inggris, yang
berkonsentrasi pada aspek keuangan tata kelola perusahaan. Segera setelah tuntutan tersebut,
subjek tata kelola perusahaan bergema di negara-negara maju dan berkembang - (King Report)
Afrika Selatan, (Dey Report) Kanada, (Bosch Report) Australia; dalam Armstrong (1997). Infarct,
James Wolfenschon dalam Boateng (2004) menyatakan bahwa tata kelola perusahaan yang
baik akan menjadi sama pentingnya bagi perekonomian dunia seperti halnya tata kelola negara
yang baik dan akan meningkatkan kinerja perusahaan.
berkumpul dalam isu-isu terkait daya saing, kewarganegaraan perusahaan, tanggung jawab
sosial dan lingkungan. Tata Kelola bank menjadi lebih jelas mengingat peran mereka sebagai
intermediasi keuangan perekonomian berkembang. Bank-bank komersial adalah penyedia dana
utama bagi perusahaan-perusahaan yang jumlahnya sedikit atau tidak adanya pasar modal,
kegagalan mereka menjadi kegagalan sistem. Menurut Simpson (2004) dampaknya Kegagalan
sistem perbankan dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar, seperti yang telah berulang
kali terlihat sebagai kerugian akibat kegagalan bank negara-negara berkembang hingga 15%
dari PDB mereka dan kerugian yang jauh melebihi bantuan yang diterima. Pada tahun 2001,
tercatat bahwa tata kelola perusahaan berada pada tingkat yang belum sempurna di Nigeria;
karena hanya sekitar 40% dari perusahaan yang tercatat termasuk bank tampaknya telah
mengakui kode tata kelola perusahaan (Suberu dan Aremu,2010). Jelasnya, tata kelola
perusahaan bertujuan untuk mendorong persaingan, sekaligus memberikan kesempatan
kepada pelanggan untuk menentukan pilihan. Hal ini menyangkut deregulasi sebagai langkah
reformasi yang menjamin tarif yang lebih rendah, memberikan pilihan kepada pelanggan dan
menawarkan layanan yang dapat diandalkan sehingga tidak ada seorang pun yang dibiarkan
dalam kegelapan (Wilson, 1986). Namun, korporasi Pengaturan tata kelola dan lembaga-
lembaganya bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, meskipun fokusnya selalu pada
peningkatan keadilan, transparansi dan akuntabilitas perusahaan.Hal ini memungkinkan badan-
badan korporasi untuk diarahkan, dibimbing, dikendalikan dan lebih jauh lagi bertanggung
jawab atas perbuatan mereka. Ciri khas Perusahaan Modern adalah pemisahan kepemilikan
dari manajemen, yang terkadang menimbulkan konflik. Perubahan kepemilikan akibat merger
dan konsolidasi akuisisi telah mengubah sistem perbankan Nigeria, yang didorong oleh
perubahan kebijakan pemerintah dan krisis keuangan. Sistem perbankan di Nigeria telah
mengalami beberapa reformasi; Penelitian telah menunjukkan bahwa sektor keuangan yang
menjadi pusat alokasi modal yang efisien perlu dikaji secara lebih sadar dalam hal tata kelola
perusahaan (Levine, 2005). Namun, isu mendasar mengenai tata kelola perusahaan dan kinerja
bank tidak dapat diselesaikan tanpa pemahaman yang memadai mengenai fungsi pemegang
saham dan direktur; terciptanya sistem yang efisien dan dewan yang dapat diandalkan dari
antara para pemegang saham untuk melakukan skakmat direktur yang berlebihan jika ada yang
menjadi sine qua non. Hal ini terjadi karena bahkan dalam beberapa kasus, kita melihat
perusahaan-perusahaan yang omzetnya lebih besar dibandingkan PDB beberapa negara
berkembang. Menjadi penting untuk menanyakan apakah ada hubungan antara tata kelola
perusahaan dan kinerja. Oleh karena itu makalah ini berupaya menjelaskan hubungan antara
tata kelola perusahaan dan kinerja bank di Nigeria dari tahun 2005 – 2008; mempertimbangkan
agenda konsolidasi (reformasi) Soludo. Makalah ini juga akan menentukan secara eksplisit
variabel apa yang menjelaskan tata kelola perusahaan dan bagaimana pengaruhnya terhadap
kinerja bank di Nigeria, dalam periode yang ditinjau. Makalah ini disusun sebagai berikut,
bagian berikutnya mengulas literatur, diikuti dengan metodologi penelitian yang mencakup
pemodelan empiris variabel. Pembahasan hasil selanjutnya adalah; kemudian kesimpulan dan
rekomendasi.

The Effect of Dividend Policy, Investment Decision, Leverage, Profitability, and Firm Size
on Firm Value (bagian 17)

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh kebijakan dividen,
keputusan investasi, leverage, profitabilitas, dan ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan.
Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2015-2019 dengan sampel sebanyak 30 perusahaan. Penentuan sampel
dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Pengujian hipotesis dalam
penelitian ini menggunakan regresi data panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan
dividen tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan, keputusan investasi tidak berpengaruh
terhadap nilai perusahaan, leverage berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, profitabilitas
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh
terhadap nilai perusahaan.
Nilai perusahaan dapat diartikan sebagai nilai pasar karena nilai perusahaan mampu
memberikan kesejahteraan kepada pemegang saham apabila terjadi kenaikan harga saham
(Harventy, 2016). Perusahaan dalam perkembangannya selalu berusaha mempertahankan
keunggulan bisnisnya dalam meningkatkan nilai perusahaan (Hermawan & Maf’ulah, 2014). Hal
ini dikarenakan nilai perusahaan yang tinggi menunjukkan peningkatan kesejahteraan investor
karena tingkat pengembalian investasi yang tinggi. Nilai perusahaan merupakan salah satu
penilaian yang digunakan investor untuk memprediksi keberhasilan suatu perusahaan, dan
seringkali dikaitkan dengan harga saham karena semakin tinggi harga saham maka semakin
tinggi pula nilai perusahaan (Mangesti Rahayu et al., 2020). Namun selama 3 bulan terakhir
tahun 2019 indeks harga saham gabungan (IHSG) sektor manufaktur mengalami fluktuasi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2019), pada bulan Oktober IHSG sektor industri
pengolahan sebesar 1,456 dan pada bulan November IHSG sektor industri pengolahan
mengalami penurunan sebesar 1,408. Selanjutnya pada bulan Desember IHSG sektor
manufaktur mengalami kenaikan sebesar 1.461. Penurunan IHSG pada bulan November
disebabkan melemahnya kinerja sektor manufaktur akibat menurunnya daya beli dan
permintaan barang. Sedangkan kenaikan IHSG pada bulan Desember disebabkan oleh
meningkatnya tingkat kepercayaan konsumen dan daya beli masyarakat. Fenomena
pergerakan harga saham tentunya akan berdampak pada nilai perusahaan karena suatu tingkat
harga saham dapat menggambarkan nilai pasar perusahaan tersebut. Menurut Ni et al.
(2021)nilai perusahaan yang ingin ditingkatkan oleh perusahaan dianggap sebagai indikator
utama untuk mengevaluasi kinerja perusahaan. Selain itu, Meythi dkk. (2014) juga
mengungkapkan bahwa nilai perusahaan sangat penting karena dapat menggambarkan kinerja
suatu perusahaan dan mampu mempengaruhi penilaian investor terhadap perusahaan. Namun
pada tahun 2019 industri manufaktur mengalami penurunan kinerja, dimana pertumbuhan
industri manufaktur sepanjang tahun 2019 hanya mencapai 3,8%. Pertumbuhan industri
manufaktur mengalami penurunan dibandingkan pencapaian tahun 2017 dan 2018 yang
masing-masing sebesar 4,29% dan 4,27% (Olivia, 2020). Hal ini jelas membuat persepsi
investor terhadap perusahaan menjadi buruk sehingga mengakibatkan berkurangnya minat
investor untuk berinvestasi dan berdampak pada nilai perusahaan.Beberapa keputusan penting
yang perlu diambil dalam meningkatkan nilai perusahaan yaitu mengenai kebijakan dividen dan
keputusan investasi. Keputusan Kebijakan Dividen merupakan suatu prosedur yang dilakukan
perusahaan dalam memutuskan apakah akan membagikan keuntungan perusahaan kepada
pemegang saham dalam bentuk dividen atau menahan keuntungan tersebut. Menurut Kim dkk.
(2020) dividen dapat dijadikan sebagai imbalan bagi investor atau untuk memaksimalkan nilai
perusahaan. Keputusan investasi merupakan salah satu unsur yang berpengaruh terhadap nilai
perusahaan, dimana keputusan Investasi berkaitan dengan keputusan mengenai pengalokasian
dana dengan pendanaan. sumbernya (internal dan eksternal), dan dana tersebut digunakan
untuk mencapai tujuan perusahaan, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang
(Efni, 2017). Keputusan investasi harus diambil dengan benar agar dapat menghasilkan
manfaat atau keuntungan di masa depan. Pengambilan keputusan investasi yang tepat juga
dapat membantu perkembangan bisnis perusahaan di masa depan yang nantinya dapat
berdampak pada peningkatan harga saham perusahaan. Jika harga saham perusahaan
meningkat maka nilai perusahaan juga akan meningkat. Selain itu, terdapat leverage,
profitabilitas, dan ukuran perusahaan yang merupakan faktor yang mempengaruhi nilai
perusahaan. Semakin tinggi tingkat leverage menunjukkan bahwa pendanaan perusahaan yang
bersumber dari utang semakin besar. Semakin besar tingkat utang perusahaan, maka risiko
kemungkinan perusahaan mengalami kebangkrutan atau gagal bayar akan semakin tinggi, dan
hal ini akan mendapat respon negatif dari investor. Akibatnya harga saham perusahaan akan
menurun dan dampaknya terhadap nilai perusahaan juga akan turun. Namun apabila
perusahaan dapat mengelola utangnya dengan baik maka hal ini akan menarik investor dan
akan membuat harga saham meningkat sehingga berdampak pada nilai perusahaan akan
meningkat. Menurut Nuraina (2012) Untuk memperoleh persepsi positif dari investor yang pada
akhirnya dapat meningkatkan harga saham, pihak manajemen akan menggunakan leverage
pada tingkat yang optimal. Besar kecilnya profitabilitas yang diperoleh perusahaan dapat
mempengaruhi nilai perusahaan (Meythi et al., 2014). Tingkat profitabilitas yang digambarkan
dari keuntungan atau profit yang dihasilkan oleh perusahaan merupakan informasi yang
dikeluarkan oleh perusahaan sebagai sinyal untuk menarik investor agar berinvestasi pada
perusahaan tersebut. Semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka persepsi investor
terhadap perusahaan akan semakin baik dan hal ini akan menarik minat investor untuk
berinvestasi. Semakin banyak investor yang tertarik untuk berinvestasi pada suatu perusahaan,
maka harga saham dan nilai perusahaan akan semakin tinggi. Selanjutnya faktor lain yang
dapat mempengaruhi nilai perusahaan adalah ukuran perusahaan. Menurut Nuraina (2012)
Perusahaan besar mempunyai akses yang mudah terhadap pasar modal. Mudahnya akses
terhadap pasar modal berarti perusahaan mampu beradaptasi dan mampu menghimpun dana,
karena mudahnya akses terhadap pasar modal dan kemampuan untuk menghimpun dana lebih
banyak. (Nuraina, 2012). Perusahaan dengan ukuran atau skala yang besar dapat
mencerminkan bahwa perusahaan tersebut mempunyai perkembangan yang baik, sehingga hal
ini akan mendapat respon positif dari investor yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga
saham dan membuat nilai perusahaan pun meningkat.Penelitian empiris yang telah dilakukan
oleh para peneliti terdahulu menunjukkan adanya perbedaan hasil penelitian, diantaranya yang
dilakukan oleh Suteja & Mayasari (2017) yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Penelitian Syamsudin dkk. (2020)
menemukan bahwa keputusan investasi mempengaruhi nilai perusahaan. Namun penelitian
Piristina & Khairunnisa (2019) menunjukkan bahwa kebijakan dividen dan keputusan investasi
tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Penelitian Jariah (2016) menemukan bahwa
secara parsial variabel leverage berpengaruh terhadap nilai perusahaan, sedangkan variabel
profitabilitas tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Endri & Fathony (2020) dalam
penelitiannya menemukan bahwa variabel leverage dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh
terhadap nilai perusahaan, sedangkan profitabilitas berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Terdapat temuan yang tidak konsisten, maka penelitian ini perlu dilakukan. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini menggunakan Kebijakan
Dividen, Keputusan Investasi, Leverage, Profitabilitas, dan Ukuran Perusahaan sebagai
variabel independen dalam mempengaruhi nilai perusahaan. Variabel ini digunakan karena
setiap keputusan keuangan yang diambil oleh manajer dalam membagikan dividen dan dalam
melakukan investasi, serta dalam menjaga kestabilan tingkat leverage, profitabilitas, dan ukuran
perusahaan merupakan upaya manajer untuk memberikan sinyal positif mengenai
perkembangan dan prospek masa depan. perusahaan kepada para pemangku kepentingan.
Sehingga hal ini diharapkan dapat membuat investor tertarik untuk berinvestasi pada
perusahaan tersebut, yang pada akhirnya dapat berdampak pada naiknya harga saham
sebagai cerminan nilai perusahaan.
Kebijakan dividen merupakan kebijakan yang diambil oleh manajemen dalam memilih apakah
laba bersih yang diperoleh perusahaan sebaiknya dibagikan kepada pemegang saham sebagai
dividen atau diinvestasikan kembali dalam perusahaan sebagai laba ditahan.
The impact of R&D intensity, financial constraints, and dividend payout policy on firm value
(bagian 17)
Dalam tulisan ini, kami menunjukkan bahwa pengaruh R&D terhadap nilai perusahaan yang
dibatasi secara finansial dengan kebijakan pembayaran dividen jauh lebih kuat dibandingkan
dengan nilai perusahaan tanpa kebijakan pembayaran dividen. Perusahaan yang mengalami
keterbatasan finansial diperkirakan akan cenderung menghindari pembayaran dividen. Namun
demikian, penelitian terbaru mengenai dividen menunjukkan bahwa kebijakan dividen
perusahaan yang mengalami keterbatasan finansial dapat dimanfaatkan secara positif untuk
memberikan sinyal positif kepada pasar keuangan. Dengan memperluas studi tersebut, hasil
penelitian kami menunjukkan bahwa penelitian dan pengembangan pada perusahaan yang
mengalami kendala finansial dengan kebijakan pembayaran dividen memiliki dampak positif
yang jauh lebih besar terhadap nilai perusahaan dibandingkan perusahaan yang tidak
membayar dividen dengan kendala finansial, dan bahwa manajer perusahaan yang mengalami
kendala finansial memiliki insentif untuk menggunakan pembayaran dividen. untuk memberikan
dampak positif kinerja R&D terhadap nilai perusahaan mereka. Kami menyarankan agar
kebijakan dividen perusahaan penelitian dan pengembangan yang memiliki kendala keuangan
dapat dimanfaatkan untuk memberikan sinyal positif kepada pasar keuangan.
Dividen dapat digunakan sebagai imbalan bagi investor atau untuk memaksimalkan nilai
perusahaan. Kebijakan dividen adalah salah satu keputusan manajerial yang paling penting dan
telah diteliti secara luas dalam literatur keuangan. Menurut teori sinyal dividen, pembayaran
dividen dapat dianggap oleh pasar sebagai sinyal positif dari kinerja masa depan perusahaan
(Bhattacharya, 1979; Miller dan Rock, 1985; Charitou et al., 2010; Skinner dan Soltes, 2011).
Namun demikian, pembayaran dividen umumnya memperburuk likuiditas dan kendala
keuangan perusahaan. Berkurangnya likuiditas perusahaan dapat menyebabkan kurangnya
investasi, yang mengakibatkan hilangnya peluang investasi yang menguntungkan, terutama
ketika perusahaan mengalami kendala keuangan.
Kendala keuangan terjadi ketika terdapat perbedaan besar antara biaya pendanaan eksternal
dan biaya peluang modal internal (Fazzari et al., 1988; Whited, 1992; Kaplan dan Zingales,
1997). Akibatnya, perusahaan yang terkendala tidak mampu membiayai proyek dengan nilai
sekarang bersih yang positif. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kendala keuangan
berdampak negatif terhadap kebijakan pembayaran dividen perusahaan (DeAngelo dan
DeAngelo, 1990; Chen dan Wang, 2012; Pathan et al., 2016). Namun, studi empiris baru-baru
ini menunjukkan bahwa perusahaan yang mengalami kendala keuangan membayar dividen
kepada pemegang saham dan jumlah perusahaan yang mengalami kendala keuangan yang
membayar dividen meningkat seiring waktu (Skinner dan Soltes, 2011; Jiang dan Stark, 2013).
Terbukti, perusahaan yang mengalami keterbatasan finansial memiliki insentif untuk
menggunakan dividen guna membangun reputasi yang baik guna mengurangi biaya pendanaan
eksternal di masa depan (Howe dan Lin, 1992; Gunasekarage dan Power, 2002; Khang dan
King, 2006; Li dan Zhao, 2008; Cheng et al., 2009).
Secara umum, aktivitas penelitian dan pengembangan yang agresif suatu perusahaan
berdampak positif pada produktivitas dan penilaian pasarnya (Griliches, 1981; Hall, 1993; Gupta
et al., 2017; Liao dan Lin, 2017; Banker et al., 2019). Terlepas dari peran penelitian dan
pengembangan dalam pertumbuhan perusahaan di masa depan, hal ini secara umum dianggap
memiliki tingkat ketidakpastian yang tinggi. Pembentukan program penelitian dan
pengembangan melibatkan biaya-biaya yang dikeluarkan secara signifikan, dan penyesuaian
tingkat pengeluaran penelitian dan pengembangan memerlukan biaya yang besar (Czarnitzki
dan Hottenrott, 2011). Kegagalan proyek penelitian dan pengembangan pada perusahaan-
perusahaan yang memiliki keterbatasan finansial dapat memperburuk ekspektasi investor
terhadap risiko kelangsungan hidup dan posisi kompetitif perusahaan-perusahaan tersebut.
Meski begitu, penelitian terbaru menunjukkan bahwa untuk perusahaan yang memiliki kendala
keuangan, pengaruh R&D terhadap nilai perusahaan lebih kuat dibandingkan perusahaan yang
tidak memiliki kendala keuangan (Li. 2011; Gu, 2016). Konsisten dengan teori sinyal dividen,
kami berhipotesis bahwa perusahaan dengan keterbatasan finansial yang melakukan penelitian
dan pengembangan dapat mempertimbangkan pembayaran dividen sebagai metode yang
efektif untuk memberi sinyal prospek masa depan yang baik kepada pasar.
Studi kami menyelidiki apakah R&D perusahaan yang memiliki keterbatasan finansial dengan
kebijakan pembayaran dividen disambut baik oleh investor pasar. Sejauh pengetahuan kami,
penelitian ini adalah penelitian pertama yang menyelidiki bagaimana investasi penelitian dan
pengembangan pada perusahaan yang mengalami kendala keuangan dengan kebijakan
pembayaran dividen mempengaruhi nilai pasar perusahaan tersebut. Hasil penelitian ini
berkontribusi pada pemahaman tentang pengaruh aktivitas R&D perusahaan yang membayar
dividen (pembayar) terhadap nilai perusahaan untuk perusahaan yang mengalami kendala
keuangan dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki kendala keuangan yang
memiliki kendala keuangan (non-pembayar). Temuan kami menyatakan bahwa pengaruh R&D
terhadap nilai perusahaan adalah positif dan jauh lebih kuat bagi pembayar dibandingkan non-
pembayar. Kami menunjukkan bahwa manajer perusahaan yang mengalami kendala keuangan
dapat memanfaatkan dividen untuk memberikan sinyal positif mengenai prospek masa depan
mereka.
THE IMPACT OF PROFITABILITY, DEBT POLICY, EARNING PER SHARE, AND DIVIDEND
POLICY ON THE FIRM VALUE (Empirical Study of Companies Listed In Jakarta Islamic Index
2013-2015) (bagian 18)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh profitabilitas (ROE), kebijakan
hutang (DER), laba per saham, kebijakan dividen (DPR) terhadap nilai perusahaan pada
perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan data sekunder periode 2013 hingga 2015. Sampel diambil dengan
menggunakan purposive sampling. Berdasarkan kriteria tertentu, terdapat 18 perusahaan yang
memenuhi kriteria. Data dianalisis dengan menggunakan metode regresi berganda. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa secara parsial profitabilitas dan kebijakan dividen mempunyai
pengaruh positif terhadap nilai perusahaan sedangkan kebijakan hutang dan laba per saham
tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan.
Pendirian suatu perusahaan bertujuan untuk memaksimalkan nilai pemegang saham. Nilai
pemegang saham akan meningkat jika nilai perusahaan meningkat yang ditunjukkan dengan
tingginya pengembalian investasi kepada pemegang saham. Nilai perusahaan merupakan
suatu kondisi tertentu yang telah dicapai perusahaan sebagai cerminan pandangan masyarakat
terhadap perusahaan setelah melalui proses yang panjang. Nilai perusahaan merupakan
besarnya harga yang bersedia dibayar oleh investor jika perusahaan tersebut ingin dijual. Nilai
perusahaan dapat mencerminkan nilai aset yang dimiliki perusahaan dan semakin tinggi nilai
perusahaan maka semakin baik pula citra perusahaan. Nilai perusahaan umumnya berkaitan
dengan harga saham, semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi pula nilai perusahaan
dan sebaliknya. Harga saham merupakan harga pada saat saham tersebut diperdagangkan di
pasar (Ela dkk, 2016) Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan seperti
profitabilitas, kebijakan hutang, EPS, kebijakan dividen. Ela dkk (2016) berpendapat bahwa
semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka semakin tinggi efisiensi perusahaan dalam
memanfaatkan fasilitas perusahaan untuk menghasilkan pendapatan dan akan menciptakan
nilai perusahaan yang lebih tinggi serta mengoptimalkan kekayaan pemegang saham. Dalam
kaitannya dengan kebijakan hutang, perusahaan dianggap berisiko jika memiliki porsi hutang
yang besar dalam struktur modalnya namun jika hutang tersebut dapat menghasilkan
keuntungan maka hutang tersebut akan meningkatkan nilai perusahaan (Hidayat, 2013).ti
(2013), Bayu dan LB Panji (2015), Umi, Gatot dan Ria (2012), Sabrin, Buyung, Dedy, dan
Sujono (2016 ) Ela, Iskandar, dan Gusnardi (2016) telah membuktikan secara empiris bahwa
profitabilitas diukur dengan ROE berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan yang
diukur dengan PBV. Sedangkan Titin (2012) berpendapat bahwa profitabilitas berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Umi, Gatot dan Ria (2012), Titin (2012),
membuktikan secara empiris bahwa kebijakan hutang berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap nilai perusahaan, sedangkan Nainggolan dan Agung (2014) menyatakan kebijakan
hutang berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Martikarini (2012) menyatakan bahwa
kebijakan hutang tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Danies, Prabandaru
(2012) menyatakan laba per saham berpengaruh positif terhadap harga saham. Sedangkan
Diah (2014) mengatakan laba per saham tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hasil
penelitian Martikarini (2012), Bayu dan LB Panji (2015), Umi, Gatot dan Ria (2012), Titin (2012)
membuktikan secara empiris bahwa kebijakan dividen (DPR) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap nilai perusahaan (PBV) . Sedangkan menurut Nainggolan dan Agung (2014)
mengatakan bahwa kebijakan dividen (DPR) tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Nilai perusahaan diproksikan dengan PBV. Toto (2012) menyatakan bahwa rasio yang tinggi ini
menunjukkan adanya pengawasan atau ekspektasi investor terhadap perusahaan. Semakin
tinggi rasio perusahaan dipandang mempunyai prospek yang semakin baik. Artinya pembeli
ingin mengeluarkan uang ekstra, karena harapan di waktu yang akan datang, begitu pula
sebaliknya. Berikut rumus nilai perusahaan (PBV):

Influence Capital Structure, Liquidity, Size the Company, Debt Policy and Profitability
towards Corporate Value on Property Company, Real Estate and Building Construction
Listed on the Stock Exchange Indonesia Period 2016-2019
(bagian 19)
Emiten properti harus bersiap menghadapi satu tahun lagi pasar yang lesu dimana setelah tiga
tahun terjadi siklus pelemahan yang berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
melihat pengaruhnya. Struktur Modal, Likuiditas, Ukuran Perusahaan, Kebijakan Hutang dan
Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Properti, Evaluasi Ulang dan
Pembangunan Gedung yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2016-2019. Pendekatan
penelitian kuantitatif. Jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Sifat penelitian ini adalah akibat dan
akibat/kausal. Populasi dalam penelitian ini adalah 83 perusahaan jenis properti, real estate,
dan konstruksi bangunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2016-2019.
Sampelnya adalah 23 perusahaan. Hasilnya struktur modal tidak berpengaruh secara parsial
terhadap nilai perusahaan pada perusahaan real estate dan konstruksi bangunan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia Periode 2016-2019. Likuiditas tidak berpengaruh secara parsial
terhadap nilai perusahaan properti, real estate dan konstruksi bangunan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2016-2019. Ukuran perusahaan tidak berpengaruh secara parsial
terhadap nilai perusahaan pada sektor properti, real estate dan konstruksi bangunan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016-2019. Kebijakan hutang tidak berpengaruh
secara parsial terhadap nilai perusahaan pada sektor properti, real estate dan konstruksi
bangunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016-2019. Profitabilitas berpengaruh
secara parsial terhadap Nilai Perusahaan pada sektor properti, real estate, dan konstruksi
bangunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016-2019. Struktur modal, likuiditas,
ukuran perusahaan, utang dan profitabilitas secara simultan berpengaruh terhadap nilai
perusahaan pada sektor properti, real estate dan konstruksi bangunan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2016-2019.
Saat ini perkembangan dalam perusahaan properti, real estat dan konstruksi bangunan
semakin banyak sehingga persaingan sangat tajam. Sepanjang awal tahun 2019, Bursa Efek
Indonesia mencatatkan sektor-sektor unggulan yang meliputi properti, real estate, dan
konstruksi bangunan. Tercatat, sektor yang diisi oleh saham properti tumbuh sebesar 7,37%
pada tahun 2019. PT. Pada tahun 2019, PP Properti Tbk (PPRO) menargetkan marketing sales
sekitar Rp. 3,8 triliun (www.kontan.co.id). Emiten properti harus bersiap menghadapi satu tahun
lagi pasar yang lesu setelah tiga tahun terus mengalami siklus pelemahan. Investor juga perlu
lebih waspada dan hati-hati dalam memilih emiten yang tepat jika tetap ingin berinvestasi di
sektor properti (www.m.bisnis.com). Faktor sosial yang menjadi parameter prioritas antara lain;
di bidang apa harta itu dikembangkan, baik secara mandiri maupun kerjasama, jika
kerjasamanya kepada pihak mana diinvestasikan, dan seterusnya (Martinelli dkk, 2019).
Semakin meningkat nilai saham perusahaan maka semakin tinggi nilai perusahaan maka akan
semakin tinggi pula. Manajer keuangan sangat diharapkan oleh perusahaan untuk mengambil
tindakan yang terbaik bagi perusahaan dengan cara memaksimalkan nilai perusahaan sehingga
kesejahteraan pemilik atau pemegang saham dapat tercapai. Faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai perusahaan seperti struktur modal, likuiditas, ukuran perusahaan, kebijakan hutang dan
profitabilitas. Pentingnya struktur modal bagi perusahaan jika struktur modal perusahaan
mengalami kendala dapat menimbulkan biaya dan mengakibatkan perusahaan menjadi tidak
efisien (Yanti dan Damayanti, 2019). Sebuah struktur modal yang efektif dapat menciptakan
keuangan perusahaan yang kuat dan stabil bagi perusahaan. Struktur modal yang tinggi dapat
meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan memiliki likuiditas yang baik diukur dari rasio
lancarnya dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dengan menggunakan aset lancarnya.
Likuiditas yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai peluang yang tinggi untuk
mengembangkan perusahaannya sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Banyaknya
saham yang disebar dinilai dari besar atau kecilnya perusahaan tersebut. Untuk memenuhi
kebutuhan pendanaannya, perusahaan besar lebih bersedia menerbitkan saham baru.
Perusahaan besar mempunyai nilai perusahaan yang tinggi dibandingkan perusahaan kecil.
Salah satu alternatif pendanaan perusahaan selain menjual saham di pasar modal adalah
kebijakan hutang. Kebijakan hutang berkaitan dengan nilai perusahaan dimana hutang yang
tinggi dapat menurunkan harga saham perusahaan.
The Effect of Profitability, Debt Policy, Dividend Policy and Investment Decisions on Company
Value in the Consumer Goods Industry Listed on the Indonesia Stock Exchange 2015-2019
Period (bagian 20)
Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Prima Indonesia Perusahaan yang
bergerak di bidang industri makanan dan minuman termasuk dalam kategori perusahaan
manufaktur yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi sehingga mempunyai nilai jual di
masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh profitabilitas,
kebijakan hutang, kebijakan dividen dan keputusan investasi terhadap nilai perusahaan pada
Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2015-2019. Penelitian
ini menggunakan metode penelitian kuantitatif karena data penelitian berbentuk angka-angka
dan dianalisis menggunakan statistik dan bersifat kausal. Populasi dalam penelitian ini pada
industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia berjumlah 51 orang pada
Industri Barang Konsumsi periode 2015-2019. Sampel penelitian ini berjumlah 17 perusahaan
dengan 85 laporan keuangan. Hasilnya Profitabilitas berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan
pada Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kebijakan Hutang
berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan pada Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. Kebijakan Dividen tidak berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan pada Industri
Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Keputusan Investasi tidak
berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan pada Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. Profitabilitas, Kebijakan Hutang, Kebijakan Dividen dan Keputusan Investasi
berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan pada Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia.
Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia terbagi menjadi perusahaan manufaktur
dan non-manufaktur. Perusahaan yang bergerak di bidang industri makanan dan minuman
termasuk dalam kategori perusahaan manufaktur karena industri ini mengolah bahan mentah
menjadi barang jadi yang mempunyai nilai jual di masyarakat. Kontribusi industri makanan dan
minuman khususnya memberikan kontribusi pada industri makanan dan minuman yang
memiliki proporsi kontribusi terbesar sebesar 6,33% terhadap PDB nasional pada semester I
tahun 2018. Subsektor makanan dan minuman juga mengalami pertumbuhan tertinggi
dibandingkan subsektor lainnya. industri manufaktur (https: // economy.kompas.com Selasa 23
Oktober 2018). Perusahaan makanan dan minuman ini dalam menjalankan kegiatan
operasionalnya meliputi penjualan, pembelian, pengeluaran dan pengembalian produk.
Kegiatan operasional perusahaan biasanya dicatat dalam laporan keuangan. Pemegang saham
memerlukan laporan keuangan untuk memperoleh informasi keuangan perusahaan sebagai
bahan pertimbangan sebelum melakukan investasi. Salah satu informasi yang dibutuhkan oleh
investor khususnya nilai perusahaan. Nilai perusahaan menunjukkan harga saham yang dimiliki
perusahaan dalam suatu periode. Biasanya nilai perusahaan tercermin dari harga saham.
Harga saham seringkali mengalami kenaikan atau penurunan yang mengakibatkan terjadinya
laba rendah, tingkat utang tinggi, dan dividen rendah. Oleh karena itu, informasi tentang
perusahaan, misalnya profil perusahaan, informasi pemegang saham. Hubungan antara
pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi menjadi kunci keberhasilan suatu
perusahaan untuk tumbuh dan mampu meningkatkan kinerja perusahaan berpengaruh
terhadap harga saham. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan antara lain
profitabilitas, kebijakan hutang, kebijakan dividen dan keputusan investasi.

EFFECT OF MANAGERIAL OWNERSHIP AND PROFITABILITY ON FIRM VALUE (Empirical


Study on Food and Beverage Industrial Sector Company 2012 to 2015)(bagian 21)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh
Kepemilikan Manajerial dan Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan Secara Parsial Terhadap
Nilai Perusahaan, Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan sektor
Industri Makanan dan Minuman pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2015, sedangkan jenis
datanya dan analisis yang digunakan adalah data kuantitatif dengan menggunakan metode
judgement sampling atau purposive sampling sebagai penentuan sampel. Analisis data
menggunakan regresi linier berganda. Selanjutnya untuk menjawab hipotesis yang ada dengan
uji parsial (t), penulis menggunakan alat bantu komputer melalui program SPSS versi 21. Hasil
penelitian ini adalah kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai
dan profitabilitas berpengaruh signifikan negatif terhadap nilai perusahaan.
Perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya selalu meningkatkan keunggulan usahanya
dengan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam pelaksanaan usaha tersebut, korporasi dapat
melakukan pengembangan usaha serta pengurangan skala ekonomi usaha. Tujuan dari
pengurangan skala ekonomi di sini adalah untuk
mengurangi sikap berambisi dalam menciptakan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan
berbagai cara yang keduanya dapat memberikan dampak positif maupun negatif padahal
pencapaian nilai perusahaan yang optimal merupakan salah satu tujuan perusahaan, hal
tersebut dapat tercipta melalui penerapan fungsi manajemen keuangan. karena dengan
mengambil suatu keputusan keuangan, tentu akan berdampak pada keputusan keuangan
lainnya.
Nilai perusahaan dapat dinilai dari perolehan labanya, namun hanya dapat dilihat jika kualitas
labanya rendah maka perusahaan dapat melakukan kesalahan dalam pengambilan keputusan
dan akibatnya nilai perusahaan akan turun. Selain itu, nilai perusahaan dapat dilihat dari harga
pasar sahamnya karena faktor perusahaan tersebut tertarik atau tidaknya investor melalui
harga saham tersebut. Kesalahan dalam pengambilan keputusan dapat berdampak tidak hanya
pada pemangku kepentingan (stakeholders) saja tetapi juga dari pihak pemegang saham
perusahaan itu sendiri, sehingga perlu dilakukan upaya preventif dan tepat guna untuk
mengurangi tindakan dan dampak buruk dari kesalahan pengambilan keputusan keuangan.
Menurut Brigham & Houston (2006: 26-31) dalam Reny dan Denies (2012) manajer diberi
wewenang oleh pemegang saham untuk mengambil keputusan, sehingga menimbulkan potensi
konflik kepentingan yang dikenal dengan teori keagenan. GCG muncul dan berkembang dari
teori lembaga ini. Benturan kepentingan ini bermula dari kurangnya kepentingan antara
pemegang saham dengan manajerial sehingga diharapkan semakin tinggi kepemilikan
manajerial maka pihak manajemen akan berusaha semaksimal mungkin bekerja untuk
kepentingan pemegang saham. Sebab, pihak manajemen juga akan mendapatkan keuntungan
ketika perusahaan memperoleh keuntungan.
Kepemilikan manajemen adalah proporsi pemegang saham manajemen yang berpartisipasi
aktif dalam pengambilan keputusan perusahaan oleh direksi dan komisaris (Diyah dan Widanar,
2009). Semakin besar kepemilikan saham pada pihak manajerial, maka manajerial akan
bekerja lebih proaktif dalam mewujudkan kepentingan pemegang saham dan pada akhirnya
akan meningkatkan kepercayaan, maka nilai perusahaan juga akan meningkat. Kepemilikan
manajerial dinyatakan melalui jumlah kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajemen dan
dewan komisaris dibagi dengan jumlah seluruh saham perusahaan. Secara sistematis
perhitungannya dirumuskan sebagai berikut (Masdupi, 2005):
The Effect of Independent Board of Commissioners, Institutional Ownership, and Managerial
Ownership in Firm Values with Environmental Disclosure as Moderating Variable (bagian 22)
Perusahaan sebagai suatu entitas ekonomi pada umumnya mempunyai tujuan jangka pendek
yaitu memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dan tujuan jangka panjang yaitu
meningkatkan nilai perusahaan. Faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan adalah tata
kelola perusahaan yang baik dan pengungkapan lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menguji dan memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh dewan komisaris independen,
kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan dan peran
pengungkapan lingkungan dalam memoderasi pengaruh dewan komisaris independen,
kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan. Populasi
penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang juga
terdaftar di PROPER periode 2015-2017. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
teknik purposive sampling dan diperoleh sampel sebanyak 117 perusahaan. Teknik analisis
dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi moderasi. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa dewan komisaris independen, kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, dan pengungkapan lingkungan mampu untuk
memperkuat pengaruh dewan komisaris independen, kepemilikan institusional, dan kepemilikan
manajerial terhadap nilai perusahaan.
Perusahaan sebagai suatu entitas ekonomi pada umumnya mempunyai tujuan jangka pendek
dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek perusahaan adalah memperoleh keuntungan
sebesar-besarnya, sedangkan tujuan jangka panjang adalah meningkatkan nilai perusahaan.
Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap suatu perusahaan terkait dengan
harga saham. Perusahaan dikatakan mempunyai nilai yang baik apabila kinerja perusahaannya
juga baik. Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi pula nilai perusahaan tersebut.
Investor juga cenderung lebih tertarik untuk menanamkan sahamnya pada perusahaan yang
memiliki kinerja baik dalam meningkatkan nilai perusahaan. Memaksimalkan nilai perusahaan
merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai
perusahaan berarti memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan
utama perusahaan [11]. Berdasarkan data yang ada di Bursa Efek Indonesia, terdapat tren
peningkatan nilai perusahaan yang akan mempengaruhi kepercayaan calon investor untuk
berinvestasi pada perusahaan tersebut. Nilai perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2015-2017 disajikan pada Gambar 1 sebagai berikut.
Teori keagenan menggambarkan kontrak antara satu orang atau lebih yang bertindak sebagai
prinsipal untuk menunjuk orang lain sebagai agen untuk melaksanakan jasa demi kepentingan
prinsipal termasuk mendelegasikan kekuasaan dalam pengambilan keputusan. Prinsip utama
dari teori ini adalah adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (principal)
yaitu investor dan pihak yang menerima wewenang (agent) yaitu manajer dalam bentuk suatu
kontrak kerjasama yang disebut dengan kontrak kerja sama. "hubungan kontrak". Jika kedua
pihak yang terlibat dalam kontrak berusaha memaksimalkan utilitasnya, maka ada kemungkinan
bahwa agen tidak selalu bertindak demi kepentingan terbaik pihak tersebut.
Dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian internal tertinggi yang bertanggung
jawab memantau tindakan manajemen puncak [1]. Dewan komisaris sebagai organ perusahaan
mempunyai tugas dan tanggung jawab kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan
nasihat kepada direksi serta memastikan perusahaan menerapkan GCG. Komposisi Dewan
Komisaris yang dimaksud adalah banyaknya jumlah anggota dewan komisaris pada suatu
perusahaan.
Kepemilikan manajerial merupakan proporsi pemegang saham dari manajemen yang ikut aktif
dalam pengambilan keputusan perusahaan. Adanya kepemilikan manajemen pada suatu
perusahaan akan menimbulkan dugaan menarik bahwa nilai perusahaan meningkat akibat
meningkatnya kepemilikan manajemen. Kepemilikan secara besar-besaran manajemen akan
memantau aktivitas perusahaan secara efektif [8].

The Effect of Managerial Ownership, Institutional Ownership, Board of Commissioners,


Independent Board of Commissioners, and Board of Directors on Company Value
(bagian 23)

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan


institusional, dewan komisaris, dewan komisaris independen, dan dewan direksi terhadap nilai
perusahaan. Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang termasuk dalam perusahaan LQ
45 periode 2012-2018. Dengan menggunakan metode purposive sampling, terpilih 133
perusahaan sebagai sampel. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder. Sedangkan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik
deskriptif dan analisis regresi berganda. Hasil uji T penelitian ini menunjukkan bahwa hanya
kepemilikan institusional dan dewan komisaris independen dari lima variabel lainnya yang
berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan hasil uji F penelitian ini
menunjukkan bahwa kelima variabel (kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan
komisaris, dewan komisaris independen, dan dewan direksi) secara bersama-sama
berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Perusahaan selalu berupaya untuk memperoleh serta menjaga kepercayaan masyarakat, salah
satu upaya yang dilakukan perusahaan untuk memperoleh kepercayaan masyarakat adalah
dengan penerapan tata kelola terintegrasi perusahaan (Triyuwono et al., 2020). Tata kelola
perusahaan yang terintegrasi akan memastikan bahwa setiap pemangku kepentingan
perusahaan mendapatkan haknya masing-masing, berdasarkan peraturan yang berlaku
(Triyuwono et al., 2020). Mekanisme tata kelola perusahaan mendorong organisasi untuk
menerapkan aturan akuntansi yang baik dan menjalankan fungsi pengawasan manajerial
perusahaan untuk menerbitkan laporan keuangan yang berkualitas dan mengurangi frekuensi
penyajian kembali laporan keuangan (Marjono, 2021). Perbedaan kepentingan antara manajer
dan pemegang saham menimbulkan konflik yang biasa disebut konflik keagenan. Konflik
keagenan terjadi karena manajer mengutamakan kepentingan pribadi, sedangkan pemegang
saham tidak menyukai kepentingan pribadi manajer karena apa yang dilakukan manajer akan
meningkatkan biaya perusahaan sehingga menyebabkan penurunan laba perusahaan dan
mempengaruhi harga saham sehingga menurunkan nilai perusahaan. Salah satu mekanisme
yang diharapkan dapat mengendalikan biaya keagenan adalah dengan menerapkan tata kelola
perusahaan yang baik. Runtuhnya perusahaan-perusahaan publik ini disebabkan oleh
kegagalan strategi dan praktik penipuan dari manajemen puncak yang tidak terdeteksi dalam
waktu cukup lama karena lemahnya pengawasan independen oleh dewan perusahaan
(Nasution, 2022).
Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham sekaligus kepengurusan perusahaan (Purba
dan Effendi, 2019). Kepemilikan saham manajerial dapat digunakan untuk menyelaraskan
kepentingan pemegang saham dengan manajer (Purba dan Effendi, 2019). Adanya kepemilikan
manajerial pada suatu perusahaan akan memunculkan dugaan menarik bahwa nilai
perusahaan meningkat akibat meningkatnya kepemilikan manajerial. Besarnya proporsi
kepemilikan oleh manajer akan efektif dalam memantau setiap aktivitas yang dilakukan
perusahaan.
Menurut Fahmi dan Nabila (2020), Dalam pedoman umum GCG, pengertian komisaris
independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan direksi, anggota
dewan komisaris lainnya, dan pemegang saham pengendali, serta bersifat bebas dari
hubungan bisnis atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen atau bertindak semata-mata untuk kepentingan perusahaan. Dewan
komisaris sebagai organ perusahaan mempunyai tugas dan tanggung jawab kolektif untuk
melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan perusahaan
menjalankan praktik tata kelola perusahaan yang baik (Wahyuningsih, 2020).
Good Corporate Governance Mechanism, Corporate Social Responsibility Disclosure on Firm
Value: Empirical Study on Listed Company in Indonesia Stock Exchange (bagian 24)
Peningkatan nilai perusahaan dapat menimbulkan konflik antar pemilik. Diperlukan mekanisme
tertentu untuk mengelola perusahaan dan perusahaan ini bertanggung jawab untuk mengelola
konflik dan dampak negatifnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mekanisme
good corporate governance (dewan komisaris, dewan komisaris independen, pemilik
institusional, pemilik manajerial, dan komite audit) dan pengungkapan CSR terhadap nilai
perusahaan. Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia tahun 2010-2011 yang mengekspos dan melaporkan kegiatan CSR-nya. Sampel
terdiri dari 33 perusahaan yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Data tersebut
kemudian dianalisis secara deskriptif dan statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dewan
komisaris, dewan komisaris independen, pemilik institusional, pemilik manajerial, dan komite
audit, dan pengungkapan CSR mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai
perusahaan sedangkan kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh positif dan signifikan, dan
komisaris independen mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
dewan mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Penelitian
ini mempunyai keterbatasan karena sampelnya berjumlah 33 perusahaan dan jangka waktunya
hanya 2 tahun.
Setiap perusahaan akan berusaha melakukan yang terbaik untuk meningkatkan nilai
perusahaan. Meningkatkan nilai perusahaan dalam jangka panjang merupakan salah satu
tujuan perusahaan. Kenaikan nilai perusahaan akan tercermin pada harga pasar saham
tersebut. Investor akan mencermati pergerakan saham perusahaan-perusahaan yang tercatat
di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dari pengamatan tersebut investor akan menilai dan mengambil
keputusan. Dalam proses memaksimalkan nilai perusahaan, akan timbul konflik kepentingan
antara manajer dan pemegang saham yang sering disebut dengan agency problem. Tak jarang
kedua kubu akan bertolak belakang. Perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang
saham menimbulkan konflik yang biasa disebut konflik keagenan, hal ini terjadi karena
manajemen lebih mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak
menyukai kepentingan pribadi manajer. Kepentingan pribadi manajer akan menambah biaya
bagi perusahaan yang akan menyebabkan penurunan laba perusahaan dan berdampak pada
harga saham sehingga menurunkan nilai perusahaan. Dia
merupakan kebutuhan mendasar akan suatu mekanisme atau seperangkat aturan untuk
mengatasi permasalahan prinsipal-agency problem, yaitu Good Corporate Governance (GCG)
yang merupakan seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
manajer, kreditur, pemerintah, pegawai, dan pemangku kepentingan lainnya. agar hak dan
kewajibannya seimbang. GCG bertujuan untuk mengatur perusahaan agar dapat menciptakan
nilai tambah bagi seluruh pemangku kepentingannya. Perlu dicatat bahwa tidak ada
kepentingan yang dirugikan. Penerapan GCG diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan dan
memaksimalkan nilai perusahaan. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara/Kepala
Badan/Penanaman Modal dan Pengembangan Badan Usaha Milik Negara Nomor 23/M-PM-
BUMN/2009 tentang Perkembangan Perusahaan Praktik Tata Kelola Perusahaan, tata kelola
perusahaan merupakan asas yang dimiliki korporasi. yang diharapkan dalam pengelolaan
perusahaan dilaksanakan semata-mata demi kepentingan perusahaan guna mencapai maksud
dan tujuan perusahaan. GCG diterjemahkan sebagai tata kelola perusahaan yang baik. Dengan
kata lain, tata kelola perusahaan yang baik adalah suatu sistem dan struktur yang baik untuk
mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai pemegang saham dan
mengakomodasi berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan seperti kreditur,
pemasok, rekan bisnis, pelanggan, karyawan, pemerintah dan masyarakat. Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara memuat GCG. UU tersebut
menjelaskan agar perannya dapat optimal dan mampu mempertahankan kehadirannya dalam
perekonomian global semakin terbuka dan kompetitif, perusahaan milik negara dan perlunya
menumbuhkan budaya profesionalisme antara lain melalui perbaikan pengelolaan dan
pengawasan berdasarkan prinsip perusahaan yang baik. Dalam pedoman umum GCG
Indonesia, terdapat lima prinsip utama tata kelola perusahaan yang baik, yaitu sebagai berikut:
(1) Transparansi (keterbukaan informasi), keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan
dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi yang material dan relevan tentang
perusahaan, (2) Akuntabilitas, kejelasan fungsi, struktur, dan sistem akuntabilitas sehingga
organ-organnya mengefektifkan pengelolaan perusahaan, (3) Tanggung Jawab, yaitu sesuai
dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan serta korporasi sehat yang berlaku peraturan
perundang-undangan, (4) Independensi (otonomi) adalah suatu keadaan dimana perusahaan
dikelola secara profesional dan tidak ada konflik kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari
manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat, dan (5) Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu
perlakuan yang wajar dan setara dalam pertemuan hak pemangku kepentingan yang timbul
berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perusahaan yang
memiliki tata kelola perusahaan yang baik akan meningkatkan nilai perusahaan bagi pemegang
saham karena pada hakikatnya tujuan penerapan GCG adalah menciptakan nilai tambah bagi
perusahaan. Tujuan lainnya yaitu (1) meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keberlanjutan
suatu organisasi, (2) meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola secara terbuka, adil, dan
akuntabel, (3) mengakui dan melindungi hak dan kewajiban. pemegang saham dan
pemangku kepentingan. Mekanisme GCG merupakan seperangkat mekanisme yang
mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh manajer apabila terdapat a
pemisahan antara kepemilikan dengan pengendalian. Dalam Surat Edaran No 03 PM/2000
yang diterbitkan tanggal 5 Mei 2000, disebutkan bahwa untuk melaksanakan GCG, perusahaan
tercatat wajib memiliki direktur independen, komite audit, dan sekretaris perusahaan. Dalam
penelitian ini mekanisme tata kelola internal perusahaan diproksikan dengan variabel ukuran
dewan direksi, dewan komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,
dan komite audit. GCG diharapkan dapat mengupayakan keseimbangan antara berbagai
kepentingan yang dapat memberikan manfaat bagi perusahaan secara keseluruhan. Ada lima
prinsip utama menurut pedoman umum GCG di Indonesia seperti transparansi, akuntabilitas,
tanggung jawab, independensi, dan kewajaran. Kelima komponen ini sangat penting untuk
meningkatkan kualitas pelaporan keuangan dan mengurangi aktivitas penyimpangan yang
dilakukan perusahaan. Perkembangan perusahaan yang berkelanjutan juga mengembangkan
pertumbuhan ekonomi. Hal ini berdampak positif bagi kemajuan dunia usaha. Namun selain
memberikan dampak positif, juga memberikan dampak negatif karena ketika banyak
perusahaan yang mengembangkannya, terjadilah kesenjangan sosial dan kerusakan
lingkungan hidup, terutama lingkungan sekitar perusahaan beroperasi. Untuk itu diperlukan
kesadaran agar dampak negatifnya dapat diatasi. Corporate Social Responsibility (CSR)
merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan dalam memperbaiki kesenjangan sosial dan
kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan operasional perusahaan.
Teori keagenan menjelaskan hubungan keagenan muncul ketika satu orang atau lebih
(prinsipal) mempekerjakan orang lain (agen) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian
prinsipal mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen (Jensen dan
Meckling, 1976). Perspektif hubungan keagenan menjadi dasar yang digunakan untuk
memahami tata kelola perusahaan yang baik. Hubungan keagenan merupakan kontrak antara
agen (manajer) dengan prinsipal (investor). Hal ini diatur dalam kontrak yang telah dibuat antara
pengelola perusahaan dan pemilik perusahaan. Manajer diberi wewenang atas kegiatan
perusahaan. Karena bertindak sebagai pengelola perusahaan, maka manajer akan lebih
mengetahui informasi internal dan perkembangan serta prospek perusahaan dibandingkan
dengan pemilik perusahaan. Manajer wajib menyusun laporan keuangan dan memberikan
informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik perusahaan sebagai bentuk
pertanggungjawaban atas pekerjaannya. Namun, dalam melaksanakan tanggung jawab
tersebut, manajer cenderung melaporkan segala sesuatu yang memaksimalkan utilitas dan
mengorbankan kepentingan pemegang saham. Selain itu, seringkali manajer menyampaikan
informasi yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di dalam perusahaan. Hal seperti inilah
yang memicu terjadinya konflik keagenan yaitu adanya dua kepentingan yang berbeda dimana
kepentingan masing-masing berupaya untuk mencapai dan mempertahankan tingkat
kesejahteraan masing-masing. Dengan kata lain, potensi konflik kepentingan antara pemilik dan
manajer muncul karena manajer tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik
sehingga memicu biaya keagenan.
Corporate Ownership And Dividend Policy: Agency Theory Perspectives (hipotesis kebijakan
dividen)
Menurut teori keagenan, pembayaran dividen dianggap sebagai pengganti pemantauan
langsung terhadap perusahaan oleh pemegang saham besar yang bertujuan untuk mengurangi
masalah investasi berlebih (Easterbrook, 1984; Jensen, 1986). Sejalan dengan hal ini,
penelitian sebelumnya Chai, (2010) dan Jeon, Lee, dan Moffett, (2011), berpendapat bahwa
kehadiran investor asing yang besar memaksa perusahaan untuk mendistribusikan lebih
banyak uang tunai dalam bentuk pembayaran dividen. Dengan demikian, investor asing dapat
berfungsi sebagai pemantau yang efektif namun karena ketidakmampuan mereka untuk
memantau perusahaan secara langsung, dividen kemudian digunakan sebagai alat
pemantauan. Fama dan Jensen (1983) memuji bahwa arus kas bebas membantu mengurangi
konflik keagenan antara manajemen dan pemegang saham. Hal ini menunjukkan tindakan
manajemen tidak selalu demi kepentingan pemegang saham. Oleh karena itu, arus kas penting
dalam menentukan tingkat dividen tunai yang dibayarkan oleh perusahaan. Demikian pula,
Olatundun, (2003) menyatakan bahwa arus kas bebas mengukur secara langsung posisi
likuiditas perusahaan dan likuiditas berfungsi sebagai faktor penentu yang berkontribusi
terhadap pembayaran dividen karena manajemen dapat memanipulasi laba. Hal ini penting
karena memungkinkan perusahaan mengejar peluang yang meningkatkan nilai pemegang
saham. Oleh karena itu, lebih baik membayarkan uang tunai ini sebagai dividen jika perusahaan
memiliki kelebihan untuk menghindari aktivitas manajemen yang bersifat diskresioner dan untuk
mengurangi konflik keagenan antara manajemen dan pemegang saham (Tijjani & Sani, 2016).
Hal ini juga menyatakan bahwa teori keagenan dapat membantu perusahaan memanfaatkan
sumber daya mereka untuk kepentingan pemegang saham dan orang dalam yang memiliki
koneksi politik, dibandingkan untuk pemegang saham umum (You & Du, 2012).

Sejumlah besar literatur dalam penelitian tata kelola perusahaan dan struktur modal
menggunakan teori keagenan untuk menyatakan bahwa konflik kepentingan antara manajer
dan pemegang saham suatu perusahaan mempengaruhi pilihan kebijakan perusahaan seperti
keputusan struktur modal (Berger et al. 1997). Dorongan keseluruhan dari teori keagenan
adalah bahwa manajer mementingkan diri sendiri dan mungkin memiliki tujuan yang berbeda
dari tujuan pemilik, yang jika tidak dipantau, dapat mengarahkan mereka untuk terlibat dalam
tindakan yang mengorbankan maksimalisasi kekayaan pemilik (Jensen dan Meckling 1976).
Keputusan leverage adalah salah satu pilihan kebijakan perusahaan penting yang dibuat oleh
manajer yang rentan terhadap masalah keagenan, karena tingkat leverage mempengaruhi
risiko perusahaan dan dapat menyebabkan manajemen dipindahkan jika terjadi
pengambilalihan (Jensen dan Meckling 1976). Meskipun penelitian terbaru oleh Dasilas dan
Papasyriopoulos (2015) dan Haque et al. (2011) yang meneliti dampak tata kelola perusahaan
terhadap keputusan struktur modal di Yunani dan Bangladesh, namun subjek ini masih kurang
diteliti dalam konteks negara-negara berkembang. Penelitian ini merupakan upaya pertama
untuk menguji pengaruh mekanisme tata kelola perusahaan terhadap keputusan leverage yang
diadopsi oleh UKM yang terdaftar di Dewan GEM Tiongkok. Kami sekarang meninjau secara
singkat literatur yang ada yang menghubungkan mekanisme tata kelola perusahaan untuk
meningkatkan keputusan dari sudut pandang kekuasaan struktural manajerial, menyoroti peran
yang dimainkan oleh asimetri informasi dan pemantauan, sebagai landasan bagi kami
pengembangan hipotesis.

Anda mungkin juga menyukai