Bahan Ajar Penerapan Tusi Asn

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 110

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................................... 1
B. Deskripsi Singkat ........................................................................................................................... 3
C. Tujuan Pembelajaran ..................................................................................................................... 4
D. Metode Pembelajaran.................................................................................................................... 6
E. Sistematika Bahan Ajar ................................................................................................................. 6

BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI ANTIKORUPSI (INTEGRITAS) DAN


PROFESIONALISME ASN ................................................................................................................... 8
A. Urgensi Materi ............................................................................................................................... 8
B. Substansi Nilai-nilai Antikorupsi ............................................................................................. 11
C. Refleksi ......................................................................................................................................... 20
D. Soal Latihan .................................................................................................................................. 21

BAB III NILAI MENGELOLA DIRI (BERORIENTASI PELAYANAN, AKUNTABEL, DAN


KOMPETEN) ......................................................................................................................................... 25
A. Substansi Materi .......................................................................................................................... 25
B. Bentuk Penerapan ....................................................................................................................... 33
C. Refleksi ......................................................................................................................................... 37
D. Soal Latihan ................................................................................................................................. 38

BAB IV NILAI MENGELOLA ORANG LAIN (HARMONIS DAN LOYAL) ........................... 41


A. Substansi Materi .......................................................................................................................... 41
B. Bentuk Penerapan ....................................................................................................................... 54
C. Refleksi ......................................................................................................................................... 71
D. Soal Latihan ................................................................................................................................. 72

BAB V NILAI MENGELOLA ORGANISASI (ADAPTIF DAN KOLABORATIF)................... 76


A. Substansi Materi .......................................................................................................................... 76
B. Bentuk Penerapan ....................................................................................................................... 95
C. Refleksi ......................................................................................................................................... 97
D. Soal Latihan ................................................................................................................................. 98

BAB VI EVALUASI DAN UMPAN BALIK ................................................................................... 103


A. Penjelasan Penugasan ............................................................................................................... 103
B. Kunci Jawaban Soal Latihan .................................................................................................... 108

BAB VII PENUTUP ............................................................................................................................ 110


A. Kesimpulan ................................................................................................................................ 110
B. Saran............................................................................................................................................ 110

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 111


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi
Birokrasi 2010-2025, yang menyatakan bahwa visi Reformasi Birokrasi adalah
pemerintahan berkelas dunia yang ditandai dengan pelayanan publik yang
berkualitas. Visi Reformasi Birokrasi menyatakan bahwa pada tahun 2025 akan
dicapai pemerintahan kelas dunia, yang ditandai dengan pelayanan publik yang
prima. Hal ini didukung dengan RPJMN 2020-2024 terkait dengan world class
bureaucracy.
Tantangan global yang semakin terasa di era disrupsi dan VUCA (Volatility,
Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity) saat ini akhirnya mendorong birokrasi dan
pemerintahan menerapkan VUCA pula yaitu Vision, Understanding, Clarity, dan
Agility. Dalam rangka mencapai visi reformasi birokrasi serta memenangkan
persaingan di era digital yang dinamis, diperlukan percepatan dan inovasi yang luar
biasa agar tercipta breakthrough atau terobosan, yaitu perubahan tradisi, pola, dan cara
dalam pemberian pelayanan publik.
Untuk mencapai hal tersebut diperlukan penyamaan dan perubahan mindset
dan perilaku. Oleh karenanya, berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri PAN-RB
Nomor 20 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021 tentang Implementasi Core Values dan
Employer Branding Aparatur Sipil Negara, disebutkan bahwa dalam rangka
penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi transformasi pengelolaan ASN
menuju pemerintahan berkelas dunia (World Class Government), Pemerintah telah
meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai Dasar) ASN BerAKHLAK dan Employer Branding
(Bangga Melayani Bangsa).
Core Values ASN BerAKHLAK merupakan akronim dari Berorientasi
Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif. Tugas
pelayanan publik yang sangat erat kaitannya dengan pegawai ASN, sangatlah penting
untuk memastikan bahwa ASN mengedepankan nilai Berorientasi Pelayanan dalam
pelaksanaan tugasnya, dimaknai bahwa setiap ASN harus berkomitmen memberikan
pelayanan prima demi kepuasan masyarakat.
Di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023, Pasal 10, Pegawai ASN
berfungsi sebagai:

1
a. pelaksana kebijakan publik;
b. pelayan publik; dan
c. perekat dan pemersatu bangsa.
ASN, baik PNS dan PPPK, memiliki tugas dan fungsi yang sama. Dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara telah diatur di
Pasal 3 ayat 2, bahwa Pegawai ASN mengimplementasikan nilai dasar ASN yang
terdiri atas Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif
dan Kolaboratif.
Berdasarkan Keputusan Lembaga Administrasi Negara Nomor
289/K.1/PDP.07/2022 tentangPedoman Orientasi Pegawai Pemerintah Dengan
Perjanjian Kerja, disebutkan bahwa kehadiran Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja diharapkan dapat meningkatkan kinerja dalam rangka mencapai tujuan
organisasi.
Diantara semua materi Orientasi Pengenalan Nilai dan Etika pada Instansi
Pemerintah, hanya materi ini yang pada level penerapan Fungsi dan Tugas ASN di
Tempat Kerja, sedangkan materi lainnya adalah terkait pengenalan, yaitu Pengenalan
Susunan Organisasi dan Tata Kerja , Pengenalan Jabatan, dan Pengenalan Manajemen
Kinerja Organisasi.
Di dalam bahan ajar ini juga dimunculkan terkait internalisasi nilai-nilai
antikorupsi dan profesionalisme. Dasarnya adalah bahwa pemerintahan berkelas
dunia bisa diwujudkan oleh Smart ASN, salah satu cirinya adalah berintegritas. ASN
perlu memahami dan menginternalisasi nilai-nilai integritas, dan ini tertuang dalam
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor
38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan, yang menyebutkan bahwa
Integritas merupakan salah satu unsur terpenting dari kompetensi pegawai ASN.
Selain itu, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 60/2020 tentang Pembangunan Integritas Pegawai Aparatur Sipil
Negara mengamanatkan Pembangunan integritas ASN.
Untuk mendalami penerapan fungsi dan tugas ASN di tempat kerja, di dalam
bahan ajar ini, tim penyusun membagi nilai BerAKHLAK dalam tiga kluster nilai,
yaitu Nilai Mengelola Diri (Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, dan Kompeten), Nilai
Mengelola orang lain (Harmonis dan Loyal), dan Nilai mengelola organisasi (Adaptif
dan Kolaboratif). Nilai mengelola diri terkait dengan pondasi awal yang harus
dimiliki oleh ASN. Nilai tersebut harus dilengkapi dengan nilai mengelola orang lain

2
terkait harmonis dan loyal, dan bagaimana berkontribusi pada organisasi melalui jiwa
adaptif dan mau berkolaborasi (kolaboratif).

B. DESKRIPSI SINGKAT
1. Berorientasi Pelayanan
Mata Pelatihan ini diberikan untuk memfasilitasi pembentukan nilai
Berorientasi Pelayanan pada peserta melalui substansi pembelajaran yang
terkait dengan bagaimana memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat;
ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan; serta melakukan perbaikan
tiada henti. Mata Pelatihan ini merupakan bagian dari Pembelajaran Agenda
II Pelatihan Dasar CPNS yang dalam penyampaiannya dapat dilakukan secara
terintegrasi dengan 6 (enam) Mata Pelatihan Agenda II yang lainnya, baik pada
fase pembelajaran mandiri, jarak jauh, maupun klasikal.
2. Akuntabel
Mata Pelatihan ini diberikan untuk memfasilitasi pembentukan nilai
Akuntabel pada peserta melalui substansi pembelajaran yang terkait dengan
pelaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan
berintegritas tinggi, penggunaan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efisien serta tidak menyalahgunakan
kewenangan jabatan.
3. Kompeten
Mata Pelatihan ini diberikan untuk memfasilitasi pembentukan nilai kompeten
pada peserta melalui substansi pembelajaran yang terkait dengan peningkatan
kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah, membantu
orang lain belajar serta pelaksanaan tugas dengan kualitas terbaik.
4. Harmonis
Mata Pelatihan ini membekali pembentukan nilai harmonis pada peserta
melalui substansi pembelajaran yang terkait dengan menghargai setiap orang
apa pun latar belakangnya, suka menolong orang lain serta membangun
lingkungan kerja yang kondusif.
5. Loyal
Mata Pelatihan ini membekali pembentukan nilai loyal pada peserta melalui
substansi pembelajaran yang terkait dengan memegang teguh ideologi
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,
setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintah yang sah,

3
menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan, instansi dan negara, serta
menjaga rahasia jabatan dan negara
6. Adaptif
Mata Pelatihan ini diberikan untuk memfasilitasi pembentukan nilai Adaptif
pada peserta melalui substansi pembelajaran yang terkait dengan cepat
menyesuaikan diri menghadapi perubahan, terus berinovasi dan
mengembangkan kreativitas serta bertindak proaktif.
7. Kolaboratif
Mata Pelatihan ini diberikan untuk memfasilitasi pembentukan nilai
Kolaboratif pada peserta melalui substansi pembelajaran yang terkait dengan
pemberian kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi, terbuka
dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai tambah serta menggerakkan
pemanfaatan berbagai sumber daya untuk tujuan bersama.

C. TUJUAN PEMBELAJARAN
Indikator Hasil Belajar Berorientasi Pelayanan
1. Memahami dan menjelaskan pelayanan publik secara konseptual/teoretis;
2. Memahami dan menjelaskan panduan perilaku (kode etik) nilai Berorientasi
Pelayanan, serta memberikan contoh perilaku spesifik yang kontekstual
dengan jabatan dan/atau organisasinya;
3. Mengaktualisasikan nilai Berorientasi Pelayanan dalam pelaksanaan tugas
jabatannya masing-masing; dan
4. Menganalisis kasus dan/atau menilai contoh penerapan Berorientasi
Pelayanan secara tepat

Indikator Hasil Belajar Akuntabel


1. Menjelaskan akuntabel secara konseptual-teoritis yang bertanggungjawab atas
kepercayaan yang diberikan;
2. Menjelaskan panduan perilaku (kode etik akuntabel); dan
3. Memberikan contoh perilaku dengan pelaksanaan tugas dengan jujur,
bertanggung jawab, cermat, disiplin dan berintegritas tinggi, penggunaan
kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan
efisien serta tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan

4
Indikator Hasil Belajar Kompeten
1. Menjelaskan kompeten secara konseptual-teoritis yang terus belajar dan
mengembangkan kapabilitas;
2. Menjelaskan panduan perilaku (kode etik kompeten); dan
3. Memberikan contoh perilaku dengan peningkatan kompetensi diri untuk
menjawab tantangan yang selalu berubah, membantu orang lain belajar serta
pelaksanaan tugas dengan kualitas terbaik

Indikator Hasil Belajar Harmonis


1. Menjelaskan harmonis secara konseptual-teoritis yang saling peduli dan
menghargai perbedaan;
2. Menjelaskan panduan perilaku (kode etik) harmonis; dan
3. Memberikan contoh perilaku dengan menghargai setiap orang apa pun latar
belakangnya, suka menolong orang lain serta membangun lingkungan kerja
yang kondusif

Indikator Hasil Belajar Loyal


1. Menjelaskan loyal secara konseptual-teoritis yang berdedikasi dan
mengutamakan kepentingan Bangsa dan Negara;
2. Menjelaskan panduan perilaku (kode etik) loyal; dan
3. Memberikan contoh perilaku dengan memegang teguh ideologi Pancasila,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, setia kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintah yang sah, menjaga
nama baik sesama ASN, pimpinan, instansi dan negara, serta menjaga rahasia
jabatan dan negara.

Indikator Hasil Belajar Adaptif


1. Menjelaskan adaptif secara konseptual-teoritis yang terus berinovasi dan
antusias dalam menggerakkan serta menghadapi perubahan; dan
2. Menjelaskan panduan perilaku (kode etik) adaptif;
3. Memberikan contoh perilaku dengan cepat menyesuaikan diri menghadapi
perubahan, terus berinovasi dan mengembangkan kreativitas, bertindak
proaktif

5
Indikator Hasil Belajar Kolaboratif
1. Menjelaskan kolaboratif secara konseptual-teoritis yang terus membangun
kerja sama yang sinergis;
2. Menjelaskan panduan perilaku (kode etik) kolaboratif; dan
3. Memberikan contoh perilaku dengan pemberian kesempatan kepada berbagai
pihak untuk berkontribusi, terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkan
nilai tambah serta menggerakkan pemanfaatan berbagai sumber daya untuk
tujuan bersama.

D. METODE PEMBELAJARAN
Materi ini merupakan bagian dari Pembelajaran Orientasi PPPK, sehingga
dalam proses pembelajarannya dilakukan secara terintegrasi dengan menggunakan
beragam metode, diantaranya ceramah, tanya jawab, curah pendapat, studi kasus, dan
lain-lain.
Orientasi dilakukan dalam dua tahap dan secara blended learning:
a. Fase MOOC:
Pada fase ini metode yang dapat digunakan adalah belajar mandiri, dengan
membaca materi dan mengerjakan latihan serta evaluasi yang diberikan pada MOOC.
b. Fase E-learning (Synchronous)
Pada fase ini, materi orientasi berada pada level penerapan Fungsi dan Tugas
ASN di Tempat Kerja. Sebelumnya, di MOOC sudah diberikan modul. Materi-materi
pokok yang disajikan pada modul ini masih bersifat umum sehingga dapat
dikembangkan dan diperinci lebih lanjut pembahasannya pada saat pelaksanaan
pembelajaran dengan panduan dari pengampu. Untuk membantu peserta memahami
substansi materi, maka pada setiap akhir pembahasan materi pokok dilengkapi
dengan refleksi dan soal latihan. Untuk refleksi, pengampu diharapkan bisa memantik
dan mendorong peserta berpikir kritis. Sedangkan untuk soal latihan dan evaluasi
tersebut hendaknya dikerjakan dengan sebaik-baiknya oleh setiap peserta untuk
melihat kemampuan kognitif peserta.

6
5. SISTEMATIKA BAHAN AJAR MATERI BERAKHLAK

Gambar 1. Daftar isi bahan ajar, diolah oleh Tim Penyusun (2023)

Di setiap bab inti, terdapat sistematika yang sama yaitu


Bab II NILAI-NILAI ANTIKORUPSI (INTEGRITAS) DAN
PROFESIONALISME ASN
A. Urgensi Materi
B. Substansi Nilai-nilai Antikorupsi
C. Refleksi
D. Soal Latihan
Bab III NILAI MENGELOLA DIRI (BERORIENTASI PELAYANAN,
AKUNTABEL, DAN KOMPETEN)
A. Substansi Materi
B. Bentuk Penerapan
C. Refleksi
D. Soal Latihan
Bab IV NILAI MENGELOLA ORANG LAIN (HARMONIS DAN LOYAL)
A. Substansi Materi
B. Bentuk Penerapan
C. Refleksi
D. Soal Latihan
Bab V NILAI MENGELOLA ORGANISASI (ADAPTIF DAN
KOLABORATIF)
A. Substansi Materi
B. Bentuk Penerapan
C. Refleksi
D. Soal Latihan

7
BAB II
INTERNALISASI NILAI-NILAI ANTIKORUPSI (INTEGRITAS) DAN
PROFESIONALISME ASN

A. URGENSI MATERI
Membangun Pola Pikir Anti Korupsi bagi ASN
Integritas adalah konsistensi berperilaku yang selaras dengan nilai, norma
dan/atau etika organisasi, dan jujur dalam hubungan dengan atasan, rekan kerja,
bawahan langsung, dan pemangku kepentingan, serta mampu mendorong
terciptanya budaya etika tinggi, bertanggung jawab atas tindakan atau keputusan
beserta risiko yang menyertainya. Akuntabilitas dan Integritas (antikorupsi) oleh
banyak ahli administrasi negara sebagai dua aspek yang sangat mendasar harus
dimiliki dari seorang pelayan publik. Namun, integritas memiliki keutamaan sebagai
dasar seorang pelayan publik untuk dapat berpikir secara akuntabel. Kejujuran adalah
nilai paling dasar dalam membangun kepercayaan publik terhadap amanah yang
diembankan kepada setiap pegawai atau pejabat negara.
Pentingnya akuntabilitas dan integritas menurut Matsiliza (2013) adalah nilai
yang wajib dimiliki oleh setiap unsur pelayan publik, dalam konteks modul ini adalah
ASN. Namun, secara spesifik, Matsiliza menekankan bahwa nilai integritas adalah
nilai yang dapat mengikat setiap unsur pelayan publik secara moral dalam
membentengi institusi, dalam hal ini lembaga ataupun negara, dari tindakan
pelanggaran etik dan koruptif yang berpotensi merusak kepercayaan masyarakat. Di
luar kewajiban negara yang telah membuat kebijakan yang terkait sistem yang
berlandaskan transparansi, akuntabilitas, dan integritas, peran masing-masing
individu dalam mengembangkan pola pikir akuntabel dan berintegritas, atau sering
dibahasakan sebagai pola pikir antikorupsi sangat dibutuhkan.
Peran lembaga atau negara dalam membuat regulasi terkait sistem integritas,
dalam hal ini, bisa menggunakan SE Kemenpan-RB Nomor 20 Tahun 2021 tentang
Implementasi Core Values dan Employer Branding Aparatur Sipil Negara, adalah
membuat rambu-rambu bagi semua unsur ASN untuk mengetahui hal yang dapat
dan tidak dapat dilakukan. Namun, faktor individu dalam menyikapi hal yang baik
dan buruk adalah domain moral yang seharusnya dipegang sebagai prinsip hidup
(Shafritz et al., 2011). Terkait dengan pola pikir antikorupsi, informasi terkait Dampak
Masif dan Biaya Sosial Korupsi bisa menjadi referensi bagi kita untuk melakukan

8
kontemplasi dalam menentukan sikap untuk ikut berpartisipasi dalam Gerakan
pemberantasan korupsi negeri ini.
Impian kita semua untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, yaitu Indonesia
yang adil, makmur, dan sejahtera tidak akan terwujud selama masih ada praktek-
praktek korupsi di negeri ini. Korupsi menggerogoti potensi yang seharusnya bisa
dipergunakan untuk memakmurkan negeri ini.

Simaklah video Dampak Masif dan Biaya Sosial Korupsi pada tautan berikut:
https://youtu.be/X5gBsV8Q7bU
Dalam konteks kehidupan sehari-hari, di lingkungan, tempat tinggal dan
lingkungan kerja, tanggung jawab moral dalam memegang teguh prinsip
akuntabilitas dan integritas adalah bagian dari pola pikir antikorupsi. Bisa dimulai
dari menganalisa hal-hal kecil yang sering banyak diterabas oleh banyak orang, mulai
memperbaikinya, dan dilakukan mulai dari saat ini. Hal salah yang banyak dilakukan
oleh banyak orang tidak menjadikan hal tersebut menjadi benar, sebaliknya, hal benar
tidak pernah dilakukan oleh banyak orang tidak menjadikan hal benar itu menjadi
salah. Tidak ada seorang koruptor pun yang tiba-tiba ingin korupsi, semua sudah
dibiasakan dan dicontohkan sejak mereka kecil, di keluarga, lingkungan, dan bahkan
di lingkungan kerja. Begitu pula sebaliknya, tidak ada satu pun Tokoh-tokoh Bangsa
yang Kita pelajari pola pikir berintegritasnya di atas yang tiba-tiba menjadi
berintegritas, semua sudah dibiasakan sejak kecil, di keluarga dan lingkungannya.
Dilihat dari sisi regulasi yang lain, yaitu Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 60/2020 tentang Pembangunan
Integritas Pegawai Aparatur Sipil Negara. Bahwa untuk mewujudkan pemerintahan
yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme diperlukan penguatan
sistem integritas dan integritas pegawai aparatur sipil negara, serta untuk mendukung
sistem Integritas dan penguatan integritas pegawai aparatur sipil negara diperlukan
suatu panduan bagi Instansi Pemerintah dalam melakukan pembangunan integritas
pegawai aparatur sipil negara pada masing-masing instansi pemerintah. Dalam
Permenpan tersebut, Pembangunan Integritas pegawai ASN adalah upaya untuk

9
mewujudkan, memperkuat, dan mempertahankan nilai dasar, daya nalar dan
keberanian moral ASN. Sasaran pembangunan Integritas Pegawai ASN pada level
individu yaitu terwujudnya Pegawai ASN yang berIntegritas tinggi.
Instansi Pemerintah didorong secara mandiri untuk membangun sistem yang
semakin memperkuat Integritas Pegawai ASN karena merupakan faktor kunci dalam
mewujudkan pemerintahan yang bersih, efektif dan efisien, serta pelayanan publik
yang prima sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 81
tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010–2025.
Di Nusa Tenggara Barat, telah ada Peraturan Gubernur Nomor 94/2022,
tentang Implementasi Pendidikan Antikorupsi dalam rangka membangun perilaku
dan budaya Antikorupsi yang berfungsi sebagai acuan dalam pelaksanaan
pembentukan karakter yang berintegritas Antikorupsi. Ruang lingkup Implementasi
Pendidikan Antikorupsi meliputi: pendidikan antikorupsi; aksi antikorupsi;
kerjasama; monitoring, evaluasi dan pelaporan; dan peran pemerintah
kabupaten/kota. Harapannya dengan adanya regulasi ini, bisa mengintegrasikan aksi
dan langkah pendidikan antikorupsi yang menguatkan internalisasi integritas di
kalangan ASN, termasuk PPPK.

INTEGRITAS MEMPERKUAT PROFESIONALISME


Kualitas pribadi pegawai ASN yang berintegritas dioperasionalkan dalam
konteks kompetensi pegawai ASN. Sebagaimana disebutkan pada Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 38 Tahun 2017
tentang Standar Kompetensi Jabatan, yang menyebutkan bahwa Integritas merupakan
salah satu unsur terpenting dari kompetensi pegawai ASN.
Di dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 60/2020, disebutkan bahwa untuk mewujudkan pemerintahan yang
bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme diperlukan penguatan sistem
integritas dan integritas pegawai aparatur sipil negara. Bahwa untuk mendukung
sistem integritas dan penguatan integritas pegawai aparatur sipil nengara diperlukan
suatu panduan bagi instansi pemerintah dalam melakukan Pembangunan integritas
pada masing-masing instansi pemerintah. Hal ini menunjukkan pentingnya
internalisasi integritas di kalangan ASN yang berdampak pada profesionalisme
pegawai.

10
Gambar 1. Diolah oleh Tim Penyusun (2022)

Gambar 2. Diolah oleh Tim Penyusun (2022)

B. SUBSTANSI NILAI-NILAI ANTIKORUPSI


Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 jo. Undang-
Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 6 yang menyebutkan bahwa: “Komisi Pemberantasan Korupsi bertugas
melakukan: (a) tindakan-tindakan pencegahan sehingga tidak terjadi Tindak Pidana
Korupsi” dan Pasal 7 ayat (1) huruf c, d, e menyebutkan bahwa: “Dalam melaksanakan

11
tugas pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang: (c) menyelenggarakan program pendidikan
antikorupsi pada setiap jejaring pendidikan; (d) merencanakan dan melaksanakan
program sosialisasi pemberantasan tindak pidana korupsi; (e) melakukan kampanye
antikorupsi kepada masyarakat.” Pemberantasan korupsi dapat dilakukan melalui
penindakan pelaku, perbaikan sistem serta pembangunan perilaku dan budaya
antikorupsi. Pencegahan korupsi perlu dilaksanakan di berbagai sektor baik di
pemerintah, swasta maupun masyarakat umum serta menjangkau seluruh wilayah
Indonesia
Peran serta elemen bangsa dapat dilakukan melalui berbagai bentuk, misalnya
melaporkan dugaan tindak pidana korupsi, memantau pelayanan publik, melaporkan
penerimaan gratifikasi, melaporkan harta kekayaan penyelenggara negara,
membangun sistem integritas dan manajemen antikorupsi, atau melakukan
kampanye dan pendidikan antikorupsi. Sebagai upaya pencegahan korupsi,
sosialisasi, dan pendidikan antikorupsi perlu dibudayakan dengan meningkatkan
peran aktif dari setiap elemen bangsa.
Sebagai seorang ASN, maka seperti yang sudah dituliskan sebelumnya, bahwa
pembangunan integritas harus dilakukan di level individu hingga organisasi. Untuk
memenuhi kompetensi dan pembangunan integritas, maka ASN harus merujuk pada
standar kompetensi yang telah dikembangkan oleh KPK, selaku leading sector dalam
upaya pemberantasan korupsi.
Untuk memberikan pemahaman dasar terkait antikorupsi, ada empat poin
penting, yang merujuk pada 4 kompetensi berdasarkan SKKNI Nomor 3030/2016,
yaitu
a. Memberikan pengetahuan dasar antikorupsi
b. Memberikan pemahaman terkait bahaya dan dampak korupsi
c. Membangun semangat perlawanan terhadap korupsi
d. Membangun sikap antikorupsi
Materi ini membekali pemahaman dan menguatkan kemampuan analisis ASN
terhadap materi dasar antikorupsi khususnya terkait integritas dan budaya
antigratifikasi. Harapannya, setelah Orientasi PPPK ini, peserta mampu memahami
lebih dalam terkait dengan bahaya dan dampak korupsi, memahami gratifikasi, dan
membangun integritas sebagai upaya menjauhi perilaku dan tindak koruptif di
lingkungan sosial dan kerjanya.

12
Hal yang perlu disepakati dan disamakan frekuensi adalah korupsi bukan
budaya, korupsi bukan kebiasaan, korupsi bukan jalan pintas, korupsi adalah
kejahatan luar biasa. Oleh karena itu, untuk memberantasnya perlu gerakan
antikorupsi/integritas yang terorganisir dan luarbiasa pula. Korupsi adalah kejahatan
luar biasa, tentunya memberantasnya membutuhkan semangat yang luar biasa,
semangat yang tak pernah berhenti karena berasal dari energi yang tak terbatas, energi
yang hadir pada orang orang yang mampu mengintegrasikan raga, rasio, ruh dan rasa
dalam satu fokus "pengabdian”, sehingga mereka selalu mengisi waktunya dengan
belajar, bekerja, cinta dan pewarisan. Dampaknya mereka tidak akan pernah
kehabisan energi untuk selalu. Korupsi menjadi kejahatan luar biasa karena
berpotensi dilakukan oleh setiap orang, random target/victim, kerugiannya besar dan
meluas, terorganisasi atau oleh organisasi, dan bersifat lintas negara.
Lalu, apakah korupsi? Berikut beberapa definisinya

Gambar 3. Dikutip dari Materi Antikorupsi ACLC KPK


Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001, korupsi dirumuskan dalam 30 jenis tipikor, dikelompokkan menjadi 7
jenis besar, yaitu :
a. Kerugian Keuangan/Perekonomian Negara, yaitu setiap orang, secara
melawan hukum; melakukan perbuatan, memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara;
b. Suap, yaitu setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
ASN, penyelenggara negara, hakim, atau advokat dengan maksud supaya
berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, dan hal ini
bertentangan dengan kewajibannya;

13
c. Perbuatan curang, yaitu serangkaian tindakan atau perbuatan,
menggunakan cara atau daya upaya tertentu yang tidak sesuai keadaan
yang sebenarnya, dengan tujuan mendapatkan keuntungan, dan yang
dapat membahayaka keamanan orang atau barang, atau keselamatan
negara dalam keadaan perang;
d. Penggelapan dalam jabatan, yaitu pegawai negeri atau orang selain
pegawai negeri, yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum,
secara terus menerus atau untuk seMentara waktu, bertindak dengan
sengaja menggelapkan uang atau surat berharga, atau melakukan
pemalsuan buku-buku atau daftar yang khusus untuk administrasi;
e. Pemerasan, yaitu pegawai negeri atau penyelenggara negara
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya dengan memaksa seseorang
untuk memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran
dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
f. Benturan kepentingan dalam pengadaan, yaitu suatu keadaan dimana
seseorang berada dalam situasi yang membuatnya harus memilih atau
menentukan kepentingan yang harus didahulukannya, misal pegawai
negeri secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam
pemborongan, pengadaan atau persewaan;
g. Gratifikasi, yaitu segala pemberian dalam arti luas yang diberikan kepada
pegawai negeri atau penyelenggara negara, yang bisa dianggap suap
apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan
kewajiban tugasnya
Dari 7 delik korupsi tersebut, temukan perbedaan antara suap, pemerasan, dan
gratifikasi, dari sisi aktor penerima dan pemberi.

GRATIFIKASI
Akar masalah korupsi adalah gratifikasi, sedangkan akar masalah gratifikasi
adalah
(1) Diskriminasi; dan
(2) Rusaknya cara berpikir.
Mengapa disebut akar dari korupsi? Gratifikasi pada dasarnya adalah “suap
yang tertunda” atau sering juga disebut “suap terselubung”. Pegawai negeri atau
penyelenggara negara (Pn/PN) yang terbiasa menerima gratifikasi terlarang lama

14
kelamaan dapat terjerumus melakukan korupsi bentuk lain, seperti suap, pemerasan
dan korupsi lainnya. Sehingga gratifikasi dianggap sebagai akar korupsi. Gratifikasi
tersebut dilarang karena dapat mendorong Pn/PN bersikap tidak obyektif, tidak adil
dan tidak profesional. Sehingga Pn/PN tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan
baik.
Undang-undang menggunakan istilah “gratifikasi yang dianggap pemberian
suap” untuk menunjukkan bahwa penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan
jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Terkait pasal gratifikasi ini,
perlu kita tanyakan pada diri sendiri, “Seandainya saya bukan............, Apakah Saya
akan diberikan sesuatu?”. Silahkan disimak ilustrasi berikut ini :

Gambar 4. Dikutip dari website ACLC KPK


Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, meliputi pemberian uang, rabat
(diskon), komisi, pinjaman tanpabunga, tiketperjalanan, fasilitas penginapan,
perjalanan wisata, pengobatancuma-cuma, dan fasilitaslainnya.
Gratifikasitersebutbaik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan
yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa saran aelektronik.
(Penjelasan Pasal 12B). Di dalam Pasal 12B ayat (1): Setiap gratifikasi kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan
dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Dasar pemikirannya, bahwa “Tidak sepantasnya pegawai negeri/pejabat
publik menerima pemberian atas pelayanan yang mereka berikan”. Dan “Seseorang
tidak berhak meminta dan mendapat sesuatu melebihi haknya sekedar ia
melaksanakan tugas sesuai tanggungjawab dan kewajibannya”.
Jika melihat unsur pasal gratifikasi, Pasal 12B dan 12C mengandung sejumlah
unsur utama yang membedakan antara definisi gratifikasi secara umum sebagai
pemberian dalam arti luas dengan gratifikasi yang dianggap suap, yaitu unsur:

15
a. Adanya penerimaan gratifikasi;
b. Penerima gratifikasi haruslah Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara;
c. Gratifikasi dianggap suap;
d. Gratifikasi yang diterima tersebut tidak dilaporkan pada KPK dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal
gratifikasi diterima.
Gratifikasi tidak dianggap sebagai suap apabila penerima menyampaikan
laporan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, selambat-lambatnya 30 hari sejak
menerima gratifikasi tersebut.
Setelah memahami pengertian dan regulasi gratifikasi, bagaimana pegawai
negeri dan Penyelenggara Negara bersikap apabila berhadapan dengan peristiwa
pemberian gratifikasi? Langkah-langkahnya adalah tolak pada kesempatan pertama,
lalu laporkan kepada KPK, atau terima lalu laporkan ke KPK. Manfaat pelaporan
gratifikasi adalah melepaskan ancaman hukuman terhadap penerima, memutus
konflik kepentingan, dan menjadi cerminan integritas individu. Berikut adalah tata
cara pelaporan gratifikasi

Gambar 5. Media Pelaporan Gratifikasi


Tingkat keberhasilan penegakan aturan gratifikasi tidak terlepas dari peran
Kementerian/Lembaga/Organisasi Lainnya/Pemerintah Daerah (K/L/O/P).
K/L/O/P sebagai lembaga publik memiliki tanggung jawab untuk menciptakan
lingkungan berintegritas. Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menilai
tingkat integritas dari lingkungan K/L/O/P adalah terimplementasinya Sistem
Pengendalian Gratifikasi.
Pengendalian gratifikasi adalah bagian dari upaya pembangunan suatu sistem
pencegahan korupsi. Sistem ini bertujuan untuk mengendalikan penerimaan

16
gratifikasi secara transparan dan akuntabel melalui serangkaian kegiatan yang
melibatkan partisipasi aktif badan pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat untuk
membentuk lingkungan pengendalian gratifikasi.
Untuk menghilangkan keraguan terkait gratifikasi, Peraturan Komisi
Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pelaporan
Gratifikasi, telah diatur 17 jenis gratifikasi yang dikecualikan, artinya boleh diterima.
Pelaporan Gratifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap
jenis Gratifikasi sebagai berikut:
a. Pemberian dalam keluarga yaitu kakek/nenek, bapak/ibu/mertua,
suami/istri, anak/menantu, anak angkat/wali yang sah, cucu, besan,
paman/bibi, kakak/adik/ipar, sepupu dan keponakan, sepanjang tidak
terdapat konflik kepentingan;
b. Keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan
saham pribadi yang berlaku umum;
c. Manfaat dari koperasi, organisasi kepegawaian atau organisasi yang sejenis
berdasarkan keanggotaan, yang berlaku umum;
d. Perangkat atau perlengkapan yang diberikan kepada peserta dalam kegiatan
kedinasan seperti seminar, workshop, konferensi, pelatihan, atau kegiatan
sejenis, yang berlaku umum;
e. Hadiah tidak dalam bentuk uang atau alat tukar lainnya, yang dimaksudkan
sebagai alat promosi atau sosialisasi yang menggunakan logo atau pesan
sosialisasi, sepanjang tidak memiliki konflik kepentingan dan berlaku umum;
f. Hadiah, apresiasi atau penghargaan dari kejuaraan, perlombaan atau
kompetisi yang diikuti dengan biaya sendiri dan tidak terkait dengan
kedinasan;
g. Penghargaan baik berupa uang atau barang yang ada kaitannya dengan
peningkatan prestasi kerja yang diberikan oleh pemerintah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
h. Hadiah langsung/undian, diskon/rabat, voucher, point rewards, atau suvenir
yang berlaku umum dan tidak terkait kedinasan;
i. Kompensasi atau honor atas profesi diluar kegiatan kedinasan yang tidak
terkait dengan tugas dan kewajiban, sepanjang tidak terdapat konflik
kepentingan dan tidak melanggar peraturan/kode etik pegawai/pejabat yang
bersangkutan;

17
j. Kompensasi yang diterima terkait kegiatan kedinasan seperti honorarium,
transportasi, akomodasi dan pembiayaan yang telah ditetapkan dalam standar
biaya yang berlaku di instansi penerima Gratifikasi sepanjang tidak terdapat
pembiayaan ganda, tidak terdapat konflik benturan kepentingan, dan tidak
melanggar ketentuan yang berlaku di instansi penerima;
k. Karangan bunga sebagai ucapan yang diberikan dalam acara seperti
pertunangan, pernikahan, kelahiran, kematian, akikah, baptis, khitanan,
potong gigi, atau upacara adat/agama lainnya, pisah sambut, pensiun,
promosi jabatan;
l. Pemberian terkait dengan pertunangan, pernikahan, kelahiran, akikah, baptis,
khitanan, potong gigi, atau upacara adat/agama lainnya dengan batasan nilai
sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) setiap pemberi;
m. Pemberian terkait dengan musibah atau bencana yang dialami oleh diri
penerima Gratifikasi, suami, istri, anak, bapak, ibu, mertua, dan/atau menantu
penerima Gratifikasi sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan, dan
memenuhi kewajaran atau kepatutan;
n. Pemberian sesama rekan kerja dalam rangka pisah sambut, pensiun, mutasi
jabatan, atau ulang tahun yang tidak dalam bentuk uang atau alat tukar
lainnya paling banyak senilai Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) setiap
pemberian per orang, dengan total pemberian tidak melebihi Rp 1.000.000,00
(satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari pemberi yang sama, sepanjang
tidak terdapat konflik kepentingan;
o. Pemberian sesama rekan kerja yang tidak dalam bentuk uang atau alat tukar
lainnya, dan tidak terkait kedinasan paling banyak senilai Rp200.000,00 (dua
ratus ribu rupiah) setiap pemberian per orang, dengan total pemberian tidak
melebihi Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari pemberi
yang sama;
p. Pemberian berupa hidangan atau sajian yang berlaku umum; dan
q. Pemberian cendera mata/plakat kepada instansi dalam rangka hubungan
kedinasan dan kenegaraan, baik di dalam negeri maupun luar negeri
sepanjang tidak diberikan untuk individu pegawai negeri atau penyelenggara
negara.
Tujuh belas jenis diatas disebut Prinsip Negative List. Di luar hal tersebut,
semua gratifikasi wajib dilaporkan kecuali dalam daftar negative list. Negative list

18
gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan, sehingga memudahkan pegawai negeri atas
keraguan kategori gratifikasi.

INTEGRITAS MENJADI KUNCI

Gambar 6. Diolah oleh Tim penyusun (2022)


Warren Buffet, CEO Amerika, pernah mengatakan bahwa “I look for 3 things
in hiring people : Integrity, Intelligence, and A High Energy Level. But if you don’t
have the first, the other two will kill you”. Integritas memiliki 9 nilai, yaitu Jujur,
Mandiri, Tanggung Jawab, Berani, Sederhana, Peduli, Disiplin, Adil, dan Kerja Keras
(JUMAT BERSEPEDA KK).
Sebagai ASN, kita perlu menjadi teladan (role model) bagi diri sendiri,
keluarga, dan lingkungan kerja. Selain itu, kita perlu meneladani tokoh bangsa, karena
bangsa yang besar adalah yang meneladani integritas pada tokoh bangsanya. Ada
beberapa tokoh bangsa yang wajib kita teladani, misalnya Agus Salin, Baharuddin
Lopa, Hoegeng Iman Santosa, Ki Hadjar Dewantara, Mohammat Hatta, dan
sebagainya.
Misalnya saja Agus Salim, “Orang tua yang sangat pandai ini adalah seorang
yang genius. Ia mampu berbicara dan menulis secara sempurna sedikitnya dalam
Sembilan bahasa. Kelemahannya hanya satu: ia hidup melarat.” Itu karena hidupnya
yang memang tidak mau memanfaatkan jabatan atau kesempatan untuk
menguntungkan dirinya sendiri. Sangat berhati-hati dan cermat sudah menjadi
kebiasaan Baharuddin Lopa. Bagi dia, tak ada urusan sepele. Tak terkecuali soal
bensin di mobil yang dipakainya. Suatu ketika, sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi
Sulawesi Selatan, Lopa mengadakan kunjungan ke sebuah kabupaten di wilayah
kerjanya. Dalam perjalanan pulang, Lopa tiba-tiba menyuruh ajudannya
menghentikan mobil. Lopa bertanya kepada sang ajudan, “Siapa yang mengisi

19
bensin?” Si ajudan pun dengan jujur menjawab, “Pak Jaksa, Pak!”. Mendengar itu,
Lopa menyuruh ajudannya memutar mobil, kembali ke kantor sang jaksa yang
mengisikan bensin ke mobil itu. Tiba di sana, Lopa meminta sang jaksa menyedot
kembali bensin sesuai dengan jumlah yang diisikannya. “Saya punya uang jalan untuk
beli bensin, dan itu harus saya pakai,” seloroh Lopa. Kecurigaan Lopa berawal saat
jarum penunjuk di meteran bahan bakar mendekati “F”. Padahal, seingat dia, saat tiba
di tujuan, jarum penunjuk justru mendekati “E”. Dari situlah, ia mengetahui ada orang
yang telah mengisikan bensin ke mobilnya (Orange Juice for Integrity, 2014).
Oleh karena itu, sebagai ASN, kita bisa berkontribusi dalam pencegahan dan
perbaikan sistem, agar terinternalisasi Smart ASN dalam mewujudkan pemerintahan
berkelas dunia.

C. REFLEKSI
Sebagai bentuk refleksi awal dalam pembelajaran bab ini, silahkan melakukan
analisis awal untuk melihat potensi perilaku tindak pidana korupsi dan atau perilaku
koruptif (pelanggaran integritas) yang terjadi di lingkungan kerja atau instansinya.
Refleksi ini dinamakan Corruption Risk Assesment (CRA). Hal ini dilakukan untuk
menelaah, mengamati, dan menginventarisir, perilaku korupsi dan potensi yang
terjadi di instansinya, agar bisa dihindari dan disosialisasikan ke rekan kerja.
Bentuk CRA bisa dilihat seperti di gambar berikut:

Gambar 3. Form Corruption Risk Assesment

20
D. SOAL LATIHAN
1. Setiap orang, secara melawan hukum; melakukan perbuatan, memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau korporasi, yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara" adalah pengertian dari delik korupsi*
A. Pemerasan
B. Perbuatan Curang
C. Kerugian Keuangan/Perekonomian Negara
D. Suap Menyuap

2. Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada ASN,


penyelenggara negara, hakim, atau advokat dengan maksud supaya berbuat
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, dan hal ini bertentangan
dengan kewajibannya" adalah pengertian dari delik korupsi*
A. Pemerasan
B. Perbuatan Curang
C. Gratifikasi
D. Suap

3. Serangkaian tindakan atau perbuatan, menggunakan cara atau daya upaya


tertentu yang tidak sesuai keadaan yang sebenarnya, dengan tujuan
mendapatkan keuntungan, dan yang dapat membahayaka keamanan orang
atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang" adalah
pengertian dari delik korupsi*
A. Pemerasan
B. Perbuatan Curang
C. Gratifikasi
D. Suap

4. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri, yang diberi tugas
menjalankan suatu jabatan umum, secara terus menerus atau untuk seMentara
waktu, bertindak dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga,
atau melakukan pemalsuan buku-buku atau daftar yang khusus untuk
administrasi" dikelompokkan menjadi delik korupsi yaitu*
A. Penggelapan dalam Jabatan

21
B. Perbuatan Curang
C. Gratifikasi
D. Suap

5. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menguntungkan diri sendiri atau


orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya dengan memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu,
membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri" dikelompokkan menjadi delik
korupsi yaitu*
A. Pemerasan
B. Perbuatan Curang
C. Gratifikasi
D. Suap Menyuap

6. Suatu keadaan dimana seseorang berada dalam situasi yang membuatnya


harus memilih atau menentukan kepentingan yang harus didahulukannya,
misal pegawai negeri secara langsung maupun tidak langsung turut serta
dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan " dikelompokkan menjadi
delik korupsi yaitu*
A. Pemerasan
B. Perbuatan Curang
C. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
D. Suap Menyuap

7. Segala pemberian dalam arti luas yang diberikan kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara, yang bisa dianggap suap apabila berhubungan dengan
jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban tugasnya" dikelompokkan
menjadi delik korupsi yaitu*
A. Pemerasan
B. Perbuatan Curang
C. Gratifikasi
D. Suap Menyuap

22
8. Apabila seseorang memiliki kesatuan dan kesamaan antara pikiran, kata-kata,
dan tindakan, maka dia disebut
A. Berani
B. Berintegritas
C. Mandiri
D. Tidak Amanah

9. Berikut gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan, kecuali


A. Penghargaan baik berupa uang atau barang yang ada kaitannya dengan
peningkatan prestasi kerja yang diberikan oleh pemerintah dan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
B. Pemberian sesama rekan kerja dalam rangka pisah sambut, pensiun,
mutasi jabatan, atau ulang tahun yang tidak dalam bentuk uang atau alat
tukar lainnya paling banyak senilai Rp300.000,00 (tiga ratus ribu
rupiah) setiap pemberian per orang, dengan total pemberian tidak
melebihi Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari
pemberi yang sama
C. Keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi, atau
kepemilikan saham pribadi yang berlaku umum
D. Pemberian voucher liburan dari vendor atau rekanan

10. Melakukan penyuluhan antikorupsi kepada Masyarakat atau ASN agar orang
tidak mau korupsi merupakan contoh dari strategi pemberantasan korupsi
yaitu
A. Pencegahan
B. Perbaikan Sistem
C. Penindakan
D. Bimbingan teknis

23
BAB III
NILAI MENGELOLA DIRI
(BERORIENTASI PELAYANAN, AKUNTABEL, DAN KOMPETEN)

A. SUBSTANSI
Berorientasi Pelayanan
Berorientasi Pelayanan, adalah bentuk komitmen dalam memberikan
pelayanan prima demi kepuasan masyarakat. Panduan perilaku/kode etik dari
Berorientasi Pelayanan adalah
1) Memahami dan Memenuhi Kebutuhan Masyarakat
2) Ramah, Cekatan, Solutif, dan Dapat Diandalkan
3) Melakukan Perbaikan Tiada Henti
ASN dengan tiga fungsinya yaitu sebagai pelaksana kebijakan, pelayan publik,
dan perekat pemersatu bangsa, harus melaksanakan tugasnya dengan baik dengan
memberikan pelayanan prima. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara
Republik Indonesia, antara lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini didukung pula dengan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU Pelayanan Publik). Pelayanan
publik yang prima dan memenuhi harapan masyarakat merupakan muara dari
Reformasi Birokrasi, sebagaimana tertulis dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun
2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, yang menyatakan bahwa
visi Reformasi Birokrasi adalah pemerintahan berkelas dunia yang ditandai dengan
pelayanan publik yang berkualitas.
Agus Dwiyanto (2010:21) memberikan definisi pelayanan publik sebagai
semua jenis pelayanan untuk menyediakan barang/jasa yang dibutuhkan oleh
masyarakat yang memenuhi kriteria yaitu merupakan jenis barang atau jasa yang
memiliki eksternalitas tinggi dan sangat diperlukan masyarakat serta penyediaannya
terkait dengan upaya mewujudkan tujuan bersama yang tercantum dalam konstitusi
maupun dokumen perencanaan pemerintah, baik dalam rangka memenuhi hak dan
kebutuhan dasar warga, mencapai tujuan strategis pemerintah, dan memenuhi
komitmen dunia internasional.
Asas penyelenggaraan pelayanan publik seperti yang tercantum dalam Pasal
4 Undang-Undang Pelayanan Publik, yaitu:

24
a. Kepentingan umum;
b. Kepastian hukum;
c. Kesamaan hak;
d. Keseimbangan hak dan kewajiban;
e. Keprofesionalan;
f. Partisipatif;
g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
h. keterbukaan;
i. akuntabilitas;
j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;
k. ketepatan waktu; dan
l. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

Adapun tiga unsur penting dalam pelayanan publik khususnya dalam konteks
ASN, yaitu 1) penyelenggara pelayanan publik yaitu ASN/Birokrasi, 2) penerima
layanan yaitu masyarakat, stakeholders, atau sektor privat, dan 3) kepuasan yang
diberikan dan/atau diterima oleh penerima layanan.
Perlu diakui bahwa potret birokrasi kita masih belum baik. Birokrasi lebih
banyak berkonotasi dengan citra negatif seperti rendahnya kualitas pelayanan publik,
berperilaku korup, kolutif dan nepotis, masih rendahnya profesionalisme dan etos
kerja. Selain itu, mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat dalam
pengurusan pelayanan publik, proses pelayanan yang berbelitbelit, hingga muncul
jargon “KALAU BISA DIPERSULIT KENAPA DIPERMUDAH”. Selama ini
permasalahan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia sangat berkaitan erat
dengan proses pelayanan publik yang diberikan oleh penyelenggara, baik dari sisi
prosedur, persyaratan, waktu, biaya dan fasilitas pelayanan, yang dirasakan masih
belum memadai dan jauh dari harapan masyarakat.
Selain itu, budaya paternalisme telah mengakar kuat dalam birokrasi
pelayanan publik di Indonesia. Dalam konteks pelayanan publik, paternalisme dilihat
dari hubungan antara birokrasi sebagai petugas pelayanan dengan masyarakat
pengguna layanan. Masyarakat pengguna layanan dalam pola paternalisme
mempunyai posisi tawar-menawar yang lemah, artinya masyarakat pengguna
layanan tidak bisa berbuat lebih banyak jika mendapatkan pelayanan yang tidak
memuaskan.

25
Hal ini membutuhkan sebuah transformasi, yaitu struktural, kultural, dan
digital. Berdasarkan 5 prioritas kerja presiden, terdapat 2 hal yang terkait dengan
ASN dan pemerintah, yaitu Pembangunan SDM dan Penyederhanaan Birokrasi (Tim
LAN-RI:2022). Hasil ditentukan oleh perilaku, dan perilaku ditentukan oleh
paradigma (mindset), sehingga perlu adaptasi kebijakan dan kompetensi baru, serta
adopsi teknologi dan sistem yang agile.
Budaya pelayanan akan berjalan dengan baik apabila terbangun kerja tim di
dalam internal organisasi. Melalui kerja sama yang baik, pekerjaan dalam
memberikan pelayanan dapat diselesaikan dengan hasil terbaik bagi pengguna
layanan. Fokus utama untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat harus
menjadi prinsip utama ASN dalam bekerja. Apabila dikaitkan dengan tugas ASN
dalam melayani masyarakat, pelayanan yang berorientasi pada customer satisfaction
adalah wujud pelayanan yang terbaik kepada masyarakat atau dikenal dengan
sebutan pelayanan prima.
Budaya pelayanan prima menjadi modal utama dalam memberikan kepuasan
pelanggan. Pemberian kepuasan kepada pelanggan menjadi salah satu kewajiban dan
tanggung jawab organisasi penyedia pelayanan. Melalui pemberian pelayanan yang
baik, pelanggan atau pengguna layanan kita akan secara sukarela menginformasikan
kepada pihak lain akan kualitas pelayanan yang diterima, hal ini secara langsung akan
mempromosikan kinerja organisasi penyedia pelayanan publik. Penilaian positif dari
pelanggan menjadi semakin penting mengingat saat ini pelanggan turut menjadi
penilai utama organisasi penyedia pelayanan publik.
Keberhasilan pelayanan publik akan bermuara pada kepercayaan masyarakat sebagai
subjek pelayanan publik. Peningkatan kualitas pelayanan publik adalah suatu proses
yang secara terus-menerus guna mewujudkan konsep good governance yang menjadi
dambaan masyarakat sebagai pemegang hak utama atas pelayanan publik.
Penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada layanan prima
menjadi keharusan bagi lembaga pemerintah, jika ingin meningkatkan kepercayaan
publik. Apabila setiap lembaga pemerintah dapat memberikan layanan prima kepada
masyarakat maka akan menimbulkan kepuasan bagi pihakpihak yang dilayani.
Sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan
terkait lainnya, bahwa layanan untuk kepentingan publik menjadi tanggung jawab
pemerintah. Ditambah lagi, masyarakat semakin menyadari haknya dan semakin
kritis untuk mendapatkan layanan terbaik dari aparatur pemerintah.

26
Pelayanan publik diselenggarakan dengan tujuan untuk mencapai hal-hal
yang strategis bagi kemajuan bangsa di masa yang akan datang. Karena sifatnya yang
demikian, sebagai seorang ASN Saudara harus paham bahwa kegagalan dalam
berkontribusi untuk menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas akan
berakibat pada kegagalan kita sebagai bangsa dalam mewujudkan cita-cita bersama.
Dalam konteks dunia yang dihadapkan pada tantangan globalisasi maka kegagalan
sebagai ASN dalam membantu mewujudkan kualitas pelayanan publik yang baik juga
berarti berdampak pada kegagalan Indonesia dalam memenangkan pertarungan
memperebutkan supremasi globalisasi. Jika ini terjadi, masa dengan bangsa Indonesia
menjadi taruhannya. Pelayanan publik memiliki fungsi tidak hanya memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar warga negara sebagai manusia, akan tetapi juga
berfungsi untuk memberikan perlindungan bagi warga negara (proteksi).
Secara lebih operasional, Berorientasi Pelayanan dapat dijabarkan dengan
beberapa kriteria, yakni:
a. ASN harus memiliki kode etik (code of ethics) untuk menjabarkan pedoman
perilaku sesuai dengan tujuan yang terkandung dari masing-masing nilai.
Kode etik juga terkadang dibuat untuk mengatur hal-hal apa saja yang
secara etis boleh dan tidak boleh dilakukan, misalnya yang terkait dengan
konflik kepentingan. Dalam menyelenggarakan pelayanan publik jika
terjadi konflik kepentingan maka aparatur ASN harus mengutamakan
kepentingan publik dari pada kepentingan dirinya sendiri.
b. Untuk mendetailkan kode etik tersebut, dapat dibentuk sebuah kode
perilaku (code of conducts) yang berisi contoh perilaku spesifik yang wajib
dan tidak boleh dilakukan oleh pegawai ASN sebagai interpretasi dari
kode etik tersebut. Contoh perilaku spesifik dapat juga berupa bagaimana
penerapan SOP dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
c. Pegawai ASN harus menerapkan budaya pelayanan, dan menjadikan
prinsip melayani sebagai suatu kebanggaan. Munculnya rasa kebanggaan
dalam memberikan pelayanan akan menjadi modal dalam melaksanakan
pekerjaan. Hal ini juga sejalan dengan employee value proposition atau
employer branding ASN yakni “Bangga Melayani Bangsa”. Kebanggaan
memberikan pelayanan terbaik membantu kita memberikan hasil optimal
dalam melaksanakan tugas pelayanan. Prinsip melayani juga menjadi
dasar dan perlu diatur dengan prosedur yang jelas.

27
Citra positif ASN sebagai pelayan publik terlihat dengan perilaku melayani
dengan senyum, menyapa dan memberi salam, serta berpenampilan rapih; melayani
dengan cepat dan tepat waktu; melayani dengan memberikan kemudahan bagi Anda
untuk memilih layanan yang tersedia; serta melayani dengan dengan kemampuan,
keinginan dan tekad memberikan pelayanan yang prima.

AKUNTABEL
Akuntabilitas adalah prinsip dasar bagi organisasi yang berlaku pada setiap
level/unit organisasi sebagai suatu kewajiban jabatan dalam memberikan
pertanggungjawaban laporan kegiatan kepada atasannya. Dalam konteks
akuntabilitas, perilaku tersebut adalah:
1. Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat,
disiplin dan berintegritas tinggi
2. Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efisien
3. Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan berintegritas
tinggi

Di atas telah disebutkan terkait dengan asas penyelenggaraan pelayanan


publik seperti yang tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang Pelayanan Publik. Sejak
diterbitkannya Undang-Undang No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
tersebut, dampaknya sudah mulai terasa di banyak layanan. Perbaikan layanan
tersebut tidak lepas dari upaya lanjutan yang dilakukan pasca diterbitkannya aturan.
Setidaknya, aturan tersebut tidak lagi menjadi dokumen statis yang hanya bisa
diunduh dan dibaca ketika diperlukan untuk menulis. Ruang-ruang layanan dasar
seperti KTP, Kartu Keluarga, Surat Keterangan Kehilangan, Pembayaran listrik, air,
dan PBB, hingga kebijakan Zonasi Sekolah dan Keterbukaan Informasi ruang rawat di
Rumah Sakit sudah jauh lebih baik.
Berbicara tentang akuntabel, pada dasarnya dihadapkan pada 2 hal yaitu
istilah responsibilitas dan akuntabilitas. Responsibilitas adalah kewajiban untuk
bertanggung jawab yang berangkat dari moral individu, sedangkan akuntabilitas
adalah kewajiban untuk bertanggung jawab kepada seseorang/organisasi yang
memberikan amanat. Dalam konteks ASN Akuntabilitas adalah kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan segala tindak dan tanduknya sebagai pelayan publik

28
kepada atasan, lembaga pembina, dan lebih luasnya kepada publik (Matsiliza dan
Zonke, 2017).
Kenyataan layanan publik di negeri ini kerap dimanfaatkan oleh “oknum”
pemberi layanan untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok.
Peribahasa “Waktu Adalah Uang” digunakan oleh banyak oknum untuk memberikan
layanan spesial bagi mereka yang memerlukan waktu layanan yang lebih cepat dari
biasanya. Sayangnya, konsep ini sering bercampur dengan konsep sedekah dari sisi
penerima layanan yang sebenarnya tidak tepat. Waktu berlalu, semua pihak sepakat,
menjadi kebiasaan, dan dipahami oleh hampir semua pihak selama puluhan tahun.
Sehingga, di masyarakat muncul peribahasa baru, sebuah sarkasme, ‘kalau bisa
dipersulit, buat apa dipermudah’. Terminologi ‘oknum’ sering dijadikan kambing
hitam dalam buruknya layanan publik, namun, definisi ‘oknum’ itu seharunya bila
hanya dilakukan oleh segelintir personil saja, bila dilakukan oleh semua, berarti ada
yang salah dengan layanan publik di negeri ini.
Employer Branding yang termaktub dalam Surat Edaran Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021,
“Bangga Melayani Bangsa”, menjadi udara segar perbaikan dan peningkatan layanan
publik. Namun, mental dan pola pikir berada di domain pribadi, individual. Bila
dilakukan oleh semua unsur ASN, akan memberikan dampak sistemik. Ketika
perilaku koruptif yang negatif bisa memberikan dampak sistemik seperti sekarang ini,
sebaliknya, mental dan pola pikir positif pun harus bisa memberikan dampak serupa.
Kualitas layanan yang saat ini sudah berada di jalur yang benar akan kembali
ke kondisi di mana praktik Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme masih menjadi hal yang
lumrah. Pengurusan KTP yang menjadi hak paling dasar warga negara dipungli
dengan sewenang-wenang, keluarga yang ingin membuat Kartu Keluarga dipersulit
dengan harapan mendapatkan ‘uang pelicin’ untuk mempermudah, musibah
kehilangan barang atau dokumen yang sudah membuat sedih masih harus dimintai
dana seikhlasnya ketika mengurus surat kehilangan, mereka yang ingin mencoba
mengurus surat izin secara mandiri kalah dengan mereka yang memiliki kenalan
‘orang dalam’, keluarga tidak mampu yang dengan susah payah mendapatkan surat
keterangan tidak mampu harus kalah oleh orang-orang mampu yang memalsukan
suratsejenis untuk menyekolahkan anaknya, dan lain sebagainya.
Aturan dan kode etik tertulis memang penting, namun, komitmen kita sebagai
ASN secara pribadi juga menjadi hal yang tidak kalah penting. Tugas berat sebagai
ASN adalah ikut menjaga bahkan ikut berpartisipasi dalam proses menjaga dan

29
meningkatkan kualitas layanan tersebut. Karena, bisa jadi, secara aturan dan payung
hukum sudah memadai, namun, secara pola pikir dan mental, harus diakui, masih
butuh usaha keras dan komitmen yang ekstra kuat. Akuntabilitas adalah sebuah
hubungan, berorientasi pada hasil, membutuhkan adanya laporan, memerlukan
konsekuensi, dan memperbaiki kinerja. Di bawah ini tingkatan dalam akuntabilitas,
dimulai dari personal, individu, kelompok, organisasi, hingga yang tertinggi level
stakeholders.

Gambar 1. Tingkatan Akuntabilitas (Modul Akuntabel:2021)

KOMPETEN
Kompeten memiliki kalimat afirmasi, yaitu kami terus belajar dan
mengembangkan kapabilitas, dengan panduan perilaku/kode etik yaitu
a. Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu
berubah
b. Membantu orang lain belajar
c. Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik
Di Era disrupsi teknologi dan VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan
Ambiguity), maka profil ASN masa kini harus memiliki sifat dan kompetensi dasar,
utamanya: inovasi, daya saing, berpikir kedepan, dan adaptif. Kemampuan untuk
learn, unlearn, dan relearn, menjadi kebutuhan bagi ASN dalam mengembangkan
kompetensinya. Sifat dan kompetensi dasar ini krusial untuk mewujudkan instansi
pemerintah yang responsif dan efektif. kebutuhan kualifikasi dan kompetensi
selayaknya juga perlu dikaitkan. Untuk mewujudkan skema orientasi pembangunan
membutuhkan profil generik kompetensi yang berlaku bagi setiap elemen ASN. Selain
itu, perlakuan yang adil dan objektif meliputi seluruh unsur dalam siklus manajemen
ASN diperlukan, yaitu:

30
a. Melakukan perencanaan, rekrutmen, seleksi, berdasarkan kesesuaian
kualifikasi dan kompetensi yang bersifat terbuka dan kompetitif;
b. Memperlakukan ASN secara adil dan setara untuk seluruh kegiatan
pengelolaan ASN lainnya; dan Memberikan remunerasi setara untuk
pekerjaan-pekerjaan yang juga setara, dengan menghargai kinerja yang
tinggi

Gambar 2. Dikutip dari Modul Kompeten (2021)


Terdapat 8 (delapan) karakateristik yang dianggap relevan bagi ASN dalam
menghadapi tuntutan pekerjaan saat ini dan kedepan. Kedelapan karakterisktik
tersebut meliputi: Integritas, nasionalisme, profesionalisme, wawasan global, IT dan
Bahasa asing, hospitality, networking, dan entrepreneurship. Kedelapan karakteristik
ini disebut sebagai smart ASN (KemenpanRB. Menciptakan Smart ASN Menuju
Birokrasi 4.0. dipublikasikan 09 Agustus 2019 dalam menpan.go.id). Profil ASN
tersebut sejalan dengan lingkungan global dan era digital, termasuk pembangunan
aparatur 2020-2024, mewujudkan birokrasi berkelas dunia.

31
Gambar 3. Dikutip dari Modul Kompeten (2021)

B. BENTUK PENERAPAN
Nilai Berorientasi Pelayanan merupakan pondasi terkait dengan mengelola
diri secara internal. ASN harus sudah memiliki nilai-nilai berorientasi pelayanan,
akuntabel, dan kompeten dalam dirinya, sehingga mampu melaksanakan tugas
dengan sebaik-baiknya. Alasan lain yang mendasari pentingnya nilai Berorientasi
Pelayanan bagi seorang ASN adalah untuk menghasilkan suatu paradigma berpikir
bahwa ASN harus seoptimal mungkin memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat. Sehingga diharapkan ada perubahan mindset yang mempengaruhi ASN
dalam bersikap, dan menghasilkan output/outcome atas perubahan mindset atau
paradigma dan perubahan sikap tersebut.
Lalu, bagaimana dengan penerapannya? Nilai berorientasi pelayanan dapat
menjadi paradigma ASN dalam melaksanakan tugas fungsi jabatannya termasuk
dalam tugas pelayanan, agar mendasari bagaimana ASN bersikap dan berperilaku,
yang secara langsung akan berdampak pada tujuan unit kerja pada khususnya, dan
citacita organisasi pada umumnya yakni menghasilkan birokrasi yang profesional.
Penjabaran berikut ini akan mengulas mengenai panduan perilaku/kode etik
dari nilai Berorientasi Pelayanan sebagai pedoman bagi para ASN dalam pelaksanaan
tugas sehari-hari,
yaitu:
a. Memahami dan Memenuhi Kebutuhan Masyarakat Nilai Dasar ASN yang dapat
diwujudkan dengan panduan perilaku Berorientasi Pelayanan yang pertama ini
diantaranya:
1) mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia;

32
2) menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;
3) membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian; dan
4) menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama.
Untuk dapat memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat (customer
needs) sebagai salah satu unsur penting dalam terciptanya suatu pelayanan publik,
terlebih dahulu kita melihat pengertian masyarakat atau publik sebagai penerima
layanan. Masyarakat dalam UU Pelayanan Publik adalah seluruh pihak, baik warga
negara maupun penduduk sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan
hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Standar mutu pelayanan yang berbasis kebutuhan
dan kepuasan masyarakat sebagai pelanggan (consumer view or public view), diarahkan
untuk memberikan kesejahteraan kepada setiap warga negara, misalnya: layanan
kesehatan, pendidikan, dan perlindungan konsumen.
Adapun beberapa Nilai Dasar ASN yang dapat diwujudkan dengan panduan
perilaku Berorientasi Pelayanan yang kedua ini diantaranya:
1. memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur;
2. memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program
pemerintah; dan
3. memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat,
berdaya guna, berhasil guna, dan santun.
Nilai Dasar ASN yang dapat diwujudkan dengan panduan perilaku
Berorientasi Pelayanan yang ketiga ini diantaranya:
1. Mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya kepada publik; dan
2. Mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai.
Karakteristik dalam memberikan pelayanan prima ditunjukkan dengan upaya
perbaikan secara berkelanjutan melalui berbagai cara, antara lain: pendidikan,
pelatihan, pengembangan ide kreatif, kolaborasi, dan benchmark.
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, pemerintah wajib mendengar dan
memenuhi tuntutan kebutuhan warga negaranya. Tidak hanya terkait dengan bentuk
dan jenis pelayanan publik yang mereka butuhkan akan tetapi juga terkait dengan
mekanisme penyelenggaraan layanan, jam pelayanan, prosedur, dan biaya
penyelenggaraan pelayanan. Sebagai klien masyarakat, birokrasi wajib
mendengarkan aspirasi dan keinginan masyarakat
Terdapat enam elemen untuk menghasilkan pelayanan publik yang
berkualitas yaitu:

33
a. Komitmen pimpinan yang merupakan kunci untuk membangun
pelayanan yang berkualitas;
b. Penyediaan layanan sesuai dengan sasaran dan kebutuhan masyarakat;
c. Penerapan dan penyesuaian Standar Pelayanan di dalam penyelenggaraan
pelayanan publik;
d. Memberikan perlindungan bagi internal pegawai, serta menindaklanjuti
pengaduan masyarakat;
e. Pengembangan kompetensi SDM, jaminan keamanan dan keselamatan
kerja, fleksibilitas kerja, penyediaan infrastruktur teknologi informasi dan
sarana prasarana; dan,
f. Secara berkala melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja
penyelenggara pelayanan publik

Setelah berorientasi pelayanan, maka hal penting selanjutnya adalah ASN


harus memiliki nilai-nilai akuntabel. Untuk memahami secara gamblang, bagaimana
penerapan akuntabel, maka silahkan menyimak framework berikut dan contoh-
contoh penerapan dalam video-video berikut.

Gambar 4 Framework Akuntabilitas, Dikutip dari Modul Akuntabel (2021)

34
Simak Video berikut :
https://www.youtube.com/watch?v=822SB0PgZSs

Untuk memperkuat pemahaman Anda, silakan pelajari materi-materi terkait pada


tautan berikut:
Infografis
a. https://aclc.kpk.go.id/learning materials/education/infographics/definition
about-conflict-of-interest
b. https://aclc.kpk.go.id/materi-pembelajaran/pendidikan/infografis/prinsip
dasar-penanganan-konflik-kepentingan
c. https://aclc.kpk.go.id/materi-pembelajaran/tata-kelola-
pemerintahan/infografis/tahap-tahap-dalam-penanganan-konflik-
kepentingan
d. https://aclc.kpk.go.id/materi pembelajaran/politik/infografis/faktor
pendukung-keberhasilan-penanganan-konflik kepentingan

Sebagai seorang ASN yang harus berkontribusi dalam pencapaian tujuan dan
kinerja organisasi, maka kita dituntut untuk memiliki kompetensi. ASN, termasuk
PPPK, harus memahami seperti apa pengembangan kompetensi yang harus
dilakukan. Di dalam Undang-Undang Nomor 20/2023, Pasal 31, disebutkan bahwa
pengembangan kompetensi menjadi bagian dari Manajemen ASN. Di pasal Pasal 49,
ayat (1) disebutkan bahwa setiap Pegawai ASN wajib melakukan pengembangan
kompetensi melalui pembelajaran secara terus menerus agar tetap relevan dengan
tuntutan organisasi.

35
Gambar 5. Dikutip dari Modul Kompeten (2021)

C. REFLEKSI
1) Bagaimana paradigma ASN? Apa yang bapak/ibu alami selama menjadi
ASN. Apakah masih ada pernyataan, “Saya bekerja secukupnya aja, nggak
usah terlalu ngoyo, yang penting ada sampingan atau koneksi”?
2) Banyak perbaikan yang terjadi di layanan publik yang bisa ditemukan di
keseharian Anda, pilihlah salah satu kasus yang pernah Anda alami, dan
tulislah perubahan/perbaikan yang terjadi dari kondisi sebelumnya. Masih ada
beberapa layanan publik yang belum berubah dari versi buruknya, pilihlah
salah satu layanan yang Anda ketahui masih belum berubah tersebut, dan
tuliskan harapan perubahan yang Anda inginkan. Lihatlah video unik pada
tautan ini yang berakting terkait sebuah layanan yang sudah berubah dari
bentuk sebelumnya :
https://www.instagram.com/reel/CX3Oa0rJoQ7/?utm_mediu, dan tuliskan
pendapat Anda.
3) Bagaimana cara mengidentifikasi konflik kepentingan?
a. Apakah itu termasuk tugas publik dengan kepentingan pribadi?A
b. pakah saya memiliki kepentingan pribadi atau swasta yang mungkin
bertentangan, atau dianggap bertentangan dengan kewajiban publik?

36
c. Potensialitas. Mungkinkah ada manfaat bagi saya sekarang, atau di
masa depan, yang bisa meragukan objektivitas saya?
d. Bagaimana keterlibatan saya dalam mengambil keputusan / tindakan
dilihat oleh orang lain?
e. Proporsionalitas. Apakah keterlibatan saya dalam keputusan tampak
adil dan wajar dalam semua keadaan?
f. Presence of Mind. Apa konsekuensi jika saya mengabaikan konflik
kepentingan? Bagaimana jika keterlibatan saya dipertanyakan publik?
g. Janji. Apakah saya membuat suatu janji atau komitmen dalam kaitannya
dengan permasalahan? Apakah saya berdiri untuk menang atau kalah
dari tindakan/keputusan yang diusulkan?
h. Konsekuensi Kepentingan Konflik. Hilangnya/berkurangnya
kepercayaan dan stakeholders; Memburuknya reputasi pribadi atau
Institusi; Tindakan in-disipliner; Pemutusan hubungan kerja; Dapat
dihukum baik perdata atau pidana
4) Simaklah video berikut:
Video ini bercerita tentang Seseorang yang menang dalam sebuah tender
pengadaan yang berniat ingin memberikan ‘hadiah’ kepada Pejabat Lelang
yang dianggapkan telah berjasa atas pemilihan perusahaannya. Namun, dalam
perjalanan memberikan ‘hadiah’ tersebut banyak rintangan yang dihadapi.
Untuk lebih jelasnya, simaklah video tersebut pada tautan berikut:
https://youtu.be/4Yle_pbs9aA

37
D. SOAL LATIHAN
1. Undang-Undang yang mengatur tentang Pelayanan Publik
adalah:
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009
b. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009
c. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
d. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2019
2. Sebutkan yang bukan merupakan fungsi ASN:
a. pelaksana kebijakan publik
b. pelayan publik
c. pengawas kegiatan publik
d. perekat dan pemersatu bangsa
3. Yang dimaksud dengan berorientasi pelayanan adalah
a. Bertanggung jawab terhadap kepercayaan yang diberikan
b. Komitmen memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat
c. Saling peduli dan menghargai perbedaan
d. Terus berinovasi dan antusias dalam menggerakkan serta menghadapi
perubahan
4. Yang mana kah diantara panduan perilaku berikut yang merupakan kode etik
dari nilai berorientasi pelayanan?
a. Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai tambah
b. Ramah, cekatan, solutif dan dapat diandalkan
c. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, setia
kepada NKRI serta pemerintahan yang sah
d. Membangun lingkungan kerja yang kondusif
5. Dalam memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat, kedudukan
masyarakat dalam konteks tersebut adalah sebagai …
a. masyarakat sebagai wajib pajak
b. masyarakat sebagai pengawas kinerja pemerintah
c. masyarakat sebagai elemen adanya negara
d. masyarakat sebagai penerima layanan
6. Akuntabilitas yang mengacu pada nilai-nilai yang ada pada diri seseorang
seperti kejujuran, integritas, moral dan etika, adalah
a. Akuntabilitas individu
b. Akuntabilitas personal

38
c. Akuntabilitas organisasi
d. Akuntabilitas stakeholder
7. Suatu keadaan sewaktu seseorang pada posisi yang diberi kewenangan dan
kekuasaan untuk mencapai tugas dari perusahaan atau organisasi yang
memberi penugasan, sehingga orang tersebut memiliki kepentingan
profesional dan pribadi yang bersinggungan adalah pengertian dari
a. Integritas
b. Konflik Kepentingan
c. Gratifikasi
d. Responsibilitas
8. Undang-Undang terbaru tentang Aparatur Sipil Negara adalah
a. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014
b. Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014
c. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2023
d. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009
9. Semuanya merupakan karakteristik Smart ASN kecuali
a. Integritas, profesionalisme, networking
b. Integritas, penguasaan IT, berwawasan global
c. Integritas, tidak disiplin, memiliki konflik kepentingan
d. Integritas, penguasaan bahasa asing, hospitality
10. “The illiterate of the 21st century will not be those who cannot read and write,
but those cannot learn, unlearn, and relearn” adalah kutipan dari
a. Alvin Toffler
b. Abraham Maslow
c. Margaret Thatcer
d. Benjamin Franklin

39
BAB IV
NILAI MENGELOLA ORANG LAIN (HARMONIS DAN LOYAL)

A. SUBSTANSI
1. Harmonis
Harmonis, dalam core values BerAKHLAK, bermakna saling peduli dan
menghargai dengan 3 panduan/kode perilaku, yaitu

1. Menghargai setiap orang apapun latar belakangnya;


2. Suka menolong orang lain;
3. Membangun lingkungan kerja yang kondusif

Perilaku harmonis sangat erat dengan kehidupan bangsa Indonesia, dan


berdasarkan latar belakang sejarahnya. Republik Indonesia adalah negara di Asia
Tenggara, penduduk, yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara
daratan benua Asia dan Australia, serta antara Samudra Pasifik dan Samudra
Hindia. Sebagai negara kepulauan yang terdiri dari 17.504 pulau, Indonesia juga
dikenal karena kekayaan sumber daya alam, hayati, suku bangsa dan
budayanya. Kekayaan sumber daya alam berupa mineral dan tambang, kekayaan
hutan tropis, dan kekayaan dari lautan di seluruh Indonesia.

Sebagai warga negara Indonesia, dan khususnya ASN, kita harus mencintai
negara Indonesia. W a l a u p u n k ebanggaan dan kecintaan kita terhadap
bangsa dan negara tidak berarti membuat merasa lebih hebat dan lebih unggul
daripada bangsa dan negara lain. Kita tidak boleh memiliki semangat nasionalisme
yang berlebihan (chauvinisme) tetapi harus mengembangkan sikap saling
menghormati, menghargai dan bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain. Dengan
beragam suku, budaya, agama, Indonesia tumbuh dalam semangat semboyan
nasional Indonesia, "Bhinneka Tunggal Ika" bermakna keberagaman sosial-
budaya yang membentuk satu kesatuan/negara. Makna nasionalisme secara
politis merupakan manifestasi kesadaran nasional yang mengandung citacita dan
pendorong bagi suatu bangsa, baik untuk merebut kemerdekaan atau
mengenyahkan penjajahan maupun sebagai pendorong untuk membangun dirinya
maupun lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya.

Nasionalisme Pancasila adalah pandangan atau paham kecintaan manusia


Indonesia terhadap bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai-nilai

40
Pancasila. Prinsip nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila
yang diarahkan agar bangsa Indonesia senantiasa: menempatkan persatuan dan
kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadi atau kepentingan golongan;menunjukkan sikap rela berkorban demi
kepentingan bangsa dan negara; bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air
Indonesia serta tidak merasa rendah diri; mengakui persamaan derajat,
persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan sesama bangsa;
menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia; mengembangkan sikap
tenggang rasa. Selain kehendak hidup bersama, keberadaan bangsa Indonesia juga
didukung oleh semangat Gotong Royong. Dengan kegotongroyongan itulah,
negara Indonesia harus mampu melindungi segenap bangsa dan tumpah darah
Indonesia, bukan membela atau mendiamkan suatu unsur masyarakat atau
bagian tertentu dari teritorial Indonesia.

Perjuangan untuk menjadi bangsa merdeka terus dilakukan pada beberapa


wilayah Indonesia. Sejarah juga memberikan pembelajaran, kelahiran Budi
Oetomo tahun 1908 dianggap sebagai dimulainya Kebangkitan Nasional karena
menggunakan strategi perjuangan yang baru dan berbeda dengan perjuangan
sebelumnya. Kebangkitan nasional mendorong perjuangan kemerdekaan dapat
berhasil jika bangsa Indonesia bersatu, yang gelombangnya memuncak pada saat
Kongres Pemuda dengan merumuskan Sumpah Pemuda. Disitulah istilah satu
Indonesia dan untuk pertama kalinya Lagu Indonesia Raya dikumandangkan.
Konsep persatuan bangsa ini sebenarnya merupakan nilai dasar yang telah
dimiliki bangsa Indonesia pada masa lalu melalui semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Beberapa aliran besar dalam konsep dan teori mengenai nasionalisme


kebangsaan, yaitu aliran modernis, aliran primordialis, aliran perenialis, dan
aliran etno. Aliran primordialis dengan tokohnya Clifford Geertz (1963) melihat
bahwa bangsa merupakan sebuah pemberian historis, yang terus hadir
dalam sejarah manusia dan memperlihatkan kekuatan inheren pada masa lalu
dan generasi masa kini. Atau aliran perenialis dengan tokohnya Adrian Hastings
(1997) melihat bahwa bangsa bisa ditemukan di pelbagai zaman sebelum periode
modern. Dengan demikian, dalam perspektif primordialis dan perspektif
modernis, bangsa modern bukanlah sesuatu yang baru, karena dia muncul sebagai
kelanjutan dari periode sebelumnya. Dari perspektif modernis, etnosimbolis
mengambil sisi tentang perbedaan bangsa yang muncul pasca abad ke-18, serta
peran penting yang dimainkan ideologi nasionalisme dan proses sosial.

41
Tantangan dalam Keanekaragaman dan Sikap ASN

Dalam konteks kebangsaan, perspektif etnosimbolis lebih mendekati


kenyataan di Indonesia. Sejarah telah menunjukkan bahwa para pendiri
bangsa yang tergabung dalam BPUPKI, berupaya mencari titik temu diantara
berbagai kutub yang saling berseberangan. Kebangsaan Indonesia berupaya
untuk mencari persatuan dalam perbedaan yang dimungkinkan dengan
menghormati masa lalu, keberlanjutan etnisitas, warisan kerajaan, kearifan lokal
tradisional, budaya dan bahasa daerah, penghormatan terhadap hak hak adat,
golongan minoritas, serta kebebasan untuk memeluk dan mengembangan agama
dan keyakinan masing masing.

Selain memberikan manfaat tersebut, keanekaragaman juga memberikan


tantangan kepada negara kita. Keberagaman bangsa Indonesia juga merupakan
tantangan berupa ancaman, karena dengan adanya kebhinekaan tersebut mudah
membuat penduduk Indonesia berbeda pendapat yang lepas kendali, mudah
tumbuhnya perasaan kedaerah yang amat sempit yang sewaktu bisa menjadi
ledakan yang akan mengancam integrasi nasional atau persatuan dan kesatuan
bangsa. Hal ini nampak bagaimana dengan mudahnya bangsa kita dimasa lalu
di pecah belah oleh bangsa penjajah.

Keragaman tentunya menghasilkan beberapa potensi tantangan yang


muncul. Hal tersebut antara lain tidak adanya persamaan pandangan
antarkelompok, seperti perbedaan tujuan, cara melakukan sesuatu, dan
sebagainya; Norma-norma sosial tidak berfungsi dengan baik sebagai alat
mencapai tujuan; Adanya pertentangan norma-norma dalam masyarakat
sehingga menimbulkan kebingungan bagi masyarakat; Pemberlakuan sanksi
terhadap pelanggar atas norma yang tidak tegas atau lemah, Tindakan anggota
masyarakat sudah tidak lagi sesuai dengan norma yang berlaku. Terjadi proses
disosiatif, yaitu proses yang mengarah pada persaingan tidak sehat, tindakan
kontroversial, dan pertentangan (disharmonis). Menguatnya etnosentrisme dalam
masyarakat yaitu berupa perasaan kelompok yang merasa dirinya paling baik,
paling benar, dan paling hebat sehingga mengukur kelompok lain dengan
norma kelompoknya sendiri. Sikap etnosentrisme tidak hanya dalam kolompok
suku, namun juga kelompok lain seperti kelompok pelajar, partai politik,
pendukung tim sepakbola dan sebagainya.

42
Berdasarkan pandangan dan pengetahuan mengenai kenekaragaman
bangsa dan budaya, sejarah pergerakan bangsa dan negara, konsep dan teori
nasionalisme berbangsa, serta potensi dan tantangannya maka sebagai ASN,
harus memiliki sikap dalam menjalankan peran dan fungsi pelayanan masyarakat.
ASN bekerja dalam lingkungan yang berbeda dari sisi suku, budaya, agama dan
lain-lain.

Negara juga diharapkan mampu memberikan kebaikan bersama bagi


warganya tanpa memandang siapa dan dari etnis mana, apa agamanya.
Semangat gotong royong juga dapat diperkuat dalam kehidupan masyarakat sipil
dan politik dengan terus menerus mengembangkan pendidikan
kewarganegaraan dan multikulturalisme yang dapat membangun rasa keadilan
dan kebersamaan dilandasi dengan prinsip prinsip kehidupan publik yang lebih
partisipatif dan non diskriminatif.

Dalam menangani masalah yang ditimbulkan keberagaman budaya


diperlukan langkah dan proses yang berkesinambungan.

• Pertama, memperbaiki kebijakan pemerintah di bidang


pemerataan hasil pembangunan di segala bidang. P ermasalahan yang
ditimbulkan karena perbedaan budaya merupakan masalah politis.

• Kedua, penanaman sikap toleransi dan saling menghormati adanya


perbedaan budaya melalui pendidikan pluralitas dan multikultural di
dalam jenjang pendidikan formal. Sejak dini, warga negara termasuk
ASN menanamkan nilai-nilai kebersamaan, saling menghormati,
toleransi, dan solidaritas sosial sehingga mampu menghargai perbedaan
secara tulus, komunikatif, dan terbuka tanpa adanya rasa saling
curiga. Dengan demikian, model pendidikan pluralitas dan multikultur
tidak sekadar menanamkan nilai-nilai keberagaman budaya, namun juga
memperkuat nilai-nilai bersama yang dapat dijadikan dasar dan
pandangan hidup bersama.

Sebagai pelayan publik, setiap pegawai ASN senantiasa bersikap adil dan
tidak diskriminasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. ASN harus
bersikap profesional dan berintegritas dalam memberikan pelayanan. Tidak
boleh mengejar keuntungan pribadi atau instansinya belaka, tetapi pelayanan

43
harus diberikan dengan maksud memperdayakan masyarakat, menciptakan
kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.

Selain itu, integritas menjadi penting bagi setiap pegawai ASN, sehingga
senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keadilan, tidak korupsi,
transparan, akuntabel, dan memuaskan publik. Dalam menjalankan tugas
pelayanan kepada masyarakat ASN dituntut dapat mengatasi permasalahan
keberagaman, bahkan menjadi unsur perekat bangsa dalam menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.Itulah sebabnya mengapa peran dan upaya
selalu mewujudkan situasi dan kondisi yang harmonis dalam lingkungan
bekerja ASN dan kehidupan bermasyarakat sangat diperlukan.

Pentingnya Nilai Dasar Harmonis dalam Pelayanan ASN

Dalam Kamus Mariam Webster Harmonis (Harmonious) diartikaan sebagai


having a pleasing mixture of notes. Sinonim dari kata harmonious antara lain
canorous, euphonic, euphonious, harmonizing, melodious, musical, symphonic,
symphonious, tuneful. Sedangkan lawan kata dari harmonious adalah discordant,
disharmonious, dissonant, inharmonious, tuneless, unmelodious, unmusical.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna dan tulisan


kata ‘harmonis’ yang benar:

• har·mo·nis a bersangkut paut dengan (mengenai) harmoni;

seia sekata;meng·har·mo·nis·kan v menjadikan harmonis;

• peng·har·mo·nis·an n proses, cara, perbuatan


mengharmoniskan;

• ke·har·mo·nis·an n perihal (keadaan) harmonis;


keselarasan; keserasian: ~ dl rumah tangga perlu dijaga.

Dalam bidang filsafat, harmoni adalah kerja sama antara berbagai


faktor dengan sedemikian rupa hingga faktor-faktor tersebut dapat menghasilkan
suatu kesatuan yang luhur. Sebagai contoh, seharusnya terdapat harmoni antara
jiwa jasad seseorang manusia, kalau tidak, maka belum tentu orang itu dapat
disebut sebagai satu pribadi. Harmoni adalah ketertiban alam dan prinsip/hukum

44
alam semesta. Memperhatikan aspek filosofis dari kata pengertian harmonis
diatas, maka jika diibaratkan suatu aliran dalam seni musik yang membicarakan
tentang hubungan antara nada satu dengan nada yang lain. Kaidah-kaidah
yang dikemukakan oleh seorang komponis dan ahli teori musik bernama Jean
Philippe Rameau (1683—1764) menjadi landasan dasar dalam seni musik
sampai akhir abad ke-19.

Analogi yang sama dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, pola


harmoni merupakan sebuah usaha untuk mempertemukan berbagai
pertentangan dalam masyarakat. Hal ini diterapkan pada hubungan-hubungan
sosial ekonomi untuk menunjukkan bahwa kebijaksanaan sosial ekonomi yang
paling sempurna hanya dapat tercapai dengan meningkatkan permusyawaratan
antara anggota masyarakat. Pola ini juga disebut sebagai pola integrasi.

Dalam lingkungan kerja, salah satu kunci sukses kinerja suatu organisasi
berawal dari suasana tempat kerja. Energi positif yang ada di tempat kerja bisa
memberikan dampak positif bagi karyawan yang akhirnya memberikan efek
domino bagi produktivitas, hubungan internal, dan kinerja secara keseluruhan.
Suasana harmoni dalam lingkungan bekerja akan membuatkan kita secara
individu tenang, menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk saling
kolaborasi dan bekerja sama, meningkatkan produktifitas bekerja dan kualitas
layanan kepada pelanggan.

Brian Scudamore (seorang Founder dan CEO sebuah perusahaan Brand)


menyatakan beberapa hal tentang bagaimana membangun kultur tempat kerja
yang harmonis. Suasana tempat kerja yang positif dan kondusif juga berdampak
bagi berbagai bentuk organisasi. Ada tiga hal yang dapat menjadi acuan untuk
membangun budaya tempat kerja nyaman dan berenergi positif. Ketiga hal tersebut
adalah:

a. Membuat tempat kerja yang berenergi. Sebagian besar karyawan atau orang
dalam organisasi menghabiskan separuh hidupnya di tempat kerja. Untuk
itu tempat kerja harus dibuat sedemikian rupa agar karyawan tetap senang dan
nyaman saat bekerja. Tata ruang yang baik dan keberadaan ruang terbuka
sangat disarankan. Desain ruang terbuka dapat meningkatkan komunikasi,
hubungan interpersonal dan kepuasan kerja, sekaligus optimal
mengurangi terjadinya disharmonis yang disebabkan kurangnya
komunikasi.

45
b. Memberikan keleluasaan untuk belajar dan memberikan kontribusi.
Selalu ingat dalam sebuah organisasi Anda bukan satu-satunya. orang yang
menjalankan alur produktivitas. Ketika Anda sudah "mentok", ada baiknya
Anda mencari ide dari orang-orang yang berada dalam tim. Hal tersebut
mampu meningkatkan keterlibatan dan rasa memiliki karyawan dalam
sebuah bisnis atau organisasi.

c. Berbagi kebahagiaan bersama seluruh anggota organisasi. Tak dapat


dielakkan jika pendapatan adalah salah satu motivator terbaik di lingkungan
kerja. Demikian juga rasa memiliki. Dengan membagi kebahagiaan dalam
organisasi kepada seluruh karyawan dapat meningkatkan rasa kepemilikan
dan meningkatkan antusiasme para karyawan.

Etika Publik ASN dalam Mewujudkan Suasana Harmonis

a. Pengertian Etika dan kode Etik


Weihrich dan Koontz (2005:46) mendefinisikan etika sebagai “the
dicipline dealing with what is good and bad and with moral duty and obligation”.
Secara lebih spesifik Collins Cobuild (1990:480) mendefinisikan etka sebagai “an
idea or moral belief that influences the behaviour, attitudes and philosophy of
life of a group of people”. Oleh karena itu konsep etika sering digunakan
sinonim dengan moral. Ricocur (1990) mendefinisikan etika sebagai tujuan hidup
yang baik bersama dan untuk orang lain di dalam institusi yang adil. Dengan
demikian etika lebih difahami sebagai refleksi atas baik/buruk, benar/salah yang
harus dilakukan atau bagaimana melakukan yang baik atau benar, sedangkan
moral mengacu pada kewajiban untuk melakukan yang baik atau apa yang
seharusnya dilakukan.

Sedangkan kode etik adalah aturan-aturan yang mengatur tingkah laku


dalam suatu kelompok khusus, sudut pandangnya hanya ditujukan pada
hal-hal prinsip dalam bentuk ketentuanketentuan tertulis. Adapun
kode etik profesi dimaksudkan untuk mengatur tingkah laku/etika suatu
kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang
diharapkan dapat dipegang teguh oleh sekelompok profesional tertentu.

b. Etika publik

46
Etika publik menekankan pada aspek nilai dan norma, serta prinsip moral,
sehingga etika publik membentuk integritas pelayanan publik. Moral dalam etika
publik menuntut lebih dari kompetensi teknis karena harus mampu
mengidentifikasi masalah-masalah dan konsep etika yang khas dalam pelayanan
publik.

Sumber kode etik ASN antara lain meliputi Undang-Undang Nomor 5


Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang sudah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023; Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun
1959 tentang Sumpah Jabatan Pegawai Negeri Sipil dan Anggota Angkatan
Perang; Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji
Pegawai Negeri Sipil; Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil; Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun
2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil;
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS; Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS; Peraturan Pemerintah
Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11
Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Dengan berlakunya
Undang-Undang ASN Nomor 20 Tahun 2023, maka kode etik dan kode perilaku ASN
berdasarkan tujuh nilai BerAkhlak yang dibahas dalam masing-masing bab.

Penerapan sikap perilaku yang menunjukkan ciri-ciri sikap harmonis tidak


hanya saja berlaku untuk sesama ASN (lingkup kerja), tapi juga berlaku bagi
stakeholders eksternal. Sikap perilaku ini bisa ditunjukkan dengan toleransi,
empati, keterbukaan terhadap perbedaan. Sayangnya, sebagian besar pejabat
publik, baik di pusat maupun di daerah, masih mewarisi kultur kolonial yang
memandang birokrasi hanya sebagai sarana untuk melanggengkan kekuasaan
dengan cara memuaskan pimpinan. Berbagai cara dilakukan hanya sekedar
untuk melayani dan menyenangkan pimpinan. Loyalitas hanya diartikan sebatas
menyenangkan pimpinan, atau berusaha memenuhi kebutuhan peribadi
pimpinannya. Kalau itu yang dilakukan oleh para pejabat publik, peningkatan
kinerja organisasi tidak mungkin dapat terwujud.

Oleh karena itu perlu ada perubahan mindset dari seluruh pejabat
publik. Perubahan mindset ini merupakan reformasi birokrasi yang paling penting,
setidaknya mencakup tiga aspek penting yaitu mengubah dari penguasa menjadi
pelayan; mengubah dari ’wewenang’ menjadi ’peranan’; menyadari bahwa jabatan

47
publik adalah amanah yang harus dipertanggung jawabkan bukan hanya di
dunia tapi juga di akhirat. Etika publik dapat dihayati dan dilaksanakan secara
menyeluruh di dalam organisasi, para pegawai tidak cukup hanya diberikan
definisi atau rumusan-rumusan norma yang abstrak tanpa rujukan yang jelas
mengenai kewajiban dan larangan yang berlaku. Di sinilah letak pentingnya
kode etik.

Perubahan pola pikir yang juga harus dilakukan adalah terkait


sistem manajemen, mencakup kelembagaan, ketatalaksanaan, budaya kerja,
dan lain-lain untuk mendukung terwujudnya good governance. Sebagai pelayan,
tentu saja pejabat publik harus memahami keinginan dan harapan masyarakat yang
harus dilayaninya. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan
hak-haknya sebagai dampak globalisasi yang ditandai revolusi dibidang
telekomunikasi, teknologi informasi, transportasi telah mendorong munculnya
tuntutan gencar yang dilakukan masyarakat kepada pejabat publik untuk segera
merealisasikan penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance).

Pola-pola lama dalam penyelenggaraan pemerintahan sudah tidak


sesuai lagi dengan tatanan masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu
tuntutan masyarakat tersebut merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya
ditanggapi para pejabat publik dengan melakukan perubahan paradigma dalam
penyelenggaraan pembangunan yang terarah bagi terwujudnya penyelenggaraan
pemerintahan yang baik.

Kata ’good’ dalam ’good governance’ mengandung makna: Pertama, nilai-


nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak masyarakat dalam
pencapaian tujuan nasional, kemandirian, pembangunan berkelanjutan, dan
keadilan sosial; Kedua, aspek-aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan
efisien dalam pelaksanaan tugas untuk mencapai tujuan tersebut. Adapun
pengertian ’governance’ menurut UNDP yakni ”The exercise of political,
economic, and administrative authority to manage a country’s affairs at all
levels of society”.

Untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi pembangunan dan pelayanan


publik, para pejabat publik dan seluruh ASN harus dapat merealisasikan
prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi, kesetaraan, profesionalitas, supremasi
hukum, kesetaraan, dan lain-lain. Realitasnya, hambatan utama dalam

48
merealisasikan prinsip-prinsip tersebut adalah aspek ”moralitas”, antara
lain munculnya fenomena baru dalam masyarakat berupa lahirnya kebudayaan
indrawi yang materialistik dan sekularistik. Sementara itu perkembangan moral
dan spiritual mengalami pelemahan, kalaupun masih tumbuh, ia tidak seimbang
atau bahkan tertinggal jauh dari perkembangan yang bersifat fisik, materi dan
rasio. Orientasi materialistik ini menyebabkan ukuran atau indikator keberhasilan
para pejabat publik hanya dilihat dari faktor fisik semata, dengan mengabaikan
moralitas dalam proses pencapaiannya. Implikasinya, para pejabat publik hanya
peduli terhadap pembangunan fisik saja dengan mengabaikan aspek- aspek
moralitas dan spiritualitas, sehingga semakin sulit mewujudkan prinsip-prinsip
’good governance’.

Paham idealisme etik mengatakan bahwa pada dasarnya setiap manusia


adalah baik dan suka hal-hal yang baik. Apabila ada orang-orang yang
menyimpang dari kebaikan, itu semata-mata karena dia tidak tahu norma untuk
bertindak dengan baik atau tidak tahu cara-cara bertindak yang menuju ke arah
kebaikan. Hal yang diperlukan adalah suatu peringatan dan sentuhan nurani
yang terus-menerus untuk menggugah kesadaran moral dan melestarikan nilainilai
tersebut dalam kehidupan dan interaksi antar individu. Dengan demikian, para
pegawai dan pejabat perlu terus diingatkan akan rujukan kode etik PNS yang
tersedia. Sosialisasi dari sumber-sumber kode etik itu beserta penyadaran akan
perlunya menaati kode etik harus dilakukan secara berkesinambungan dalam
setiap jenis pelatihan kepegawaian untuk melengkapi aspek kognisi dan aspek
profesionalisme dari seorang pegawai sebagai abdi masyarakat. PNS sebagai ASN
diharapkan bekerja baik di tempat belerja juga menjadi role model di lingkungan
masyarakat. Dengan menegakkan nilai etika maka suasana harmonis dapat
terwujud dilinkungan ditempat bekerja dan lingkungan masyarakat dimanapun
ASN berada.

Peran ASN dalam Mewujudkan Suasana dan Budaya Harmonis

Dalam mewujudkan suasana harmoni maka ASN harus memiliki


pengetahuan tentang historisitas ke-Indonesia-an sejak awal Indonesia berdiri,
sejarah proses perjuangan dalam mewujudkan persatuan bangsa termasuk pula
berbagai macam gerakan gerakan separatism dan berbagai potensi yang
menimbulkan perpecahaan dan menjadi ancaman bagi persatuan bangsa. Secara

49
umum, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 Pasal 10 tentang ASN,
tugas pegawai ASN adalah sebagai berikut.

a. Pelaksana kebijakan publik


b. Pelayan publik
c. Perekat dan pemersatu bangsa

Beberapa peran ASN dalam kehidupan berbangsa dan menciptakan


budaya harmoni dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya adalah sebagai
berikut:

a. Posisi PNS sebagai aparatur negara yang netral dan adil. Dengan
bersikap netral dan adil dalam melaksanakan tugasanya, PNS akan mampu
menciptakan kondisi yang aman, damai, dan tentram dilingkungan kerjanya
dan di masyarakatnya. Sikap netral dan adil juga harus diperlihatkan
oleh PNS dalam event politik lima tahunan yaitu pemilu dan pilkada.
Tuntutan mundur diperlukan agar yang bersangkutan tidak
menyalahgunakan wewenang yang dimilikinya untuk kepentingan dirinya
dan partai politiknya.
b. PNS juga harus bisa mengayomi kepentingan kelompok-kelompok
minoritas, dengan tidak membuat kebijakan, peraturan yang
mendiskriminasi keberadaan kelompok tersebut. Termasuk didalamnya
ketika melakukan rekrutmen pegawai, penyusunan program tidak
berdasarkan kepada kepentingan golongannya.
c. PNS juga harus memiliki sikap toleran atas perbedaan untuk menunjang
sikap netral dan adil karena tidak berpihak dalam memberikan layanan.
d. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban PNS juga harus memiliki
suka menolong baik kepada pengguna layanan, juga membantu kolega
PNS lainnya yang membutuhkan pertolongan.
e. PNS menjadi figur dan teladan di lingkungan masyarakatnya. PNS juga
harus menjadi tokoh dan panutan masyarakat. Dia senantiasa menjadi
bagian dari problem solver (pemberi solusi) bukan bagian dari sumber
masalah (trouble maker). Oleh sebab itu , setiap ucapan dan tindakannya
senantiasa menjadi ikutan dan teladan warganya. Dia tidak boleh
melakukan tindakan, ucapan, perilaku yang bertentangan dengan norma
norma sosial dan susila, bertentangan dengan agama dan nilai lokal yang

50
berkembang di masyarakat. Dalam dunia nyata upaya mewujudkan
suasana harmonis tidak mudah. Realita lingkungan selalu mengalami
perubahan sehingga situasi dan kondisi juga mengikutinya.

Oleh karena itu upaya menciptakan suasana kondusif yang


harmonis bukan usaha yang dilakukan sekali dan jadi untuk selamanya.
Upaya menciptakan dan menjaga suasana harmonis dilakukan secara terus
menerus. Mulai dari mengenalkan kepada seluruh personil ASN dari
jenjang terbawah sampai yang paling tinggi, memelihara suasana harmonis.
Kemudian yang tidak boleh lupa untuk selalu menyeseuaikan dan
meningkatkan usaha tersebut, sehingga menjadi habit/kebiasaan dan
menjadi budaya hidup harmonis di kalangan ASN dan seluruh pemangku
kepentingannya. Upaya menciptakan budaya harmonis di lingkungan
bekerja tersebut dapat menjadi salah satu kegiatan dalam rangka aktualisasi
penerapannya.

2. Loyal
Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN
yang dimaknai bahwa setiap ASN harus berdedikasi dan mengutamakan
kepentingan bangsa dan negara, dengan panduan perilaku:

a. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan
yang sah;
b. Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara; serta;
c. Menjaga rahasia jabatan dan negara.

Secara etimologis, istilah “loyal” diadaptasi dari bahasa Prancis yaitu “Loial”
yang artinya mutu dari sikap setia. Secara harfiah loyal berarti setia, atau suatu
kesetiaan. Kesetiaan ini timbul tanpa adanya paksaan, tetapi timbul dari kesadaran
sendiri pada masa lalu. Dalam Kamus Oxford Dictionary kata Loyal didefinisikan
sebagai “giving or showing firm and constant support or allegiance to a person or
institution (tindakan memberi atau menunjukkan dukungan dan kepatuhan yang
teguh dan konstan kepada seseorang atau institusi)”.

Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapat dimaknai sebagai
kesetiaan, paling tidak terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-lebih kepada Negara

51
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Loyalitas merupakan suatu hal yang bersifat
emosional. Untuk bisa mendapatkan sikap loyal seseorang, terdapat banyak faktor
yang akan memengaruhinya. Terdapat beberapa ciri/karakteristik yang dapat
digunakan oleh organisasi untuk mengukur loyalitas pegawainya, antara lain taat
pada peraturan, bekerja dengan Integritas, tanggung jawab pada organisasi,
kemauan untuk bekerja sama, rasa memiliki yang tinggi, hubungan Antar Pribadi,
kesukaan terhadap pekerjaan, keberanian Mengutarakan Ketidaksetujuan, dan
menjadi teladan bagi pegawai lain.

Loyal dalam Core Values ASN

Secara umum, untuk menciptakan dan membangun rasa setia (loyal)


pegawai terhadap organisasi, hendaknya beberapa hal berikut dilakukan, yaitu
membangun rasa kecintaaan dan memiliki, meningkatkan kesejahteraan, memenuhi
kebutuhan rohani, memberikan kesempatan peningkatan karir, melakukan evaluasi
secara berkala.

Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea


ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD NRI Tahun 1945), diperlukan ASN yang profesional, bebas dari intervensi
politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu
menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan
peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Tujuan nasional seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Setiap ASN harus
senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat
pegawai negeri sipil, serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada
kepentingan sendiri, seseorang atau golongan sebagai wujud loyalitasnya terhadap
bangsa dan negara. Kepentingan bangsa dan Negara harus ditempatkan di atas
kepentingan lainnya. Agar kepentingan bangsa dan negara dapat selalu ditempatkan
di atas kepentingan lainnya dibutuhkan langkah-langkah konkrit, diantaranya
melalui pemantapan wawasan kebangsaan.

52
Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia dalam rangka
mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh jati diri bangsa
(nation character) dan kesadaran terhadap sistem nasional (national system) yang
bersumber dari Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika,
guna memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa dan negara demi
mencapai masyarakat yang aman, adil, makmur, dan sejahtera.

Pengetahuan tentang Wawasan Kebangsaan sejatinya telah diperoleh para


Peserta Pelatihan di bangku pendidikan formal mulai dari pendidikan dasar,
menengah maupun pendidikan tinggi. Namun demikian, Wawasan Kebangsaan
tersebut masih perlu terus dimantapkan untuk meningkatkan kecintaannya kepada
bangsa dan negara guna membangun sikap loyal sebagai bekal dalam mengawali
pengabdian kepada Negara dan bangsa sebagai seorang PNS.

Meningkatkan Nasionalisme

Setiap pegawai ASN harus memiliki nasionalisme dan wawasan kebangsaan


yang kuat sebagai wujud loyalitasnya kepada bangsa dan negara dan mampu
mengaktualisasikannya dalam pelaksanaan fungsi dan tugasnya sebagai pelaksana
kebijakan publik, pelayan publik, dan pemersatu bangsa berlandaskan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Diharapkan
dengan nasionalisme yang kuat, maka setiap pegawai ASN memiliki orientasi
berpikir mementingkan kepentingan publik, bangsa dan negara.

Pegawai ASN akan berpikir tidak lagi sektoral dengan mental block-nya, tetapi
akan senantiasa mementingkan kepentingan yang lebih besar yakni bangsa dan
negara. Nasionalisme merupakan pandangan tentang rasa cinta yang wajar
terhadap bangsa dan negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain. Sedangkan
nasionalisme Pancasila adalah pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia
terhadap bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai- nilai Pancasila.
Prinsip nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila yang
diarahkan agar bangsa Indonesia senantiasa, yaitu menempatkan persatuan-
kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadi atau kepentingan golongan, menunjukkan sikap rela berkorban demi
kepentingan bangsa dan negara, bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air
Indonesia serta tidak merasa rendah diri;mengakui persamaan derajat, persamaan
hak dan kewajiban antara sesama manusia dan sesama bangsa;menumbuhkan sikap
saling mencintai sesama manusia;mengembangkan sikap tenggang rasa. Oleh karena

53
itu seorang PNS mengamalkan Nilai-Nilai Luhur Pancasila dalam melaksanakan
tugasnya sebagai wujud nasionalime dan juga loyalitasnya terhadap bangsa dan
negara.

B. Bentuk Penerapan
Etika publik merupakan refleksi kritis yang mengarahkan nilai-nilai
kejujuran, solidaritas, keadilan, kesetaraan, dipraktikkan dalam wujud
keprihatinan dan kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat. Adapun Kode
Etik Profesi dimaksudkan untuk mengatur tingkah laku/etika suatu kelompok
khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan
dapat dipegang teguh oleh sekelompok profesional tertentu. Oleh karena itu,
dengan diterapkannya kode etik Aparatur Sipil Negara, m a k a A S N h a r u s

1. Perilaku pejabat publik harus berubah, berubah dari penguasa menjadi


pelayan;
2. Lalu, adanya perubahan dari “wewenang” menjadi “peranan”;
3. Menyadari bahwa jabatan publik adalah amanah;
4. Membangun budaya harmonis tempat kerja yang harmonis sangat
penting dalam suatu organisasi. Suasana tempat kerja yang positif
dan kondusif juga berdampak bagi berbagai bentuk organisasi;
Identifikasi potensi disharmonis dan analisis strategi dalam mewujudkan susasana
harmonis harus dapat diterapkan dalam kehidupan ASN di lingkungan bekerja
dan bermasyarakat

Pelaksanaan Fungsi ASN sebagai Wujud Loyalitas PNS

Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang


Aparatur Sipil Negara, seorang ASN memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu sebagai
pelaksana kebijakan publik, pelayan publik serta perekat dan pemersatu bangsa.
Kemampuan ASN dalam melaksanakan ketiga fungsi tersebut merupakan
perwujudan dari implementai nilai-nilai loyal dalam konteks individu maupun
sebagai bagian dari Organisasi Pemerintah.

Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila sebagai Wujud Loyalitas PNS

54
Kemampuan ASN dalam memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila
menunjukkan kemampuan ASN tersebut dalam wujudkan nilai loyal dalam
kehidupannya sebagai ASN yang merupakan bagian/komponen dari organisasi
pemerintah maupun sebagai bagian dari anggota masyarakat. Penjelasan aktualisasi
nilai-nilai pada setiap sila-sila dalam Pancasila dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Sila Ke-1 (Nilai-Nilai Ketuhanan)

Dalam mengimplementasikan nilai-nilai Ketuhanan, kita perlu


mendudukkan Pancasila secara proporsional. Dalam hal ini, Pancasila bukan agama
yang bermaksud mengatur sistem keyakinan, sistem peribadatan, sistem norma, dan
identitas keagamaan masyarakat. Ketuhanan dalam kerangka Pancasila bisa
melibatkan nilai-nilai moral universal agama- agama yang ada. Pancasila
bermaksud menjadikan nilai-nilai moral Ketuhanan sebagai landasan pengelolaan
kehidupan dalam konteks masyarakat yang majemuk, tanpa menjadikan salah satu
agama tertentu mendikte negara.

Sila Ketuhanan dalam Pancasila menjadikan Indonesia bukan sebagai negara


sekuler yang membatasi agama dalam ruang privat. Pancasila justru mendorong
nilai-nilai Ketuhanan mendasari kehidupan bermasyarakat dan berpolitik. Namun,
Pancasila juga tidak menghendaki negara agama, yang mengakomodir kepentingan
salah satu agama. Karena hal ini akan membawa pada tirani yang memberangus
pluralitas bangsa. Dalam hal ini, Indonesia bukan negara sekuler sekaligus
bukan negara agama.

Adanya nilai-nilai Ketuhanan dalam Pancasila berarti negara menjamin


kemerdekaan masyarakat dalam memeluk agama dan kepercayaan masing-masing.
Tidak hanya kebebasan dalam memeluk agama, negara juga menjamin masyarakat
memeluk kepercayaan. Namun dalam kehidupan di masyarakat, antar pemeluk
agama dan kepercayaan harus saling menghormati satu sama lain. Nilai-nilai
Ketuhanan yang dianut masyarakat berkaitan erat dengan kemajuan suatu bangsa.
Ini karena nilai-nilai yang dianut masyarakat membentuk pemikiran mereka dalam
memandang persoalan yang terjadi. Maka, selain karena sejarah Ketuhanan
masyarakat Indonesia yang mengakar, nilai-nilai Ketuhanan menjadi faktor penting
yang mengiringi perjalanan bangsa menuju kemajuan.

Nilai-nilai Ketuhanan yang dikehendaki Pancasila adalah nilai


Ketuhanan yang positif, yang digali dari nilai-nilai keagamaan yang terbuka

55
(inklusif), membebaskan, dan menjunjung tinggi keadilan dan persaudaraan. Dengan
menempatkan nilai-nilai Ketuhanan sebagai sila tertinggi di atas sila-sila yang
lain, kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki landasan rohani dan moral yang
kuat. Sebagai landasan rohani dan moral dalam berkehidupan, nilai-nilai Ketuhanan
akan memperkuat etos kerja. Nilai-nilai Ketuhanan menjadi sumber motivasi bagi
masyarakat dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.

Implementasi nilai-nilai Ketuhanan dalam kehidupan berdemokrasi


menempatkan kekuasaan berada di bawah Tuhan dan rakyat sekaligus. Demokrasi
Indonesia tidak hanya berarti daulat rakyat tapi juga daulat Tuhan, sehingga disebut
dengan teodemokrasi. Ini bermakna bahwa kekuasaan (jabatan) itu tidak hanya
amanat manusia tapi juga amanat Tuhan. Maka, kekuasaan (jabatan) harus diemban
dengan penuh tanggung jawab dan sungguh-sungguh. Kekuasaan (jabatan) juga
harus dijalankan dengan transparan dan akuntabel karena jabatan yang dimiliki
adalah amanat manusia dan amanat Tuhan yang tidak boleh dilalaikan.

Nilai-nilai Ketuhanan juga dapat diimplementasikan dengan cara


mengembangkan etika sosial di masyarakat. Nilai- nilai Ketuhanan menjiwai nilai-
nilai lain yang dibutuhkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seperti
persatuan, kemanusiaan, permusyawaratan, dan keadilan sosial. Dalam hal ini
nilai-nilai Ketuhanan menjadi sila yang menjiwai sila- sila yang lain dalam
Pancasila. Dengan berpegang teguh pada nilai-nilai Ketuhanan diharapkan bisa
memperkuat pembentukan karakter dan kepribadian, melahirkan etos kerja yang
positif, dan memiliki kepercayaan diri untuk mengembangkan potensi diri sebagai
ASN guna mengelola kekayaan alam yang diberikan Tuhan untuk kemakmuran
masyarakat.

b. Sila Ke-2 (Nilai-Nilai Kemanusiaan)

Embrio bangsa Indonesia berasal dari pandangan kemanusiaan universal yang


disumbangkan dari berbagai interaksi peradaban dunia. Penjajahan yang berlangsung
di berbagai belahan dunia merupakan upaya masif internasional dalam merendahkan
martabat kemanusiaan. Sehingga perwujudan Indonesia merdeka merupakan cara
dalam memuliakan nilai-nilai kemanusiaan universal. Kemerdekaan Indonesia
merupakan ungkapan kepada dunia bahwa dunia harus dibangun berdasarkan
kesederajatan antarbangsa dan egalitarianisme antarumat manusia. Dalam hal ini
semangat nasionalisme tidak bisa lepas dari semangat kemanusiaan, sehingga belum

56
dapat disebut sebagai seorang yang nasionalis jika ia belum mampu menunjukkan
jiwa kemanusiaan.

Dalam hal ini, para pendiri bangsa bukan hanya sekedar hendak merintis dan
membangun negara, tetapi mereka juga memikirkan bagaimana manusia Indonesia
tumbuh sebagai pribadi yang berbudaya dan bisa berkiprah di pentas
pergaulan dunia. Pada masa kemerdekaan ini, membangun bangsa tidak sekedar
terlibat dan sibuk dalam pemerintahan dan birokrasi, tapi juga mempertimbangkan
bagaimana membangun manusia Indonesia yang ada di dalamnya. Bung Hatta
memandang sila kedua Pancasila memiliki konsekuensi ke dalam dan ke luar. Ke
dalam berarti menjadi pedoman negara dalam memuliakan nilai-nilai kemanusiaan
dan hak asasi manusia. Ini berarti negara menjalankan fungsi “melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa”. Konsekuensi ke luar berarti menjadi
pedoman politik luar negeri bangsa yang bebas aktif dalam rangka, “ikut serta
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial”.

Dalam gempuran globalisasi, pemerintahan yang dibangun harus


memperhatikan prinsip kemanusiaan dan keadilan dalam penyelenggaraan
pemerintahan dalam negeri dan pemerintahan global atau dunia. Jangan sampai lebih
memperhatikan kemanusiaan dalam negeri tapi mengabaikan pergulatan dunia, atau
sebaliknya, terlibat dalam interaksi global namun mengabaikan kemanusiaan
masyarakat bangsanya sendiri. Perpaduan prinsip sila pertama dan kedua Pancasila
menuntut pemerintah dan peyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti
kemanusiaan yang luhur dan memegang cita-cita moral rakyat yang mulia. Dengan
berlandaskan pada prinsip kemanusiaan ini, berbagai tindakan dan perilaku yang
bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan tidak sepatutnya mewarnai kebijakan
dan perilaku ASN. Fenomena kekerasan, kemiskinan, ketidakadilan, dan kesenjangan
sosial merupakan kenyataan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan
sehingga ASN dan seluruh komponen bangsa perlu bahu membahu menghapuskan
masalah tersebut dari kehidupan berbangsa.

Di tengah globalisasi yang semakin meluas cakupannya, masyarakat


Indonesia perlu lebih selektif dalam menerima pengaruh global. Pengaruh global
yang positif, yakni yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan tentu lebih diterima
dibanding pengaruh yang negatif, yakni yang merendahkan nilai-nilai kemanusiaan.

57
Untuk itu, diperlukan pemimpin yang mampu menentukan kebijakan dan arah
pembangunan dengan mempertimbangkan keselarasan antara kepentingan nasional
dan kemaslahatan global.

3. Sila Ke-3 (Nilai-Nilai Persatuan)

Upaya melaksanakan sila ketiga Pancasila dalam masyarakat plural seperti


Indonesia bukanlah sesuatu hal yang mudah. Sejak awal berdirinya Indonesia, agenda
membangun bangsa (nation building) meruapkan sesuatu yang harus terus menerus
dibina, dilakukan dan ditumbuhkembangkan. Bung Karno misalnya, membangun
rasa kebangsaan dengan membangkitkan sentimen nasionalisme yang menggerakkan
suatu i‘tikad, suatu keinsyafan rakyat, bahwa rakyat ini adalah satu golongan, satu
bangsa. Soekarno menyatakan bahwa yang menjadi pengikat manusia menjadi satu
jiwa adalah kehendak untuk hidup bersama, dengan ungkapan khasnya: “Jadi
gerombolan manusia, meskipun agamanya berwarna macam- macam, meskipun bahasanya
bermacam-macam, meskipun asal turunannya bermacam-macam, asal gerombolan manusia
itu mempunyai kehendak untuk hidup bersama, itu adalah bangsa”. Selanjutnya Soekarno
menyatakan bahwa Semangat kebangsaan itu mengakui manusia dalam
keragaman, meskipun terbagi dalam golongan-golongan.

Dengan demikian, keberadaan bangsa Indonesia terjadi karena dia memiliki


satu nyawa, satu asal akal, yang tumbuh dalam jiwa rakyat sebelumnya yang
menjalani satu kesatuan riwayat, yang membangkitkan persatuan karakter dan
kehendak untuk hidup bersama dalam suatu wilayah geopolitik nyata. Oleh karena
itu sebagai persenyawaan dari ragam perbedaan suatu bangsa mestinya memiliki
karakter tersendiri yang bisa dibedakan dari karakter unsur-unsurnya.

Selain itu, negara juga diharapkan mampu memberikan kebaikan bersama


bagi warganya tanpa memandang siapa dan dari etnis mana, apa agamanya, dengan
terus memperkuat semangat gotong royong dalam kehidupan masyarakat sipil
dan politik dengan terus menerus mengembangkan pendidikan kewarganegaraan
dan multikulturalisme yang dapat membangun rasa keadilan dan kebersamaan
dilandasi dengan prinsip prinsip kehidupan publik yang lebih partisipatif dan non
diskriminatif.

58
4. Sila Ke-4 (Nilai-Nilai Permusyawaratan)

Kesepahaman para pendiri bangsa untuk membangun demokrasi yang


sesuai dengan karakter bangsa, yakni demokrasi permusyawaratan, menunjukkan
bahwa demokrasi bukan sekedar alat. Demokrasi permusyawaratan merupakan
cerminan dari jiwa, kepribadian, dan cita-cita bangsa Indonesia. Dalam pandangan
Soekarno, demokrasi bukan sekedar alat teknis saja, tetapi suatu kepercayaan atau
keyakinan untuk mencapai suatu bentuk masyarakat yang dicita-citakan.

Oleh karena itu, demokrasi yang diterapkan di Indonesia mempunyai corak


nasional yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Sehingga, demokrasi di Indonesia
tidak perlu sama atau identik dengan demokrasi yang dijalankan oleh negara- negara
lain di dunia. Sila ke-4 Pancasila mengandung ciri-ciri demokrasi yang dijalankan di
Indonesia, yakni kerakyatan (kedaulatan rakyat), 2) permusyawaratan
(kekeluargaan), dan 3) hikmat-kebijaksanaan.

Demokrasi yang berciri kerakyatan berarti adanya penghormatan terhadap


suara rakyat. Rakyat berperan dan berpengaruh besar dalam proses pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh pemerintah. Sementara ciri permusyawaratan
bermakna bahwa negara menghendaki persatuan di atas kepentingan perseorangan
dan golongan. Penyelenggaraan pemerintahan didasarkan atas semangat
kekeluargaan di antara keragaman bangsa Indonesia dengan mengakui adanya
kesamaan derajat.

Hikmat kebijaksanaan menghendaki adanya landasan etis dalam


berdemokrasi. Permusyawaratan dijalankan dengan landasan sila-sila Pancasila
lainnya, yakni Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, dan keadilan. Landasan Pancasila
inilah yang membedakan model demokrasi di Indonesia dengan demokrasi di
negara-negara lain, termasuk dengan demokrasi liberal dan demokrasi totaliter.
Hikmat kebijaksanaan juga mensyaratkan adanya wawasan dan pengetahuan yang
mendalam tentang pokok bahasan dalam musyawarah atau pengambilan
keputusan. Pemerintah dan wakil rakyat diharapkan bisa mengetahui, memahami,
dan merasakan, apa yang diinginkan rakyat dan idealitas apa yang seharusnya ada
pada rakyat, sehingga keputusan yang diambil adalah keputusan yang bijaksana.
Penghayatan terhadap nilai- nilai permusyawaratan ini diharapkan memunculkan
mentalitas masyarakat yang mengutamakan kepentingan umum. Adanya mentalitas
yang mengutamakan kepentingan umum ini memudahkan dalam menemukan
kata sepakat dalam pengambilan keputusan bersama.

59
Untuk itu, dalam segala pengambilan keputusan, lebih diutamakan
diambil dengan cara musyawarah mufakat. Pemungutan suara (voting) dalam
pengambilan keputusan merupakan pilihan terakhir jika tidak mencapai mufakat,
dengan tetap menjunjung tinggi semangat kekeluargaan. Demokrasi
permusyawaratan dijalankan tidak hanya dalam bidang politik dan pemerintahan
saja. Demokrasi permusyawaratan juga dijalankan dalam berbagai pilar kehidupan
bernegara. Demokrasi tidak hanya dijalankan secara prosedural melalui
pembentukan lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif saja. Demokrasi juga
hendaknya dijalankan dalam bidang ekonomi, sosial, hukum, dan pelayanan
publik. Dalam hal ini, demokrasi dijalankan untuk memberikan pelayanan dan
kesejahteraan pada masyarakat.

Pelayanan publik hendaknya memahami kebutuhan rakyat sebagai


pemegang saham utama pemerintahan. Dalam demokrasi sosial, pelayanan publik
berperan dalam memastikan seluruh warga negara, tanpa memandang latar
belakang dan golongan serta mendapat jaminan kesejahteraan. Demokrasi
permusyawaratan juga menghendaki adanya semangat demokrasi dari para
penyelenggara negara. Idealitas sistem demokrasi yang dirancang sangat ditentukan
oleh semangat para penyelenggara negara untuk menyesuaikan sikapnya menurut
nilai-nilai Pancasila.

5. Sila Ke-5 (Nilai-Nilai Keadilan Sosial)

Dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, para pendiri bangsa


menyatakan bahwa negara merupakan organisasi masyarakat yang bertujuan
menyelenggarakan keadilan. Untuk itulah diperlukan dua syarat yaitu adanya
emansipasi dan partisipasi bidang politik, yang sejalan dengan emansipasi dan
partisipasi bidang ekonomi. Kedua partisipasi inilah yang oleh Soekarno seringkali
disebut dengan istilah Sosio-Demokrasi. Dengan kedua pendekatan tersebut,
diharapkan akan mampu menghindarkan Indonesia dari konsep negara liberal, tapi
lebih condong pada pada konsep negara kesejahteraan, yaitu suatu bentuk
pemerintahan demokratis yang menegaskan bahwa negara bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan rakyat dan negara juga berhak mengatur pembagian kekayaan
negara agar rakyat tidak ada yang kelaparan, rakyat bisa memperoleh jaminan
sosialnya serta negara bertanggung jawab untuk mengawasi pelaksanaan dari fungsi
sosial atas hak milik pribadi sehingga bisa terwujud kesejahteraan umum.

60
Keadilan sosial juga merupakan perwujudan imperatif etis dari amanat
Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 pasal 33 yang berbunyi: “Perekonomian berdasar
atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang”. Dan dalam realisasinya usaha
mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial harus bersendikan kepada nilai nilai
kekeluargaan Indonesia sebagaimana yang terkandung dalam sila sila Pancasila.

Komitmen keadilan dalam alam pikiran Pancasila memiliki dimensi sangat


luas. Peran negara dalam mewujudkan rasa keadilan sosial, setidaknya ada dalam
empat kerangka; (i) Perwujudan relasi yang adil disemua tingkat sistem
kemasyarakatan, (ii) Pengembangan struktur yang menyediakan kesetaraan
kesempatan, (iii) Proses fasilitasi akses atas informasi, layanan dan sumber daya
yang diperlukan, (iv) Dukungan atas partisipasi bermakna atas pengambilan
keputusan bagi semua orang.

Perwujudan negara kesejahteraan sangat ditentukan oleh integritas dan


mutu penyelenggara negara, disertai dukungan rasa tanggung jawab dan rasa
kemanusiaan yang terpancar dari setiap warga. Dalam visi negara yang hendak
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, berlaku prinsip “berat sama
dipikul, ringan sama dijinjing”.

Sikap loyal seorang PNS dapat tercermin dari komitmennya dalam


melaksanakan sumpah/janji yang diucapkannya ketika diangkat menjadi PNS
sebagaimana ketentuan perundang- undangangan yang berlaku. Disiplin PNS
adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan
yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai
Negeri Sipil. Hanya PNS-PNS yang memiliki loyalitas yang tinggilah yang dapat
menegakkan kentuan-ketentuan kedisiplinan ini dengan baik.

Kemampuan ASN dalam memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila


menunjukkan kemampuan ASN tersebut dalam wujudkan nilai loyal dalam
kehidupannya sebagai ASN yang merupakan bagian/komponen dari organisasi
pemerintah maupun sebagai bagian dari anggota masyarakat.

Loyal merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN
BerAKHLAK yang dimaknai bahwa setiap ASN harus berdedikasi dan
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil,
kata loyal dapat dimaknai sebagai kesetiaan, paling tidak terhadap cita-cita

61
organisasi, dan lebih-lebih kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Terdapat beberapa ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh organisasi untuk
mengukur loyalitas pegawainya, antara lain:

1. Taat pada Peraturan


2. Bekerja dengan Integritas
3. Tanggung Jawab pada Organisasi
4. Kemauan untuk Bekerja Sama
5. Rasa Memiliki yang Tinggi
6. Hubungan Antar Pribadi
7. Kesukaan Terhadap Pekerjaan
8. Keberanian Mengutarakan Ketidaksetujuan
9. Menjadi teladan bagi Pegawai lain

Secara umum, untuk menciptakan dan membangun rasa setia (loyal) pegawai
terhadap organisasi, hendaknya beberapa hal berikut dilakukan:

1. Membangun rasa kecintaaan dan memiliki


2. Meningkatkan Kesejahteraan
3. Memenuhi Kebutuhan Rohani
4. Memberikan Kesempatan Peningkatan Karir
5. Melakukan Evaluasi secara Berkala

Setiap ASN harus senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara,


pemerintah, dan martabat pegawai negeri sipil, serta senantiasa mengutamakan
kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang atau golongan
sebagai wujud loyalitasnya terhadap bangsa dan negara. Agar hal tersebut dapat
terwujud maka wawasan Kebangsaan setiap ASN terus dimantapkan untuk
meningkatkan kecintaannya kepada bangsa dan negara guna membangun sikap
loyal sebagai bekal dalam mengawali pengabdian kepada Negara dan bangsa sebagai
seorang ASN.

Selain memantapkan Wawasan Kebangsaan, sikap loyal seorang ASN


dapat dibangun dengan cara terus meningkatkan sikap nasionalismenya kepada
bangsa dan negara sehingga mampu melaksanaan fungsi dan tugasnya sebagai

62
pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, dan perekat serta pemersatu bangsa
berlandaskan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
Salah satu tindakan yang merupakan perwujudan dari panduan perilaku
“Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara” adalah:
a. Tidak melaporkan pimpinan yang melakukan pelanggaran
b. Memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan
kebudayaan bangsa
c. Memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila
d. Tidak menyebarluaskan informasi penting instansi secara
sembarangan
Secara umum, sikap loyal seorang pegawai terhadap organisasinya
dapat dibangun dengan cara:
a. Membangun rasa kecintaaan dan memiliki serta meningkatkan ketakwaan
b. Meningkatkan kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan rohani
c. Memberikan kesempatan peningkatan karir dan evalusi komprehensif
d. Melakukan evaluasi berkala dan meningkatkan kinerja

Panduan Perilaku Loyal


a. Memegang Teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Setia kepada NKRI serta Pemerintahan yang
Sah
ASN sebagai profesi, salah satunya berlandaskan pada prinsip Nilai Dasar
sebagaimana termuat pada Pasal 4 UU ASN. Beberapa Nilai-Nilai Dasar ASN
yang dapat diwujudkan dengan Panduan Perilaku Loyal yang pertama ini
diantaranya:
1) Memegang teguh ideologi Pancasila;
2) Setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah;
3) Mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia; dan
4) Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program
pemerintah.
b. Menjaga Nama Baik Sesama ASN, Pimpinan Instansi dan Negara
Adapun beberapa Nilai-Nilai Dasar ASN yang dapat diwujudkan dengan
Panduan Perilaku Loyal yang kedua ini diantaranya:
1) Menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;

63
2) Membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian;
3) Menciptakan lingkungan kerja yang nondiskriminatif;
4) Mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya kepada
publik;
5) Memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat,
tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun;
6) Mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi;
7) Menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama;
8) Mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai;
9) Mendorong kesetaraan dalam pekerjaan; dan
10)Meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yang demokratis
sebagai perangkat sistem karier.

Sikap Loyal ASN Melalui Aktualisasi Kesadaran Bela Negara

Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap bangsa dan
negaranya dapat diwujudkan dengan mengimplementasikan Nilai-Nilai Dasar Bela
Negara dalam kehidupan sehari-harinya. Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa setiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Bela Negara merupakan
tekad, sikap, dan perilaku serta tindakan warga negara, baik secara perseorangan
maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan
keselamatan bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup
bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai ancaman sebagaimana tertuang dalam
Pasal 1 UU No 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumberdaya Nasional
untuk pertahanan negara. Agar setiap warga dapat berkontribusi nyata dalam
upaya-upaya bela negara tersebut selanjutnya dalam pasal 7 yang dirumuskan
Nilai-Nilai Dasar Bela Negara sebagai berikut:

a) Cinta Tanah Air, dengan contoh aktualisasi sikap dan perilaku sebagai
berikut :
1. Setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah.
2. Mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia

64
3. Sesuai peran dan tugas masing-masing, ASN ikut menjaga seluruh
ruang wilayah Indonesia baik ruang darat, laut maupun udara dari
berbagai ancaman, seperti: ancaman kerusakan lingkungan,
ancaman pencurian sumber daya alam, ancaman penyalahgunaan
tata ruang, ancaman pelanggaran batas negara dan lain-lain
4. ASN sebagai warga Negara terpilih harus menjadi contoh di
tengah-tengah masyarakat dalam menunjukkan kebanggaan
sebagai bagian dari Bangsa Indonesia
5. Selalu menjadikan para pahlawan sebagai sosok panutan, dan
mengambil pembelajaran jiwa patriotisme dari para pahlawan serta
berusaha untuk selalu menunjukkan sikap kepahlawanan dengan
mengabdi tanpa pamrih kepada Negara dan bangsa
6. Selalu nenjaga nama baik bangsa dan Negara dalam setiap
tindakan dan tidak merendahkan atau selalu membandingkan
Bangsa Indonesia dari sisi negatif dengan bangsa-bangsa lainnya di
dunia
7. Selalu berupaya untuk memberikan konstribusi pada kemajuan
bangsa dan Negara melalui ide-ide kreatif dan inovatif guna
mewujudkan kemandirian bangsa sesuai dengan kapasitas dan
kapabilitas masing-masing
8. Selalu mengutamakan produk-produk Indonesia baik dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam mendukung tugas sebagai
ASN Penggunaan produkproduk asing hanya akan dilakukan
apabila produk tersebut tidak dapat diproduksi oleh Bangsa
Indonesia.
9. Selalu mendukung baik secara moril maupun materiil putra-
putri terbaik bangsa (olahragawan, pelajar, mahasiswa, duta seni
dan lain-lain) baik perorangan maupun kelompok yang bertugas
membawa nama Indonesia di kancah internasional
10. Selalu menempatkan produk industri kreatif/industri hiburan
tanah air sebagai pilihan pertama dan mendukung
perkembangannya.
b) Sadar Berbangsa dan Bernegara, dengan contoh aktualisasi sikap
dan perilaku sebagai berikut:
1. Menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak

65
2. Membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian
3. Memegang teguh prinsip netralitas ASN dalam setiap kontestasi
politik, baik tingkat daerah maupun di tingkat nasional
4. Menaati, melaksanakan dan tidak melanggar semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia serta menjadi pelopor dalam penegakan
peraturan/perundangan di tengah-tengah masyarakat
5. Menggunakan hak pilih dengan baik dan mendukung
terselenggaranya pemilihan umum yang mandiri, jujur, adil,
berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, professional,
akuntabel, efektif dan efisien
6. Berpikir, bersikap dan berbuat yang sesuai peran, tugas dan
fungsi ASN
7. Sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing ikut
berpartisipasi menjaga kedaulatan bangsa dan negara
8. Menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama
9. Meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yang
demokratis sebagai perangkat sistem karier.
c) Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara, dengan contoh
aktualisasi sikap dan perilaku sebagai berikut:

1) Memegang teguh ideologi Pancasila.

2) Menciptakan lingkungan kerja yang nondiskriminatif.

3) Memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur.

4) Menjadi agen penyebaran nilai-nilai Pancasila di tengah- tengah


masyarakat.

5) Menjadi contoh bagi masyarakat dalam pegamalan nilai- nilai


Pancasila di tengah kehidupan sehari-hari.

6) Menjadikan Pancasila sebagai alat perekat dan pemersatu sesuai


fungsi ASN.

7) Mengembangkan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai


kesempatan dalam konteks kekinian

8) Selalu menunjukkan keyakinan dan kepercayaan bahwa Pancasila


merupakan dasar Negara yang menjamin kelangsungan hidup
bangsa.

66
9) Mendorong kesetaraan dalam pekerjaan.

d) Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara, dengan contoh


aktualisasi sikap dan perilaku sebagai berikut:

1) Memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap,

cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun.

2) Bersedia mengorbankan waktu, tenaga dan pikirannya untuk


kemajuan bangsa dan Negara sesuai tugas dan fungsi masing-
masing.

3) Bersedia secara sadar untuk membela bangsa dan negara dari


berbagai macam ancaman.

4) Selalu berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional dan


menjadi pionir pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan
nasional.

5) Selalu ikhlas membantu masyarakat dalam menghadapi situasi dan


kondisi yang penuh dengan kesulitan.

6) Selalu yakin dan percaya bahwa pengorbanan sebagai ASN tidak


akan sia-sia.

e) Kemampuan Awal Bela Negara, dengan contoh aktualisasi sikap


dan perilaku sebagai berikut:

1) Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program


pemerintah.

2) Mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi.

3) Mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai.

4) Selalu berusaha untuk meningkatkan kompetensi dan

mengembangkan wawasan sesuai dengan kemajuan ilmu


pengetahuan dan teknologi.

5) Selalu menjaga kesehatan baik fisik maupun psikis dengan pola


hidup sehat serta menjaga keseimbangan dalam kehidupan sehari-
hari.

6) Senantiasa bersyukur dan berdoa atas kenikmatan yang

telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa.

7) Selalu menjaga kebugaran dan menjadikan kegemaran berolahraga


sebagai gaya hidup.

8) Senantiasa menjaga kesehatannya dan menghindarkan diri dari


kebiasaan-kebiasaan yang dapat mengganggu kesehatan.

67
Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap bangsa dan
negaranya dapat diwujudkan dengan mengimplementasikan Nilai-Nilai
Dasar Bela Negara dalam kehidupan sehari-harinya, yaitu:

1. Cinta Tanah Air

2. Sadar Berbangsa dan Bernegara

3. Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara

4. Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara

5. Kemampuan Awal Bela Negara

Loyal Dalam Konteks Organisasi Pemerintah

1. Komitmen pada Sumpah/Janji sebagai Wujud Loyalitas PNS

Di dalam pasal 66 UU ASN disebutkan bahwa Setiap calon PNS pada saat
diangkat menjadi PNS wajib mengucapkan sumpah/janji. Dalam bunyi
sumpah/janji tersebut mencerminkan bagaimana Core Value Loyal semestinya
dipahami dan diimplementasikan oleh setiap PNS yang merupakan bagian atau
komponen sebuah organisasi pemerintah.

2. Penegakan Disiplin sebagai Wujud Loyalitas PNS

Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari
serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai- nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan
(loyalitas), ketenteraman, keteraturan, dan ketertiban. Sedangkan Disiplin PNS
adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Dampak negatif yang dapat
terjadi jika seorang PNS tidak disiplin adalah turunnya harkat, martabat, citra,
kepercayaan, nama baik dan/atau mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas Unit
Kerja, instansi, dan/atau pemerintah/negara. Oleh karena itu pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil. Hanya PNS yang memiliki loyalitas yang tinggilah yang
dapat menegakkan kentuan-ketentuan kedisiplinan ini dengan baik.

a. PNS Wajib:

1. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UndangUndang


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan Pemerintah;

68
2. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
3. Melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat pemerintah yang
berwenang;
4. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
5. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran,
kesadaran, dan tanggung jawab;
6. 6) Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku,
ucapan, dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar
kedinasan;
7. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat
8. mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
9. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan
10. Republik Indonesia;
11. Menghadiri dan mengucapkan sumpah/janji PNS;
12. Menghadiri dan mengucapkan sumpah/janji jabatan;
13. Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi,
seseorang, dan/atau golongan;
14. 12) Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui
ada hal yang dapat membahayakan keamanan negara atau merugikan
keuangan negara;
15. Melaporkan harta kekayaan kepada pejabat yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
16. Masuk Kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
17. Menggunakan dan memelihara barang milik negara dengan sebaik-
baiknya;
18. Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan
kompetensi; dan
19. Menolak segala bentuk pemberian yang berkaitan dengan tugas dan fungsi
kecuali penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

b. PNS Dilarang:

1) Menyalahgunakan wewenang;

69
2) Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi
dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain yang
diduga terjadi konflik kepentingan dengan jabatan;

3) Menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain;

4) Bekerja pada lembaga atau organisasi internasional tanpa izin atau tanpa
ditugaskan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian;

5) Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga


swadaya masyarakat asing kecuali ditugaskan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian;

6) Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau


meminjamkan barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen, atau
surat berharga milik negara secara tidak sah;

7) Melakukan pungutan di luar ketentuan;

8) Melakukan kegiatan yang merugikan negara;

9) Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan;

10) Menghalangi berjalannya tugas kedinasan;

11) Menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatan dan/atau


pekerjaan;

12) Meminta sesuatu yang berhubungan dengan jabatan;

13) Melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang dapat


mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani; dan

14) Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon


Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara:

a) Ikut kampanye;
b) Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai
atau atribut PNS;
c) Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS
d) lain;
e) Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;
f) Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan
atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan
sesudah masa kampanye;
g) Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan
terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama,
dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan,
seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit
kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; dan/atau

70
h) Memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk
atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.

C. REFLEKSI
1. Jelaskan keberadaan dan pemberlakuan kode etik Dilingkungan tempat anda
bekerja?
2. Sebutkan etika ASN yang mendukung terwujudnya suasana harmonis?
3. Berikan contoh kejadian yang menunjukkan nilai etika dan pelanggaran etika
dilingkungan anda bekerja. Apa upaya yang dapat anda lakukan untuk
mengantisipasi kemungkinan pelanggaran etika tersebut.
4. Jelaskan pengertian kondisi harmonis dan manfaatnya dalam bekerja melayani
masyarakat?
5. Apakah suasana harmonis telah anda rasakan dilingkungan anda bekerja saat
ini? Jelaskan jawaban anda ? Apa upaya anda dalam turut mewujudkam
suasana harmonis dilingkungan.

D. SOAL LATIHAN
Untuk membantu mengevalusi/mengukur tingkat pemahaman Anda
terhadap Materi ini, cobalah Anda kerjakan soal-soal Pilihan Ganda di bawah ini
(Pada setiap soalnya, pilihlah satu jawaban yang menurut Anda benar).
1. Setiap calon PNS pada saat diangkat menjadi PNS wajib mengucapkan
sumpah/janji. Dimana dalam bunyi sumpah/janji tersebut mencerminkan
bagaimana Core Value Loyal semestinya dipahami dan diimplementasikan oleh
setiap PNS. Ketentuan mengenai sumpah/janji tersebut diatur dalam UU ASN
pasal:
a. 63
b. 64
c. 65
d. 66
2. Dalam sumpah/janjinya PNS berkomitmen untuk:
a. Melaksanakan fungsi ASN dengan baik
b. Menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat
pegawai negeri sipil, serta akan senantiasa mengutamakan
kepentingan negara dari pada kepentingan saya sendiri, seseorang atau
golongan
c. Menjadi PNS yang profesional dan berkompeten
d. Taat kepada Tuhan Yang Maha Esa
3. ASN adalah aparat pelaksana (eksekutor) yang melaksanakan segala peraturan
perundang-undangan yang menjadi landasan kebijakan publik di berbagai
bidang dan sektor pemerintahan, oleh karena itu ASN harus memiliki:
a. Nilai-nilai kepublikan

71
b. Nilai-nilai kelayakan
c. Nilai-nilai kesopanan
d. Nilai-nilai loyal
4. Sebagai wujud loyalitasnya, seorang ASN ketika melaksanakan berbagai
kebijakan publik hendaknya senantiasa:
a. Mengutamakan kepentingan publik dan masyarakat terbatas
b. Mengutamakan pelayanan yang berorientasi pada kepentingan publik
c. Berintegritas tinggi dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan
perintah atasan
d. Mengutamakan mutu pelayanan
5. Berikut ini adalah prinsip-prinsip pelayanan publik yang harus dipahami dan
dipraktikkan oleh setiap Aparatur Sipil Negara yang berada di garis depan
dalam memberikan pelayanan publik bagi masyarakat:
a. Partisipatif; Transparan; Tidak diskriminatif; serta Mudah dan murah.
b. Efektif dan efisien; Aksesibel, Akuntabel dan Ramah.
c. Responsif; Berkeadilan; Tepat waktu dan Sabar
d. Tidak diskriminatif; Akuntabel; Jujur dan Berkeadilan.
6. Berikut adalah beberapa contoh persoalan pelayanan publik yang masih kerap
terjadi di Indonesia:
a. Pemberi layanan yang humanis dan diskriminatif
b. Tidak ada kepastian jumlah dan waktu penyelesaian layanan
c. Prosedur yang sulit dipenuhi dan harus melalui tahapan yang berbelit-
belit
d. Tidak responsif terhadap ketersediaan sumberdaya
7. Pegawai ASN harus menerapkan budaya pelayanan, dan menjadikan prinsip
melayani sebagai suatu kebanggaan. Munculnya rasa kebanggaan dalam
memberikan pelayanan akan menjadi modal dalam melaksanakan pekerjaan.
Pernyataan tersebut merupakan salah satu dari beberapa karakteristik dari:
a. Budaya birokrasi yang berkualitas
b. Budaya birokrasi yang akuntabel
c. Budaya birokrasi yang melayani
d. Budaya birokrasi yang mengayomi
8. Agar seorang ASN dapat menjalankan fungsinya sebagai perekat dan pemersatu
bangsa sebagai wujud loyalitasnya terhadap bangsa dan negara, maka dia harus
mampu untuk:
a. Bersikap netral dan adil sesuai kebutuhan
b. Mengayomi kepentingan kelompok-kelompok mayoritas

72
c. Menjadi figur dan teladan di dalam keluarga
d. Menjadi bagian dari problem solver (pemberi solusi) bukan bagian
dari sumber masalah (trouble maker)
9. Nilai Ketuhanan dalam Pancasila dapat dimaknai sebagai berikut:
a. Bahwa nilai-nilai Ketuhanan juga dapat diimplementasikan dengan cara
mengembangkan etika moral di masyarakat
b. Bahwa nilai-nilai Ketuhanan melengkapi nilai-nilai lain yang dibutuhkan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seperti persatuan,
kemanusiaan, permusyawaratan, dan keadilan sosial
c. Bahwa kekuasaan (jabatan) itu tidak hanya amanat manusia tapi juga
amanat Tuhan. Maka, kekuasaan (jabatan) harus diemban dengan penuh
tanggung jawab dan sungguh-sungguh
d. Bahwa nilai-nilai Ketuhanan diharapkan bisa memperkuat pembentukan
karakter dan kepribadian, melahirkan etos kerja yang seadanya, dan
memiliki kepercayaan diri untuk mengembangkan potensi diri sebagai ASN
10. Loyalitas seorang ASN dapat tercermin dari kemampuannya mengamalkan
nilai-nilai yang terkandung pada sila ke-3 Pancasila dengan cara:
a. Menghargai, mentoleransi dan menseragamkan keberagaman
b. Memberikan pelayanan yang partisipatif, diskriminatif dan prima
c. Membangun rasa kebangsaan dengan membangkitkan sentiment
nasionalisme
d. Menumbuhkkembangkan semangat gotong royong di kalangan tertentu.

73
BAB V
NILAI MENGELOLA ORGANISASI (ADAPTIF DAN KOLABORATIF)

A. SUBSTANSI
Pemahaman Konsep Adaptif
ASN, sebagai pilar utama dalam administrasi pemerintahan, memiliki peran
penting dalam menjalankan tugas-tugas adaptif. Mereka harus mampu beradaptasi
dengan perubahan regulasi, teknologi, kebijakan, dan tuntutan masyarakat. ASN yang
adaptif akan lebih efektif dalam memberikan pelayanan publik yang berkualitas serta
menjaga stabilitas pemerintahan. Pengertian konsep adaptif merupakan landasan
utama dalam pemahaman tugas-tugas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam konteks
penerapan adaptif dan kolaboratif.
Adaptif merujuk pada kemampuan untuk berubah, menyesuaikan, dan
berkembang sejalan dengan perkembangan dinamis dalam berbagai sektor dan
lingkungan kerja. Adaptif bermakna erat dengan semangat dan kemampuan
berinovasi, kreatif, serta proaktif menghadapi perubahan. Pelayanan kepada
masyarakat yang tadinya diselenggarakan secara manual, sekarang harus modern,
agile, dan produk yang dihasilkan harus customized. Penerapan konsep adaptif
menjadi semakin krusial di tengah perubahan yang cepat dan kompleks dalam
masyarakat dan pemerintahan. Adaptasi merupakan kemampuan yang penting bagi
individu dan organisasi untuk bertahan hidup. Nilai-nilai adaptif perlu diaktualisasi
dalam pelaksanaan tugas-tugas jabatan di sektor publik, karena ada beberapa alasan,
yaitu:
• Perubahan lingkungan strategis
Lingkungan strategis di sektor publik selalu berubah, sehingga
dibutuhkan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut
Lingkungan strategis yang kompleks dan berubah, termasuk isu perubahan
iklim dan tantangan keamanan global, membutuhkan adaptasi dalam
administrasi publik dan kebijakan. Industri juga perlu beralih ke praktik ramah
lingkungan untuk tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Pendekatan lama
dalam menangani keamanan dan perdamaian tidak lagi efektif, sehingga
negara harus mencari pendekatan baru.

74
• Kompetisi disektor publik
Kompetensi adalah fondasi yang penting untuk ASN agar dapat
menjalankan tugas-tugas mereka dengan baik dan memberikan pelayanan
publik yang berkualitas. Hal ini memberikan manfaat baik bagi pemerintah,
masyarakat, maupun perkembangan karir individu ASN. Keterampilan
adaptif memang merupakan kompetensi yang penting untuk dimiliki oleh
Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun oleh individu di berbagai profesi.
Keterampilan adaptif mencakup berbagai aspek seperti kemampuan
belajar cepat, fleksibilitas, kemampuan berpikir kritis, komunikasi yang efektif,
kemampuan mengatasi stres, dan kemampuan bekerja dalam tim. Semua ini
berperan penting dalam menjadikan ASN yang sukses dan efisien dalam
menjalankan tugas-tugas mereka serta memberikan pelayanan publik yang
berkualitas.
Instansi pemerintahan harus bersaing untuk memberikan pelayanan
terbaik kepada masyarakat, sehingga dibutuhkan kemampuan untuk
beradaptasi dengan perubahan kebutuhan masyarakat. Kompetisi antar
instansi pemerintahan adalah suatu kondisi di mana instansi pemerintahan
bersaing untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Hal ini
dilakukan agar instansi pemerintahan dapat memberikan pelayanan yang
lebih baik dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berubah.
Dalam hal ini, instansi pemerintahan harus memiliki kemampuan untuk
beradaptasi dengan perubahan kebutuhan masyarakat agar dapat
memberikan pelayanan yang lebih baik. Kemampuan adaptif harus menjadi
salah satu jati diri aparatur sipil negara (ASN).
Instansi pemerintahan harus bersaing untuk memberikan pelayanan
terbaik kepada masyarakat karena hal ini dapat meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah dan memperbaiki citra pemerintah. Selain
itu, persaingan antar instansi pemerintahan juga dapat mendorong inovasi dan
peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan. Dengan adanya persaingan,
instansi pemerintahan akan berusaha untuk memberikan pelayanan yang
lebih baik dan efektif sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
dengan lebih baik.
Kompetisi tidak langsung antara negara-negara dapat dievaluasi melalui
berbagai kriteria, indeks, dan pemeringkatan yang disusun oleh lembaga
internasional atau supranasional. Ini mencakup parameter seperti kemajuan

75
pembangunan, indeks khusus, dan bahkan acara olahraga. Lebih lanjut,
berbagai lembaga seperti PBB, IMF, Bank Dunia, Transparency International,
World Economic Forum, UNDESA, dan World Intellectual Property
Organization (WIPO) memberikan pengelompokan dan peringkat yang
digunakan sebagai referensi untuk mengukur kinerja sebuah negara.
Pada tahun 2023, Indonesia menduduki peringkat ke-61 (peringkat ke-87
di tahun 2021) dari 132 negara di dunia dalam evaluasi kompetisi tidak
langsung ini. Ini menunjukkan posisi Indonesia dalam konteks global. Lebih
lanjut, sementara dalam wilayah Asia Timur, Asia Tenggara, dan Oseania,
Indonesia menempati peringkat ke-12 (peringkat ke-14 ditahun 2021) dari 16
negara. Ini menunjukkan bahwa kinerja Indonesia mengalami peningkatan
dalam berbagai aspek, termasuk aspek kreativitas, dapat bervariasi tergantung
pada parameter dan pembanding yang digunakan.
Berikut perbandingan kinerja berbagai negara Asia Tenggara, Asia
Timur, dan Oseania :

Gambar 1 : Global Innovation Index Rankings dalam GII 2023

76
Gambar 2 : Peta Sebaran Skor EV-DCI 2022 di 34 Provinsi di Indonesia

Skor EV-DCI 2022 tertinggi masih dipegang oleh DKI Jakarta dengan
skor 73,2. Sementara itu, di posisi kedua dan ketiga ditempati oleh Jawa Barat
dan DI Yogyakarta dengan skor 58,5 dan 49,2. Kalimantan Timur menjadi salah
satu provinsi di luar Pulau Jawa yang berhasil masuk ke 10 besar di peringkat
7 dengan kenaikan skor 4,5, dengan skor EV-DCI 2022 sebesar 44,0.
Selain Kalimantan Timur, beberapa provinsi di luar Jawa mengalami
peningkatan daya saing digital yang cukup baik. Contohnya, Bengkulu yang
mengalami peningkatan skor EV-DCI 2022 tertinggi dibandingkan tahun
sebelumnya, yaitu 7,8 poin menjadi 39,1. Kenaikan skor tersebut membuat
Bengkulu naik tujuh peringkat, menjadi 12. Papua Barat dan Lampung juga
menunjukkan peningkatan daya saing digital yang signifikan; masing-masing
naik 11 peringkat ke posisi 19 dan enam peringkat ke posisi 20.
Penurunan signifikan terjadi pada provinsi Jawa Tengah dan Jambi. Jawa
Tengah turun enam peringkat ke posisi 14 dengan skor 38,0 dari skor 42,6 di
2021. Sementara Jambi turun 10 peringkat dari posisi 20 ke 30 dengan skor 31,9
walaupun skornya pada 2022 (31.9) lebih tinggi daripada pada 2021 (30.9).
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Jambi mengalami peningkatan
skor, namun provinsi lainnya meningkat dengan lebih baik dibandingkan
Jambi dan berhasil mendapatkan peringkat yang lebih tinggi. Secara umum,
meskipun terjadi penurunan peringkat pada beberapa daerah, namun skor
indeks pada sebagian besar daerah terutama kelompok daerah menengah dan
bawah mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan perbaikan kondisi
ekonomi digital daerah di Indonesia. Gambaran Kompetisi yang semakin ketat
di berbagai bidang memaksa dan mendorong pemerintah, baik di tingkat

77
nasional maupun daerah, untuk terus bersaing dan beradaptasi dengan
perubahan lingkungan yang terjadi. Adaptasi menjadi kunci bagi negara untuk
dapat menjadi kompetitif.

• Perubahan iklim
Perubahan iklim menimbulkan berbagai tantangan bagi sektor publik,
sehingga dibutuhkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan
tersebut. Perubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dalam suhu rata-
rata, pola cuaca, dan tingkat laut di seluruh planet. Perubahan iklim
menimbulkan berbagai tantangan bagi sektor publik, sehingga dibutuhkan
kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut. Contoh tantangan
yang dihadapi akibat perubahan iklim adalah banjir, kekeringan, dan
peningkatan suhu udara yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia.
Beberapa contoh upaya adaptasi yang dapat dilakukan adalah mengurangi
emisi, beradaptasi dengan dampak iklim, dan mendanai penyesuaian yang
diperlukan Selain itu, perlu dilakukan pengintegrasian perubahan iklim
sebagai pilar penting dan fokus utama dalam agenda kebijakan pembangunan
yang berkelanjutan

• Perkembangan teknologi
Dalam era digital saat ini, teknologi berkembang dengan sangat pesat.
Hal ini juga berdampak pada lingkungan kerja, termasuk bagi Aparatur Sipil
Negara (ASN). ASN perlu beradaptasi dengan perkembangan teknologi agar
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan menyelesaikan tugasnya dengan
lebih efektif dan efisien. Teknologi, seperti Artificial Intelligence (AI), Internet
of Things (IoT), Big Data, dan otomasi, merupakan faktor penting dalam
perubahan di sektor bisnis dan pemerintahan. Perubahan ini memerlukan
pembangunan infrastruktur teknologi, peningkatan SDM, budaya kerja, dan
tingkat aksesibilitas yang adil bagi warga negara. AI akan mengubah cara kerja
konvensional dengan peran yang melibatkan kecerdasan buatan yang
mungkin melampaui kemampuan manusia.
Keamanan cyber menjadi isu serius dengan intensitas penggunaan
internet dalam layanan publik. Masyarakat perlu beradaptasi dengan
penggunaan internet dan meningkatkan kesadaran tentang perlindungan dari
kejahatan siber. Adaptasi mencakup kemampuan penggunaan teknologi dan

78
antisipasi terhadap konsekuensi penggunaannya. Perilaku komunikasi yang
didominasi oleh media sosial juga mengalami perubahan. Pemerintah perlu
memastikan kompatibilitas metode komunikasi publik dengan media sosial.
Pelayanan publik berbasis digital menjadi keharusan untuk mengikuti
perkembangan teknologi dan literasi digital masyarakat. Pemerintah dapat
memanfaatkan analisis big data untuk memahami aspirasi dan kebutuhan
masyarakat, serta mengevaluasi tingkat kepercayaan publik terhadap layanan
pemerintah. Analisis big data bukan hanya untuk kebutuhan pemasaran,
tetapi juga untuk pemahaman respon masyarakat terhadap layanan publik.

Kemampuan Berfikir Kritis


Seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) harus memiliki kompetensi yang
sesuai dengan tugas dan tanggung jawab mereka karena kompetensi memainkan
peran kunci dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan dengan efektif dan
efisien. Ada beberapa alasan mengapa kompetensi penting bagi seorang ASN:
• Pelayanan Publik yang Berkualitas: ASN bertanggung jawab untuk
memberikan layanan publik kepada masyarakat. Kompetensi yang tepat
memastikan bahwa mereka dapat melaksanakan tugas-tugas mereka
dengan baik, memberikan pelayanan yang berkualitas, dan memenuhi
kebutuhan masyarakat.
• Efisiensi dalam Pemerintahan: Kompetensi membantu dalam pengelolaan
sumber daya dan operasi pemerintahan yang lebih efisien. ASN yang
kompeten dapat melakukan tugas-tugasnya dengan baik dan
meminimalkan pemborosan sumber daya, seperti waktu, anggaran, dan
personil.
• Keamanan dan Kepatuhan Hukum: Dalam banyak kasus, ASN memiliki
akses ke informasi sensitif dan memiliki tanggung jawab untuk menjaga
keamanan dan kerahasiaan informasi tersebut. Kompetensi melibatkan
pemahaman akan aturan dan kebijakan yang relevan, sehingga mereka
dapat menjalankan tugas mereka dengan integritas dan mematuhi
hukum.
• Kualitas Kebijakan Publik: ASN seringkali terlibat dalam pengembangan
dan implementasi kebijakan publik. Kompetensi yang baik dalam analisis
kebijakan dan pemahaman isu-isu sosial dan ekonomi membantu dalam

79
merancang kebijakan yang lebih efektif dan berdampak positif pada
masyarakat.
• Peningkatan Karir: ASN yang memiliki kompetensi yang baik cenderung
memiliki peluang karir yang lebih baik. Mereka dapat maju dalam hierarki
pemerintahan dan memperoleh tanggung jawab yang lebih besar, dengan
demikian berkontribusi lebih banyak dalam pengambilan keputusan dan
pengelolaan sumber daya publik.
• Peningkatan Reputasi ASN dan Pemerintah: ASN yang kompeten
berkontribusi pada peningkatan reputasi pemerintah. Masyarakat akan
lebih percaya kepada pemerintah yang memiliki ASN yang kompeten
dalam memberikan layanan yang berkualitas dan mengelola masalah
dengan baik.
• Tantangan dan Perubahan: ASN seringkali dihadapkan pada tantangan
dan perubahan yang cepat di lingkungan kerja mereka. Kompetensi yang
kuat memungkinkan mereka untuk beradaptasi dengan baik terhadap
situasi yang berubah dan mengejar inovasi dalam pemecahan masalah.
• Meningkatkan Produktivitas dan Kinerja: Kompetensi mencakup
keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan untuk menjalankan tugas
dengan lebih baik. Dengan kompetensi yang tepat, ASN dapat menjadi
lebih produktif dan meningkatkan kinerja mereka.

Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk mengevaluasi,


menganalisis, dan memahami informasi dengan cermat serta untuk menghasilkan
penilaian yang rasional dan logis. Ini melibatkan kemampuan untuk memproses
informasi secara kritis, mengidentifikasi masalah, dan mengembangkan
pemahaman yang mendalam. Beberapa aspek penting dari kemampuan berpikir
kritis meliputi:
• Analisis Informasi: Kemampuan untuk memecah informasi menjadi
komponen-komponen yang lebih kecil, mengidentifikasi hubungan dan
pola, serta memahami implikasi dari informasi tersebut. Ini membantu
seseorang dalam memahami konteks informasi yang diberikan.
• Evaluasi Bukti: Kemampuan untuk menilai bukti dan argumen yang ada.
Ini mencakup kemampuan untuk mengenali sumber daya yang valid dan
terpercaya, serta untuk mengidentifikasi bias atau ketidaksesuaian dalam
argumen.

80
• Pemecahan Masalah: Kemampuan untuk mengidentifikasi masalah,
merancang solusi yang efektif, dan mengambil langkah-langkah yang
diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Pemecahan masalah yang
baik memerlukan analisis kritis yang mendalam.
• Pengambilan Keputusan: Kemampuan untuk mempertimbangkan
berbagai pilihan, menganalisis konsekuensi dari setiap pilihan, dan
membuat keputusan yang paling bijak berdasarkan informasi yang
tersedia.
• Pemahaman Konsep: Kemampuan untuk memahami konsep, teori, atau
ide-ide yang kompleks dan abstrak. Kemampuan ini memungkinkan
seseorang untuk merumuskan pemahaman yang dalam dan abstrak dari
materi yang dipelajari.
• Kritis terhadap Informasi: Kemampuan untuk mengembangkan sikap
kritis terhadap informasi yang diterima, tidak hanya menerima informasi
tanpa pertanyaan. Ini melibatkan kemampuan untuk mengajukan
pertanyaan yang kritis tentang kebenaran, relevansi, dan keandalan
informasi.
• Argumentasi yang Baik: Kemampuan untuk merumuskan dan menyusun
argumen yang kuat, berdasarkan bukti dan logika yang solid. Ini
membantu dalam berkomunikasi efektif dan memengaruhi orang lain
dengan argumen yang baik.

Kemampuan Memecahkan masalah


Dalam lingkungan pemerintah, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) sering
dihadapkan pada tugas-tugas kompleks yang memerlukan kreativitas dan
kemampuan memecahkan masalah. ASN mungkin harus mengatasi tantangan yang
berkaitan dengan kebijakan publik, administrasi, atau pelayanan masyarakat.
Kreativitas dalam peran ASN dapat berarti kemampuan untuk berpikir di luar
kebijakan yang sudah ada, menciptakan solusi baru, atau menghadirkan pendekatan
inovatif untuk masalah-masalah yang rumit. Misalnya, dalam merancang program
kesejahteraan sosial yang lebih efisien, seorang ASN yang kreatif mungkin
menciptakan model yang belum pernah terpikirkan sebelumnya, yang dapat
memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat. Namun, kreativitas saja
tidak cukup untuk membuat perubahan yang signifikan.

81
ASN juga harus memiliki kemampuan memecahkan masalah yang kuat. Ini
berarti mereka harus dapat menganalisis implikasi dari ide-ide kreatif mereka,
mengidentifikasi hambatan hukum atau administratif, dan merancang rencana
pelaksanaan yang praktis. Kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah dalam
pekerjaan seorang ASN dapat menghasilkan perubahan positif dalam pelayanan
publik, kebijakan, atau tata kelola pemerintahan. Dengan berkolaborasi, kreativitas
membantu merintis jalan menuju solusi yang berbeda, sementara kemampuan
memecahkan masalah membantu mengatasi hambatan dan kendala yang mungkin
terjadi selama pelaksanaan. Kombinasi kedua keterampilan ini dapat
memungkinkan ASN untuk menciptakan perubahan yang berarti dan memberikan
manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh ASN untuk meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah :
1. Belajar dari pengalaman. ASN dapat belajar dari pengalamannya sendiri
maupun pengalaman orang lain.
2. Berlatih. Semakin sering ASN berlatih memecahkan masalah, semakin baik
kemampuannya.
3. Mencari bantuan. Jika ASN mengalami kesulitan, ASN dapat meminta
bantuan dari orang lain.
Keterkaitan antara kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah
dalam pekerjaan seorang ASN tidak hanya berlaku untuk pengembangan
kebijakan, tetapi juga untuk menjalankan tugas-tugas sehari-hari. Misalnya, ketika
menghadapi masalah administratif yang rumit, seorang ASN yang kreatif dapat
mencari cara-cara baru untuk meningkatkan efisiensi proses kerja. Mereka dapat
menciptakan alat atau sistem yang lebih efektif untuk mengelola data atau
memberikan layanan publik yang lebih baik kepada masyarakat. Selain itu,
kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah sangat berharga dalam
menghadapi situasi darurat atau krisis. Seorang ASN yang kreatif mungkin dapat
dengan cepat merancang rencana tanggap darurat yang tidak hanya memenuhi
kebutuhan masyarakat dengan baik, tetapi juga mengoptimalkan sumber daya
yang tersedia. Kemampuan memecahkan masalah akan membantu mereka
mengatasi tantangan-tantangan yang muncul selama krisis, seperti mengorganisir
logistik, mengkoordinasikan respon, dan mengatasi hambatan hukum atau
birokratis.

82
Dalam semua aspek pekerjaan ASN, kreativitas dan kemampuan
memecahkan masalah bekerja bersama-sama untuk menciptakan perubahan yang
positif dan meningkatkan efisiensi serta efektivitas pelayanan publik. Kreativitas
memungkinkan ASN untuk berpikir inovatif dan mengeksplorasi berbagai
pendekatan, sementara kemampuan memecahkan masalah membantu mereka
mengubah ide-ide tersebut menjadi tindakan nyata yang memberikan manfaat
langsung bagi masyarakat. Pelajari lebih mendalam lagi tentang “Beda Design
Thinking, Critical Thinking & Creative Thinking” pada video berikut ini :
https://www.youtube.com/watch?v=Jm2pPKCxTaA&t=14s
Dengan demikian, kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah
adalah dua elemen kunci yang membantu ASN dalam melaksanakan tanggung
jawab mereka dengan baik, mengatasi tantangan kompleks, dan menciptakan
perubahan yang positif dalam pelayanan publik serta kebijakan yang mereka urus.
Kombinasi kedua keterampilan ini menjadi kekuatan penting dalam menjawab
kebutuhan dan tuntutan yang beragam dalam lingkungan pemerintah.

Kemampuan Belajar Mandiri


Undang-Undang ASN No. 20 Tahun 2023 Pasal 49 ayat (1) mengamanatkan
bahwa Setiap Pegawai ASN wajib melakukan pengembangan kompetensi melalui
pembelajaran secara terus menerus agar tetap relevan dengan tuntutan organisasi.
Ayat (2) Pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui
sistem pembelajaran terintegrasi. Pengembangan kompetensi dapat dilakukan
melalui pendidikan dan pelatihan, seminar, kursus, dan penataran. Pemerintah
memiliki kewajiban untuk menyediakan pelatihan bagi ASN. Namun, karena
jumlah ASN yang sangat banyak, hal tersebut mungkin sulit diwujudkan. Oleh
karena itu, ASN harus mampu melakukan pembelajaran secara mandiri. Banyak
cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi dengan pembelajaran
mandiri diantara :
1. Menentukan tujuan pembelajaran : Langkah pertama yang harus
dilakukan adalah menentukan tujuan pembelajaran. Apa yang ingin
dicapai dengan pembelajaran mandiri? Apakah ingin meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, atau sikap? Setelah tujuan pembelajaran
ditentukan, maka akan lebih mudah untuk menentukan materi dan
metode pembelajaran yang tepat.

83
2. Mencari sumber belajar; Ada banyak sumber belajar yang dapat
digunakan untuk pembelajaran mandiri, seperti buku, internet, atau
tutorial video. Pilihlah sumber belajar yang berkualitas dan sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
3. Membuat jadwal belajar
Agar pembelajaran mandiri lebih efektif, buatlah jadwal belajar. Jadwal
belajar dapat membantu untuk mengatur waktu dan fokus pada pembelajaran.
Berlatih secara rutin dan dapatkan umpan balik untuk mengetahui sejauh mana
materi yang dipelajari telah dikuasai. Umpan balik dapat diperoleh dari rekan
kerja, atasan, atau mentor.

Kolaboratif
Pengertian kolaboratif menurut Dyer, J. H., & Singh, H. (1998)
mengungkapkan bahwa kolaborasi adalah “ the value generated from an alliance
between two or more firms aiming to become more competitive by developing shared
routines”1, sedang menurut Jerome dan Kisby (2019), kolaboratif adalah suatu bentuk
kerjasama yang dilakukan oleh dua atau lebih individu atau kelompok untuk
mencapai tujuan bersama2. Kolaboratif melibatkan partisipasi aktif dari semua pihak
yang terlibat dan membutuhkan komunikasi yang efektif, saling pengertian, dan
kemauan untuk mencapai kompromi. Kolaboratif juga dapat meningkatkan kinerja
individu atau kelompok karena memungkinkan adanya pertukaran ide dan
pengetahuan yang lebih luas.
Kolaborasi adalah suatu proses di mana dua atau lebih individu, kelompok,
atau entitas bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama atau untuk menyelesaikan
suatu tugas atau proyek. Kolaborasi biasanya melibatkan berbagi ide, sumber daya,
pengetahuan, dan upaya untuk mencapai hasil yang lebih baik daripada yang dapat
dicapai oleh individu atau kelompok secara terpisah. Kolaborasi dapat terjadi dalam
berbagai konteks, seperti di lingkungan kerja, dalam dunia seni, dalam penelitian
ilmiah, atau dalam kehidupan sehari-hari. Kolaborasi antar instansi pemerintah
merujuk pada kerja sama atau koordinasi yang terjadi antara berbagai badan atau
departemen pemerintah, baik di tingkat lokal, regional, maupun nasional, untuk
mencapai tujuan bersama atau untuk menyelesaikan isu-isu yang melibatkan banyak
aspek atau sektor yang berbeda. Kolaborasi semacam ini memiliki beberapa tujuan
utama:

84
• Efisiensi Sumber Daya: Dengan berkolaborasi, instansi pemerintah dapat
membagi sumber daya dan menghindari duplikasi pekerjaan. Hal ini
dapat menghemat anggaran dan memastikan penggunaan sumber daya
yang lebih efisien.
• Penanganan Masalah Kompleks: Banyak masalah yang dihadapi oleh
pemerintah, seperti perubahan iklim, keamanan nasional, atau
penanggulangan bencana, melibatkan berbagai aspek dan sektor yang
berbeda. Kolaborasi memungkinkan berbagai badan pemerintah yang
memiliki keahlian dan wewenang berbeda untuk bekerja sama dalam
menangani masalah tersebut.
• Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik: Dengan bekerja sama, instansi
pemerintah dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang mereka berikan
kepada masyarakat. Ini dapat mencakup perbaikan layanan kesehatan,
pendidikan, infrastruktur, dan lainnya.
• Inovasi dan Pengembangan Kebijakan: Kolaborasi antar instansi
pemerintah juga dapat memungkinkan pertukaran ide dan pengalaman
yang dapat mengarah pada inovasi dalam pengembangan kebijakan. Hal
ini dapat membantu pemerintah dalam menemukan solusi yang lebih baik
dan efektif untuk berbagai masalah.
• Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas: Kolaborasi dapat membantu
dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan.
Dengan berbagi informasi dan hasil kerja, instansi pemerintah dapat
memastikan bahwa tindakan mereka lebih mudah dipantau dan
dievaluasi oleh masyarakat.

Kolaborasi antar instansi pemerintah dapat terjadi dalam berbagai


bentuk, termasuk pertemuan rutin, pembentukan tim kerja bersama, perjanjian
kerja sama formal, dan penggunaan teknologi informasi untuk berbagi data. Hal
ini memainkan peran penting dalam menjalankan tugas pemerintah dengan
lebih efektif dan efisien, serta dalam memastikan bahwa pemerintah dapat
menjawab dengan baik terhadap tantangan dan perubahan yang terus
berkembang di masyarakat.
Tujuan kolaborasi adalah untuk menggabungkan keahlian, pengalaman,
dan sumber daya dari berbagai pihak yang terlibat untuk mencapai hasil yang
lebih baik, efisien, dan berkelanjutan. Kolaborasi juga dapat menghasilkan

85
inovasi, pemecahan masalah yang lebih baik, dan peningkatan produktivitas.
Dalam dunia yang semakin terhubung, kolaborasi menjadi semakin penting
untuk mengatasi tantangan kompleks dan mencapai hasil yang lebih baik secara
bersama-sama.
Dalam tatakelola kolaboratif, pemilihan pemimpin harus dilakukan
dengan cermat untuk memastikan bahwa mereka mampu mengarahkan upaya
kolaboratif dengan cara yang mendukung pemeliharaan struktur horizontal,
sambil mendorong pembangunan hubungan dan pembentukan ide. Selain itu,
kolaborasi harus memberikan peluang kepada berbagai pihak untuk
berpartisipasi, bersikap terbuka dalam kerja sama untuk menciptakan nilai
tambah, dan menggerakkan pemanfaatan berbagai sumber daya untuk
mencapai tujuan bersama. Ratner (2012) mengungkapkan terdapat
mengungkapkan tiga tahapan yang dapat dilakukan dalam melakukan
assessment terhadap tata kelola kolaborasi yaitu :
1. Mengidentifikasi permasalahan dan peluang;
2. Merencanakan aksi kolaborasi; dan
3. Mendiskusikan strategi untuk mempengaruhi.

Hal tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 3: Gambar Kerangka Pikir dalam melakukan Assessment Tata Kelola


Kolaborasi

86
Ansen dan Gash (2012, halaman 550) menjelaskan tentang model
tatakelola kolaboratif. Mereka menyatakan bahwa kondisi awal memengaruhi
jalannya proses kolaborasi. Proses ini melibatkan elemen-elemen seperti
pembangunan kepercayaan, dialog tatap muka, komitmen terhadap proses,
pemahaman bersama, dan pengembangan hasil bersama.
Desain lembaga, termasuk transparansi proses dan faktor
kepemimpinan, juga memengaruhi jalannya proses kolaborasi yang
diharapkan akan menghasilkan hasil yang diinginkan. Gambaran ini dapat
dilihat dalam ilustrasi berikut.

Gambar 4. Model Collaborative Governance


Sumber: Ansen dan gash (2012 p 550)

Prinsip-Prinsip Kolaboratif

Prinsip-prinsip kolaboratif membantu menciptakan lingkungan yang


mendukung kerja sama yang produktif dan berkelanjutan antara berbagai
pihak, baik dalam konteks bisnis, pemerintahan, maupun di berbagai bidang
lainnya. Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, kolaborasi dapat menjadi lebih
efektif, efisien, dan bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat. Prinsip-prinsip
kolaboratif adalah panduan atau aturan dasar yang mengatur perilaku dan

87
interaksi dalam konteks kolaborasi antara individu, kelompok, atau organisasi.
Prinsip-prinsip ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang
mendukung kerja sama yang efektif dan berkelanjutan. Beberapa prinsip
kolaboratif yang umumnya diterapkan termasuk:
• Keterbukaan (Openness): Prinsip ini mengedepankan kejujuran,
transparansi, dan keterbukaan dalam pertukaran informasi, ide, dan
pandangan. Semua pihak yang terlibat dalam kolaborasi harus
bersedia untuk berbagi informasi dan terbuka terhadap masukan dan
umpan balik dari yang lain.
• Partisipasi dan Kesetaraan (Participation and Equity): Semua pihak
yang terlibat dalam kolaborasi harus memiliki kesempatan yang sama
untuk berpartisipasi dan berkontribusi. Prinsip kesetaraan
menekankan bahwa tidak ada pihak yang lebih dominan daripada
yang lain.
• Saling Percaya (Trust): Kepercayaan adalah fondasi penting dalam
kolaborasi. Prinsip ini mencakup pembangunan dan pemeliharaan
kepercayaan di antara semua pihak yang terlibat. Kepercayaan
memungkinkan kerja sama yang efektif dan mengurangi konflik.
• Fokus pada Hasil Bersama (Common Goals): Prinsip ini
menggarisbawahi pentingnya memiliki tujuan bersama atau visi yang
dikejar oleh semua pihak dalam kolaborasi. Hal ini membantu
menjaga fokus pada hasil yang diinginkan.
• Kesepakatan Bersama (Mutual Agreement): Keputusan dan kebijakan
yang dihasilkan dalam kolaborasi sebaiknya dicapai melalui
kesepakatan bersama. Prinsip ini mendorong konsensus dan
memastikan bahwa semua pihak merasa memiliki tanggung jawab
terhadap keputusan yang diambil.
• Pembagian Tanggung Jawab (Shared Responsibility): Setiap pihak
dalam kolaborasi harus bertanggung jawab atas kontribusinya
terhadap tujuan bersama. Prinsip ini menghindari pemindahan
tanggung jawab atau saling menyalahkan.
• Komunikasi yang Efektif (Effective Communication): Prinsip ini
menekankan pentingnya komunikasi yang jelas, efektif, dan terbuka
dalam menjaga aliran informasi di antara semua pihak yang terlibat
dalam kolaborasi.

88
• Penghargaan Terhadap Keragaman (Respect for Diversity): Prinsip ini
menghargai perbedaan budaya, pandangan, dan latar belakang yang
mungkin ada di antara peserta kolaborasi. Keragaman dianggap
sebagai aset yang dapat memperkaya pemikiran dan solusi.
• Komitmen Terhadap Pembelajaran (Commitment to Learning):
Kolaborasi sering melibatkan eksperimen dan percobaan. Prinsip ini
mendorong pengakuan terhadap kegagalan sebagai bagian dari
pembelajaran, serta keinginan untuk terus meningkatkan proses
kolaborasi.

Etika Organisasi
Etika organisasi didefinisikan oleh Letendre sebagai: “disiplin etika terapan
yang membahas pilihan-pilihan moral yang dipengaruhi dan dipandu oleh
nilai-nilai, standar, prinsip, aturan, dan strategi yang terkait dengan aktivitas
organisasi dan situasi bisnis” [10] yang sangat relevan dalam kehidupan
sehari-hari .
Dalam esensi, etika adalah dasar moral yang membantu menjaga
integritas dan keberlanjutan kolaborasi. Ini menciptakan lingkungan di mana
berbagai pihak dapat bekerja bersama dengan keyakinan bahwa mereka akan
diperlakukan dengan adil, dan hasil kolaborasi akan sesuai dengan nilai-nilai
moral yang mereka anut. Etika adalah landasan yang kritis untuk mencapai
tujuan kolaborasi yang positif dan berkelanjutan. Etika memainkan peran yang
sangat penting dalam konteks kolaborasi, terutama ketika berbagai pihak
bekerja bersama dalam suatu inisiatif atau proyek. Berikut adalah peran etika
dalam kolaborasi:
1. Panduan Perilaku: Etika memberikan panduan tentang perilaku yang
benar dan salah dalam kolaborasi. Ini membantu menjaga integritas
dan moralitas dalam interaksi antarpihak. Etika mengingatkan semua
pihak untuk bertindak dengan jujur, adil, dan hormat satu sama lain.
2. Kepatuhan Hukum: Etika sering berhubungan erat dengan hukum.
Etika memastikan bahwa semua pihak mematuhi hukum dan
peraturan yang berlaku dalam kolaborasi. Ini penting untuk
menghindari konsekuensi hukum yang merugikan dan menjaga
integritas proyek atau inisiatif tersebut.

89
3. Kepercayaan dan Kredibilitas: Etika adalah dasar dari kepercayaan
dalam kolaborasi. Ketika semua pihak bertindak dengan etika, hal ini
membangun kepercayaan di antara mereka. Kepercayaan sangat
penting karena tanpa kepercayaan, kolaborasi sulit untuk berhasil.
4. Pemecahan Konflik: Etika memberikan kerangka kerja untuk
menangani konflik. Ketika konflik muncul dalam kolaborasi, prinsip-
prinsip etika dapat membantu dalam mencari solusi yang adil dan
memuaskan semua pihak.
5. Pemeliharaan Reputasi: Etika membantu dalam memelihara reputasi
baik. Ketika kolaborasi dijalankan dengan etika yang tinggi, reputasi
semua pihak yang terlibat tetap terjaga. Reputasi yang baik dapat
membantu dalam menjalin hubungan yang lebih baik dan menarik
mitra baru untuk kolaborasi di masa depan.
6. Kebijakan dan Pedoman Kolaborasi: Etika sering mendorong
pembuatan kebijakan dan pedoman yang mencerminkan nilai-nilai
moral yang dianut oleh pihak-pihak yang terlibat. Kebijakan semacam
ini membantu mengarahkan perilaku dan keputusan dalam kolaborasi.
7. Pertimbangan Terhadap Dampak Sosial dan Lingkungan: Etika juga
mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari kolaborasi.
Kolaborasi yang etis memperhitungkan implikasi jangka panjang
terhadap masyarakat dan lingkungan serta berusaha untuk
mengurangi dampak negatif.
8. Kemajuan Berkelanjutan: Etika mendorong kesadaran akan tanggung
jawab sosial dan moral dalam kolaborasi. Ini mendorong pihak-pihak
yang terlibat untuk memikirkan dampak jangka panjang dan
berkontribusi pada pemecahan masalah sosial yang lebih besar.

Panduan perilaku kolaboratif


Panduan perilaku kolaboratif adalah aturan atau pedoman yang
membantu individu atau kelompok berinteraksi dan bekerja bersama dalam
kolaborasi dengan cara yang efektif, etis, dan produktif. Menurut Pérez López
et al (2004 dalam Nugroho, 2018), organisasi yang memiliki collaborative
culture indikatornya sebagai berikut:
1. Organisasi menganggap perubahan sebagai sesuatu yang alami dan
perlu terjadi;

90
2. Organisasi menganggap individu (staf) sebagai aset berharga dan
membutuhkan upaya yang diperlukan untuk terus menghormati
pekerjaan mereka;
3. Organisasi memberikan perhatian yang adil bagi staf yang mau
mencoba dan mengambil risiko yang wajar dalam menyelesaikan tugas
mereka (bahkan ketika terjadi kesalahan);
4. Pendapat yang berbeda didorong dan didukung dalam organisasi
(universitas) Setiap kontribusi dan pendapat sangat dihargai;
5. Masalah dalam organisasi dibahas transparan untuk menghindari
konflik;
6. Kolaborasi dan kerja tim antar divisi adalah didorong; dan
7. Secara keseluruhan, setiap divisi memiliki kesadaran terhadap kualitas
layanan yang diberikan.

B. BENTUK PENERAPAN
Penerapan Adaptif dan Kolaboratif dalam Praktik
Tantangan perubahan lingkungan dapat dirumuskan dengan
karakteristik VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity).
Indonesia dan negara-negara lain di seluruh dunia menghadapi tantangan
global dengan karakteristik VUCA, yaitu:
1. Volatility: Dunia berubah cepat, tidak stabil, dan tak terduga.
Contohnya, tahun 2020 yang tak terduga membawa dampak besar
pada hampir semua sektor usaha.
2. Uncertainty: Masa depan penuh ketidakpastian, dan pengalaman
masa lalu tidak lagi relevan untuk memprediksi kejadian mendatang.
3. Complexity: Dunia modern lebih kompleks, dengan masalah dan
akibat yang saling berhubungan dan berlapis. Situasi eksternal yang
dihadapi pemimpin bisnis semakin rumit.
4. Ambiguity: Lingkungan bisnis semakin membingungkan, sulit
dipahami, dan dapat memiliki banyak penafsiran yang berbeda.
Untuk menghadapi tantangan ini, instansi pemerintah di seluruh dunia perlu
menerapkan strategi adaptasi yang mencakup pengembangan kebijakan yang
responsif, peningkatan literasi digital, peningkatan kemampuan berpikir
kritis, dan kesiapan untuk berubah dalam menghadapi perubahan yang tidak

91
terduga. Adaptasi ini akan membantu instansi pemerintah beroperasi secara
lebih efisien dan efektif di tengah ketidakpastian dan kompleksitas lingkungan
kerja yang ditandai oleh karakteristik VUCA. Tantangan VUCA ini
mengharuskan negara dan organisasi untuk menjadi lebih adaptif dan inovatif
dalam menghadapi perubahan yang cepat dan seringkali tidak terduga.
ASN perlu menerapkan teknologi dalam tugas dan pekerjaannya.
Misalnya, ASN dapat menggunakan teknologi AI untuk mengotomatiskan
tugas-tugas yang berulang, menggunakan IoT untuk mengumpulkan data,
atau menggunakan big data untuk menganalisis data. Berikut ilustrasi dari
seorang ASN yang menggunakan teknologi untuk mengoptimalisasi tugas-
tugasnya :

Ketika pertama kali ditugaskan di Kantor Pelayanan Pajak


(KPP) Pratama Jakarta Barat, Adi merasa kebingungan. Dia baru
lulus dari perguruan tinggi dan belum pernah bekerja di
pemerintahan sebelumnya. Dia harus beradaptasi dengan
lingkungan kerja yang baru, mulai dari budaya kerja, rekan kerja,
hingga sistem kerja.
Adi bertekad untuk cepat beradaptasi agar dapat bekerja
dengan baik. Dia mulai mempelajari budaya kerja di KPP Pratama
Jakarta Barat. Dia juga mulai menjalin hubungan dengan rekan
kerja. Dia juga mengikuti pelatihan dan seminar terkait teknologi
informasi agar dapat memanfaatkan teknologi dalam tugasnya.
Setelah beberapa bulan bekerja, Adi mulai terbiasa dengan
lingkungan kerja yang baru. Dia dapat bekerja dengan baik dan
menyelesaikan tugasnya dengan tepat waktu. Dia juga dapat
memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan efektivitas
dan efisiensi kerja.
Salah satu contoh penerapan adaptasi dalam lingkungan kerja
yang dilakukan oleh Adi adalah dengan menggunakan teknologi AI
untuk mengotomatiskan tugas-tugas administrasi. Adi
menggunakan AI untuk membantunya dalam pengisian formulir,
penyusunan laporan, dan pencatatan data. Hal ini dapat menghemat

92
waktu dan tenaga Adi, sehingga Adi dapat fokus pada tugas-tugas
yang lebih strategis.
Adi juga menerapkan teknologi IoT untuk mengumpulkan
data. Adi menggunakan IoT untuk mengumpulkan data dari
berbagai sumber, seperti sensor, perangkat elektronik, dan sistem
informasi. Data ini dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kepada masyarakat, membuat kebijakan yang lebih tepat
sasaran, dan meningkatkan efisiensi kerja.
Selain itu, Adi juga menerapkan teknologi big data untuk
menganalisis data. Adi menggunakan big data untuk menganalisis
data dalam jumlah besar. Analisis data ini dapat digunakan untuk
memahami tren, pola, dan hubungan antarvariabel. Hal ini dapat
membantu Adi untuk membuat keputusan yang lebih tepat. Berkat
penerapan adaptasi dalam lingkungan kerja, Adi dapat bekerja
dengan lebih efektif dan efisien. Dia juga dapat memberikan
pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.

C. REFLEKSI
Menyusun Rencana Aksi
Untuk menerapkan prinsip adaptif dan kolaboratif, perlu disusun
rencana aksi yang jelas. Rencana aksi ini harus mencakup tujuan, sasaran,
strategi, dan indikator keberhasilan. Rencana Aksi adalah sebuah dokumen
yang berisi langkah-langkah konkret yang perlu diambil untuk mencapai
tujuan atau menyelesaikan sebuah tugas tertentu. Rencana aksi merinci apa
yang harus dilakukan, oleh siapa, kapan, dan dengan menggunakan sumber
daya apa. Dokumen ini berfungsi sebagai panduan yang membantu individu
atau tim memahami dan mengelola perjalanan mereka menuju pencapaian
tujuan. Rencana aksi dapat berupa dokumen tertulis atau disajikan dalam
berbagai bentuk, tergantung pada konteksnya. Berikut adalah beberapa
langkah untuk menyusun rencana aksi:
1. Tentukan tujuan dan sasaran: Langkah pertama adalah menentukan
tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Tujuan harus bersifat umum dan
luas, sedangkan sasaran harus bersifat spesifik dan terukur.
2. Identifikasi strategi: Setelah tujuan dan sasaran ditentukan, langkah
selanjutnya adalah mengidentifikasi strategi yang akan digunakan.

93
Strategi harus disesuaikan dengan tujuan dan sasaran yang ingin
dicapai.
3. Tentukan indikator keberhasilan: Indikator keberhasilan digunakan
untuk mengukur keberhasilan penerapan prinsip adaptif dan
kolaboratif. Indikator keberhasilan harus bersifat spesifik, terukur, dapat
dicapai, relevan, dan waktunya terbatas
4. Tentukan jadwal dan anggaran: Jadwal digunakan untuk memastikan
bahwa rencana aksi dapat dilaksanakan secara tepat waktu. Anggaran
digunakan untuk memastikan bahwa rencana aksi dapat dilaksanakan
secara efektif.
5. Implementasikan rencana aksi.

Pertanyaan:
1. Menurut anda manfaat apa yang didapatkan oleh Intstansi dari penerapan
adaptasi dalam lingkungan kerja yang telah dilakukan Adi?
2. Apa yang harus dilakukan oleh seorang ASN dalam menjalankan tugas
dan fungsinya sebagai seorang ASN yang Profesional?
3. Refleksikan rencanakan aksi anda dalam implementasi pemanfaatan
teknologi anda ditempat tugas dalam rangka menuju ASN yang
profesioanl.

94
D. SOAL LATIHAN
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar, pilih jawaban yang menurut
anda benar.
1. Apa yang dimaksud dengan konsep adaptif?
A. Kemampuan untuk berubah, menyesuaikan, dan berkembang
sejalan dengan perkembangan dinamis dalam berbagai sektor dan
lingkungan kerja.
B. Kemampuan untuk berinovasi, kreatif, serta proaktif menghadapi
perubahan.
C. Kemampuan untuk bertahan hidup di tengah perubahan yang
cepat dan kompleks.
D. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan strategis.
E. Kemampuan untuk bersaing dengan instansi pemerintahan lain
dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

2. Apa saja alasan pentingnya penerapan konsep adaptif di sektor publik?


A. Perubahan lingkungan strategis dan kompetisi di sektor publik.
B. Perubahan lingkungan strategis dan perubahan kebutuhan
masyarakat.
C. Perubahan lingkungan strategis, kompetisi di sektor publik, dan
perubahan kebutuhan masyarakat.
D. Perubahan lingkungan strategis, perubahan kebutuhan
masyarakat, dan inovasi.
E. Perubahan lingkungan strategis, perubahan kebutuhan
masyarakat, inovasi, dan peningkatan kualitas pelayanan.

3. Apa yang dimaksud dengan kompetisi di sektor publik?


A. Kondisi di mana instansi pemerintahan bersaing untuk
memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
B. Kondisi di mana instansi pemerintahan bersaing untuk
mendapatkan sumber daya yang terbatas.

95
C. Kondisi di mana instansi pemerintahan bersaing untuk
mendapatkan pengakuan dari masyarakat.
D. Kondisi di mana instansi pemerintahan bersaing untuk
mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat.
E. Kondisi di mana instansi pemerintahan bersaing untuk
mendapatkan dukungan dari masyarakat.

4. Apa yang dapat dilakukan oleh instansi pemerintahan untuk


meningkatkan kemampuan adaptifnya?
A. Memberikan pelatihan dan pengembangan kompetensi ASN.
B. Melakukan inovasi dalam pelayanan publik.
C. Meningkatkan sinergi antar instansi pemerintahan.
D. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik.
E. Meningkatkan kepuasan masyarakat atas pelayanan publik.

5. Apa yang dapat dilakukan oleh ASN untuk meningkatkan kemampuan


adaptifnya?
A. Meningkatkan kompetensi dan keterampilannya.
B. Bersikap terbuka dan proaktif terhadap perubahan.
C. Melakukan inovasi dalam pekerjaannya.
D. Meningkatkan sinergi dengan rekan kerja.
E. Meningkatkan kepuasan masyarakat atas pelayanan publik.

6. Apa dampak perkembangan teknologi bagi sektor publik?


A. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.
B. Meningkatkan inovasi dalam pelayanan publik.
C. Meningkatkan keterjangkauan pelayanan publik.
D. Semua jawaban benar.

7. Apa hubungan antara kompetensi dan kemampuan berpikir kritis?


A. Kemampuan berpikir kritis merupakan komponen kunci dari
kompetensi.
B. Kompetensi merupakan komponen kunci dari kemampuan
berpikir kritis.
C. Keduanya adalah hal yang terpisah.

96
D. Keduanya saling bertentangan.
8. Apa tantangan penerapan teknologi dalam pelayanan publik?
A. Literasi digital masyarakat.
B. Infrastruktur teknologi.
C. Budaya kerja.
D. Semua jawaban benar.

9. Apa aspek penting dari kemampuan berpikir kritis?


A. Analisis informasi, evaluasi bukti, pemecahan masalah,
pengambilan keputusan, pemahaman konsep, kritis terhadap
informasi, dan argumentasi yang baik.
B. Analisis informasi, evaluasi bukti, dan pemecahan masalah.
C. Pengambilan keputusan dan pemahaman konsep.
D. Argumentasi yang baik dan kritis terhadap informasi.

10. Bagaimana cara meningkatkan kemampuan berpikir kritis?


A. Dengan pelatihan dan pendidikan.
B. Dengan pengalaman dan praktik.
C. Dengan latihan rutin.
D. Semua jawaban benar.

11. Apa tujuan dari prinsip-prinsip kolaboratif?


A. Menciptakan lingkungan yang mendukung kerja sama yang
efektif dan berkelanjutan.
B. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kolaborasi.
C. Mencapai tujuan bersama yang disepakati oleh semua pihak.
D. Semua jawaban benar.

12. Apa contoh penerapan prinsip keterbukaan dalam kolaborasi?


A. Berbagi informasi dan ide secara transparan.
B. Menghormati perbedaan budaya dan latar belakang.
C. Membangun kepercayaan di antara semua pihak.
D. Semua jawaban benar.

97
13. Apa hubungan antara etika dan kolaborasi?
A. Etika adalah dasar moral yang membantu menjaga integritas
dan keberlanjutan kolaborasi.
B. Etika sering berhubungan erat dengan hukum.
C. Etika memastikan bahwa semua pihak mematuhi hukum dan
peraturan yang berlaku dalam kolaborasi.
D. Semua jawaban benar.

14. Apa peran etika dalam kolaborasi?


A. Panduan perilaku.
B. Kepatuhan hukum.
C. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kolaborasi.
D. Semua jawaban benar.

15. Apa contoh penerapan etika dalam kolaborasi?


A. Membangun kepercayaan di antara semua pihak.
B. Menghormati perbedaan budaya dan latar belakang.
C. Bersikap jujur dan adil dalam semua interaksi.
D. Semua jawaban benar.

98
BAB VI
EVALUASI DAN UMPAN BALIK

A. PENJELASAN PENUGASAN
Untuk memastikan indikator hasil belajar tercapai dengan baik, dan
mempersiapkan peserta Orientasi PPPK peserta dapat menuju ke tahapan
selanjutnya yaitu Laporan Orientasi Pengenalan Nilai dan Etika Instansi Pemerintah
bagi Pegawai dengan Perjanjian Kerja (PPPK), maka ada penugasan untuk peserta
pelatihan.

Gambar 1. Alur Pikir Orientasi Pengenalan Nilai dan Etika pada Instansi
Pemerintah, diolah oleh Tim Penyusun (2023)

Penugasan ini sangat terkait dengan agenda selanjutnya yaitu Pembekalan


Orientasi PPPK dan penyusunan Laporan Orientasi Pengenalan Nilai dan Etika
Instansi Pemerintah bagi Pegawai dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Laporan ini
menjadi muara dari tujuan jangka pendek Orientasi PPPK.
Dalam menyusun laporan, ruh nya adalah pada pemahaman tentang isu
organisasi dan bagaimana menerapkan nilai-nilai tugas dan fungsi ASN di tempat
kerja (BerAKHLAK). Pemahaman tentang isu kritikal, sebaiknya perlu diawali
dengan mengenal pengertian isu. Secara umum isu diartikan sebagai suatu
fenomena/kejadian yang diartikan sebagai masalah, sedangkan menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia isu adalah masalah yang dikedepankan untuk ditanggapi;

99
kabar yang tidak jelas asal usulnya dan tidak terjamin kebenarannya; kabar angin;
desas desus. Selanjutnya Kamus “Collins Cobuild English Language Dictionary”
(1987), mengartikan isu sebagai: (1). “An important subject that people are discussing
or arguing about” (2). “When you talk about the issue, you are referring to the really
important part of the thing that you are considering or discussing”.
Isu kritikal secara umum terbagi ke dalam tiga kelompok berbeda
berdasarkan tingkat urgensinya, yaitu
1. Isu saat ini (current issue)
2. Isu berkembang (emerging issue), dan
3. Isu potensial.
Berdasarkan hal tersebut, sebagai seorang ASN, harus memahami terkait
jabatan, tugas dan fungsi di tempat kerja. Dengan mengacu pada Gambar 1 terkait
alur pikir Orientasi adalah memahami visi misi organisasi, memahami jabatan dan
tanggung jawab jabatan, memahami manajemen dan kinerja organisasi, memaknai
dan menginternalisasi nilai-nilai BerAKHLAK dalam menjalankan tugas dan fungsi
ASN di tempat kerja, dan pada akhirnya menyusun laporan orientasi yang bisa
memberikan kontribusi bagi organisasi.

Gambar 2. Alur Pikir Proses Teknik Analisis Isu, diolah oleh Tim Penyusun
(2023)

100
1. ISSUE SCAN
Pendekatan lain dalam memahami apakah isu yang dianalisis tergolong isu
kritikal atau tidak adalah dengan melakukan “issue scan”, yaitu teknik untuk
mengenali isu melalui proses scanning untuk mengetahui sumber informasi terkait isu
tersebut sebagai berikut:
a. Media scanning, yaitu penelusuran sumber-sumber informasi isu dari
media seperti surat kabar, majalah, publikasi, jurnal profesional dan media
lainnya yang dapat diakses publik secara luas;
b. Existing data, yaitu dengan menelusuri survei, polling atau dokumen resmi
dari lembaga resmi terkait dengan isu yang sedang dianalisis;
c. Knowledgeable others, seperti profesional, pejabat pemerintah, trendsetter,
pemimpin opini dan sebagainya;
d. Public and private organizations, seperti komisi independen, masjid atau
gereja, institusi bisnis dan sebagainya yang terkait dengan isu-isu tertentu;
e. Public at large, yaitu masyarakat luas yang menyadari akan satu isu dan
secara langsung atau tidak langsung terdampak dengan keberadaan isu
tersebut.

2. TEKNIK TAPISAN ISU


Di dalam proses penetapan isu yang berkualitas atau dengan kata lain isu
yang bersifat aktual, sebaiknya Anda menggunakan kemampuan berpikir kiritis
yang ditandai dengan penggunaan alat bantu penetapan kriteria kualitas isu. Alat
bantu penetapan kriteria isu yang berkualitas banyak jenisnya, misalnya
menggunakan teknik tapisan dengan menetapkan rentang penilaian (1-5) pada
kriteria; Aktual, Kekhalayakan, Problematik, dan Kelayakan. Aktual artinya isu
tersebut benar-benar terjadi dan sedang hangat dibicarakan dalam masyarakat.
Khalayak artinya Isu tersebut menyangkut hajat hidup orang banyak. Problematik
artinya Isu tersebut memiliki dimensi masalah yang kompleks, sehingga perlu
dicarikan segera solusinya secara komperehensif, dan Layak artinya Isu tersebut
masuk akal, realistis, relevan, dan dapat dimunculkan inisiatif pemecahan
masalahnya.

3. TEKNIK ANALISIS ISU

101
Dari sejumlah isu yang telah dianalisis dengan teknik tapisan, selanjutnya
dilakukan analisis secara mendalam isu yang telah memenuhi kriteria APKL atau
USG atau teknik tapisan lainnya dengan menggunakan alat bantu dengan teknik
berpikir kritis, misalnya menggunakan sistem berpikir mind mapping, fishbone,
SWOT, tabel frekuensi, analisis kesenjangan, atau sekurangnya-kurangnya
menerapkan kemampuan berpikir hubungan sebab-akibat untuk
menggambarkan akar dari isu atau permasalahan, aktor dan peran aktor, dan
alternatif pemecahan isu yang akan diusulkan.

DESIGN THINKING
Dalam menemukenali isu dan mencari gagasan kreatif, secara tidak langsung kita
telah menggunakan critical thinking dan creative thinking. Critical thinking untuk
menemukenali isu dan penyebabnya, lalu creative thinking menemukan solusi dari
masalah tersebut.
1. Silahkan Bapak ibu menyimak terkait design thinking sebagai bekal untuk
menelaah penerapan nilai BerAKHLAK dalam tugas dan fungsi di tempat kerja.
Akun youtube berikut ini
https://www.youtube.com/watch?v=EUMbDMMYhXc&t=104s

Gambar 1. Lima tahapan Design Thinking (dikutip dari akun youtube , Indra
Nugroho (https://www.youtube.com/watch?v=EUMbDMMYhXc&t=104s )

KETENTUAN PENUGASAN
Berdasarkan penjelasan penugasan yang telah disampaikan diatas, maka
Silakan Bapak/Ibu mengerjakan dua tugas berikut secara individu, yaitu

102
a. Menemukenali isu organisasi dan gagasan kreatif (solusi) menggunakan
tahapan sesuai Alur Pikir Proses Teknik Analisis Isu yang telah dijelaskan
di atas, bisa menggunakan narasi atau tabel.
b. Menggunakan tahapan Design Thinking mulai dari Emphatize, Define,
Ideate, Prototype, dan Test (Modified), dalam menelaah penerapan Tugas
dan Fungsi ASN di tempat kerja.
EMPATHIZE, sebutkan kode etik atau panduan perilaku BerAKHLAK yang
akan dianalisa dari isu instansi yang diambil (cek modul). Tuliskan core values
BerAKHLAK berikut kesemua kode etiknya kedalam matrik Design Thinking.
DEFINE, jabarkan sikap perilaku aktor pada unit pelayanan publik tersebut yg
bertentangan dengan kode perilaku nilai BerAKHLAK yang dianalisa, analisis
penyebabnya. Identifikasi isu pelanggaran core values BerAKHLAK pada unit
pelayanan publik tersebut.
IDEATE, identifikasi gagasan yang dapat menjadi solusi pemecahan isu.
PROTOTYPE, temukan unit pelayanan publik lain yang sudah menerapkan
solusi yang dapat mengatasi isu tersebut dan bisa menjadi benchmark dalam
perbaikan kualitas pelayanan publik.
MODIFIED/CREATIVE, ada ide kreatif yang bisa dilakukan untuk
menyempurnakan dan memodifikasi ide kreatif unit pelayanan publik yang menjadi
prototype.
No Emphatize Define Teknik Analisis Ideate Prototyp Modified
Isu e
A P K L

Silahkan bapak ibu mengerjakan dua jenis penugasan tersebut secara individu.
Waktu pengerjaan dilakukan setelah penyampaian materi secara synchronous (tatap
muka online atau offline). Hasil penugasan diunggah melalui LMS, batas waktu
maksimal diunggah yaitu satu (1) jam sebelum sesi synchronous materi berikutnya.

103
B. KUNCI JAWABAN SOAL LATIHAN
Silahkan cocokkan jawaban Anda dengan kunci jawaban Tes Hasil Belajar
yang terdapat di bagian akhir tiap bab. Hitunglah jawaban Anda yang benar. Apabila
tingkat penguasaan Anda mencapai 80% atau lebih, berarti Anda telah memahami
materi ini dengan baik. Tetapi bila tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi lagi materi, terutama bagian yang belum Anda kuasai.

SOAL LATIHAN BAB II

1. C
2. D
3. B
4. A
5. A
6. C
7. C
8. B
9. D
10. A

SOAL LATIHAN BAB III


1. C
2. C
3. B
4. B
5. C
6. B
7. C
8. C
9. C
10. A

SOAL LATIHAN BAB IV


1. D

104
2. B
3. A
4. B
5. A
6. C
7. C
8. D
9. C
10. C

SOAL LATIHAN BAB V


1. A
2. C
3. A
4. A
5. A
6. D
7. A
8. D
9. A
10. D
11. D
12. A
13. D
14. D
15. D

105
BAB VII
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penerapan Fungsi dan Tugas ASN di tempat kerja dengan menginternalisasi
nilai-nilai BerAKHLAK merupakan tahapan penting dalam Orientasi PPPK. Pada
dasarnya, kehadiran PPPK adalah untuk berkontribusi dalam peningkatan kinerja
organisasi. Bahan ajar ini memandu peserta dan juga menjadi standar pengampu atau
fasilitator agar tercapai tujuan pembelajaran dan menghasilkan output bagi peserta
Orientasi PPPK, dan mendatangkan outcome untuk jangka menengah dan panjang
bagi organisasi.

B. SARAN
Agar bahan ajar Penerapan Fungsi dan Tugas ASN di tempat kerja dapat
dikembangkan dan diperdalam lagi menjadi modul sebagai pegangan Orientasi
Pengenalan Nilai dan Etika pada Instansi Pemerintah.

106
DAFTAR PUSTAKA

Dyer, J. H., & Singh, H. (1998). The Relational View: Cooperative Strategy and Sources of
Interorganizational Competitive Advantage. The Academy of Management Review,
23(4), 660–679. https://doi.org/10.2307/259056
GII (n.d.). Global Innovation Index 2023 Rankings. WIPO. Retrieved October 29, 2023, from
https://www.wipo.int/edocs/pubdocs/en/wipo-pub-2000-2023-section1-en-gii-
2023-at-a-glance-global-innovation-index-2023.pdf
Handoko, Ramah. 2021. Akuntabel (Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil).
Jakarta : LAN
Idris, Irfan dkk. 2019. Analisis Isu Kontemporer (Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri
Sipil Golongan II dan Golongan III). Jakarta : LAN
Indrawan Nugroho. (2020, December 10). Beda Design Thinking, Critical Thinking &Creative
Thinking [Video]. Corporate Innovation by CIAS.
https://www.youtube.com/watch?v=Jm2pPKCxTaA&t=14s
Jalis, Ahmad. 2021. Kompeten (Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil). Jakarta :
LAN
Mirdin, Andi Adiyat. 2021. Berorientasi Pelayanan (Modul Pelatihan Dasar CPNS). Jakarta :
LAN
Nabila, M. (2022, March 8). EV-DCI 2022: Daya Saing Digital Antarprovinsi Makin Merata.
Dailysocial. https://dailysocial.id/post/ev-dci-2022-daya-saing-digital-
antarprovinsi-makin-merata
Nurhikmah. 2022. Integritas dan Profesionalisme ASN. Bahan paparan yang disampaikan
pada Pelatihan Membangun Integritas dan Budaya Antigratifikasi tahun 2022.
PANRB, K. (2022, July 23). Kementerian PANRB. Menpan.go.id. Retrieved October 25, 2023,
from https://menpan.go.id/site/berita-terkini/adaptif-jadi-kunci-perubahan-bagi-
asn#:~:text=JAKARTA%20%E2%80%93%20Kemampuan%20adaptif%20harus%20me
njadi%20salah%20satu,modern%2C%20agile%2C%20dan%20produk%20yang%20dih
asilkan%20harus%20customized
Pulido, M. P. (2018). Why Implement Organisational Ethics? Ethics Management in Libraries
and Other Information Services, 1-24, https://doi.org/10.1016/B978-0-08-101894-
1.00001-X
Rahmanendra, Dwi. 2021. Loyal (Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil). Jakarta
: LAN
Tim LAN-RI. 2022. Nilai Berorientasi Pelayanan. Disampaikan pada Webinar Series Materi
Latsar CPNS, pada 05 Januari 2022 melalui Zoom Meeting
Tim KPK. 2014. Orange Juice For Integrity Belajar Integritas kepada Tokoh Bangsa. Jakarta :
KPK
Sejati, Tri Atmojo. 2021. Kolaboratif (Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil).
Jakarta: LAN
Sembodo, Jarot. 2021. Harmonis (Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil). Jakarta
: LAN
Suharsi, dkk. 2023. Kurikulum dan Manajemen Penyelenggaraan Pelatihan Calon Penyuluh
Antikorupsi (Edisi Revisi Tahun 2023). Jakarta : KPK
Suwarno, Yogi. 2021. Adaptif (Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil). Jakarta :
LAN
Republik Indonesia. 2023. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2023 Tentang
Aparatur Sipil Negara. Jakarta : Indonesia
Republik Indonesia. 2019. Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Pelaporan Gratifikasi. Jakarta : KPK
Republik Indonesia. 2020. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2020. Jakarta : Kemenpan RB
Republik Indonesia. 2022. Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor :
289/K.1/PDP.07/2022 tentang Pedoman Orientasi Pegawai Pemerintah Dengan
Perjanjian Kerja. Jakarta : LAN RI
Republik Indonesia. 2022. Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 94 Tahun 2022
tentang Implementasi Pendidikan Antikorupsi. Nusa Tenggara Barat: Pemerintah
Provinsi NTB

107
Yang, X. (2023). Creating learning personas for collaborative learning in higher education: A Q
methodology approach. International Journal of Educational Research Open, 4, 100250.
https://doi.org/10.1016/j.ijedro.2023.100250
Ansell, Chris & Gash, Alison. 2012.Collaborative Governance in Theory and Practice. Jurnal
JPART 18: 543-571

108

Anda mungkin juga menyukai