Tugas Laporan Pendahuluan Dan Konsep Asuhan Keperawatan Apendiksitis Akut - Wiwik Setiawati

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN & ASKEP GAWAT DARURAT

APENDISITIS AKUT

Pembimbing : Ns. Zulmah Astuti.,M.Kep

Disusun Oleh :

Wiwik setiawati

2011102411072

Fakultas Ilmu Keperawatan Prodi S1 Keperawatan

Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

2023
1. Definisi
Apendisitis akut adalah suatu peradangan akut apendiks vermiformis
atau yang biasa dikenal di masyarakat dengan peradangan usus buntu dan
merupakan salah satu masalah kegawatdaruratan bedah yang umum didapatkan
di masyarakat.(Nurnadhirah Mirantika,Danial, 2021)
Apendisitis berasal dari kata latian yaitu appendix dan -it is yang berarti
inflamasi pada appendix.Apendisitis merupakan peradangan pada appendix
vermiformis. Secara anatomis, appendix digambarkan sebagai bagian yang
sempit dan panjang dengan ukuran rata-rata 1-9 inci.(Dela & Mayasari, 2022)

2. Etiologi
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang
diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit,
tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan.
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendisitis 11 adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Jong, 2010). Penelitian
epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya
ini akan mempermudah timbulnya appendisitis akut (Jong, 2010).
3. Patofisiologi
Appendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan
pengamatan epidemiologi bahwa appendisitis berhubungan dengan asupan serat
dalam makanan yang rendah (Burkitt, 2007). Pada stadium awal dari
appendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa. Inflamasi ini kemudian
berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan serosa
(peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa
dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan, seperti usus
atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal (Burkitt, 2007). Dalam
stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen, yang
menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks menjadi
bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi nekrosis atau
gangren. Perforasi akan segera terjadi dan 12 menyebar ke rongga peritoneal.
Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan terjadi
(Burkitt, 2007).
4. Klasifikasi
Klasifikasi appendisitis terbagi menjadi dua yaitu, appendisitis akut dan
appendisitis kronik (Sjamsuhidajat & de jong, 2010): a. Appendisitis akut.
Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala appendisitis akut talah nyeri
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium
disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah
ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat. b. Appendisitis kronik. Diagnosis
appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat nyeri
perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik appendisitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya sel
inflamasi kronik. Insiden appendisitis kronik antara 1-5%
5. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala yang terjadi pada pasien yang menderita penyakit
apendisitis yaitu:
1. Nyeri ulu hati berpindah ke perut kanan bawah
2. Nyeri perut yang persisten
3. Mual
4. Muntah
5. Konstipasi
6. Penurunan nafsu makan
7. Demam
8. Nyeri tumpul di daerah epigastrium (perut tengah atas)

Tanda dan gejala diatas merupakan tanda dan gejala umum pada penyakit
apendisiti namun perlu diketahui bahwa tanda dan gejala tersebut tidak spesifik
dan memiliki banyak diagnosis banding yang harus disingkirkan, sedangkan
komplikasi yang dihadapi pun tidak sembarangan. Pemeriksaan yang dilakukan
haruslah kompleks untuk mendapatkan menghasilkan akurasi dengan diagnosis
yang baik.(Bintang, 2020)
6. Pathway
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan oleh tenanga medis pada penyakit
apendisitis yaitu:
a) USG/ultrasonograph
b) Pemeriksaan leukosit
c) Pemeriksaan laboratorium darah lengkap
d) Pencitraan
e) Presentase neutrophil
f) Konsentrasi protein C-reaktif
g) Pemeriksaan sel darah putih
h) Pemeriksaan radiologi
i) Alvarado score ataupun Apendicitis Inflamatory Score untuk membantu
penegakan diagnosis akut (Mariati et al., 2022)

8. Penatalaksanaan medis
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan medis pada
appendisitis meliputi : a. Sebelum operasi 1) Observasi Dalam 8-12 jam setelah
timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendisitis seringkali belum jelas, dalam
keadaan ini observasi ketat perlu dilaksanakan. Klien diminta melakukan tirah
baring dan dipuasakan. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan
darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan
toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada
kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan
bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan. 2) Antibiotik Antibiotik
diberikan untuk mencegah terjadinya infeksidan abses intra abdominal luka
operasi pada klien apendiktomi.Antibiotik diberikan sebelum, saat, hingga 24
jam pasca operasi dan melalui cara pemberian intravena (IV) (Sulikhah, 2014).
b. Operasi Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi.
Apendiktomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara membuang
apendiks (Wiwik Sofiah, 2017). Indikasi dilakukannya 16 operasi apendiktomi
yaitu bila diagnosa appendisitis telah ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pada
keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksan penunjang USG atau CT scan.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi
pada abdomen bawah. Anastesi diberikan untuk memblokir sensasi rasa sakit.
Efek dari anastesi yang sering terjadi pada klien post operasi adalah
termanipulasinya organ abdomen sehingga terjadi distensi abdomen dan
menurunnya peristaltik usus. Hal ini mengakibatkan belum munculnya
peristaltik usus (Mulya, 2015) . Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
(Kiik, 2018) dalam 4 jam pasca operasi klien sudah boleh melakukan mobilisasi
bertahap, dan dalam 8 jam pertama setelah perlakuan mobilisasi dini pada klien
pasca operasi abdomen terdapat peningkatan peristaltik ususbahkan peristaltik
usus dapat kembali normal. Kembalinya fungsi peristaltik usus akan
memungkinkan pemberian diet, membantu pemenuhan kebutuhan eliminasi
serta mempercepat proses penyembuhan. Operasi apendiktomi dapat dilakukan
dengan 2 teknik, yaitu operasi apendiktomi terbuka dan laparaskopi
apendiktomi. Apendiktomi terbuka dilakukan dengan cara membuat sebuah
sayatan dengan panjang sekitar 2 – 4 inci pada kuadran kanan bawah abdomen
dan apendiks dipotong melalui lapisan lemak dan otot apendiks. Kemudian
apendiks diangkat atau dipisahkan dari usus (Dewi, 2015). 17 Sedangkan pada
laparaskopi apendiktomi dilakukan dengan membuat 3 sayatan kecil di perut
sebagai akses, lubang pertama dibuat dibawah pusar, fungsinya untuk
memasukkan kamera super mini yang terhubung ke monitor ke dalam tubuh,
melalui lubang ini pula sumber cahaya dimasukkan. Sementara dua lubang lain
di posisikan sebagai jalan masuk peralatan bedah seperti penjepit atau gunting.
Ahli bedah mengamati organ abdominal secara visual dan mengidentifikasi
apendiks. Apendiks dipisahkan dari semua jaringan yang melekat, kemudian
apendiks diangkat dan dikeluarkan melalui salah satu sayatan (Hidayatullah,
2014). Jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci dengan
garam fisiologis dan antibiotika.Tindakan pembedahan dapat menimbulkan luka
insisi sehingga pada klien post operatif apendiktomi dapat terjadi resiko infeksi
luka operasi. c. Pasca operasi Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk
mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan
pernapasan. Klien dibaringkan dalam posisi terlentang. Klien dikatakan baik bila
dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Puasa diteruskan sampai fungsi usus
kembali normal.

9. Penatalaksanaan non farmakologi


Penatalaksanaan apendisitis akut dapat berupa nonoperatif management
yaitu dengan manajemen nyeri dan antibiotik maupun tindakan operatif berupa
laparotomi terbuka atau apendektomi laparoskop.
Apendisitis dianggap sebagai penyakit progresif yang dimulai sebagai
peradangan akut karena penyumbatan pada usus buntu yang bisa nekrosis dan
perforasi, jika tidak segera ditangani (Brunicardi et.al., 2015).
Pengobatan nonoperatif untuk apendisitis nonperforasi akut telah terbukti
bekerja dengan baik dalam jangka pendek. Meskipun apendektomi dan
laparoskopi dianggap sebagai prosedur berisiko rendah dan efektif. Risiko
operasi terkait dengan anestesi umum dan komplikasi bedah seperti perdarahan,
infeksi di tempat bedah, cedera pada struktur di sekitarnya, ileus, obstruksi usus.
Keuntungan dari strategi pengobatan nonoperatif adalah menghindari
komplikasi yang berkaitan dengan operasi dan anestesi. Diagnosis dan
pengobatan yang cepat memiliki potensi untuk mengurangi kejadian, morbiditas,
dan biaya pada penyakit apendisitis ((Maitha, 2020 danBrunicardi et.al., 2015).
Terapi yang diberikan pada pasien apendisitis akut dapat berupa antara
lain infus RL 20 tpm, Injeksi Amoxan 800 mg/8jam, Sucralfat syrup 3 x C1,
Injeksi Ketorolac/8 jam.(Safita & Juono Prabowo, 2023)

10. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan
appendisitis.Adapun jenis komplikasi menurut (Sulekale, 2016) adalah : 18 a.
Abses Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mulamula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi
apabila appendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
Operasi appendektomi untuk kondisi abses apendiks dapat dilakukan secara dini
(appendektomi dini) maupun tertunda (appendektomi interval). Appendektomi
dini merupakan appendektomi yang dilakukan segera atau beberapa hari setelah
kedatangan klien di rumah sakit. Sedangkan appendektomi interval merupakan
appendektomi yang dilakukan setelah terapi konservatif awal, berupa pemberian
antibiotika intravena selama beberapa minggu. b. Perforasi Perforasi adalah
pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga perut.
Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat
tajam sesudah 24 jam.Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus
dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,5° C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
Polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan terjadinya peritonitis. Perforasi memerlukan
pertolongan medis segera untuk membatasi 19 pergerakan lebih lanjut atau
kebocoran dari isi lambung ke rongga perut. Mengatasi peritonitis dapat
dilakukan oprasi untuk memperbaiki perforasi, mengatasi sumber infeksi, atau
dalam beberapa kasus mengangkat bagian dari organ yang terpengaruh . c.
Peritonitis Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi tersebar
luas pada permukaan peritoneum dapat menyebabkan timbulnya peritonitis
umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi, dan oliguria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang
semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. Penderita
peritonitis akan disarankan untuk menjalani rawat inap di rumah sakit. Beberapa
penanganan bagi penderita peritonitis adalah : 1) Pemberian obat-obatan.
Penderita akan diberikan antibiotik suntik atau obat antijamur bila dicurigai
penyebabnya adalah infeksi jamur, untuk mengobati serta mencegah infeksi
menyebar ke seluruh tubuh. Jangka waktu pengobatan akan disesuaikan dengan
tingkat keparahan yang dialami klien. 2) Pembedahan. Tindakan pembedahan
dilakukan untuk membuang jaringan yang terinfeksi atau menutup robekan yang
terjadi pada organ dalam.

Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Data subjektif / Ds:
Yang dilakukan adalah mengkaji keluhan utama,riwayat
kejadian,mekanisme cedera(apakah termasuk trauma tumpul atau trauma
tajam,kaji riwayat nyeri dengan PQRST, kaji usaha untuk mengurangi
keluhan yang dirasakan (pengobatan sebelumnya),kaji pula riwayat
penyakit dahulu,pengobatan yang sedang dijalani,alergi,status imunisasi,
dan mekanisme koping dalam menghadapi kejadian trauma
Data objektif / Do:
Kaji keadaan umum pasien,tingkat kesadaran,ttv cara berjalan, aroma
pada tubuh pasien,tingkat ketidak nyamanan.inspeksi adanya distensi
abdomen.
a. Identitas klien:
Identitas klien merupakan data pribadi klien yang meliputi:
nama,umur,pekerjaan,status,alamat,pendidikan,pekerjaan
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab adalah orang/keluarga yang bertanggung
jawab yang membawa pasien datang ke rumah sakit/UGD,data
pribadi meliputi:
nama,umur,pekerjaan,status,alamat,pendidikan,pekerjaan
c. Keluhan utama
Bagaiaman keadaan atau kondisi yang dikeluhkan pasien saat ini
d. Riwayat penyakit sekarang
Apa mekanisme yang dialami pasien apakah trauma abdomen
tumpul atau trauma tajam
e. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah dialami oleh pasien atau tidak memiliki
penyakit tertentu

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimana tenagag kesehatan (perawat/dokter) melakukan
pemeriksaan mulau dari keadaan yang umum, kesadaran ttv dan dari atas
kepala sampai ke ujung kaki/ seluruh tubuh.
a. Pengkajian primery
A: Airway /Jalan napas
Penilaian jalan napas dilakukan bersamaan dengan menstabilkan
leher.Tahan kepala dan leher pada posisi netral dengan tetap
mempertahankan leher dengan menggunakan servical collar dan
meletakkan pasien pada long spine board. Dengarkan suara
sponta yang menandakan pergerakan udara melalui pita suara,jika
tidak ada suara buka jalan napas pasien menggunakan chin-lift
atau manufer modified jaw-thurst.yang perlu diperhatikan pada
airway yaitu:
 Pastikan patensi airway pasien
 Pastikan tidak ada obstruksi pada jalan napas pasien
 Pastikan tidak ada suara napas tambahan pada pasien
B: Breathing / Jalan napas
Munculnya masalah pernapasan pada pasien trauma terjaid
karena kegagalan pertukaran udara,perfusi atau sebagian akibat
dari kondisi serius pada status neurologis pasien.Untuk menilai
pernapasan yang perlu diperhatikan yaitu:
 Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan
dinding dada
 Perhatikan iraman nafas pasien
 Perhatikan apakah pasien mengalami napas cuping hidung
 Perhatikan apakah pasien mengalami sesak napas atau
tidak
 Periksa frekuensi napas pasien
 Periksa pola napas pasien
 Auskultasi suara napas pasien
Circulation / sirkulasi
Penilaian primer mengenai sirkulasi pasien trauma,mencakup:
 Periksa frekuensi denyut nadi dan denyut jantung
pasien
 Periksa tekanan darah pasien
 Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
Disability / status kesadaran
Yang perlu dilakukan pada saat melakukan pengkajian disability
yaitu;
 Periksa tingkat kesadaran pasien
 Periksa reflex pupil pasien
 Periksa GCS pasien
Exposure
Pengkajian ini dilakukan dengan memeriksa tubuh pasien apakah
terdapat luka dan tentukan lokasi, luas dan kedalaman luka
pasien.
b. Pengkajian sekunder
F: Five Intervention
 Monitoring SaO2
 Monitoring EGK
 Pemasangan NGT
 Kateter Urine
 Pemeriksaan La

G: Give Comfort Sequence “OPQRSTUV”

1. Onset: tentukan kapan terjadinya ketidaknyamanan


dimulai? Akut atau bertahap?
2. Predisposition/problem: tanyakan apa yang memperburuk
nyeri atau ketidaknyamanan, apakah nyeri menetap?
3. Quality: tanyakan bagaimana jenis nyerinya.Biarkan
pasien menjelaskan sendiri apa yang dirasakan
4. Region/Range: apakah nyeri berjalan/menjalar ke bagian
tubuh yang lain?
5. Severity: gunakan perangkan penilaian nyeri (sesuai untuk
pasien) untuk pengukuran keparahan nyeri yang konsisten.
Gunakan skala nyeri yang sama untku menilai kembali
keparahan nyeri dan apakaj nyeri berkurangatau
memburuk
6. Treament: berapa lama nyeri berlangsung, dan apakah
hilang timbul atau terus menurus
7. Understanding: bagaimana persepsi nyeri pasien? Apakah
pernah merasakan nyeri sebelumnya? Jika iya, apa
masalahnya?
8. Values: tujuan dan harapan untuk nyeri yang diderita
pasien
Pengkajian Sekunder H(1) SAMPLE
 S: Sign
 A: Allergy
 M: Medication
 P: Pas illness/pregnancy
 L: Last meal/last oral intake
 E: Event/environment relate to injury
Pengkajian Sekunder H(2)Sample
1. HEAD TO TOE: merupakan tindakan atau pengkajian
fisik yang dilkakukan oleh perawat secara detail mulai dari
kepala sampai kaki yang perlu diperhatikan warna
rambut,kuku bersih atau tidak, contoh seperti: Kepala,
Leher, Dada, Abdomen, Pelvis, Perineum, Ekstremitas
(Ikhada Ulya, Bintari Ratih K, Dewi Kartika Wati N,
2017)

3. Analisa data
Data yang mendukung untuk menegakkan suatu diagnosa/masalah
keperawatan yang dialami oleh pasien, data tersebut harus sesuai dengan
data pasien yang meliputi Ds dan Do
4. Masalah keperawatan
a. Nyeri akut
b. Hipertermi
c. Risiko infeksi
5. Intervensi keperawatan
Dx Kep : Nyeri akut
Tujuan & kriteria hasil: Nyeri yang di rasakan oleh pasien membaik

Intervensi
Observasi
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Idenfitikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Teraupetik
 Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis:
TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Dx kep : Hipertermi
Tujuan & kriteria hasil:- Suhu tubuh membaik
-Suhu kulit membaik

Intervensi
Observasi
 Identifikasi penyebab hipertermia (mis: dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan inkubator)
 Monitor suhu tubuh
 Monitor kadar elektrolit
 Monitor haluaran urin
 Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
 Sediakan lingkungan yang dingin
 Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat berlebih)
 Lakukan pendinginan eksternal (mis: selimut hipotermia
atau kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen,
aksila)
 Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika
perlu

Dx kep : Risiko infeksi b.d efek prosedur infasif


Tujuan & kriteria hasil:-Kemerahan menurun
-Nyeri menurun
-Bengkak menurun
-Kadar sel darah putih membaik

Intervensi
Observasi
 Pantau tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapi
 Batasi jumlah pengunjung
 Berikan perawatan kulit pada area edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
Pendidikan
 Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
6. Implementasi
Implementasi/pelaksanaan keperawatan adalah realisasi tindakan untuk
mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan
juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon
klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang
baru.

7. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Anas, Kadrianti, E., & I. (2013). Pengaruh Tindakan Mobilisasi Terhadap Penyembuhan
Luka Post Operasi Usus Buntu (Appendicitis) Di RSI Faisal Makassar.
Arifin, D. S. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Post Operatif Apendiktomy
et cause Appendisitis Acute.
Ariska, D. W., & Ali, M. S. (2019). Pengaruh Kebiasaan Konsumsi Junk Food Terhadap
Kejadiaan Obesitas Remaja. Jurnal Kesehatan Surya Mitra Husada, 1–7.
Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat
Kesehatan (p. 49). p. 49.

I Made Naris Pujawan Ni Kadek Ayu Maya Damayanti1, Wayan Riantana, I. G. D., &
Mahardika, K. (2023). Karakteristik Apendisitis Akut. Jurnal Ilmiah Permas:
Jurnal Ilmiah STIKES Kendal.

Ikhada Ulya, Bintari Ratih K, Dewi Kartika Wati N, R. S. D. (2017). Keperawatan


Gawat Darurat Pada Kasus Trauma (T. Utami (ed.)). Novieta Indra Sallama.

Mariati, H., Julyani, Ks., Rasfayanah, Rahmawati, Syamsu, R. F., Ardiyanto, &
Sa’diyah, H. (2022). Gambaran Faktor-Faktor Mempengaruhi Pasien Appendisitis
Terhadap Pemeriksaan USG di RS. Ibnu Sina Tahun 2016-2018. Fakumi Medikal
Jurnal, 2.

Nurnadhirah Mirantika,*, Danial, B. S. (2021). Relationship between Age, Duration of


Abdominal Pain, Leukocyte Value, and Neutrophil Lymphocyte Ratio with the
Incidence of Acute Appendicitis Perforation at RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda. Jurnal Sains Dan Kesehatan, 3.
https://doi.org/https://doi.org/10.25026/jsk.v3i4.467

Safita, N., & Juono Prabowo. (2023). Antibiotics Treatment for Acute Appendicitis.
Contimuing Medical Education.

Sagala, W. T., & Naziyah. (2023). Analisis Intervensi Keperawatan Sebagai


Chloramphenicol Zalf Sebagai Primary Dressing Pada Fase Proliferasi Luka Pada
Pasien Nn.D Dan Ny. F Dengan Diagnosis Medis Post Op Appendicitis Di Rs Uki
Jakarta Timur. Kreativitas Pengabdian Kepada Masyarakat, 6.
https://doi.org/https://doi.org/10.33024/jkpm.v6i4.8894

Anda mungkin juga menyukai