Hukum Bayi Tabung Menurut Islam Dan Dalilnya

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

MASAILUL FIQHIYAH FI

JINAYAH

Dosen Pengampu

Iskandar, S,Sy, MH

Disusun Oleh

Abdullah Safii

PRODI : HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS : SYARIAH DAN HUKUM

INSTITUT AGAMA ISLAM TEBO

SEMESTER IV

TAHUN AJARAN 2023/2024


Hukum Bayi Tabung Menurut Islam dan Dalilnya
Bayi tabung atau dikenal juga sebagai pembuahan in vitro merupakan teknik pembuahan atau
inseminasi yakni pembuahan sel telur di bagian luar tubuh wanita. Bayi tabung merupakan
metode yang dilakukan sebagai solusi untuk mengatasi masalah kesuburan atau tidak bisa
memperoleh keturunan saat berbagai metode lain tidak berhasil untuk dilakukan.

Hukum Bayi Tabung dan Inseminasi Dalam Islam


Ada beberapa hukum yang bekaitan dengan bayi tabung dan juga inseminasi buatan di dalam
rahim menurut pandangan Islam, yakni:

Mendatangkan Pihak Ketiga Sehingga Haram


Metode bayi tabung dan juga inseminasi merupakan metode yang mempergunakan pihak
ketiga selain dari suami dan istri dalam memanfaatkan sperma, sel telur atau rahim dan juga
bisa dilaksanakan sesuah berakhir sebuah ikatan perkawinan. Dengan penggunaan pihak
ketiga ini, maka metode bayi tabung dikatakan haram seperti pendapat banyak ulama
mu’ashirin.
Nadwah Al Injab fi Dhouil Islam yang merupakan sebuah musyawarah para ulama di Kuwait
11 sya’ban 1403 H [23 Maret tahun 1983] sudah berdiskusi mengenai bayi tabung ini dan
menghasilkan keputusan. Musyawarah ini menghasilkan keputusan berhubungan dengan bayi
tabung, hukumnya diperbolehkan secara syar’i apabila dilakukan antara suami dan istri,
masih mempunyai ikatan suami istri dan bisa dipastikan jika tidak terdapat campur tangan
nasab lainnya.
Akan tetapi, sebagian para ulama juga bersikap hati-hati dan tetap tidak memperbolehkan
supaya tidak terjadi perbuatan yang terlarang. Ini akhirnya membulatkan kesepakatan jika
hukum bayi tabung adalah haram apabila terdapat pihak ketiga yang ikut andil dalam
mendonorkan sperma, sel telur, janin atau pun rahim.

Menggunakan Rahim Wanita Lain Adalah Haram


Apabila metode dengan inseminasi buatan yang terjadi di luar rahim antara sperma dan sel
telur dan ri suami istri sah akan tetapi fertilisasi atau pembuahan dilaksanakan pada rahim
wanita lainnya yang merupakan istri kedua dari pemilik sperma, maka para ulama memiliki
perbedaan pendapat dan lebih tepatnya tetap diharamkan sebab ada peran pihak ketiga dalam
pelaksanaannya.

Bayi Tabung Pada Masa ‘Iddah Hukumnya Haram


Apabila metode yang dilakukan yakni bayi tabung dan inseminasi sesudah wafat sang suami,
maka para ulama juga memiliki perbedaan pendapat dan tetap mengharamkan sebab sang
suami sudah wafat sehingga akan pernikahan juga sudah berakhir. Jika masa inseminasi
dilakukan pada ‘iddah, maka ini menjadi pelanggaran karena saat berada dalam masa ‘iddah
masih membuktikan rahim tersebut kosong.
4. Diperbolehkan Dalam Ikatan Suami dan Istri
Apabila inseminasi buatan atau bayi tabung dilakukan saat masih berada dalam ikatan suami
istri, maka metode tersebut diperbolehkan oleh kebanyakan ulama kontemporer sekarang ini.
Namun, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yakni:
a. Dilaksanakan atas ridho suami dan istri.
b. Inseminasi akan dilaksanakan saat masih berada dalam status suami istri.
c. Dilaksanakan sebab keadaan yang darurat supaya bisa hamil.
d. Perkiraan dari dokter yang kemungkinan besar akan memberikan hasil dengan cara
memakai metode tersebut.
e. Aurat wanita hanya diperkenankan dibuka saat keadaan darurat dan tidak lebih dari
keadaan darurat.
f. Yang melakukan metode adalah dokter wanita atau muslimah apabila memungkinkan.
Namun jika tidak, maka dilakukan oleh dokter wanita non muslim. Cara lain adalah
dilakukan oleh dokter pria muslim yang sudah bisa dipercaya dan jika tidak ada pilihan lain
maka dilakukan oleh dokter non muslim pria.
5. Bayi Tabung Dengan Jenis Kelamin Sesuai Keinginan
Inseminasi buatan atau bayi tabung dilakukan untuk menghasilkan anak dengan jenis kelamin
yang sesuai dengan keinginan memiliki dua rincian yakni:
a. Memiliki Tujuan Untuk Menyelamatkan Penyakit Turunan
Memilih jenis kelamin bayi tabung sesuai keinginan bisa dilakukan apabila tujuannya untuk
menyelamatkan penyakit turunan yakni apabila anak yang terlahir berjenis kelamin laki – laki
atau perempuan, maka ini akan membuat janin dalam kandungan meninggal atau mewarisi
penyakit turunan dari orang tua. Oleh karena itu, penentuan jenis kelamin dalam keadaan
darurat seperti ini diperbolehkan.
b. Tidak Diperbolehkan Jika Hanya Mengikuti Keinginan
Sementara itu, apabila pemilihan jenis kelamin anak ditentukan sesuai keinginan saat proses
bayi tabung hanya berdasarkan keinginan pasangan tanpa hal yang darurat atau mendasar,
maka hal ini tidak diperbolehkan. Hal ini dikarenakan untuk mempunyai anak sebetulnya
masih memungkinkan namun tetap tidak boleh keluar dari cara yang sudah dibenarkan yaitu
dengan cara inseminasi alami. Ditambah lagi dengan inseminasi, ada beberapa pelanggaran
yang sudah dilakukan sehingga hanya boleh keluar dari inseminasi alami apabila mengalami
keadaan yang darurat saja.

Alasan Diperbolehkan Bayi Tabung


Ada juga beberapa alasan yang membuat metode bayi tabung dan juga inseminasi di luar
lahir wanita diperbolehkan yaitu:
a. Bayi tabung atau inseminasi buatan dilaksanakan karena sedang berobat.
b. Mempunyai anak menjadi kebutuhan darurat sebab dengan tidak adanya keturunan, maka
hubungan antara suami istri bisa mengalami keretakan karena sering terjadi perselisihan.
c. Majma’ Al Fiqh Al Islami mengatakan jika kebutuhan istri yang tidak hamil dan juga
keinginan sang suami akan keturunan dianggap sebagai tujuan yang syar’i sehingga bisa
dilakukan dengan cara yang mubah yakni bayi tabung atau inseminasi buatan.

Dalil Syar’i Dasar Hukum Mengharamkan Bayi Tabung


Ada beberapa dalil syar’i yang menjadi landasan hukum utama sehingga menyatakan haram
pada proses bayi tabung dan juga inseminasi buatan dengan cara donor.
1. Surat Al-Isra ayat 70
“Dan sesungguhnya telah Kami meliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan
dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.
2. Surat At-Tin ayat 4
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Dari kedua ayat tersebut, memperlihatkan jika manusia sudah diciptakan oleh Allah SWT
sebagai makhluk yang memiliki keistimewaan melebihi dari makhluk Allah yang lainnya.
Allah sendiri sudah memuliakan manusia, sehingga sudah sepantasnya manusia untuk juga
menghormati martabatnya sendiri sekaligus menghirmati martabat sesama manusia. Bayi
tabung atau inseminasi buatan yang dilakukan dengan cara donor mengartikan merendahkan
harkat manusia yang disejajarkan dengan hewan yang di inseminasi.

Hadits Nabi Mengenai Bayi Tabung


“Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya
(sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain)’’. [riwayat Abu Daud, Al-Tirmidzi,
dan Hadits ini dipandang sahih oleh Ibnu Hibban]

Ijtihad Ulama Mengenai Bayi Tabung


Berikut ini adalah pernyataan para tokoh ulama terkait melakukan proses bayi tabung,
diantaranya:
a. Majelis Ulama Indonesia [MUI]
Dalam fatwa dinyatakan jika bayi tabung dengan sperma dan sel telur pasangan suami istri
sah menurut hukum mubah diperbolehkan. Hal ini bisa terjadi karena masuk ke dalam ikhtiar
yang didasari kaidah agama. Akan tetapi, para ulama melarang penggunaan teknologi bayi
tabung dari pasangan suami istri yang menggunakan rahim perempuan lain sebagai sarana
dan ini adalah haram hukumnya.
Para ulama menegaskan jika dikemudian hari, hal tersebut mungkin akan menimbulkan
masalah sulit dan berkaitan dengan warisan. Dalam fatwanya, para ulama MUI juga membuat
keputusan jika bayi tabung yang berasal dari sperma yang sudah dibekukan dari sumai yang
sudah meninggal juga haram hukumnya sebab akan menimbulkan masalah berhubungan
dengan penentuan nasab atau warisan.
Sedangkan proses bayi tabung yang berasal dari sperma dan sel telur yang tidak berasal dari
pasangan suami istri sah, maka fatwa MUI sudah secara tegas menyatakan jika hal ini adalah
haram hukumnya dengan asalam status yang sama dengan hubungan kelamin lawan jenis di
luar pernikahan sah atau zina.
b. Nahdlatul Ulama [NU]
Nu sudah membuat ketetapan fatwa berkaitan dengan masalah bayi tabung pada forum
Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta tahun 1981 dengan 3 buah keputusan yakni:
1. Keputusan Pertama
Apabila bayi tabung masuk ke dalam rahim wanita bukan berasal dari mani suami dan istri
sah, maka bayi tabung tersebut adalah haram. Ini didasari dengan hadist Ibnu Abbas RA,
Rasulullah SAW bersabda, ““Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan
Allah SWT, dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) di
dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya.
2. Keputusan Kedua
Jika sperma bayi tabung milik suami istri sah namun cara mengeluarkannya tidaklah
muhtaram, maka haram juga hukumnya. Mani muhtaram merupakan mani yang dikeluarkan
dengan cara yang tidak dilarang syara’. Apabila mani yang dikeluarkan suami dibantu dengan
tangan istri, maka juga masih diperbolehkan sebab istri menjadi tempat untuk melakukan hal
tersebut.
3. Keputusan Ketiga
Jika mani pada bayi tabung merupakan mani suami istri yang dikelaurkan dengan ara
muhtaram dan juga masuk dalam rahim istri, maka hukum bayi tabung tersebut adalah mubah
atau diperbolehkan.
Oleh karena masalah bayi tabung atau Athfaalul Anaabib tidak mempunyai hukum secara
spesifik dalam Al Quran dan As Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik, maka untuk
menyelesaikan permasalahan ini harus dikaji menurut hukum Islam yakni dengan memakai
ijtihad yang sudah lazim digunakan para ahli ijtihad supaya bisa ditemukan hukumnya yang
sesuai dengan prinsip dan juga jiwa Al Quran serta As Sunnah yang dijadikan sumber pokok
hukum Islam.

Anda mungkin juga menyukai