9 SistemManajemenKinerja2021

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 182

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/367125904

Sistem Manajemen Kinerja

Book · December 2021

CITATIONS READS

103 258

17 authors, including:

Adi Suryanto Arif Ramadhan


Politeknik STIA LAN Jakarta National Reserach and Innovation Agency
23 PUBLICATIONS 152 CITATIONS 14 PUBLICATIONS 107 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

Witra Apdhi Yohanitas Azwar Aswin


National Research Innovation Agency, Indonesia National Research and Innovation Agency of the Republic of Indonesia
24 PUBLICATIONS 134 CITATIONS 10 PUBLICATIONS 107 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Adi Suryanto on 14 January 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Sistem Manajemen Kinerja ASN | i
SISTEM MANAJEMEN KINERJA
APARATUR SIPIL NEGARA
Adi Suryanto, et.al. (Editors)
Copyright @ 2021 Lembaga Administrasi Negara. All Right Reserved.
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.
Judul Buku : Sistem Manajemen Kinerja Aparatur Sipil Negara
Penerbit : Asosiasi Profesi Widyaiswara Indonesia
Tempat Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2021
Cetakan Ke : 1 (Pertama)
ISBN : 978 – 623 – 98929 – 5 - 1
IKAPI : Nomor Anggota 599/Anggota Luar Biasa/DKI/2021
Redaksi:
Gedung Atmodarminto, BPPK Kementerian Keuangan
Jl. Purnawarman No.99, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Email : [email protected]
Website : https://www.bppdapwi.com
Whatsapp : 083840572182

Sistem Manajemen Kinerja ASN | i


SISTEM MANAJEMEN KINERJA
APARATUR SIPIL NEGARA
Editor:

1. Dr. Adi Suryanto, M.Si.


2. Dr. Agus Sudrajat, MA.
3. Sri Hadiati WK, SH., MBA.

Reviewer:

1. Dr. Agus Sudrajat, MA.


2. Sri Hadiati WK, SH., MBA.
3. Drs. Riyadi, M.Si.
4. Suripto, S.Sos., MAB.
5. Marsono, SE., MM.
6. Drs. Haris Faozan, M.Si.
7. Dr. Suwatin, S.Sos., MA.
8. Arif Ramadhan, SAP., MAP.
9. Yoga Suganda Sukanto, S.Sos.

Desain Sampul dan Tata Letak

1. Agus Pahrul Sidik, ST. MT.


2. Arif Ramadhan, SAP., MAP.

ii | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Tim Penulis

1 Dr. Hary Supriadi, SH. MA Widyaswara Ahli Utama

2 Suripto, S.Sos., MAB Peneliti Ahli Madya

3 Marsono, SE. MM Peneliti Ahli Madya

4 Arif Ramadhan, SAP., MAP Peneliti Ahli Pertama

5 Parjiono, S.Sos Analis Kepegawaian Ahli Madya

6 Drs. Hari Budimawan Analis Kepegawaian Ahli Muda

7 Dr. Sri Wahyu Wijayanti, Peneliti Ahli Muda


SE. M.SE.
8 Azizah Puspasari, SPd., Analis Kebijakan Ahli Muda
MPA
9 Agustinus Sulistyo Tri P, SE. Peneliti Ahli Madya
MSi.
10 Renny Savitri, S.IP., MA Peneliti Ahli Muda

11 Ichwan Santosa, S.Sos. Analis Kebijakan Ahli Pertama

12 Octa Soehartono, S.E., Analis Kepegawaian Ahli Muda


M.P.A.
13 Witra Apdhi Yohanitas, Peneliti Ahli Muda
S.Kom., M.A.P.
14 Azwar Aswin, S.Sos., MAP Peneliti Ahli Pertama

Sistem Manajemen Kinerja ASN | iii


MENTERI
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI

SAMBUTAN
MENTERI PEMBERDAYAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI

Visi mewujudkan Indonesia yang maju, bermartabat,


berdaya saing, dan sejajar dengan negara-negara maju
di dunia menuntut birokrasi berkelas dunia. Birokrasi
harus kapabel, berdaya saing, mampu mengelola roda
pemerintahan secara efektif, efisien, dan akuntabel.
Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan
menekankan pentingnya menciptakan birokrasi yang
berorientasi pada hasil, tidak semata berorientasi pada prosedur, proses,
dan rutinitas. Oleh karena itu, Kementerian PANRB memiliki peran yang
sangat strategis dalam membangun birokrasi berkelas dunia. Untuk
mencapai visi reformasi birokrasi tahun 2024, Kementerian PANRB telah
menerapkan dua tahap roadmap reformasi birokrasi. Untuk meningkatkan
pencapaian target roadmap reformasi birokrasi tahap kedua, Kementerian
PANRB telah menerbitkan kebijakan tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (SAKIP) dan Sistem Kinerja Pegawai.

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa taala, semangat


untuk pembenahan dan perbaikan juga dimiliki oleh
Kementerian/Lembaga, salah satunya Lembaga Administrasi Negara
melalui Kedeputian Bidang Kajian dan Inovasi Manajemen Aparatur Sipil

iv | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Negara yang telah berinisiatif untuk menyusun Buku Sistem Manajemen
Kinerja Aparatur Sipil Negara. Dari isi buku ini, tentunya sangat penting dan
sangat baik dalam memperkuat implementasi Peraturan Menteri PANRB
Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri
Sipil. Sebagai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019
tentang Penilaian Kinerja PNS dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara.

Akhir kata, sebagai Menteri PANRB, saya mengucapkan terima kasih


kepada Lembaga Administrasi Negara c.q. Kedeputian Bidang Kajian dan
Inovasi Manajemen Aparatur Sipil Negara yang telah berinisiatif menyusun
buku ini. Semoga buku Manajemen ASN ini dapat memberikan kontribusi
dalam Implementasi PermenPANRB Nomor 8 Tahun 2021.

Jakarta, 22 Desember 2021

H. Tjahjo Kumolo, S.H.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | v


SEKAPUR SIRIH

KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA RI


Sebagai salah satu institusi yang mendapatkan
mandat langsung dari Undang-Undang No. 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Lembaga
Administrasi Negara telah dan akan terus
menguatkan komitmen untuk menjadi penggerak
utama dalam mewujudkan world class government.
Untuk itu, dalam rangka melaksanakan tugasnya
untuk meneliti, mengkaji, dan melakukan inovasi,
penguatan terhadap manajemen ASN akan terus
dilakukan untuk menjawab berbagai tantangan dalam bidang ASN.
Saat ini kita memasuki era Revolusi Industri 4.0, dimana dunia dihadapkan
pada kondisi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity), yang
diperberat dengan pandemi Covid-19. Disinilah setiap organisasi pemerintah
atau swasta diuji serta dituntut untuk berkinerja tinggi. Pembahasan terkait
dengan kinerja PNS sampai saat ini masih menjadi isu yang sangat krusial.
Kementerian PANRB pernah mengungkapkan bahwa lebih dari 30% PNS
berkinerja buruk. Untuk itu dibutuhkan konsep dan kebijakan manajemen
kinerja yang baik dan implementatif.
Inisiatif Lembaga Administrasi Negara ini penting dalam menjawab
tantangan manajemen kinerja ASN tersebut. Buku Sistem Manajemen
Kinerja ASN layak menjadi referensi utama dalam mengimplementasikan
manajemen kinerja ASN di instansi pemerintah baik pusat maupun daerah.
Materi dalam buku ini selain merujuk pada kebijakan yang ada, juga
diperkaya dengan konsep dan langkah praktis pada setiap aspeknya. Selain
itu juga membahas model manajemen kinerja berbasis flexible work
arrangement (FWA) yang sangat relevan dengan kondisi saat ini.
Sebagai penutup, saya mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih
kepada tim penulis dan kontributor buku ini. Semoga Buku Manajemen
Kinerja ASN ini dapat memberikan kontribusi nyata dalam pengelolaan
manajemen kinerja di instansi pemerintah pusat maupun daerah, sehingga
harapan untuk mewujudkan pemerintahan yang berkinerja tinggi dapat
terwujud.

Jakarta, 22 Desember 2021


Dr. Adi Suryanto, M.Si

vi | Sistem Manajemen Kinerja ASN


SALAM PEMBUKA
CEO GLOBAL TANOTO FOUNDATION

Tanoto Foundation adalah organisasi filantropi


independen yang berkomitmen untuk meningkatkan
kekuatan transformatif pendidikan termasuk juga
pengembangan SDM Aparatur di Indonesia. Kami juga
menjadi katalis kemitraan pemerintah dan swasta
untuk menghasilkan ide-ide yang progresif.
Sejalan dengan misi kami, Tanoto Foundation
mendukung sepenuhnya Lembaga Administrasi
Negara dalam penyelenggaraan pengembangan kompetensi Aparatur Sipil
Negara demi terciptanya peningkatan kualitas penyelenggaraan
pemerintahan khususnya dalam memberikan pelayanan publik yang prima
yang dampaknya akan meningkatkan kepuasan masyarakat atas layanan
pemerintahan.
Buku Sistem Manajemen Kinerja ASN ini kami pandang sangat penting
sebagai pedoman bagi ASN untuk meningkatkan kinerja mereka sehingga
kinerja yang diharapkan dapat sejalan dengan tujuan organisasi.
Sebagai penutup kami menyampaikan terima kasih kepada Lembaga
Administrasi Negara Republik Indonesia yang telah menginisiasi buku ini dan
melibatkan kami dalam penyusunan buku ini, semoga kontribusi kami juga
memberikan manfaat bagi negeri. Semoga bermanfaat, selamat membaca.

Jakarta, 22 Desember 2021


Dr. J. Satrijo Tanudjojo

Sistem Manajemen Kinerja ASN | vii


SELAYANG PANDANG

DEPUTI KAJIAN & INOVASI MANAJEMEN ASN


LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA RI
Buku Sistem Manajemen Kinerja ASN ini
merupakan buku pedoman praktis Manajemen
Kinerja ASN di Indonesia yang secara substantif
menyajikan Manajemen Kinerja ASN dari sisi
urgensi, kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,
pengukuran, pembinaan, penilaian kinerja dan
sistem informasi kinerja. Sisi menarik dari buku ini
juga menyajikan manajemen kinerja dengan model
flexible work arrangement (FWA) yang tidak hanya
merupakan opsi baru, namun juga merupakan
tuntutan pola kerja saat ini.
Terwujudnya FWA ini tentunya tidak sekadar tersedianya sistem jaringan
internet yang stabil, perangkat keras dan lunak yang memadai, namun juga
tata kelola pekerjaan yang sesuai dan berkesinambungan serta peraturan
yang mendukung. Tentunya hal ini tidak mudah terealisasi seperti
membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan komitmen dan keinginan kuat
untuk berubah menjadi lebih dinamis dan fleksibel dalam pengabdian.
Semua tentu bermuara pada upaya menapaki peta jalan pembangunan ASN
seperti yang termaktub dalam RPJM (2020-2024), yakni birokrasi kelas dunia.
Kami sangat mengapresiasi hadirnya buku ini, sebagai sumbangsih Lembaga
Administrasi Negara untuk negeri khususnya di bidang pengembangan
kompetensi dan peningkatan kinerja ASN. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada Tanoto Foundation atas dukungannya dalam pengembangan
knowledge creation selama ini.
Sebagai penutup, semoga buku ini bermanfaat bagi ASN, akademisi, praktisi,
mahasiswa dan semua kalangan yang membaca buku ini. Kami membuka
masukan seluas-luasnya demi perbaikan buku ini di masa mendatang.
Selamat membaca.
Jakarta, 22 Desember 2021
Dr. Agus Sudrajat, M.A.

viii | Sistem Manajemen Kinerja ASN


DAFTAR ISI

Identitas Buku i
Tim Penulis iii
Sambutan Menteri PAN RB iv
Sekapur Sirih Kepala LAN vi
Salam Pembuka Tanoto Foundation vii
Selayang Pandang DKIM ASN viii
Daftar Isi ix
Daftar Gambar x
Daftar Tabel xi
Esensi Buku Sistem Manajemen Kinerja ASN xiii
BAB I URGENSI MANAJEMEN KINERJA ASN 1
Hary Supriadi
BAB II PERENCANAAN KINERJA PEGAWAI 15
Suripto
BAB III PELAKSANAAN DAN PEMANTAUAN KINERJA 45
Marsono dan Arif Ramadhan
BAB IV KONSELING, MENTORING DAN COACHING 55
Parjiyono dan Hari Budimawan
BAB V PENGUKURAN KINERJA PEGAWAI 83
Sri Wahyu Wijayanti dan Azizah Puspasari
BAB VI TINDAK LANJUT PENILAIAN KINERJA 98
Agustinus Sulistyo Tri P dan Renny Savitri
BAB VII MANAJEMEN KINERJA DENGAN MODEL FWA 117
(FLEXIBLE WORKING ARRANGEMENT)
Ichwan Santoso dan Octa Soehartono
BAB VIII SISTEM INFORMASI KINERJA 138
Witra Apdhi Yohanitas dan Azwar Aswin
DAFTAR PUSTAKA 148
BIODATA PENULIS 153

Sistem Manajemen Kinerja ASN | ix


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Sistem Manajemen Kinerja 9

Gambar 1.2 Tantangan Penerapan Sistem Manajemen Kinerja 13

Gambar 3.1 Skema Proses Pelaksanaan Manajemen Kinerja ASN 46

Gambar 3.2 Alur Rencana Kinerja JPT, JA, dan JF 49

Gambar 3.3 Format Rencana Aksi/ Inisiatif Strategis 50

Gambar 3.4 Format Pendokumentasian Kinerja 50

Gambar 3.5 Siklus Pelaksanaan Manajemen Kinerja ASN Agile 51

Gambar 3.6 Mekanisme Perubahan SKP 54

Gambar 4.1. Siklus Manajemen Kinerja 57

Gambar 5.1 Penilaian Kinerja PNS 91

Gambar 5.2 Penilaian SKP bagi JPT 91

Gambar 5.3 Penilaian SKP bagi JA dan JF 92

Gambar 5.4 Siklus Manajemen Kinerja PNS 92

Gambar 5.5 Format Penilaian Kinerja 95

Gambar 6.1 Penghargaan dan Pembinaan bagi ASN 116

Gambar 7.1 Kotak Manajemen Talenta 125

Gambar 7.2 Platform Utama Integrated Digital Workspace 134

Gambar 7.3 Mekanisme Kerja Flexiwork Bappenas 135

Gambar 7.4 Pola Kerja di Kemenkeu 136

x | Sistem Manajemen Kinerja ASN


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rujukan Penjabaran Kinerja Utama 22

Tabel 2.2 Manual Indikator Kinerja 27

Tabel 2.3 Rencana SKP Pejabat Tinggi dan Pimpinan Unit 29


Kerja Mandiri

Tabel 2.4 Rencana SKP Pejabat Tinggi dan Pimpinan Unit 31


Kerja Mandiri

Tabel 2.5 Rencana SKP Pejabat Administrasi 33

Tabel 2.6 Rencana SKP Pejabat Fungsional 34

Tabel 2.7 Keterkaitan SKP dengan Angka Kredit Pejabat 35


Fungsional

Tabel 2.8 Verifikasi Keterkaitan SKP dengan Angka Kredit JF 35

Tabel 2.9 Kategori Penilaian Kinerja Individu 36

Tabel 2.10 Rencana SKP Pejabat Administrasi 37

Tabel 2.11 Rencana SKP Pejabat Fungsional 38

Tabel 2.12 Aspek Orientasi Pelayanan 39

Tabel 2.13 Aspek Komitmen 40

Tabel 2.14 Aspek Inisiatif Kerja 41

Tabel 2.15 Aspek Kerja Sama 42

Tabel 2.16 Aspek Kepemimpinan 43

Tabel 2.17 Level Perilaku Kerja yang Dipersyaratkan 44

Tabel 4.1 Formulir Penetapan Kegiatan Konseling 63

Tabel 4.2 Rekapitulasi Data Konseling PNS 64

Tabel 4.3 Daftar Nama Peserta Kegiatan Konseling 65

Tabel 4.4 Daftar Nama Peserta Pascakonseling 67

Sistem Manajemen Kinerja ASN | xi


Tabel 4.5 Daftar Nama Peserta Mentoring 72

Tabel 4.6 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Mentoring 74

Tabel 4.7 Hasil Pelaksanaan Kegiatan Mentoring 75

Tabel 4.8 Daftar Nama Peserta Pengukuran Potensial 80

Tabel 4.9 Daftar Nama Peserta Pelaksanaan Kegiatan 81


Coaching
Tabel 5.1 Perspektif Balance Scorecard pada Sektor Swasta 84
dan Publik
Tabel 5.2 Perbandingan Kebijakan Penilaian Kinerja PNS 86

Tabel 7.1 Identifikasi Jabatan untuk Penentuan Jenis FWA 127

Tabel 7.2 Jenis/Metode Flexible Work Arrangement (FWA) 129

Tabel 7.3 Contoh Laporan Kinerja Harian 131

Tabel 8.1 Perkembangan IP-TIK Indonesia, 2018-2019 139

xii | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Esensi Buku
Sistem Manajemen Kinerja ASN
“a systematic process for improving organizational
performance by developing the performance of individuals
and teams” (Amstrong - 2006)

Manajemen kinerja memiliki peran strategis dalam meningkatkan


kinerja organisasi yang menghubungkan sinergi antara tujuan individual
dengan visi dan misi organisasi. Namun, dalam sistem pemerintahan
Indonesia, manajemen kinerja dinilai masih belum terimplementasikan
dengan baik, dan masih dalam tataran konsep dan kebijakan yang ramai
didiskusikan di berbagai seminar ataupun diskusi terbatas.

Lahirnya Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil


Negara menegaskan mengenai pentingnya kinerja, sebagaimana tertuang
dalam konsideran menimbang huruf c bahwa ASN wajib
mempertanggungjawabkan kinerjanya. Selanjutnya, dijabarkan lebih lanjut
dalam sebuah kebijakan berupa Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil.

Dalam hubungannya dengan manajemen kinerja, kebijakan tersebut


menyebutkan beberapa aspek dalam manajemen kinerja yang meliputi:
perencanaan kinerja; pelaksanaan kinerja, pemantauan kinerja, pembinaan
kinerja, penilaian kinerja, tindak lanjut, dan Sistem Informasi Kinerja PNS.
Kemudian secara teknis dijabarkan dalam Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 8 Tahun
2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil.

Dalam upaya memperkaya referensi Manajemen Kinerja Pegawai, Buku


Sistem Manajemen Kinerja ASN ini membahas beberapa hal mendasar
meliputi:

1. Perencanaan Kinerja Pegawai,

2. Pelaksanaan dan Pemantauan Kinerja,

3. Coaching dan Mentoring,

Sistem Manajemen Kinerja ASN | xiii


4. Pengukuran Kinerja Pegawai,

5. Tindak Lanjut Penilaian Kinerja, dan

6. Sistem Informasi Kinerja.

Dan salah satu hal yang sedang “happening” saat ini dari organisasi
berbasis kinerja adalah fleksibilitas, bekerja dari mana saja dan kapan saja,
untuk itu buku ini juga menambahkan satu pembahasan lagi tentang
Manajemen Kinerja dengan FWA (Flexible Work Arrangement).

Sebelum masuk ke pembahasan mengenai penerapan Manajemen


Kinerja, pada BAB I URGENSI MANAJEMEN KINERJA ASN pembaca akan
disajikan tentang peran strategis Manajemen Kinerja termasuk pengertian,
ruang lingkup dan tujuan serta tantangan manajemen kinerja di masa
depan.

Perencanaan kinerja pegawai merupakan langkah awal yang sangat


penting dalam proses manajemen kinerja dan dapat menentukan
keberhasilan organisasi. Untuk itu, pada BAB II PERENCANAAN KINERJA
PEGAWAI membahas tentang urgensi perencanaan kinerja untuk
menegaskan pentingnya sebuah perencanaan kinerja, seberapa besar
pentingnya perencanaan kinerja dalam sebuah manajemen kinerja pegawai.
Untuk penerapan teknis operasionalnya, bab ini membahas juga tentang
Penyusunan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP), SKP Model Dasar/inisiasi dan
Model Pengembangan serta informasi yang harus dimuat dalam SKP.
Bagaimana menyusun indikator kinerja individu secara SMART dan
menentukan target kinerja, serta memahami jenis–jenis kinerja pegawai. Hal
penting lainnya yang dibahas dalam bab ini adalah mengenai manual
indikator kinerja sebagai instrumen pelengkap SKP yang akan memperjelas
dalam memantau dan mengukur kinerja pegawai. Selain SKP, buku ini juga
menyajikan aspek-aspek perilaku kerja yang disertai dengan definisi
orientasi, level perilaku kerja dan indikator kinerja serta situasi
penggunaanya.

Perencanaan yang baik tanpa implementasi yang baik adalah kegagalan.


Untuk memandu dalam implementasinya, BAB III PELAKSANAAN DAN
PEMANTAUAN KINERJA akan membahas tentang implementasi dan
pemantauan kinerja melalui proses pendokumentasian kinerja. Teknik

xiv | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Pendokumentasian dapat dilakukan secara harian, mingguan, bulanan,
triwulanan, semesteran, dan tahunan tergantung pada kebutuhan
organisasi. Dokumentasi ini digunakan sebagai evidence saat pemantauan
kinerja PNS yang dilakukan oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS secara berkala
dan berkelanjutan dalam proses pelaksanaan SKP.

Pembinaan kinerja merupakan salah satu tahapan penting untuk


efektivitas implementasi dan pemantauan kinerja. Dalam BAB IV COACHING
DAN MENTORING ini membahas pentingnya, pengertian dan tujuan
coaching dan mentoring. Bab ini juga memperkaya dengan bahasan
kebijakan dan mekanisme serta contoh instrumen coaching dan mentoring
di lingkungan PNS.

Pengukuran kinerja menjadi salah satu tahapan yang sangat penting


dalam manajemen kinerja. Dimana hasil pengukuran akan menjadi dasar
pertimbangan atas reward dan punishment yang akan diberikan kepada
pegawai. Untuk itu, BAB V PENGUKURAN KINERJA PEGAWAI membahas
urgensi, kebijakan, pengertian, tujuan, dan waktu dalam pengukuran kinerja
pegawai. Bab ini juga membahas tentang tahapan penilaian pegawai,
metode pengukuran dengan kelebihan dan kekurangannya serta kategori
hasil penilaian.

Tindak lanjut penilaian kinerja menjadi tahapan penting lainnya dalam


proses manajemen kinerja pegawai yang maksudkan untuk memotivasi
pegawai sebagai konsekuensi atas capaian kinerjanya. Tindak lanjut ini dapat
berupa reward dan sanction/punishment. Oleh karena itu, dalam BAB VI
TINDAK LANJUT PENILAIAN KINERJA membahas tentang berbagai
kebijakan yang terkait dengan pemberian reward dan punishment mulai dari
pengembangan kompetensi, pemberian insentif/tunjangan serta
penghargaan lainnya untuk pegawai yang berkinerja baik dan sebagai
penegakan disiplin untuk pegawai yang kinerjanya sangat kurang. Dalam
pembahasan bab ini, dilengkapi pula dengan beberapa instrumen untuk
tindak lanjut.

Flexible Work Arrangements (FWA) dapat menjadi budaya kerja baru


dalam lingkungan ASN. FWA lebih fokus pada output atau hasil daripada
prosedur kerja. FWA ini bukan merupakan salah satu aspek dalam

Sistem Manajemen Kinerja ASN | xv


manajemen kinerja yang diamanatkan dalam Sistem Manajemen Kinerja
PNS, tetapi menarik untuk dibahas karena menjadi sesuatu yang baru dalam
lingkungan kerja ASN. Oleh karena itu, BAB VII MANAJEMEN KINERJA
DENGAN MODEL FWA disajikan untuk membahas konsepsi FWA dari
berbagai variabel yang biasa digunakan, urgensi penerapannya di
lingkungan pemerintahan saat ini, kebijakan dan implementasi FWA, teknis
penentuan jenis FWA yang tepat untuk masing masing jabatan, serta kunci
sukses penerapan Manajemen Kinerja Berbasis FWA.

Perkembangan teknologi digital semakin cepat dalam mengubah cara


kerja dan budaya kerja. Untuk itu, penggunaan teknologi dalam sistem
manajemen kinerja menjadi bagian yang tidak dapat ditinggalkan dalam
Pengembangan Manajemen Kinerja ASN. Dalam upaya membangunkan
kesadaran mengenai pentingnya hal tersebut, BAB VIII SISTEM INFORMASI
KINERJA membahas tentang transformasi dan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi, urgensi penerapannya dalam sistem manajemen
kinerja pegawai, serta model dan teknis pengelolaan sistem informasi
kinerja.

xvi | Sistem Manajemen Kinerja ASN


BAB I
URGENSI MANAJEMEN KINERJA ASN

Peran Strategis Manajemen Kinerja


Kesan apa yang dapat kita tangkap saat memasuki sebuah ruang
pelayanan sebuah bank? Pada sebuah unit kecil kemungkinan anda akan
diterima oleh seorang petugas keamanan, satu petugas layanan pelanggan
(CS), dua orang teller, dan mungkin seorang unit manager. Semua terlihat
bekerja dan menjalankan fungsinya secara penuh, tidak ada yang
menganggur. Semua bekerja sesuai dengan tanggung jawab, dan tentu
dengan reward yang berbeda. Apabila seorang dari mereka berhalangan ke
kantor, misalnya karena sakit, proses layanan akan terganggu baik karena
tugasnya saling berhubungan satu dengan lain juga karena setiap personel
mendapat tugas dan target tertentu sesuai job description. Jika personel yang
bertugas sebagai CS tidak hadir misalnya, maka pelaksanaan tugasnya harus
segera ada yang menggantikan agar proses pelayanan tetap terlaksana
sesuai dengan core business-nya.

Nah sekarang apa yang bisa kita amati pada situasi kerja instansi
pemerintah? Sebagai organisasi yang besar, sebuah raksasa birokrasi,
terdapat banyak pegawai dengan berbagai jabatan dan status. Namun
bagaimana pembagian tugasnya? Apakah jika salah satu dari mereka tidak
hadir akan sangat berpengaruh kepada proses kerja dan kinerja?

Berbeda dengan contoh lingkungan unit perbankan tadi, maka pada


organisasi pemerintah pada umumnya persoalan ketidakhadiran atau
keterlambatan dalam pelaksanaan tugas tidak akan terlalu berpengaruh.
Disamping karena jumlah pegawai yang banyak, pembagian tugas dan target
kinerja yang dibebankan juga seringkali tidak jelas. Atau setidaknya beban
target kinerja hanya diberikan kepada “orang-orang tertentu” saja. Selain itu
ketidakhadiran atau keterlambatan atau ketidaktercapaian (under
performance) juga tidak memiliki konsekuensi berarti terhadap reward yang
didapatkan atau bahkan tidak ada konsekuensi sama sekali. Jika antara
pegawai berkinerja tinggi dengan kinerja rendah tidak memiliki konsekuensi

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 1


terhadap reward yang diterima, lalu apa yang mendorong orang untuk
berkinerja tinggi? Disinilah justru terjadi situasi perilaku “makan tulang
kawan”. Suatu kondisi dimana pekerjaan dilaksanakan orang lain namun
turut merasakan hasilnya. Bekerja secukupnya, jika perlu cukup menjadi
penggembira atau penonton saja! Hadir ke kantor tepat waktu atau
terlambat, menghasilkan kinerja tinggi, sedang atau rendah, toh akan
mendapatkan gaji dan tunjangan yang sama. Istilah PGPS, Pintar “G#@*k”
Pendapatan Sama, juga masih relevan. Kualifikasi dan kinerja tidak banyak
berdampak pada pendapatan yang dibawa pulang.

Karena kondisi demikian akhirnya pola pengawasan banyak


dititikberatkan kepada kehadiran, berupaya memastikan bahwa pegawai
hadir pada jam kerja yang ditentukan. Kontrol dilakukan untuk memastikan
bahwa semua pegawai hadir tepat waktu, selalu berada di kantor (atau
bahkan di rumah, saat WFH), bukan melihat pada kinerja yang dihasilkan dan
hanya dititikberatkan pada kehadiran.

Jelas kondisi di atas berdampak kepada motivasi pegawai. Jika tidak


bekerja atau berkinerja tetap mendapatkan reward yang sama maka untuk
apa bekerja dan berkinerja lebih? Pegawai akan berpikir yang penting hadir,
gaji dan tunjangan tetap akan diterima dengan utuh. Bahkan jika sudah ada
sistem kinerja yang melakukan pemotongan terhadap gaji dan tunjangan
kepada mereka yang kehadirannya kurang, atau kinerjanya kurang, namun
tidak akan memberi pengaruh banyak karena nilainya yang tidak signifikan.

Atas dasar hal tersebut di atas, maka jelas dibutuhkan sebuah


manajemen kinerja yang baik. Pengelolaan kinerja dimulai sejak
perencanaan, penetapan target, pembagian target hingga individu,
pengawasan dan pengendalian, hingga evaluasi serta reward berdasarkan
kinerja. Kinerja tidak lagi diukur dari kehadiran namun menggunakan
indikator yang baik, terukur, dapat dicapai, dan dapat dibandingkan.

Sejalan dengan itu, buku ini bermaksud membantu menyediakan


rujukan bagi upaya mengelola kinerja pegawai (ASN) pada instansi
pemerintah sesuai dengan kebijakan yang berlaku. Selain dari segi regulasi
terkait kinerja juga dilakukan pembahasan tentang problem dan dinamika

2 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


penerapan manajemen kinerja. Berbagai persoalan yang sering dihadapi
maupun tantangan pengelolaan kinerja pegawai dimasa yang akan datang.

Buku ini diharapkan bisa menjadi pedoman praktis yang mudah


dipahami dan implementatif. Dengan implementasi manajemen kinerja
yang baik diharapkan kinerja ASN di instansi masing-masing dapat
meningkat, sehingga bisa dicapai kinerja organisasi yang tinggi.

Pengertian, Ruang Lingkup, dan Tujuan Manajemen Kinerja


Kinerja (performance) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah:
1) sesuatu yang dicapai; 2) prestasi yang diperlihatkan; 3) kemampuan kerja
(tentang peralatan). Sementara itu PP No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Perintah mendefinisikan kinerja sebagai
keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai
sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas
terukur. Sedangkan, PP 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja
memberikan batasan pengertian kinerja dikaitkan dengan keberadaan PNS
yakni kinerja PNS yang diartikan sebagai hasil kerja yang dicapai oleh setiap
PNS pada organisasi/unit sesuai dengan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dan
Perilaku Kerja.

Dari berbagai pengertian tentang kinerja tersebut, maka dapat


disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai dari suatu proses kerja
yang dapat diukur. Oleh karenanya aspek pengukuran menjadi sangat
penting, baik ukuran yang digunakan, cara mengukur, maupun pengelolaan
data hasil pengukuran tersebut.

Pada evaluasinya atas administrasi pemerintahan (public service) tahun


2008-2013, OECD memberi perhatian khusus atas bagaimana manajemen
sumber daya manusia memberi kontribusi. Isu utama yang menjadi
perhatian adalah bagaimana mengukur kinerja dan bagaimana strategi
untuk melibatkan pegawai dalam meningkatkan kinerja (OECD, 2016).

Agar kinerja dapat dicapai dengan baik, tentunya dibutuhkan


manajemen yang baik. Untuk itulah, maka manajemen kinerja menjadi
sangat penting bagi organisasi dalam upaya mewujudkan kinerja yang
diharapkan. Manajemen kinerja menurut Amstrong (2006) adalah

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 3


“a systematic process for improving organizational performance by developing
the performance of individuals and teams” yang berarti bahwa manajemen
kinerja adalah sebuah proses proses sistematis untuk meningkatkan
kinerja organisasi dengan cara meningkatkan kinerja individu dan tim.
Dari pengertian ini, kita dapat menarik pemahaman bahwa manajemen
kinerja sebagai sebuah proses sistematis dalam suatu organisasi akan
dipengaruhi oleh capaian kinerja individu dan tim dalam organisasi tersebut.
Pendapat ini sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh J. Lockett
(dalam Amstrong, 2006), yang secara lebih tegas menyebutkan bahwa
manajemen kinerja adalah “The development of individuals with competence
and commitment, working towards the achievement of shared meaningful
objectives within an organisation which supports and encourages their
achievement” (Pengembangan kompetensi dan membangun komitmen
individu, untuk bekerja dalam rangka pencapaian tujuan bersama dalam
organisasi, dimana organisasi memberikan dukungan dan semangat untuk
pencapaian individu tersebut). Dengan demikian, secara umum manajemen
kinerja dapat dinyatakan sebagai suatu proses menyelaraskan atau
mengintegrasikan sasaran organisasi dengan individu untuk mencapai
efektivitas organisasi. Definisi tersebut juga menekankan pada
pengembangan yang merupakan tujuan utama manajemen kinerja.

Berdasarkan definisi di atas, dapat dikemukakan lingkup dari


manajemen kinerja paling tidak menjadi 3 (tiga) indikator, yaitu:

1. Inputs (masukkan). Masukkan yang diperlukan untuk proses


manajemen kinerja antara lain berupa kapabilitas sumber daya
manusia, baik sebagai individu maupun tim, yang diwujudkan dalam
bentuk pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainnya.
2. Proses. Manajemen kinerja membutuhkan proses pelaksanaan
kinerja, bagaimana kinerja dijalankan, mulai dari perencanaan
sampai dengan tujuan yang diharapkan.
3. Outputs (Keluaran). Keluaran atau hasil kerja organisasi, baik dalam
bentuk barang ataupun jasa, perlu dibandingkan dengan tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Apakah ada kesesuaian untuk
pencapaian tujuan atau tidak. Jika terjadi deviasi antara keluaran
dengan tujuan, maka perlu dilakukan umpan balik.

4 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Sebagai sebuah proses, manajemen kinerja merupakan kesepakatan
yang terkait dengan tujuan yang ingin dicapai, standar dan kompetensi yang
dibutuhkan. Oleh karenanya, dalam proses ini ada unsur pengembangan
pegawai agar kemungkinan tercapainya target yang ditentukan lebih baik.

Selanjutnya, sistem manajemen kinerja seperti apa yang sebaiknya


diterapkan oleh organisasi? Untuk memilih sistem kinerja yang cocok bagi
sebuah organisasi, tentunya tidak bisa disamakan. Hal ini tergantung kepada
karakter, kultur dan sistem yang diterapkan dalam organisasi itu sendiri.
Dengan kata lain, tugas dan fungsi yang menjadi core business organisasi
serta budaya kerja yang ada dalam organisasi, akan menjadi unsur penentu
untuk menetapkan manajemen kinerja apa yang cocok. Pulakos (2004)
mengemukakan bahwa “memilih sistem manajemen kinerja ditentukan atau
mempertimbangkan kebutuhan fungsi dan tujuan organisasi, budaya
organisasi, dan bagaimana integrasinya dengan sistem pengelolaan SDM
lainnya. Tidak ada satu sistem manajemen kinerja yang tepat untuk semua
organisasi”.

Namun perlu dipahami bersama bahwa manajemen kinerja dilakukan


untuk mencapai tujuan organisasi dan untuk menjamin aktivitas organisasi
agar mencapai hasil yang diharapkan. Oleh karena itu, diperlukan upaya
manajemen dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, hakikat manajemen
kinerja adalah bagaimana mengelola seluruh kegiatan organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Ketepatan
dalam memilih dan menerapkan manajemen kinerja yang sesuai dengan
kebutuhan tugas dan fungsi organisasi serta budaya kerja yang ada,
kemudian mampu diintegrasikan dengan sistem pengelolaan sumber daya
organisasi dengan baik, akan memengaruhi terhadap efektivitas proses
manajemen kinerja itu sendiri.

Salah satu contoh terkait dengan efektivitas sistem manajemen kinerja


hasil survei Watson Wyatt (dalam Pulakos, 2004) menyimpulkan bahwa
hanya 3 dari 10 pekerja yang setuju bahwa sistem manajemen kinerja di
perusahaannya berhasil mendorong peningkatan kinerja. Bahkan kurang
dari 40 persen pekerja berpendapat bahwa telah terdapat kejelasan target
kinerja, adanya umpan balik yang jujur, atau telah berhasil menerapkan
teknologi untuk membantu melakukan penyederhanaan proses.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 5


Terdapat beberapa kemungkinan yang menyebabkan mengapa respons
pekerja masih rendah (kurang dari 40% yang merespons positif) terhadap
efektivitas sistem manajemen kinerja ini. Misalnya: dimungkinkan pemilihan
sistem manajemen kinerja yang diterapkan kurang tepat relevansinya
dengan kebutuhan fungsi organisasi ketika diintegrasikan dengan sistem
manajemen sumber daya lainnya. Atau dimungkinkan pula ada proses yang
kurang sesuai dengan budaya kerja organisasi sehingga memengaruhi
persepsi pegawai, baik secara individu maupun tim, terhadap penerapan
sistem manajemen kinerja ini. Hal ini relevan dengan pendapat Amstrong
(2006) yang mengidentifikasi bahwa hambatan dalam penerapan
manajemen kinerja ini bisa timbul dari kalangan manajer (pimpinan) dan
pegawai (karyawan) yang merasa bahwa dengan penerapan manajemen
kinerja ini menjadi beban tambahan dalam bekerja, atau karena ada
kepentingan yang kemungkinan terganggu. Jadi Persoalannya bukan pada
buruknya desain sistem manajemen kinerja itu sendiri, baik instrumen
maupun prosesnya, namun permasalahannya terletak pada inti dari kinerja
itu sendiri yang kurang terakomodasikan sifatnya jika dikaitkan dengan
kondisi organisasi, yakni karena kinerja sangat bersifat personal,
menyangkut karakter individu pegawai dan budaya organisasi yang
diterapkannya.

Khusus untuk sektor publik, tantangan manajemen kinerja tidak kalah


besarnya karena berbagai permasalahan dalam karakter budayanya. Sistem
manajemen yang cenderung masih bersifat birokratis, pola hierarki yang
kuat, dengan “red tape” birokrasi yang kental, sedangkan sistem manajemen
kinerja membutuhkan dinamisasi yang didukung oleh kompetensi dan
kapabilitas yang harmonis. Di samping itu, instansi pemerintah memiliki
tugas dan fungsi yang cenderung masih bersifat umum dengan output yang
bersifat “samar” sebagai salah satu ukuran akuntabilitas, menjadi sulit
terukur. Sebagai entitas yang diberi kepercayaan mengurus kepentingan
publik, maka kinerja yang jelas dan terukur menjadi ukuran apakah
pengelolaan yang dilaksanakannya telah sesuai dengan amanat yang
diberikan.

6 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Kebijakan Manajemen Kinerja Saat Ini
Rujukan utama manajemen ASN saat ini adalah Undang-Undang No. 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, atau disebut juga UU ASN.
Sebagai pedoman utama, maka UU ASN menyebutkan pentingnya kinerja
bagi ASN antara lain:

 ASN wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya (konsideran


Menimbang huruf c)

 Kinerja sebagai sebagai salah satu unsur dalam menerapkan sistem


merit (Ketentuan Umum Pasal 1 angka 22)

 Sebagai nilai dasar yang harus dipertanggungjawabkan kepada publik


(Pasal 4 huruf h)

Beberapa lembaga yang kewenangannya diatur dalam UU ASN juga


diberi amanat untuk mengawal kinerja ASN, seperti: KASN antara lain untuk
mewujudkan ASN berkinerja tinggi, BKN untuk membina dan mengevaluasi
pelaksanaan manajemen ASN termasuk untuk membangun sistem penilaian
kinerja ASN, serta Lembaga Administrasi Negara (LAN) mendorong
perwujudan ASN berkinerja tinggi melalui pembinaan dan penyelenggaraan
pengembangan kompetensinya.

Namun demikian, dalam siklus manajemen PNS, aspek kinerja hanya


dalam hal “penilaian kinerja” (pasal 55 Ayat (4)) dan tidak menjelaskan proses
manajemen kinerja secara keseluruhan. Sedangkan pada pasal lainnya
penilaian kinerja diamanatkan sebagai salah satu pertimbangan dalam
pengembangan karier, disamping aspek lainnya dalam pertimbangan karier
yaitu kualifikasi, kompetensi, dan kebutuhan instansi (Pasal 69 ayat (1)).

Sejalan dengan substansi aspek manajemen PNS berupa “penilaian


kinerja”, UU ASN mengatur lebih lanjut terkait penilaian kinerja tersebut
sebagaimana tertuang dalam pasal 75 hingga 78. Pasal 78 selanjutnya
mengamanatkan agar pengaturan terkait penilaian kinerja ini diatur lanjut
dengan Peraturan Pemerintah (PP). Kemudian, diterbitkanlah PP No. 30
Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS. Akan tetapi, kebijakan tersebut
hanya mengatur tentang Kinerja PNS, sedangkan penilaian kinerja PPPK
tidak diatur, padahal unsur ASN meliputi: PNS maupun dan PPPK. Hal ini

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 7


perlu menjadi perhatian, karena PPPK juga merupakan bagian dari ASN
sehingga maka perlu dibangun juga sistem pengelolaan kinerjanya agar
pengelolaan terhadap kinerja ASN menjadi utuh dan tidak parsial.

Jika merujuk pada regulasi yang mengatur tentang PPPK selain UU ASN,
yakni Peraturan Pemerintah (PP) No. 49 Tahun 2018 tentang Manajemen
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, sebenarnya telah
diamanatkan juga untuk mengatur kinerja PPPK. Beberapa ketentuan
tersebut antara lain:

● Salah satu aspek dari 9 aspek manajemen PPPK adalah


penilaian kinerja (Pasal 3 huruf c).

● Perjanjian Kerja harus mencantumkan antara lain


“target kinerja” (Pasal 33 huruf b)

● “Penilaian Kinerja” diatur dalam Pasal 35 dan 36,


dimana pasal 36 mengamanatkan agar ketentuan lebih
lanjut terkait penilaian kinerja bagi PPPK ini diatur
dengan Peraturan Menteri.

Sementara ini, Peraturan Menteri untuk mengatur sistem penilaian


kinerja PPPK masih belum tersedia. Dan ini berarti menjadi salah satu
“pekerjaan rumah” yang harus menjadi perhatian agar pengelolaan kinerja
ASN benar-benar terkelola secara lengkap dan menyeluruh.

Merujuk kepada kebijakan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2019


tentang Penilaian Kinerja PNS, dapat diketahui bahwa sistem manajemen
kinerja PNS meliputi komponen-komponen sebagaimana gambar berikut:

8 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Gambar 1.1. Sistem Manajemen Kinerja
Pembahasan lebih lanjut tentang komponen-komponen di atas akan
dibahas dalam bab-bab selanjutnya dalam buku ini. Selanjutnya, terkait
dengan pembahasan secara teknis dalam kebijakan selanjutnya mengenai
Sistem Manajemen Kinerja PNS, perencanaan kinerja, standar perilaku kerja
dalam jabatan, pelaksanaan, pemantauan kinerja, pembinaan kinerja,
penciptaan ide baru dan/atau cara baru dalam peningkatan kinerja yang
memberi manfaat bagi organisasi atau negara, penilaian kinerja, tindak
lanjut, dan Sistem Informasi Kinerja PNS, diatur dalam Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan
RB) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri
Sipil.

Dalam Pasal 1 ayat (1) kebijakan tersebut, dinyatakan bahwa yang


dimaksud dengan Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil adalah
suatu proses sistematis yang terdiri dari perencanaan kinerja; pelaksanaan,
pemantauan dan pembinaan kinerja; penilaian kinerja; tindak lanjut; dan
sistem informasi kinerja. Dalam kebijakan ini diatur mengenai seluruh
komponen dari suatu manajemen kinerja termasuk bagaimana agar data
manajemen kinerja bisa dikelola dengan baik melalui suatu sistem informasi.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 9


Manajemen Kinerja dan SAKIP
Berbicara tentang manajemen kinerja, maka kita perlu melihat kinerja
individu sebagai bagian tidak terpisahkan dari kinerja organisasi. Keterikatan
ini berawal sejak perencanaan kinerja dimana rencana strategis organisasi
(instansi) harus dijabarkan secara cascade ke unit-unit yang lebih kecil. Setiap
pimpinan unit bertanggung jawab atas target pencapaian kinerja unitnya
yang didistribusikan ke dalam target unit yang lebih rendah/lebih kecil
hingga pada akhirnya sampai pada unit terkecil yaitu staf pelaksana secara
individual.

Proses perencanaan strategis, penentuan dan pendistribusian target


sampai pada tingkat pengukurannya ini disebut sebagai Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Pengaturan SAKIP ini tertuang dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah dan ditindaklanjuti dengan Peraturan
Presiden No. 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah.

Dalam Perpres No. 29 Tahun 2014 tersebut dinyatakan bahwa Sistem


Akuntabilitas Kinerja (SAKIP) sebagai rangkaian sistematik dari berbagai
aktivitas, alat, dan prosedur yang dirancang untuk tujuan penetapan dan
pengukuran, pengumpulan data, pengklasifikasian, pengikhtisaran, dan
pelaporan kinerja pada instansi pemerintah, dalam rangka
pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja instansi pemerintah. Selain
sebagai instrumen akuntabilitas SAKIP ini juga sebagai instrumen untuk
mendorong peningkatan kinerja. Kinerja dalam hal ini didefinisikan sebagai
keluaran/hasil dari kegiatan/program yang telah atau hendak dicapai
sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas
terukur.

Tantangan Penerapan Manajemen Kinerja


Melihat berbagai capaian kinerja instansi pemerintah saat ini yang
cenderung belum optimal, tentunya dibutuhkan upaya terencana dan
berkelanjutan dalam rangka memperbaikinya. PP No. 30 Tahun 2019 tentang
Manajemen Kinerja dan Permenpan Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem
Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil, menjadi landasan untuk

10 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


mengambil langkah-langkah strategis memperbaiki manajemen kinerja di
masing-masing instansi. Namun demikian, upaya ini dihadapkan pada
beberapa tantangan yang menuntut upaya antisipasi dan langkah-langkah
relevan yang efektif.

Beberapa tantangan dalam melaksanakan sistem manajemen kinerja


yang baik saat ini antara lain adalah:

 pedoman teknis dan instrumentasi yang ada masih terlalu


komplek dan rumit;
 sinkronisasi manajemen kinerja pada level instansi dengan kinerja
individu;
 penerapan pengelolaan data kinerja dengan pemanfaatan TI
belum terintegrasi;
 pemanfaatan dan tindak lanjut hasil penilaian kinerja belum
diterapkan;
 penerapan sistem kerja fleksibel (flexible work arrangement – FWA)
belum diatur dalam kebijakan Sistem Manajemen Kinerja yang
ada; dan
 manajemen kinerja bagi PPPK belum diatur secara tegas dan jelas.

Dalam hal pedoman lebih teknis, termasuk instrumentasi yang


dibutuhkan untuk menerapkan sistem manajemen kinerja, PP No. 30 Tahun
2019, mengamanatkan beberapa peraturan pelaksanaan yang harus sudah
ada selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak PP tersebut diundangkan.
Karena PP No. 30 Tahun 2019 diundangkan pada 29 April 2019, maka
berbagai peraturan pelaksanaan yang diamanatkan seyogianya telah
tersedia paling lambat pada tanggal 29 April 2021.

Dengan diterbitkannya Permenpan RB No. 8 Tahun 2021 tentang Sistem


Manajemen Kinerja pada tanggal 17 Maret 2021, maka amanat Pasal 60 PP
No. 30 Tahun 2019 khususnya ayat (1), telah terpenuhi. Namun demikian,
terdapat tiga ayat amanat dari pasal 60 yang belum ditindaklanjuti yaitu:

● Ayat (2) tentang ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme


persetujuan dan evaluasi bersama dan mekanisme pengawasan
penerapan Sistem Manajemen Kinerja PNS (Peraturan Menteri yang

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 11


menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan
aparatur negara);
● Ayat (3) tentang ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi
administrasi sampai dengan pemberhentian bagi pejabat fungsional
yang mendapatkan penilaian kinerja dengan predikat Kurang atau
Sangat Kurang (Peraturan Menteri yang menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan
aparatur negara); dan
● Ayat (4) mengenai ketentuan lebih lanjut tata cara survei secara
tertutup (Peraturan Kepala BKN); tata cara survei secara tertutup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, Pemeringkatan Kinerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, dan pengelolaan informasi
dan data penilaian kinerja PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal
60 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Kepala BKN.
Dalam hal pemberlakuannya, PP No. 30 Tahun 2019 ditetapkan untuk
efektif berlaku (2) dua tahun sejak pengundangannya, sebagaimana
disebutkan sebelumnya berarti seyogianya efektif berlaku sejak 29 April
2021. Namun demikian khusus terkait dengan ketentuan “Penilaian Perilaku
Kerja berdasarkan penilaian rekan kerja setingkat dan bawahan langsung”,
masih diberikan kelonggaran waktu maksimal hingga 5 (lima) tahun sejak
diundangkan, yakni harus diberlakukan selambatnya tanggal 29 April 2024.

Tantangan berikutnya adalah bagaimana menyelaraskan target kinerja


organisasi dengan target kinerja individu. Tentu saja penyelarasan ini harus
diawali dengan penentuan indikator kinerja yang juga harus dibagi secara
berjenjang (cascading) yang kemudian dilanjutkan dengan target yang harus
dicapai dengan proses penetapan yang terbagi secara berjenjang pula.
Praktik penetapan indikator, target, dan mendistribusikannya hingga tataran
individu masih menjadi tantangan besar di berbagai instansi pemerintah.

Unsur yang sangat penting dalam manajemen kinerja berikutnya adalah


terkait dengan pengelolaan data dalam bentuk sistem informasi. Mengingat
data yang dikelola banyak dan dinamis, maka dibutuhkan teknologi
informasi yang dapat mengakomodir keadaan tersebut. PP No. 30 Tahun
2019 secara khusus memberikan perhatian atas pentingnya sistem
informasi. Dalam Bab VII, yang secara khusus mengatur sistem informasi ini,

12 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


diatur bahwa data dan informasi seluruh aspek manajemen kinerja harus
dikelola dalam sebuah sistem informasi sejak perencanaan kinerja,
pelaksanaan, pemantauan, pembinaan, penilaian, hingga tindak lanjut.

Gambar 1.2. Tantangan Penerapan Sistem Manajemen Kinerja


Pentingnya sistem informasi ini, dimaksudkan agar dalam mengelola
kinerja, aspek data dan informasi sebagai aspek yang sangat penting dapat
terkelola dengan baik. Untuk itu bagaimana sistem ini dapat berjalan, baik
terkait komitmen anggaran, dukungan teknologi informasi, ketersediaan
sumber daya manusia yang kompeten di bidang teknologi informasi, dan
infrastruktur masih menjadi tantangan untuk dapat tersedia secara merata
di seluruh instansi pemerintah di segenap wilayah Indonesia.
Aspek selanjutnya yang menjadi tantangan adalah bagaimana
memanfaatkan hasil penilaian kinerja khususnya dikaitkan dengan
pembinaan pegawai. Hal ini penting menjadi perhatian karena jika kinerja
yang tinggi tidak mendapat penghargaan yang memadai, maka akan
menimbulkan demotivasi karena timbulnya perasaan tidak adil. Menjadi
tantangan semua instansi untuk dapat menindaklanjuti hasil penilaian baik
terhadap yang berkinerja tinggi maupun terhadap pegawai yang berkinerja
rendah dibawah standar atau target yang ditetapkan.
Demikian pula saat pandemi Covid-19 yang memaksa ASN untuk bekerja
dari rumah (Work From Home-WFH atau flexible work arrangement – FWA)
telah memunculkan tantangan tersendiri dalam mengelola kinerja. Tentu
dalam konteks kinerja, yang tidak hanya melihat aspek kehadiran dan kerja
semata, namun juga lebih berorientasi pada pencapaian kinerja tanpa
kehadiran pegawai di kantor. Namun kondisi manajemen kinerja di sebagian

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 13


besar instansi pemerintah, saat ini belum siap dalam melaksanakan pola
kerja dengan orientasi kinerja sepenuhnya.
Tantangan terakhir adalah terkait dengan keberadaan Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang merupakan bagian dari
ASN. Pengelolaan kinerja PPPK perlu mendapat perhatian tersendiri karena
sifat ikatan kerja PPPK yang tidak permanen (temporary), dan mereka
direkrut dengan kompetensi khusus yang dibutuhkan organisasi dalam
keadaan mendesak. Dalam kondisi ini, dibutuhkan kemampuan untuk
melakukan sinkronisasi target instansi, distribusi target (cascading) hingga
level individu yang tentunya meliputi PNS maupun PPPK tersebut.
Karena berbagai tantangan tersebut, maka saat ini praktik manajemen
kinerja menggunakan sistem yang bervariasi antara instansi pemerintah
baik pusat maupun daerah. Namun demikian, buku ini tidak bermaksud
menyeragamkan sistem manajemen kinerja yang harus diterapkan, namun
lebih ditujukan untuk membantu instansi yang masih kesulitan dalam
menerapkan sistem manajemen kinerja yang baik. Untuk itu buku ini juga
memberikan gambaran atau contoh sistem manajemen kinerja yang
diterapkan di berbagai instansi pemerintah yang dipandang dapat menjadi
inspirasi. Inovasi tetap dibutuhkan agar sistem yang dibangun dapat optimal
sesuai dengan kemampuan dan kondisi organisasi, dengan tetap sama-
sama diarahkan pada upaya menciptakan kinerja pegawai dan kinerja
organisasi yang optimal.

14 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


BAB II
PERENCANAAN KINERJA PEGAWAI

Urgensi Perencanaan Kinerja


Sebagai masyarakat urban yang tingggal di kota, kita mungkin pernah
merasakan kekesalan karena kemacetan yang parah. Hal ini disebabkan
pembangunan yang tidak direncanakan dengan baik dan benar oleh
pemerintah kota. Biasanya berkaitan dengan pembangunan jalan,
pembuatan trotoar, pembuatan saluran air, pemasangan kabel listrik,
pemasangan kabel telepon, pemasangan pipa air minum dan lainnya tidak
dilakukan secara berurutan secara benar. Hal yang sering ditemui setelah
pembangunan jalan selesai, tidak lama kemudian dibongkar lagi untuk
pemasangan kabel listrik atau kabel telepon atau pipa air minum, setelah itu
membangun trotoar dan setelah itu dibongkar lagi untuk membangun
saluran air. Pelaksanaan pekerjaan seperti ini selain membutuhkan waktu
yang lebih lama juga menjadikan kualitas pekerjaan menjadi tidak sesuai
standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Dan hal ini sering kita temukan
jalan yang amblas karena bekas galian pekerjaan lainnya. Oleh karena itu,
merencanakan kegiatan dan atau aktivitas secara baik dan benar menjadi
sangat penting. Baik dalam arti pembagian peran dari setiap level organisasi
dan pegawai harus jelas dan tidak saling tumpang tindih. Benar dalam arti
kegiatan yang dilakukan berurutan sebagaimana bisnis proses atau standar
operasional prosedur yang telah ditetapkan.

Melihat kasus tersebut diatas, maka perencanaan kinerja yang baik


harus ada keterkaitan antara rencana kinerja organisasi pada level makro,
messo, mikro serta sampai kinerja pegawai. Pada dasarnya secara
konseptual, para pakar kinerja menyepakati bahwa manajemen kinerja
pegawai merupakan bagian integral dari manajemen kinerja organisasi. Hal
ini karena target kinerja pegawai akan menjadi kontribusi kinerja organisasi
mikro, messo dan makro. Aguinis (2013, p.2) bahkan secara tegas
mendefinisikan manajemen kinerja sebagai “continuous process of identifying,
measuring, and developing the performance of individuals and teams and

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 15


aligning performance with the strategic goals of the organisation”. Tetapi dalam
praktiknya, rencana kinerja organisasi dan rencana kinerja pegawai belum
saling terkait. Bahkan, tak hanya dengan rencana organisasi, rencana kinerja
pimpinan dengan rencana kinerja pegawai masih belum terkait satu dengan
lainnya. Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2019
Tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil memberikan spirit untuk
menyinergikan antara rencana kinerja organisasi dan rencana kinerja
pegawai. Ini terlihat pada Pasal 8 ayat 2 khususnya yang menyebutkan
bahwa Proses Penyusunan Sasaran Kinerja Pegawai dilakukan dengan
memperhatikan Perencanaan Strategis Instansi Pemerintah, Perjanjian
Kinerja, Organisasi dan Tata Laksana, Uraian Jabatan dan SKP atasan
langsung.

Michael Amstrong (2006) menyebutkan Sistem Manajemen Kinerja


meliputi perencanaan kinerja, pelaksanaan rencana kinerja, monitor,
penilaian dan tindak lanjut. Dapat dipastikan semua pakar manajemen
menempatkan fungsi perencanaan menjadi hal pertama yang harus
dilakukan dalam siklus manajemen. Urgensi perencanaan menjadi tahap
pertama dalam manajemen antara lain karena memberikan arah,
mengurangi risiko ketidakpastian, mengurangi tumpeng tindih,
mempromosikan ide kreatif, fasilitasi pengambilan keputusan, menetapkan
standar pengendalian. Dalam Peraturan Meneteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPANRB) No. 12 tahun 2015 tentang
Pedoman Evaluasi Atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah, Aspek Perencanaan Kinerja bahkan diberikan bobot penilaian
paling tinggi sebesar 30%, Pengukuran Kinerja 25%, Pelaporan Kinerja 15%,
Evaluasi Kinerja 10% dan Capaian Kinerja 20%. Dengan demikian, organisasi
yang tidak memiliki rencana kinerja sama dengan organisasi yang tidak
memiliki arah, tidak memiliki standar kinerja, kebijakan organisasi bukan
karena kebutuhan, dan inefisiensi yang besar.

Selanjutnya, Perencanaan kinerja menurut Michael Amstrong (2006)


dapat dipahami sebagai kesepakatan pimpinan dan pegawai tentang apa
dan bagaimana mencapai tujuan (kinerja). Apa yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan, meningkatkan standar, meningkatkan kinerja dan
mengembangkan kompetensi. Dan, bagaimana teknis pengukuran kinerja

16 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


dan bukti-bukti yang dibutuhkan untuk menunjukkan tingkat
kompetensinya. Apakah merujuk pada output kegiatan dan atau aktivitas
yang menjadi kesepakatan harus dicapai atau dilakukan pada waktu
tertentu. Target kinerja yang menjadi kesepakatan tersebut minimal
memiliki unsur kuantitas, kualitas dan waktu sebagai standar kinerja. Untuk
mempermudah dalam pengendalian pencapaian kinerja juga perlu
dilengkapi dengan rencana aksi. Selanjutnya untuk penilaian kinerja pegawai
secara objektif, adil dan transparan maka setiap kegiatan dan atau aktivitas
memiliki teknis pengukuran yang reliable. Pengukuran kinerja yang objektif
sangat penting untuk pemberian reward dan tindak lanjut atas capaian
kinerjanya.

Perencanaan kinerja pegawai diamanatkan dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a


Peraturan Pemerintah (PP) No.30 Tahun 2019 Tentang Penilaian Kinerja
Pegawai Negeri Sipil bahwa Sistem Manajemen Kinerja PNS terdiri atas: a)
perencanaan kinerja, b) pelaksanaan, pemantauan kinerja, dan pembinaan
kinerja, c) penilaian kinerja, d) tindak lanjut, dan e) Sistem Informasi Kinerja
PNS. Sistem manajemen kinerja sebagaimana diatur dalam Pasal 3
merupakan prasyarat untuk melakukan penilaian kinerja PNS dilakukan
berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau
organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil, dan manfaat yang
dicapai, serta perilaku PNS.

Selanjutnya secara lebih lengkap rinci, perencanaan kinerja diatur pada


Bab III yang meliputi Bagian Kesatu: Penyusunan Sasaran Kinerja Pegawai,
Bagian Kedua: Penyusunan SKP Bagi Pejabat Pimpinan Tinggi, Bagian Ketiga:
Penyusunan SKP bagi Pejabat Pimpinan Unit Kerja Mandiri, Bagian Keempat:
Penyusunan SKP bagi Pejabat Administrasi, Bagian Kelima: Penyusunan SKP
bagi Pejabat Fungsional, Bagian Keenam: Penyusunan SKP bagi Pejabat
Fungsional yang Rangkap Jabatan, Bagian Kedelapan: Penetapan SKP
Pegawai dan Bagian Kesembilan: Perilaku Kerja. Pengaturan Sasaran Kinerja
Pegawai lebih detail selanjutnya diatur pada PermenPANRB No. 8 Tahun
2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil. Dan secara
lebih detail akan dijelaskan pada subbab berikutnya.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 17


Sasaran Kinerja Pegawai

Diundangkannya PP No 30 tahun 2019 menjadi momentum untuk


mengubah secara esensial perencanaan kinerja pegawai, tidak hanya
formalitas tetapi lebih fungsional. Salah satu permasalahan mendasar dalam
implementasi SKP berdasarkan PP No. 46 tahun 2011 yakni keberadaan SKP
hanya untuk kebutuhan formalitas administratif. Permasalahan inilah yang
menyebabkan SKP tidak dapat digunakan sebagai dasar pelaksanaan,
pemantauan, pembinaan, pengukuran dan penilaian kinerja pegawai secara
objektif dan optimal.

Dalam ketentuan umum PP No. 30 Tahun 2019, Sasaran Kinerja Pegawai


adalah rencana kinerja dan target yang akan dicapai oleh seorang PNS yang
harus dicapai setiap tahun. Sasaran Kinerja Pegawai tersebut sering disebut
juga dengan SKP. Penggunaan istilah SKP sebenarnya sudah diperkenalkan
sejak sepuluh tahun yang lalu sejak diterbitkannya PP No. 46 tahun 2011.
Sehingga istilah tersebut sudah cukup familer untuk para PNS. Tetapi yang
menjadi pertanyaan mendasar, apakah setiap PNS memahami SKP secara
benar menurut ketentuan PP No. 30 tahun 2019? Apa perbedaan mendasar
dengan SKP yang selama ini dikerjakan? Oleh karena itu, sebelum
membahas lebih detail dan lebih teknis, kita akan membahas pemahaman
mendasar tentang SKP.

Memahami SKP bukan hanya tahu pengertian atau definisi tentang SKP
saja, tetapi harus mampu memahami secara esensial SKP sesuai ruh dari PP
No. 30 tahun 2019. Ini penting untuk dapat membuat rencana kinerja
pegawai secara benar, karena selama ini implementasi SKP dengan PP No.
46 Tahun 2011 juga banyak variasi dan perbedaan antara satu dengan
lainnya. Hal ini menyebabkan SKP hanya sebagai dokumen formalitas
administrasi saja, tanpa memberikan kontribusi yang optimal dalam kinerja
organisasi. Hal ini sebagaimana dijelaskan Bapak Supranawa Yusuf,
Sekretaris Utama BKN, yang menyebutkan terdapat perbedaan antara
15-20% penilaian kinerja organsiasi dan kinerja pegawai.

Meskipun kedua peraturan menggunakan istilah SKP, tetapi secara


esensial memiliki makna yang sangat berbeda. PP No. 30 Tahun 2019
menggunakan “Kinerja”, sedangkan PP No. 46 tahun 2011 menggunakan

18 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


“Kerja”. Dilihat dari pemilihan kata “Kinerja” dan “Kerja” saja tentunya sudah
sangat berbeda. Secara harfiah (kbbi.web.id) kinerja dipahami sebagai
sesuatu yang dicapai, sedangkan kerja dipahami sebagai kegiatan
melakukan sesuatu. Dari pengertian tersebut, secara dummy dapat dipahami
bahwa kinerja berfokus pada hasil, sedangkan kerja berfokus pada
proses/aktivitas. Akan tetapi, untuk para pengelola kinerja organisasi dan
kinerja pegawai yakni para pimpinan organisasi tidak cukup hanya
pemahaman dummy, tetapi harus memahami manajemen kinerja secara
lebih detail dan komprehensif. Ketidakpahaman pimpinan tentang
manajemen kinerja dapat berdampak fatal pada kinerja organisasi. Dampak
fatalnya pelaksanaan sistem manajemen kinerja mulai perencanaan kinerja
tidak jelas, pelaksanaan tidak terarah, pemantauan kinerja tidak optimal,
pengukuran dan penilaian kinerja tidak valid dan objektif, dan tidak
memberikan masukan untuk rencana kinerja tahun selanjutnya.

Dalam Peraturan PANRB No. 8 Tahun 2021 Pasal 7, penyusunan rencana


SKP dapat dilakukan dengan dua model yakni: (1) dasar/inisiasi, (2)
pengembangan. Model dasar/inisiasi dapat dilakukan oleh instansi
pemerintah yang akan membangun Sistem Manajemen Kinerja Pegawai.
Sedangkan model pengembangan dapat dilakukan oleh instansi pemerintah
yang telah membangun Sistem Manajemen Kinerja Pegawai. Untuk dapat
menyusun SKP secara baik dan benar akan dijelaskan beberapa hal pokok
pada subbab berikutnya.

Hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan SKP yakni bahwa


minimal setiap SKP memuat dua informasi penting meliputi indikator
kinerja individu dan target kinerja. Kedua hal tersebut akan dijadikan
sebagai alat ukuran keberhasilan kerja PNS dalam waktu tertentu.

Indikator Kinerja Individu

Indikator Kinerja Individu merupakan ukuran keberhasilan kinerja yang


akan dicapai pegawai. Oleh karena itu, penyusunan indikator kinerja tidak
dapat dilakukan dengan massal, tetapi harus memenuhi beberapa kriteria
sehingga menjadi indikator yang akuntabel. Beberapa pakar kinerja
menyebutkan bahwa kriteria Indikator kinerja harus “SMART” yang

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 19


merupakan akronim dari Spesific, Measurable, Achievable, Reliable dan Time
bound.

 Spesifik (Spesific) artinya menunjukan kekhasan/keunikan uraian tugas


kerja. Dengan demikian Indikator kinerja individu harus dibuat secara
rinci dan detail sesuai dengan tugas pokok dan tanggung jawab
unit/pegawai.
Contoh:
o Pemerintah daerah ingin meningkatkan produksi sektor
pertanian, maka harus secara spesifik dipilih jenis tanaman dan
komoditasnya serta wilayahnya. Contoh: Meningkatkan produksi
padi varietas kaliabang di Kecamatan Adimulyo.
o Untuk pekerjaan dalam bentuk proyek atau kegiatan juga perlu
secara detail dan cakupannya. Contoh: Menyusun Naskah
Akademik Peraturan Pemerintah tentang Sistem Manajemen
ASN.
 Terukur (Measurable) artinya kinerja dapat diukur dengan jelas, memiliki
satuan pengukuran serta cara pengukurannya. Ukurannya yang dapat
digunakan misalnya volume, rupiah, meter, kilogram, persentase atau
angka nominal, unit/buah, dokumen dan lain-lain.
Contoh:
o Meningkatkan produksi padi varietas kaliabang sebanyak 10% di
Kecamatan Adimulyo.
o Meningkatkan produksi padi varietas kaliabang sebanyak 3
ton/hektar di Kecamatan Adimulyo.
o Menyusun 1 (satu) dokumen Naskah Akademik Peraturan
Pemerintah tentang Sistem Manajemen ASN.
Selain ukuran tersebut diatas, indikator kinerja juga dapat menggunakan
beberapa yang lazim digunakan selama ini antara lain antara lain: %
jumlah tugas yang dapat diselesaikan sesuai waktu yang ditentukan;
indeks profesionalisme pegawai; indeks persepsi korupsi; skor
kompetensi pegawai, dll.
 Realistis (Achievable) artinya target yang ditetapkan dapat dicapai secara
optimal dengan dukungan sumber daya yang tersedia. Untuk dapat
menetapkan target yang realitis, maka unit kerja perlu memperhatikan
data-data antara lain data kinerja tiga tahun terakhir, data kinerja

20 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


unit/sektor yang sama, serta data kondisi lingkungan strategis. Selain itu,
penetapan target kinerja juga harus menggunakan prinsip “stretching
goals” untuk menantang dan memotivasi kinerja pegawai serta
melahirkan terobosan baru/inovasi dalam produksi tanaman padi.
Contoh:
o Jika berdasarkan data tiga tahun terakhir produksi padi varietas
kaliabang di Kecamatan Adimulyo meningkat sebanyak 5%. Dan
produksi di kecamatan lainnya di lingkungan Kabupaten
Kebumen juga meningkat 5%, maka target dapat dibuat lebih
tinggi dari 5% seperti 7%, 8%, atau bahkan 10%.
 Adaptif (Reliable) artinya indikator kinerja dapat disesuaikan dengan
perubahan kondisi internal dan eksternal organisasi.
Contoh: Perubahan rencana kinerja yang disebabkan kebijakan re-
focusing anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 sebagai berikut:
o Perubahan rencana kinerja produksi padi varitas kaliabang di
Kecamatan Adimulyo yang semula pada minggu ke IV bulan Juni
2021 meningkat 5% menjadi 2,5%, minggu ke IV bulan Desember
2021 meningkat 10% menjadi 5%.
o Penghapusan Kegiatan Laporan Naskah Akademik Peraturan
Pemerintah tentang Sistem Manajemen ASN selesai minggu ke-
IV bulan Oktober 2021. Diganti dengan Kajian Pemulihan
ekonomi sektor Industri dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
 Batas waktu (time-bound) artinya setiap proses pencapaian indikator
kinerja harus memiliki batas waktu yang jelas, kapan proyek/kegiatan
harus selesai.
Contoh:
o Produksi padi varitas kaliabang di Kecamatan Adimulyo pada
minggu ke IV bulan Juni 2021 meningkat 5%, minggu ke IV bulan
Desember 2021 meningkat 10%.
o Laporan bulanan selesai setiap minggu 1 bulan berikutnya.
o Laporan Naskah Akademik Peraturan Pemerintah tentang Sistem
Manajemen ASN selesai minggu ke-IV bulan Oktober 2021.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 21


Jenis Kinerja Pegawai

Kinerja pegawai dibedakan menjadi dua jenis yakni kinerja utama dan
kinerja tambahan. Kinerja utama merupakan hasil kerja yang berkaitan
dengan fungsi organisasi yang menjadi sasaran prioritas pada waktu
tersebut. Kinerja utama selalu berkaitan dengan hasil kerja dari rencana
strategis, perjanjian kinerja, SKP atasan langsung dan uraian tugas pokok
jabatan. Untuk rujukan utama dalam penjabaran kinerja utama pejabat
pimpinan tinggi/unit mandiri, pejabat administrasi dan pejabat fungsional
seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Rujukan Penjabaran Kinerja Utama

PEJABAT RUJUKAN UTAMA

PIMPINAN TINGGI Penjabaran sasaran unit/organisasi (didalam Renstra,


Perjanjian Kinerja, organisasi dan tata kerja, uraian jabatan)

UNIT MANDIRI Penjabaran sasaran unit/organisasi (didalam Renstra,


Perjanjian Kinerja, organisasi dan tata kerja, uraian jabatan)

ADMINISTRASI Penjabaran kegiatan atasan langsung (SKP atasan langsung,


organisasi dan tata kerja, uraian jabatan)

FUNGSIONAL Penjabaran sasaran unit/organisasi dan/atau kegiatan


atasan langsung dan organisasi dan tata kerja, uraian
jabatan).

Sumber: diolah dari PermenPANRB 8 / 2021

Sedangkan kinerja tambahan merupakan tugas dari pimpinan unit


kerja/organisasi yang bersifat strategis, tetapi bukan tugas pokok jabatan
pegawai bersangkutan. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan
dalam memberikan tugas tambahan yakni sebagai berikut:

 Disepakati pimpinan dan pegawai. Pemberian kinerja tambahan


pegawai harus disepakati antara pegawai dan pimpinan unit kerja
atau pejabat penilai kinerja. Kesepatan tersebut juga harus
diformalkan dalam bentuk surat tugas atau surat keputusan.

22 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


 Di luar tugas pokok jabatan. Setiap pegawai pasti menduduki
jabatan dan setiap jabatan harus memiliki uraian tugas jabatan.
Sebagaimana dijelaskan di kinerja utama, setiap uraian tugas jabatan
merupakan kinerja utama pegawai. Oleh karena itu, setiap tugas yang
tidak terdapat dalam uraian tugas jabatan merupakan tugas
tambahan pegawai. Meskipun demikian, kinerja tambahan harus
memberikan kontribusi pada pencapaian sasaran starategis
organisasi.
Contoh:

o Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura diberikan


tugas tambahan pengembangan teknologi pengolahan hasil
pertanian. Kinerja utama Kepala Bidang Tanaman Pangan dan
Hortikultura adalah dalam meningkatkan perbenihan dan
perlindungan tanaman, produksi tanaman pangan dan
hortikultura. Tugas tambahan untuk mengembangan teknologi
pengolahan hasil pertanian, yang seharusnya menjadi kinerja
utama Kepala Bidang Teknologi Pertanian Pengolahan dan
Pemasaran.

o Fungsional Peneliti Madya diberikan tugas tambahan


Koordinator Administrasi Umum. Tugas peneliti adalah
melakukan Penelitian, Pengembangan, dan/atau Pengkajian Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi dengan Kinerja Utama Peneliti
Madya adalah hasil kerja minimal yang meliputi 1) Pemakalah
oral di pertemuan ilmiah terindeks global. 2). Kontributor anggota
karya tulis ilmiah dalam bentuk artikel di prosiding ilmiah
terindeks global bereputasi. 3) Kontributor anggota karya tulis
ilmiah dalam bentuk artikel di jurnal ilmiah terindeks global
bereputasi menengah/ buku ilmiah atau bagian dari buku ilmiah
diterbitkan oleh penerbit internasional lainnya/kekayaan
intelektual bersertifikat telah dikabulkan (selain paten
sederhana), atau naskah akademis R-PP atau R-Perpres, atau
transaksi lisensi dengan mitra nasional. Tugas tambahan untuk
menjadi koordintaor umum unit kerja/organisasi dalam

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 23


menangani tugas adminsitrasi tata naskah dinas, perencanaan,
keuangan dan pelaporan sebagai tugas supporting unit.

 Sesuai dengan kapasitas pegawai. Pegawai yang mendapatkan


tugas tambahan harus memiliki kompetensi sesuai kebutuhan untuk
melaksanakan tugas tambahan tersebut.
Contoh:

o Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura diberikan


tugas tambahan pengembangan teknologi pengolahan hasil
pertanian, maka harus dipastikan pegawai tersebut memiliki
kompetensi dalam pengolahan hasil pertanian. Kompetensi
tersebut dapat ditunjukan dengan pengalaman menduduki
jabatan atau pernah mengikuti pelatihan tentang pengolahan
hasil pertanian.

o Fungsional Peneliti Madya mendapatkan tugas tambahan


Koordinator Administrasi Umum, maka harus dipastikan pegawai
tersebut memiliki kompetensi dalam pengelolaan administrasi
keuangan, pengelolaan tata naskah dinas dan arsip, serta lainnya.
Kompetensi tersebut dapat ditunjukkan dengan pengalaman
menduduki jabatan atau pernah mengikuti pelatihan, bimbingan
teknis, workshop atau sosialisasi terkait hal tersebut.

 Terkait langsung dengan tugas atau output organisasi, artinya kinerja


tambahan yang di dalam SKP harus berkaitan dengan kinerja
organisasi tersebut, sebagaimana contoh diatas. Jika mendapatkan
tugas tambahan tidak terkait dengan kinerja organisasi, maka tidak
perlu dimasukan dalam dokumen SKP.
Contoh:

o Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura


mendapatkan tugas tambahan melakukan razia yustisi Covid-19.

o Fungsional Peneliti Madya mendapatkan tugas melaksanakan


pemberian bantuan langsung Covid-19.

24 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


 Harus bersifat strategis, artinya tugas tambahan berkaitan dengan
pelaksanaan strategi organisasi yang dapat meningkatkan kinerja
organisasi contohnya komitmen dalam meningkatkan kompetensi,
pengetahuan dan keterampilan.
 Lingkup penugasan dapat bersifat nasional, provinsi atau kabupaten
kota yang dibuktikan dengan Surat Keputusan.

Target Kinerja

Target kinerja adalah jumlah hasil kerja yang akan dicapai dari setiap
pelaksanaan tugas jabatan yang meliputi aspek: kuantitas, kualitas, waktu
dan/atau biaya.

 Kuantitas yaitu jumlah/banyaknya keluaran (output) dan/atau manfaat


(outcome). Ukuran output/outcome sebagaimana dijelaskan pada kriteria
Terukur (Measurable).
 Kualitas yaitu mutu output/outcome. Ukuran mutu ditentukan jenis dan
karakteristik output/outcome. Contoh:
o Kualitas Produksi barang misalnya SNI, standar Euro II/Euro
III/Euro IV.
o Kualitas standar kerja misalnya ISO 9001, ISO 14001, ISO 45001,
OHSAS 18001
o Karya Tulis Ilmiah/Buku dengan publikasi terindeks
nasional/global seperti SINTA, SCOPUS
o Atau menggunakan standar kualitas yang sangat umum
menggunakan persentase.
 Waktu yaitu standar waktu yang digunakan untuk menyelesaikan
kegiatan. Jika pada kriteria batas waktu menentukan akhir
proyek/kegiatan. Dalam waktu ini menggunakan lama waktu proyek /
kegiatan. Contoh: sehari, seminggu, sebulan, tiga bulan, enam bulan,
setahun, lima tahun, dan seterusnya sesuai dengan kebutuhan.
 Biaya yaitu dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan.

Sesuai dengan ketentuan dalam penjelasan PP 30 Tahun 2019, aspek


kuantitas harus ada dalam setiap target kinerja. Sedangkan kualitas, waktu

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 25


dan biaya tidak selalu harus ada dalam target kinerja, disesuaikan dengan
jenis dan karakteristik kegiatan yang dilaksanakan.

Manual Indikator Kinerja

Manual indikator kinerja merupakan sebuah instumen tambahan SKP


yang berisi deskripsi, formula pengukuran setiap indikator kinerja.
Instrumen ini penting untuk digunakan pada tahap pemantauan dan
pengukuran kinerja pegawai. Oleh karena itu, Manual indikator kinerja
menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dari SKP.

Dalam menyusun manual indikator kinerja yang baik, minimal memuat


beberapa informasi sebagai berikut:

 Deskripsi rencana kinerja yang menggambarkan hasil yang akan dicapai


organisasi secara jelas, spesifik, dapat dicapai dan terukur. Dalam
deskripsi ini bukan menjelaskan aktivitas atau kategori pekerjaan.
 Deskripsi Indikator Kinerja Individu menjelaskan ukuran keberhasilan
kinerja yang akan dicapai pegawai dengan lebih operasional, formula
pengukuran kinerja serta tujuannya.
 Satuan pengukuran Indikator Kinerja Individu yang tetap dan sesuai
dengan jenis kinerja pegawainya.
 Kualitas dan tingkat kendali IKI menjelaskan tingkatan kinerja sesuai
dengan tingkatan organisasi antara lain outcome, output tingkat kendali
rendah, output tingkat kendali sedang.
 Unit penyedia data untuk pengukuran kinerja menjelaskan unit kerja
yang akan menjadi rujukan untuk mendapatkan data kinerja.
 Periode pelaporan menjelaskan waktu dalam memberikan laporan
secara berkala antara lain laporan bulanan, triwulan, semester dan
tahunan.

Namun jika indikator kinerja pada rencana strategis atau perjanjian


kinerja telah memiliki manual indikator kinerja, maka PPT dan PUKM tidak
perlu menyusunnya.

26 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Tabel 2.2. FORMAT A.3

MANUAL INDIKATOR KINERJA


SKP PEJABAT TINGGI DAN PIMPINAN UNIT KERJA MANDIRI

NAMA INSTANSI PERIODE PENILAIAN


.. JAN S.D … DES TAHUN …
PEGAWAI YANG DINILAI PEJABAT PENILAI KINERJA
NAMA NAMA
NIP NIP (*opsional)
PANGKAT/ GR PANGKAT/ GR
JABATAN JABATAN
UNIT KERJA UNIT KERJA
RENCANA KINERJA
DESKRIPSI
RENCANA KINERJA
INDIKATOR KINERJA
DESKRIPSI Definisi

Formula

Tujuan

SATUAN
PENGUKURAN
JENIS IKU ( ) Outcome ( ) Output kendali ( ) Output
rendah kendali sedang
PENANGGUNG
JAWAB
PIHAK PENYEDIA
DATA
SUMBER DATA
PERIODE ( ) ( ) ( ) ( )
PELAPORAN Bulanan Triwulanan Semesteran Tahunan
Tempat, tanggal bulan tahun
Pegawai yang dinilai

Nama
NIP

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 27


Penyusunan Rencana SKP

Dalam Peraturan PANRB No. 8 Tahun 2021 Pasal 7, penyusunan rencana


SKP dibedakan menjadi dua model yakni: (1) dasar/inisiasi, (2)
pengembangan. Model dasar/inisiasi dilakukan untuk instansi pemerintah
yang akan membangun Sistem Manajemen Kinerja Pegawai. Sedangkan,
Model pengembangan dapat dilakukan oleh instansi pemerintah yang telah
membangun Sistem Manajemen Kinerja Pegawai.

Hal yang penting dalam menyusun rencana SKP yang baik harus
memperhatikan dua hal yakni (1) SKP disusun berjenjang, (2) dilaksanakan
dengan dialog. SKP disusun berjenjang mulai dari JPT atau Pimpinan Unit
Kerja Mandiri ke Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional sesuai dengan
tingkatannya, seperti Tabel 2. Proses penyusunan SKP dilakukan dengan
dialog antara pegawai dengan pejabat penilai dan atau tim/pengelola
kinerja. Hal ini bertujuan untuk memastikan penyusunan secara berjenjang
selaras dengan sasaran kinerja organisasi, unit kerja, tim kerja dan atasan
langsung. Hal ini menegaskan bahwa penyusunan SKP tidak dapat dilakukan
masing-masing pegawai. Tetapi, penyusunan harus dilakukan secara
bersama-sama pimpinan dan pegawai dalam organisasi tersebut. Oleh
karena itu, waktu penyusunan rencana SKP bersamaan dengan penyusunan
Rencana Kinerja Tahunan Instansi Pemerintah dan Perjanjian Kinerja, yakni
tahun anggaran sebelumnya. Jika pada minggu kedua bulan Januari tidak
melakukan proses penyusunan SKP, pengelola kinerja /tim pengelola kinerja
menyusun rencana SKP tersebut.

 Pejabat Pimpinan Tinggi dan Unit Kerja Mandiri

Tahapan menyusun SKP Pejabat Pimpinan Tinggi dan Unit Kerja Mandiri
model dasar/inisiatif sebagai berikut:

 Mempelajari rencana strategis dan perjanjian kinerja.


Tahapan ini dilakukan untuk memahami sasaran strategis organisasi,
sasaran kinerja dan menyelaraskan sasaran strategis.
 Menyusun Sasaran Kinerja Pegawai.
Tahapan ini mengidentifikasi kinerja utama, kinerja tambahan dan
manual indikatornya.
 Menyusun Manual Indikator Kinerja.

28 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Tabel 2.3. FORMAT A.1.1

RENCANA SKP PEJABAT TINGGI DAN PIMPINAN UNIT KERJA MANDIRI


NAMA INSTANSI PERIODE PENILAIAN
.. JANUARI S.D .. DESEMBER TAHUN …
PEGAWAI YANG DINILAI PEJABAT PENILAI KINERJA
NAMA NAMA
NIP NIP (*opsional)
PANGKAT/ PANGKAT/
GOLRUANG GOLRUANG
JABATAN JABATAN
INSTANSI INSTANSI
INDIKATOR KINERJA
NO RENCANA KINERJA TARGET
INDIVIDU
(1) (2) (3) (4)
A. KINERJA UTAMA
1 Rencana Kinerja Utama 1 IKI 1.1 Target 1.1
(diisi dengan sasaran (diisi dengan indicator (diisi dengan target yang
yang terdapat pada PK kinerja yang terdapat terdapat pada PK dan
dan dapat ditambah pada PK dan dapat dapat ditambah Renstra,
Renstra, RKT dan direktif) ditambah Renstra, RKT RKT dan direktif)
dan direktif)
IKI 1.2 Target 1.2
2 Rencana Kinerja Utama 2 IKI 2.1 Target 2.1
(diisi dengan rencana (diisi dengan indicator (diisi dengan target
aksi/inisiatif strategis kinerja rencana rencana aksi/inisiatif
untuk mencapai sasaran aksi/inisiatif strategis strategis untuk mencapai
pada PK dan dapat untuk mencapai sasaran sasaran pada PK dan
ditambah Renstra, RKT pada PK dan dapat dapat ditambah Renstra,
dan direktif) ditambah Renstra, RKT RKT dan direktif)
dan direktif)
IKI 2.2 Target 2.2
B. KINERJA TAMBAHAN
1 Rencana Kinerja IKI 1.1 Target 1.1
Tambahan 1
(dapat ditambhkan pada
tahun berjalan)
Sumber: Lampiran PermenPANRB 8/2021

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 29


Tahapan menyusun SKP Pejabat Pimpinan Tinggi dan Unit Kerja Mandiri
model pengembangan sebagai berikut:

 Mempelajari rencana strategis dan perjanjian kinerja.


Tahapan ini dilakukan untuk memahami sasaran strategis organisasi,
sasaran kinerja dan menyelaraskan sasaran strategis.
 Menyusun Sasaran Kinerja Pegawai.
Tahapan ini mengidentifikasi kinerja utama, kinerja tambahan,
mengelompokkan rencana kinerja dan manual indikatornya.
 Mengelompokkan Rencana Kinerja.
Tahap ini kinerja dikelompokkan menjadi 4 aspek, meliputi penerima
layanan, proses bisnis, penguatan internal, dan anggaran.
 Menyusun Manual Indikator Kinerja.

30 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Tabel 2.4. FORMAT A.2.1
RENCANA SKP PEJABAT TINGGI DAN PIMPINAN UNIT KERJA MANDIRI
NAMA INSTANSI PERIODE PENILAIAN
.. JANUARI S.D .. DESEMBER
TAHUN …
PEGAWAI YANG DINILAI PEJABAT PENILAI KINERJA
NAMA NAMA
NIP NIP (*opsional)
PANGKAT/ GOLRUANG PANGKAT/
GOLRUANG
JABATAN JABATAN
INSTANSI INSTANSI
PERSPEKTIF NO RENCANA KINERJA INDIKATOR KINERJA TARGET
INDIVIDU
(1) (2) (2) (3) (4)

A. KINERJA UTAMA

Penerima Layanan/ 1 Rencana Kinerja Utama IKI 1.1 Target 1.1


Proses Bisnis/ 1
Penguatan (diisi dengan sasaran (diisi dengan indicator (diisi dengan target
Internal/ Anggaran yang terdapat pada PK kinerja yang terdapat yang terdapat pada
dan dapat ditambah pada PK dan dapat PK dan dapat
Renstra, RKT dan ditambah Renstra, RKT ditambah Renstra,
direktif) dan direktif) RKT dan direktif)
IKI 1.2 Target 1.2

Penerima Layanan/ 2 Rencana Kinerja Utama IKI 2.1 Target 2.1


Proses Bisnis/ 2
Penguatan (diisi dengan rencana (diisi dengan indicator (diisi dengan target
Internal/ Anggaran aksi/inisiatif strategis kinerja rencana rencana aksi/inisiatif
untuk mencapai sasaran aksi/inisiatif strategis strategis untuk
pada PK dan dapat untuk mencapai sasaran mencapai sasaran
ditambah Renstra, RKT pada PK dan dapat pada PK dan dapat
dan direktif) ditambah Renstra, RKT ditambah Renstra,
dan direktif) RKT dan direktif)
IKI 2.2 Target 2.2

B. KINERJA TAMBAHAN

1 Rencana Kinerja IKI 1.1 Target 1.1


Tambahan 1
(dapat ditambhkan pada
tahun berjalan)
Sumber: Lampiran PermenPANRB 8/2021

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 31


 Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional

Tahapan menyusun SKP Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional model


inisiatif/dasar sebagai berikut:

 Mempelajari rencana strategis, rencana kerja tahunan unit kerja dan


instansi.
Tahapan ini dilakukan untuk memahami sasaran strategis organisasi,
sasaran kinerja dan menyelaraskan sasaran strategis.
 Membagi peran koordinator/ketua dan anggota tim kerja.
Tahap ini membagi rencana kinerja atasan langsung (pejabat
pimpinan tinggi atau pimpinan unit kerja mandiri) kepada
koordiantor/ketua tim kerja. Selanjutnya peran tersebut dibagi ke
seluruh tim/pegawai. Dalam membagi dapat menggunakan metode
direct cascading dan non-direct cascading
 Menentukan rencana kinerja.
Tahap ini menyusun kinerja utama dan kinerja tambahan. Kinerja
utama merupakan kinerja wajib yang terkait dengan strategi rencana
kinerja atasan langsung untuk pencapaian sasaran unit kerja dan
organisasi.
 Menentukan aspek indikator dan indikator kinerja individu.
Tahap ini menentukan aspek indikator kinerja yang tepat untuk
mengukur suatu rencana kinerja (kuantitas, kualitas, waktu dan
biaya).
 Menetapkan Target.
Menentukan hasil kerja yang diharapkan sesuai dengan kebijakan,
ekspektasi stakeholder, dan rasional. Serta memberikan toleransi
batas kesalahan atas kinerja.
 Menyusun Keterkaitan SKP dan Angka Kredit.
Tahap ini khusus pejabat fungsional dan menjadi lampiran format
SKP.

32 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Tabel 2.5. FORMAT A.1.2
RENCANA SKP PEJABAT ADMINISTRASI
NAMA INSTANSI PERIODE PENILAIAN
.. JANUARI S.D .. DESEMBER TAHUN …
PEGAWAI YANG DINILAI PEJABAT PENILAI KINERJA
NAMA NAMA
NIP NIP (*opsional)
PANGKAT/ PANGKAT/
GOLRUANG GOLRUANG
JABATAN JABATAN
UNIT KERJA UNIT KERJA
NO RENCANA INDIKATOR ASPEK INDIKATOR TARGET
KINERJA KINERJA INDIVIDU KINERJA
ATASAN INDIVIDU
LANGSUNG
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
A. KINERJA UTAMA
1 Rencana Rencana Kinerja Kuantitas / IKI.1.1 Target 1.1
Kinerja Utama 1 Kualitas /
Atasan (diisi dengan Waktu
Langsung rencana kinerja Kuantitas / IKI.1.2 Target 1.2
yang yang dituangkan Kualitas /
diintervensi dalam matriks Waktu
peran dan hasil
serta sesuai
dengan tugas
pokok jabatan)
B. KINERJA TAMBAHAN
1 - Rencana Kinerja Kuantitas / IKI.1.1 Target 1.1
Utama 1 Kualitas /
(diisi dengan Waktu
rencana kinerja Kuantitas / IKI.1.2 Target 1.2
yang dituangkan Kualitas /
dalam matrik Waktu
peran dan
hasil/direktif/
penugasan diluar
tugas pokok
jabatan)
Sumber: Lampiran PermenPANRB 8/2021

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 33


Tabel 2.6. FORMAT A.1.2
RENCANA SKP PEJABAT FUNGSIONAL

NAMA INSTANSI PERIODE PENILAIAN


.. JANUARI S.D .. DESEMBER TAHUN …
PEGAWAI YANG DINILAI PEJABAT PENILAI KINERJA
NAMA NAMA
NIP NIP (*opsional)
PANGKAT/ GOLRUANG PANGKAT/
GOLRUANG
JABATAN JABATAN
UNIT KERJA UNIT KERJA
NO RENCANA INDIKATOR KINERJA INDIVIDU ASPEK INDIKATOR TARGET
KINERJA KINERJA
ATASAN INDIVIDU
LANGSUNG /
UNIT KERJA /
ORGANISASI
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

A. KINERJA UTAMA

1 Rencana Rencana Kinerja Utama 1 Kuantitas IKI.1.1 Target 1.1


Kinerja Atasan (diisi dengan rencana kinerja / Kualitas
Langsung yang yang dituangkan dalam / Waktu
diintervensi matriks peran dan hasil serta Kuantitas IKI.1.2 Target 1.2
sesuai dengan tugas pokok / Kualitas
jabatan) / Waktu
Rencana Kinerja Utama 2 Kuantitas IKI.2.1 Target 2.1
(dapat ditambahkan direktif / Kualitas
untuk pencapaian sasaran / Waktu
organisasi/unit kerja yang Kuantitas IKI.2.2 Target 2.2
sesuai dengan tugas pokok / Kualitas
jabatan) / Waktu
B. KINERJA TAMBAHAN

1 - Rencana Kinerja Utama 1 Kuantitas IKI.1.1 Target 1.1


(diisi dengan rencana kinerja / Kualitas
yang dituangkan dalam / Waktu
matriks peran dan Kuantitas IKI.1.2 Target 1.2
hasil/direktif/penugasan / Kualitas
diluar tugas pokok jabatan) / Waktu
Sumber: Lampiran PermenPANRB 8/2021

34 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Lampiran untuk Pejabat Fungsional sebagai berikut
Tabel 2.7. KETERKAITAN SKP DENGAN ANGKA KREDIT PEJABAT FUNGSIONAL
NAMA INSTANSI PERIODE PENILAIAN
.. JANUARI S.D .. DESEMBER TAHUN …
PEGAWAI YANG DINILAI PEJABAT PENILAI KINERJA
NAMA NAMA
NIP NIP (*opsional)
PANGKAT/ GOLRUANG PANGKAT/ GOLRUANG
JABATAN JABATAN
UNIT KERJA UNIT KERJA
NO RENCANA KINERJA BUTIR KEGIATAN OUTPUT BUTIR ANGKA KREDIT
YANG TERKAIT KEGIATAN
(1) (2) (3) (4) (5)

A. KINERJA UTAMA

(tempat), (tanggal, bulan, tahun)


Pegawai yang dinilai
(Nama)
(NIP)

Tabel 2.8. VERIFIKASI KETERKAITAN SKP DENGAN ANGKA KREDIT PEJABAT


FUNGSIONAL

NAMA INSTANSI PERIODE PENILAIAN


.. JANUARI S.D .. DESEMBER TAHUN …
PEGAWAI YANG DINILAI PEJABAT PENILAI KINERJA
NAMA NAMA
NIP NIP (*opsional)
PANGKAT/ GOLRUANG PANGKAT/ GOLRUANG
JABATAN JABATAN
UNIT KERJA UNIT KERJA
NO RENCANA BUTIR KEGIATAN OUTPUT BUTIR ANGKA VERIFIKASI TIM PENILAI
KINERJA YANG TERKAIT KEGIATAN KREDIT ANGKA KREDIT
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

A. KINERJA UTAMA

(tempat), (tanggal, bulan, tahun)


Pegawai yang dinilai
(Nama)
(NIP)

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 35


Tahapan menyusun SKP Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional model
pengembangan, setelah menetapkan target selanjutnya sebagai berikut:

 Mengembangkan Kategori Penilaian Kinerja.


Tahap ini menetapkan level penilaian hasil akhir kinerja yang akan
digunakan untuk setiap rencana kinerja. Level Penilaian sebagai
berikut:
Tabel 2.9. Kategori Penilaian Kinerja Individu

Kategori Penilaian / Standar Kinerja Individu

Sangat Kurang Cukup Baik Sangat Baik


Jenis Level Kurang (Jauh (Sedikit (Sesuai (Melampaui
(Tidak dibawah dibawah target) target)
dapat Target) target)
diterima)
A. 2 Level x x

B. 3 Level x x x

C. 4 Level x x x x

D. 5 Level x x x x x

 Menentukan cara memantau kinerja.


Menentukan cara memantau setiap rencana kinerja dan
menentukan sumber data untuk pengukuran/pemantauan.

36 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


FORMAT A.2.2
Tabel 2.10. RENCANA SKP PEJABAT ADMINISTRASI
NAMA INSTANSI PERIODE PENILAIAN
.. JANUARI S.D .. DESEMBER TAHUN …
PEGAWAI YANG DINILAI PEJABAT PENILAI KINERJA
NAMA NAMA
NIP NIP (*opsional)
PANGKAT/ GOLRUANG PANGKAT/
GOLRUANG
JABATAN JABATAN
UNIT KERJA UNIT KERJA
NO RENCANA INDIKATOR ASPEK INDIKATOR TARGET KATAGORI PENILAIAN / SUMBER
KINERJA KINERJA KINERJA STANDAR DATA
ATASAN INDIVIDU INDIVIDU KURANG/ CUKUP /
LANGSUNG JAUH SEDIKIT
DIBAWAH DIBAWAH
TARGET TARGET
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

C. KINERJA UTAMA

1 Rencana Rencana Kuantitas IKI.1.1 Target


Kinerja Kinerja Utama / Kualitas 1.1
Atasan 1 / Waktu
Langsung (diisi dengan Kuantitas IKI.1.2 Target
yang rencana / Kualitas 1.2
diintervensi kinerja yang / Waktu
dituangkan
dalam matriks
peran dan
hasil serta
sesuai dengan
tugas pokok
jabatan)
D. KINERJA TAMBAHAN

1 - Rencana Kuantitas IKI.1.1 Target


Kinerja Utama / Kualitas 1.1
1 / Waktu
(diisi dengan Kuantitas IKI.1.2 Target
rencana kinerja / Kualitas 1.2
yang dituangkan / Waktu
dalam matriks
peran dan
hasil/direktif/
penugasan
diluar tugas
pokok jabatan)
Sumber: Lampiran PermenPANRB 8/2021

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 37


FORMAT A.2.3
Tabel 2.11. RENCANA SKP PEJABAT FUNGSIONAL
NAMA INSTANSI PERIODE PENILAIAN
.. JANUARI S.D .. DESEMBER TAHUN
PEGAWAI YANG DINILAI PEJABAT PENILAI KINERJA
NAMA NAMA
NIP NIP (*opsional)
PANGKAT/ PANGKAT/ GOLRUANG
GOLRUANG
JABATAN JABATAN
UNIT KERJA UNIT KERJA
NO RENCANA INDIKATOR ASPEK INDIKATOR TARGET KATEGORI PENILAIAN / SUMBER
KINERJA KINERJA KINERJA STANDAR DATA
ATASAN INDIVIDU INDIVIDU
KURANG/ CUKUP /
LANGSUNG
JAUH SEDIKIT
DIBAWAH DIBAWAH
TARGET TARGET
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
A. KINERJA UTAMA

1 Rencana Rencana Kinerja Kuantitas IKI.1.1 Target


Kinerja Atasan Utama 1 / Kualitas 1.1
Langsung yang (diisi dengan / Waktu
diintervensi rencana kinerja
yang dituangkan
dalam matriks
peran dan hasil
serta sesuai
dengan tugas
pokok jabatan)

Rencana Kinerja Kuantitas IKI.1.2 Target


Utama 2 / Kualitas 1.2
(dapat / Waktu
ditambahkan
direktif untuk
pencapaian
sasaran
organisasi/unit
kerja yang sesuai
dengan tugas
pokok jabatan)
B. KINERJA TAMBAHAN

1 - Rencana Kinerja Kuantitas IKI.1.1 Target


Utama 1 / Kualitas 1.1
(diisi dengan / Waktu
rencana kinerja Kuantitas IKI.1.2 Target
yang dituangkan
/ Kualitas 1.2
dalam matriks
peran dan
/ Waktu
hasil/direktif/
penugasan diluar
tugas pokok
jabatan)

38 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Perilaku Kerja

Perilaku Kerja adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang
dilakukan oleh PNS atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perilaku kerja PNS meliputi 5 (lima) aspek yakni orientasi pelayanan,
komitmen, inisiatif kerja, kerja sama dan kepemimpinan. Aspek
kepemimpinan diberlakukan bagi pegawai yang menduduki Jabatan
Pimpinan Tinggi, Jabatan Administrator, Jabatan Pengawas dan Jabatan
Fungsional dengan kegiatan yang membutuhkan aspek kepemimpinan.
Kelima aspek tersebut dijabatkan dalam 7 (tujuh) level perilaku sebagai
berikut:

Tabel 2.12. Aspek Orientasi Pelayanan

ASPEK PERILAKU KERJA ORIENTASI PELAYANAN

Sikap dan perilaku kerja pegawai dalam memberikan


DEFINISI pelayanan terbaik kepada yang dilayani antara lain masyarakat,
atasan, rekan kerja, unit kerja terkait atau instansi lainnya.

LEVEL
PERILAKU INDIKATOR PERILAKU KERJA SITUASI
KERJA
1 Memahami dan memberikan  Ketika memberikan
pelayanan yang baik sesuai standar pelayanan kepada
2 Memberikan pelayanan sesuai pihak pihak yang
standar dan menunjukan komitmen dilayani
dalam pelayanan  Ketika membangun
3 Memberikan pelayanan diatas hubungan dengan
standar untuk memastikan pihak yang dilayani
keputusan pihak pihak yang dilayani  Ketika diharapkan
sesuai arahan atasan memberikan nilai
4 Memberikan pelayanan diatas nilai tumbuh atas
standar dan membangun nilai layanan yang
tambah dalam pelayanan diberikan kepada
5 Berusaha memenuhi kebutuhan pihak pihak yang
mendasar dalam pelayanan dan dilayani
mempercepat penanganan masalah

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 39


6 Mengevaluasi dan mengantisipasi  Ketika beradaptasi
kebutuhan pihak-pihak yang dilayani dengan menggunakan
7 Mengembangkan sistem pelayanan teknologi digital
baru bersifat jangka panjang untuk  Ketika dihadapkan
memastikan kebutuhan dan pada benturan
kepuasan pihak-pihak yang dilayani kepentingan

Tabel 2.13. Aspek Komitmen


ASPEK PERILAKU KERJA KOMITMEN

Kemauan dan kemampuan untuk menyelaraskan sikap dan


tindakan pegawai untuk mewujudkan tujuan organisasi dengan
DEFINISI mengutamakan kepentingan dinas daripada kepentingan diri
sendiri, seseorang dan/atau golongan

LEVEL
PERILAKU INDIKATOR PERILAKU KERJA SITUASI
KERJA
1 Memahami dan memberikan  Ketika menjalankan
perilaku dasar menyangkut tugas serta kewajiban
komitmen organisasi sebagai anggota
2 Menunjukan perilaku dan tindakan organisasi
sesuai aturan atau nilai-nilai  Ketika harus menjaga
organisasi sebatas mengikuti arahan citra organisasi
atasan  Ketika menghadapi
3 Menunjukkan perilaku dan tindakan keadaan dilematis
yang konsisten serta meneladani  Ketika diharapkan
perilaku komitmen terhadap memupuk jiwa
organisasi nasionalisme
4 Mendukung tujuan serta menjaga  Ketika dihadapkan
citra organisasi secara konsisten dengan masalah KKN
5 Bertindak berdasarkan nilai nilai
organisasi secara konsisten
6 Menunjukan komitmen atas
kepentingan yang lebih besar
daripada kepentingan pribadi
7 Mengambil keputusan atau tindakan
yang menumbuhkan pengorbanan
yang besar (menjadi model perilaku
positif yang terintegrasi)

40 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Tabel 2. 14. Aspek Inisiatif Kerja
ASPEK PERILAKU INISIATIF KERJA
Kemauan dan kemampuan untuk melahirkan ide-ide baru,
cara-cara baru untuk peningkatan kinerja, kemauan untuk
membantu rekan kerja yang membutuhkan bantuan, melihat
DEFINISI masalah sebagai peluang bukan ancaman, kemauan bekerja
menjadi lebih baik setiap hari, serta penuh semangat dan
antusiasme, aspek inisiatif juga termasuk inovasi yang
dilakukan oleh pegawai
LEVEL
PERILAKU INDIKATOR PERILAKU KERJA SITUASI
KERJA
1 Memahami apa yang harus dilakukan dalam  Ketika
merespons tugas atau pekerjaan, belum menjalankan
menunjukan perilaku dasar yang tugas yang
diharapkan organisasi berkaitan
2 Cepat tanggap ketika menerima tugas atau dengan
pekerjaan dengan menyusun target, pekerjaan
mencari ide baru ataupun menunjukkan  Ketika
keinginan untuk berkontribusi dalam tugas, kondisi/situasi
dan menghadapi permasalahan dengan penyelesaian
menghubungi pihak berwenang atau atasan  Ketika
3 Dapat kerja secara mandiri, kemauan untuk menjadi
mencoba hal baru dan membangun bagian
jejaring. Mampu bertindak secara mandiri anggota
sesuai kewenangan dalam menangani tim/kelompok
permasalahan rutin kerja
4 Bertindak proaktif pada situasi kritis,  Ketika
terbuka terhadap pendekatan baru, dan menghadapi
secara sukarela mengembangkan masalah sulit
kemampuan orang lain  Ketika
5 Menyusun rencana tindakan taktis maupun dituntut
langkah antisipatif terhadap permasalahan bekerja lebih
rutin. Menyusun perbaikan berkelanjutan baik.
dan menghargai orang lain.
6 Merancang rencana jangka pendek,
antisipasi ide untuk meningkatkan kinerja
dan memberikan dukungan terhadap orang
lain
7 Merancang rencana yang komprehensif,
berorientasi jangka panjang,
mempertimbangkan kesuksesan anggota
organisasi serta membuat terobosan baru

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 41


Tabel 2.15. Aspek Kerja sama

ASPEK PERILAKU KERJA SAMA

Kemauan dan kemampuan untuk bekerja sama dengan rekan


kerja, atasan, bawahan dalam unit kerjanya serta instansi lain
DEFINISI dalam menyelesaikan suatu tugas dan tanggung jawab yang
ditentukan, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna
sebesar-besarnya

LEVEL
PERILAKU INDIKATOR PERILAKU KERJA SITUASI
KERJA
1 Memahami peran dalam tim dan  Ketika menghadapi
menunjukan sikap positif dalam masalah dengan
hubungan kerja sama pegawai lain/orang
2 Berusaha menunjukan perilaku yang tidak disukai
kooperatif dan sikap profesional ditempat kerja
sesuai standar prosedur  Ketika mendapatkan
3 Menunjukan komitmen atas pembagian tugas yang
profesionalitas dan harapan positif tidak menyenangkan
terhadap tim/kelompok kecil  Ketika menghadapi
4 Bersikap transparan dan terbuka pimpinan yang tidak
serta menghargai anggota mempedulikan
kelompoknya kontribusi anggota tim
5 Berkomitmen terhadap  Ketika bekerja di
penyelesaian tugas dan dalam kelompok/tim
memberikan dukungan secara aktif  Ketika dituntut untuk
terhdap anggota tim yang lebih mengembangkan
besar dan beragam jejaring kerja sama
6 Membangun semangat kelompok
besar dan nilai tambah dalam
pelaksanaan tugas
7 Secara aktif menjaga motivasi dan
hubungan yang positif dalam
organisasi

42 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Tabel 2.16. Aspek Kepemimpinan

ASPEK PERILAKU KEPEMIMPINAN

Kemauan dan kemampuan pegawai untuk memotivasi dan


DEFINISI memengaruhi bawahan atau orang lain yang berkaitan dengan
bidang tugasnya demi tercapainya tujuan organisasi

LEVEL
PERILAKU INDIKATOR PERILAKU KERJA SITUASI
KERJA
1 Memahami dan menunjukkan  Ketika menjadi
sikap kepedulian, memberikan pemimpin informal
arahan tugas serta dalam unit
mempertimbangkan risiko kerja/organisasi
2 Menunjukkan perilaku positif,  Ketika diharapkan
memberikan bimbingan dan menjadi penyemangat
motivasi, serta keberanian rekan kerja/bawahan
mengambil risiko personal  Ketika terjadi
3 Bersedia untuk memberikan perselisihan dalam
pengarahan, motivasi dan kelompok/unit
menunjukkan komitmen atas kerja/organisasi
perilaku positif dan keberanian  Ketika mengatur
dalam mengambil risiko pelaksanaan tugas/
4 Memberikan dukungan terhadap pekerjaan bawahan
orang lain serta menunjukan tekad  Ketika memengaruhi
untuk mengambil risiko orang lain untuk
5 Menunjukkan kepercayaan diri mencapai tujuan
serta sikap yang adil dan  Ketika dihadapkan
profesional dalam segala situasi, dengan situasi tidak
serta bersedia untuk mengambil pasti (kemungkinan
risiko mendapatkan hasil
6 Menunjukkan kemandirian dan negatif)
kemampuan menjadi katalisator  Ketika terjadi
7 Menjadi teladan dalam perubahan-
kepemimpinan organisasi perubahan yang
spesifik dalam
organisasi

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 43


Standar perilaku ditetapkan sesuai dengan level yang dipersyaratkan
berdasarkan jenis, dan jenjang jabatan sebagai berikut:

Tabel 2.17. LEVEL PERILAKU KERJA YANG DIPERSYARATKAN

JABATAN JENJANG LEVEL YANG


JABATAN DIPERSYARATKAN
Jabatan Pimpinan Utama 6
Tinggi Madya 6–7
Pratama 5–6
Jabatan Administasi Administrator 4–5
Pengawas 3-4
Pelaksana 1-2
Jabatan Fungsional Utama 5–6
Keahlian Madya 4–5
Muda 3-4
Pertama 2-3
Jabatan Fungsional Penyelia 3-4
Terampil Mahir 2-3
Terampil 1-2
Pemula 1-2

44 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


BAB III
PELAKSANAAN DAN PEMANTAUAN KINERJA

Urgensi bab pelaksanaan manajemen kinerja ASN dalam buku ini adalah
bahwa gambaran secara konkret implementasi manajemen kinerja baik
dalam tataran kebijakan maupun praktiknya selama ini kurang mendapat
perhatian, sehingga desain sistem manajemen kinerja sulit dipahami dan
diimplementasikan. Dalam praktik secara nyata, pada hakikatnya subbab
pelaksanaan manajemen kinerja adalah implementasi rencana kinerja dan
SKP dalam aktivitas kegiatan sehari-hari para ASN.

Pembahasan mengenai pelaksanaan manajemen kinerja sangat penting


karena terkait dengan bagaimana ASN secara individu melakukan tugas
pekerjaannya untuk mencapai target kinerja yang tertuang dalam Sasaran
Kinerja Pegawai (SKP) dan mendokumentasikan hasil kerja setiap harinya
dalam bentuk laporan kinerja harian.

Selanjutnya agar SKP dapat dioperasionalkan dan menjadi dasar


penilaian kinerja individu ASN, baik harian, mingguan, bulanan, triwulan
maupun tahunan, maka diperlukan dokumen rencana kegiatan (rencana
aksi) dan target output mingguan dan bulanan yang disusun oleh unit kerja.
Berdasarkan rencana aksi dan target output yang telah disusun unit kerja
itulah masing-masing individu ASN melaksanakan aktivitas hariannya untuk
berkontribusi dalam pencapaian target output sesuai dengan SKP masing-
masing. Dengan begitu output kinerja masing-masing individu ASN
didokumentasikan secara harian yang sekaligus menjadi dokumen kinerja
harian bagi setiap ASN. Melalui cara seperti itu maka para individu ASN
memiliki dokumen kinerja yang dapat diformulasi ke dalam kinerja harian,
mingguan, bulanan, triwulan, semester maupun tahunan.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 45


Adapun gambaran secara skematik proses pelaksanaan manajemen
ASN adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1. Skema Proses Pelaksanaan Manajemen Kinerja ASN


Sumber: PP 30 Tahun 2019 dan PermenPANRB 8 Tahun 2021 (diolah)

Oleh karena itu, secara simulasi pelaksanaan manajemen kinerja ASN


dapat dijelaskan sebagai berikut:
Setelah IKU/Perjanjian kinerja Unit Kerja dan dokumen SKP ASN
ditetapkan sebagaimana dapat dilihat pada Bab 2, maka untuk
menjembatani proses pelaksanaan manajemen kinerja individual, maka
pimpinan unit menyusun Rencana Kerja/Rencana Aksi bulanan beserta
target output-nya dalam bentuk rincian kegiatan dan aktivitas secara
sistematis untuk setiap minggunya (minggu 1, 2, 3, 4 dan 5).
Selanjutnya berdasarkan rincian kegiatan unit kerja tersebut, maka
masing-masing ASN mengambil peran dan berkontribusi sesuai dengan
peran dan tanggung jawabnya sebagaimana tertuang dalam SKP masing-
masing. Adapun output dari pelaksanaan kegiatan harian didokumentasikan
sebagai hasil kerja masing-masing ASN.
Sebagai contoh: Untuk mencapai IKU/Perjanjian Kinerja Unit Kerja A,
misalnya Laporan Kajian Kebutuhan Bangkom ASN. Untuk menghasilkan
Laporan Kajian Pemetaan Kebutuhan Bangkom ASN tersebut, target capaian
kegiatan bulan pertama adalah TOR Kajian. Dengan demikian, Rencana
Kegiatan/Rencana Aksi bulan 1 unit kerja A berisi langkah-langkah kegiatan
atau urutan kegiatan untuk menyusun TOR Kajian.

46 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Contoh Rencana Kegiatan/Rencana Aksi Bulan 1 Penyusunan TOR

 Pengumpulan referensi yang relevan dan up to


date
 Pengumpulan data dukung penyusunan TOR
 Menyusun konsep dan teori
 Menggali isu-isu aktual terkait
 Menyusun logical frame work Kajian
 Membuat draf TOR
 Review draf TOR
 FGD pembahasan TOR
 Finalisasi TOR

Rincian kegiatan tersebut di atas dapat dikelompokkan ke dalam


kegiatan mingguan yang pada akhirnya nanti akan menjadi dokumen data
kinerja mingguan dan seterusnya sampai berapa bulan kegiatan Kajian
Pemetaan Kebutuhan Bangkom ASN akan diselesaikan.

Poin-poin kegiatan dan rencana aksi unit kerja tersebut masih dapat
dirinci lebih detail, sehingga terkait dengan pengumpulan referensi dan
kebutuhan data dukung dapat dilakukan masing-masing ASN dengan
berbagai cara dan strategi. Salah satunya dengan browsing, ke Perpustakaan,
dari hasil kajian terdahulu atau menggali data dukung langsung ke lokus dan
lain-lain. Aktivitas-aktiitas inilah yang dilakukan masing-masing ASN untuk
dapat mewujudkan target kinerja Unit Kerja pada bulan pertama yaitu TOR
Kajian Pemetaan Kebutuhan Bangkom ASN.

Dengan demikian terdapat benang merah antara pencapaian


IKU/Perjanjian Kinerja Unit Kerja, SKP dan Rencana Kegiatan/Rencana Aksi.
Dengan demikian output kinerja individu ASN, kontribusi individu terhadap
capaian target kinerja unit kerja baik mingguan, bulanan, triwulan, semester
maupun tahunan dapat terlihat secara konkret, terukur dan nyata.

Setelah perencanaan kinerja ditetapkan SKP, setiap pegawai


melaksanakan rencana kinerja disertai pendokumentasian output rencana
kinerja dan/atau rencana aksi. Selama pelaksanaan, dilakukan pemantauan
oleh pejabat penilai dibantu manajer kinerja terhadap hasil pemantauan
dilakukan pengukuran kemajuan atau progres pencapaian SKP.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 47


Pada tahap pelaksanaan dan pemantauan kinerja ini, pimpinan
bertanggung jawab melakukan pengorganisasian, pengkoordinasian,
pengendalian, pendelegasian, dan pengarahan kepada staf. Pengarahan dan
pemberian umpan balik (feedback) atas kinerja staf merupakan kunci
keberhasilan pencapaian tujuan kinerja. Di samping itu, dalam tahap
pelaksanaan kinerja sangat mungkin terjadi perubahan lingkungan yang
signifikan sehingga perencanaan kinerja yang telah dibuat menjadi tidak
relevan. Untuk itu pimpinan harus segera merevisi rencana kinerja,
membuat tujuan-tujuan dan strategi baru untuk merespons perubahan yang
terjadi.

Pelaksanaan Kinerja
Setiap pegawai dalam organisasi dituntut untuk memberikan kontribusi
positif melalui kinerja yang baik, mengingat kinerja organisasi tergantung
pada kinerja pegawainya (Gibson, et all, 1995:364). Oleh karena itu dalam
organisasi digunakan berbagai kriteria dan standar kerja untuk menilai
kinerja pegawai. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2019
tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) disebutkan bahwa
Penilaian Kinerja PNS bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan
PNS yang didasarkan pada sistem prestasi dan sistem karier. Penilaian
dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan
tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil,
dan manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS. Karenanya pelaksanaan
kinerja melalui pendokumentasian kinerja berupa output, hasil dan manfaat
yang dicapai sangat penting dalam sistem manajemen kinerja.
Pendokumentasian kinerja adalah pelaksanaan rencana kinerja yang
didokumentasikan secara periodik. Pendokumentasian secara periodik
tersebut dapat berupa: harian, mingguan, bulanan, triwulan, semesteran,
dan tahunan tergantung kebutuhan organisasi. Dilaksanakan
pendokumentasian kinerja berupa output/end product dari rencana kinerja
SKP.
Penyusunan rencana aksi/ inisiatif strategis dilakukan untuk kinerja yang
tidak bisa diukur sesuai periode pengukuran (bulanan/
triwulan/semesteran). Adapun yang dimaksud dengan rencana aksi adalah
inisiatif pegawai dalam mencapai rencana kinerja. Rencana aksi disusun

48 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


berdasarkan aspek kuantitas/ kualitas/ waktu/ biaya. Penyusunan rencana
aksi dilakukan oleh pegawai melalui dialog kinerja.
Bagi pejabat pimpinan tinggi dan pimpinan unit kerja mandiri, rencana
aksi dalam rangka pencapaian kinerja utama dibuat berdasarkan Perjanjian
Kinerja dengan memperhatikan Rencana Strategis, Rencana Kerja Tahunan
dan Direktif. Bagi pejabat administrasi dan pejabat fungsional, dalam hal
kinerja utama tidak dapat diukur sesuai periode pengukuran yang
ditetapkan instansi, maka pelaksanaan kinerja didahului dengan
penyusunan rencana aksi/inisiatif strategis dalam rangka pencapaian kinerja
utama pada SKP pegawai yang bersangkutan. Rencana aksi/ inisiatif strategis
sebagaimana dimaksud dapat memuat rencana kinerja pegawai di
bawahnya sepanjang yang bersangkutan turut bertanggung jawab terhadap
realisasi rencana kinerja bawahannya.
Berikut ini merupakan gambaran rencana kinerja JPT dan JA/JF:

Gambar 3.2. Alur Rencana Kinerja JPT, JA, dan JF

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 49


Adapun rencana aksi/ inisiatif strategis dituangkan dalam format berikut:

Gambar 3.3. Format Rencana Aksi/ Inisiatif Strategis

Dalam hal kinerja utama pada SKP dapat diukur sesuai periode
pengukuran kinerja yang ditetapkan instansi pemerintah, maka
pendokumentasian kinerja dilakukan terhadap capaian kinerja berupa
produk atau output dari kinerja utama pada SKP serta dapat berupa data
dukung lain yang menggambarkan capaian kinerja. Pendokumentasian
kinerja dituangkan dalam format berikut:

Gambar 3.4. Format Pendokumentasian Kinerja

50 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Mencermati kemajuan TIK dan revolusi industri 5.0 telah mendorong
terjadinya perubahan paradigma pengelolaan sumber daya manusia
termasuk di dalamnya terkait dengan pengelolaan kinerja pegawai. Oleh
karena itu, terkait dengan pelaksanaan pengelolaan manajemen kinerja ASN,
buku ini juga menawarkan desain manajemen kinerja yang berorientasi
pada kebutuhan perubahan kedepan.

Bahwa idealnya manajemen kinerja ASN harus dapat mengakomodasi


implementasi dinamika organisasi yang lincah dan SMART ASN. Dengan
demikian perlu dilakukan penyempurnaan dan penajaman sistem
manajemen kinerja ASN yang dapat mengakomodasi berbagai perubahan
baik terkait dengan dinamika organisasi maupun peran ASN.

Desain Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) saat ini belum mengakomodasi


seluruh potensi dan kapabilitas yang dimiliki ASN, seperti peran-peran ASN
di luar unit organisasi atau instansinya, baik atas penugasan kedinasan
maupun bidang keahlian ASN yang dibutuhkan instansi lain. Misalnya
seorang peneliti juga mengajar di perguruan tinggi, mengajar di pelatihan-
pelatihan, juga sebagai motivator dan juga melakukan berbagai
pendampingan di berbagai K/L/D terkait dengan pembaruan birokrasi
pemerintahan. Hal-hal demikian belum terakomodasi dalam SKP saat ini,
sehingga berbagai aktivitas ASN yang berkontribusi pada upaya mencapai
pembaruan birokrasi belum mendapat pengakuan dan reward yang wajar.

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disampaikan model manajemen


kinerja ASN dan SKP agile yang dapat mengakomodir peran dan tugas ASN
sesuai dengan bidang keahlian dan kapabilitasnya.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 51


Gambar 3.5. Siklus Pelaksanaan Manajemen Kinerja ASN Agile

Pemantauan Kinerja
Pemantauan Kinerja PNS adalah adalah serangkaian proses yang
dilakukan oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS untuk mengamati pencapaian
target kinerja yang terdapat dalam SKP. Pemantauan kinerja PNS dilakukan
oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS terhadap PNS secara berkala dan
berkelanjutan dalam proses pelaksanaan SKP, paling kurang satu kali dalam
setiap semester pada tahun berjalan, yang dilakukan dengan mengamati
capaian kinerja melalui dokumentasi kinerja yang terdapat dalam sistem
informasi nonelektronik dan/atau sistem informasi berbasis elektronik.
Selain melalui sistem informasi, pemantauan juga dapat dilakukan melalui
dialog kinerja.

Pejabat Penilai Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah atasan


langsung PNS yang dinilai dengan ketentuan paling rendah pejabat
pengawas atau pejabat lain yang diberi pendelegasian kewenangan.
Pemantauan Kinerja PNS bertujuan untuk mengetahui kemajuan kinerja
PNS, agar tidak terjadi keterlambatan dan/atau penyimpangan. Apabila
terjadi keterlambatan dan/atau penyimpangan, PNS dan/atau Pejabat
Penilai Kinerja PNS harus segera mencari penyebabnya dan harus segera

52 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


diupayakan mengatasinya, serta dilakukan percepatan sehingga dapat
mencapai sasaran dan tujuan sebagaimana yang direncanakan semula.

Dalam melakukan pemantauan kinerja PNS tersebut, Pejabat Penilai


Kinerja PNS dapat dibantu oleh Pengelola Kinerja, yaitu pejabat yang
menjalankan tugas dan fungsi pengelolaan kinerja PNS. Hasil pemantauan
kinerja pelaksanaan SKP yang didasarkan bukti-bukti objektif dan perubahan
lingkungan organisasi dapat memuat rekomendasi perubahan SKP.

Pejabat Penilai Kinerja PNS dan/atau Pengelola Kinerja dapat melakukan


perubahan SKP apabila dalam tahun berjalan terdapat kondisi tertentu yang
mengakibatkan perencanaan kinerja memerlukan penyesuaian. Kondisi
tertentu tersebut adalah berupa:

a. perubahan pemangku jabatan.


b. perubahan dalam strategi yang memengaruhi pencapaian tujuan dan
sasaran (perubahan program, kegiatan, dan alokasi anggaran).
c. perubahan prioritas atau asumsi yang berakibat secara signifikan
dalam proses pencapaian tujuan dan sasaran.
d. perubahan dikarenakan sakit dan cuti yang waktunya lebih dari satu
bulan.
e. perubahan dikarenakan penugasan kedinasan lain dari pimpinan unit
kerja yang menyebabkan PNS tidak dapat melaksanakan tugas dan
fungsinya yang waktunya lebih dari satu bulan, yaitu meliputi:
pengembangan kompetensi dan penugasan untuk mewakili institusi
dan/atau negara, dan
f. kondisi tertentu lainnya, yang dapat dilakukan dengan persetujuan
menteri/setingkat menteri.

Tindak lanjut dari hasil pemantauan kinerja selain rekomendasi


perubahan SKP juga dapat berupa Bimbingan Kinerja dan Konseling Kinerja.
Bimbingan Kinerja dan Konseling Kinerja secara khusus akan dibahas pada
Bab Pembinaan Kinerja.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 53


Gambar 3.6. Mekanisme Perubahan SKP

54 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


BAB IV
KONSELING, MENTORING DAN COACHING

Pendahuluan
Proses pelaksanaan kegiatan konseling, mentoring dan coaching
merupakan kegiatan yang bertujuan untuk peningkatan kinerja bagi
Aparatur Sipil Negara. Ketiga kegiatan ini secara spesifik tidak tercantum
dalam siklus Sistem Manajemen Kinerja yang terdapat di Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 Tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri
Sipil. Siklus Manajemen Kinerja sesuai dengan Pasal 5 Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 2019 meliputi: a. Perencanaan Kinerja; b. Pelaksanaan,
Pemantauan, Pembinaan Kinerja; c. Penilaian Kinerja; d, Tindak Lanjut dan e.
Sistem Informasi Kinerja PNS.

Secara tersirat proses kegiatan konseling dan bimbingan kinerja


dijelaskan di pasal 30 ayat (2) di Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
2019, bahwa proses pembinaan PNS dapat dilakukan melalui bimbingan
kinerja dan konseling kinerja. Bunyi ayat (3) pada pasal 30 bahwa proses
pelaksanaan konseling kinerja dan bimbingan kinerja dilakukan secara
berkesinambungan berdasarkan atas pemantauan kinerja. Pelaksanaan
pemantauan kinerja merupakan bagian dari siklus manajemen kinerja, pada
saat pemantauan kinerja ini terdapat kegiatan yang dinamakan dengan
pengukuran kinerja yaitu pengukuran mengenai kemajuan kinerja yang
telah dicapai pada setiap periode (harian, mingguan, bulanan, triwulan,
semesteran dan/atau tahunan). Pelaksanaan kegiatan pengukuran kinerja
ini adalah membandingkan hasil (output) dengan target capaian yang sudah
ditetapkan secara perodik.

Proses pengukuran kinerja yang dilakukan secara periodik tidak hanya


mengukur ketercapaian hasil (output) dengan target yang ingin dicapainya
tetapi juga mengukur aspek perilaku PNS selama melaksanakan kegiatan
kinerjanya. Berdasarkan pasal 25 ayat 1 di Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 2019 aspek perilaku terdiri dari: a. orientasi pelayanan; b. komitmen;
c. inisiatif kerja; d. kerja sama; dan e. kepemimpinan. Kegiatan pemantauan
kinerja yang didalamnya terdapat kegiatan pengukuran kinerja dilakukan

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 55


oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS secara berkala dan berkelanjutan dalam
proses pelaksanaan SKP paling kurang 1 (satu) kali dalam setiap semester
pada tahun berjalan. Dengan demikian, proses kegiatan konseling kinerja
dan bimbingan kinerja akan sangat berkorelasi dengan kegiatan
pemantauan kinerja. Hasil dari kegiatan pemantauan kinerja inilah yang
dijadikan sebagai dasar Pejabat Penilai Kinerja untuk menetapkan PNS
apakah PNS tersebut akan diberikan konseling dan/atau bimbingan kinerja.

Kegiatan bimbingan bagi PNS ternyata juga terdapat di Peraturan


Pemerinyah Nomor 11 tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri
Sipil. Bimbingan di tempat kerja bagi PNS merupakan salah satu metode
pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan nonklasikal. Kegiatan
pelaksanan bimbingan di tempat kerja yang di jelaskan dalam bab ini adalah
mentoring dan coaching. Pemilihan kedua jenis pelaksanaan bimbingan kerja
tersebut, dikarenakan mentoring dan coaching secara spesifik sudah
diberikan pada saat pelaksanaan pelatihan kepemimpinan. Namun, secara
umum mentoring dan coaching juga sudah diterapkan dalam proses
pengembangan sumber daya manusia di lingkungan BUMN dan Swasta.

Aspek sumber daya manusia menjadi unsur yang sangat penting bagi
berkembangnya suatu organisasi, dikarenakan modal intelektualnya
(intellectual capital) dapat dikembangkan seiring dengan perkembangan
kemajuan ilmu pengetahuan dan dinamika perubahan lingkungan baik
internal maupun eksternal. Keunggulan sumber daya manusia ini berbeda
dengan faktor sumber produksi lainnya, dikarenakan memiliki kemampuan
inovasi dan entrepreneurship, kualitas yang unik, keahlian yang khusus,
pelayanan yang berbeda dan kemampuan produktivitas yang dapat
dikembangkan sesuai kebutuhan (Mathis, 2003).

Alasan inilah yang sangat relevan apabila konseling, mentoring dan


coaching dapat diimplementasikan di lingkungan ASN, utamanya PNS, untuk
meningkatkan kinerjanya. Dengan demikian, harapan pemerintah untuk
mewujudkan ASN menjadi Human Capital sesuai dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2020–2024 akan segera
tercapai. Atas dasar inilah kegiatan konseling, mentoring dan coaching
dijelaskan dalam bab tersendiri, adapun alasan lainnya adalah ketiga

56 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


kegiatan ini menjadi salah satu bagian dari proses pelaksanaan siklus
manajemen kinerja PNS.

Pelaksanaan kegiatan konseling, mentoring dan coaching secara alur


diagram terkait dengan siklus manajemen kinerja adalah sebagai berikut:

Gambar 4.1. Siklus Manajemen Kinerja

Agar pelaksanaan konseling, mentoring dan coaching pada saat


pelaksanaan siklus manajemen kinerja dapat berjalan dengan baik maka bab
ini dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam pelaksanaan di lingkungan
instansi pemerintah. Penjelasan terkait dengan konseling, mentoring dan
coaching dalam bab ini, secara garis besar dimulai dari pengertian atau
definisi, tujuan dan unsur, mekanisme, dan formulir pelaksanaan kegiatan.

Konseling
Konseling bukan merupakan kalimat yang asing dilingkungan PNS
dikarenakan kalimat ini sudah diperoleh sejak zaman menempuh
pendidikan sekolah dasar sampai sekolah menengah atas yaitu guru
bimbingan dan penyuluhan (Guru BP) sesuai dengan perkembangan zaman
berubah menjadi guru bimbingan dan konseling (Guru BK). Apabila seorang
murid dipanggil oleh guru BP atau guru BK, maka murid tersebut memiliki

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 57


permasalahan terkait perilaku dan hasil prestasi belajar di sekolah. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa kegiatan konseling bukan merupakan
hal yang baru di kalangan ASN khususnya PNS, namun implementasi
kegiatan konseling ini sangat jarang diterapkan untuk menyelesaikan
permasalahan aspek perilaku PNS.

Secara etimologis kalimat konseling berasal dari bahasa Latin yaitu


counselium artinya “bersama” atau “bicara bersama-sama” yang dirangkai
dengan “menerima” atau “memahami”. Kalimat counseling berdasarkan
kamus bahasa Inggris berasal dari kata counsel yang memiliki arti: nasihat (to
obtain counsel); anjuran (to obtain counsel). Dengan demikian, secara
etimologis counselling adalah sebuah proses pemberian nasihat, pemberian
anjuran dan pembicaraan secara bertukar pikiran.

Berdasarkan pengertian etimologis ini sejumlah pakar seperti Shertzer


dan Stone mendefinisikan konseling sebagai berikut: “Counseling is an
interaction process which facilitates meaningful understanding of self and
environment and result in the establishment and/or clarification of goals and
values of future behaviour yaitu proses interaksi antara konselor dan konseli
(kilen) agar individu (klien) mampu memahami dirinya sediri dan
lingkungannya sehingga mampu membuat keputusan sesuai dengan
keinginan dan organisasi di masa mendatang.

Pengertian konseling menurut ASCA (American School Counsellor


Asosiation) adalah pertemuan tatap muka yang bersifat rahasia dipenuhi
dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada
konseli (klien). Konselor secara profesional dengan kompetensi
pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu permasalahan yang
dimiliki konseli (klien).

Menurut Lewis (dalam Prayitno dan Amti, 2004) konseling merupakan


suatu proses seorang individu yang mengalami permasalahan, terutama
terkait dengan tingkah lakunya, sehingga dibutuhkan seseorang yang
mampu mengatasinya melalui pendekatan secara secara persuasif dengan
sejumlah komunikasi dan tindakan yang diperlukan untuk merangsang
perkembangan tingkah lakunya yang lebih efektif dan bermanfaat bagi
lingkungannya.

58 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Winkel W.S sebagai pakar bimbingan dan konseling di bidang pendidikan
menjelaskan kegiatan konseling memiliki 2 (dua) aspek yang wajib
dipenuhinya yaitu: aspek proses konseling dan aspek pertemuan tatap
muka. Aspek proses terjadi pada saat konseli (klien) mengalami suatu
rangkaian perubahan dalam dirinya sehingga disadarinya akan menjadi
permasalahan buat dirinya. Rangkaian perubahan terhadap dirinya ini
secara berurutan sebagai berikut: mengungkapkan masalah secara tuntas
dengan melihat inti permasalahan secara lebih jelas dan utuh, menghadapi
permasalahan dengan lebih tenang dan rasional, menemukan penyelesaian
terhadap masalah secara bijak dan tuntas, memiliki keberanian untuk
menuntaskan penyelesaian dengan sejumlah tindakan konkret setelah
kegiatan konseling berakhir. Aspek tatap muka menunjukkan adanya
periode waktu pertemuan antara konselor dengan konseli (klien) secara
tatap muka melalui sejumlah wawancara yang dilakukan terkait dengan
permasalahan konseli. Konselor secara profesional dengan menggunakan
teknik tertentu diharapkan mampu untuk mengatasi permasalahan yang
dihadapi konseli (klien).

Berdasarkan sejumlah pengertian diatas maka pengertian konseling di


lingkungan PNS merupakan suatu kegiatan menasihati yang dilakukan
secara tatap muka dengan metode wawancara dan terjadwal. Kegiatan ini
dilakukan oleh konselor (memiliki keahlian dibidang bimbingan dan
konseling disebut dengan psikolog) dengan konseli (klien) yang merupakan
PNS terkait permasalahan aspek perilaku secara luas) sehingga
memengaruhi kegiatan pekerjaan dan lingkungan sekitarnya.

Proses kegiatan konseling dilakukan setelah adanya hasil penilaian,


pengukuran dan/atau pelaporan dari pihak lain dan/atau konseli (klien)
terhadap permasalahan yang dihadapinya. Konselor akan memberikan
sejumlah nasihat sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya kepada konseli
untuk ditindaklanjuti sehingga permasalahan terkait dengan perilaku dapat
teratasi. Aspek perilaku yang ditangani oleh konselor lebih luas tidak hanya
dibatasi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019.

Tujuan Konseling
Kegiatan pelaksanaan konseling di lingkungan PNS memiliki sejumlah
tujuan yang lebih menitikberatkan pada pihak konseli (klien) sebagai berikut:

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 59


a. Adanya peningkatan pemahaman terhadap dirinya sendiri sebagai
konseli sehingga dapat menemukan jati dirinya sendiri untuk lebih
rela menerima dan lebih terbuka terhadap aspek-aspek positif
dalam kepribadadiannya;
b. Peningkatan pengembangan kemampuan untuk mengatur dirinya
sendiri dan mengarahkan kehidupannya sendiri agar lebih terarah
dan bermanfaat bagi lingkungannya;
c. Adanya peningkatan kepekaaan konseli terhadap kebutuhan orang
lain dan lebih mampu menghayati perasaan orang lain sehingga
akan terjalin kepedulian antarsesama sebagai filosofi menjalani
kehidupan secara bersama;
d. Adanya peningkatan sikap dan perilaku yang konstruktif sebagai
dasar untuk mewujudkan sasaran yang ingin dicapainya;
e. Meningkatkan pikiran yang positif sehingga mampu menghilangkan
rasa kecemasan dan rasa keterasingan terhadap dirinya;
f. Adanya peningkatan komunikasi dengan teman sejawat yang akan
bermanfaat untuk saling berinteraksi satu dengan yang lainnya
dalam memberikan bantuan penyelesaian permasalahan
pekerjaan;
Tujuan yang ingin dicapai dalam proses pelaksanaan kegiatan konseling
lebih menitikberatkan pada peningkatan aspek perilaku (attitude) yang
menjadi permasalahan konseli. Setelah berakhirnya kegiatan konseling
diharapkan tujuan ini akan dicapai oleh konseli. Dengan demikian
permasalahan yang terkait dengan aspek perilaku dapat diselesaikan,
sehimgga konseli dapat menjalankan pekerjaannya dengan baik dan sesuai
dengan sasaran yang ingin dicapainya.
Proses untuk menyelesaikan permasalahan perilaku yang terjadi pada
konseli merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari siklus manajemen
kinerja terutamanya pada proses kegiatan pembinaan (terdapat pada siklus
pelaksanaan, pemantauan dan pembinaan kinerja). Secara mekanisme
pelaksanaan kegiatan konseling sebagai salah satu dari metode pelaksanaan
pembinaan kinerja adalah sebagai berikut:

60 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Mekanisme Konseling
Konseling merupakan salah satu metode pembinaan yang diberikan
kepada PNS selain mentoring dan coaching. Proses pelaksanaan konseling
dilakukan oleh seorang konselor yang memiliki keahlian dalam kegiatan
bimbingan dan konseling (biasanya dilakukan psikolog) dengan konseli
merupakan seorang PNS yang memiliki permasalahan aspek perilaku.
Tujuan secara umum pelaksanaan konseling di lingkungan PNS untuk
meningkatkan kinerja PNS akibat terjadi permasalahan perilaku PNS di
tempat kerjanya.

Proses mekanisme konseling yang dilaksanakan di lingkungan PNS


adalah sebagai berikut:

1. Penilaian Perilaku sebelum kegiatan Konseling

Mekanisme pelaksanaan kegiatan konseling di lingkungan PNS dimulai


dari proses pengidentifikasian PNS yang memiliki permasalahan terkait
dengan aspek perilaku (attitude). Proses pengidentifikasian permasalahan
aspek perilaku ini diperoleh dari sejumlah penilaian perilaku, pengukuran
dan/atau proses pelaporan sebagai berikut:

a. Kegiatan hasil penilaian yang dilakukan secara 360 derajat oleh teman
sejawat yang terkait dengan aspek perilaku. Proses kegiatan penilaian
ini dilakukan pada siklus penilaian kinerja untuk aspek perilaku.
Apabila penilaian perilaku dibawah standar perilaku yang telah
ditetapkan maka PNS tersebut wajib melaksanakan konseling. Pejabat
Penilai Kinerja yang juga atasan langsung mendata secara keseluruhan
bawahannya yang wajib melaksanakan konseling sesuai dengan hasil
penilaian perilaku. Data penilaian perilaku sudah diperoleh pada akhir
bulan Desember, setelah proses penilaian kinerja pegawai selesai
(kedua belah pihak atasan dan bawahan menandatangani hasil
penilaian kinerja).

b. Kegiatan hasil pengukuran yang merupakan proses pemantauan


(terjadi di siklus pelaksanaan, pemantauan dan pembinaan kinerja)
pelaksanaan kinerja sesuai target kinerja yang ingin dicapainya
berdasarkan periodisasi yang telah disepakatinya. Apabila hasil
(output) kinerjanya lebih rendah (secara kualitas dan/atau kuantitas)

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 61


dibandingkan dengan target kinerja yang ingin dicapainya secara
periodisasi (mingguan, bulanan, triwulan, semesteran dan/atau
tahunan) maka tugas Pejabat Penilai Kinerja wajib untuk melakukan
klarifikasi kepada bawahannya. Apabila hasil klarifikasi menunjukkan
bahwa ternyata rendahnya kinerja disebabkan oleh aspek perilaku
maka PNS tersebut wajib untuk diberikan konseling.

c. Hasil proses pelaporan yang diperoleh secara langsung dari bawahan


terkait dengan permasalahan perilaku (secara mandiri bawahan
melaporkan permasalahan terkait dengan aspek perilaku) atau
pelaporan dari pihak lain yang disertai dengan bukti (evidence) terkait
dengan aspek perilaku bawahan. Proses pelaporan ini dapat dilakukan
setiap saat dikarenakan permasalahan aspek perilaku dapat terjadi
kapan saja tanpa mengenal waktu.

Atasan langsung yang juga sebagai Pejabat Penilai Kinerja bertanggung


jawab berkaitan dengan proses pembinaan PNS. Salah satu metode
pembinaan PNS adalah konseling, kegiatan ini wajib dilaksanakan oleh
konselor yang profesional (psikolog) yang secara kompetensi dapat
memberikan suatu penyelesaian permasalahan terkait aspek perilaku di
lingkungan PNS. Atasan langsung yang memiliki kompetensi sebagai
psikolog maka solusi permasalahan terkait dengan aspek perilaku segera
diatasi. Apabila atasan langsung tidak memiliki kompetensi sebagai psikolog
maka wajib mendata bawahannya untuk diberikan konseling. Rekapitulasi
data konseling akan diberikan kepada bagian/unit/biro SDM untuk segera
ditindaklanjuti.

Proses pengidentifikasi yang dilakukan oleh Pejabat Penilai Kinerja


terkait dengan proses penilaian atau pengukuran perilaku bawahannya
dicatat pada formulir berikut ini:

62 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Tabel 4.1. Formulir Penetapan Kegiatan Konseling
Nama (yang : …………………………………………………………………..
dinilai)
NIP : ……………………………………………………………………
Pejabat : …………………………………………………………………..
Penilaian
Kinerja
NIP : ……………………………………………………………………
Unit Kerja : ………………………………………………………………….
Tanggal :
penetapan
Alasan untuk :
konseling

Keterangan:
Pejabat Penilai Kinerja wajib untuk menguraikan alasan bawahannya
untuk dilaksanakan kegiatan konseling dengan disertai sejumlah bukti
(evidence) yang mendukung kegiatan tersebut.

Pejabat Penilai Kinerja

(………………………………..)

Hasil pencatatan yang dilakukan oleh Pejabat Penilai Kinerja akan


direkapitulasi oleh Pimpinan Unitnya untuk diajukan ke Biro/bagian SDM
untuk diikutsertakan dalam kegiatan konseling dengan melampirkan tabel
IV.1. Formulir penetapan kegiatan konseling. Tabel Rekapitulasi Data
Konseling yang disusun oleh Pimpinan Unit kerja adalah sebagai berikut:

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 63


Tabel 4.2. Rekapitulasi Data Konseling PNS
Nama Unit : ……………………………………………………….
Metode : Konselling/Mentoring/Coaching (coret yang tidak perlu)
Pembinaan
Tanggal : ………………………………………………………………………
pengajuan
Jumlah PNS : …… ..(sesuai dengan daftar nama yang tertera dibawah ini)
No NAMA NIP KET.
1.
2.
3.
dst

Ket :
diisi permasalahan aspek perilaku berasal dari penilaian atau pengukuran dan/atau
pelaporan

Mengetahui
Pimpinan Unit Kerja

(……………………………)

2. Kegiatan Pelaksanaan Konseling


Bagian Unit SDM memiliki kewenangan mengumpulkan seluruh hasil
rekapitulasi data konseling PNS yang berasal dari seluruh pimpinan unit
kerja yang terdapat di lingkungan instansi pemerintah untuk ditindaklanjuti
pelaksanaannya. Proses pelaksanaan kegiatan konseling yang dilakukan
oleh bagian unit SDM adalah sebagai berikut:
a. Bagian unit SDM mengidentifikasi secara keseluruhan pengumpulan
rekapitulasi data konseling PNS yang berasal dari keseluruhan
pimpinan unit kerja. Bagian unit SDM tidak memiliki hak untuk
mengubah rekapitulasi data konseling PNS yang berasal dari pimpinan
unit kerja namun dapat mengklarifikasi ke pimpinan unit kerja apabila
terjadi ketidaksesuaian jumlah formulir penetapan kegiatan konseling
(tabel IV.1) dengan jumlah PNS yang akan dilaksanakan kegiatan
konseling (tabel IV.2).

64 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


b. Bagian SDM akan menetapkan jadwal pelaksanaan kegiatan konseling
berdasarkan hasil pengumpulan rekapitulasi data konseling PNS yang
berasal dari pimpinan unit kerja. Bagian SDM sudah menghubungi
konselornya (psikolog) untuk menyesuaikan pelaksanaan kegiatan
konseling secara terjadwal.
c. Bagian SDM akan berkirim surat ke pihak konseli yang merupakan PNS
dengan tembusan Pimpinan Unit Kerja dan/atau Pejabat Penilai Kinerja
terkait dengan jadwal pelaksanaan konseling. Pihak Konseli dan
Pimpinan Unit kerja dan/atau Pejabat Penilai Kinerja wajib mematuhi
jadwal yang sudah ditetapkan oleh bagian SDM, kecuali pada tanggal
yang sudah ditetapkan tersebut konseli sudah terlebih dahulu
memperoleh tugas dari Pejabat Penilai Kinerja atau konseli sakit, maka
dapat dijadwalkan ulang kembali. Proses penjadwalan ulang kembali
akan dilakukan oleh bagian SDM dengan berkomunikasi dengan
konselornya (psikolog).
d. Untuk mempermudah proses pelaksanaan kegiatan konseling maka
bagian SDM menyusun tabel pelaksanaan kegiatan konseling yang
sudah terjadwal seperti berikut ini:
Tabel 4.3. Daftar Nama Peserta Kegiatan Konseling
Tanggal Pelaksanaan : …………………………………………………
Waktu Pelaksanaan : …………………………(maksimal 4 jam)
Nama Konselor : …………………………..
(Psikolog)
Tempat : ………………………………………………
Pelaksanaan*)
No Nama NIP Unit Kerja Jadwal**)
1. ……………… ……………… ……………… ………
2. ………………. ………………. ……………….. ……….
3. ……………… …………….. ……………. ……….
Dst

Kepala Biro/Bagian/Unit SDM

(………………………………………)
Keterangan:
*) tempat pelaksanaan konseling dapat dilakukan secara tatap muka baik melalui
daring atau luring. Apabila melalui daring bagian SDM wajib mencantumkan alamat

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 65


pada aplikasi Zoom Meeting untuk diberikan ke pihak konseli, begitu pula apabila
dilakukan secara luring maka lokasi tempat pelaksanaan wajib dicantumkan.
**) alokasi maksimal waktu konseling adalah satu jam sehingga peserta untuk
jadwal pelaksanaan berikutnya wajib 30 menit sebelum kegiatan berada di lokasi
tempat pelaksanaan.

e. Konselor secara profesional dengan kemampuan kompetensi yang


dimiliki melaksanakan kegiatan konseling dengan melakukan proses
wawancara kepada konseli yaitu PNS. Proses pelaksanaan wawancara
antara konselor dengan konseli dapat dilakukan melalui luring atau
daring. Maksimal proses wawancara antara konselor dengan konseli
adalah 60 menit. Instrumen pelaksanaan wawancara konseling secara
kewenangan dimiliki oleh konselor, sehingga tidak dapat ditampilkan
dalam bab ini. Hasil pelaksanaan wawancara ini diserahkan kepada
pihak SDM untuk dapat disampaikan ke Pejabat Penilai Kinerja. Pejabat
Penilai Kinerja akan menyimpan hasil pelaksanaan konseling. Kewajiban
Pejabat Penilai Kinerja wajib melaksanakan hasil yang disusun oleh
konselor untuk dipatuhi. Begitu pula konseli wajib melaksanakan nasihat
dan catatan yang diberikan oleh konselor pada saat pelaksanaan
konseling. Sejumlah nasihat dan catatan yang diberikan oleh konselor
kepada konseli wajib untuk dilaksanakan dan proses pengawasannya
dilakukan oleh Pejabat Penilai Kinerja sebagai atasan langsung konseli.
f. Bagian SDM akan menyusun daftar nama peserta setelah melaksanakan
kegiatan konseling dengan instrumen sebagai berikut:
Tabel 4.4. Daftar Nama Peserta Pascakonseling
Tanggal Pelaksanaan : …………………………………………………
Waktu Pelaksanaan : …………………………(maksimal 4 jam)
Nama Konselor : …………………………..
(Psikolog)
Tempat : ………………………………………………
Pelaksanaan*)
No Nama NIP Unit Kerja Hasil **)
1. ……………… ……………… ……………… ………
2. ………………. ………………. ……………….. ……….
Dst

Kepala Biro/Bagian/Unit SDM

(………………………………………)

66 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Keterangan:
*) tempat pelaksanaan konseling dapat dilakukan secara tatap muka baik melalui
daring atau luring. Apabila melalui daring bagian SDM wajib mencantumkan alamat
pada aplikasi Zoom Meeting untuk diberikan ke pihak konseli, begitu pula apabila
dilakukan secara luring maka lokasi tempat pelaksanaan wajib dicantumkan.
**) hasil konseling berasal dari instrumen hasil yang disusun oleh konselor yang
diserahkan ke bagian SDM dengan tembusan untuk diberikan ke Pejabat Penilai
Kinerja.
g. Proses pelaksanaan konseling akan berakhir apabila hasil dari konselor
menyatakan bahwa konseli tidak memerlukan pelaksanaan kegiatan
konseling.

Mentoring
Pelaksanaan kegiatan mentoring didasarkan pada rujukan sebuah
karya sastra mitologi Yunani yang dikarang oleh Homeros dengan judul
Odyssey. Karya sastra ini menceritakan adanya Mentor yaitu seorang laki-
laki lanjut usia yang diberi tugas Odyssey untuk menjaga anaknya bernama
Telemachus, pada saat Odyssey pergi ke medan peperangan. Pada cerita ini
tidak banyak memberikan informasi terkait dengan interaksi Mentor dengan
Odyssey. Cerita yang berkembang kemudian peran Mentor diambil alih oleh
Dewi Athena dengan membimbing Odyssey yang memohon untuk
menemukan ayahnya. Berdasarkan cerita mitologi Yunani kuno tersebut
ternyata kegiatan mentoring sudah dibentuk sejak lama, dan proses
duplikasi kegiatan ini juga dilakukan di sejumlah profesi pekerjaan, sejumlah
contoh duplikasi kegiatan mentoring yang berhasil dibidang kesastraan
(Gertrude Strain menjadi mentor Ernest Hemingway), dibidang sains (Henry
Harlow menjadi mentor Abraham Maslow) dan dibidang politik (George
Wyth menjadi mentor Thomas Jefferson).
Berdasarkan sejumlah keberhasilan kegiatan mentoring di sejumlah
profesi pekerjaan maka sejumlah pakar mendefinisikan mentoring antara
lain: Crawford (2010) mendefinisikan mentoring adalah: “Hubungan
interpersonal dalam bentuk dukungan dan kepedulian antara seseorang
yang memiliki pengalaman dan berpengatahuan yang luas dengan
seseorang yang kurang memiliki pengalaman dan sedikit lebih rendah
memiliki pengetahuan”.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 67


Zachary (2005), dalam Sutrisno, W (2017) menjelaskan bahwa
mentoring merupakan “Hubungan pembelajaran timbal balik dan
kolaboratif antara dua orang atau lebih yang memiliki tanggung jawab dan
tanggung gugat/akuntabilitas yang sama untuk membantu mentee bekerja
mencapai sasaran pembelajaran yang jelas dan didefinisikan bersama”
Menurut Santrock (2007), mentoring merupakan “Bimbingan yang
diberikan melalui demonstrasi, instruksi, tantangan dan dorongan secara
teratur selama periode waktu tertentu. Mentoring biasanya dilakukan oleh
individu yang lebih tua untuk meningkatkan kompetensi serta karakter
individu yang lebih muda. Selama proses ini berlangsung, mentor dan
mentee mengembangkan suatu ikatan komitmen bersama yang melibatkan
karakter emosional dan diwarnai oleh sikap hormat serta kesetiaan”.
Berdasarkan sejumlah definisi tersebut maka pengertian kegiatan
mentoring di lingkungan PNS adalah proses pembimbingan yang dilakukan
secara demonstratif oleh seseorang yang memiliki pengalaman luas,
pengetahuan dan keterampilan yang sangat baik di suatu bidang pekerjaan
(disebut mentor) dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi
(pengetahuan dan keterampilan) serta karakter pengalaman kepada yang
lebih muda (dilihat dari aspek pengalaman, kompetensi dan/atau usia
disebut mentee). Proses pembimbingan ini dilakukan secara teratur,
terjadwal dan terstruktur dalam suatu ikatan emosional yang saling hormat
menghormati dan saling mempercayai.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses kegiatan
mentoring ini dilakukan oleh seorang mentor yang memiliki pengalaman,
pengetahuan dan keterampilan di suatu bidang pekerjaan tertentu
bertujuan untuk meningkatkan kompetensi (pengetahuan dan
keterampilan) serta karakter pengalaman kepada mentee, orang yang lebih
muda dari aspek pengalaman, kompetensi dan/atau usia sehingga
diharapkan dapat meningkatkan kinerjanya di lingkungan unit
organisasinya.
Kegiatan mentoring ini dilakukan setelah adanya hasil penilaian,
dan/atau pengukuran hasil (output) kinerjanya. Apabila ketercapaian hasil
(output) lebih rendah dari target yang ingin dicapainya sedangkan penilaian
perilaku dari seorang mentee sudah sesuai dengan standar yang telah

68 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


ditetapkan maka terjadi permasalahan di aspek kompetensi (pengetahuan
dan keterampilan) yang dimiliki oleh seorang mentee.

1. Tujuan Mentoring
Tujuan pelaksanaan kegiatan mentoring lebih difokuskan pada
peningkatan aspek kompetensi (pengetahuan dan keterampilan) dan
karakter pengalaman yang dimiliki oleh mentee. Tujuan yang diharapkan
untuk tercapai pada proses kegiatan mentoring adalah sebagai berikut:
a. Perbaikan peningkatan kinerja, dengan dilaksanakan kegiatan
mentoring ini diharapkan mentor dapat membimbing mentee untuk
menyelesaikan rencana target kinerja yang ingin dicapainya.
b. Proses percepatan pembelajaran, kegiatan mentoring ini merupakan
salah satu teknik pelatihan on the job training yaitu mentor
melaksanakan bimbingan secara praktik kepada mentee terkait dengan
penyelesaian pekerjaannya.
c. Proses peningkatan pemberdayaan karyawan, pada saat pelaksanaan
mentoring proses pembimbingan yang dilakukan oleh mentor melalui
praktik kerja wajib untuk melibatkan mentee, sehingga peningkatan
pemberdayaan mentee dalam menyelesaikan pekerjaan akan tercapai.
d. Rendahnya proses pergantian pegawai, dengan pelaksanaan
mentoring akan terjadi proses transfer pengetahuan, keterampilan
dan pengalaman dari mentor ke mentee sehingga kompetensi
(pengetahuan dan keterampilan) yang dimiliki mentee diharapkan
meningkat. Dengan adanya peningkatan kompetensi yang dimiliki
mentee maka proses pergantian pegawai akan sangat jarang
dilaksanakan.
e. Peningkatan motivasi karyawan, kegiatan mentoring akan berdampak
langsung adanya peningkatan motivasi karyawan. Seorang mentee
yang belum maksimal menyelesaikan pekerjaannya dengan proses
bimbingan mentor maka dapat dengan mudahnya menyelesaikan
tugasnya. Proses penyelesaian pekerjaan yang dilakukan mentee
secara maksimal akan berdampak pada peningkatan motivasinya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa proses kegiatan
mentoring merupakan kegiatan bimbingan yang dilakukan oleh seorang
mentor secara praktik kepada mentee dengan tujuan untuk meningkatkan

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 69


aspek pengetahuan, keterampilan dan pengalamannya sehingga
berdampak pada penyelesaian tugasnya secara maksimal.
Agar proses pelaksanaan mentoring ini berjalan dengan baik dan
tujuan yang diinginkan juga tercapai maka mekanisme proses mentoring
akan dijelaskan dalam bab ini. Kegiatan mentoring secara proses merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari siklus pelaksanaan manajemen kinerja
dan bagian dari pelaksanaan proses pembinaan kinerja.

2. Mekanisme Mentoring
Berbeda dengan pelaksanaan konseling yang sifat interaksinya satu
arah maka pelaksanaan mentoring lebih interaktif dikarenakan mentor
secara langsung memberikan bimbingan dan mentee mempraktikkan dalam
penyelesaian pekerjaannya. Terjadinya kegiatan mentoring disebabkan
adanya permasalahan yang dihadapi oleh mentee yaitu hasil (output) yang
dihasilkan ternyata tidak sesuai dengan target yang ingin dicapainya
terutama pada periode tertentu (bulanan, triwulanan, dan/atau
semesteran). Agar hasil (output) kinerja yang dihasilkan oleh mentee tidak
mengalami permasalahan pada saat berakhirnya periode untuk pencapaian
target, maka Pejabat Penilai Kinerja akan menunjuk mentor untuk
melakukan pembimbingan kepada mentee dalam menyelesaikan target
kinerjanya.
Secara umum pelaksanaan mentoring dilingkungan PNS
mekanismenya adalah sebagai berikut:
2.1. Pengukuran Kinerja Sebelum Mentoring.
Pelaksanaan mentoring bertujuan untuk meningkatkan kompetensi
(aspek pengetahuan dan keterampilan) dan proses pembelajaran dari
pengalaman orang lain sehingga hasil (output) kinerjanya sesuai dengan
target kinerja yang telah ditetapkan dalam periode waktu tertentu. Dengan
demikian pelaksanaan mentoring akan diberikan kepada seorang PNS
apabila hasil (output) kinerjanya tidak memenuhi target kinerja (baik secara
kualitas dan/atau kuantitas) pada periode waktu tertentu.
Pada saat pelaksanaan Perencanaan Kinerja, PNS memiliki kewajiban
untuk menguraikan target yang utuh dalam sejumlah target yang lebih kecil
untuk dicapainya dengan waktu yang lebih pendek dari waktu periode yang
telah ditetapkan. Tujuan menguraikan target menjadi yang lebih kecil

70 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


dibandingkan target yang utuh agar Pejabat Penilai Kinerja dapat mengukur
bahwa hasil (output) PNS pada periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan,
atau semesteran) sesuai dengan target yang ingin dicapainya pada waktu
periode yang sama. Akan terjadi permasalahan apabila ketercapaian hasil
(output) kinerja lebih rendah dari target yang diinginkan pada periode waktu
tertentu, maka Pejabat Penilai Kinerja akan mewajibkan PNS tersebut
mengikuti kegiatan mentoring.
Mekanisme identifikasi pengukuran kinerja dengan tujuan PNS
ditetapkan untuk melaksanakan pembinaan melalui mentoring adalah
sebagai berikut:
a. PNS setelah disetujui dan ditetapkannya Sasaran Kinerja Pegawai
oleh Pejabat Penilai Kinerja maka berkewajiban untuk menguraikan
target kinerjanya ke target yang lebih kecil ke periode waktu yang
lebih pendek. Kegiatan ini memiliki tujuan agar proses pemantauan
hasil kinerja oleh Pejabat Penilai Kinerja lebih mudah.
b. PNS berkewajiban melaporkan semua proses kegiatannya dan
mengupload kinerja yang telah dihasilkan setiap harinya ke sistem
informasi kinerja.
c. Pejabat Penilai Kinerja berkewajiban melaksanakan pemantauan
kepada semua bawahannya terkait dengan hasil kinerja di sistem
informasi kinerja. Pelaksanaan kegiatan pemantauan terkait dengan
hasil kinerja bawahannya minimal 3 (tiga) hari sekali.
d. Pejabat Penilai Kinerja berkewajiban untuk melakukan pengukuran
hasil kinerja semua bawahannya dengan membandingkan hasil
(output) kinerja yang dihasilkannya dengan uraian target yang ingin
dicapainya pada periode waktu tertentu.
e. Pejabat Penilaian Kinerja akan mengidentifikasi bawahannya yang
hasil (output) kinerjanya lebih rendah dibandingkan dengan uraian
target yang ingin dicapainya pada periode waktu tertentu.
f. Hasil identifikasi ini akan dilakukan klarifikasi kepada bawahan untuk
dilakukan kegiatan mentoring. Pejabat Penilai Kinerja menawarkan
seorang mentor untuk melaksanakan proses pembimbingan kepada
bawahannya untuk menyelesaikan sisa target pekerjaannya yang
telah disetujui.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 71


g. Pejabat Penilai Kinerja memiliki hak untuk menjadi mentor
bawahannya karena secara kompetensi dan pengalaman di bidang
pekerjaan lebih baik dibandingkan bawahannya.
h. Pejabat Penilai Kinerja juga memiliki hak untuk menunjuk nama
seseorang yang mampu membimbing bawahannya.
i. Agar proses pelaksanaan kegiatan mentoring berjalan dengan baik
maka Pejabat Penilai Kinerja menyusun formulir pelaksanaan
kegiatan mentoring.
Tabel 4.5. Daftar Nama Peserta Mentoring
Nama :
Unit Kerja :
Nama Mentor :
Waktu Mentoring *) :
Alasan Pemilihan Mentor**) :

Mengetahui Menyetujui
Pimpinan Unit Kerja Pejabat Penilai Kinerja

(…………………………) (………………………………)

Keterangan:
*) Pejabat Penilai Kinerja dapat memperkirakan lama waktu pelaksanaan mentoring
berdasarkan uraian target kinerja yang diusulkan oleh bawahannya
**) Pejabat Penilai Kinerja wajib untuk menulis permasalahan kinerja yang dihadapi
anak buahnya di formulir tersebut dan ditunjuk nama mentor yang memiliki
sejumlah kompetensi (pengetahuan dan keterampilan) dan pengalaman yang dapat
membimbing bawahannya. Penunjukan nama mentor ini wajib diketahui oleh
pimpinan unit kerjanya (pimpinan unit kerja memiliki hak untuk mengajukan nama
mentor yang berbeda).
j. Pimpinan unit kerja mengirim surat ke Bagian SDM terkait dengan
pelaksanaan kegiatan mentoring pegawai di unit kerjanya dengan
melampirkan formulir daftar nama peserta mentoring.

72 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


2.2. Pelaksanaan Kegiatan Mentoring
Proses pelaksanaan kegiatan mentoring akan dilakukan setelah
pimpinan unit kerja berkirim surat permintaan kegiatan mentoring ke bagian
SDM. Kewenangan bagian SDM adalah mengadministrasikan proses
pelaksanaan kegiatan mentoring yang berasal dari sejumlah permintaan
unit kerja. Bagian SDM akan bertanggung jawab secara administratif proses
penyelenggaraan kegiatan mentoring.
Alur pelaksanaan kegiatan pelaksanaan mentoring adalah sebagai
berikut:
a. Bagian SDM berkirim surat kepada mentor dan mentee terkait dengan
pelaksanaan kegiatan mentoring. Substansi surat yang disampaikan ke
mentor menjelaskan materi (target kinerja yang ingin dicapai oleh
mentee), waktu pelaksanaan mentoring serta kewajiban mentor untuk
melaporkan secara substansi ke Pejabat Penilai Kinerja dan aspek
administrasinya ke bagian SDM (terkait dengan jumlah pertemuan
selama pelaksanaan mentoring). Surat yang disampaikan ke mentee
substansinya terkait dengan waktu pelaksanaan mentor dan nama
mentor yang akan membimbing.
b. Mentor setelah menerima surat dari bagian SDM segera merancang
jadwal, substansi materi yang akan disampaikan dan output yang akan
dihasilkan selama proses kegiatan mentoring. Materi yang akan
disampaikan oleh mentor sangat terkait erat dengan target kinerja yang
akan dihasilkan oleh mentee. Demikian pula output yang akan dihasilkan
oleh mentee akan mendukung tercapainya target kinerja yang telah
ditetapkan. Formulir jadwal pelaksanan mentor yang dapat dijadikan
pertimbangan oleh mentor adalah sebagai berikut:

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 73


Tabel 4.6. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan mentoring
Nama Mentee :
NIP :
Unit Kerja :
Nama Mentor :
NIP ::
Lama Mentoring :

Pertemuan Tanggal Waktu Materi yang Output yang akan


ke Disampaikan Dihasilkan Mentee
1
2
3
4
Dst

Mentor

(……………………….)

c. Formulir jadwal pelaksanaan kegiatan mentoring ini setelah


ditandatangani oleh mentor disampaikan ke bagian SDM dengan
tembusan Pejabat Penilai Kinerja dan mentee.
d. Berdasarkan jadwal tersebut maka pelaksanaan kegiatan mentoring
dimulai, pada saat pelaksanaan kegiatan mentoring dimulai maka
Pejabat Penilai Kinerja memiliki tanggung jawab untuk monitoring terkait
substansi pelaksanaan (output yang dihasilkan oleh mentee selama
kegiatan mentoring) dengan menghubungi mentor. Bagian SDM hanya
memonitor proses pelaksanaannya sesuai dengan jadwal yang telah
disusun.
e. Proses pelaksanaan mentoring akan berakhir sesuai dengan jadwal yang
telah disusun oleh mentor. Dengan demikian mentor memiliki
kewenangan untuk melaporkan hasil pelaksanaan mentoring ke bagian
SDM. Formulir hasil pelaksanaan terkait dengan kegiatan mentoring
adalah sebagai berikut:

74 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Tabel 4.7. Hasil Pelaksanaan Kegiatan Mentoring
Nama Mentee :
NIP :
Unit Kerja :
Nama Mentor :
NIP

Pertemuan Tanggal Waktu Materi yang Output yang Penilaian


Ke Disampaikan Diinginkan Output *)
1
2
3
4
Dst
Catatan:
berisi penilaian mentor terkait dengan kompetensi yang dicapai oleh mentee
beserta proses penyelenggaraan mentoring

Mentor

(…………………..)

Keterangan:
*) Penilaian output dilakukan oleh mentor terkait dengan output yang dihasilkan oleh
mentee dibandingkan dengan output yang diinginkan oleh mentor. Proses
penilaiannya bisa berupa angka atau secara kuantitatif (Sangat Bagus, Bagus, Cukup,
Kurang dan Sangat Kurang)
f. Mentor berkirim surat ke bagian SDM terkait dengan selesainya proses
penyelenggaraan mentoring dengan melampirkan formulir IV.7 dengan
tembusan Pejabat Penilai Kinerja dan mentee.

Coaching
Istilah coaching lebih dikenal di lingkungan olahraga pada awal tahun
60 sampai 80-an, dengan kata dasar “coach” yang berarti pelatih. Pada awal
tahun 70-an kalimat coaching dikembangkan oleh seorang pelatih tennis W.
Timothy Gallwey di buku judulnya: “The Inner Game of Tennis”. Substansi dari

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 75


bukunya menyimpulkan bahwa proses melatih seorang atlet profesional
tidak bisa dijalankan secara instruksional. Atlet profesional dalam
pandangan Gallwey (1974) adalah orang yang telah memiliki pengetahuan
dan keterampilan yang cukup untuk menampilkan performa optimal. Yang
membuat kemampuan itu tidak muncul adalah apa yang disebut dengan
‘inner game’, yaitu kondisi mental dan emosional seorang atlet. Gallwey pun
mengubah gaya melatihnya dari proses memberi instruksi menjadi proses
memfasilitasi.
Pemikiran Gallwey yang merupakan pelatih tenis profesional diadopsi
tidak hanya di bidang olahraga tetapi juga merambah di bidang bisnis,
pemerintahan, tempat kerja, akademis dan sejumlah bidang lainnya.
Berdasarkan pemikiran Gallwey. Sejumlah pakar mendefinisikan coaching
seperti: Bresser dan Wilson dalam Kaswan (2012): coaching merupakan
kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya,
membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Filosofi dari
coaching itu sendiri adalah memberdayakan orang lain dengan cara
memfasilitasi proses pembelajarannya yang akan berdampak pada
pertumbuhan pribadi dan perbaikan kinerjanya.
International Coach Federation yang didirikan pada tahun 1995
mendefinisikan coaching adalah sebagai berikut: “coaching is partnering with
clients in a thought-provoking and creative process that inspires them to
maximize their personal and professional potential” adalah kegiatan kemitraan
dengan klien melalui proses memprovokasi pikiran secara kreatif sehingga
menginspirasi mereka untuk memaksimalkan potensi pribadi dan
profesional mereka,
Whitmore John (2002) mendefinisikan coaching adalah membuka kunci
dari potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya melalui proses
kegiatan memfasilitasi proses pembelajaran sehingga berdampak
pemanfaatan secara maksimal potensi dirinya untuk meningkatkan kinerja
(performance).
Petersen dan Hicks (1999) mendefinisikan coaching adalah membekali
seseorang dengan peralatan, pengetahuan dan kesempatan yang mereka
butuhkan untuk mengembangkan dirinya untuk menjadi lebih efektif. Sieler
mendefinisikan coaching sebagai proses pembelajaran antara coach (yang

76 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


memfasilitasi coaching) dan coachee (yang menerima coaching) untuk
bermitra dan pembelajaran bersama-sama.
Berdasarkan sejumlah definisi diatas maka pengertian coaching di
lingkungan PNS merupakan proses kegiatan pendampingan (kemitraan)
antara coach (yang memberikan pendampingan) dan coachee (yang
menerima pendampingan) untuk meningkatkan potensi dirinya dan
profesionalismenya sehingga menjadi lebih efektif dalam proses
meningkatkan kinerja (performance)
Dengan demikian proses kegiatan coaching dilingkungan PNS akan
diberikan kepada pegawai dengan kriteria berdasarkan pengukuran hasil
kinerja sesuai dengan ekspektasi dan potensialnya tinggi (pada saat proses
penilaian kinerja berada di boks 8) atau pengukuran hasil kinerja diatas
ekspektasi dan potensial tinggi (pada saat penilaian kinerja berada di boks
9). Kegiatan coaching ini mengacu pada turunan peraturan pemerintah
terkait manajemen kinerja yaitu Permenpan Nomor 3 Tahun 2020 Tentang
Manajemen Talenta Aparatur Sipil Negara.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan coaching akan diberikan kepada sejumlah pegawai yang secara
hasil penilaian pemantauan dan pengukuran hasil (output) kinerjanya
dengan target yang ingin dicapainya sesuai serta aspek perilaku kinerja tidak
terdapat permasalahan.
1. Tujuan Coaching
Tujuan melaksanakan coaching berdampak pada coach (orang yang
memiliki fungsi sebagai pendamping) dan coachee (orang yang didampingi)
adalah sebagai berikut:
a. Mempererat proses kemitraan, pelaksanan kegiatan coaching ini
berimplikasi pada hubungan kesetaraan antara coach dan coachee.
Kesetaraan ini tidak ada pihak yang memiliki otoritasnya yang lebih
tinggi (ini berarti secara kompetensi dan pengalaman seorang coach
sederajat atau lebih rendah secera kualitas dibandingkan coachee)
b. Memprovokasi pikiran, pelaksanaan coaching ini sangat berbeda
dengan konseling ataupun mentoring disebabkan adanya kegiatan
yang bersifat dialog, tanya jawab, atau diskusi antara coach dengan
coachee sehingga akan memiliki kecenderungan untuk memancing
proses berpikir secara lebih dalam bagi coachee.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 77


c. Menggali sejumlah inspirasi, berdasarkan hasil proses memprovokasi
pikiran maka akan berdampak munculnya sejumlah inspirasi yang
dicetuskan oleh coachee untuk menemukan sejumlah penyelesaian
yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
d. Memaksimalkan potensi yang terdapat dalam diri coachee, hasil
sejumlah inspirasi inilah yang menjadi bukti nyata bahwa seorang
coach mampu menggali secara maksimal potensi yang terdapat di
coachee.
Berdasarkan sejumlah tujuan yang ingin dicapai pada saat pelaksanaan
coaching, maka untuk menjadi seorang coach dibutuhkan sejumlah pelatihan
yang mampu untuk memaksimalkan potensi yang terdapat didalam diri
coachee, sehingga mampu mengeluarkan sejumlah inspirasi yang
bermanfaat bagi kinerjanya. Seorang yang ditunjuk untuk menjadi coach
sudah memperoleh sertifikasi yang disebut dengan Professional Coach
Certification Program (PCCP) yang dikeluarkan oleh International Coaching
Federation (ICF). Lulusan dari program sertifikasi ini akan mendapatkan titel
Certified Professional Coach (CPC). Sertifikasi untuk menjadi seorang coach
yang profesional menjadi tantangan tersendiri sehingga untuk pelaksanaan
coaching sangat jarang dilakukan di lingkungan PNS.
2. Mekanisme Coaching
Coaching merupakan salah satu kegiatan pembinaan PNS yang sangat
berbeda dengan konseling dan mentoring. Kegiatan konseling terdapat
unsur yang wajib ditingkatkan yaitu unsur perilaku (attitude), sedangkan
mentoring yang wajib ditingkatkan adalah kinerja melalui proses
pengembangan pengetahuan dan keterampilan serta proses pembelajaran
pengalaman dari orang lain. Seorang PNS bisa mengikuti coaching jika
minimal nilai kompetensi dan kinerjanya baik. Dengan demikian, PNS yang
mengikuti coaching diberikan tantangan agar mengeluarkan seluruh potensi
dirinya untuk menghasilkan kompetensi dan kinerja diluar batas yang telah
ditetapkan.
Pelaksanaan coaching dilingkungan PNS merupakan kegiatan yang
masih membutuhkan sejumlah penyesuaian agar dapat berlangsung
dengan baik dan tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Sejumlah
penyesuaian yang dilakukan agar coaching dapat diselenggarakan
dilingkungan instansi pemerintah adalah sebagai berikut:

78 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


a. Menjadi seorang coach minimal sudah mengikuti pelatihan coaching
yang diselenggarakan oleh lembaga pelatihan coaching milik
pemerintah atau swasta.
b. Menjadi seorang coachee minimal nilai SKP sesuai dengan ekspektasi
dan potensialnya menengah.
Setelah proses ketentuan penyesuaian disepakati dilingkungan PNS
maka mekanisme pelaksanaan kegiatan coaching adalah sebagai berikut:

2.2. Pengukuran Potensi dan Kinerja Sebelum Coaching


Kegiatan coaching yang dilaksanakan dilingkungan PNS mekanisme
pelaksanaannya sebagai berikut:
a. Pejabat Penilai Kinerja mengidentifikasi penilaian SKP pegawai
setelah dilakukan pemeringkatan kinerja.
b. PNS yang memperoleh penilaian SKP dengan predikat diatas
ekspektasi dan sesuai dengan ekspektasi diikutsertakan dalam
kegiatan pengukuran potensial.
c. Pejabat Penilai Kinerja berkirim surat ke bagian SDM untuk
mendaftarkan sejumlah nama bawahannya (nilai SKP diatas dan
sesuai ekspektasi) untuk mengikuti kegiatan pengukuran unsur
potensial (sesuai dengan Permenpan Nomor 3 Tahun 2020 Tentang
Manajemen Talenta ASN).

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 79


Tabel 4.8. Daftar Nama Peserta Pengukuran Potensial
Pejabat Penilai :
Kinerja
NIP :
Unit Kerja :
No Nama NIP Nilai SKP *)
1
2
3
4
Dst

Pejabat Penilai Kinerja

(…………………………)

Keterangan:
*) Nilai SKP yang dicantumkan setelah dilakukan pemeringkatan kinerja yaitu:
kinerja di atas ekspektasi, atau kinerja sesuai ekspektasi.

d. Pengukuran unsur potensial meliputi: mengukur potensi yang


dilakukan oleh assessment center (kemampuan intelektual,
kemampuan interpersonal, kemampuan berpikir strategis dan kritis,
kemampuan menyelesaikan masalah, kecerdasan emosional dll), uji
kompetensi (kompetensi teknis, manajerial dan sosiokultural),
rekam jejak jabatan (aspek pendidikan formal, pendidikan dan
pelatihan, pengalaman dalam jabatan), dan pertimbangan lain
(kualifikasi pendidikan, preferensi karier dan kepemimpinan
organisasi).
e. PNS yang penilaian unsur potensialnya adalah: potensial menengah
dan potensial tinggi memenuhi salah satu persyaratan untuk
mengikuti kegiatan coaching.

80 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


f. Hasl penilaian PNS untuk mengikuti kegiatan coaching adalah SKP
minimal dengan penilaian kinerja sesuai ekspektasi dan nilai
potensialnya minimal potensial menengah.
g. Bagian SDM menyusun rekapitulasi nama coachee dan nama coach
yang terlibat dalam pelaksanan kegiatan coaching
Tabel 4.9. Daftar Nama Peserta Pelaksanaan Kegiatan Coaching
No Nama Coachee Unit Kerja Nama Coach
1
2
3
4
dst

Ka.Biro/Bagian/SDM

( …………………………….)

h. Bagian SDM berkirim surat ke Pejabat Penilai Kinerja terkait dengan


pelaksanaan kegiatan coaching dengan tembusan coachee dan
coach.

2.3. Pelaksanaan Kegiatan Coaching


Pelaksanaan kegiatan coaching akan dimulai setelah masing-masing
coachee dan coach menerima surat pemberitahuan dari bagian SDM dengan
mekanisme pelaksanaan sebagai berikut:
a. Coachee berinisiaitif untuk menghubungi coach untuk melakukan
kesepakatan jadwal pertemuan terkait dengan kegiatan coaching.
b. Setelah coach menyepakati pertemuan dan menyusun jadwal
pelaksanaan kegiatan coaching maka coachee memiliki kewajiban
untuk mematuhi jadwal yang telah ditetapkan oleh coach.
d. Pelaksanaan pertemuan coaching dapat dilakukan secara daring
dan/atau luring berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat.
e. Pada saat pelaksanaan coaching maka coach harus mampu
mengimplementasikan 8 (delapan) proses teknik coaching yang
disusun oleh Internastional Coach Federation (ICF, 2012) yaitu:

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 81


membangun hubungan rasa aman (build rapport and safety),
menentukan dan memahami agenda (set and understand agenda),
menggali permasalahan dan memberikan kepedulian (explore issues
and concerns), berbicara tentang perasaan dan sudut pandang (deal
with feelings and mindsets), menggali pendapat dan mengembangkan
pilihan (brainstorms and funnels options), mencari komitmen menjadi
rencana kerja yang SMART (seek commitment to SMART action plan),
meminta coachee untuk menyimpulkan rencana kerja (ask client to
summarize acton plan), pertemuan ditutup dengan hangat dan positif
(end on warm and positive more)
f. Akhir dari pelaksanaan kegiatan coaching adalah tersusunnya
rencana kerja oleh coachee dan diimplementasikan dalam bentuk
kegiatan yang diawasi oleh coach-nya.

Penutup
1. Pelaksanaan kegiatan konseling merupakan proses menasihati,
kegiatan mentoring merupakan proses membimbing dan proses
coaching merupakan proses mendampingi.
2. Kegiatan konseling bertujuan memperbaiki permasalahan di masa
lalu berkaitan dengan perilaku, kegiatan mentoring memperbaiki
permasalahan di masa sekarang terkait kinerja dan kegiatan coaching
peningkatan kinerja untuk masa mendatang yang melampaui target
yang ditetapkan.
3. Kegiatan konseling dan mentoring masih mengacu pada proses
manajemen kinerja ASN, namun untuk kegiatan coaching selain
proses manajemen kinerja juga mengacu manajemen talenta.
4. Kegiatan konseling strategi komunikasi pelaksanaannya lebih bersifat
satu arah (artinya seorang konseli wajib mematuhi nasihat
konselornya), sedangkan mentoring dan coaching strategi komunikasi
pelaksanaannya bersifat dua arah (terdapatnya pelaksanaan
komunikasi yang saling menguatkan).

82 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


BAB V
PENGUKURAN KINERJA PEGAWAI

Pengertian Pengukuran Kinerja


1. Konsep Pengukuran Kinerja
Kegiatan pengukuran kinerja merupakan bagian dari proses panjang
dalam sistem manajemen kinerja, yang terdiri dari perencanaan kinerja,
pelaksanaan, pemantauan dan pembinaan kinerja; penilaian kinerja; tindak
lanjut; dan sistem informasi kinerja. Pengukuran kinerja merupakan bagian
yang sangat penting dan bisa dikatakan sebagai titik kritisnya. Hal ini
disebabkan karena hasil dari pengukuran ini menjadi basis bagi
pengambilan keputusan atas kompensasi bagi seorang ASN, baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam hal ini yang dimaksud
sebagai kompensasi adalah tunjangan, promosi maupun retensi, serta
berbagai bentuk kompensasi lainnya.

Pengukuran kinerja bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) sering dirasakan


sebagai tindakan yang sulit dilakukan terutama terkait dengan outcome yang
akan dihasilkan1. Pengukuran Kinerja sendiri menurut peraturan pemerintah
merupakan siklus manajemen kinerja pada tahapan setelah perencanaan
kinerja dan pemantauan kinerja dilakukan. Untuk mengukur apakah kinerja
pegawai telah tercapai? Apakah sudah memenuhi kategori tertentu yang
menunjukkan bahwa seorang pegawai berprestasi atau tidak, maka Pegawai
Negeri Sipil (PNS) wajib melakukan sistem pengukuran kinerja2. Untuk
mengukur kinerja PNS, setiap instansi pemerintah memerlukan suatu sistem
pengukuran kinerja sebagai standar yang digunakan untuk mengetahui data
atau informasi mengenai kemajuan kinerja yang telah dicapai pada setiap
periodenya. Pengukuran dapat dilakukan setiap bulan, triwulan, semesteran,

1
Smith, P. (1993), “Outcome-related performance indicators and organizational control in the
public sector”, British Journal of Management, Vol. 4, pp. 135-51.
2
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil,
pasal 29

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 83


atau tahunan, serta didokumentasikan dalam dokumen pengukuran kinerja
sesuai kebutuhan organisasi. Selain itu, didukung sebuah sistem
pengukuran kinerja yang berlaku pada masing-masing instansi berrdasarkan
data dukung mengenai kemajuan kinerja yang telah dicapai pada setiap
pengukuran kinerja.

Konsep pengukuran kinerja selama ini banyak mengadopsi dari


berbagai sumber yang representatif. Robert Kaplan dan David Norton,
mengembangkan konsep Balanced Scorecard (BSC) di awal tahun 1990-an,
sebagai upaya untuk memantau pencapaian tujuan organisasi. Balanced
Scorecard (BSC)3 adalah suatu instrumen dalam sistem manajemen strategis
yang berbasis pada pengukuran (measurement), penetapan aktivitas-aktivitas
dalam suatu strategi, dan memonitor kinerja strategi tersebut dalam upaya
pencapaian tujuannya (Robert Kaplan dan David Norton).

Penggunaan BSC dalam sektor publik kadang masih diragukan dan baru
berjalan keberhasilannya di sektor swasta, dalam hal bagaimana perspektif
mengelaborasinya dan menghasilkan kesesuaian dalam hasilnya. Namun
BSC tampaknya memberikan manfaat yang lebih besar untuk sektor publik.
Perbedaan yang mencolok dengan sektor swasta adalah bahwa permintaan
konsumen tidak hanya terlihat pada laporan penjualan kuartal, tetapi juga
secara langsung dari pasar walaupun tidak kentara dan sangat jarang.
Persepktif BSC pada sektor swasta dan publik dapat dilihat pada tabel
berikut:

3
Kaplan, Robert S. dan Norton, David P., 1996, Balanced Scorecard, Menerjemahkan
Strategi Menjadi Aksi, Alih Bahasa : Peter R. Yosi Pasla, 2000, Jakarta : Erlangga.

84 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Tabel 5.1. Perspektif Balance Scorecard pada Sektor Swasta & Publik
Perspektif Organisasi Swasta Organisasi Publik
Finansial Bagaimana Bagaimana memberikan
memberikan nilai pada nilai pada masyarakat
pemegang saham

Pelanggan Bagaimana pelanggan Bagaimana masyarakat


menilai kinerja menilai pelayanan publik
organisasi yang diberikan
Proses Internal Apa yang diunggulkan Apakah program-program
dari proses/produk pembangunan
memberikan hasil yang
diharapkan
Pembelajaran Dapatkan organisasi Dapatkan organisasi
& meningkatkan dan meningkatkan dan
Pertumbuhan menciptakan nilai pada menciptakan nilai pada
pelanggan, karyawan, masyarakat, aparatur,
manajemen dan manajemen dan
organisasi organisasi

Perspektif ini yang kemudian mendasari sektor publik mulai melakukan


pendekatan BSC dalam mengukur kinerja dan menetapkan strategi.
Masyarakat sebagai konsumen dari layanan pemerintah atau sektor publik
menjadi faktor penentu bagaimana layanan yang dihasilkan oleh
pemerintah akan menjadi lebih baik, efektif dan efisien.

2. Tujuan Pengukuran Kinerja Pegawai


Pengukuran kinerja sangat penting dilakukan untuk melihat bagaimana
hasil kerja yang telah dilakukan dan dicapai oleh seorang pegawai, serta
apakah perlu perbaikan/intervensi di dalamnya. Dalam pengukuran kinerja
pegawai tidak hanya berhenti dalam memberikan kategorisasi atas kinerja
pegawai saja, dan berhenti dalam memberikan reward atau punishment atas
kinerja individu yang dilakukan. Namun tujuan utamanya adalah bagaimana
sebuah organisasi bisa melaksanakan kinerjanya dan sangat didukung oleh
kinerja yang dilakukan pegawainya untuk sesuatu yang akan dicapai atau
dihasilkan dalam jangka waktu tertentu.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 85


Selain itu, pengukuran kinerja juga memberikan beberapa manfaat
(Papadopulos, 2018), antara lain:
a. Mengidentifikasi poin kelemahan untuk perbaikan kinerja pegawai;
b. Memahami efisiensi biaya (Return on Investment) atas kinerja
pegawai, sehingga dapat membantu memberikan kompensasi;
c. Menentukan dan mengevaluasi kinerja pegawai dan organisasi;
d. Memotivasi karyawan untuk berkinerja lebih baik; dan
e. Membuat keseimbangan pada tim kerja organisasi.

3. Kebijakan Pengukuran Kinerja Pegawai


Manajemen Kinerja merupakan suatu proses untuk mengelola hasil
kerja secara terukur untuk memastikan target yang ditetapkan di awal dapat
tercapai dengan baik melalui perencanaan, penilaian, pelaksanaan,
pemantauan, pembinaan dan tindak lanjut kinerja. Dalam implementasinya,
manajemen kinerja merupakan kesatuan dalam memberikan input untuk
proses pengembangan pegawai secara karier, model kompetensi yang perlu
dikembangkan, pemberian kompensasi dan penegakan disiplin.

Terbitnya Permenpan No 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen


Kinerja merupakan langkah awal untuk perbaikan penataan Manajemen
Kinerja ASN yang mana sebelumnya Penilaian Kinerja selalu dikaitkan
dengan Proses Kenaikan Pangkat dan Penilaian Prestasi Kerja (DP3). Dalam
Permenpan tersebut dijelaskan secara detail tentang Sistem Manajemen
Kinerja ASN. Oleh karenanya penulis mencoba menuangkan dalam bahasa
yang lebih sederhana dan aplikatif untuk memberikan gambaran yang lebih
nyata kepada pembaca agar mudah untuk diimplementasikan di dalam
pekerjaan, khususnya sebagai ASN.

Keberadaaan Permenpan No 8 Tahun 2021 merupakan turunan dari


Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menggantikan PP Nomor 46 tahun 2011
tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS, yang diharapkan dengan adanya
peraturan ini penilaian prestasi kerja bisa lebih objektif dalam penilaiannya.
Secara garis besar Perbandingan PP 46 tahun 2011 dengan PP 30 Tahun
2019 adalah sebagai berikut:

86 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Tabel 5.2. Perbandingan Kebijakan Penilaian Kinerja PNS
PP 46 Tahun 2011 PP 30 Tahun 2019
Substansi Penilaian Prestasi Kerja Penilaian Kinerja
Pegawai Negeri Sipil Pegawai Negeri Sipil
Ketentuan PENILAIAN PRESTASI SISTEM MANAJEMEN
Umum KERJA PNS KINERJA PNS
Suatu proses penilaian Suatu proses sistematis yang
secara sistematis yang terdiri dari perencanaan
dilakukan oleh pejabat kinerja; pelaksanaan;
penilai terhadap sasaran pemantauan; dan pembinaan
kerja pegawai dan perilaku kinerja; penilaian kinerja;
kerja PNS. tindak lanjut; dan sistem
informasi kinerja
Ketentuan PRESTASI KERJA KINERJA PNS
Umum Hasil kerja yang dicapai Hasil kerja yang dicapai oleh
oleh setiap PNS pada setiap PNS pada organisasi/
satuan organisasi unit sesuai dengan SKP dan
sesuai dengan sasaran Perilaku Kerja.
kerja pegawai dan perilaku
kerja.
Ketentuan SASARAN KERJA PEGAWAI SASARAN KERJA PEGAWAI
Umum (SKP) (SKP)
Rencana kerja dan target Rencana kinerja dan target
yang akan dicapai oleh yang akan dicapai oleh
seorang PNS seorang PNS yang harus
dicapai setiap tahun.
Ketentuan TARGET TARGET
Umum Jumlah beban kerja yang Jumlah hasil kerja yang akan
akan dicapai dari setiap dicapai dari setiap
pelaksanaan tugas jabatan. pelaksanaan tugas jabatan.
Ketentuan TIM PENILAI KINERJA PNS
Umum Tim yang dibentuk oleh PyB
untuk memberikan
pertimbangan kepada PPK
usulan pengangkatan,
pemindahan, dan
pemberhentian dalam
jabatan, pengembangan
kompetensi, serta pemberian
penghargaan bagi PNS.
Ketentuan PEMANTAUAN KINERJA
Umum Serangkaian proses yang
dilakukan oleh Pejabat Penilai
Kinerja PNS untuk mengamati

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 87


pencapaian target kinerja
yang terdapat dalam SKP.
Ketentuan BIMBINGAN KINERJA
Umum Suatu proses terus-menerus
dan sistematis yang dilakukan
oleh atasan langsung dalam
membantu PNS agar
mengetahui dan
mengembangkan kompetensi
PNS, dan mencegah
terjadinya kegagalan kinerja.
Ketentuan KONSELING KINERJA
Umum Proses untuk melakukan
identifikasi dan membantu
penyelesaian masalah
perilaku kinerja
yang dihadapi PNS dalam
mencapai target kinerja.
Ketentuan PEMERINGKATAN KINERJA
Umum Perbandingan antara kinerja
PNS dengan PNS lainnya
dalam 1 (satu) unit kerja
dan/atau instansi.
Ketentuan SISTEM INFORMASI KINERJA
Umum PNS
Tata laksana dan prosedur
pengumpulan, pengolahan,
analisis, penyajian,
pemanfaatan, dan
pendokumentasian data
kinerja PNS secara terintegrasi.
Ketentuan PENGELOLA KINERJA
Umum Pejabat yang menjalankan
tugas dan fungsi pengelolaan
kinerja PNS.
Perencanaan Pasal 5 Ayat (2) Pasal 9 Ayat (1) dan (2)
Kinerja SASARAN KERJA PEGAWAI SASARAN KINERJA PEGAWAI
(SKP) (SKP)
Memuat kegiatan tugas Memuat kinerja utama yang
jabatan dan target yang harus dicapai seorang PNS
harus dicapai setiap tahun dan dapat
dalam kurun waktu memuat kinerja tambahan.
penilaian yang bersifat Pasal 10
nyata dan dapat

88 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


diukur. Kinerja utama dan kinerja
tambahan paling sedikit
memuat:
a. Indikator Kinerja Individu;
dan
b. Target kinerja.
Perencanaan Pasal 5 Ayat (1) Pasal 8
Kinerja PENYUSUNAN SKP PENYUSUNAN SKP
Didasarkan pada rencana Memperhatikan:
kerja tahunan instansi. a. perencanaan strategis
Instansi Pemerintah;
b. perjanjian kinerja;
c. organisasi dan tata kerja;
d. uraian jabatan; dan/atau
e. SKP atasan langsung.
Perilaku Kerja Pasal 12 Pasal 25
ASPEK ASPEK
a. orientasi pelayanan; a. orientasi pelayanan;
b. integritas; b. komitmen;
c. komitmen; c. inisiatif kerja;
d. disiplin; d. kerja sama; dan
e. kerja sama; dan e. kepemimpinan.
f. kepemimpinan.
Pasal 13 Ayat (1) dan (2) Pasal 37
PENILAIAN PENILAIAN
Dilakukan melalui a. Penilaian Perilaku Kerja
pengamatan oleh pejabat dilakukan oleh Pejabat Penilai
penilai dan dapat Kinerja PNS, dan dapat
mempertimbangkan berdasarkan penilaian rekan
masukan dari pejabat kerja
penilai lain yang b. setingkat dan/atau
setingkat di lingkungan unit bawahan langsung.
kerja masing-masing.
Penilaian Pasal 15 Pasal 41 Ayat 2 BOBOT
Kinerja BOBOT PENILAIAN PENILAIAN
§ Unsur SKP 60% § Unsur SKP 70% dan perilaku
§ Perilaku kerja 40% kerja 30%
§ Unsur SKP 60% dan perilaku
kerja 40%*
*) bagi Instansi Pemerintah
yang menerapkan penilaian
360˚

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 89


Pasal 8 Ayat (2) REALISASI Pasal 41 Ayat (2) REALISASI
KERJA KINERJA
Jika melebihi target maka Realisasi kinerja PNS yang
penilaian SKP dapat lebih melebihi Target kinerja, nilai
dari 100 capaian
kinerja paling tinggi pada
angka 120.
(Sumber: Kementerian PANRB, 2020)
Selanjutnya, dalam Permenpan Nomor 8 tahun 2021 diperjelas bahwa
penilaian kinerja PNS dilakukan dengan pengukuran kinerja yang dilakukan
dalam suatu sistem pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja dilakukan
terhadap capaian Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dengan membandingkan
realisasi dan target kinerja, dan perilaku kerja pegawai yang diukur dengan
Penilaian 360 Degree Feedback.

Dalam hal pelaksanaan kebijakannya, setiap instansi pemerintah dalam


mengupayakan penilaian kinerja pegawainya melakukan penetapan periode
pengukuran kinerja yang berlaku dilingkungan instansinya. Selain itu,
pengukuran didasarkan atas bukti atau dokumentasi.

Mekanisme Penilaian Kinerja PNS, diberlakukan hal-hal sebagai berikut


dalam proses penilaiannya:

 Dilakukan setiap akhir bulan Desember pada tahun berjalan dan paling
lama akhir bulan Januari tahun berikutnya
 Dilakukan oleh pejabat penilai kinerja atau pejabat lain yang diberi
pendelegasian kewenangan.
 Dalam hal penugasan atau tanggung jawab diberikan oleh pejabat
pimpinan tinggi pada unit kerja lain, pejabat yang bersangkutan dapat
memberikan rekomendasi penilaian atas rencana kinerja pegawai yang
berkaitan dengan penugasan kepada Pejabat Penilai Kinerja.
 Penilaian kinerja bagi pegawai yang diperbantukan/dipekerjakan pada
negara sahabat, lembaga internasional, organisasi profesi, dan badan-
badan swasta yang ditentukan oleh Pemerintah baik di dalam maupun di
luar negeri dilakukan berdasarkan bahan yang diperoleh dari instansi
tempat yang bersangkutan bekerja.
 Penilaian kinerja pejabat pimpinan tinggi dan pimpinan unit kerja beserta
tindak lanjutnya menyesuaikan dengan waktu dikeluarkannya hasil

90 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


penilaian SKP (apabila diukur oleh instansi lain dan tidak sesuai periode
penilaian).
 Penilaian kinerja bagi pegawai yang mengalami rotasi, mutasi dan/atau
penugasan lain terkait dengan tugas dan fungsi jabatan selama tahun
berjalan dilakukan dengan menggunakan metode proporsional
berdasarkan periode SKP.
 Penilaian kinerja bagi pegawai yang menjalani tugas belajar hanya
berdasarkan IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) dan ketepatan waktu lulus.

Gambar 5.1. Penilaian Kinerja PNS


(Sumber: Kementerian PANRB. 2021)

Dalam Penilaian Kinerja ada ketentuan yang berlaku bagi Penilaian SKP
Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) dan bagi Jabatan Administrasi (JA) dan Jabatan
Fungsional (JF) yang dilakukan dalam kinerja tahunan.

Adapun langkah-langkah Penilaian Sasaran Kinerja Pegawai bagi Jabatan


Pimpinan Tinggi dengan model dasar berdasarkan Pengukuran Kinerja
tahunan, dilakukan sebagai berikut:

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 91


Gambar 5.2. Penilaian SKP bagi JPT (Sumber: Kementerian PANRB. 2021)

Sedangkan langkah-langkah Penilaian SKP bagi JA dan JF dengan Model


Dasar, sebagai berikut:

Gambar 5.3. Penilaian SKP bagi JA dan JF


(Sumber: Kementerian PANRB. 2021)

4. Waktu Pelaksanaan Pengukuran Kinerja


Dalam Permenpan 8 Tahun 2021, sistem pengukuran kinerja
pelaksanaanya dapat dilakukan bulanan, triwulanan atau semesteran
atau tahunan sesuai dengan kebijakan instansi pemerintah. Gambaran
pelaksanaan pengukuran kinerja yng dilakukan secara triwulan (sumber:
Kementerian PANRB4) bisa disimulasikan seperti ini:

4
Anantha, Devi. 2021. Permenpanrb Nomor 8 Tahun 20021 tentang Sistem Manajemen Kinerja
PNS dalam rangka Sosialisasi. Kementerian PANRB: Jakarta

92 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Gambar 5.4. Siklus Manajemen Kinerja PNS
(Sumber: Kementerian PANRB. 2021)

5. Indikator Pengukuran Kinerja Pegawai


Sasaran Kinerja Pegawai yang selanjutnya disingkat SKP adalah
rencana kinerja dan target yang akan dicapai oleh seorang PNS yang
harus dicapai setiap tahun5. Dalam penyusunan SKP terdiri atas
penyusunan dan penetapan SKP dengan memperhatikan perilaku kerja.
Proses penyusunan SKP memperhatikan:
a. Perencanaan strategis pemerintah;
b. Perjanjian kinerja;
c. Organisasi dan tata kerja;
d. Uraian jabatan; dan/atau
e. SKP atasan langsung.
Setelah disusun oleh PNS dan Pejabat Penilai Kinerja PNS dan/atau
Pengelola Kinerja, selanjutnya disepakati oleh pegawai yang
bersangkutan dengan Pejabat Penilai Kinerja PNS setelah direviu oleh
Pengelola Kinerja.

Perilaku Kerja adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang
dilakukan oleh PNS atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya

5
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil,
Pasal 1

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 93


dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perilaku Kerja meliputi aspek:

a. orientasi pelayanan;
b. komitmen;
c. inisiatif kerja;
d. kerja sama; dan
e. kepemimpinan.

6. Tim Penilai Kinerja Pegawai


Tim Penilai Kinerja PNS adalah tim yang dibentuk oleh Pejabat yang
Berwenang (PyB) untuk memberikan pertimbangan kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian atas usulan pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentian dalam jabatan, pengembangan kompetensi, serta
pemberian penghargaan bagi PNS.
Penilaian Kinerja PNS dilakukan oleh Pejabat Penilai Kinerja, yang
terdiri:
a. Pejabat Penilai Kinerja PNS yaitu atasan langsung PNS atau pejabat lain
yang diberi pendelegasian kewenangan.
b. Pejabat Penilai Kinerja PNS memberikan penilaian terhadap unsur SKP
dan unsur Perilaku Kerja.
c. Pejabat Penilai Kinerja PNS apabila berhalangan, Penilaian Kinerja PNS
dilakukan oleh atasan dari Pejabat Penilai Kinerja PNS secara
berjenjang.
d. Atasan dari Pejabat Penilai Kinerja PNS dapat mendelegasikan
kewenangan penilaian kinerja PNS kepada Pelaksana Tugas (PLT) atau
Pelaksana Harian (PLH).
e. Penilaian perilaku PNS terdiri atas:
1) atasan langsung;
2) pejabat yang ditugaskan menjadi atasan langsung PNS;
3) rekan kerja setingkat; dan/atau bawahan langsung.
f. Rekan kerja setingkat dan/atau bawahan langsung sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf c dan huruf d memberikan penilaian
terhadap unsur Perilaku Kerja.
g. Tim Penilai Kinerja PNS terdiri dari PNS yang memiliki kompetensi yang
dibutuhkan, berasal dari:

94 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


1) Unit Kerja yang membidangi kepegawaian;
2) Unit Kerja yang membidangi pengawasan internal; dan
3) Unit Kerja lain yang dipandang perlu oleh PyB.

7. Metode dan Kategorisasi Hasil Penilaian Kinerja Pegawai


Sesuai dengan Permenpan Nomor 8 Tahun 2021, Hasil pengukuran SKP
dan perilaku kerja diintegrasikan dan ditandatangani oleh Pejabat Penilai
Kinerja dalam format berikut ini:

Gambar 5.5. Format Penilaian Kinerja

a. Definisi Penilaian 360 Degree Feedback


Umpan Balik 360 Derajat dalam dunia human resources menjadi salah
satu alternatif penilaian pegawai yang telah dipakai dalam dunia
bisnis dan perusahaan. Menurut Karmawidjaja (2007) metode 360
Degree Feedback adalah proses penilaian kinerja dengan sumber
penilaian berdasarkan perilaku seseorang atas individu serta perilaku
terhadap atasan, rekan kerja, bawahan dan anggota-anggota lain
suatu tim proyek, para customer, maupun supplier. Penerapan
metode ini dalam sektor publik/bagi PNS menjadi sesuatu model baru
yang sebelumnya belum pernah ada dalam penilaian kinerja pegawai.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 95


Penggunaan penilaian dengan 360 Degree Feedback sangat berperan
penting dalam memberikan umpan balik dari pimpinan, rekan kerja
maupun tingkatan dibawahnya atas kinerja yang dilakukan.

b. Manfaat Penilaian 360 Degree Feedback


Tidak dipungkiri penilaian 360 Degree Feedback memberikan banyak
aspek yang bersifat positif untuk kemanfaatan organisasi maupun
pegawai. Jack Zenger (2016)6, seorang ahli pada Perilaku Organisasi
(Organizational Behavior) menyatakan bahwa penilaian 360 Derjat
Feedback sebagai bagian utama dalam program pengembangan
kepemimpinan untuk mendapatkan sekelompok besar pemimpin
organisasi secara praktis, yang tidak berkeberatan dan merasa
nyaman mendapatkan feedback apapun dari bawahan langsung,
rekan kerja, pimpinan (bos) dan kelompok lain. Bahkan Zenger sangat
menyarankan penggunaan feedback ini sebagai landasan dari
keseluruhan pengembangan kepemimpinan.
Susan M. Heathfiled7 (2021) menambahkan juga bahwa setiap
individu akan semakin memahami bagaimana efektivitasnya sebagai
seorang pegawai, rekan kerja atau anggota staf lainnya, jika dilihat
dalam prespektif orang lain.
Beberapa hal lain sebagai manfaat penggunaan penilaian 360 Degree
Feedback, yakni:
1) Meningkatkan kompetensi organisasi karena mempermudah
dalam melihat posisi organisasi untuk menghadapi tantangan
baru.
2) Memberi peningkatan atas kesadaran karyawan untuk
berprestasi dalam bekerja.
3) Perubahan perilaku karyawan yang disesuaikan dengan
perubahan lingkungan.

6
Zenger, Jack. 2016. How Effective Are Your 360-Degree Feedback Assessments? Forbes.
https://www.forbes.com/sites/jackzenger/2016/03/10/how-effective-are-your-360-degree-
feedback-assessments/?sh=5004e97aa690
7
Heathfield, Susan M. 2021. 360 Degree Feedback: See the Good, the Bad and The Ugly. The
Balance Careers. https://www.thebalancecareers.com/360-degree-feedback-information-
1917537#citation-1

96 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


4) Memberikan wawasan dan penyelarasan tentang keterampilan
dan perilaku yang diinginkan dalam organisasi untuk mencapai
misi, visi, dan tujuan serta menghayati nilai-nilai.

c. Kelebihan Penilaian 360 Degree Feedback


1) Input performance appraisal merupakan feedback dari berbagai
sumber yang dapat memberi gambaran yang lebih lengkap
tentang kinerja karyawan.
2) Evaluasi dari berbagai sumber lebih objektif, valid dan dapat
mengurangi bias.
3) Perumusan pengembangan kemampuan karyawan dan
perusahaan yang berkelanjutan karena mempermudah proses
identifikasi kekuatan yang berkelanjutan.
4) Mengidentifikasi peluang pengembangan yang berfokus pada
Kompetensi Inti.

d. Kekurangan Penilaian 360 Degree Feedback


1) Bukan merupakan feedback yang sangat informatif, karena terlalu
banyak pengawasan manajerial. Sehingga feedback tidak
sepenuhnya jujur.
2) Perlu dukungan penuh senior, sehingga proses penilaian tidak
berantakan.
3) Melibatkan jauh lebih banyak data dan informasi dibandingkan
metode umpan balik satu sumber.
4) Pendekatan ini menggunakan skala penilaian, sehingga dirasa
kurang spesifik untuk membantu karyawan mengetahui apa yang
diperlukan untuk meningkatkan diri.
5) Masih ada kecenderungan penilaian secara “dendam”, tidak
banyak reviewers terlibat dan hanya fokus pada hal yang negatif.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 97


BAB VI
TINDAK LANJUT PENILAIAN KINERJA

Urgensi Tindak Lanjut Penilaian Kinerja


Langkah selanjutnya dalam pelaksanaan manajemen kinerja setelah
dilakukan penilaian kinerja dan menghasilkan nilai kinerja pegawai adalah
tindak lanjut. Tindak lanjut ini mencakup tindakan apa yang mesti dilakukan
oleh pengelola kepegawaian setelah pegawai melaksanakan pekerjaannya

Tindak lanjut penilaian kinerja


dan mendapat nilai kinerja. Tindak lanjut
bertujuan untuk menjamin penilaian kinerja ini, sebagaimana
objektivitas pembinaan PNS disebutkan didalam PP Nomor 30 Tahun
yang didasarkan pada sistem
prestasi kerja dan sistem karier. 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS,
khususnya di Pasal 2 adalah bertujuan
untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang didasarkan pada sistem
prestasi kerja dan sistem karier. Selain itu, sesuai Pasal 29 dimana penilaian
kinerja pegawai menyangkut 2 (dua) aspek, yaitu sasaran kinerja pegawai
(SKP) dan perilaku, maka tindak lanjut penilaian kinerja semestinya juga
menyangkut dua aspek tersebut.

Sebagaimana dijelaskan di bab sebelumnya bahwa hasil dari penilaian


kinerja pegawai dipetakan ke dalam 9 (sembilan) kotak. Sementara di dalam
PP Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS disebutkan bahwa
penilaian kinerja dinyatakan dalam 5 (lima) kategori, yaitu:

1. Sangat Baik, dengan nilai 110-120 atau berhasil menciptakan ide baru
dan/atau cara baru dalam peningkatan kinerja yang memberi
manfaat bagi organisasi atau negara,
2. Baik, dengan nilai 90-120,
3. Cukup, dengan nilai 70-90,
4. Kurang, dengan nilai 50-70,
5. Sangat Kurang, dengan nilai kurang dari 50.
Hasil penilaian kinerja tersebut selanjutnya dipetakan dalam bentuk
distribusi kinerja pegawai. Distribusi kinerja dibagi dalam tiga kelompok,
yaitu pegawai dengan kinerja di atas ekspektasi, sesuai ekspektasi dan di

98 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


bawah ekspektasi. Distribusi ini sangat penting karena pada prinsipnya
semua pegawai diharapkan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai
harapan atau ekspektasi. Sehingga pegawai di kelompok ini distribusinya
paling besar, yaitu ditetapkan 60%-70% dari seluruh pegawai. Sementara
pegawai yang “super” atau kinerjanya diatas harapan ditetapkan
distribusinya sebesar 20% dari seluruh pegawai, demikian juga pegawai yang
kinerjanya kurang atau dibawah harapan ditetapkan distribusinya sebesar
20% dari seluruh pegawai.

Laporan dokumen kinerja pegawai yang lengkap, di dalam PP Nomor 30


Tahun 2019 disebutkan paling kurang terdiri dari: nilai kinerja, predikat
kinerja, permasalahan kinerja dan rekomendasi kinerja pegawai. Dokumen
kinerja pegawai yang sudah lengkap inilah yang selanjutnya ditindaklanjuti
oleh pengelola kepegawaian. Tindak lanjut penilaian kinerja ini sangat
penting karena terkait dengan apa yang mesti diberikan kepada pegawai
sebagai konsekuensi atas capaian kinerjanya. Baik berupa pencapaian SKP-
nya, maupun perilaku kinerjanya.

Tindak lanjut pada dasarnya dapat berupa penghargaan atau reward


(kalau kinerja pegawai baik, memenuhi atau bahkan melebihi standar yang
disepakati) dan sanksi atau sanction/punishment (kalau kinerjanya kurang
baik, tidak memenuhi standar yang disepakati). Namun demikian,
pengertian sanction/punishment tidak melulu berarti memberikan hukuman
tetapi lebih bagaimana membina pegawai supaya dapat meningkatkan atau
memperbaiki kinerjanya. Sehingga akan lebih tepat apabila disebut sebagai
pembinaan.

Tujuan dilakukannya tindak lanjut penilaian kinerja ini adalah untuk


memberikan dampak positif bagi pegawai. Sebagaimana dijelaskan di depan
bahwa penilaian kinerja pegawai adalah untuk menjamin objektivitas
pembinaan PNS yang didasarkan pada sistem prestasi kerja dan sistem
karier. Sehingga seorang PNS dapat meniti karier sesuai prestasi kerjanya.
Karena tujuan utama dari manajemen kinerja adalah mengelola kinerja
pegawai supaya dapat berkontribusi secara maksimal pada upaya
pencapaian tujuan organisasi. Bagi pegawai yang hasil penilaian kinerjanya
baik (good performer), diharapkan akan semakin baik, bagi yang penilaian
kinerjanya kurang baik (poor performer), diharapkan akan menjadi lebih baik.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 99


Sehingga tindak lanjut penilaian kinerja pegawai dapat memotivasi pegawai
untuk selalu meningkatkan kinerjanya. Selain itu juga memberikan kejelasan
bagi pengelola kepegawaian untuk memberikan tindak lanjut yang tepat,
sesuai dengan hasil penilaian kinerja pegawai.

Dalam bab ini akan dibahas secara mendalam landasan peraturan yang
berlaku saat ini, landasan konseptual yang berkembang serta model tindak
lanjut kinerja yang ditawarkan supaya tujuan manajemen kinerja dapat
tercapai.

Kebijakan terkait Tindak lanjut Penilaian Kinerja


Dalam Subbab berikut disampaikan peraturan yang terkait dengan
tindak lanjut penilaian kinerja. Dari peraturan tertinggi, yaitu UU Nomor 5
Tahun 2014 tentang ASN, sampai beberapa peraturan pelaksana baik
peraturan pemerintah, maupun peraturan menteri. Berikut penjelasannya:
1. UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN
Lahirnya UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
sebagai bagian dari reformasi birokrasi telah mengubah berbagai
pendekatan dalam pengaturan manajemen SDM aparatur di Indonesia.
Salah satunya adalah prinsip yang mendasari kebijakan dan manajemen
SDM aparatur atau yang sekarang disebut ASN yaitu sistem meritokrasi.
Meritokrasi adalah kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan
kualifikasi, kompetensi dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa
membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal-usul,
jenis kelamin, status pernikahan, umur atau kondisi kecacatan (Pasal 1
ayat 22 UU No.5 Tahun 2014).
Penerapan prinsip meritokrasi yang mengutamakan kualifikasi,
kompetensi dan kinerja diharapkan dapat menjamin keadilan dan
objektivitas dalam berbagai tahapan manajemen ASN. Khusus untuk hasil
penilaian kinerja PNS, misalnya, digunakan untuk menjamin objektivitas
dalam pengembangan PNS, dan dijadikan sebagai persyaratan dalam
pengangkatan jabatan dan kenaikan pangkat, pemberian tunjangan dan
sanksi, mutasi, dan promosi, serta untuk mengikuti pendidikan dan
pelatihan (Pasal 77 ayat (5) UU No.5 tahun 2014). Sedangkan bagi PPPK
yang merupakan bagian baru dari ASN, digunakan untuk menjamin

100 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


objektivitas perpanjangan perjanjian kerja, pemberian tunjangan, dan
pengembangan kompetensi (Pasal 100 ayat (8) UU No.5 Tahun 2014).
Pentingnya penilaian kinerja ditekankan dengan cara diterapkannya
sanksi bagi ASN yang tidak mencapai target kinerja. PNS yang penilaian
kinerjanya tidak mencapai target kinerja dikenakan sanksi administrasi
sampai dengan pemberhentian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (Pasal 77 ayat (6) UU No.5 tahun 2014). Sedangkan
PPPK yang dinilai oleh atasan dan tim penilai kinerja PPPK tidak mencapai
target kinerja yang telah disepakati dalam perjanjian kerja diberhentikan
dari PPPK (Pasal 100 ayat (9) UU No.5 Tahun 2014).

2. PP No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS dan PP No. 49 Tahun


2018 tentang Manajemen PPPK
Pengaturan tentang penilaian kinerja juga disinggung dalam PP No.
11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS dan PP No. 49 tahun 2018
tentang Manajemen PPPK. Dalam PP No. 11 Tahun 2017 diuraikan
beberapa kriteria sistem meritokrasi dimana salah satunya adalah
memberikan penghargaan dan mengenakan sanksi berdasarkan pada
penilaian kinerja yang objektif dan transparan (Pasal 134 ayat (2) huruf e
PP No. 11 Tahun 2017). Selanjutnya unsur penilaian kinerja kembali
disebut dalam beberapa tahapan manajemen PNS dan PPPK. Misalnya
untuk PNS disebutkan dalam tahap persyaratan dalam pengangkatan
jabatan dan kenaikan pangkat, pemberian tunjangan dan sanksi, mutasi,
dan promosi, serta pengembangan kompetensi. Sedangkan untuk PPPK
penilaian kinerja menjadi dasar perpanjangan perjanjian kerja,
pemberian tunjangan, dan pengembangan kompetensi.

3. PP No. 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS


Sebagai salah satu tahapan dalam manajemen ASN, penilaian kinerja
dijabarkan secara khusus ke dalam peraturan turunannya. Untuk PNS
pengaturannya dituangkan dalam PP No.30 Tahun 2019 tentang Penilaian
Kinerja PNS. Pengaturan ini menggantikan PP No. 46 Tahun 2011 tentang
Penilaian Prestasi Kerja PNS yang sudah dinyatakan dicabut dan tidak
berlaku.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 101


Dalam PP No. 30 Tahun 2019, penjelasan tentang tindak lanjut
penilaian kinerja PNS dibagi ke dalam beberapa bagian yaitu:
a. Pelaporan Kinerja;
b. Pemeringkatan Kinerja;
c. Penghargaan Kinerja;
d. Sanksi; dan
e. Keberatan.
Pelaporan kinerja yang dimaksud di sini adalah proses pelaporan
hasil penilaian kinerja PNS secara berjenjang dari Pejabat Penilai Kinerja
PNS kepada Tim Penilai Kinerja PNS dan Pejabat yang Berwenang (PyB).

Prosedurnya adalah Pejabat Penilai Kinerja PNS menandatangani


dokumen penilaian kinerja, kemudian dokumen tersebut disampaikan
secara langsung kepada PNS yang bersangkutan paling lambat 14 (empat
belas) hari sejak ditandatangani. Selanjutnya, PNS yang dinilai dan telah
menerima hasil penilaian kinerja wajib menandatangani serta
mengembalikan dokumen penilaian kinerja tersebut kepada Pejabat
Penilai Kinerja PNS paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterimanya.
Jika melewati batas waktu tersebut, maka dokumen penilaian kinerja
ditetapkan dan ditandatangani oleh atasan dari Pejabat Penilai Kinerja
PNS dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja (Pasal 49 & 50 PP No. 30
Tahun 2019)

Proses pelaporan hasil penilaian kinerja PNS secara berjenjang dari


Pejabat Penilai Kinerja PNS kepada Tim Penilai Kinerja PNS dan Pejabat
yang Berwenang (PyB) ini paling lambat dilakukan pada akhir bulan
Februari tahun berikutnya. Laporan dokumen penilaian kinerja paling
kurang terdiri dari: a. Nilai kinerja PNS; b. Predikat kinerja PNS; c.
Permasalahan kinerja PNS; dan d. Rekomendasi.

Selanjutnya PyB menggunakan laporan dokumen penilaian kinerja


PNS untuk dijadikan acuan dalam:

a. Mengidentifikasi dan merencanakan kebutuhan pendidikan dan/atau


pelatihan,
b. Mengembangkan kompetensi,
c. Mengembangkan karier,

102 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


d. Pemberian tunjangan,
e. Pertimbangan mutasi dan promosi,
f. Memberikan penghargaan dan pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, dan/atau
g. Menindaklanjuti permasalahan yang ditemukan dalam penilaian SKP
dan Perilaku Kerja (Pasal 51 PP No. 30 Tahun 2019).
Berdasarkan laporan dokumen penilaian kinerja tersebut,
selanjutnya PyB melakukan penetapan pemeringkatan kinerja tahunan.
Pemeringkatan kinerja dilakukan dengan membandingkan nilai kinerja
dan predikat kinerja pada dokumen penilaian kinerja antar-PNS setiap
tahunnya. Pemeringkatan kinerja dapat dijadikan pertimbangan dalam
menentukan prioritas pengembangan kompetensi dan pengembangan
karier (Pasal 52 PP No. 30 Tahun 2019).

Dari hasil pemeringkatan tersebut, maka tahapan selanjutnya adalah


pemberian penghargaan atau sanksi. Penghargaan kinerja dapat
diberikan dalam bentuk:

a. Prioritas untuk diikutsertakan dalam program kelompok rencana


suksesi (talent pool) pada instansi yang bersangkutan bagi PNS yang
menunjukkan penilaian kinerja dengan predikat Sangat Baik berturut-
turut selama 2 (dua) tahun.
b. Prioritas untuk pengembangan kompetensi bagi PNS yang
menunjukkan penilaian kinerja dengan predikat Baik berturut-turut
selama 2 (dua) tahun.
c. Pembayaran tunjangan kinerja.
d. Penghargaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan (Pasal 53 s.d. Pasal 55 PP No. 30 Tahun 2019).
Sedangkan sanksi dapat diberikan dalam bentuk sanksi administrasi
sampai dengan pemberhentian. Para pejabat pimpinan tinggi yang tidak
memenuhi target kinerja (penilaian kinerja Cukup, Kurang atau Sangat
Kurang) dan pejabat administrasi serta pejabat fungsional yang
mendapatkan penilaian kinerja dengan predikat kurang dan sangat
kurang diberi kesempatan 6 (enam) bulan untuk memperbaiki kinerjanya.
Jika tidak bisa menunjukkan perbaikan kinerja, maka harus mengikuti uji
kompetensi kembali. Selanjutnya yang bersangkutan akan dipindahkan

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 103


pada jabatan lain yang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki atau
ditempatkan pada jabatan yang lebih rendah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Khusus untuk pejabat administrasi dan
pejabat fungsional, jika tidak tersedia jabatan lain yang sesuai dengan
kompetensi yang dimiliki atau ditempatkan pada jabatan yang lebih
rendah yang lowong, maka yang bersangkutan ditempatkan sementara
pada jabatan tertentu dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun, dan jika
masih belum tersedia juga, maka yang bersangkutan diberhentikan
dengan hormat (Pasal 56 s.d. Pasal 58 PP No. 30 Tahun 2019).

Terakhir jika PNS yang dinilai merasa keberatan atas hasil penilaian
kinerja yang diberikan, maka PNS tersebut diberikan kesempatan untuk
menyampaikan keberatan. Keberatan tersebut disampaikan kepada
atasan dari Pejabat Penilai Kinerja PNS disertai dengan alasan-alasannya
paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterima. Selanjutnya atasan
dari Pejabat Penilai Kinerja PNS akan melakukan pemeriksaan dengan
meminta penjelasan dari Pejabat Penilai Kinerja PNS dan PNS yang dinilai.
Dari hasil pemeriksaan itu, maka atasan Pejabat Penilai Kinerja PNS dapat
mengubah dan menetapkan hasil penilaian kinerja yang bersifat final
(Pasal 59 PP No. 30 Tahun 2019).

4. Permenpan RB No. 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen


Kinerja PNS
Peraturan ini merupakan peraturan teknis atau turunan dari PP No.
30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS. Sebagaimana dalam PP nya,
penjelasan mengenai tindak lanjut penilaian kinerja PNS dalam
Permenpan RB No. 8 Tahun 2021 ini juga dibagi ke dalam 5 bagian yaitu:
a. Pelaporan Kinerja;
b. Pemeringkatan Kinerja;
c. Penghargaan;
d. Sanksi; dan
e. Keberatan
Sebagai peraturan teknis, maka peraturan ini juga memuat beberapa
instrumen atau format dokumen yang dapat digunakan dalam tahap
tindak lanjut penilaian kinerja. Beberapa format dokumen yang diberikan

104 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


dalam proses pelaporan kinerja adalah format laporan dokumen
penilaian kinerja yang ditandatangani Pejabat Penilai Kinerja dan PNS
yang dinilai, format laporan dokumen penilaian kinerja yang tidak
ditandatangani Pejabat Penilai Kinerja dan/atau PNS yang dinilai, serta
format laporan dokumen penilaian kinerja yang diubah oleh atasan
Pejabat Penilai Kinerja setelah adanya pengajuan keberatan atas hasil
penilaian kinerja dari pegawai yang dinilai.
Selanjutnya dalam proses pemeringkatan kinerja, dalam peraturan ini
disebutkan bahwa setiap instansi pemerintah wajib menyampaikan hasil
penetapan pemeringkatan kinerjanya kepada Menteri PANRB paling
lambat 1 (satu) bulan sejak ditetapkan. Selanjutnya data ini akan
digunakan Menteri PANRB untuk menyusun profil kinerja PNS nasional
dan evaluasi kebijakan terkait:
a. Manajemen kinerja PNS
b. Pengembangan kompetensi
c. Pengembangan karier, dan/atau
d. Manajemen PNS lainnya.

5. PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS


Dalam PP No. 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS dan
Permenpan RB No. 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja PNS
disebutkan bahwa pemberian sanksi atas hasil penilaian kinerja dilakukan
berdasarkan pertimbangan tim penilai kinerja PNS sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. Hingga saat ini PP No. 53 Tahun 2010
tentang Disiplin PNS masih dijadikan rujukan utama terkait pengaturan
disiplin PNS. PP ini masih berlaku karena dianggap masih relevan dan
peraturan baru sebagai turunan dari UU ASN tentang disiplin PNS
memang belum ada. Isi PP ini mencakup berbagai kewajiban dan larangan
bagi PNS, hukuman disiplin atas pelanggarannya, upaya administratif
yang dapat ditempuh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin
yang dijatuhkan kepadanya, hingga tahap berlakunya hukuman disiplin
dan pendokumentasian keputusan hukuman disiplin.
Hukuman disiplin merupakan hukuman yang dijatuhkan kepada PNS
karena melanggar peraturan disiplin PNS yang diatur dalam PP tersebut.
Ada banyak sekali daftar kewajiban dan larangan yang harus ditaati oleh

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 105


PNS yang disampaikan dalam PP ini. Beberapa diantaranya termasuk ke
dalam kategori kinerja bagi PNS.
Sebagaimana disampaikan dalam PP 30 Tahun 2019 bahwa nilai
kinerja PNS terdiri dari 2 unsur yaitu nilai SKP dan nilai perilaku kerja. Nilai
SKP adalah nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran kinerja dengan cara
membandingkan realisasi SKP dengan target SKP sesuai dengan
perencanaan kinerja yang telah ditetapkan. Sedangkan nilai perilaku kerja
diberikan oleh pejabat penilai kinerja PNS dengan membandingkan
standar perilaku kerja dalam jabatan dengan penilaian perilaku kerja
dalam jabatan. Beberapa aspek yang dinilai dalam penilaian perilaku kerja
adalah:
a. Orientasi pelayanan,
b. Komitmen,
c. Inisiatif kerja,
d. Kerja sama, dan
e. Kepemimpinan.
Memperhatikan unsur-unsur dan aspek-aspek yang memengaruhi
nilai kinerja PNS, ternyata ini semua telah diatur dalam peraturan disiplin
PNS. Misalnya terkait nilai SKP dalam Pasal 3 Angka 12 PP No. 53 Tahun
2010 dinyatakan bahwa PNS wajib mencapai sasaran kerja pegawai yang
ditetapkan. Selanjutnya terkait nilai perilaku kerja, masih dalam Pasal 3 PP
No. 53 Tahun 2010 terdapat beberapa kewajiban PNS yaitu:
● Angka 5. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada
PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab.
● Angka 7. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang dan/atau golongan.
● Angka 8. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau
menurut perintah harus dirahasiakan.
● Angka 9. bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk
kepentingan negara.
● Angka 11. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja.
● Angka 14. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada
masyarakat.
● Angka 15. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas.

106 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


● Angka 16. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
mengembangkan karier.
PNS yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban
tersebut tentunya akan dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan
tingkatan kesalahannya. Dalam PP Nomor 53 Tahun 2010 dinyatakan
bahwa hukuman disiplin terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu hukuman
disiplin ringan, sedang dan berat.

Hukuman yang diberikan kepada PNS yang melanggar kewajiban atau


tidak dapat mencapai target SKP tahunan adalah berkisar pada tingkatan
hukuman disiplin sedang sampai dengan berat. Apabila pencapaian SKP
pada akhir tahun hanya 25%-50% maka PNS akan dijatuhi hukuman
disiplin sedang (Pasal 9 angka 12). Namun, jika pencapaian SKP pada akhir
tahun dibawah 25%, maka PNS tersebut akan dijatuhi hukuman disiplin
berat (Pasal 10 angka 10).

Sedangkan untuk PNS yang melanggar kewajiban yang terkait dengan


perilaku kerja akan dijatuhi hukuman disiplin ringan sampai berat
tergantung dampak negatif yang ditimbulkannya. Misalnya jika
pelanggarannya berdampak negatif bagi unit kerja maka akan dijatuhi
hukuman disiplin ringan (Pasal 8), jika berdampak negatif bagi instansi
maka akan dijatuhi hukuman disiplin sedang (Pasal 9), dan jika
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara maka akan dijatuhi
hukuman disiplin berat (Pasal 10).

Jenis-jenis hukuman disiplin ringan yang dapat diberikan kepada PNS


melakukan pelanggaran yang memberikan dampak negatif bagi unit kerja
terdiri dari:

a. Teguran lisan,
b. Teguran tertulis, dan
c. Pernyataan tidak puas secara tertulis.
Sedangkan jenis-jenis hukuman disiplin sedang yang dapat diberikan
kepada PNS yang pencapaian SKP tahunannya hanya 25%-50% atau
melakukan pelanggaran yang memberikan dampak negatif bagi instansi
terdiri dari:

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 107


a. Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun,
b. Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun, dan
c. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.
Terakhir, jenis-jenis hukuman disiplin berat yang juga dapat diberikan
kepada PNS yang pencapaian SKP tahunannya dibawah 25% atau
melakukan pelanggaran yang memberikan dampak negatif pada
pemerintah dan/atau negara terdiri dari:
a. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
b. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah;
c. Pembebasan dari jabatan;
d. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai PNS; dan
e. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

Tindak Lanjut Penilaian Kinerja


Sebagaimana dijelaskan di bab sebelumnya, bahwa hasil penilaian
kinerja menurut PP Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS,
dikategorikan dalam 5 (lima) kategori, yaitu:
1. Sangat Baik, dengan nilai 110-120 atau berhasil menciptakan ide baru
dan/atau cara baru dalam peningkatan kinerja yang memberi
manfaat bagi organisasi atau negara,
2. Baik, dengan nilai 90-120,
3. Cukup, dengan nilai 70-90,
4. Kurang, dengan nilai 50-70,
5. Sangat Kurang, dengan nilai kurang dari 50.

Tindak lanjut penilaian kinerja bagi pegawai yang kinerjanya sangat baik,
baik, cukup, kurang dan sangat kurang tentu saja berbeda-beda. Tindak
lanjut yang berbeda ini akan memotivasi pegawai untuk terus meningkatkan
kinerjanya. Berdasarkan peraturan yang berlaku, banyak sekali tindak lanjut
penilaian kinerja yang sudah diatur oleh pemerintah. Di dalam PP Nomor 30
Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS, khususnya di Pasal 51 (4)
disebutkan bahwa dokumen penilaian kinerja yang lengkap dan sudah
disepakati atau disetujui kedua belah pihak (atasan langsung dan pegawai

108 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


yang bersangkutan) dapat digunakan sebagai acuan dalam berbagai
tindakan kepegawaian. Tindakan kepegawaian tersebut misalnya:
1. Mengidentifikasi dan merencanakan kebutuhan pendidikan dan/atau
pelatihan,
2. Mengembangkan kompetensi,
3. Mengembangkan karier,
4. Pemberian tunjangan,
5. Pertimbangan mutasi dan promosi,
6. Memberikan penghargaan dan pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, dan/atau
7. Menindaklanjuti permasalahan yang ditemukan dalam penilaian SKP
dan perilaku kerja.

Dengan dasar tersebut, artinya konsekuensi dari hasil penilaian kinerja


pegawai akan berdampak pada karier PNS kedepannya. Tindakan-tindakan
kepegawaian tersebut dapat dipahami sebagai tindak lanjut hasil penilaian
kinerja pegawai. Penggolongan hasil penilaian kinerja pegawai dapat
disederhanakan menjadi 2 (dua),
Tindak lanjut kinerja berupa yaitu pegawai yang hasil penilaian
penghargaan (reward) yang diberikan kinerjanya masuk kategori Sangat
kepada pegawai golongan good
Baik, Baik dan Cukup dapat
performer, dan sanksi atau pembinaan
(punishment/sanction) yang diberikan digolongkan sebagai good performer,
kepada pegawai golongan poor sedangkan yang hasil penilaian
performer. kinerjanya kurang dan sangat
kurang digolongkan sebagai poor
performer. Demikian juga dengan bentuk tindak lanjut kinerjanya, juga dapat
dibagi menjadi 2 (dua), yaitu berupa penghargaan (reward) yang diberikan
kepada pegawai yang masuk golongan good performer dan sanksi atau
pembinaan (punishment/sanction) yang diberikan kepada pegawai yang
masuk golongan poor performer. Hal ini sesuai dengan konsep tindak lanjut
penilaian kinerja, yaitu untuk meningkatkan kinerja pegawai, baik yang
masuk kriteria good performer maupun poor performer.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 109


1. Penghargaan
Penghargaan adalah tindak lanjut kinerja yang diberikan kepada
pegawai yang masuk kriteria good performer. Pegawai dengan kriteria good
performer adalah pegawai yang hasil penilaian kinerjanya Sangat Baik, Baik
dan Cukup. Penghargaan
Penghargaan dalam tindak lanjut penilaian
bagi pegawai yang masuk
kinerja diberikan kepada pegawai good
performance, diberikan berupa: good performer dapat
pengembangan karier dan pengembangan berupa penghargaan yang
kompetensi. sifatnya materi atau
nonmateri. Namun, untuk
penghargaan berupa materi sudah diatur dan diberikan kepada pegawai
dalam bentuk tunjangan kinerja sehingga tidak perlu diberikan kembali.
Namun apabila ada peluang bagi instansi pemerintah (K/L/D) untuk
memberikan tambahan penghasilan yang didasarkan pada hasil penilaian
kinerja -diluar gaji pokok dan tunjangan yang sudah diatur dalam peraturan
yang berlaku- maka dapat diberikan. Namun dalam pembahasan bab ini
tidak akan dibahas penghargaan yang berupa materi.
Penghargaan yang nonmateri adalah penghargaan yang diberikan tidak
berupa uang dengan nominal tertentu, tetapi berupa pengembangan karier
dan pengembangan kompetensi. Penghargaan nonmateri ini sangat penting
karena terkait masa depan pegawai yang bersangkutan selama bekerja
sebagai ASN.
a. Pengembangan karier
Penghargaan berupa pengembangan karier adalah penghargaan
yang diberikan kepada pegawai good performer dalam meniti atau
menjalani karier jabatan mereka di instansi pemerintah sebagai ASN.
Penghargaan berupa pengembangan karier adalah penghargaan
dengan memberikan beban tugas, fungsi dan kewenangan yang
berbeda dengan yang diemban pegawai saat ini.
Ada tiga bentuk pengembangan karier yang dapat diberikan
sebagai penghargaan bagi pegawai yang masuk kriteria good
performer, yaitu: (1) pengembangan karier secara vertikal (promosi),
(2) pengembangan karier secara horizontal (mutasi) dan (3)
pengembangan karier secara zig-zag (peralihan jabatan). Masing-
masing dijelaskan sebagai berikut:

110 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


1) Vertikal, adalah penghargaan dengan memberikan beban tugas,
fungsi dan kewenangan yang lebih tinggi dari jabatan yang
diemban saat ini. Penghargaan ini diberikan dengan melakukan
promosi jabatan yang lebih tinggi dari saat ini. Promosi ini berlaku
baik bagi JPT, JA maupun JF. Promosi dapat diberikan berupa
promosi atau kenaikan jenjang jabatan maupun kenaikan jenjang
pangkat/ golongan.
Kenaikan jenjang jabatan, misalnya dari JPT Pratama
dipromosikan menjadi JPT Madya, JPT Madya dipromosikan
menjadi JPT Utama. Untuk JF Pengawas dipromosikan menjadi JA
Administrator. Untuk JF Pertama dipromosikan menjadi JF Muda,
JF Muda dipromosikan menjadi JF Madya dan JF Madya
dipromosikan menjadi JF Utama.
Sedangkan untuk kenaikan jenjang pangkat/golongan, misalnya
pegawai dengan pangkat/golongan I/a dipromosikan ke I/b dan
seterusnya, pegawai dengan pangkat/golongan II/a dipromosikan
ke II/b dan seterusnya, pegawai dengan pangkat/golongan III/a
dipromosikan ke III/b dan seterusnya, pegawai dengan
pangkat/golongan IV/a dipromosikan ke IV/b dan seterusnya.
Untuk penghargaan berupa pengembangan karier dengan
promosi ini, untuk JF semestinya sudah memperhatikan
peraturan yang berlaku bagi masing-masing JF, khususnya terkait
dengan pemenuhan angka kredit minimal kenaikan jenjang
jabatan dan jenjang pangkat/golongan.
2) Horizontal, adalah penghargaan dengan memberikan beban
tugas, fungsi dan kewenangan yang berbeda dari jabatan yang
diemban saat ini tapi masih di jenjang jabatan, pangkat/golongan
yang sama. Penghargaan ini diberikan dengan melakukan mutasi
pegawai ke unit kerja lain tapi dalam jenjang jabatan dan
pangkat/golongan yang sama. Mutasi atau perpindahan jabatan
ini dilakukan untuk memberikan pengalaman yang lebih
beragam kepada pegawai sehingga menjadi lebih profesional dan
lebih lengkap pengalaman jabatannya.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 111


Untuk penghargaan berupa pengembangan karier dengan
mutasi ini, semestinya dengan memperhatikan kesesuaian
kompetensi nyata yang dimiliki pegawai dengan standar
kompetensi jabatan yang akan diduduki. Jangan sampai terdapat
gap atau kesenjangan yang terlalu besar, baik untuk kompetensi
manajerial maupun teknis. Karena pada prinsipnya tujuan
penghargaan berupa mutasi ini selain untuk memberikan
pengalaman jabatan juga untuk mengakselerasi kinerja unitnya.
Misalnya seorang JA Pengawas di unit kepegawaian Dinas
Kependudukan dipindahkan ke Dinas Pertanian dengan jabatan
yang sama, dalam contoh ini tugas, fungsi dan kewenangan yang
ditangani tetap sama yaitu terkait dengan kepegawaian tetapi di
unit kerja yang berbeda. Seorang JPT Pratama sebagai Kepala
Pusat Inovasi Manajemen ASN dimutasikan menjadi Kepala Pusat
Inovasi Administrasi Negara, dalam contoh ini tugas, fungsi dan
kewenangan yang ditangani tetap sama yaitu terkait dengan
inovasi tetapi dengan bidang yang berbeda. Namun untuk mutasi
JF perlu kehati-hatian, karena JF mempunyai kompetensi teknis
serta kepakaran yang khusus dan berbeda-beda. Sebagai contoh
seorang JF Peneliti semestinya apabila dimutasi tetap di unit yang
melakukan kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian,
penerapan (litbangjirap) dan bidang tugasnya semestinya tetap
sesuai dengan kepakaran yang dimiliki JF Peneliti.
3) Zig-zag, adalah penghargaan dengan memberikan beban tugas,
fungsi dan kewenangan yang berbeda dari jabatan yang diemban
saat ini. Penghargaan ini diberikan dengan melakukan
perpindahan jabatan dari jabatan saat ini ke jabatan lain, bisa
lebih tinggi, sama atau rendah jenjang jabatan atau
pangkat/golongannya. Meskipun penghargaan pengembangan
kariernya ternyata lebih rendah jenjang jabatan atau
pangkat/golongannya, namun dari sisi yang lain khususnya
pengembangan kompetensi ini justru akan memperluas
pengalaman jabatan. Hal yang membedakan dengan mutasi
adalah dalam zig-zag terjadi peralihan jabatan ASN (antar-JPT, JA
maupun JF).

112 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Misalnya seorang JF Peneliti Madya dialihkan menjadi JA
Administrator di unit kelitbangan, atau menjadi JPT Pratama di
unit kelitbangan. Disatu sisi saat dialihkan menjadi JA, jenjang
jabatan dan pangkat/golongan akan turun namun dari sisi
kompetensi manajerial akan berkembang. Sebaliknya saat
dialihkan menjadi JPT Pratama, jenjang jabatan dan
pangkat/golongan akan naik.
Dalam peralihan jabatan dengan bentuk zig-zag semestinya tetap
dengan memperhatikan kesesuaian kompetensi nyata yang
dimiliki pegawai dengan standar kompetensi jabatan yang akan
diduduki. Sehingga tidak ada gap atau kesenjangan kompetensi
yang terjadi.

b. Pengembangan kompetensi
Penghargaan berupa pengembangan kompetensi adalah
penghargaan yang diberikan kepada pegawai good performer berupa
peningkatan atau pengembangan kompetensi yang dimiliki, baik
melalui jalur pendidikan atau pelatihan. Pengembangan kompetensi
yang diberikan juga mencakup untuk kompetensi manajerial, teknis
maupun sosiokultural.
Ada dua bentuk pengembangan kompetensi yang dapat diberikan
kepada pegawai sebagai bentuk tindak lanjut penilaian kinerja, yaitu (1)
pengembangan kompetensi dalam rangka karier kedepan, untuk
jabatan yang lebih tinggi atau untuk mengisi gap positif dan (2)
pengembangan kompetensi dalam jabatan saat ini atau untuk mengisi
gap negatif. Berikut penjelasan masing-masing:
1) Gap positif, pengembangan kompetensi untuk mengisi gap
positif pada dasarnya bertujuan untuk menyiapkan kompetensi
pegawai dalam jabatan setingkat diatasnya. Penghargaan ini
diberikan kepada pegawai yang mempunyai potensi atau
peluang untuk naik jenjang kariernya, baik berupa kenaikan
jenjang jabatan, pangkat atau golongan. Kenaikan jenjang perlu
dipahami sebagai bertambahnya tanggung jawab, kewenangan
yang menuntut adanya peningkatan kapasitas atau kompetensi
pegawai. Sehingga penghargaan berupa pengembangan

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 113


kompetensi untuk mengisi gap positif ini akan ditindaklanjuti
dengan melakukan promosi atau kenaikan jenjang kariernya.
Namun dalam tindak lanjut ini tetap harus memenuhi
persyaratan atau ketentuan yang berlaku, misalnya untuk PNS
yang menjabat sebagai JF maka harus memenuhi persyaratan
kenaikan jenjang jabatan yang berlaku di JF, yaitu sudah
memenuhi angka kredit yang dipersyaratkan.
Misalnya seorang JF Peneliti Pertama menunjukkan hasil
penilaian kinerja yang bagus, dan dari hasil pengumpulan angka
kreditnya memenuhi syarat untuk kenaikan jenjang jabatan ke JF
Peneliti Muda. Maka dalam rangka mempersiapkan
kompetensinya, yang bersangkutan dapat diikutkan pelatihan
terkait dengan kebutuhan sebagai peneliti muda.
1) Gap negatif, pengembangan kompetensi untuk mengisi gap
negatif bukan berarti pegawai dinilai tidak bisa bekerja maksimal
sesuai jabatannya, namun dimungkinkan karena ada kompetensi
tertentu yang perlu penguatan sesuai tugas fungsinya. Dengan
kata lain, secara umum hasil penilaian kinerjanya menunjukkan
hasil yang bagus, namun ada secara khusus ada kompetensi yang
perlu dikembangkan. Pengembangan kompetensi yang dilakukan
adalah untuk memperkuat kompetensi pada jabatan yang dijabat
saat ini. Misalnya seorang JF Peneliti Pertama menunjukkan hasil
penilaian kinerja yang bagus, namun dari hasil penilaian atasan
ada kompetensi yang perlu dikembangkan terutama menyangkut
metodologi riset. Maka pegawai yang bersangkutan
dikembangkan kompetensinya khusus bidang metodologi riset,
sehingga kinerjanya sebagai peneliti semakin bagus.
Bentuk pengembangan kompetensi sebagai sebuah penghargaan
dan sebagai tindak lanjut hasil penilaian kinerja dapat dilakukan melalui
bentuk pendidikan maupun pelatihan. Pelatihan pun dapat dilakukan
melalui bentuk klasikal maupun nonklasikal. Pengembangan kompetensi
juga dapat dilakukan dengan melibatkan semua unit dan semua
stakeholders terkait. Pengembangan kompetensi tidak melulu dilakukan di
unit pelatihan tetapi juga bisa dilakukan di unit teknis atau unit kerja
dengan melibatkan atasan atau rekan kerja.

114 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


2. Sanksi
Sanksi atau pembinaan adalah tindak lanjut yang diberikan kepada
pegawai yang masuk kriteria poor performance. Pegawai dengan kriteria
poor performance adalah pegawai yang hasil penilaian kinerjanya kurang
dan sangat kurang. Apabila dilihat di PP Nomor 30 Tahun 2019 tentang
Penilaian Kinerja PNS, khususnya di Pasal 56 disebutkan Pejabat Pimpinan
Tinggi, Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional yang tidak memenuhi
target kinerja dapat dikenakan sanksi administrasi sampai dengan
pemberhentian. Sanksi administrasi ini apabila dikaitkan dengan PP
Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, diatur Pasal 3 terkait dengan
kewajiban yang harus dipenuhi PNS, dimana salah satunya adalah
mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan.
Sanksi di dalam PP
Sanksi dalam tindak lanjut penilaian Nomor 53 Tahun 2010
kinerja bermakna “pembinaan” diberikan diartikan sebagai
bagi pegawai poor performance, diberikan hukuman disiplin.
berupa: coaching, mentoring dan terakhir Sebagaimana diatur
hukuman disiplin sesuai dengan peraturan
dalam Pasal 7 bahwa
yang berlaku.
tingkatan hukuman
disiplin terdiri dari: hukuman disiplin ringan, sedang dan berat. Terkait
dengan kewajiban memenuhi capaian sasaran kerja pegawai diatur di
Pasal 9. Apabila PNS tidak mencapai sasaran kerja sebagaimana yang
ditetapkan, yaitu sebesar 25% sampai 50% maka diklasifikasikan sebagai
pelanggaran disiplin dan diberikan sanksi berupa hukuman disiplin
tingkat sedang.
Namun dalam pembahasan buku ini, tidak akan dibahas pemberian
sanksi dalam pengertian hukuman disiplin, tetapi lebih pada fungsi
pembinaan. Sehingga sebagai tindak lanjut penilaian kinerja, khususnya
bagi pegawai yang masuk kriteria poor performance akan diberikan
pembinaan kinerja, berupa coaching, mentoring dan terakhir hukuman
disiplin sesuai dengan peraturan yang berlaku. Masing-masing akan
dibahas berikut ini.
a. Coaching, masuk dalam bentuk pelatihan nonklasikal, yaitu dengan
melakukan pembimbingan peningkatan kinerja melalui pembekalan
kemampuan memecahkan permasalahan dengan mengoptimalkan

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 115


potensi diri (PerkaLAN Nomor 10 Tahun 2018). Pembinaan berupa
coaching diberikan bagi PNS yang kesenjangan kinerjanya kecil
disebabkan oleh kurangnya motivasi atau terjadi kejenuhan.
b. Mentoring, masuk dalam bentuk pelatihan nonklasikal, yaitu dengan
melakukan pembimbingan peningkatan kinerja melalui transfer
pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dari orang yang lebih
berpengalaman pada bidang yang sama (PerkaLAN Nomor 10 Tahun
2018). Pembinaan berupa mentoring diberikan kepada PNS yang
kesenjangan kinerjanya tinggi karena kurang keterampilan atau
keahlian dan pengalaman.
c. Penegakan disiplin, merupakan tindak lanjut kinerja yang lebih
bersifat hukuman bukan pembinaan. Pemberian sanksi berupa
penegakan disiplin diberikan bagi PNS yang sudah tidak dapat dibina
sehingga harus diberikan hukuman disiplin. Tingkatan hukuman
disiplin terdiri dari tiga tingkatan, yaitu hukuman disiplin ringan,
sedang dan berat.
Hukuman disiplin ringan terdiri dari: teguran lisan, teguran tertulis
dan pernyataan tidak puas secara tertulis. Sedangkan hukuman disiplin
sedang terdiri dari: penundaan kenaikan gaji berkala selama setahun,
penundaan pangkat selama setahun, dan penurunan pangkat setingkat
lebih rendah selama setahun. Dan hukuman disiplin berat terdiri dari:
penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun,
pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah,
pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri sebagai PNS dan pemberhentian tidak dengan hormat
sebagai PNS. Pemberian sanksi dalam bentuk penegakan disiplin pada
dasarnya mengikuti PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

116 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Gambar 6.1. Penghargaan dan Pembinaan bagi ASN

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 117


BAB VII MANAJEMEN KINERJA DENGAN MODEL FWA
(FLEXIBLE WORKING ARRANGEMENT)

Konsepsi FWA
Pemilihan cara kerja yang efektif menjadi bagian dari manajemen kinerja
yang tidak kalah pentingnya dalam memengaruhi kinerja organisasi. Untuk
itu, cara kerja memerlukan penyesuaian dengan dinamika lingkungan
strategisnya. Membangun keselarasan frekuensi antara organisasi dengan
dunia sekitarnya. Di era digitalisasi ini, kemajuan teknologi dengan demikian
perlu di-inject ke dalam ekosistem kerja. Hal ini dibutuhkan untuk
mendefinisikan kembali cara kerja dan mengubah cara pandang bahwa
bekerja dapat dilakukan di mana pun Anda berada. Hal inilah yang kemudian
dikenal sebagai Flexible Work Arrangements (FWA) atau fleksibilitas
pengaturan kerja.

Fleksibilitas pengaturan kerja (FWA) menurut Feldman mulai banyak


diterapkan di Amerika Serikat semenjak tahun 1963, dengan pertimbangan
adanya keseimbangan antara waktu 70% generasi milenial memandang
kerja dengan tanggung jawab dalam organisasi yang menerapkan FWA
mengurus keluarga (Margaretha dan memiliki daya tarik yang tinggi
dibandingkan dengan organisasi yang
Mildawani, 2017). Sementara itu,
masih menganut prinsip kerja 9” to 5
Sullivan & Lussier (1995) dalam Faza
Dhora Nailufar (2020) menyebutkan
bahwa FWA populer pada awal tahun 1970-an sebagai solusi untuk
mengurangi kepadatan di jalanan akibat keluarnya sejumlah orang secara
bersamaan untuk menuju tempat kerja mereka. Mengatasi inefisiensi waktu
yang terbuang dalam perjalanan. Gambaran tersebut menyiratkan bahwa
FWA muncul sebagai harapan bagi pekerja untuk mendapatkan peningkatan
kualitas hidup di samping pekerjaan yang ditekuninya.

Di Indonesia, FWA muncul sebagai budaya baru dalam bekerja semenjak


kehadiran bisnis startup pada tahun 2010-2011 dengan model Coworking
Space dan Virtual Office sebagai tempat kerja (Ruth Berliana, 2020). FWA
kemudian berkembang seiring dengan perkembangan TIK (Teknologi
Informasi dan Komunikasi/era 4.0), menjadi sebuah benefit yang

118 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


memberikan daya tarik tersendiri bagi para milenial. Annette Blokland (2018)
dalam Erna Irawati (2020) menyatakan sebanyak 70% generasi milenial
memandang sebuah organisasi atau institusi yang menerapkan FWA
memiliki daya tarik yang tinggi sebagai tempat
berkarya dibandingkan dengan institusi yang FWA lebih berfokus
kepada output atau hasil
masih menganut prinsip kerja “nine to five”.
daripada prosedur kerja.
Cakupan penerapan FWA akhirnya meluas
(Bank BTPN, Wirajaya, HM Sampoerna, dan
Surabaya Plaza Hotel), bahkan menarik instansi pemerintah untuk mulai
menerapkannya (BPK dan BAPPENAS).

FWA itu sendiri secara sederhana dapat dimaknai sebagai:


“Suatu bentuk praktik kerja yang fleksibel, seperti job share,
telecommuting, flex time, dan sejenisnya (Rahmawati Hanny
Yustrianthe, 2008)”,
Lebih lanjut, Atkinson dan Hall, (2011) mengartikan WFA sebagai:

“Kemampuan pekerja mengendalikan sendiri lamanya


bekerja, tempat bekerja jauh dari kantor, penjadwalan kerja
yang ditawarkan perusahaan”

Senada dengan pengertian di atas, Rau & Hyland, (2002) mendefinisikan FWA
sebagai sebuah alternatif pilihan yang diberikan oleh organisasi kepada
pegawainya untuk menentukan jadwal dan tempat bekerja.

Pendefinisian lain dari Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN


sebagai:

“Sistem pengaturan kerja yang memberi lebih banyak


kebebasan kepada pegawai untuk dapat mengatur jam
kerjanya, sepanjang akumulasi atau ketentuan waktu (per
jam, per minggu, atau per bulan) yang ditetapkan organisasi
dapat dipenuhi”

Definisi ini memberi penekanan fleksibilitas pada terpenuhinya ketentuan


waktu yang ditetapkan organisasi. Sistem pengaturan tersebut menurut BKN
juga memberikan ruang kepada pegawai untuk bekerja dimana saja. Dengan
kata lain, melalui penerapan FWA, setiap pegawai dapat memilih waktu dan
tempat kerja sesuai kebutuhan mereka.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 119


Pendeskripsian WFA yang serupa juga disampaikan oleh Erna Irawati (2020),
dimana FWA digambarkan secara umum sebagai:

“Alternatif bekerja yang memungkinkan pegawai memilih


berbagai bentuk fleksibilitas bekerja, diantaranya yaitu: waktu
kerja, jumlah pekerjaan, dan tempat kerja”.

FWA dengan demikian mencakup setidaknya 3 (tiga) aspek, yaitu


fleksibilitas waktu kerja, fleksibilitas tempat kerja, dan fleksibilitas jumlah
pekerjaan. Dalam kenyataannya, berbagai bentuk fleksibilitas tersebut dapat
digabungkan dan saling melengkapi sesuai dengan kebutuhan (Possenried
dan Plantenga, 2011). Menurut Spreitzer, Cameron, & Garrett (2017) dalam
Dida Daniarsyah & Nova Dwi Rahayu (2020), FWA lebih berfokus kepada
output atau hasil daripada prosedur kerja.

Dalam praktiknya, flextime (fleksibilitas waktu kerja) dan telecommuting


(fleksibilitas tempat kerja) merupakan dua pilihan yang relatif banyak
digunakan. Ayuna (2019) dalam Oswar Mungkasa (2020), menyebutkan
beberapa model dalam penerapan sistem flexitime yaitu fixed working hours,
flexible working hours, variable working hours).

1. Fixed working hours


Sistem kerja yang memungkinkan pegawai untuk dapat memilih sesi
kerjanya setiap hari -sesuai ketetapan perusahaan- sepanjang
memenuhi jumlah minimal 40 (empat puluh) jam seminggu. Sebagai
contoh, perusahaan memberi kebebasan kepada karyawan untuk
memilih jam kerja dengan ketentuan:
a. 25% karyawan bekerja pada jam 07.00-15.00;
b. 25% karyawan bekerja pada jam 08.00-16.00;
c. 25% karyawan bekerja pada jam 09.00- 17.00; dan
d. 25% terakhir dari karyawan bekerja pada jam 10.00-18.00.
2. Flexible working hours
Sistem kerja yang memungkinkan pegawai bekerja secara fleksibel
dengan mengikuti aturan pemenuhan jumlah waktu minimal selama 40
jam per minggu. Sistem ini juga tidak mensyaratkan jumlah jam kerja
yang sama setiap harinya.

120 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


3. Variable working hours
Sistem kerja yang mengharuskan pegawai hadir pada jam tertentu di
kantor dan pegawai dapat menetapkan sendiri waktu selebihnya.
Sebagai contoh, karyawan diwajibkan masuk setiap hari jam 09.00-
13.00, dan selebihnya dapat bekerja jarak jauh sampai memenuhi
minimal 40 jam seminggu.
Jika melihat variant model di atas, FWA pada dasarnya masih terikat pada
aturan pemenuhan jam kerja tertentu (40 jam per Minggu dalam contoh di
atas). Dengan demikian, ruang fleksibilitas FWA adalah bagaimana mengatur
pemenuhan jam kerja tersebut dalam kinerja harian. Selain itu, fleksibilitas
waktu ini juga dapat dikombinasikan dengan fleksibilitas tempat kerja dan
fleksibilitas lainnya sepanjang memungkinkan.

Beberapa penelitian mengungkap keuntungan penerapan FWA antara


lain berhubungan dengan peningkatan komitmen organisasi, motivasi,
kepuasan kerja, loyalitas walaupun pekerja bekerja dari jarak jauh serta
pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat turnover pegawai (Erna
Irawati, 2020). Namun demikian, FWA juga memiliki beberapa kelemahan,
diantaranya: koordinasi yang menjadi lebih sulit untuk dilakukan, batasan
antara kantor dan rumah yang cenderung menjadi kabur, dan menurunnya
tingkat pengawasan. Untuk itu, penerapan FWA perlu dilakukan secara
cermat dengan memperhatikan kebutuhan dan kesiapan organisasi berikut
dampak yang mungkin ditimbulkan dari penerapannya.

Pada intinya, melalui penerapan FWA bekerja diharapkan dapat menjadi


proses yang “menyenangkan” (bentuk aktualisasi diri pegawai). Selain itu,
dengan terwujudnya work life balanced bagi pegawai -di satu sisi-, kinerja
organisasi -pada sisi lain- diharapkan mengalami peningkatan.

Urgensi Penerapan FWA dalam Manajemen Kinerja ASN


Wacana penerapan FWA dalam Manajemen Kinerja ASN di Indonesia
muncul dan berkembang pada tahun 2019 seiring dengan rencana pilot
project implementasi PP No. 30 tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS
pada 7 (tujuh) Instansi Pusat dan 10 (sepuluh) Instansi Daerah. Model
penerapan FWA yang diwacanakan terdiri dari kemungkinan
tambahan libur bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) selain hari Sabtu dan Minggu,

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 121


flexi working time atau waktu kerja fleksibel, hingga flexible working space atau
pemilihan tempat kerja bagi PNS.

Sebagaimana kemunculannya pada sektor privat, wacana penerapan


FWA dalam sektor publik (manajemen kinerja ASN) juga didasari oleh
berbagai situasi yang mendorong
diadaptasinya FWA sebagai modernisasi cara Work-life balance dapat
meminimalisir potensi
kerja. Berdasarkan beberapa referensi dan
ketegangan antara
analisis situasi, penerapan FWA setidaknya pekerjaan dan lainnya
didasari oleh 5 (lima) pertimbangan berikut ini:

Pertama, kebutuhan untuk menghadirkan work-life balanced (FWA


sebagai non-monetary insentives) yang dipandang dapat meningkatkan
produktivitas kinerja pegawai. Hal ini didasarkan pada munculnya berbagai
permasalahan yang berkaitan dengan kualitas hidup pegawai, seperti: akses
menuju kantor yang costly (jarak, waktu tempuh, dan biaya), kondisi
geografis, kebutuhan untuk terlibat lebih intensif dalam mengurus anak,
kekurangan waktu bersama keluarga, sosialisasi, dan rekreasi yang
berpotensi menyebabkan stres tingkat tinggi. Isu-isu gender seperti
hilangnya kesempatan yang signifikan bagi perempuan untuk pertumbuhan
yang lebih tinggi dan kesejahteraan bersama salah satunya terjadi akibat
cara bekerja yang tidak fleksibel (Puslatbang PKASN, 2020). Melalui FWA,
partisipasi pegawai perempuan yang menurun atas pekerjaan mereka
setelah menikah dan melahirkan dan tumbuhnya tren peningkatan
pekerjaan rumah tangga terutama dalam hal pengasuhan anak dapat
teratasi. Mereka yang memiliki putra-putri usia balita dan sekolah dasar
dapat memaksimalkan pemantauan tumbuh kembang dan pembelajaran
jarak jauh dengan lebih baik. Moore (2007) dalam Hendrik Pandiangan (2018)
mengemukakan bahwa work-life balance dapat menciptakan budaya kerja
yang produktif sehingga potensi ketegangan antara pekerjaan dan lainnya
dapat diminimalkan.

Kedua, kebutuhan untuk mengakselerasi penggunaan TIK secara masif


dalam setiap lini pemerintahan. Di era industri 4.0 -yang mungkin akan
segera beranjak menuju 5.0 ini-, penerapan e-government atau Sistem
Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) secara menyeluruh merupakan
salah satu kondisi yang ingin diwujudkan pemerintah melalui Perpres No.

122 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


95/2018 tentang SPBE. Dalam konteks ini, FWA juga dapat mendorong
pemanfaatan TIK secara luas. Hal ini dapat dilihat misalnya pada saat
instansi pemerintah dipaksa untuk bekerja dari rumah akibat pandemi
Covid-19. Dengan kata lain, sudah saatnya gaya bekerja birokrasi untuk
menyesuaikan diri dengan tren yang sedang mendunia ini. Bertransformasi
ke arah pelayanan yang bersifat digital friendly, output-based dan flexibile.

Ketiga, kebutuhan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber


daya di instansi pemerintah (perampingan birokrasi). Dengan
perkembangan TIK yang demikian pesat, setiap organisasi pemerintah
bergerak menuju organisasi berbasis AI dan aplikasi yang notabene
mengurangi kebutuhan pegawai untuk berada di kantor secara regular.
Kinerja dan koordinasi dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja (kecuali
pada kondisi tertentu yang mengharuskan pegawai datang ke kantor).
Demikian juga dengan sebagian pelayanan publik. Dalam kondisi seperti ini,
penerapan sistem kerja melalui kehadiran pegawai secara regular menjadi
hal yang tidak efisien. Dengan pola kerja fleksibel, kebutuhan akan gedung,
ruangan dan sarana kerja, bahkan SDM menjadi berkurang. Anggaran pun
akan mengalami re-shaping.

Keempat, kebutuhan untuk menarik SDM terbaik (talent), khususnya dari


kalangan milenial. Hal ini didasarkan pada konsepsi umum yang telah
digambarkan sebelumnya, dimana sebagian besar generasi milenial
memandang sebuah organisasi atau institusi yang menerapkan FWA
memiliki daya tarik yang tinggi sebagai tempat berkarya dibandingkan
dengan institusi yang masih menganut prinsip kerja “9 to 5”. Sejalan dengan
itu, sebuah survei internasional (Global Talent Competitiveness Index)
menunjukkan bahwa pada tahun 2018 negara-negara top performer dengan
daya saing talent terbaik memiliki 4 (empat) faktor pengungkit utama, yang
salah satunya adalah lingkungan kerja dimana para pegawai memiliki flexible
working (Erna Irawati, dkk, 2020). Hal ini menunjukkan sentralnya posisi FWA
dalam pengembangan talenta, bahkan pada level negara. Memperkenalkan
pengaturan kerja yang fleksibel dalam konteks seperti itu memberikan
kesempatan unik untuk menanggapi perubahan demografis ini, mengatasi
tantangan terus-menerus dari partisipasi angkatan kerja sekaligus

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 123


meningkatkan produktivitas pekerja, perusahaan, pemerintah, dan
ekonomi.

Kelima, kebutuhan untuk melakukan modernisasi manajemen kinerja


pegawai, membawa profesionalisme pegawai dan budaya organisasi ke level
yang lebih tinggi. Melalui penerapan FWA, aspek independensi dalam
bekerja menjadi naik, seiring menurunnya
FWA akhirnya menjadi
sebuah trend yang patut tingkat pengawasan formal pegawai.
dilalui untuk membawa Kondisi ini menjadi ujian bagi terwujudnya
birokrasi pada tingkat profesionalisme dan budaya kerja yang
peradaban yang lebih tinggi.
menekankan pada trust and responsibility,
tidak lagi bersandar pada pengaturan yang rigid. Pembangunan sistem yang
mendukung ke arah sana tentu menjadi prasyarat mutlak.

FWA akhirnya menjadi sebuah tren yang patut dilalui untuk membawa
birokrasi pada tingkat peradaban yang lebih tinggi. Melalui FWA, sumber
daya organisasi diharapkan dapat dikelola secara optimal untuk mencapai
tujuan bersama (organisasi dan pegawai). Pegawai dapat menunjukkan
kinerja dengan level yang lebih tinggi kepada organisasi dan memberikan
pelayanan yang lebih baik terhadap mitra dan/atau penerima layanannya.
Dengan kata lain, FWA diharapkan dapat menjadi salah satu pintu masuk
untuk mewujudkan ASN berkinerja tinggi. Untuk itu, kebijakan mengenai
FWA menjadi salah satu yang dinanti dalam perjalanan reformasi birokrasi
dan adaptasi baru menuju revolusi industri kedepan (4.0-5.0), khususnya
pada aspek manajemen kinerja ASN. Hal ini juga sejalan dengan visi
pemerintah Indonesia untuk mendorong pembangunan ekonomi melalui
investasi yang lebih besar pada sumber daya manusia, daya saing, dan
reformasi birokrasi.

Kebijakan dan Tahapan Implementasi FWA


Meskipun telah menjadi wacana sejak 2019 melalui rencana
implementasi PP No. 30/2019 tentang Penilaian Kinerja PNS secara pilot
project, akan tetapi FWA dalam format khusus yang diatur melalui kebijakan
nasional pada kenyataannya belum dapat direalisasikan. Namun demikian,
saat ini, terdapat beberapa kebijakan umum terkait dengan implementasi
FWA di instansi pemerintah, seperti:

124 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


1. Peraturan Pemerintah Nomor 30/2019 tentang Penilaian Kinerja PNS,
2. Peraturan Pemerintah Nomor 53/2010 tentang Disiplin Pegawai,
3. Keputusan Presiden Nomor 68/1995 tentang Hari Kerja di Lingkungan
Lembaga Pemerintah.
Implementasi FWA dengan demikian harus memperhatikan berbagai
peraturan di atas. Dengan kata lain, implementasi FWA tidak boleh
bertentangan dengan PP No. 30/2019 dan kebijakan terkait lainnya.
1. Mengukur kesiapan organisasi
Selain memperhatikan regulasi terkait, implementasi FWA perlu
memperhatikan berbagai kondisi berikut ini (Erna Irawati, dkk, 2020, dengan
modifikasi):
Pertama, maturity organisasi. Maturity organisasi dapat dilihat dari
penerapan sistem meritokrasi dan manajemen kinerja yang baik. Terdapat
beberapa kriteria penilaian penerapan sistem meritokrasi yang
menempatkan instansi pemerintah pada tingkat buruk, kurang, baik, dan
sangat baik (PermenPAN-RB No.40/2018 tentang Pedoman Sistem Merit
Dalam Manajemen Aparatur Sipil Negara). Penerapan FWA lebih mungkin
dilakukan pada instansi yang memiliki tingkat penerapan sistem meritokrasi
sangat baik. Sementara untuk manajemen kinerja, organisasi setidaknya
perlu memiliki target kinerja yang jelas dan terukur, instrumen untuk
mengukur pencapaian kinerja, dan mekanisme reward and punishment yang
memiliki titik berat pada kinerja (bukan kehadiran). Oleh karena itu, maturity
organisasi perlu diperhatikan dalam mempersiapkan organisasi untuk
melakukan FWA.
Kedua, budaya organisasi. Budaya organisasi akan memengaruhi kinerja,
inovasi, kelincahan, keterikatan, dan daya saing sebuah organisasi.
Penentuan jenis FWA yang akan diterapkan pada instansi pemerintah dapat
didasarkan pada budaya organisasinya. Organisasi tipe dinamis misalnya,
akan memiliki treatment yang berbeda dengan tipe structured control culture,
dimana organisasi dinamis perlu memperhatikan peraturan terkait yang
berlaku, sementara organisasi structured control culture perlu melakukan
reengineering proses dan melakukan perubahan mindset. Beberapa indikator
yang dapat digunakan untuk mengukur kesiapan budaya suatu organisasi
antara lain: berorientasi pada hasil berdasarkan target-target tertentu,
pembentukan kelompok kerja berorientasi output dan/atau penyelesaian

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 125


pekerjaan, terdapat kebiasaan berbagi dan challenging ide, dan jumlah
inovasi yang dihasilkan.
Ketiga, kesiapan TIK dan sarana prasarana pendukung. Keberadaan FWA
jelas tidak dapat dipisahkan dari aplikasi, sistem informasi digital, dan
berbagai perangkat TIK beserta sarpras pendukung lainnya (khususnya
dalam konteks bekerja dan berinteraksi dengan rekan kantor atau
pimpinan). Oleh karena itu, kesiapan TIK menjadi salah satu ukuran kesiapan
instansi pemerintah untuk menerapkan FWA. Sementara kesiapan sarpras
pendukung adalah seperti ketersediaan co-working space di kantor,
ketersediaan fasilitas kerja di rumah, dan sejenisnya.
Keempat, kesiapan SDM.
Hal mendasar dalam
implementasi FWA adalah Keberadaan TIK dan sarana prasarana
melakukan identifikasi jabatan pendukung menjadi useless jika SDM
untuk melihat ruang yang dimiliki belum mendukung ke arah
implementasi FWA yang
dimungkinkan sana. Organisasi yang sebagian besar
pegawainya tidak terbiasa dengan pola
bekerja digital/virtual misalnya akan mengalami kesulitan dalam
menerapkan FWA. Selain itu, instrumen hasil penilaian kinerja dan
kompetensi dalam bentuk 9 (sembilan) kuadran (nine box) dapat menjadi
pilihan untuk menunjukkan kesiapan organisasi untuk menerapkan FWA,
yaitu dengan melihat sebaran pegawai pada nine box-nya. Semakin banyak
pegawai yang berada pada boks 7, 8, 9, semakin memungkinkan organisasi
melakukan FWA. Dalam konteks ini, dapat dikatakan bahwa FWA merupakan
tindak lanjut dari kegiatan penilaian kinerja, dimana FWA dapat menjadi opsi
reward bagi para pegawai yang berhasil menunjukkan kinerja dan
kompetensi yang mumpuni.

126 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Gambar 7.1. Kotak Manajemen Talenta
FWA dengan demikian bukan suatu sistem yang dapat diadopsi begitu
saja. Terdapat berbagai hal yang perlu diperhatikan untuk dapat
menerapkan FWA dengan baik di instansi pemerintah. Jika tidak, FWA justru
dapat menjadi kontraproduktif dengan tujuan awalnya. Hal ini dapat dilihat
misalnya pada pernyataan Kepala BKN yang menyebutkan bahwa di masa
pemberlakuan WFH, terdapat 20% pegawai yang merasa overload pekerjaan,
akibat peralihan beban pekerjaan dari pegawai lainnya. Implementasi FWA
dengan demikian sebaiknya didasari oleh 2 (dua) hal, yaitu kebutuhan dan
kesiapan instansi pemerintah.
2. Melakukan Identifikasi Jabatan
Hal mendasar lainnya dalam implementasi FWA adalah melakukan
identifikasi jabatan untuk melihat ruang implementasi FWA yang
dimungkinkan. Menentukan pada jabatan apa FWA dapat diterapkan dan
sejauh mana kemungkinan level penerapannya (dengan memahami pola
kerjanya). Dengan kata lain, pelaksanaan FWA pada setiap organisasi juga
harus disesuaikan dengan karakteristik jabatan yang terdapat oleh
organisasi tersebut. Karena itu, organisasi kemudian harus melakukan
identifikasi jabatan sesuai rumpun jabatan yang ada dengan menggunakan
beberapa kriteria. Adapun kriteria yang dapat digunakan untuk melakukan
identifikasi antara lain (Erna Irawati, dkk, 2020):
a. Pekerjaan dapat dilakukan secara mobile dengan bantuan teknologi,
b. Komunikasi tentang pekerjaan dapat dilakukan secara fleksibel
(bantuan teknologi),
c. Membutuhkan sedikit physical meeting,

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 127


d. Tidak membutuhkan instruksi/asistensi langsung dari pimpinan dalam
melaksanakan pekerjaan,
e. Pekerjaan yang jika dilakukan secara fleksibel akan menjadi lebih
produktif.
Berikut contoh instrumen sederhana yang dapat digunakan dan contoh
penggunaannya pada beberapa jabatan:
Tabel 7.1. Identifikasi Jabatan untuk Penentuan Jenis FWA

Sumber: Erna Irawati, dkk (2020) dengan modifikasi


Tabel di atas menunjukkan kemungkinan penerapan FWA berikut level
penerapannya. Jika karakteristik jabatan dapat diidentifikasi dengan baik,
maka jenis WFA yang sesuai dengan masing-masing jabatan pun akan lebih
mudah ditentukan.
3. Memilih Model yang sesuai
FWA mencakup hal yang cukup luas, yang mana merupakan perubahan
model kerja konvensional ke cara kerja yang lebih modern dan fleksibel
dalam hubungannya dengan waktu, tempat dan bagaimana melakukan
pekerjaan. Sebagaimana disampaikan sebelumnya, FWA sempat
diwacanakan akan diujicobakan dalam kerangka implementasi PP
No.30/2019 tentang Penilaian Kinerja PNS. Adapun pilihan model yang
rencananya akan diterapkan di instansi pemerintah terpilih (pilot project)
adalah sebagai berikut:
a. Kemungkinan tambahan libur bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) selain hari
Sabtu dan Minggu,
b. Flexible working time atau waktu kerja fleksibel,
c. Flexible working space atau pemilihan tempat kerja bagi PNS.

128 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Format tersebut dipandang sebagai pilihan tersendiri ataupun
kombinasi yang memungkinkan untuk diterapkan di instansi pemerintah,
dengan tetap memperhatikan jumlah jam kerja yang harus dipenuhi.
Dengan memperhatikan model di atas dan model flexible time yang
disampaikan oleh Ayuna (2019), pilihan flexi yang tersedia diantaranya yaitu:
a. Sistem 4 (empat) hari kerja (penambahan jam kerja) dengan
pemilihan waktu libur yang fleksibel (selain Sabtu dan Minggu),
b. Sistem sif, yang memungkinkan pegawai untuk dapat memilih sesi
kerjanya setiap hari sesuai ketetapan sif kerja instansi,
c. Sistem kerja yang memungkinkan pegawai bekerja secara fleksibel
dengan mengikuti aturan pemenuhan jumlah waktu minimal per
minggu dan tidak mensyaratkan jumlah jam kerja yang sama setiap
harinya,
d. Variable working hours atau sistem kerja yang mengharuskan pegawai
hadir pada jam tertentu di kantor,
e. Sistem kerja yang memungkinkan pegawai bekerja kapan saja dan
dimana saja secara fleksibel.
Pelaksanaan flexible place dalam pilihan model di atas memiliki berbagai
alternatif, antara lain: Ruang kerja bersama (open space) di lingkungan
organisasi, Rumah/tempat tinggal pegawai (work from home), Lokasi lain
sepanjang memungkinkan untuk melaksanakan pekerjaan. Fleksibilitas
tempat bekerja bagi pegawai dalam hal ini adalah pengaturan pola kerja
pegawai yang memberikan fleksibilitas lokasi bekerja selama periode
tertentu dengan memaksimalkan TIK untuk meningkatkan dan menjaga
produktivitas pegawai serta menjamin keberlangsungan pelaksanaan
pekerjaan.
Dengan pendekatan yang lebih sederhana, terdapat 3 (tiga) alternatif
dalam menerapkan FWA. Konsep Flexible Work Arrangement (FWA) dimana
pengaturan kerja yang fleksibel memberdayakan karyawan untuk memilih
jam berapa mereka mulai bekerja, di mana harus bekerja, dan kapan
mereka akan berhenti bekerja.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 129


Tabel 7.2. Jenis / Metode Flexible Work Arrangement (FWA)

Sumber: (Erna Irawati, dkk, 2020)

Selain substansi FWA, dari segi ruang lingkup penerapannya dalam


organisasi, FWA dapat dijalankan melalui 3 (tiga) cara (Erna Irawati, dkk,
2020), yaitu:
1. FWA bagi seluruh organisasi, dimana FWA dapat diberlakukan bagi
seluruh bagian jika organisasi memiliki tingkat kesiapan yang tinggi.
Tentu saja dengan tetap mempertimbangkan karakteristik jabatan yang
dimiliki untuk menentukan model FWA mana yang sesuai,

130 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


2. FWA sebagai reward, dimana pilihan FWA dapat diberikan bagi pegawai
yang termasuk kedalam top talent (boks 7,8,9), dengan tetap
memperhatikan pilihan model WFA yang sesuai dengan jabatan
pegawai,
3. Cara kombinasi, dimana organisasi dapat menentukan jenis FWA
kepada beberapa jabatan dan memberi keleluasaan untuk memilih FWA
bagi jabatan yang lain.
Berbagai pendekatan, model, dan cara dalam menerapkan FWA di atas
dapat menjadi alternatif dalam mengimplementasikan FWA (secara
tersendiri atau kombinasi) sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan
organisasi. Setiap organisasi perlu memperhatikan dan menilai secara
cermat tingkat kesiapan organisasi dalam menerapkan FWA untuk kemudian
mengaitkannya dengan pilihan model yang dianggap paling memungkinkan
berdasarkan kondisi organisasinya.
4. Integrated Digital Work
Untuk mendukung fleksibilitas kerja, maka model monev dalam FWA
harus didukung oleh suatu sistem digital, yang memungkinkan pimpinan
untuk tetap terhubung dengan bawahannya. Mulai dari sistem absensi yang
harus mampu menunjukkan lokasi pegawai berada, sistem koordinasi,
pelaporan kinerja, dan lain sebagainya yang didesain untuk dapat dilakukan
tanpa sekat ruang dan waktu.
Konsep Integrated Digital Work (IDW)
FWA harus didukung oleh
merupakan sistem yang diterapkan untuk suatu sistem digital, yang
menunjang produktivitas dalam memungkinkan pimpinan
pelaksanaan tugas dalam penerapan FWA. untuk tetap terhubung
dengan bawahannya.
Sistem ini didesain untuk mendukung kinerja
pegawai secara aktif menyelesaikan
pekerjaannya dengan tetap menjaga konektivitas di antara rekan kerja dan
pimpinan, melaksanakan tugas secara proporsional hingga melaporkan
setiap pelaksanaan kerja secara berkala dan berkualitas. Konsep ini tentunya
dapat dilaksanakan sesuai dengan substansi FWA yang akan diterapkan
pada organisasi tersebut.
Dalam pelaksanaan konsep ini, tentu perlu dilakukan penyesuaian
kebijakan baik karena akan berdampak pada implementasi mulai dari tata
cara penilaian kinerja pegawai, pengaturan jam kerja pegawai, bentuk

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 131


pelaporan, hingga penerapan monitoring dan evaluasi kinerja sehingga dapat
tetap produktif bekerja dengan berbagai situasi dan kondisi.
5. Monitoring dan Evaluasi
Aspek kunci dalam implementasi FWA adalah monitoring dan evaluasi
FWA (monev). Dalam konteks ini, monev menjadi penting untuk memastikan
pelaksanaan FWA tetap berada pada jalurnya sekaligus sebagai dasar untuk
menentukan langkah korektif yang dibutuhkan.
Pelaksanaan monitoring dapat dilakukan dengan melaporkan hasil kerja
harian bagi pegawai yang melaksanakan Konsep IDW substansi FWA yang
akan diterapkan pada organisasi tersebut. Monitoring ini dapat dilaksanakan
dengan melakukan pengisian report harian yang disampaikan pegawai
kepada pimpinan unit kerja. Laporan dapat disusun secara manual maupun
melalui aplikasi yang telah ada. Bentuk laporan kinerja harian dapat berupa
contoh formulir dibawah ini atau disesuaikan dengan kebutuhan organisasi.
Tabel 7.3. Contoh Laporan Kinerja Harian
LAPORAN PELAKSANAAN
BEKERJA DI RUMAH/TEMPAT TINGGAL
(Work From Home/WFH)
Nama :
Jabatan :
Unit Kerja :
TANGGAL PEKERJAAN HARIAN TARGET OUTPUT KENDALA
(1) (2) (3) (4) (5)

Keterangan:
1. : diisi mulai tanggal diterapkannya FWA
2. : diisi pekerjaan harian yang dilakukan sesuai dengan uraian jabatan
3. : diisi target dari pekerjaan
4. : diisi output dari pekerjaan
5. : diisi kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pekerjaan
Sementara itu, evaluasi dapat dilakukan dengan melihat tingkat
ketercapaian target/output kerja yang telah disepakati melalui laporan
pegawai yang bekerja dengan sistem FWA. Media komunikasi menjadi kunci
utama ketercapaian target/output kerja untuk mengoptimalkan kinerja
pegawai. Dalam prosesnya, atasan mengevaluasi kinerja pegawai,

132 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


memberikan feedback, mengidentifikasi kendala dan permasalahan yang
dihadapi pegawai dalam pelaksanaan tugas serta solusinya.
Salah satu metode yang dapat
Peningkatan atau penurunan hasil
digunakan dalam melakukan kinerja dapat menjadi ukuran apakah
evaluasi yaitu dengan FWA masih dapat diterapkan,
menggunakan survei. Survei dapat dikembangkan atau digeser dengan
pola lain
dilaksanakan secara online yang
kemudian direkapitulasi dan dan dianalisis sebagai bahan perbaikan untuk
pelaksanaan FWA yang dilakukan secara rutin dalam beberapa periode
misalnya dalam setiap triwulan atau semester. Responden survei
merupakan pegawai di setiap jenjang jabatan mulai dari tingkat staf, rekan
kerja hingga eselon pimpinan unit. Beberapa poin yang dapat dilakukan
evaluasi seperti kebijakan, tata cara penilaian kinerja pegawai, pengaturan
jam kerja pegawai, bentuk pelaporan, distribusi tugas dan beban kerja
secara merata dalam satu tim, infrastruktur, sistem atau aplikasi, cara
komunikasi dan kerja sama dan lain hal sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Secara ringkas, point penting dalam penerapan FWA adalah output atau
hasil kinerja. Peningkatan atau penurunan hasil kinerja dapat menjadi
ukuran apakah FWA masih dapat diterapkan, dikembangkan atau digeser
dengan pola lain.

Potret Implementasi dan Kunci Sukses Penerapan FWA


1. Praktik FWA di Instansi Pemerintah
Dengan adanya pandemi Covid-19, akselerasi FWA kemudian
dipraktikkan secara spontan oleh sebagian besar instansi pemerintah
sebagai respons (reaksi) terhadap pandemi Covid-19 yang menuntut adanya
pembatasan interaksi secara langsung. Penerapan FWA secara spontan dan
masif ini dilakukan melalui fleksibilitas pengaturan lokasi bekerja, meliputi:
pelaksanaan tugas kedinasan di kantor/work from office (WFO); dan/atau
pelaksanaan tugas kedinasan di rumah/work from home (WFH).
Kebijakan penerapan FWA sebagai paradigma baru dengan penerapan
aturan fleksibilitas bekerja secara WFO dan WFH salah satunya terdapat
dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 67 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Surat
Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 133


Nomor 58 Tahun 2020 tentang Sistem Kerja Pegawai Aparatur Sipil Negara
dalam Tatanan Normal Baru. SE MENPANRB 67/2020 ini memuat sistem
kerja bagi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam penyelenggaraan
pemerintahan di lingkungan kementerian/lembaga/daerah untuk
beradaptasi dengan tatanan normal baru produktif dan aman Covidd-19.
Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah WFH akan dipertahankan
sebagai budaya kerja baru pascapandemi (dengan berbagai penyesuaian
yang dibutuhkan)?
Saat ini, terdapat beberapa instansi yang berinisiatif menerapkan FWA
secara instansional atau parsial, diantaranya yaitu Kementerian
PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan, sebagai pengaturan pola kerja
pegawai yang memberikan fleksibilitas lokasi bekerja selama periode
tertentu. Kedua instansi ini secara praktik menerapkan pola pengaturan
pekerjaan yang bisa diprioritaskan dengan metode fleksibilitas dalam
bekerja (FWS) dan dan sarana ruang kerja bersama (co-working space) dalam
melaksanakan pola kerja.
a. Kementerian PPN/BAPPENAS
Kebijakan skema kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan
Bappenas tanpa harus ke kantor (telecommuting) diawali dengan
dikeluarkannya surat edaran Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 1
tahun 2020 tentang Implementasi Integrated Digital Workspace (IDW) dan
Smart Office di Kementerian PPN/Bappenas yang kemudian diubah
menjadi Surat Edaran Nomor 2 tahun 2020 untuk perihal yang sama.

134 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Gambar 7.2. Platform Utama Integrated Digital Workspace (IDW)

Tatang Muttaqien (2020) menjelaskan bahwa pergeseran cara kerja


dan pengambilan keputusan strategis berbasis digital secara
komprehensif perlu segera diakselerasi, terutama dengan adanya kondisi
pandemi Covid-19 yang mensyaratkan pembatasan interaksi fisik,
menuntut kerja pemerintahan berbasis digital sebagai kelaziman baru,
guna menjamin roda pemerintahan dan pelayanan publik tetap berjalan.
Maka dengan menerapkan metode IDW dan co-working space diharapkan
para ASN Kementerian PPN/Bappenas dapat berperan aktif dan bekerja
secara fleksibel, menguatkan kapasitas perencana melalui basis data
terintegrasi memperkuat kerja sama perencana dan kualitas
perencanaan melalui knowledge sharing media; memanfaatkan TIK untuk
penguatan perencanaan pembangunan serta meningkatkan
produktivitas tim, baik kelembagaan juga individual dengan tercatat
sistematis dan akuntabel. Dengan kata lain, instansi ini menerapkan
prinsip dasar dalam memberikan konsep fleksibilitas dalam penjadwalan
(schedule), fleksibilitas dalam lokasi bekerja (location), dan fleksibilitas
dalam waktu (time).

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 135


Gambar 7.3. Mekanisme Kerja Flexiwork Bappenas

b. Kemenkeu
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam Dini Kusumawati (2020) bahwa
pandemi Covid-19 mendorong perubahan yang radikal dalam
menciptakan pola kerja baru di instansinya. Penerapan konsep FWA pada
Kementerian Keuangan mengambil momentum dan pengalaman saat
Covid-19 untuk mendorong akselerasi perubahan di Kemenkeu.
Mengurangi jumlah ruang rapat dan memanfaatkan teknologi seperti
yang dilakukan saat WFH. Merancang pola kerja, infrastruktur dan budaya
kerja yang mendukung terciptanya sistem kerja dalam rangka tatanan
normal baru di Kemenkeu.
Oleh karena itu, mereka mengeluarkan kebijakan melalui Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 223/MK.01/2020 tentang Implementasi
Fleksibilitas Tempat Bekerja (Flexible Working Space) di lingkungan
Kementerian Keuangan dimana aturan tersebut mengatur pola kerja
pegawai yang memberikan fleksibilitas lokasi bekerja selama periode
tertentu dengan memaksimalkan teknologi. Kebijakan ini menetapkan
prioritas yang dapat dilakukan melalui skema FWS antara lain pekerjaan
perumusan kebijakan atau rekomendasi kebijakan, tidak bertatap muka
secara langsung dengan pengguna layanan, dan pekerjaan dapat
dilakukan secara online. Untuk mekanisme dan pengaturannya, kuota dan
batas waktu FWS ditentukan oleh pimpinan unit kerja secara berjenjang

136 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


dengan mempertimbangkan prinsip keadilan, proporsionalitas,
ketertiban, efektivitas pelaksanaan tugas, serta fungsi dan
keberlangsungan layanan unit kerja. Dalam hal ini Kemenkeu
menerapkan kriteria FWS sebagai reward bagi para pegawainya yang
memiliki kinerja dan kompetensi tinggi disertai pertimbangan dan
rencana pelaksanaan FWS yang meliputi lokasi, durasi, dan rencana kerja.
Selama pelaksanaan FWS, pegawai Kemenkeu melakukan presensi sesuai
penugasan, menyusun rencana kerja harian dan melaporkan
pekerjaannya kepada atasan langsung pegawai tersebut. Kemenkeu juga
menerapkan kebijakan co-working space dengan menerapkan aturan
melali KMK No. 453 Th 2020 tentang Activity Based Workplace (ABW). ABW
merupakan transformasi strategi dalam bekerja dengan memanfaatkan
ruang kerja bersama dan memaksimalkan TIK untuk meningkatkan dan
menjaga produktivitas pegawai. Selama pelaksanaan FWS, pegawai
Kemenkeu tetap menerima gaji, tunjangan kinerja, uang makan, dan
fasilitas lainnya sesuai ketentuan yang berlaku. Semua ini dilakukan
bertujuan untuk memudahkan organisasi dalam memenuhi harapan dari
pengguna layanan, pemenuhan mandat organisasi secara efektif dan
efisien, serta mewujudkan kemudahan bagi para pegawai Kemenkeu.
Gambar 7.4. Pola Kerja di Kemenkeu

Sumber: Dini Kusumawati (2020)

2. Kunci Sukses Penerapan FWA


Dengan berkaca pada agenda reformasi birokrasi nasional dan urgensi
FWA, penerapan FWA dengan berbagai variasinya dapat dipandang sebagai
kebutuhan yang tidak dapat ditawar lagi. Jika melihat pengalaman pada
kedua organisasi publik yang dicontohkan diatas, beberapa poin penting

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 137


yang harus diperhatikan dalam menjamin keberhasilan pelaksanaan FWA
adalah:
Pertama, memastikan target kinerja yang jelas, pembagian kinerja yang
proporsional, dan tenggat waktu pencapaian kinerja yang terukur. Hal ini
juga membutuhkan social capital berupa trust base, yaitu kepercayaan dari
atasan kepada bawahan dan sebaliknya (bawahan kepada atasan).

Selain itu, kedua, fleksibilitas kerja membutuhkan penguatan kapasitas,


data yang terintegrasi, knowledge
FWA membutuhkan social capital
sharing, dan dukungan TIK. Dengan berupa trust base, yaitu kepercayaan
terpenuhinya hal tersebut, akan dari atasan kepada bawahan dan
muncul produktivitas tim yang lebih sebaliknya (bawahan kepada atasan)

baik yang akan berkontribusi secara


sistematis dan akuntabel terhadap organisasi. Dengan kata lain, penerapan
FWA membutuhkan Sistem Manajemen Kinerja yang solid dan terukur,
namun memungkinkan pegawai untuk bekerja secara fleksibel demi
mendorong pencapaian hasil yang lebih tinggi.

Ketiga, pengaturan kerja yang fleksibel harus dikaitkan dengan


implementasi reformasi birokrasi dalam kerangka perubahan budaya kerja
ASN adaptif di era digital (Tatang Muttaqien, 2020). Pengaturan kerja
fleksibel juga harus dikaitkan dengan upaya untuk mendorong efisiensi dan
re-shaping anggaran (lebih ramping dan tepat sasaran).

138 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


BAB VIII
SISTEM INFORMASI KINERJA

Transformasi Digital Untuk Mendukung Industri 4.0


Transformasi digital identik dengan penggunaan teknologi untuk
mengubah proses analog menjadi digital. Transformasi digital ini merujuk
pada cara teknologi merevolusionerkan bisnis dengan berbagai bidang
teknologi yang baru seperti pembelajaran mesin, data besar, dan internet
untuk segala hal. Baik itu dilakukan oleh masyarakat, perusahaan maupun
instansi pemerintah. Biasanya penggunaan digitalisasi ini dilakukan untuk
meningkatkan pengalaman pelanggan, rantai pasokan, pengelolaan
pemangku kepentingan, dan keseluruhan proses bisnis.

1. Perkembangan Terkini Teknologi Informasi dan Komunikasi

Perkembangan TIK/digital ini memungkinkan kita untuk mendapatkan


informasi apapun yang dibutuhkan guna meningkatkan kinerja kita sebagai
pegawai (ASN). Apalagi pada industri 4.0, teknologi digitalisasi bisa menjadi
media perantara untuk menuju praktik literasi yang dapat menghasilkan teks
berbasis cetak (Amanda, 2021) yang tentu saja akan memudahkan kita
mendapatkan sumber pengetahuan yang dibutuhkan dan mendorong
peningkatan kinerja aparatur

Berdasarkan Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi


(IP-TIK) Indonesia tahun 2018-2019 yang telah dilakukan Badan Pusat
Statistik (BPS) terjadi peningkatan nilai yaitu sebesar 5,07 di tahun 2018
menjadi 5,32 di tahun 2019 pada skala 0-10, dengan pertumbuhan sebesar
4,96 persen. Ini ditandai juga dengan peningkatan nilai pada subindeksnya
yakni akses & infrastruktur, penggunaan, keahlian. Secara jelas IP-TIK
Indonesia dapat terlihat pada tabel berikut:

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 139


Tabel 8.1. Perkembangan IP-TIK Indonesia, 2018-2019
IP-TIK IP-TIK Pertumbuhan
Subindex
2018 2019 (%)
Akses & Infrastruktur 5,34 5,53 3,56
Penggunaan 4,45 4,85 8,99
Keahlian 5,76 5,84 1,31
IP-TIK 5,07 5,32 4,96
Skala IP-TIK: 0-10
Sumber: Hasil Pengolahan Subdirektorat Statistik Komunikasi dan TI, BPS (Buku
Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi 2019)

Pertumbuhan pembangunan teknologi informasi dan komunikasi


menandakan peluang masyarakat mengakses sumber informasi digital
semakin terbuka. Menurut Syakilah et al. (2020:27) pada tahun 2019,
jaringan internet yang digunakan mayoritas penduduk Indonesia adalah
mobile broadband. Ada sekitar 92 pelanggan dari 100 penduduk
berlangganan mobile broadband untuk mengakses informasi digital.
Masyarakat juga mulai melirik penggunaan fixed broadband. Terbukti dengan
adanya peningkatan pelanggan fixed broadband selama empat tahun
terakhir. Dengan perbandingan dari 100 penduduk terdapat 3 atau 4
penduduk menggunakan fixed broadband. Ini membuka peluang untuk
memanfaatkan teknologi digital untuk mendapatkan informasi tertentu yang
dibutuhkan dalam peningkatan kinerja.

Dukungan infrastruktur tentu menjadi hal yang krusial dalam


pengembangan teknologi informasi. Peningkatan penggunaannya dan
perkembangan keahlian masyarakat dalam memanfaatkan teknologi tentu
perlu didukung oleh infrastruktur yang baik. Dalam IP-TIK Indonesia
indikator penilai dari pengembangan akses dan infrastruktur terdiri lima
indikator yaitu pelanggan telepon tetap per 100 penduduk, pelanggan
telepon seluler per 100 penduduk, bandwidth internet internasional per
pengguna, persentase rumah tangga dengan komputer, dan persentase
rumah tangga dengan akses internet.

140 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Ketersediaan bandwidth internet internasional per pengguna adalah hal
paling penting untuk diperhatikan dalam pemanfaatan teknologi informasi
dilihat melalui akses dan infrastruktur.

Apalagi jika penggunaan TIK dilakukan oleh seluruh instansi pemerintah.


Pastinya akan selalu dikaitkan dengan penyelenggaraan pelayanan publik
dan kinerja. Ketersediaan bandwidth internet ini semakin besar dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2018, bandwidth internet internasional sebesar 47.918
bits per pengguna menjadi 91.063 bits per pengguna pada tahun 2019.

Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi sudah jelas


dilakukan untuk melakukan transformasi digital dari pelaksanaan proses
bisnis bagi perusahaan maupun instansi pemerintah. Tentu saja ini akan
membawa manfaat dalam meningkatkan pengelolaan sumber daya bagi
organisasi terutama instansi pemerintah. Selain itu juga akan menjadikan
proses bisnis yang lebih efisien. Bagi birokrasi pemerintah akan menciptakan
budaya kerja yang lebih fleksibel. Karena akan mendorong pemerintah
untuk menghilangkan pengkotak-kotakan atau ego sektoral. Tentu saja
dengan membuka saluran komunikasi, memelopori rasa tanggung jawab,
pemberdayaan serta pemberian inspirasi bagi semua kalangan. Pada
akhirnya hal itu akan terkait dengan sasaran kinerja dari proses bisnis yang
sudah ditentukan.

Perkembangan TIK seharusnya memberi kemanfaatan bagi instansi


pemerintah jika prosesnya dilakukan secara tepat. Pada akhirnya berujung
pada peningkatan kinerja instansi pemerintah. Kinerja instansi pemerintah
ini sendiri sudah diatur dalam kebijakan terkait manajemen kinerja. Dan
dalam pelaksanaannya juga memanfaatkan teknologi digital yang dinilai
lebih efisien dalam pengelolaan kinerja baik secara instansional maupun
secara individual.

Perkembangan TIK yang pesat telah memberikan dampak pada


kehidupan manusia secara umum. Dalam hal pemerintahan, kemajuan TIK
ini telah membawa suatu fenomena baru yang disebut sebagai
pemerintahan berbasis elektronik atau e-government. Kehadiran
e-government dengan segala manfaat yang dibawanya membuka peluang
bagi pemerintah untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 141


masyarakat. Hal yang mendesak tentu saja menjawab tantangan dalam
implementasinya.

Pemanfaatan e-government di Indonesia masih jauh tertinggal dari


negara-negara maju lainnya. Namun, dari tahun ke tahun pemerintah terus
memperbaiki diri. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei E-Government
Development Index (EGDI) yang diselenggarakan oleh United Nations. Survei
ini menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat 88 dari 193 negara
pada tahun 2020 (United Nations, 2020). Hasil survei tahun 2020 itu
menunjukkan kenaikan 19 peringkat jika dibandingkan tahun 2018 yang
berada di urutan 107 dan urutan 116 di tahun 2016. Menurut laporan
tersebut, meskipun dihadapkan dengan banyak tantangan, pada tahun 2020
ini negara-negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia mampu
membuat kemajuan menuju transformasi digital.

Kemajuan dan perkembangan teknologi informasi telah mendorong


pemerintahan untuk berbenah. Informasi dalam bentuk arsip hard copy yang
menumpuk memenuhi ruang-ruang kerja birokrasi sudah tidak relevan lagi
untuk dipertahankan. Semua hal yang terkait dengan informasi akan lebih
efisien dan mudah ditemukan kembali jika direkam menggunakan sebuah
sistem informasi.

Apa contoh paling sederhana dari transformasi digital dalam hal sistem
informasi di pemerintahan Indonesia? Pada masa pandemi Covid-19 ini,
jawaban paling mudah adalah dengan menunjuk e-HAC (Kartu Kewaspadaan
Kesehatan versi modern). Pada saat ini semua warga Indonesia yang
melakukan perjalanan darat, laut, dan udara dipersyaratkan untuk mengisi
e-HAC. Dengan pengisian e-HAC itu negara dapat mengetahui informasi
kesehatan dan lokasi di daerah mana warganya berada.

Kehadiran e-HAC pada masa pandemi ini melengkapi berbagai nama


kegiatan yang terlebih dahulu muncul seperti e-government, e-commerce,
e-education, e-medicine, e-laboratory, dan lainnya. e-HAC sendiri merupakan
turunan dari e-government yang mengacu pada penggunaan teknologi
informasi oleh pemerintahan, seperti menggunakan intranet dan internet,
yang mempunyai kemampuan menghubungkan keperluan penduduk,
bisnis, dan kegiatan lainnya.

142 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Menurut Yudho Giri Sucahyo dkk (2013) istilah e-government merupakan
pendekatan dari electronic-government yang dapat diartikan secara
etimologis sebagai pemerintahan secara elektronik. Penerapan kebijakan
e-government dilakukan dengan cara memanfaatkan secara optimal
kemajuan teknologi informasi untuk mengeliminasi sekat-sekat organisasi
dan birokrasi. Istilah ini sering dipahami sebagai sebagai pemanfaatan TIK
secara maksimal untuk meningkatkan efektivitas, kinerja, dan pelayanan
pemerintah bagi masyarakat umum.

Namun, selain pelayanan pada masyarakat umum seperti e-HAC,


e-government juga memiliki bentuk lain. Menurut (Indrajit, 2002) dalam (Vita
Elysa & dkk, 2017) setidaknya terdapat empat klasifikasi hubungan bentuk
baru bagi penggunaan TIK pada e-government:

a. Government to Citizens
Bentuk penggunaan e-government paling umum dimana pemerintah
membangun dan menerapkan berbagai portofolio teknologi
informasi untuk berinteraksi dengan masyarakat.
b. Government to Business
Bentuk penyediaan pelayanan data dan informasi dari pemerintah
bagi kalangan bisnis.
c. Government to Government
Bentuk penggunaan e-government untuk interaksi antara satu
pemerintah dengan pemerintah lainnya dalam rangka memudahkan
proses kerja sama.
d. Government to Employees
Bentuk penggunaan yang ditujukan bagi para staf di instansi
pemerintahan. Selain itu tujuan dari kebijakan e-government adalah
untuk mengurangi penggunaan sistem manual atau penggunaan
kertas dalam setiap pelayanan.
Sistem informasi kinerja termasuk dalam bentuk Government to
Employees, karena sistem ini bersifat mendukung kebutuhan informasi di
internal pemerintahan.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 143


2. Transformasi Digital dalam Pelaksanaan Manajemen Kinerja

Transformasi digital membawa segala bentuk kegiatan yang dilakukan


dapat dikerjakan menggunakan sebuah sistem. Apalagi dengan adanya
pengembangan TIK yang mendorong kemudahan akses mendapatkan
informasi. Seolah-olah mengajak pelaku kegiatan termasuk pemerintah
untuk mengembangkan aplikasi digital yang memudahkan pelaksanaan
kerja dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Pengembangan sistem digital disisi pemerintah didorong secara masif


yang ditandai munculnya konsep e-government. Melalui penyelenggaraan
e-government ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas pelayanan
pemerintah kepada para stakeholders-nya (masyarakat, kalangan bisnis, dan
industri) terutama dalam hal kinerja efektivitas dan efisiensi di berbagai
bidang kehidupan bernegara.

Konsep e-government bisa dikatakan sebagai sistem teknologi informasi


yang dikembangkan oleh pemerintah dalam memberikan pilihan kepada
masyarakatnya kapan dan dimanapun mereka bisa mendapatkan
kemudahan akses informasi dan layanan yang pemerintah berikan
kepadanya (Yohanitas, 2013). Kunci sukses pelaksanaannya pula
kepemimpinan, kesiapan infrastruktur, kesinambungan informasi, kualitas
sumber daya manusia (SDM), dan dukungan masyarakat (LAN, 2009). Dan
sistem manajemen kinerja tidak luput dari perubahan pelaksanaannya
menjadi digital atau masuk ke ranah e-government tersebut.

Transformasi digital terhadap pelaksanaan manajemen kinerja


dilakukan dengan memahami terlebih dahulu tahapan terbentuknya
manajemen kinerja tersebut. Apalagi saat ini pelaksanaannya juga sudah
masuk pada kinerja individu yang ada didalam organisasi/instansi. Selain itu
pada prinsipnya, penerapan manajemen kinerja dilakukan seiring dengan
penerapan anggaran berbasis kinerja yang dituntut lebih responsif dan
mampu memfasilitasi pemenuhan tuntutan atas peningkatan kualitas
pelayanan publik (LAN, 2008).

Manajemen kinerja merupakan proses strategis dan terpadu yang


menunjang keberhasilan organisasi melalui pengembangan performansi
SDM (LAN, 2009) dengan memberikan pemahaman tentang pengelolaan

144 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


tingkat pencapaian kebijakan (kinerja kebijakan) sesuai dengan rencana
kinerja yang telah ditetapkan (Hamka, 2005). Oleh karena itu kemampuan
SDM sebagai kontributor dari kinerja itu perlu dikembangkan melalui proses
bersama antara manajer dan individu yang lebih berdasarkan kesepakatan
daripada instruksi. Manajemen kinerja ini termasuk adanya perencanaan
strategis dimana perlu adanya perumusan visi misi dan nilai organisasi.
Selain itu termasuk juga adanya rencana kinerja penetapan kinerja dan
pemenuhan kinerja tahunan yang dilakukan secara cascading dari instansi,
unit kerja sampai kepada tiap individu. Kemudian perlu juga adanya
monitoring evaluasi serta laporan dari pencapaian kinerja tersebut.

Proses manajemen kinerja inilah yang diperlukan untuk dijadikan


sebuah sistem manajemen kinerja yang utuh. Namun pada praktiknya
sistem yang dikembangkan oleh instansi pemerintah disusun secara parsial
dan masih adanya ketidaksinkronan dari perencanaan sampai
pencapaiannya. Selain itu ada dari sistem itu tidak dikembangkan menjadi
sebuah sistem.

3. Permasalahan Sistem Informasi Kinerja Pegawai

Penerapan sistem informasi kinerja pegawai sebagai suatu instrumen di


internal pemerintahan menghadapi berbagai tantangan. Di sini, menarik
untuk melihat pada beberapa penelitian yang pernah dilakukan. Penelitian
yang dilakukan oleh Rakhmawanto (2017) misalnya, menemukan beberapa
faktor yang menghambat implementasi sistem manajemen ASN berbasis
teknologi informasi: minimnya kuantitas SDM, kurang lengkapnya sarana
serta prasarana, terbatasnya software, data ASN yang tidak valid, dan belum
kuatnya jaringan internet.

Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Marlian dan Sari (2020)


menemukan bahwa sebelum pemberlakuan Sabilulungan Sistem Penilaian
Kinerja Pegawai (SASIKAP) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung:
penyusunan SKP dan dokumen penilaian kinerja tahunan dilakukan hanya
pada saat dibutuhkan, penilaian kinerja dilakukan satu tahun sekali dan
bahkan tidak dilakukan jika tidak dibutuhkan, sulit melakukan pemantauan
dan pengawasan penilaian kinerja pegawai, dan pemerintah tidak memiliki
basis data kinerja pegawai secara valid dan real time.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 145


Selanjutnya, dalam penelitian yang dilakukan Meitika (2020) ditemukan
bahwa penerapan aplikasi Sistem Penilaian Kinerja Aparatur Secara
Elektronik (e-SIKAP) di Pemerintah Provinsi Riau juga membawa perubahan
dalam perilaku PNS. Sebelum diterapkannya e-SIKAP di lingkungan
Pemerintah Provinsi Riau, laporan SKP dibuat secara manual oleh PNS dan
penilaiannya tidak akurat karena atasan tidak tahu secara jelas target yang
dibuat oleh para PNS.

Dalam kesimpulan penelitiannya, Meitika (2020) menyatakan bahwa


dalam menerapkan e-government dalam penilaian kinerja pegawai terdapat
beberapa faktor penghambat yaitu: kesiapan sumber daya manusia di
pemerintah, perubahan paradigma, sosialisasi, dan software. Identifikasi
hambatan ini dapat memberikan gambaran bahwa upaya transformasi
digital dalam tubuh pemerintahan itu tidak mudah. Meskipun demikian,
transformasi itu perlu untuk didorong karena manfaat dari kehadiran sistem
informasi manajemen ASN yakni mendapatkan informasi tentang
keadaan/profil pegawai yang cepat dan akurat (Rakhmawanto, 2017).

Selain itu, sistem informasi kinerja pegawai tidak terlepas dari sistem
informasi lain yang terkait yang memerlukan integrasi data. Dan sistem
memang tidak langsung terkait dengan pegawai, tetapi terkait dengan
instansi dan unit kerja pegawai tersebut. Tentu saja ini terkait dengan sistem
manajemen kinerja yang terhubung dalam sebuah sistem akuntabilitas
instansi pemerintah secara utuh. Sistem ini dimulai dari terkait dengan
perencanaan kinerja instansi pemerintah, perencanaan keuangan instansi
pemerintah yang menjadi motor penggerak rencana pembangunan secara
nasional. Kemudian terkait juga dengan teknis pelaksanaannya yang
dituangkan dalam rencana program kerja instansi dan unit kerja masing-
masing instansi pemerintah.

Namun semua itu belum ada sistem informasi yang terintegrasi dengan
baik dari tingkat nasional, tingkat instansi, tingkat unit kerja yang pada
akhirnya ke kinerja pegawai sebagai individu yang dapat menjalankan semua
perencanaannya. Disinilah permasalahan itu muncul. Padahal
perkembangan sistem informasi dan komunikasi seharusnya bisa
memfasilitasi itu semua. Sehingga minimnya kuantitas SDM, kurang
lengkapnya sarana serta prasarana, terbatasnya software, tidak validnya data

146 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


ASN akan selalu menjadi alasan kekurangan tata kelola dari manajemen
kinerja secara keseluruhan. Untuk itu dibutuhkan model sistem informasi
kinerja yang terintegrasi

Model dan Pengelolaan Sistem Informasi Kinerja


1. Urgensi Pendokumentasian Kinerja
Perkembangan teknologi telah mengubah banyak hal, termasuk cara
kerja ASN. Secara faktual, ASN pada masa ini sebenarnya bisa melaksanakan
kerja dari mana saja dan kapan saja, tanpa perlu setiap hari datang ke
kantor. Hal ini dibuktikan dengan pemberlakuan kebijakan Work From Home
(WFH) sejak pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia pada bulan Maret 2020.
Pemberlakukan WFH ini terkesan revolusioner dan drastis, akan tetapi jika
dilihat lebih rinci sebenarnya tidak juga. Pemerintah Indonesia sejak
beberapa tahun lalu telah memulai langkah-langkah transformasi digital di
tubuh birokrasi. Salah satunya dalam hal pengelolaan sistem informasi
kinerja.

Pemberlakuan WFH selama masa pandemi Covid-19 didukung oleh


keberadaan sistem informasi kinerja. Oleh karenanya, tidak mengherankan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia No. 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen
Kinerja Pegawai Negeri Sipil terbit, di dalamnya dijelaskan bahwa sistem
informasi kinerja adalah bagian tak terpisahkan dari sistem manajemen
kinerja PNS.

Sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) PermenPAN-RB No. 8 Tahun 2021


tentang Sistem Manajemen Kinerja PNS bahwa “Badan Kepegawaian Negara
menyiapkan aplikasi informasi kinerja PNS secara nasional yang dapat
diintegrasikan dengan aplikasi kinerja PNS di Instansi Pemerintah”. Hal ini
memberikan gambaran bahwa selain BKN, instansi pemerintah juga
diperbolehkan untuk mengembangkan aplikasi kinerja PNS sesuai keperluan
masing-masing. Meskipun demikian, aplikasi-aplikasi di instansi pemerintah
itu tetap harus diintegrasikan untuk memudahkan proses pelaporan kepada
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendayagunaan aparatur negara.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 147


Ada beberapa instansi pemerintah yang telah lebih dulu
memberlakukan penilaian kinerja melalui pemanfaatan teknologi informasi,
seperti Sistem Penilaian Kinerja Aparatur (SIKERJA) milik Kementerian Dalam
Negeri, Sistem Informasi Visum Kinerja (SIVIKA) milik Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), e-performance milik Pemerintah
Kota Surabaya, e-kinerja milik Pemerintah Kota Banda Aceh, Sabilulungan
Sistem Penilaian Kinerja Pegawai (SASIKAP) milik Pemerintah Kabupaten
Bandung Sistem Penilaian Kinerja Aparatur Secara Elektronik (E-SIKAP) milik
Pemerintah Provinsi Riau, dan beberapa aplikasi serupa.

2. Model Pengelolaan Sistem Informasi Kinerja

Banyaknya sistem yang diciptakan masing masing instansi pemerintah


dalam merapikan pendokumentasian kinerja instansi pemerintah dan
pegawai pemerintah menjadi gambaran bahwa perkembangan teknologi
dan komunikasi sebenarnya bisa membantu mewujudkan otomasi kerja
instansi. Sehingga yang menjadi pertanyaan bersama adalah terkait integrasi
dari sistem yang dikembangkan tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan model
pengelolaan sistem informasi kinerja tersebut dari skala nasional,
instansional, unit kerja dan individu.

148 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


DAFTAR PUSTAKA

Amanda, Septiany. 2021. Apa itu Literasi Digital, Prinsip Dasar, Manfaat, dan
Contohnya. Dapat diakses di (https://tirto.id/apa-itu-literasi-digital-
prinsip-dasar-manfaat-dan-contohnya-gbhL , pada April 2021)
Armstrong, Michael and Angela Baron. 1998. Performance Management, The
New Realities, Institute of Personnel and Development, London,
Amstrong, 2006. Performance Management, Key Strategies and Practical
Guidelines. Third Edition. Kogan Page. London and Philadelphia.
Armstrong, Michael and Angela Baron., Managing Performance: Performance
Management in Action, Chartered Institute of Personnel and
Development, London, 2007.
Byars, L. L., & Rue, L. W. 2006. Human Resources Management. New York:
McGraw-Hill Irwin.
Department of Economic and Social Affairs. 2020. E-government survei 2020,
Digital Government in the Decade of Action for Sustainable Development.
United Nations.
Dida Dinarsyah, Nova Dwi Rahayu. Menuju Implementasi Flexible Working
Arrangement Ideal Pasca Masa Covid-19 (Studi Praktik Terbaik Pada
Kementerian Kelautan dan Perikanan). JURNAL DESENTRALISASI DAN
KEBIJAKAN PUBLIK, Vol. 01, No.02-September 2020.
Echols, John M. dan Hassan Shadily. 1983. Kamus Inggris Indonesia: An English
– Indonesian Dictionary. Jakarta: PT Gramedia
Erna Irawati. Menyongsong Flexible Working Arrangement bagi ASN. Jurnal
Analis Kebijakan Vol.3, No.1 Tahun 2019.
Erna Irawati, Rizky Fitria, Yudiantarti Safitri, dan Rabiatul Adawiyah. Flexible
Working Arrangement (FWA) untuk Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dandelion Publisher. Bogor. 2020.
Fadhila, Aulia Annisaa dan Wicaksana, Lungid. Sistematik Review: Flexible
Working Arrangement (FWA) Sebagai Paradigma Baru ASN Di Tengah
Pandemi Covid-19. Spirit Publik Volume 15, Nomor 2, 2020. Halaman
111-130 P-ISSN. 1907-0489 E-ISSN 2580-3875.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 149


Gibson, James L, John M.I, James H.Donnelly. 1995. Organisasi, Perilaku,
Struktur, Proses. Edisi Kedelapan. Jakarta: Bina Aksara.
Hamka. 2005. Manajemen Stratejik dan Manajemen Kinerja Pada Sektor Publik.
Jurnal Administrasi Publik 1(4): 175-187
Indrajit, Richardus Eko. 2004. Strategi Pembangunan dan Pengembangan
Sistem Pelayanan Berbasis Teknologi Digital. (Jurnal online).
(https://jurnal.unikom.ac.id). Diakses 16 Juli 2018.
Jones, Pam., Managing for Performance, Delivering Results Through Others,
Pearson Prentice Hall Business, London, 2007.
Kaswan, Coaching dan Mentoring Untuk Pengembangan SDM dan Peningkatan
Kinerja SDM, Alfabeta, 2018
Kusumawati, Dini. Implementasi Flexible Working Arrangement Kementerian
Keuangan. Disampaikan pada PMO Informal Meeting (PIM) II Sekretariat
Jenderal Kementerian Keuangan. Senin 8 Juni 2020.
Lembaga Administrasi Negara. 2008. Pedoman Penerapan Manajemen Kinerja
pada instansi Pemerintah. Lembaga Administrasi Negara. Jakarta.
Lembaga Administrasi Negara. 2009. Buku Referensi Perancangan
Pembangunan Teknologi Informasi Pemerintah Daerah (Local e-Gov Grand
Desain). Lembaga Administrasi Negara. Jakarta.
Lembaga Administrasi Negara. 2009. Modul-Modul Manajemen Kinerja.
Lembaga Administrasi Negara. Jakarta.
Marlian, S., & Sari, D. S. (2020). Implementasi Kebijakan Sabilulungan Sistem
Penilaian Kinerja Pegawai (SASIKAP) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten
Bandung. Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik, 5(2), 208-227.
Mathis L Robert & Jackson, Manajemen Sumber Daya Manusia ed 10, Salemba
Empat, 2006
Meitika, Dela dan Baskoro Wicaksono. 2020. Penerapan Electronic Government
(E-Gov) Dalam Penilaian Kinerja Pegawai Di Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Riau Tahun 2018-2019. JOM FISIP Vol. 7: Edisi II Juli – Desember
2020.
M Stone Florence, Coaching, Counselling & Mentoring: How to Choose & Use The
Right Technique to Boost Employee Performance, AMACOM, NY10019
Noer Muhammad, Perbedaan Coaching, Consulting dan Mentoring,
Presenta.co.id, Sept 2018

150 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


OECD, 2016. Engaging Public Employees for a High Performing Civil Service. The
Organization for Economic Co-operation and Development.
Oswar Mungkasa. Bekerja Jarak Jauh (Telecommuting): Konsep, Penerapan, dan
Pembelajaran. BAPPENAS Working Papers Volume III, No.1-Maret 2020.
Oswar Mungkasa. Bekerja dari Rumah (Working from Home/WFH): Menuju
Tatanan Baru Era Pandemi Covid-19. BAPPENAS Working Papers Volume
IV, No.2-Juni 2020. Rakhmawanto, A. (2017). PENGEMBANGAN SISTEM
MANAJEMEN APARATUR SIPIL NEGARA BERBASIS TEKNOLOGI
INFORMASI. Civil Service Journal, 11 (2 November).
Pulakos, Elaine D., 2004. Performance Management, A Roadmap for Developing,
Implementing and Evaluating Performance Management Systems. SHRM
Foundation. USA.
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN. Analisis Model Flexible
Working Time di Instansi Pemerintah. Policy Brief, No.038-Desember
2019.
Rahmawati Hanny Yustrianthe. Pengaruh Flexible Work Arrangement terhadap
Role Conflict, Role Overload, Reduced Personal Accomplishment, Job
Satisfaction, dan Intention to Stay. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol.10,
No.3, Desember 2008.
Soehartono, Octa. Telaah Penerapan Pencegahan Penyebaran COVID-19 di
lingkungan Lembaga Administrasi Negara. Telaah Kebijakan.
Disampaikan pada 24 Juli 2020.
Sungjoo Choi. Managing Flexible Work Arrangements in Government: Testing the
Effects of Institutional and Managerial Support. Public Personnel
Management. November 2017. diakses melalui
https://www.researchgate.net/publication/320862023.
Syakilah, Adriyani et al. 2020. Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan
Komunikasi 2019. Badan Pusat Statistik: Jakarta.
Tatang Muttaqin. Peluang Implementasi Flexible Working Arrangement di
Birokrasi: Pengalaman Kementerian PPN/BAPPENAS. Bahan presentasi,
disampaikan pada acara Webinar Transformasi Manajemen ASN untuk
ASN Unggul, LAN RI, 16 Juli 2020.

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 151


Vita Elysa, & dkk. (2017). Implementasi E-Government Untuk Mendorong
Pelayanan Publik Yang Terintegrasi Di Indonesia. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka (repository.ut.ac.id).
Wardiana, W. (2013). Perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia.
European Archives of Psychiatry and Clinical Neuroscience, 243(5), 224–
228. https://doi.org/10.1007/BF02191578
Yohanitas, Witra Apdhi. 2013. Pengujian Penerapan E-Lakip Di Daerah Terpilih.
Jurnal Borneo Administrator/Volume 9/ No. 1/2013.
Peraturan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai.
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai
Negeri Sipil
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja
Pegawai Negeri Sipil
Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan
Berbasis Elektronik.
Keputusan Presiden Nomor 68/1995 tentang Hari Kerja di Lingkungan
Lembaga Pemerintah.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem
Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil.
Keputusan Menteri Keuangan No. 223 Th 2020 tentang Implementasi
Fleksibilitas Tempat Bekerja (Flexible Working Space) di lingkungan
Kementerian Keuangan.
Keputusan Menteri Keuangan No. 453 Th 2020 tentang Activity Based
Workplace (ABW) di lingkungan Kementerian Keuangan.
Surat Edaran Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 1 tahun 2020 Tentang
Implementasi Integrated Digital Workspace (IDW) dan Smart Office di
Kementerian PPN/Bappenas
Surat Edaran Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 2 tahun 2020 Tentang
Perubahan Atas Surat Edaran Menteri Perencanaan Pembangunan

152 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor
1 tahun 2020 Implementasi Integrated Digital Workspace (IDW) dan
Smart Office di Kementerian PPN/Bappenas.
Surat Edaran Nomor SE-45/MK.1/2020 Tentang Pedoman Penyiapan Dan
Penggunaan Satellite Office Di Lingkungan Kementerian Keuangan.
Internet
https://www.rmolbanten.com/read/2020/06/14/17605/Pandemik-Covid-19-
Dan-Jam-Kerja-ASN-
https://www.blj.co.id/2020/04/02/flexible-work-arrangements-pergeseran-
budaya-kerja-yang-kini-semakin-menarik/
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191203150230-20-
453759/pemerintah-kaji-jatah-libur-tambahan-pns-selain-sabtu-
minggu
https://riaupos.jawapos.com/nasional/08/12/2019/216360/asn-17-instansi-
bisa-4-hari-kerja.html
https://publicadministration.un.org/egovkb/Portals/egovkb/Documents/un/
2020-Survei/2020%20UN%20E-
Government%20Survei%20(Full%20Report).pdf
https://studylibid.com/doc/487898/1-manajemen-kinerja-pengertian.
https://glcworld.co.id/coaching-adalah/
https://id.hrnote.asia/orgdevelopment/mengenal-apa-itu-coaching-dan-
manfaatnya-bagi-perusahaan-210624/
https://www.mauorder.com/beberapa-tujuan-coaching-dalam-
lingkungan-perusahaan/

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 153


BIODATA PENULIS
Hary Supriadi adalah Widyaiswara Utama pada Pusat
Pengembangan Kompetensi Kepemimpinan Nasional
dan Manajerial ASN LAN-RI. Ia menyelesaikan
pendidikan S1 Hukum Keperdataan pada Fakultas
Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin
tahun 1992, S2 Urban Management pada IHS-Erasmus
University, Rotterdam tahun 1999, dan S3 Ilmu
Administrasi Publik pada Universitas Brawijaya Malang tahun 2007. Dalam
karier sebagai PNS yang bersangkutan pernah menjabat sebagai Asisten
Ekobangkesra Kabupaten Banjar, Asisten Pemerintahan Kabupaten Banjar,
Kepala Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan
Kabupaten Banjar, Kepala Pusat Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah
LAN-RI, dan Kepala Pusat Kajian Manajemen ASN LAN RI. Di bidang akademis
yang bersangkutan pernah menjadi dosen tidak tetap Magister Sain
Administrasi Publik Universitas Lambung Mangkurat, Dosen Tidak Tetap
Magister Administrasi Publik Universitas Lambung Mangkurat, menjadi
dosen tidak tetap Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Bina Banua Banjarmasin,
dan menjadi Pelatih pada beberapa pelatihan yang diselenggarakan oleh
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Contact Person:
[email protected] atau 081953656327

Suripto merupakan Peneliti Madya LAN sejak tahun


2015. Berkarier di Lembaga Administrasi Negara sejak
tahun 1996 dan berkecimpung dalam dunia penelitian
sejak tahun 2004. Fokus dan expertise penelitian dalam
bidang penataan organisasi, manajemen kinerja,
reformasi birokrasi dan manajemen ASN. Selain
penelitian juga berpengalaman dalam asistensi instansi
pemerintah dalam pengembangan inovasi sektor publik dan pemateri dalam
pengembangan kompetensi teknis seperti manajemen kinerja, berpikir
kreatif, bisnis proses / SOP, dan lainnya. Untuk mendapatkan berbagai
materi tersebut dapat mengunjungi https://www.slideshare.net/Suripto3x
atau email [email protected] atau 081514640497
154 | Sistem Manajemen Kinerja ASN
Marsono adalah Peneliti Ahli Madya pada Pusat Teknologi
Pengembangan Kompetensi LAN RI Jakarta, dengan bidang
kepakaran Administrasi Publik dengan spesialisasi
performance manajemen, pelayanan publik, tatalaksana dan
standar kompetensi ASN. Pendidikan S1 Ekonomi
Manajemen dan S2 Manajemen Keuangan di Jakarta.
Beberapa pelatihan yang pernah diikuti antara lain: Diklat Kepemimpinan
Tingkat IV; Diklat Metodologi Riset; Diklat Training Need Analysis (TNA);
Diklat Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP); Diklat Analisis Kebijakan Publik;
Diklat Professional Writing; Diklat Training Of Fasilitator Pelayanan Publik;
Pengadaan Barang Jasa; Master Trainer Diklatpim Tk. IV; Asesor Sertifikasi
Widyaiswara; Training Of Fasilitator Standar Pelayanan Minimal; Master
Trainer Champion Innovation; English Public Speaking; (14) Workshop
Pengembangan Konten E-Learning. Menjadi Peneliti di LAN sejak tahun 2000
dan terlibat sebagai koordinator dan anggota tim peneliti berbagai kajian
dalam rangka peningkatan penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai
anggota tim penyusunan Sistem Penggajian Hakim dan Hakim Agung pada
Mahkamah Agung RI tahun 2019. Pernah mengajar di STIA -LAN RI Jakarta
sejak tahun 2013–2018. Menjadi Narasumber Standar Kompetensi ASN,
Penyusunan Tatalaksana (Bisnis Proses), Standar Pelayanan Publik, Standar
Pelayanan Minimal, SKM dan Pengembangan Inovasi Administrasi Negara
di Kementerian/Lembaga/ Daerah dan Pemerintah Timor Leste. CP:
[email protected], [email protected], atau
081519303598.

Ichwan San, adalah Analis Kebijakan Ahli Pertama Pusat


Inovasi Manajemen Pengembangan Kompetensi
(PIMBANGKOM) ASN Lembaga Administrasi Negara RI
Jakarta. Menyelesaikan Pendidikan S1 Ilmu Administrasi
Negara di Universitas Indonesia. Karier sebagai Analis
Kebijakan dimulai di Pusat Inovasi Kelembagaan dan
Sumber Daya Aparatur LAN pada tahun 2016, terlibat aktif dalam berbagai

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 155


kegiatan kajian di bidang Kelembagaan, Manajemen ASN, Inovasi
Administrasi Negara, Pelayanan Publik, dan Pengembangan Kompetensi
ASN, baik sebagai Anggota maupun Koordinator Tim Kajian. Selain itu,
sebagai Analis Kebijakan juga berperan aktif dalam penyusunan Policy Brief
dan Telaahan Staf sebagai saran kebijakan bagi pimpinan, secara individu
maupun tim. Contact person: [email protected] atau
085759598333.

Parjiyono, lahir di Gunungkidul, 5 Juli 1967, adalah


Analis Kepegawaian Ahli Madya IV/c Lembaga
Administrasi Negara RI Jakarta, dengan bidang
kepakaran Manajemen Sumber Daya Manusia.
Menyelesaikan Pendidikan S1 pada STIA LAN Jakarta.
Beberapa pelatihan yang pernah diikuti antara lain: (1)
Diklat Analis Kepegawaian Tingkat Keahlian; (2) Diklat
Metodologi Penelitian Dasar; (3) Diklat Penyusunan
Analisis Jabatan, dan Analisis Beban Kerja; (4) Diklat Bedah Kasus Sengketa
Kepegawaian; (5) Diklat Kearsipan Berbasis Elektronik; (6) Diklat Case Cading
dan Case Writing; (7) Diklat Penyusunan Kebutuhan Pegawai; (8) Diklat
Penulisan Makalah; (9) Diklat Manajemen Proyek di Tokyo dan Nagoya,
Jepang, dan diklat/workshop lainnya yang terkait dengan bidang manajemen
kepegawaian.
Menjadi Analis Kepegawaian sejak Tahun 2000 dan terlibat beberapa kali
sebagai anggota tim perumusan kebijakan bidang kepegawaian, sebagai
anggota penelaah pengaduan bidang kepegawaian yang masuk kotak pos 99
sebelum dibahas dalam rapat terbatas oleh presiden, Anggota Tim 9
sekaligus saksi ahli dari pemerintah untuk merumuskan kebijakan dalam
rangka menghadapi persidangan gugatan GNPK ke Mahkamah Konstitusi.
sebagai anggota tim kajian pelaksanaan manajemen kepegawaian. Sebagai
anggota tim Sekretariat Panitia Seleksi Terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi di
LAN dan beberapa Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota, sebagai anggota
Tim Perumus IHRM di LAN, menjadi anggota Tim Reformasi Birokrasi LAN,
menjadi narasumber Bidang Manajemen Kepegawaian di beberapa
Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten, Kota dan
156 | Sistem Manajemen Kinerja ASN
Pemerintah Timor Leste. Contact person 089501772713, email:
[email protected]

Witra Apdhi Yohanitas, lahir 19 April 1983 di Talang


Mandi/ Duri, kecamatan Mandau, kabupaten Bengkalis,
Riau, Indonesia. Bekerja sebagai Peneliti Ahli Muda di
Pusat Teknologi Pengembangan Kompetensi Lembaga
Administrasi Negara. Lulus pendidikan Sarjana di Fakultas
Ilmu Komputer Jurusan Sistem Komputer di Universitas
Bina Nusantara Jakarta Tahun 2006 dan Pendidikan Pasca Sarjana di Fakultas
Administrasi Pembangunan Negara Jurusan Manajemen Sumberdaya
Aparatur STIA LAN Jakarta. Selain menjadi tim penulis pada beberapa buku
kajian di LAN ada pula beberapa karya tulis yang sudah dipublikasikan
diantaranya 1) Pengujian Penerapan E-Lakip Di Daerah Terpilih (E-Lakip
Application Testing In Selected Region. Jurnal Borneo Administrator 2013; 2)
Menciptakan Good Governance Melalui Inovasi Pelayanan Publik di Kota
Surakarta. Jurnal Borneo Administrator 2017; 3) Eksistensi Unit Kerja Dalam
Pengembangan Kompetensi Pejabat Analis Kebijakan di Jurnal Ilmu
Administrasi (JIA) 2020. Selain itu karya tulis dalam prosiding beberapa
konferensi diantaranya 1) Prosiding Konferensi Nasional Ilmu Administrasi
4.0 Vol 4. No.1 (2020); 2) Prosiding The 2nd International Conference on
Governance Public Administration and Social Science (ICoGPASS); 3)
Prosiding Konferensi Nasional Ilmu Administrasi 3.0 Vol 3. No.1 (2019). Anda
dapat mengontak melalui alamat email : [email protected] dan no HP :
(+62) 0818744246

Agustinus Sulistyo Tri Putranto, SE, M.Si adalah


Peneliti Madya di Pusat Inovasi Manajemen
Pengembangan Kompetensi ASN-LAN, Jakarta,
dengan bidang kepakaran birokrasi dan pelayanan
publik, dengan spesialisasi manajemen SDM
Aparatur. Lahir di Semarang, tanggal 8 Agustus 1972,
menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 1996
di Fakultas Ekonomi, Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 157


Pembangunan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan mulai berkarier
sebagai PNS di LAN sejak tahun 1998 dan mendapat kesempatan
menyelesaikan pendidikan pascasarjana pada tahun 2003 di Program
Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sesuai dengan bidang kepakaran dan spesialisasi yang dipilih, banyak
pelatihan yang telah diikuti baik didalam maupun diluar negeri. Beberapa
diantaranya adalah Short Course Non Degree SPIRIT: Personnel Evaluation
System, Japan International Cooperation Center, Tokyo, Jepang; Pelatihan: An
Introduction to the Principles of Competencies and Talent Management, The
World Bank Indonesia, Jakarta; Pelatihan Manajemen Kinerja, Pusat
Pengembangan Kompetensi Teknis dan Sosial Kultural, LAN, Jakarta,
Indonesia; Pelatihan Online Penulisan Artikel dengan Pendekatan Case Study,
Politeknik STIA LAN Bandung; dan lain sebagainya.
Selama berkarier sebagai Peneliti banyak terlibat dalam perumusan
berbagai kebijakan, antara lain dalam perumusan UU Nomor 5 Tahun 2014
tentang ASN dan beberapa peraturan pemerintah sebagai pelaksanaannya.
Selain itu juga banyak terlibat dalam kerja sama dengan Kementerian,
Lembaga dan Pemerintah Daerah. Antara lain dengan Kementerian Desa,
PDT dan Transmigrasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Kementerian PAN-RB, KPK, Pemerintah Kota Medan, Pemerintah Kabupaten
Banggai dan sebagainya. Dapat di kontak di email
[email protected] atau di nomor 081284177053.

Renny Savitri adalah Peneliti Ahli Muda pada Pusat


Inovasi Manajemen Pengembangan Kompetensi ASN
LAN-RI. Ia menyelesaikan pendidikan S1 di jurusan Ilmu
Administrasi Negara Universitas Padjadjaran pada tahun
2009. Setelah lulus sarjana, ia pun memulai kariernya
sebagai PNS di Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah LAN
RI. Selanjutnya ia melanjutkan pendidikan S2 di jurusan
Administrasi dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia dan selesai pada
tahun 2016. Semenjak berkarier di LAN, ia sudah banyak terlibat dalam
berbagai kegiatan kajian baik sebagai anggota tim kajian maupun
koordinator tim kajian. Selain itu ia juga menjadi narasumber pada beberapa

158 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


kegiatan advokasi/fasilitasi di Kementerian/ Lembaga/Daerah.
Kajian/kegiatan yang dilakukan berkisar pada bidang otonomi daerah,
pelayanan publik, inovasi sektor publik, manajemen ASN, pengembangan
kompetensi ASN, dll. Selain mempublikasikan hasil kajian-kajiannya yang
dilakukan bersama tim, ia juga telah beberapa kali mempublikasikan karya
tulis ilmiah pribadinya di Jurnal Desentralisasi, Prosiding Konferensi Nasional
Ilmu Administrasi 4.0 (2020) dan Prosiding Seminar Nasional Pengembangan
Kompetensi SDM, BMKG (2020). Contact Person : [email protected]
atau 081321675761

Arif Ramadhan adalah Peneliti Pertama di Pusat


Teknologi Pengembangan Kompetensi LAN Jakarta
dengan bidang kepakaran Kebijakan Publik.
Pendidikan Sarjana dan Magister ditempuh di
Universitas Brawijaya Malang di Jurusan Ilmu
Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi.
Mulai berkarier di LAN sejak Tahun 2018. Sebelum
bergabung di LAN, selama 5 tahun penulis berkarier
di perbankan.
Pelatihan yang telah diikuti beberapa diantaranya adalah Effective
Institutional Selling Skills & Sales Strategie, Training Service Excellence, Pelatihan
Aplikasi Data Mining Python, Pelatihan Data Mining Rapidminer, Pelatihan
Internal Audit dan pelatihan lainnya. Selama berkarier baik sebelum dan
sesudah di LAN, banyak terlibat dalam kerja sama dengan Kementerian,
Lembaga dan Pemerintah Daerah. Antara lain dengan Kementerian Agama,
Kementerian Ketenagakerjaan, Mahkamah Agung, Pemerintah Kabupaten
Sumenep, Pemerintah Kabupaten Belu, dsb. Dapat dikontak di email
[email protected] atau di nomor 081281704509.

Hari Budimawan, lahir 53 tahun yang lalu di kabupaten


Bangkalan, sebagai seorang Analis Kepegawaian Ahli Muda
dengan memiliki pengalaman mengajar di STIA-LAN
melaksanakan penelitian di bidang SDM Aparatur seperti
rekrutmen CPNS, Grand Design Pensiun PNS, dan

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 159


Manajemen Kinerja PNS. Pernah menempuh pendidikan di MIPA Universitas
Airlangga, FIA Universitas Indonesia dan MSDM di STIA-LAN Jakarta.
Pelatihan yang pernah diikuti Manajemen Talenta, Policy Analysis, Pelatihan
Fungsional Analis Kepegawaian Keahlian, Pelatihan Pengembangan
Kompetensi, Pelatihan Dasar Jabatan Fungsional Peneliti dan Sistem
Informasi Manajemen. Contact Person: [email protected]

Azwar Aswin adalah Peneliti Ahli Pertama pada


Pusat Teknologi Pengembangan Kompetensi LAN RI.
Ia meraih gelar sarjana Administrasi Negara dari
Universitas Mulawarman pada tahun 2012. Setelah
lulus sarjana, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan
studi tingkat master pada program Magister
Administrasi Publik Universitas Nasional dan lulus
tahun 2014. Ia juga kuliah di program Magister Kajian Wilayah Amerika
Universitas Indonesia dan lulus pada tahun 2016. Semasa kuliah S-1 ia
pernah mendapatkan penghargaan sebagai Juara ke-II dalam kompetisi
nasional menulis esai ilmiah yang digelar oleh Forum Kebijakan Publik
(FORBI) FISIP Universitas Indonesia tahun 2010. Selain itu, Azwar juga pernah
menerima penghargaan sebagai Peserta Terbaik I dalam Pelatihan
Pembentukan Jabatan Fungsional Peneliti Gel. I Tahun 2021 yang
diselenggarakan oleh Pusbindiklat LIPI. Bidang-bidang kajian yang ia minati
adalah pelayanan publik, sejarah kebijakan publik, implementasi program,
teknologi pembelajaran, dan budaya populer. Jika ingin berdiskusi
dengannya, ia sangat terbuka, kirimlah surat ke [email protected]

160 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Azizah Puspasari, bekerja sebagai Analis Kebijakan Ahli
Muda di Pusat Kajian Manajemen Aparatur Sipil Negara
(PKMASN) LANRI. Menempuh Pendidikan S1 di Fakultas
ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Mulai berkarier sebagai PNS LANRI sejak awal tahun
2009. Tahun 2015-2017 mendapatkan Scholarship
Program for Strengthening the Reforming Institution
(SPIRIT) - World Bank Awardee dengan fully funded di
Western Michigan University, Michigan, United States of
America, pada program Master of Public Administration. Bidang substansi
yang menjadi concern yaitu Kebijakan Publik, Manajemen SDM Aparatur,
Training and Development, Reformasi Birokrasi, Performance Management and
Organization Development. Penulis dapat dihubungi melalui email:
[email protected] atau [email protected].

Sri Wahyu Wijayanti, lahir di Kebumen, Jawa Tengah


pada tanggal 1 Agustus 1973. Menempuh pendidikan S1
Ilmu Ekonomi Pembangunan Universitas Padjadjaran
tahun 1996. Kemudian pada tahun 2006 meraih gelar
Magister Sain Ekonomi dari Universitas Indonesia.
Sedangkan pendidikan doktoral diselesaikan pada tahun
2019 pada Bidang Ilmu Administrasi Publik di FIA
Universitas Indonesia. Saat ini mengampu Jabatan Peneliti Ahli Muda di
Pusat Kajian Manajemen ASN LAN RI. Karya tulis dalam Jurnal Internasional
yang pernah ditulis, diterbitkan di International Journal of Management and
Administration Science (IJMAS) pada tahun 2019 dengan judul : Affirmative
Action for People with Disability: Lesson Learned from Indonesia . Alamat
email : [email protected],

Sistem Manajemen Kinerja ASN | 161


Octa Soehartono, SE, MPA adalah Analis
Kepegawaian Ahli Muda di Biro SDM dan Umum LAN,
Jakarta, dengan bidang kepakaran Birokrasi dan
Kebijakan Publik, dengan spesialisasi manajemen SDM
Aparatur. Lahir di Jakarta, tanggal 4 Oktober 1983,
menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 2006 di
Fakultas Ekonomi, Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan, Universitas Padjadjaran Bandung, dan mulai berkarier
sebagai PNS di LAN sejak tahun 2009 dan mendapat kesempatan
menyelesaikan pendidikan pascasarjana di tahun 2016 pada Program
Master of Public Administration, Northeastern University, Boston,
Massachusetts, USA.
Sesuai dengan bidang kepakaran dan spesialisasi yang dipilih, beberapa
pelatihan yang telah diikuti baik didalam maupun diluar negeri. Beberapa
diantaranya adalah Human Resource Development Training for Eastern
Provinces, Indonesia in Japan, Tokyo, Jepang yang bekerja sama dengan
Bappenas; Penyusunan rencana kegiatan pengembangan kapabilitas SDM
yaitu People Management Program Certification (PMPC) dan Organization
Development Certification (ODC); Pelatihan Manajemen Kinerja, Pusat
Pengembangan Kompetensi Teknis dan Sosial Kultural, LAN, Jakarta,
Indonesia; dan lain sebagainya.
Selama berkarier sebagai birokrat, juga terlibat dalam beberapa perumusan
berbagai kebijakan, antara lain dalam penyusunan HCDP Provinsi
Kalimantan Utara pada tahun 2020 dan juga beberapa peraturan
pemerintah sebagai pelaksanaannya. Selain itu juga banyak terlibat dalam
kerja sama dengan Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah. Antara
lain dengan Bappenas, Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi,
Kementerian PAN-RB, Pemerintah Kabupaten Bangka Belitung, Pemerintah
Kabupaten Tulungagung dan sebagainya. Penulis dapat dihubungi melalui
email [email protected] atau di nomor 08118461004.

162 | Sistem Manajemen Kinerja ASN


Sistem Manajemen Kinerja ASN | 163

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai