Irma Suryani Rahman (208082000026)

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 180

PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI,

DAN KEMUNGKINAN TERDETEKSI KECURANGAN TERHADAP


PERSEPSI WAJIB PAJAK MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK
(TAX EVASION)

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Disusun oleh:
IRMA SURYANI RAHMAN
NIM: 208082000026

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H / 2013 M

i
PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI,
DAN KEMUNGKINAN TERDETEKSI KECURANGAN TERHADAP
PERSEPSI WAJIB PAJAK MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK
(TAX EVASION)

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

Irma Suryani Rahman


NIM: 208082000026

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ahmad Rodoni Reskino, SE., Ak., M.Si


NIP. 19690203 2001121 1 003 NIP. 19740928 200801 2 004

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H / 2013 M

ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Hari ini Selasa, 04 Desember 2012 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas
mahasiswa:
1. Nama : Irma Suryani Rahman
2. NIM : 208082000026
3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul skripsi : Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi dan
Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Persepsi
Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax
Evasion)

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang


bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut diatas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk
melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univeritas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 04 Desember 2012

1. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS ( ______________________ )


NIP. 19570617 1985 03 1 002 Ketua

2. Rahmawati, SE., MM ( ______________________ )


NIP. 19770814 200604 2 003 Sekretaris

3. Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si ( ______________________ )


NIP. 19730615 200501 1 009 Penguji Ahli

iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Hari ini Selasa, 23 Juli 2013 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
1. Nama : Irma Suryani Rahman
2. NIM : 208082000026
3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul skripsi : Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi dan
Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Persepsi
Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax
Evasion)

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang


bersangkutan selama proses ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 23 Juli 2013

1. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS ( ______________________ )


NIP. 19570617 198503 1 002 Ketua

2. Dr. Rini, SE, Ak., M.Si ( ______________________ )


NIP. 19760315 200501 2 002 Sekretaris

3. Fitri Damayanti, SE, M.Si ( ______________________ )


NIP. 19810731 200604 2 003 Penguji Ahli

4. Prof. Dr. Ahmad Rodoni ( ______________________ )


NIP. 19690203 2001121 1 003 Pembimbing I

5. Reskino, SE., Ak., M.Si ( ______________________ )


NIP. 19740928 200801 2 004 Pembimbing II

iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Irma Suryani Rahman
NIM : 208082000026
Fakultas : Ekonomi Dan Bisnis (FEB)
Jurusan : Akuntansi (Pajak)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang
merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan
merupakan replikasi maupun saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang
lain.
Apabila terbukti skripsi ini plagiat atau replikasi, maka skripsi ini dianggap gugur
dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan kelulusan
serta gelarnya dibatalkan.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul dikemudian hari
menjadi tanggung jawab saya.

Jakarta, 01 Juli 2013


Yang Menyatakan

(Irma Suryani Rahman)

v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi
1. Nama : Irma Suryani Rahman
2. Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 19 Juli 1990
3. Alamat : Perumahan Villa Cinere Mas, Kawasan
Matahari, Jl. Matahari 1 L3 No.36 Tangerang
Selatan 15419
4. Agama : Islam
5. Nama Ayah : H. Abdurahman Sidik
6. Nama Ibu : Rochilah Abdurasyid, S.Sos
7. Nomor Telepon : 085780677575
8. E-mail : [email protected]

II. Data Pendidikan Formal


1. 1994 - 1996 : TK Seruni 407 Adiwerna Tegal
2. 1996 - 2002 : SDN 1 Kalikangkung Tegal
3. 2002- 2005 : SMPI Hasyim Asy’ari Tegal
4. 2005 - 2008 : SMAN 1 Pangkah Tegal
5. 2008 - 2012 : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan
Akuntansi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta (Perpajakan).

vi
THE EFFECT OF FAIRNESS, TAX SYSTEM, DISCRIMINATION AND
PROBABILITY OF CHEAT DETACT AGAINTS TAXPAYER
PERCEPTIONS ABOUT ETHICAL OF TAX EVASION

ABSTRACT

This study examines to the influence of fairness, tax system, discrimination


and the probability of cheat detact against the taxpayer perceptions about the
ethical of tax evasion. The population was KPP Jakarta. The sample in this study
is determined by sampling convinience method, the data collected with the
distribution of questionnaires. The method of analysis used is multiple linear
regression. Based on the results of the analysis indicate that the fairness positive
and significant impact on taxpayer perceptions about the ethical of tax evasion,
tax system has negative and significant on taxpayer perceptions about ethical of
tax evasion, discrimination positive and significant impact on taxpayer
perceptions about the ethical of tax evasion and the probability of cheat detact
significantly and negatively impact on taxpayer perceptions about the ethical of
tax evasion. The most dominant variable influencing taxpayer perceptions about
the ethical of tax evasion is discriminatory because it has a beta value of 0.587
standard coefficient

Keyword: Fairness, Tax System, Discrimination, Tax Audit, Ethical Perceptions


of Taxpayers, Tax Evasion.

vii
PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI DAN
KECENDERUNGAN PERSONAL TERHADAP PERSEPSI WAJIB PAJAK
MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK (TAX EVASION)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh keadilan, sistem


perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan terhadap
persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Populasi penelitian ini
adalah KPP wilayah Jakarta. Sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan
metode convinience sampling, data di kumpulkan dengan pembagian kuesioner.
Metode analisis penelitian yang digunakan adalah regresi linier berganda.
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa keadilan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak,
sistem perpajakan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib
pajak mengenai etika penggelapan pajak, diskriminasi berpengaruh postif dan
signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak dan
kemungkinan terdeteksi kecurangan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Variabel yang paling
dominan mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak
adalah diskriminasi karena memiliki nilai standard coeficient beta 0,587

Kata Kunci : Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi, Pemeriksaan Pajak,


Persepsi Etika Wajib Pajak, Penggelapan Pajak

viii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah
SWT atas nikmat iman, islam dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga
peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Keadilan, Sistem
Perpajakan, Diskriminasi dan Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan
terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax
Evasion)”. Shalawat beserta salam semoga terus tercurah kepada Junjungan Nabi
besar Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga dan Para Sahabat. Peneliti
sangat bersyukur atas selesainya penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program Sarjana (S1) pada Program
Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Selama proses penyusunan skripsi ini peneliti banyak mendapatkan
bimbingan, arahan, bantuan, dan dukungan serta do’a dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya serta selalu
menuntun peneliti dalam proses penyusunan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
2. Ibunda, Almarhum Ayahanda tercinta, adik ku tersayang Almarhumah
Andriyani Rahman, Kak Era Umbra Sari dan Kak Rima Fatima yang selalu
memberikan limpahan kasih sayang, perhatian, dan do’a yang tak pernah
putus - putusnya untuk peneliti, serta seluruh keluarga yang telah memberikan
semangat, do’a dan kebahagiaan untuk terus berusaha memberikan yang
terbaik.

ix
3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan waktu, tenaga dan fikiran untuk memberi bimbingan, arahan, dan
ilmu pengetahuannya kepada peneliti dalam penyusunan skripsi, hingga
akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.
5. Ibu Reskino, SE., M.Si, Ak., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan waktu, tenaga dan fikiran untuk memberi bimbingan, arahan,
dan ilmu pengetahuannya kepada peneliti dalam penyusunan skripsi hingga
akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.
6. Seluruh Dosen beserta Asisten Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan
bekal ilmu pengetahuan kepada peneliti selama perkuliahan, semoga menjadi
ilmu yang bermanfaat dan menjadi amal kebaikan bagi kita semua.
7. Seluruh Staff Tata Usaha Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, untuk mas heri, mas ajiz, mas alfred,
mpok heni, mba ani, bu siska dll yang telah membantu peneliti dalam
mengurus segala kebutuhan administrasi dan lainnya.
8. Ibu Wahyu Suminarsasi, SE., M.Si., selaku Dosen UGM Yogyakarta yang
telah memberikan referensi penelitian kepada peneliti sehingga skripsi ini bisa
terselesaikan dengan baik.
9. KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru II (Bapak Pri), KPP Pratama Jakarta
Pancoran (Bapak Frandi), KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk II (Ibu Ela dan
Bapak Sembodo) dan KPP Pratama Jakarta Tamansari II (Bapak Soni dan
Bapak Supandi) yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk
diperkenankan riset dengan menyebarkan kuesioner penelitian.
10. Teman-teman seperjuangan fazlun, jodi, shandy, helmi, maulana, nawang,
soim, aya, anjani, nike, silvy, putri, tika, ani, iis, sam, eka, alifah, dian, otha dll
khususnya Akuntansi A angkatan 2008 yang sama-sama berjuang dan saling
membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas akhir kuliah. Seluruh sahabat,
terima kasih atas bantuan, semangat dan do’anya.

x
11. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak
membantu dan memberi masukan serta inspirasi bagi peneliti, suatu
kebahagiaan telah dipertemukan dengan kalian semua, terima kasih banyak.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan
dan keterbatasan, oleh karena itu kritik dan saran sangat peneliti harapkan.
Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai tambahan informasi
dan pengetahuan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 01 Juli 2013

(Irma Suryani Rahman)

xi
DAFTAR ISI

Cover Dalam .................................................................................................. i


Lembar Pengesahan Skripsi ........................................................................ ii
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif .................................................. iii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi .............................................................. iv
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah .............................................. v
Daftar Riwayat Hidup .................................................................................. vi
Abstract ........................................................................................................... vii
Abstrak ........................................................................................................... viii
Kata Pengantar ............................................................................................. ix
Daftar Isi ........................................................................................................ xi
Daftar Tabel .................................................................................................. xvi
Daftar Gambar .............................................................................................. xvii
Daftar Lampiran ........................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1


A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................... 15
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 15
1. Tujuan Penelitian .................................................................. 15
2. Manfaat Penelitian ................................................................ 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 18


A. Tinjauan Umum Tentang Pajak .................................................. 18
1. Pengertian Pajak..................................................................... 18
2. Fungsi Pajak .......................................................................... 20
3. Jenis Pajak ............................................................................. 22
4. Tata Cara Pemungutan Pajak ................................................. 23
5. Tarif Pajak ............................................................................. 27
6. Pengertian Wajib Pajak (WP) ............................................... 28

xii
B. Etika ........................................................................................... 30
1. Pengertian Etika .................................................................... 30
2. Jenis-Jenis Etika .................................................................... 30
C. Penggelapan Pajak (Tax Evasion) .............................................. 33
1. Pengertian Penggelapan Pajak .............................................. 33
2. Dampak Penggelapan Pajak .................................................. 34
D. Keadilan ..................................................................................... 37
1. Jenis Keadilan Pajak .............................................................. 37
2. Cara Mewujudkan Keadilan Pajak......................................... 41
E. Sistem Perpajakan ...................................................................... .. 45
1. Asas Perpajakan ..................................................................... 45
2. Sistem Perpajakan di Indonesia ............................................ 46
F. Diskriminasi ............................................................................... 53
G. Pemeriksaan Pajak ..................................................................... 54
1. Pengertian Pemeriksaan Pajak .............................................. 54
2. Kriteria Pemeriksaan Pajak .................................................... 55
3. Tujuan Pemeriksaan Pajak ..................................................... 57
4. Wewenang Pemeriksaan Pajak ............................................. 58
5. Standar Pemeriksaan Pajak .................................................... 58
6. Jenis-Jenis Pemeriksaan Pajak ............................................... 59
7. Jangka Waktu Pemeriksaan Pajak.......................................... 66
H. Penelitian Terdahulu .................................................................. 67
I. Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis ................................. 72
1. Keadilan dengan Etika Penggelapan Pajak ........................... 72
2. Sistem Perpajakan dengan Etika Penggelapan Pajak ............ 73
3. Diskriminasi dengan Etika Penggelapan Pajak...................... 75
4. Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan dengan Etika
Penggelapan Pajak ................................................................ 77
J. Kerangka Pemikiran ................................................................... 78

xiii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 79
A. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 79
B. Metode Penentuan Sampel ........................................................ 79
C. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 80
D. Metode Analisis Data ................................................................ 81
1. Statistik Deskriptif ............................................................... 81
2. Uji Kualitas Data ................................................................... 81
3. Uji Asumsi Klasik ................................................................. 83
4. Uji Hipotesis Penelitian ........................................................ 85
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian .......................................... 88
1. Variabel Independen (X) ....................................................... 88
2. Variabel Dependen (Y): Etika Penggelapan Pajak ............... 92

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .............................................. 96


A. Gambaran Umum Objek Penelitian .......................................... 96
1. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 96
2. Data Responden .................................................................... 97
B. Hasil dan Pembahasan ............................................................... 101
1. Hasil Uji Kualitas Data ......................................................... 101
a. Hasil Statistik Deskriptif .................................................. 101
b. Hasil Uji Validitas ............................................................ 102
c. Hasil Uji Reliabilitas ........................................................ 105
2. Hasil Uji Asumsi Klasik ....................................................... 106
a. Hasil Uji Normalitas ......................................................... 106
b. Hasil Uji Multikolinearitas ............................................... 107
c. Hasil Uji Heteroskedastisitas ........................................... 108
3. Hasil Uji Hipotesis ................................................................. 109
a. Hasil Uji t (parsial) ........................................................... 109
b. Hasil Uji F (Simultan) ...................................................... 116
c. Hasil Uji Koefisien Regresi Linier Berganda ................... 117
d. Hasil Uji Adjusted R2 (Koefisien Determinasi) ................. 118
C. Interpretasi ................................................................................ 120

xiv
BAB V Kesimpulan Dan Saran ................................................................ 124
A. Kesimpulan ................................................................................ 124
B. Implikasi .................................................................................... 125
C. Saran ........................................................................................... 126
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 127
LAMPIRAN ................................................................................................... 130

xv
DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

1.1 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak ........................................ 4


1.2 Kasus Penggelapan Pajak .............................................................. 7
2.1 Penelitian Terdahulu ...................................................................... 68
3.1 Operasional Variabel Penelitian .................................................... 93
4.1 Data Distribusi Sampel Penelitian ................................................. 97
4.2 Sampel Penelitian........................................................................... 97
4.3 Data Statistik Responden .............................................................. 98
4.4 Hasil Statistik Deskriptif ............................................................... 102
4.5 Hasil Uji Validitas Variabel Keadilan .......................................... 103
4.6 Hasil Uji Validitas Variabel Sistem Perpajakan ........................... 103
4.7 Hasil Uji Validitas Variabel Diskriminasi .................................... 104
4.8 Hasil Uji Validitas Variabel Kemungkinan Terdeteksi
Kecurangan ................................................................................... 104
4.9 Hasil Uji Validitas Variabel Penggelapan Pajak ........................... 105
4.10 Hasil Uji Reliabilitas ...................................................................... 105
4.11 Hasil Uji Multikolinearitas ........................................................... 108
4.12 Hasil Uji t (Parsial) ........................................................................ 110
4.13 Hasil Uji Statistik F (Simultan)...................................................... 116
4.14 Hasil Uji Regresi Linier Berganda ................................................. 117
4.15 Hasil Uji Determinasi R2 ............................................................... 118

xvi
DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ..................................................... 78


4.1 Data Statistik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .................. 99
4.2 Data Statistik Responden Berdasarkan Umur Responden ............. 99
4.3 Data Statistik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ....... 100
4.4 Data Statistik Responden Berdasarkan Pekerjaan ......................... 101
4.5 Hasil Uji Normalitas Data .............................................................. 107
4.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas ......................................................... 109

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1 Kuesioner Penelitian ..................................................................... 130


2 Data Mentah hasil Jawaban Responden ........................................ 136
3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................... 151
4 Hasil Uji Regresi Linier Berganda ................................................. 156
5 Surat Riset Penelitian .................................................................... 159

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam rangka membiayai pelaksanaan pembangunan nasional,

Pemerintah terus berusaha meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri

khususnya sektor non migas. Dari sektor ini, Pemerintah terus meningkatkan

penerimaan Negara dimana yang menjadi andalan adalah penerimaan dari

sektor pajak. Menurut Soemitro (2003:1) pajak merupakan iuran wajib bagi

seluruh rakyat yang harus dibayarkan kepada kas negara menurut ketentuan

undang-undang yang belaku sehingga dapat dipaksakan dan tanpa adanya

imbal jasa (kontraprestasi) secara langsung, yang digunakan untuk membiayai

pengeluaran umum negara. Oleh karena itu, semua rakyat yang menurut

undang-undang termasuk sebagai wajib pajak harus membayar pajak sesuai

dengan kewajibannya (Suminarsasi, 2011:1).

Ciri-ciri yang yang melekat pada pengertian pajak adalah: 1) Pajak

dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaan yang sifatnya

dapat dipaksakan; 2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya

kontraprestasi individual oleh pemerintah; 3) Pajak dipungut oleh negara baik

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah; 4) Pajak diperuntukkan bagi

pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih

terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment dan; 5)

Pajak mempunyai tujuan selain budgetair, yaitu mengatur (Waluyo, 2010:5).

1
Sistem pemungutan pajak merupakan salah satu elemen penting yang

menunjang keberhasilan pemungutan pajak suatu negara. Secara umum

terdapat tiga sistem pemungutan pajak, yaitu official assessment system, self

assessment system, dan withholding system. Seiring dengan berjalannya waktu,

sejak adanya reformasi di bidang pajak tahun 1983, Indonesia mulai

menerapkan self assessment system. Dalam sistem ini, wajib pajak dituntut

untuk berperan aktif, mulai dari mendaftar diri sebagai wajib pajak, mengisi

SPT (Surat Pemberitahuan), menghitung besarnya pajak yang terutang, dan

menyetorkan kewajibannya. Sedangkan aparatur perpajakan berperan sebagai

pembina, pembimbing, dan pengawas pelaksanaan kewajiban yang dilakukan

oleh wajib pajak. Oleh karena itu, sistem ini akan berjalan dengan baik apabila

masyarakat memiliki tingkat kesadaran perpajakan secara sukarela (voluntary

tax compliance) yang tinggi (Suminarsasi, 2011:1).

Dengan menganut prinsip self assessment system tersebut pemerintah

memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk melaksanakan

kewajiban perpajakan atas kesadaran dan rasa tanggung jawab, serta dengan

menegakan keadilan hukum dan kepastian hukum juga perbaikan mutu

pelayanan yang prima diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, pemahaman

dan penghayatan Wajib Pajak akan kewajibannya dibidang perpajakan dan ikut

serta berperan dalam mensukseskan pembangunan nasional (Setiawan,

2008:174).

2
Seperti yang diketahui, belum optimalnya penerimaan pajak di negara

berkembang, khususnya Indonesia salah satunya dipengaruhi oleh masih

buruknya administrasi perpajakan. Administrasi perpajakan berkorelasi

langsung dengan tingkat penghindaran pajak (tax avoidance), penggelapan

pajak (tax evasion), dan korupsi pajak. Hal ini dapat dilihat dari besarnya tax

gap, yaitu selisih antara kewajiban pajak yang seharusnya dengan pajak yang

dibayar. Tax gap dibedakan menjadi tiga: non-filing gap yaitu tax gap yang

terjadi karena pajak yang terutang tidak dibayar dan wajib pajak tidak

menyampaikan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan), underreporting gap yaitu

pajak yang dilaporkan dalam SPT dan berada di bawah yang seharusnya,

underpayment gap yaitu potensi pajak yang hilang akibat wajib pajak

menyampaikan SPT tetapi tidak membayar pajak yang seharusnya terutang.

Seperti yang dikemukakan oleh Adams bahwa orang-orang telah

menggelapkan pajak sejak pemerintah mulai mengumpulkan pajak. Mereka

melakukan hal tersebut dikarenakan bahwa pajak dipandang sebagai suatu

beban yang akan mengurangi kemampuan ekonomisnya. Mereka harus

menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membayar pajak. Padahal, apabila

tidak ada kewajiban pajak tersebut, uang yang dibayarkan untuk pajak bisa

dipergunakan untuk menambah pemenuhan keperluan hidupnya (Nickerson, et

al, 2009:1).

Fakta di lapangan menunjukkan dengan fenomena dimana sampai saat

ini pendapatan pemerintah dari sektor pajak belumlah maksimal, bisa dilihat

dari penjelasan dari Direktur Jenderal (Ditjen) Pajak A. Fuad Rachmany yang

3
memaparkan bahwa realisasi penerimaan pajak cenderung mengalami

penurunan, berikut peneliti tampilkan target dan realisasi penerimaan pajak ke

dalam format tabel pada lima tahun terakhir:

Tabel 1.1
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak

Target Realisasi Persentase


Tahun
Penerimaan Pajak Penerimaan Pajak Penerimaan Pajak
2007 395 triliun 382,22 triliun 96,7 %
2008 480,9 triliun 494,1 triliun 102,7 %
2009 528 triliun 515,73 triliun 97,61 %
2010 661,4 triliun 649,042 triliun 98,12 %
2011 878,7 triliun 873,9 triliun 99,3 %
2012 1.016,2 triliun 1.021,8 triliun 100,5 %
Sumber: Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Republik Indonesia
dan Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (Dirjen pajak, 2013)
Dilihat dari gambaran tabel diatas menunjukan adanya pendapatan

pemerintah dari sektor pajak belumlah maksimal, hanya pada tahun 2008 dan

2012 target penerimaan pajak dapat tercapai, namun seiring dengan

berkembangnya waktu penerimaan pajak yang fluktuatif dari tahun ke tahun

yang dapat kita lihat dari realisasi penerimaan pajak pada tahun 2007 (96,7%)

2009 (97,61%), 2010 (98,12%), 2011 (99,3%) tidak mencapai target

penerimaan pajak yang telah ditentukan.

Salah satu indikasi tidak tercapainya target penerimaan pajak, yaitu

adanya praktek penggelapan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Dari tiap

tahunnya realisasi penerimaan pajak, terutama PPh tidak mencapai target.

Seperti yang dikatakan oleh Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen

Pajak M. Iqbal Alamsjah dalam surat kabar elektronik ANTARA, dalam

keterangannya dia mengatakan bahwa penerimaan pajak tahun 2010 meningkat

sebesar 19,2% dibandingkan dengan tahun 2009. Akan tetapi penerimaan

4
tersebut tidak mencapai jumlah yang sudah ditargetkan, yaitu hanya mencapai

97,4 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2010. Berbagai macam

statemen bermunculan, diantaranya masih ada wajib pajak yang tidak

melaporkan semua penghasilannya, serta kasus kerjasama penggelapan pajak

antara petugas pajak dengan wajib pajak (Suminarsasi, 2011:1).

Pada umumnya baik Wajib Pajak pribadi maupun badan cenderung

mengupayakan untuk membayar pajak serendah-rendahnya, bahkan jika

memungkinkan akan berusaha untuk menghindarinya. Sesuai dengan undang-

undang pajak yang berlaku, bahwa setiap Perusahaan yang didirikan di

Indonesia atau melakukan kegiatan di Indonesia merupakan Wajib Pajak,

dimana sebagai Wajib pajak Perusahaan dituntut untuk memenuhi kewajiban

perpajakannya. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya terdapat banyak hambatan,

dimana Wajib pajak menganggap bahwa pajak merupakan momok yang dapat

mengurangi pendapatan sehingga beban pajak harus ditekan seminimal

mungkin bahkan dengan menghindari pajak tersebut.

Berbagai cara dilakukan oleh Wajib Pajak untuk menghindari

kewajibannya, baik menggunakan cara yang diperbolehkan oleh undang-

undang maupun cara yang melanggar peraturan undang-undang yang berlaku.

Cara yang digunakan oleh Wajib Pajak dengan melanggar dan menentang

peraturan undang-undang (unlawful) yang berlaku disebut Tax Evasion yang

akan merugikan Negara dan tentunya akan dikenakan sanksi administrasi dan

pidana bagi pihak-pihak yang melakukan cara tersebut. Sedangkan upaya

dalam meminimalkan beban pajak sepanjang masih menggunakan peraturan

yang berlaku (lawful) diperbolehkan dengan penanganan dan pengelolaan yang

baik disebut Tax Avoidence (Masri, 2012:1).

5
Pengertian–pengertian pajak menurut para ahli menunjukan bahwa

pajak mempunyai karakteristik hubungan searah, di mana pihak yang satu

mempunyai kewajiban membayar, namun pihak yang lain tidak mempunyai

kewajiban apapun secara langsung terhadap pihak yang membayarnya tersebut.

Hal ini menyebabkan munculnya kesenjangan kepentingan antara pemungut

pajak yang kemudian menimbulkan pertentangan diametral (Suminarsasi,

2011:2).

Pertentangan diametral disini berarti bahwa fiskus sebagai pihak yang

diuntungkan dalam proses penerimaan pajak, akan selalu berusaha untuk

mencapai target pemasukan ke dalam kas negara sebesar–besarnya. Di lain

pihak, masyarakat pembayar pajak sebagai pihak yang harus membayar pajak

tanpa mendapatkan pengembalian jasa secara langsung akibat pembayaran

yang dilakukannya, akan berupaya sebaliknya, yaitu mencari cara agar dapat

mengurangi pajak terutang yang harus dibayar kepada kas Negara. Hal ini

terjadi karena dari sudut pandang pembayar pajak, pajak merupakan biaya

yang akan mengurangi laba atau kenikmatan yang diperolehnya. Pandangan

inilah yang kemudian mendorong munculnya perencanaan pengurangan pajak

yang harus dibayar (Ayu, 2009:2).

Perencanaan Pajak (Tax Planning) yang bertujuan untuk mengurangi

jumlah pembayaran pajak dapat dilakukan dengan Tax Avoidance maupun

dengan Tax Evasion. Meskipun keduanya mempunyai tujuan yang sama,

namun karakteristik keduanya sangatlah berebeda. Tax Avoidance diartikan

sebagai kegiatan penghindaran pajak dengan memanfaatkan celah–celah

(loophole) dari peraturan–peraturan dan perundang–undangan perpajakan yang

6
berlaku di negara tempat masyarakat pembayar pajak berada. Sulitnya

penerapan tax avoidance membuat seorang wajib pajak cenderung untuk

melakukan tax evasion, yaitu melakukan penghematan pajak dengan

menggunakan cara-cara yang melanggar ketentuan pajak (Ayu, 2009:2).

Berbagai macam kasus adanya tindak penggelapan pajak yang marak

terjadi di Indonesia pada khususnya dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 1.2
Fenomena Kasus Tindak Penggelapan dan Mafia Pajak Di Indonesia

No. Tersangka Tuduhan KPP/Perusahaan Sanksi Bagi


Dugaan Kasus Kasus yang Terlibat Fiskus/Wajib
Penggelapan dan Kecurangan Pajak
Mafia Pajak
(Tahun)
1. Gayus Penggelapan PT Mega Cipta Vonis
Halomoan pajak, Suap Jaya Garmindo, hukuman
Tambunan pajak dan PT Metropolitan penjara total
(2009) hakim , Mafia Retailermart, PT 28 tahun, dan
pajak, Megah Citra masih ada
Pemalsuan Raya, PT Surya beberapa kasus
paspor, Alam, Bakrie dengan tahap
gratifikasi Group banding.
2. Suwir Laut Penggelapan PT Asian Agri Denda dua kali
(2011) pajak, Goup lipat tagihan
penyampaian pajak yakni
surat sebesar Rp 2,5
pemberitahuan triliun plus
dan keterangan sanksi denda
palsu 48% dari
tagihan pajak.
Bersambung ke halaman berikutnya

7
Tabel 1.2 (Lanjutan)
Fenomena Kasus Tindak Penggelapan dan Mafia Pajak Di Indonesia

No. Tersangka Tuduhan KPP/Perusahaan Sanksi Bagi


Dugaan Kasus Kasus yang Terlibat Fiskus/Wajib
Penggelapan Kecurangan Pajak
dan Mafia
Pajak (Tahun)
3. Bahasyim Menerima suap Kepala KPP Hukuman
Assifie (2011) dari Wajib Jakarta VII, KPP enam tahun
Pajak yang Koja dan KPP penjara dan
melakukan Palmerah denda Rp. 500
keberatan dan juta
banding,
pencucian uang
4. Johnny Basuki Kasus suap PT Mutiara Virgo Hukuman
(2012) kepada (MV) penjara dua
pegawai pajak tahun dan
denda Rp 100
juta
5. Herly Menerima suap KPP Pratama Penjara
Isdiharsono untuk Jakarta Palmerah, selama enam
(2012) mengurangi Jakarta Barat dan tahun dan
pajak PT PT Mutiara Virgo denda Rp 500
Mutiara Virgo juta subsider
dan pencucian enam bulan
uang kurungan
6. Dhana Penggelapan KPP Pratama Hukuman
Widyatmika pajak, Jakarta Pancoran, sepuluh tahun
(2012) Pencucian PT Kornet Trans penjara dan
uang, suap Utama dan PT denda Rp 300
pajak, Mutiara Virgo juta subsider
pemerasan tiga bulan
pajak kurungan
penjara
Sumber: Diolah dari berbagai referensi, 2013

8
Banyaknya skandal dan kekacauan yang terjadi di institusi dan individu

dalam bidang perpajakan merupakan akibat dari kegagalan etis/ethical failure

(Hartman, 2008:27). Dimana semua orang (pada posisi manapun) di sebuah

institusi selalu menemui masalah yang menuntut keputusan yang bersifat etis.

Dalam hal ini tindak penggelapan pajak akan dianggap menjadi suatu

perbuatan yang etis dikarenakan buruknya birokrasi yang ada dan minimnya

kesadaran hukum Wajib Pajak terhadap tindakan tersebut, seperti halnya

dengan penelitian yang dilakukan oleh McGee (2006) menjelaskan bahwa

penggelapan pajak dianggap suatu hal yang etis dikarenakan oleh minimnya

keadilan dalam penggunaan uang yang bersumber dari pajak, korupsi

pemerintah, dan tidak mendapat imbalan/pengaruh atas pajak yang telah

dibayarkan, yang berakibat kurangnya tingkat pendapatan penerimaan pajak

Negara dan menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat kepada institusi

terkait dalam membayarkan pajaknya.

Tax evasion adalah perbuatan melanggar UUP, dengan menyampaikan

di dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) jumlah penghasilan yang lebih

rendah daripada yang sebenarnya (understatement of income) di satu pihak dan

atau melaporkan biaya yang lebih besar daripada yang sebenarnya

(overstatement of the deductions) di lain pihak. Bentuk tax evasion yang lebih

parah adalah apabila Wajib Pajak (WP) sama sekali tidak melaporkan

penghasilannya (non-reporting of income). Adanya perlakuan tax evasion

dipengaruhi oleh berbagai hal seperti tarif pajak terlalu tinggi, kurang

informasinya fiskus kepada WP tentang hak dan kewajibannya dalam

9
membayar pajak, kurangnya ketegasan pemerintah dalam menanggapi

kecurangan dalam pembayaran pajak sehingga WP mempunyai peluang untuk

melakukan tax evasion (Izzah, 2008:3).

Berdasarkan literatur Islam menunjukkan bahwa penggelapan pajak

mungkin etis jika pengaruh pajak adalah untuk menaikkan harga atau jika

pendapatan menyebabkan kenaikan pajak. Dengan demikian, pajak

penghasilan, pajak pertambahan nilai dan tarif pajak dapat di lihat dari segi

moral pemerintahan termasuk pejabat pajak yang tidak baik sehingga

menimbulkan persepsi tidak perlunya membayar pajak. Namun, percakapan

pribadi dengan ulama mendapatkan kesimpulan, setidak-tidaknya beberapa

sarjana Muslim berpendapat bahwa penggelapan pajak tidak selalu etis. Ulama

dan sarjana Muslim mengutip dari segi perspektif Quran untuk membenarkan

pendapatnya. Cara berpikir, bersikap, dan bertindak seseorang pastilah

diwarnai oleh ajaran agama yang dianutnya, jika ia sungguh-sungguh dalam

kehidupan beragama. Dengan demikian, jikalau ajaran agama itu mengandung

nilai-nilai yang dapat memacu pembangunan, jelaslah bahwa agama akan turut

menentukan jalannya pembangunan atau modernisasi. Pajak hanyalah sebuah

sistem yang dijalankan dan dikendalikan oleh manusia (fiskus dan WP).

Bagaimanapun tampilan pemungutan pajak tidak bisa dilepaskan dari nilai-

nilai etika dan religi yang dianut oleh manusia pelaksananya. Dengan kata lain,

etika fiskus dan Wajib Pajak merupakan faktor yang mempengaruhi

kesuksesan pemungutan pajak. Bila nilai etika tersebut dijunjung tinggi, maka

aparat pajak maupun Wajib Pajak tentunya sebisa mungkin akan bersikap

10
profesional dan menjalankan perannya dengan baik, demikian juga sebaliknya

(Nickerson, et al, 2009:3).

Salah satu upaya pemerintah dalam menangani kecurangan dalam

perpajakan yaitu dengan melaksanakan pemeriksaan pajak, karena pada masa

sekarang ini banyak sekali terjadi kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh

Wajib Pajak, diantaranya adalah memanipulasi pendapatan atau

penyelewengan dana pajak. Pemeriksaan pajak ini dimaksudkan untuk menguji

sejauhmana kepatuhan Wajib Pajak di dalam pemenuhan kewajiban

perpajakannya (Aritonang, 2010:2).

Pemeriksaan pajak yang telah di laksanakan dapat memberikan

pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan

kewajiban perpajakan, yaitu dapat mencegah terjadinya penyelundupan pajak

oleh WP yang diperiksa. Pendapat tersebut menunjukan bahwa pemeriksaan

pajak merupakan bagian vital dari fungsi pengawasan dalam self assessment,

karena tujuan pemeriksaan adalah menguji kebenaran pajak terutang yang

dilaporkan WP berdasarkan data, informasi dan bukti pendukung. Dalam

meningkatkan kepatuhan sukarela dari WP diperlukan keadilan dan

keterbukaan dalam menerapkan ketentuan perpajakan, dan prosedur perpajakan

dengan pelayanan prima terhadap WP yang melaksanakan kewajiban

perpajakan, disamping pengawasan dan penegakan hukum (Salip, 2006:3).

Mayoritas literatur yang meneliti penggelapan pajak dari perspektif

etika menyimpulkan bahwa penggelapan pajak dapat dibenarkan dalam situasi

tertentu, meskipun alasan berbeda-beda. Menurut literatur katolik memberikan

beberapa alasan yang menyatakan bahwa penggelapan pajak dianggap suatu

11
hal yang etis, termasuk kemampuan untuk membayar pajak dan korupsi

pemerintah dalam pengelolaan dana yang didapatkan dari pajak (Nickerson, et

al, 2009:3), sedangkan menurut literatur Yahudi menyimpulkan bahwa

penggelapan pajak selalu tidak etis. Salah satu alasan untuk kesimpulan ini

karena ada tekanan pemikiran di dalam literatur Yahudi bahwa terdapat

kewajiban untuk tidak meremehkan orang Yahudi lain. Jika seorang Yahudi

melakukan penggelapan pajak, hal itu akan membuat semua orang Yahudi

lainnya terlihat buruk (McGee, 2008:5).

Nickerson, et al, (2009:4) membahas tentang dimensionalitas skala

etika tentang penggelapan pajak. Mereka mensurvei sekitar seribu seratus

orang di enam negara. Sebuah skala pertanyaan sebanyak delapan belas item

disajikan, dianalisis, dan dibahas. Temuan menunjukkan bahwa penggelapan

pajak (tax evasion) secara keseluruhan memiliki tiga dimensi persepsi skala

etis dari item-item yang diuji, yaitu: 1) keadilan, yang terkait dengan kegunaan

positif dari uang, 2) sistem perpajakan, yang terkait dengan tarif pajak dan

kegunaan negatif atas uang, dan 3) diskriminasi, yang terkait dengan

penggelapan pajak dalam kondisi tertentu.

Determinan - determinan atas kecenderungan untuk melakukan

penghindaran pajak dengan menggunakan studi kasus di Argentina. Dengan

menggunakan lima indikator, yaitu: 1) persepsi menjadi cemas, 2) persepsi

tentang seberapa adil sistem pajak, 3) persepsi tentang seberapa baik

pengeluaran pemerintah, 4) persepsi tentang informasi dan teknologi yang

dimiliki pemerintah, 5) kecenderungan untuk menghindari pajak (Ayu,

2009:2).

12
Penelitian ini selanjutnya mengacu pada variabel-variabel seperti yang

dilakukan oleh Andres dengan penyesuaian terhadap kondisi yang berlaku di

Indonesia. Adapun dalam penelitian yang dilakukan oleh Suminarsasi (2011)

menghasilkan bahwa keadilan berpengaruh positif, sistem perpajakan

berpengaruh negatif dan diskriminasi berpengaruh positif terhadap etika

penggelapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak di Yogyakarta.

Berdasarkan paparan penelitian mengenai perilaku wajib pajak (dalam

berbagai aspek) yang telah dikemukakan diatas, pada dasarnya wajib pajak

akan memandang pajak sebagai beban, dan sudah menjadi sifat dasar manusia

untuk selalu mengurangi beban seminimal mungkin. Secara umum ada tiga

tahapan yang akan dilakukan oleh seorang wajib pajak dalam melakukan

penghindaran kewajibannya dalam membayar pajak, langkah pertama yaitu

dengan melakukan penghindaran pajak secara legal ataupun illegal. Apabila

upaya penghindaran ini tidak dapat dilakukan, maka wajib pajak akan mulai

menerima bahwa pajak itu merupakan kewajiban dengan tetap melakukan

usaha meminimalkan beban pajaknya. Dan ternyata jika hal tersebut telah

dilakukan (atau ternyata tidak dapat dilakukan secara maksimal), maka barulah

wajib pajak akan membayar kewajiban pajaknya tersebut.

Dari penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa dengan

menunjukan sikap pemerintahan yang baik, jujur dan adil dalam menggunakan

dan mendistribusikan dana yang bersumber dari pajak serta memberikan

pemahaman yang menyeluruh seberapa pentingnya dana pajak untuk

kemaslahatan masyarakat umum dan meningkatkan pengawasan dari berbagai

13
kemudahan sistem perpajakan yang ada diharapkan untuk menjadikan

masayarakat/WP bisa membayarkan pajaknya dengan benar sehinggga tujuan

dapat tercapai dan penerimaan pajak dapat mencapai target yang diinginkan.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, peneliti tertarik untuk

penelitian ini merupakan implikasi dari penelitian yang dilakukan oleh

Suminarsasi (2011). Adapun perbedaan penelitian saat ini dengan penelitian

sebelumnya yaitu:

1. Adanya penambahan variabel independen. Penelitian ini menggunakan

variabel independen keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan

kemungkinan terdeteksi kecurangan. Sedangkan penelitian sebelumnya

menggunakan variabel independen keadilan, sistem perpajakan, dan

diskriminasi.

2. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Pribadi

Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta, sedangkan penelitian sebelumnya adalah

Wajib Pajak pribadi yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. Selain itu, penelitian ini dilakukan pada tahun 2013 sedangkan penelitian

sebelumnya pada tahun 2011.

Dari berbagai uraian di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan

penelitian ini karena maraknya tindak penggelapan pajak yang terungkap

akhir-akhir ini yang banyak dilakukan oleh Wajib Pajak beserta fiskus. Selain

itu, dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan bisa mengukur sejauh mana

keberhasilan suatu Negara dalam mengoptimalkan pendistribusian dana pajak

secara adil dan merata, serta untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

14
variabel-variabel terkait terhadap persepsi dari wajib pajak terhadap tindakan

penggelapan pajak. Untuk itu peneliti melakukan penelitian ini dengan judul

“Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi, dan Kemungkinan

Terdeteksi Kecurangan terhadap Persepsi Wajib Pajak dalam Etika

Penggelapan Pajak (Tax Evasion)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang penelitian diatas penulis merumuskan

masalah sbb:

1. Bagaimana keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan

terdeteksinya kecurangan berpengaruh terhadap persepsi Wajib Pajak

mengenai etika penggelapan pajak ?

2. Manakah variabel independen (keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi

dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan) yang paling dominan

mempengaruhi variabel dependen (persepsi mengenai etika penggelapan

pajak) ?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, Penelitian ini bertujuan untuk

menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut:

a. Untuk menganalisis pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi

dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi Wajib

Pajak mengenai etika penggelapan pajak

15
b. Untuk menganalisis variabel independen (keadilan, sistem perpajakan,

diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan) yang paling

dominan mempengaruhi variabel dependen (persepsi mengenai etika

penggelapan pajak)

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, adapun manfaat penelitian yang

diperoleh adalah sebagai berikut:

a. Kantor Pelayanan Pajak

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Kantor Pelayanan

Pajak, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam memahami

pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan

terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika

penggelapan pajak.

b. Bagi Akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para akademisi

sebagai referensi untuk menambah pengetahuan para akademisi mengenai

pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan

terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika

penggelapan pajak.

16
c. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini semoga dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya,

dalam menambah pengetahuan dan memberikan keyakinan mengenai

pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan

terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika

penggelapan pajak.

d. Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi

bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh keadilan,

sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya

kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan

pajak.

17
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang pajak

1. Pengertian Pajak

Dalam ilmu perpajakan yang mendasari adalah peraturan yang

tercantum dalam undang-undang yang dikeluarkan Direktorat Jenderal

Pajak. Terdapat beberapa pendapat mengenai definisi pajak, diantaranya:

Definisi pajak menurut Undang-undang No.28 tahun 2007, pajak

adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan

Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara

berdasarkan undang-undang yang berlaku dan dapat dipaksakan dan tanpa

adanya timbal jasa (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan

yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum Negara (Suminarsasi,

2011:1).

Menurut Feldmann, pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak

oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan

secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan

untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Resmi, 2009:2).

18
Menurut Djayaningrat, pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan

sebagaian dari kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keadaan,

kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan

sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta

dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari Negara secara

langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum (Resmi, 2009:1)

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak

memiliki unsur - unsur:

a. Pajak dipungut berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan

pelaksanaannya, dan sifatnya dapat dipaksakan.

b. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah.

c. Pajak merupakan peralihan kekayaan dari orang atau badan ke negara

(pemerintah)

d. Pajak dapat dipungut baik langsung maupun tidak langsung.

e. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah (fungsi

budgetair), yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus,

digunakan untuk membiayai investasi publik.

f. Pajak untuk melaksankan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan

ekonomi (fungsi regulerend). Contoh: dikenakan pajak yang tinggi

terhadap minuman keras sehingga konsumsi minuman keras dapat

ditekan.

19
Berdasarkan definisi diatas, pengertian pajak adalah iuran yang

dapat dipaksakan, dimana pemerintah dapat memaksa Wajib Pajak untuk

memenuhi kewajibannya dengan menggunakan surat paksa dan sita. Setiap

Wajib Pajak yang membayar iuran atau pajak kepada negara tidak akan

mendapat balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan. Tetapi imbalan yang

secara tidak langsung diperoleh Wajib Pajak berupa pelayanan pemerintah

yang ditujukan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan sarana

irigasi, jalan, sekolah, dan sebagainya.

2. Fungsi Pajak

Menurut Resmi (2009:3) fungsi pajak dalam masyarakat suatu

negara terbagi dalam 2 (dua) fungsi, yaitu:

a. Fungsi Budgetair (sumber dana bagi pemerintah) fungsi ini bertujuan

untuk memasukan penerimaan uang untuk kas negara sebanyak-

banyaknya antara lain mengisi Anggaran Pendapatan Dan Belanja

Negara (APBN) sesuai dengan target penerimaan pajak yang telah

ditetapkan, sehingga posisi anggaran pendapatan dan pengeluaran yang

berimbang tercapai.

b. Fungsi Regulerend (mengatur) fungsi pajak yang secara tidak langsung

dapat mengatur dan menggerakan perkembangan sarana perekonomian

nasional yang produktif. Adanya pertumbuhan perekonomian yang

demikian maka akan dapat menumbuhkan objek pajak dan subjek pajak

yang baru yang lebih banyak lagi, sehingga basis pajak lebih meningkat

lagi. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi regulerend adalah:

20
1) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak

Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi

transaksi jual beli barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka

tarif pajaknya semakin tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal

harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak

berlomba-lomba untuk mengonsumsi barang mewah (mengurangi

gaya hidup mewah).

2) Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan: dimaksudkan agar

pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi

(membayar pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan

pendapatan.

3) Tarif pajak ekspor sebesar 0%, dimaksudkan agar para pengusaha

terdorong mengekspor hasil produksinya dipasar dunia sehingga dapat

memperbesar devisa Negara.

4) Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan hasil barang industri

tertentu, seperti industri semen, rokok, baja dan lain-lain:

dimaksudkan agar terdapat penekanan terhadap produksi tersebut

karena dapat mengganggu lingkungan atau polusi (membahayakan

kesehatan).

5) Pemebebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi:

dimaksudkan untuk mendorong perkembangan koperasi di Indonesia.

6) Pemberlakuan tax holiday, dimaksudkan untuk menarik investor asing

agar menanamkan modalnya di Indonesia.

21
Berdasarkan fungsi pajak diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

fungsi budgetair merupakan suatu alat untuk mengisi kas negara atau daerah

sebanyak-banyaknya dalam rangka membiayai pengeluaran rutin dan

pembangunan pemerintah pusat maupun daerah, sedangkan fungsi

regulerend yaitu bersifat mengatur dalam bidang sosial, politik, ekonomi

dan budaya.

3. Jenis Pajak

Menurut Mardiasmo (2009:5) terdapat berbagai jenis pajak yang

dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu penggolongan menurut golongannya,

menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutnya.

a. Menurut golongannya, jenis pajak terdiri:

1) Pajak langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung

sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan

kepada orang lain atau pihak lain.

2) Pajak tidak langsung, adalah pajak yang akhirnya dapat dibebankan

atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.

b. Menurut sifatnya, jenis pajak terdiri dari:

1) Pajak subjektif, adalah pajak yang pengenaannya memperlihatkan

pada keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang

memperhatikan pada subjeknya.

2) Pajak objektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada

objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan peristiwa yang

mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa

memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (Wajib Pajak) maupun

tempat tinggal.

22
c. Menurut lembaga pemungutannya, jenis pajak terdiri dari:

1) Pajak Negara atau Pajak Pusat, adalah pajak yang dipungut oleh

pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga

negara pada umumnya.

2) Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah

baik Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II dan digunakan untuk

membiayai rumah tangga masing-masing

Berdasarkan definisi di atas terlihat jelas bahwa jenis-jenis dari pajak

daerah pada hakekatnya sama dengan pajak pusat, yaitu dalam

pemungutannya pajak pusat maupun pajak daerah sama harus berdasarkan

peraturan perundang-undangan begitu juga dengan hasil penerimaannya

dipergunakan untuk pembiayaan pembangunan, baik pembangunan pusat

maupun pembangunan daerah, dan yang membedakannya hanyalah

pelaksana pemungutnya.

4. Tata Cara Pemungutan Pajak

Menurut Waluyo (2009:16) tata cara pemungutan pajak terdiri atas

stelsel pajak, asas pemungutan pajak, dan sistem pemungutan pajak.

a. Stelsel Pajak

1) Stelsel nyata (rill), stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan banyak

didasarkan objek yang sesungguhnya terjadi (untuk pajak penghasilan

maka objeknya adalah pajak penghasilan). Oleh karena itu,

pemungutan pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,

yaitu setelah semua penghasilan yang sesungguhnya dalam suatu

tahun pajak diketahui.

23
2) Stelsel anggapan, stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak

didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang.

3) Stelsel campuran, stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak

didasarkan pada kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.

Dianutnya suatu stelsel pajak tertentu dalam suatu negara

membawa adanya sistem pemungutan tertentu juga di dalamnya, seperti

yang telah di uraikan di atas stelsel dibagi menjadi tiga, dan ketiganya

juga memiliki kelebihan maupun kelemahan masing-masing.

b. Asas Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2009:7) dalam era globalisasi sekarang ini,

batas negara menjadi tidak jelas bagi Wajib Pajak dalam mencari dan

memperoleh penghasilan, sehingga penentuan cara pemungutan pajak ini

penting untuk menentukan negara mana yang berhak memungut pajak.

Dalam pemungutan pajak penghasilan ada tiga macam cara yang biasa

dilakukan sebagai berikut:

1) Asas domisili (asas tempat tinggal)

Dalam asas ini, pemungutan pajak berdasarkan domisili atau

tempat tinggal wajib pajak dalam suatu negara. Negara di mana Wajib

Pajak bertempat tinggal berhak memungut pajak terhadap Wajib Pajak

tanpa melihat dari mana pendapatan atau penghasilan tersebut

diperoleh, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri dan tanpa

melihat kebangsaan atau kewarganegaraan Wajib Pajak tersebut.

24
2) Asas sumber

Dalam asas ini pemungutan pajak didasarkan pada sumber

pendapatan atau penghasilan dalam suatu negara. Menurut asas ini,

negara yang menjadi sumber pendapatan atau penghasilan tersebut

berhak memungut pajak tanpa memerhatikan domisili dan

kewarganegaraan Wajib Pajak.

3) Asas kebangsaan

Dalam asas ini, pemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan

atau kewarganegaraan dari Wajib Pajak, tanpa melihat dari mana

sumber pendapatan tersebut maupun di negara mana tempat tinggal

(domisili) dari Wajib Pajak yang bersangkutan.

Di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2)

Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara

ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu

undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang

akan dijadikan landasan oleh negara. Seperti yang telah di uraikan di atas

merupakan asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai

asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak,

khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan.

c. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2009:9) sistem pemungutan pajak dibagi

menjadi 3 (tiga) yaitu Official Assessment System, Self Assessment

System, With Holding System.

25
1) Official Assessment System

Suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada

pemerintah (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang

oleh Wajib Pajak. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak

terutang ada pada Fiskus, Wajib Pajak bersifat pasif. Utang pajak

timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh Fiskus.

2) Self Assessment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Ciri-cirinya adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak

terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. Wajib Pajak aktif mulai dari,

menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang,

Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3) With Holding System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

pihak ketiga (bukan Fiskus atau bukan Wajib Pajak yang

bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh

Wajib Pajak. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang

ada pada pihak ketiga, pihak selain Fiskus dan Wajib Pajak.

Di Indonesia, menerapkan ketiga sistem tersebut: (1) Official

assessment system diterapkan dalam hal pelunasan Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB), dimana KPP akan mengeluarkan surat ketetapan pajak

mengenai besarnya PBB yang terhutang setiap tahun. Jadi Wajib Pajak

tidak perlu menghitung sendiri, tapi cukup membayar PBB berdasarkan

26
Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan oleh KPP

dimana tempat objek pajak tersebut terdaftar . (2) Self assessment system

contohnya diterapkan dalam penyampaian SPT Tahunan PPh (baik untuk

Wajib Pajak Badan maupun Wajib Pajak Orang Pribadi), dan SPT Masa

PPN. PBB juga menganut system self assessment dimana Wajib Pajak

diberikan kepercayaan dengan memberikan kesempatan kepada Wajib

Pajak untuk mendaftarkan dan melaporkan sendiri objek pajak yang

dikuasai dimiliki atau dimanfaatkan (self declaration) dengan

menggunakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). (3) With

Holding System diterapkan dalam mekanisme pemotongan atau

pemungutan sesuai PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal

26, PPh Final Pasal 4 Ayat (2), PPh Pasal 15, dan PPN. Sebagai bukti

atas pelunasan pajak ini biasanya berupa bukti potong atau bukti pungut.

Dalam kasus tertentu ada juga yang berupa Surat Setoran Pajak (SSP).

Bukti-bukti pemotongan ini nanti dilampirkan dalam SPT Tahunan

PPh/SPT Masa PPN dari Wajib Pajak yang bersangkutan.

5. Tarif Pajak

Menururt Mardiasmo (2009:9) pajak dipungut berdasarkan tarif. Ada

empat macam tarif pajak, yaitu tarif proposional, tarif tetap, tarif progresif,

dan tarif degresif.

27
a. Tarif Proposional

Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang

dikenakan pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang proposional

terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.

b. Tarif Tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang

dikenai pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.

c. Tarif Progresif

Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai

pajak semakin besar.

d. Tarif Degresif

Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah dikenai pajak

semakin besar.

Tarif pajak merupakan ukuran atau standar pemungutan pajak,

dalam hubungannya dengan pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam

UU PPh maka tarif yang diterapkan adalah tarif progresif sebagaimana

diatur dalam pasal 17 ayat (1) UU PPh. Sedangkan untuk pajak

pertambahan nilai berlaku tarif pajak proporsional yaitu 10%.

6. Pengertian Wajib Pajak (WP)

Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000

pengertian wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar

pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan

kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

perpajakan.

28
Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan

kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha

yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah

(BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi,

dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,

organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan

lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

Kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan maupun perseorangan sesuai

dengan undang-undang KUP antara lain:

a. Wajib mendaftarkan diri kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat

untuk mendapatkan NPWP.

b. Wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan

benar, lengkap dan jelas.

c. Wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang melalui Kantor Pos

atau Bank persepsi yang ditunjuk.

Jadi dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Wajib Pajak ini

terdiri dari dua jenis yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak

badan yang memenuhi definisi sebagai subjek pajak dan menerima atau

memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak yang menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk

melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong

pajak tertentu.

29
B. Etika

1. Pengertian Etika

Secara etimologi kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu "Ethos"

yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya

berkaitan erat dengan moral yang merupakan istilah dari bahasa latin, yaitu

"mos" yang dalam bentuk melakukan perbuatan baik dan menghindari hal-

hal tindakan yang buruk. Menurut seorang muslim etika adalah cara

manusia berprilaku yang didasarkan pada aturan-aturan agama dan

masyarakat (Izza, 2008:4).

2. Jenis - Jenis Etika

Untuk menganalisis arti etika, menurut Bertens etika dibedakan

menjadi dua, yaitu (Syopiansyah, 2009:4):

a. Etika Sebagai Praktis

1) Nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh yang dipraktekkan atau

justru tidak diparktekkan walaupun seharusnya dipraktekkan.

2) Apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sejauh dengan nilai dan

norma moral.

b. Etika Sebagai Refleksi

1) Pemikiran moral berpikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya

tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

2) Berbicara tentang etika sebagai praktis atau mengambil praktis etik

sebagai objeknya.

3) Menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku seseorang.

30
Menurut Sidik (2007), etika dapat dikelompokan menjadi dua

definisi yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Etika merupakan karakter individu, dalam hal ini termasuk bahwa orang

yang beretika adalah orang yang baik, dan

b. Etika merupakan hukum sosial. Sifat dasar etika adalah sifat kritis, etika

bertugas:

1) Untuk mempersoalkan norma yang dianggap berlaku;

2) Etika mengajukan pertanyaan tentang legitimasinya;

3) Etika mempersoalkan pula hak setiap lembaga seperti orangtua,

sekolah, negara dan agama untuk memberikan perintah atau larangan

yang harus ditaati;

4) Etika dapat mengantarkan manusia pada sifat kritis dan rasional;

5) Etika menjadi alat pemikiran yang rasional dan bertanggung jawab

bagi seorang ahli dan bagi siapa saja yang tidak mau diombang-

ambingkan oleh norma-norma yang ada.

Objek etika menurut Zubair (1987) adalah pernyataan moral, apabila

diperiksa segala macam moral, pada dasarnya hanya dua macam, yaitu

pernyataan tentang tindakan manusia dan pernyataan tentang manusia

sendiri atau tentang unsur-unsur kepribadian manusia seperti motif-motif,

maksud, dan watak (Syopiansyah, 2009:6). Etika berhubungan dengan

empat hal yaitu:

a. Dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas

perbuatan yang dilakukan oleh manusia.

31
b. Dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau

filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak,

absolut dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki

kekurangan, kelebihan dan sebagainya.

c. Dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan

penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu

apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat,

hina dan sebagainya. Jamaknya “Mores” yang berarti juga adat kebiasaan

atau cara hidup seseorang.

Etika mempunyai beragam makna yang berbeda, salah satu

maknanya adalah: “prinsip tingkah laku yang mengatur individu atau

kelompok”. Seperti penggunaan istilah etika personal, yaitu mengacu pada

aturan-aturan dalam lingkup dimana orang per orang menjalani kehidupan

pribadinya. Selain itu, kita menggunakan istilah akuntansi ketika mengacu

pada seperangkat aturan yang mengatur tindakan professional akuntan.

Untuk makna yang kedua, etika adalah “kajian moralitas.” Hal ini berarti

etika berkaitan dengan moralitas. Meskipun berkaitan, etika tidak sama

persis dengan moralitas. Etika adalah semacam penelaahan (baik aktivitas

penelaahan maupun hasil-hasil penelaahan itu sendiri), sedangkan moralitas

merupakan pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa

itu benar dan salah, atau baik dan jahat (Suminarsasi, 2011:4).

Setelah mengaitkan dengan moralitas, Velasquez mengembangkan

pengertian etika sebagai ilmu yang mendalami standar moral perorangan

dan standar moral masyarakat. Merujuk pada uraian di atas dapat diambil

32
pengertian bahwa etika pajak adalah peraturan dalam lingkup dimana orang

per orang atau kelompok orang yang menjalani kehidupan dalam lingkup

perpajakan, bagaimana mereka melaksanakan kewajiban perpajakannya,

apakah sudah benar, salah, baik ataukah jahat (Suminarsasi, 2011:4).

C. Penggelapan Pajak (Tax Evasion)

1. Pengertian Penggelapan Pajak

Penggelapan pajak mengacu pada tindakan yang tidak benar yang

dilakukan oleh wajib pajak mengenai kewajibannya dalam perpajakan.

Mardiasmo (2009) mendefinisikan penggelapan pajak (tax evasion)

“Adalah usaha yang dilakukan oleh wajib pajak untuk meringankan beban
pajak dengan cara melanggar undang-undang. Dikarenakan melanggar
undang-undang, penggelapan pajak ini dilakukan dengan menggunakan cara
yang tidak legal. Para wajib pajak sama sekali mengabaikan ketentuan
formal perpajakan yang menjadi kewajibannya, memalsukan dokumen, atau
mengisi data dengan tidak lengkap dan tidak benar”.

Menurut Siahaan (2010:110) mengatakan bahwa penggelapan pajak

“adalah usaha yang digunakan oleh wajib pajak untuk mengelak dari
kewajiban pajak yang sesungguhnya dan merupakan perbuatan yang
melanggar undang-undang pajak, sehingga membawa berbagai macam
akibat, meliputi berbagai bidang kehidupan masyarakat, antara lain bidang
keuangan, ekonomi, dan psikologi”.

Masri (2012:5), menjelaskan pembahasan mengenai penggelapan

pajak (tax evasion) adalah sebagai berikut:

“Usaha-usaha memperkecil jumlah pajak dengan melanggar ketentuan-


ketentuan pajak yang berlaku. Pelaku tax evasion dapat dikenakan sanksi
administratif maupun sanksi pidana.”

33
Menurut Setiawan (2008:181) tax evasion yaitu

“cara menghindari pajak dengan cara-cara yang bertentangan dengan


ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Bila diketemukan
dalam pemeriksaan pajak, maka Wajib Pajak akan dikenakan sanksi
administrasi dan pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku”.

Menurut Wallschutzki beberapa alasan yang menjadi pertimbangan

Wajib Pajak untuk melakukan penghindaran pajak (Nurmantu, 2004:26),

adalah sebagai berikut:

a. Ada peluang untuk melakukan penghindaran pajak karena ketentuan

perpajakan yang ada belum mengatur secara jelas mengenai ketentuan-

ketentuan tertentu

b. Kemungkinan perbuatannya diketahui relatif kecil

c. Manfaat yang diperoleh relatif besar daripada resikonya

d. Sanksi perpajakan yang tidak terlalu berat

e. Ketentuan perpajakan tidak berlaku sama terhadap seluruh Wajib Pajak

f. Pelaksanaan penegakan hukum yang bervariasi

2. Dampak Penggelapan Pajak (Tax Evasion)

Menurut Siahaan (2010:110) penggelapan pajak membawa akibat

pada pada perekonomian secara makro. Akibat dari pengelakan pajak sangat

beragam dan meliputi berbagai bidang kehidupan masyarakat, antara lain

sebagai berikut:

a. Akibat Pengelakan / Penggelapan Pajak Dalam Bidang Keuangan

Penggelapan/pengelakan pajak (sebagaimana juga halnya dengan

penghindaran diri dari pajak) berarti pos kerugian yang penting bagi

34
Negara, yaitu dapat menyebabkan ketidakseimbangan anggaran dan

konsekuensi-konsekuensi lain yang berhubungan dengan penaikan tarif

pajak, inflasi, dan sebagainya. Untuk menjamin pemungutan pajak secara

tepat, sering dikemukakan falsafah sebagai berikut, “Wajib Pajak yang

mengelakan pajak mungkin mengira bahwa Negara mengambil sejumlah

yang telah ada dikantungnya. Pada hakikatnya dialah yang mengambil

uang dari warga-warga yang oleh Negara harus diminta pengorbanan lain

(untuk mengimbangi kekurangan yang ditimbulkan oleh Wajib Pajak

yang tidak menunaikan kewajibannya itu)”.

b. Akibat Pengelakan / Penggelapan Pajak Dibidang Ekonomi

Menurut Siahaan (2010:110), adapun akibat dari penggelapan

pajak dalam bidang ekonomi adalah sebagai berikut

1. Pengelakan/penggelapan pajak sangat mempengaruhi persaingan sehat

diantara para pengusaha, sebab suatu perusahaan yang menggelapkan

pajaknya dengan menekan menekan biaya secara tidak legal, mereka

mempunyai posisi yang lebih menguntungkan daripada saingan-

saingan yang tidak berbuat demikian.

2. Pengelakan/penggelapan pajak tersebut merupakan penyebab stagnasi

perputaran roda ekonomi yang apabila perusahaan bersangkutan

berusaha untuk mencapai tambahan dari keuntungannya dengan

penggelapan pajak, dan tidak mengusahakan dengan jalan perluasan

aktivitas atau peningkatan usaha. Untuk menutup-nutupinya agar

jangan sampai terlihat oleh fiskus.

35
3. Pengelakan/penggelapan pajak termaksud juga menyebabkan

langkanya modal karena para wajib pajak yang menyembunyikan

keuntungannya terpaksa berusaha keras untuk menutupinya agar tidak

sampai terdeteksi oleh fiskus.

Oleh karena itu pengelakan/penggelapan pajak yang dilakukan

oleh para WP pada hakikatnya menimbulkan dampak yang secara tidak

langsung menghambat pertumbuhan dan perluasan usahanya, dengan

mencoba sedemikian rupa untuk meminimalkan jumlah beban pajak yang

dilaporkan di SPT. Hal ini juga mengakibatkan ruang lingkup perputaran

modal suatu usaha menjadi tidak leluasa dikarenakan WP berusaha

menyembunyikan laba/keuntungannya sedemikian rupa agar tidak

sampai terdeteksi oleh fiskus.

c. Akibat Pengelakan / Penggelapan Pajak Dalam Bidang Psikologi

Akibat dari penggelapan pajak itu juga dirasakan dalam bidang

psikologi, sebab penggelapan pajak membiasakan Wajib Pajak untuk

melanggar undang-undang. Apabila Wajib Pajak sampai hati melakukan

penipuan dalam bidang fiskal, lambat laun Wajib Pajak tidak akan segan-

segan berbuat sama dalam hal ini. Akibat dari komplikasi-komplikasi ini

pasti menimbulkan dampak yang mengancam sehubungan dengan tindak

penggelapan pajak, seperti: kemungkinan terungkapnya praktek penipuan

tersebut dengan konsekuensi pembayaran pajak yang berlipat ganda

karena meliputi utang pajak dalam waktu tertentu, ditambah dengan

denda dan kenaikan pajak yang harus dibayarnya. Hal demikian kadang-

36
kadang terjadi pada saat yang kurang tepat seperti dalam keadaan

kekurangan uang, sakit ataupun mengalami kebangkrutan. Akhirnya

tindakan penggelapan pajak mempunyai pengaruh yang berbahaya

terhadap Wajib Pajak, dengan tidak menyadari akan konsekuensinya, dan

mengira bahwa perbuatan curang semacam itu akan menguntungkannya

secara jangka panjang (Siahaan, 2010:111).

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

pengelakan/penggelapan pajak yang dilakukan oleh WP memiliki

konsekuensi yang sangat beresiko secara materil dan non materil. Secara

materil bahwa WP akan menganggap perbuatan penggelapan pajak itu akan

menguntungkannya secara jangka panjang, akan tetapi konsekuensi yang

terjadi jika terungkapnya tindak penggelapan pajak tersebut, maka WP akan

membayar dengan kerugian berkali-kali lipat disertai dengan dengan denda

dan kurungan pidana dalam jangka waktu tertentu, ditambah pula jika WP

tidak mempunyai cukup dana untuk menutup denda yang diputuskan,

sejumlah asset akan disita dan bisa berdampak pada kebangkrutan bahkan

resiko kejiwaan.

D. Keadilan

1. Keadilan Pajak

Asas keadilan pemungutan pajak dibedakan menjadi dua (Rosdiana,

2008:18), yaitu:

a. Benefit Principle

Wajib pajak harus membayar pajak sejalan dengan manfaat yang

dinikmatinya yang disediakan oleh pemerintah.

37
b. Ability Principle

Pajak dibedakan kepada Wajib Pajak atas dasar kemampuan

membayar dan penghasilannya.

Keadilan oleh Siahaan (2010:112) dibagi dalam tiga pendekatan

aliran pemikiran, yaitu:

a. Prinsip Manfaat (Benefit Principle)

Seperti teori yang diperkenalkan oleh Adam Smith serta beberapa

ahli perpajakan lain tentang keadilan, mereka mengatakan bahwa

keadilan harus didasarkan pada prinsip manfaat. Prinsip ini menyatakan

bahwa suatu sistem pajak dikatakan adil apabila kontribusi yang

diberikan oleh setiap wajib pajak sesuai dengan manfaat yang

diperolehnya dari jasa-jasa pemerintah. Jasa pemerintah ini meliputi

berbagai sarana yang disediakan oleh pemerintah untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan prinsip ini maka sistem pajak

yang benar-benar adil akan sangat berbeda tergantung pada struktur

pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu, prinsip manfaat tidak hanya

menyangkut kebijakan pajak saja, tetapi juga kebijakan pengeluaran

pemerintah yang dibiayai oleh pajak.

b. Prinsip Kemampuan Untuk Membayar (Ability To Pay)

Dalam pendekatan ini, masalah pajak hanya dilihat dari sisi pajak

itu sendiri, terlepas dari sisi pengeluaran publik (pengeluaran pemerintah

untuk membiayai pengeluaran bagi kepentingan publik). Menurut prinsip

ini, perekonomian memerlukan suatu jumlah penerimaan pajak tertentu,

dan setiap wajib pajak diminta untuk membayar sesuai dengan

kemampuannya.

38
Prinsip kemampuan membayar secara luas digunakan sebagai

pembebanan pajak. Pendekatan prinsip kemampuan membayar

dipandang lebih baik dalam mengatasi masalah redistribusi dalam

pendapatan masyarakat, tetapi mengabaikan masalah yang berkaitan

dengan penyediaan jasa-jasa publik (Siahaan, 2010:113).

c. Keadilan Horizontal Dan Keadilan Vertikal

Mengacu pada prinsip kemampuan untuk membayar, dapat

ditarik kesimpulan bahwa terdapat dua kelompok besar keadilan pajak,

yaitu:

1) Keadilan Horizontal

Suatu pemungutan pajak memenuhi keadilan horizontal apabila Wajib

Pajak yang berada dalam kondisi yang sama diperlakukan sama (equal

treatment for equals) dalam hal sebagai berikut (Andria, 2008:18):

a) Definisi penghasilan

Apabila beban pajaknya sama atas semua Wajib Pajak yang

memperoleh penghasilan yang sama dengan jumlah tanggungan

yang sama, tanpa membedakan jenis atau sumber penghasilan.

b) Globality

Seluruh tambahan kemampuan ekonomis merupakan ukuran

membayar (The Global Ability to Pay) karena itu harus

dijumlahkan menjadi satu sebagai objek pajak.

c) Net Income

Yang menjadi Ability to pay yaitu jumlah neto setelah dikurangi

semua biaya yang tergolong dalam biaya untuk mendapatkan,

39
menagih dan memelihara penghasilan. Sebab penerimaan atau

perolehan yang dipakai untuk mendapatkan penghasilan, tidak

dapat dipakai lagi untuk memenuhi kebutuhan Wajib Pajak. Jadi

yang dipakai untuk biaya tersebut bukan merupakan tambahan dari

kemampuan ekonomis.

d) Personal Exemption

Pengurangan yang diberikan kepada Wajib Pajak orang pribadi

yang berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

e) Equal Treatment for The Equals

Seluruh penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang sama tanpa

membebankan jenis atau sumber penghasilan.

Prinsip keadilan horizontal ini diberlakukan kepada WP

dengan maksud dan tujuan terhadap tingkat kesetaraan dalam

perolehan penghasilan. WP yang memiliki tingkat penghasilan yang

setara, akan dikenakan pajak yang setara pula. Tentunya disertai

dengan berapa besar PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) masing-

masing WP yang menjadi pengurang beban pajaknya.

2) Keadilan Vertikal

Sedangkan pemungutan pajak diakatakan adil secara vertikal

apabila orang-orang dengan tambahan kemampuan ekonomis yang

berbeda dikenakan pajak penghasilan yang berbeda setara dengan

perbedaannya atau yang sering disebut dengan unequal treatment for

the unequals (Adrian, 2008:19 (Mansyuri, 1996:10)). Syarat-syarat

keadilan vertikal adalah sebagai berikut:

40
a) Unequal Treatment for The Unequals

Besarnya tarif dibedakan oleh jumlah seluruh penghasilan atau

jumlah seluruh tambahan kemampuan ekonomis (bukan perbedaan

jenis atau sumber penghasilan).

b) Progression

Wajib Pajak yang penghasilannya besar, harus membayar pajak

yang besar dengan presentase tarif yang besar.

Dalam hal ini keadilan vertikal dapat kita jumpai pada WP

yang memilki profesi dibidang keahlian pribadi, contohnya adalah

seorang dokter. Dimana seorang dokter memiliki tambahan

penghasilan lain diluar pekerjaannya di rumah sakit dengan membuka

praktek secara pribadi ditempat yang berbeda, maka dokter ini akan

dikenakan tarif penghasilan progresif, dan masih banyak lagi jenis

pekerjaan yang dikenakan tarif progresif.

2. Cara Mewujudkan Keadilan Pajak

Masalah yang sangat mendasar yang selalu dijumpai dalam

pemungutran pajak adalah bagaimanakah cara mewujudkan keadilan pajak,

hal ini tidak mudah dijawab karena keadilan memiliki perspektif yang

sangat luas, dimana keadilan antara masing-masing individu berbeda-beda.

Walaupun demikian, Negara dalam menerapkan pajak sebagai sumber

penerimaan harus berusaha untuk mencapai kondisi dimana masyarakat

secara makro dapat merasakan keadilan dalam penerapan undang-undang

pajak. Setidaknya ada tiga aspek keadilan yang perlu diperhatikan dalam

41
penerapan pajak, sebagai berikut (Siahaan, 2010:114-116 (pembahasan ini

diambil dari makalah kuliah perpajakan yang digunakan di STAN, tidak

dipublikasikan):

a. Keadilan Dalam Penyusunan Undang - Undang Pajak

Keadilan dalam penyusunan undang-undang merupakan salah

satu penentu dalam mewujudkan keadilan perpajakan, karena dengan

melihat proses dan hasil akhir pembuatan undang-undang pajak yang

kemudian diberlakukan masyarakat akan dapat melihat apakah

pemerintah juga mengakomodasi kepentingan WP dalam penetapan

peraturan perpajakan, seperti ketentuan tentang siapa yang menjadi objek

pajak, apa yang menjadi objek pajak, bagaimana cara pembayaran pajak,

tindakan yang dapat diberlakukan oleh fiskus kepada WP, sanksi yang

mungkin dikenakan kepada WP yang tidak melaksanakan kewajibannya

secara tidak benar, hak WP, perlindungan WP dari tindakan fiskus yang

dianggapnya tidak sesuai dengan ketentuan, keringanan pajak yang yang

dapat diberikan kepada WP, dan hal lainnya.

Undang - undang pajak yang disusun dengan mengakomodasi

perkembangan yang terjadi di masyarakat akan lebih mengakomodir

perkembangan yang terjadi dalam masyarakat yang akan lebih mudah

diterima oleh masyarakat yang akan membayar pajak, karena mereka

diperlakukan secara adil oleh pemerintah dalam penetapan pungutan

wajib yang akan membebani WP. Untuk menilai apakah suatu undang-

undang pajak mewakili fungsi dan tujuan dari hukum pajak dapat

42
dilakukan dengan cara melihat sejauh mana asas-asas dalam pemungutan

pajak dimasukkan ke dalam pasal-pasal dalam undang-undang pajak

yang bersangkutan. Untuk memenuhi keadilan perpajakan, maka

seharusnya pemerintah bersama dengan DPR mengikuti syarat

pembuatan undang-undang pajak, yaitu syarat yuridis, ekonomi dan

finansial.

b. Keadilan Dalam Penerapan Ketentuan Perpajakan

Keadilan dalam penerapan ketentuan perpajakan merupakan hal

yang harus diperhatikan benar oleh Negara/pemerintah sebagai pihak

yang diberi kewenangan oleh hukum pajak untuk menarik/memungut

pajak dari masyarakat. Dalam mencapai keadilan ini, Negara/pemerintah

melalui fiskus harus memahami dan menerapkan asas-asas pemungutan

pajak dengan baik.

Pada dasarnya salah satu bentuk keadilan didalam penerapan

hukum pajak adalah terjadinya keseimbangan antara pelaksanaan

kewajiban perpajakan dan perpajakan dari WP. Karena itu dalam asas

pemungutan pajak yang baik, fiskus harus konsisten dalam menerapkan

ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang pajak dengan juga

memperhatikan kepentingan WP, hal ini dapat dilihat dari contoh sebagai

berikut: Dalam pasal 27A ayat (1) Undang-undang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan dinyatakan bahwa apabila pengajuan keberatan,

permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan

sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar

43
sebagaimana dimaksud dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT),

Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), Surat Ketetapan Lebih Bayar

(SKPLB) yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak,

kelebihan pembayaran pajak tersebut akan dikembalikan dengan

ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling

lama 24 (dua puluh empat) bulan. Apabila fiskus dengan sengaja

berlarut-larut waktu dalam melakukan pengembalian kelebihan karena

tidak diatur dalam batang tubuh undang-undang KUP kapan paling

lambatnya pengembalian ini harus dilakukan, dan di lain pihak kapanpun

pengembalian dilakukan kepada WP diberikan bunga yang jumlah

maksimalnya tidak berubah karena telah ditentukan dalam sistem hukum

(yaitu maksimal 24 bulan). Terlebih jika sengaja tidak menerbitkan

imbalan bunga; hal tersebut tentulah akan menimbulkan ketidakadilan

bagi WP. kelebihan pembayaran pajak tersebut adalah hak sepenuhnya

milik WP yang harus dikembalikan. Dalam kasus tersebut timbul

pengikraran keadilan dalam pelaksanaan hukum pajak yang berdampak

pada ketidak puasan masyarakat/WP dan mungkin berakibat menurunnya

kepatuhan atau menghilangnya kepatuhan WP dalam melaksanakan

kewajiban perpajakannya.

c. Keadilan Dalam Penggunaan Uang Pajak

Keadilan dalam penggunaan uang pajak merupakan aspek ketiga

yang menjadi tolok ukur penerapan keadilan perpajakan, berkaitan

44
dengan harapan sampai dimana manfaat dari pemungutan pajak tersebut

dipergunakan untuk kepentingan masyarakat banyak. Keadilan yang

bersumber pada penggunaan uang pajak sangat penting karena membayar

pajak tidak menerima kontra prestasi secara langsung yang “dapat”

ditunjuk atau yang seimbang pada saat membayar pajak. Sehingga

manfaat pajak untuk pelayanan umum dan kesejahteraan umum harus

benar-benar mendapatkan perhatian dan dapat dirasakan secara langsung

oleh masyarakat yang menjadi pembayar pajak. Pendekatan manfaat

adalah fundamental dalam menilai keadilan di dalam penggunaan uang

pajak oleh pemerintah.

E. Sistem Perpajakan

1. Asas Perpajakan

Banyak pendapat ahli yang mengemukakan tentang asas-asas

perpajakan yang harus ditegakan dalam membangun suatu sistem

perpajakan, Tjahjono mengemukakan dari Adam Smith dalam buku Wealth

of Nations, menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan

oleh empat asas, equality/equity, certainly, convenience of payment dan

economy (Andria 2008:14):

Tjahjono (2005:16) menjelaskan ke empat asas tersebut sebagai

berikut:

a. Equality dan equity

Equality atau kesamaan mengandung arti bahwa keadaan yang sama atau

orang dalam keadaaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama.

45
b. Certainly

Kepastian hukum merupakan tujuan dari Undang-undang, dalam

pembuatannya, harus diupayakan supaya ketentuan yang dimuat didalam

undang-undang harus jelas, tegas, tidak mengandung arti ganda atau

memberikan peluang untuk ditafsirkan lain. Kepastian hukum banyak

tergantung pada susunan kalimat, susunan kata, dan penggunaan istilah

yang sudah dibakukan. Untuk mencapai tujuan tersebut penggunaan

bahasa hukum sangat mutlak dibutuhkan.

c. Convinience of Payment

Pajak yang dipungut harus sesuai waktu yang tepat, yaitu ketika Wajib

Pajak mempunyai uang. Tidak semua Wajib Pajak mempunyai saat

Convinience yang sama, yang mengenakannya untuk membayar pajak.

Seseorang yang menerima gaji akan lebih mudah membayar gaji pada

saat menerima gaji.

d. Economics of Collection

Dalam pembuatan undang-undang pajak perlu dipertimbangkan bahwa

biaya pemungutan harus lebih kecil dari uang pajak yang masuk. Tidak

ada artinya pengenaan pajak jika pemasukan pajaknya hanya untuk biaya

pemungutan saja (Adrian, 2005:21 (Tjahjono dan Husein, 2005:16-17)).

2. Sistem Perpajakan di Indonesia

Menurut Mardiasmo (2009:9) sistem pemungutan pajak dibagi

menjadi 3 (tiga) yaitu Official Assessment System, Self Assessment System,

With Holding System.

46
a. Official Assessment System

Suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada

pemerintah (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang

oleh Wajib Pajak. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang

ada pada Fiskus, Wajib Pajak bersifat pasif. Utang pajak timbul setelah

dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh Fiskus (Mardiasmo, 2009:9).

Menurut Siahaan (2010:178-179) sistem perpajakan yang telah

diterapkan pada perundang-undangan perpajakan atas penghasilan dan

kekayaan adalah sistem penetapan pajak oleh instansi pajak (official

assessment). Oleh karena itu berlaku hal-hal sebagai berikut:

1) Pemungutan pajak dibebankan kepada administrasi pajak, sehingga

berhasil atau tidaknya pemungutan pajak bergantung pada aktivitas

aparatur perpajakan, baik dalam mencari subjek pajak maupun dalam

menetukan besarnya pajak terutang.

2) WP dalam memenuhi kewajibannya mengisi dan memasukan Surat

Pemberitahuan Tahunan (SPT) tergantung pada aktivitas aparatur

perpajakan untuk mengirimkan SPT tersebut kepada WP. Meskipun

ditentukan, apabila sampai akhir bulan Maret tahun berikutnya masih

belum bisa menerima pengiriman SPT, WP diwajibkan mengambil

sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

3) Fungsi SPT adalah sebagai dasar administrasi perpajakan untuk

menetapkan besarnya pajak yang terutang. Hasil penghitungan dan

penetapan pajak tersebut tertuang pada Surat Ketetapan Pajak (SKP)

47
yang dikirimkan kepada WP yang bersangkutan. Pada saat SKP

diterbitkan, secara formal timbul utang pajak dan pada administrasi

perpajakan (KPP) timbul dasar penagihan pajak.

4) Sesuai fungsi SPT diatas, maka pada penyampaian SPT tidak

merupakan keharusan adanya pelunasan pajak terlebih dahulu atas

jumlah pajak yang terutang seperti yang tertera dalam SPT.

5) Terlambat menyampaikan SPT atau melakukan penundaan dalam

menyampaikan SPT tidak dikenakan sanksi, baik berupa denda

maupun bunga. Kecuali apabila telah diperingatkan secara tertulis dan

tercatat ternyata masih belum memenuhinya, kepada WP dikenakan

sanksi berupa penetapan secara jabatan, yaitu penetapan pajak

berdasarkan penghasilan yang telah diperkirakan oleh fiskus.

6) Kepasifan WP diatas juga terjadi pada tahun berjalan, dimana WP

baru melakukan pembayaran pajak apabila telah memperoleh SKP

meskipun masih bersifat sementara.

b. Self Assessment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Ciri-cirinya adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang

ada pada Wajib Pajak sendiri. Wajib Pajak aktif mulai dari, menghitung,

menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, Fiskus tidak ikut

campur dan hanya mengawasi (Mardiasmo, 2009:9).

48
Menurut Siahaan (2010:184-185) self assessment system sebagai

suatu bentuk sistem hukum yang modern dibidang perpajakan, dan ini

sejalan dengan falsafah bangsa yang meletakkan pembayaran pajak

sebagai bentuk kegotongroyongan nasional sebagaimana yang dimaksud

dalam jiwa Pancasila. Dalam sistem ini pajak terutang bukan karena

adanya SKP (faham formal dalam utang pajak), namun adanya pajak

terutang karena timbulnya subjek memiliki objek pajak (faham material

dari timbulnya utang pajak). Dalam hal ini bukan berarti pengertian

faham formal timbulnya utang pajak (melalui penerbitan SKP) tidak ada,

SKP diterbitkan apabila WP memiliki kesalahan dalam melaksanakan

kewajiban perpajakannya, yang bersifat bukan merupakan perbuatan

pidana. Dalam hal kesalahan tersebut bersifat kekeliruan yang bersifat

manusiawi dari WP maka kekeliruan itu cukup diterbitkan Surat Tagihan

Pajak (STP) (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2007

yang mulai berlaku pada 1 Januari 2008).

Menurut Siahaan (2010:185) keuntungan penerapan self

assessment system adalah sebagai berikut:

1) Uang pajak dapat segera masuk ke kas Negara tanpa melalui proses

penagihan yang bertele-tele. Begitu suatu taatbestand terpenuhi, maka

telah ada utang pajak yang harus dibayar oleh Wajib pajak tanpa

menunggu adanya SKP dari pejabat pajak. Dengan demikian WP

dapat segera membayar utang pajak ke kas Negara tanpa perlu

menunggu ditagih oleh fiskus. Tindakan penagihan tetap diperlukan,

49
hanya saja tidak dilakukan kepada semua WP tetapi terhadap WP

tertentu saja, yaitu WP yang tidak melunasi utang pajak sebagaimana

mestinya.

2) Karena tanpa melalui proses penagihan terhadap semua WP, maka ada

unsur efisiensi biaya pemungutan pajak. Fiskus hanya perlu

meningkatkan pelayanan dan pengawasan terhadap WP agar mereka

memahami dan melaksanakan kewajiban perpajakannya secara benar.

3) Adanya sanksi perpajakan bagi WP yang tidak melaksanakan

kewajiban perpajakan sebagaimana mestinya. Baik sanksi administrasi

maupun sanksi pidana, diharapkan adanya efek jera serta

menimbulkan tingkat kepatuhan di dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya.

4) Meningkatkan kebanggaan kepada masyarakat karena telah dipercaya

oleh Negara untuk melaksanakan hak dan kewajiban kenegaraannya

tanpa harus dilayani oleh fiskus; hal ini menunjukan telah

meningkatnya kecerdasan bangsa.

5) Meningkatkan kesadaran perpajakan secara sukarela (voluntary tax

compliance) masyarakat karena tanpa campur tangan fiskus yang

besar, masyarakat telah memahami tata cara pelaksanaan kewajiban

perpajakan secara baik dan benar.

Dengan demikian, penerapan self assessment ini Negara

khususnya Dirjen Pajak memberikan kepercayaan penuh kepada

masyarakat/WP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sejalan

50
dengan prinsip demokrasi yang berlaku di Indonesia. Dengan

diberlakukannya sistem ini, diharapkan masyarakat/WP bisa dengan

baik dan jujur dalam menghitung dan melaporkan utang pajaknya.

Perlu adanya kerja sama dan sosialisasi yang baik antara pemerintah

khususnya fiskus dengan WP untuk mensukseskan self assessment ini.

c. With Holding System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada pihak ketiga (bukan Fiskus atau bukan Wajib Pajak yang

bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh

Wajib Pajak. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada

pada pihak ketiga, pihak selain Fiskus dan Wajib Pajak (Mardiasmo,

2009:9).

Menurut Siahaan (2010:185) sistem with holding diterapkan

khususnya terhadap WP yang penghitungan dan pemungutannya lebih

efektif apabila dilakukan oleh orang atau badan tertentu yang ditunjuk

oleh fiskus sebagai pemotong atau pemungut pajak. Pada pengenaan

dan pemungutan PPh pasal 21, misalnya PPh terhadap karyawan, lebih

efektif apabila pemberi kerja diberi kewenangan untuk memungut pajak

atas pekerja yang bekerja kepadanya. Dengan pemungutan pajak pada

sumbernya, yaitu pada pemberi kerja, maka pemungutan pajak dapat

segera dilakukan dan dimasukan ke kas Negara tepat waktu, karena

pemungut pajak diharuskan untuk segera memasukan (menyetorkan)

pajak yang dipungutnya ke kas Negara (umumnya paling lambat 15

bulan berikutnya).

51
Dari ulasan materi di atas, menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun

1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (penjelasan

bagian umum angka 3) pemungutan pajak di Indonesia memiliki corak dan

ciri tersendiri yang berbeda dengan Negara lain dan menunjukan pajak

sebagai wujud kewajiban kenegaraan setiap anggota masyarakat. Ciri dan

corak pemungutan pajak di Indonesia adalah sebagaimana dijelaskan berikut

ini:

a. Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran

serta WP untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan

kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan

penyelenggaraan Negara dan pembangunan nasional.

b. Tanggung jawab atas pelaksanaan pemungutan pajak sebagai

pencerminan kewajiban dibidang perpajakan dengan fungsinya

berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan

terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang

digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

c. Anggota masyarakat atau WP diberi kepercayaan untuk melaksanakan

kegotongroyongan nasional melalui menghitung, memperhitungkan,

membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak terutang (self

assessment), sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan

diharapkan dapat dilaksanakan lebih rapi, terkendali, sederhana, dan

mudah dipahami oleh anggota masyarakat atau WP.

52
Dengan berbagai akses kemudahan WP dalam membayarkan

pajaknya, diharapkan masyarakat/WP dapat melaksanakan pemenuhan

kewajibannya dengan baik. Sistem pembayaran pajak yang berlaku di

Indonesia memberikan kebebasan dan tanggung jawab penuh dari dalam

diri WP, sehingga diharapkan secara bersama-sama seluruh

masyarakat/WP bisa mewujudkan ketaatannya dalam kehidupan

bernegara khususnya untuk membayarkan kewajiban pajaknya yang

digunakan untuk pembangunan nasional.

F. Diskriminasi

1. Pengertian Diskriminasi

Berdasarkan Undang - Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia Pasal 1 ayat (3), UU tersebut menyatakan bahwa

diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang

langsung ataupun tidak langsung didasarkan perbedaan manusia atas dasar

agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi,

jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik, yang berakibat pengangguran,

penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan

hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan, baik individual

maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan

aspek kehidupan yang lain.

53
Menurut Danandjaja (2003:18), diskriminasi adalah perlakuan yang

tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu,

biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan

ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial.”

Sedangkan definisi diskriminasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB) adalah mencakup perilaku apa saja, yang berdasarkan perbedaan

yang dibuat berdasarkan alamiah atau pengkategorian masyarakat, yang

tidak ada hubungannya dengan kemampuan individu atau jasanya.

G. Pemeriksaan Pajak

1. Pengertian Pemeriksaan Pajak

Pasal 1 angka 25 Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah

terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 (selanjutnya ditulis

UU No. 28/2007) Pemeriksaan Pajak adalah kegiatan menghimpun dan

mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif

dan proporsional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain

dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan (Waluyo, 2010:66).

Pengertian pemeriksaan pajak menekankan pada pemeriksaan bukti

yang berupa buku - buku, dokumen dan catatan yang dilaksanakan secara

objektif oleh pemeriksaan pajak yang professional berdasarkan suatu standar

pemeriksaan, pemeriksaan pajak tidak mencari-cari kesalahan WP tetapi

untuk menguji kepatuhan pemenuhan perpajakan (Pardiat, 2008:11).

54
2. Kriteria Pemeriksaan Pajak

Sebagaimana yang dipaparkan Pardiat (2008:5) bahwa di dalam

sistem self assessment tidak semua SPT dilakukan pemeriksaan pajak,

kriteria SPT yang dilakukan pemeriksaan pajak adalah SPT Lebih Bayar

karena dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanda

terima penerimaan SPT lebih bayar, Direktur Jenderal Pajak harus sudah

memberikan ketetapan pajak. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

No.199/PMK.03/2007 Pasal 3 ayat (3), Pemeriksaan untuk menguji

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.

Kriteria pemeriksaan pajak merupakan kebijakan pajak dari

Direktorat Jenderal Pajak, seperti yang dituangkan dalam Surat Edaran

Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.7/2004 tanggal 31 Desember

2004, kriteria pemeriksaan adalah:

a. Pemeriksaan Rutin dapat dilaksanakan dalam hal:

1) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan:

a) SPT Tahunan/SPT Masa yang menyatakan Lebih Bayar

b) SPT Tahunan PPh yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar

c) SPT Tahun PPh untuk bagian tahun pajak sebagai akibat adanya

perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau penilaian

kembali aktiva tetap yang telah disetujui oleh Direktorat Jenderal

Pajak.

2) Wajib Pajak melakukan penggabungan, pemekaran, pengambilalihan

usaha, atau likuidasi, penutupan usaha, atau akan meninggalkan

Indonesia selama-lamanya.

55
3) Wajib Pajak orang pribadi atau badan tidak menyampaikan SPT

Tahunan/Masa dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah

ditegur secara tertulis tidak menyampaikan SPT pada waktunya

sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.

4) Wajib Pajak orang pribadi atau badan melakukan kegiatan

membangun sendiri yang pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan

tersebut patut diduga tidak melaksanakan sebagaiman mestinya.

b. Pemeriksaan kriteria seleksi terdiri dari:

1) Kriteria seleksi resiko dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh Wajib

Pajak orang pribadi atau badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan

analisis resiko.

2) Kriteria seleksi lainnya dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh Wajib

Pajak orang pribadi atau badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan

sistem scoring secara komputerisasi.

c. Pemeriksaan Khusus dapat dilakukan dalam hal:

1) Adanya dugaan melakukan tindakan pidana di bidang perpajakan

2) Pengaduan masyarakat, termasuk melalui kotak pos 5000

3) Terdapat data baru atau data yang semula belum terungkap yang

dilakukan melalui pemeriksaan ulang berdasarkan instruksi Direktorat

Jenderal Pajak

4) Permintaan Wajib Pajak

5) Pertimbangan Direktorat Jenderal Pajak

6) Untuk memperoleh informasi atau data tertentu dalam rangka

pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan.

56
d. Pemeriksaan bukti permulaan dapat dilakukan apabila ditemukan adanya

indikasi tindakan pidana di bidang perpajakan berdasarkan hasil analisis

data, informasi, laporan, pengaduan, laporan pengamatan atau laporan

pemeriksaan pajak (Pardiat, 2008:6).

3. Tujuan Pemeriksaan Pajak

Menurut Pardiat (2008:6) Pemeriksaan pajak yang dilakukan

Pemeriksa Pajak Direktorat Jenderal Pajak bertujuan untuk menguji

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain

dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang - undangan

perpajakan.

Pemeriksaan pajak untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, seperti yang

disebutkan dalam Peraturan Menteri Nomor 199/PMK.03/2007 tanggal 28

Desember 2000, meliputi pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka:

a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan

b. Penghapusan NPWP

c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

d. Wajib Pajak mengajukan keberatan

e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Perhitungan Penghasilan

Neto

f. Pencocokan data dan alat keterangan

g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil

h. Penetuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai

i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak

57
j. Penetuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu

kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan.

k. Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian

Penghindaran Pajak Berganda.

Jadi pemeriksaan pajak terkait dengan tujuan lain ini merupakan

suatu kegiatan review/peninjauan oleh fiskus terkait dengan kondisi objek

pajak baru maupun objek pajak yang lama atas rekomendasi/laporan dari

WP terhadap kegiatan usahanya.

4. Wewenang Pemeriksaan Pajak

Menurut (Pardiat, 2008:12) berdasarkan Pasal 29 ayat (1) UU. No.

28/2007, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk

menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan WP dan untuk tujuan

lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan. Direktur Jenderal Pajak dalam rangka pengawasan kepatuhan

pemenuhan kewajiban perpajakan berwewenang melakukan pemeriksaan

untuk:

a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan WP

b. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

5. Standar Pemeriksaan

Menurut Waluyo (2010:70) pemeriksaan harus dilaksanakan sesuai

dengan standar pemeriksaan (audit standar), standar pemeriksaan ini

meliputi:

58
a. Standar umun pemeriksaan pajak

Standar umum pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan

berkaitan dengan persyaratan pemeriksaan pajak dan mutu pekerjaan.

b. Standar pelaksanaan pemeriksaan pajak

Standar pelaksanaan pemeriksaan pajak untuk menguji kepatuhan

pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai dengan standar

pelaksanaan pemeriksaan pajak.

c. Standar pelaporan hasil pemeriksaan pajak

Kegiatan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

perpajakan harus dilaporkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan

yang disusun sesuai standar pelaporan hasil pemeriksaan.

6. Jenis - Jenis Pemeriksaan Pajak

a. Pemeriksaan Lapangan

Pemeriksaan lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan

ditempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib

Pajak, tempat tinggal Wajib Pajak atau tempat lain yang ditentukan oleh

Direktur Jenderal Pajak (yang meliputi satu, beberapa jenis pajak, untuk

tahun kegiatan dan/atau tahun-tahun sebelumnya). Prosedur pemeriksaan

lapangan (Pardiat, 2008:58):

1) Pemeriksaan pajak ke tempat WP yang akan diperiksa:

a) Menyampaikan surat pemberitahuan pemeriksaan lapangan kepada

WP, dilampirkan kopi surat perintah pemeriksaan,

b) Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan,

c) Pemeriksaan lapangan di laksanakan pada jam kerja, dalam hal

tertentu dilakukan jam kerja.

59
2) WP yang diperiksa

a) WP berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk

memperlihatkan surat perintah pemeriksaan dan tanda pengenal

pemeriksa

b) WP berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan

penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan pajak.

3) Pemeriksa pajak berwenang

a) Memeriksa atau meminjam buku-buku, catatan-catatan dan

dokumen pendukung lainya termasuk keluaran atau media

computer dan perangkat elektronik pengolah data lainya.

b) Meminta keterangan lisan atau tulisan dari WP yang diperiksa.

c) Memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat

menyimpan dokumen, uang, barang, yang dapat memberi petunjuk

tentang keadaan usaha WP.

d) Melakukan penyegelan tempat atau ruangan tersebut pada huruf c,

apabila WP atau wakil atau kuasanya tidak memberikan

kesempatan untuk memasuki tempat ruangan dimaksud.

e) Meminta keterangan dan atau data yang diperlukan dari pihak

ketiga yang mempunyai hubungan dengan WP yang diperiksa.

4) Peminjaman buku - buku, catatan dan dokumen-dokumen yang terkait

dan membuat bukti peminjaman buku dan dokumen tersebut serta

memberikan tanda bukti peminjaman buku-buku tersebut secara rinci

dan jelas mengenai jenis serta jumlahnya. WP wajib memenuhi

permintaan peminjaman buku-buku tersebut dalam jangka waktu

60
paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal permintaan, jika WP tidak

memenuhinya dalam jangka waktu yang di tetapkan maka dikirim

surat peringatan pada hari kerja berikutnya. Pemeriksa Pajak wajib

mengembalikan buku-buku dan catatan-catatan yang dipinjam dari

WP paling lama 14 (empat belas) hari sejak selesainya pemeriksaan.

5) Keterangan pihak ketiga

a) Pemeriksaan pajak melalui Kepala Unit Pelaksanaan Pemeriksaan

Pajak dapat meminta keterangan atau bukti yang berkaitan dengan

pemeriksaan yang sedang dilakukan terhadap WP kepada pihak

ketiga sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (1) KUP (Undang-

undang No. 16 Tahun 2000), secara tertulis.

b) Pihak ketiga harus memberikan keterangan paling lama 7 (tujuh)

hari sejak diterimanya surat permintaan keterangan/bukti.

c) Apabila dalam waktu jangka tersebut no 5b tidak terpenuhi

Pemeriksa Pajak memberikan surat peringatan I, dan apabila tidak

dipenuhi diberikan surat peringatan II.

d) Apabila surat peringatan II tidak dipenuhi Pemeriksa Pajak

membuat berita acara tidak dipenuhinya permintaan

keterangan/bukti dari pihak ketiga dan dapat melaporkannya

kepada pihak kepolisian tempat pihak ketiga tersebut berdomisili

atau berkedudukan.

61
6) Metode pemeriksaan pajak

Pemeriksa Pajak setelah menerima buku-buku, catatan-catatan,

dokumen-dokumen dari WP melakukan pemeriksaan, metode

pemeriksaan pajak terdiri dari metode langsung dan metode tidak

langsung

7) Laporan pemeriksaan pajak (LPP)

a) Hasil pemeriksaan di tuangkan dalam LPP setelah disetujui oleh

Kepala Unit Pelaksana Pemeriksa Pajak (UPPP), diberitahukan

kepada WP dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Hasil

Pemeriksaan (SPHP) dilampiri dengan Daftar Temuan Pemeriksaan

Pajak,

b) WP dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal SPHP diterima

memberikan tanggapan tertulis baik setuju maupun tidak setuju,

WP dapat mengajukan permohonan memperpanjang jangka waktu

pemberian tanggapan kepada Kepala UPPP,

c) Setelah menerima SPHP, WP berhak meminta kepada Pemeriksa

Pajak rincian yang berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara

hasil pemeriksaan dengan SPT,

d) WP yang menyetujui seluruh hasil pemeriksaan, menanda-tangani:

1) Surat Tanggapan Hasil Pemeriksaan (STHP)

2) Pernyatan Persetujuan Hasil Pemeriksaan (PPHP)

3) Berita Acara Persetujuan Hasil Pemeriksaan (BAPHP)

4) Dan mengembalikan kepada Kepala UPPP.

62
e) WP yang tidak setuju sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan,

menyampaikan STHP dilampiri bukti-bukti pendukung sanggahan

serta penjelasan seperlunya kepada Kepala UPPP.

8) Tata cara pembahasan akhir

Menurut Pasal 15 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia

No.123/PMK.03/2006.

a) Dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksaan

Pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada WP tentang

hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat

Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi WP.

b) Atas pemberitahuan tersebut, WP wajib menyampaikan tanggapan

secara tertulis berdasarkan tanggapan tertulis.

c) Berdasarkan tanggapan tertulis dari Wajib Pajak, Pemeriksaan

Pajak mengundang Wajib Pajak untuk menghadiri Pembahasan

Akhir Hasil Pemeriksaan.

d) Dalam pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Wajib Pajak dapat

didampingi oleh Konsultan Pajak dan/atau Akuntan Publik.

e) Jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan akan diatur

lebih lanjut dengan peraturan Direktur Jenderal Pajak.

f) Apabila Wajib Pajak tidak memberikan tanggapan dan/atau tidak

mengahadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaaan, wajib

dibuatkan Berita Acara, dan Surat Ketetapan Pajak dan Surat

Tagihan Pajak diterbitkan secara jabatan berdasarkan hasil

pemeriksaan yang disampaikan kepada Wajib Pajak.

63
g) Pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak tidak

dilakukan apabila pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan

penyidikan.

b. Pemeriksaan Kantor

Pemeriksaan kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap

Wajib Pajak di Kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak yang meliputi

data jenis pajak tertentu pada tahun berjalan dan atau tahun-tahun

sebelumnya yang dapat dilaksanakan melalui pelaksanaan melalui

Pemeriksaan Sederhana (Pardiat, 2008:71). Prosedur Pemeriksaan

Kantor:

1) Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SPPP) dapat diterbikan untuk 1

(satu) atau beberapa Masa Pajak dalam suatu Tahun Pajak atau untuk

1 (satu) Tahun Pajak terhadap 1 (satu) Wajib Pajak.

2) Bedasarkan SPPP tersebut, Kepala UPPP segera memanggil Wajib

Pajak dengan menggunakan Surat Panggilan dalam rangka

Pemeriksaan Pajak yang dilampiri dengan Daftar Buku, Catatan dan

Dokumen yang diperlukan oleh Pemeriksa Pajak.

3) Pemeriksa Pajak harus memperlihatkan Kartu Tanda Pengenal

Pemeriksaan Pajak dan Surat Perintah pemeriksaan pajak kepada WP

yang diperiksa.

4) Surat Pangggilan dalam rangka Pemeriksaan Pajak harus sudah

dikirimkan kepada WP paling lama 3 (tiga) hari setelah tanggal

penerbitan SPPP kepada WP yang diperiksa.

64
5) WP yang harus memenuhi panggilan sesuai dengan waktu dan tempat

yang telah ditentukan dalam Surat Panggilan dalam rangka

Pemeriksaan Pajak dengan membawa buku, catatan dan dokumen

yang diperlukan oleh Pemeriksa Pajak dan dibuat bukti

peminjaman/pengambilan dengan rinci dan jelas oleh Pemeriksa

Pajak.

6) Apabila buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang

dipinjam berupa fotokopi harus dinyatakan sesuai dengan aslinya

dengan surat pernyataan Wajib Pajak.

7) Terhadap WP yang tidak memenuhi panggilan segera diterbitkan

Surat Panggilan kedua.

8) WP yang menyetujui seluruh hasil pemeriksaan harus menandatangi

STHP (surat tanggapan hasil pemeriksaan) beserta Lembar Pernyataan

Persetujuan Hasil Pemeriksaan dan Berita Acara Persetujuan Hasil

Pemeriksaan dan menyerahkan kembali kepada Kepala UPPP.

9) Wajib Pajak yang tidak setuju atas sebagian atau seluruh hasil

pemeriksaan harus mengisi, menandatangani dan menyampaikan

STHP kepada Kepala UPPP dan dilampiri dengan bukti-bukti

pendukung sanggahan serta penjelasan seperlunya.

10) Berdasarkan tanggapan WP, Pemeriksa Pajak mengirimkan Surat

Panggilan melalui faksimili, pos tercatat, atau jasa pengiriman lainnya

kepada Wajib Pajak untuk menandatangani Berita Acara Hasil

Pemeriksaan dalam rangka pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil

Pemeriksaan.

65
11) Dalam pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, WP dapat didampingi

oleh Konsultan Pajak dan atau Akuntan Publik yang melakukan audit

atas laporan keuangan Wajib Pajak untuk tahun pajak yang sedang

diperiksa.

12) Hasil pembahasan akhir dituangkan dalam suatu Berita Acara Hasil

Pemeriksaan beserta lampirannya berupa Ikhtisar Pembahasan Akhir

dan harus ditandatangani WP dan pemeriksaan Pajak, dan merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Pemeriksaan Pajak.

13) Dalam hal WP menolak untuk menandatangani Berita Acara Hasil

Pemeriksaan, Tim Pemeriksaan Pajak membuat catatan tentang

penolakan tersebut dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan.

14) Proses pemberitahuan hasil pemeriksaan sampai dengan persetujuan

atau menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan dan

Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan harus diselesaikan dalam

jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak SPHP diterima WP.

15) Apabila WP tidak memberikan tanggapan dan atau tidak menghadiri

Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, harus dibuatkan Berita Acara

Tidak Memberikan Tanggapan/Berita Acara Ketidakhadiran Wajib

Pajak, sebagai dasar penerbitan SKP berdasarkan hasil pemeriksaan

yang disampaikan kepada WP.

16) Bentuk formulir tersebut di atas sudah tersedia.

7. Jangka Waktu Pemeriksaan

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan yang diberlakukan sejak 1

Januari 2008, ditetapkan bahwa:

66
a. Pemeriksaan kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)

bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) bulan yang

dihitung sejak tangggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan

dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil

Pemeriksaan.

b. Pemeriksaan lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4

(empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan)

bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan sampai

dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.

c. Apabila Pemeriksaan Lapangan ditemukan indikasi transaksi khusus lain

yang dapat berindikasi adanya rekayasa transaksi dengan transfer pricing

dan/atau transaksi khusus lainnya yang berindikasi adanya rekayasa

transaksi keuangan yang memerlukan pengujian yang lebih mendalam

serta memerlukan waktu yang paling lama, Pemeriksaan Lapangan

dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.

Dalam hal pemeriksaan dilakukan berdasarkan kriteria Pemeriksaan

Pajak. Dalam hal ini Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian

kelebihan pembayaran pajak jangka waktu pemeriksaan sebagaimana

dimaksud dalam butir 1, 2, dan 3 di atas, harus memperhatikan jangka

waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran

pajak. (Waluyo, 2008:70).

H. Penelitian Terdahulu

Penulis merujuk pada lima penelitian terdahulu dalam melakukan

penelitian, yaitu:

67
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

Metode Penelitian
Penelitian Judul Variabel
Hasil Penelitian (Kesimpulan)
(Tahun) Penelitian Penelitian Persamaan Perbedaan
Suminarsasi Pengaruh 1. Keadilan (X1) 1. Variabel 1. Ruang lingkup penggelapan pajak dipandang
dan Keadilan, 2. Sistem independen yang pengambilan sebagai suatu hal yang etis dan
Supriyadi Sistem Perpajakan sama yaitu Sistem sampel dalam juga tidak etis, hasil dalam
(2011) Perpajakan dan (X2) Perpajakan dan penelitian ini pada penelitian ini hanya mendukung
Diskriminasi 3. Diskriminasi Diskriminasi KPP di Jakarta dua dimensi saja, yaitu sistem
Terhadap (X3) 2. Proses 2. Variable perpajakan dan diskriminasi,
Persepsi Wajib 4. Etika pengambilan independen yaitu sehingga variable keadilan belum
Pajak Mengenai Penggelapan sampel dengan Kecenderungan bisa dibuktikan.
Etika Pajak (Y) metode Personal.
Penggelapan convenience
Pajak (Tax nonprobability
Evasion) sampling
3. Menggunakan
skala likert untuk
pengukuran
variabel

Bersambung ke halaman berikutnya

68
Tabel 2.1 (Lanjutan)

Metode Penelitian
Penelitian Judul Variabel
Hasil Penelitian (Kesimpulan)
(Tahun) Penelitian Penelitian Persamaan Perbedaan
Ayu dan Persepsi Wajib Variabel 1. Variabel 1. Ruang lingkup Berdasarkan pengujian yang
Hastuti Pajak : Dampak Independen: Independen yaitu penelitian ini dilakukan dengan regresi liner
(2009) Pertentangan Kecurangan, Kemungkinan dilakukan Pada ditemukan bahwa kemungkinan
Diametral Pada Keadilan, Terdeteksi Wajib Pajak di terdeteksinya kecurangan
Tax Evasion Ketepatan Kecurangan Kantor Pelayanan terhadap tax evasion mempunyai
Wajib Pajak Pengalokasian, 2. Variabel Dependen Pajak se-Jogjakarta koefisien negatif ( -0.501 ) yang
Dalam Aspek dan Teknologi Penggelapan Pajak signifikan (.00), Hasil pengujian
Kemungkinan Informasi Sistem (Tax Evasion) juga menunjukan bahwa
Terdeteksinya Perpajakan 3. Data dianalisis pengaruh ketepatan pemanfaatan
Kecurangan, dengan Analisis hasil pajak berpengaruh secara
Keadilan, Variabel Regresi Linier negatif (0.286) dan signifikan
Ketepatan Dependen: Berganda (.003) terhadap tax
Pengalokasian, Penggelapan evasion.Sedangkan persepsi
Teknologi Pajak (Tax terhadap keadilan, penggunaan
Sistem Evasion) teknologi dan kecenderungan tax
Perpajakan dan evasion seseorang ternyata tidak
Kecenderungan berpengaruh secara signifikan
Personal (Studi pada tingkat tax evasion.
Wajib Pajak
Orang Pribadi)

Bersambung ke halaman berikutnya

69
Tabel 2.1 (Lanjutan)

Penelitian Judul Variabel Metode Penelitian


Hasil Penelitian (Kesimpulan)
(Tahun) Penelitian Penelitian Persamaan Perbedaan
Ayu (2011) Persepsi Variabel 1. Variabel 1. Ruang lingkup Hasil pengujian dengan
Efektivitas Independen: independen penelitian ini menggunakan regresi linear
Pemeriksaan Wajib Pajak, Pemeriksaan pajak dilakukan di Wajib sederhana menunjukan hasil
Pajak Terhadap Fiskus dan 2. Variabel Pajak Orang Pribadi bahwa persepsi terhadap
Kecenderungan Pemeriksaan Dependen yang mempunyai kemungkinan terdeteksinya
usaha, yang
Melakukan Pajak Penggelapan Pajak kecurangan berpengaruh negatif
berlokasi di
Perlawanan Semarang. terhadap tax evasion. Porsentase
Pajak Variabel 2. Metode penentuan kemungkinan suatu pemeriksaan
Dependen: sample dalam pajak dilakukan sesuai dengan
Penggelapan penelitian ini adalah aturan perpajakan dapat
Pajak quota sampling. mendeteksi kecurangan yang
3. Anlisis data dengan dilakukan wajib pajak sehingga
regresi linier berpengaruh pada Tax Evasion
sederhana
Nickerson, Presenting The Variabel 1. Variabel 1. Ruang lingkup Hasil penelitian menunjukkan
Barry Dimensionality Independen: Independen Tax penelitian ini tingkat penilaian di masing-
University, of An Ethics Fairness, Tax System and dilakukan di enam masing Negara berbeda-beda. UK
Larry Scale Pertaining System, and Discrimination Negara, yaitu memiliki nilai rata-rata terendah
Pleshko, to Tax Evasion Discrimination 2. Variabel Argentina, sebesar 4.15 yang
Kuwait Variabel Dependen Tax Guatemala, mengindikasikan rendahnya
University), Dependen: Tax Evasion Poland, Romania, perlawanan terhadap tindak
Evasion United Kingdom penggelapan pajak, USA
dan USA. memiliki skor rata-rata tertinggi
sebesar 5.62.
Bersambung ke halaman berikutnya

70
Tabel 2.1 (Lanjutan)

Penelitian Judul Variabel Metode Penelitian


Hasil Penelitian (Kesimpulan)
(Tahun) Penelitian Penelitian Persamaan Perbedaan
McGee, 2. Populasi dalam yang mengindikasikan tingginya
Florida penelitian adalah kengganan terhadap penggelapan
International 1100 mahasiswa pajak
University dan sarjana yang
(2009)
Mcgee, A Comparative Variabel 1. Variabel 1. Ruang lingkup Hasil penelitian menunjukkan
Simon S.M Study on Independen: Independen Ethics penelitian ini penelitian di dua Negara tersebut
Ho., and Perceived, Ethics, Tax, 2. Variabel dilakukan Hongkong bahwa penggelapan pajak adalah
Annie Ethics of Tax Hongkong, The Dependen Tax dan US. etis atau tidak etis, tergantung
(2008) Evasion: US, Cultural Evasion 2. Populasi dalam dari beberapa keadaan dimana
penelitian adalah 90
Hongkong Vs differecnes pemerintah yang korup, performa
mahasiswa bisnis di
the United Universitas Baptist pemerintahan yang buruk, adanya
States Variabel di Hongkong dan ketidakadilan, lemahnya hukum,
Dependen: Tax 273 mahasiswa perbedaan kebudayaan dan motiv
Evasion bisnis di US keegoisan.
3. Teknik
pengumpulan data
melalui survei
Sumber: Diolah dari berbagai referensi, 2013

71
I. Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis

1. Keadilan Dengan Etika Penggelapan Pajak

Menurut Mardiasmo (2009) dalam Suminarsasi dan Supriyadi

(2011:6) mengutarakan bahwa sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai

keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil

dalam perundang-undang diantaranya mengenakan pajak secara umum dan

merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan

adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak kepada wajib

pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan

mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. Sebagaimana

penelitian yang dilakukan oleh Suminarsasi dan Supriyadi (2011)

menunjukan adanya pengaruh positif keadilan terhadap persepsi etis Wajib

Pajak mengenai etika penggelapan pajak.

Penelitian McGee (2006) mengemukakan pandangan mengenai

penggelapan pajak dimana menurut hasil penelitiannya mengemukakan

penggelapan pajak dipandang sebagai perilaku yang tidak pernah beretika.

Selain itu, penelitian yang dilakukan McGee, et al (2007) yang dilakukan di

Hongkong dengan Amerika juga menghasilkan dampak yang sama bahwa

variabel keadilan memiliki pengaruh yang kuat terhadap etika penggelapan

pajak. Alasan-alasan yang mendukung pandangan ini antara lain bahwa

setiap masyarakat mempunyai kewajiban kepada negaranya untuk

membayar pajak. Selain itu, McGee (2008) memeriksa literatur Yahudi dan

menyimpulkan bahwa penggelapan pajak selalu tidak etis. Salah satu alasan

72
untuk kesimpulan ini karena ada tekanan pemikiran dalam literatur Yahudi

bahwa terdapat kewajiban untuk tidak meremehkan orang Yahudi yang lain.

Jika seorang Yahudi melakukan penggelapan pajak, hal itu akan membuat

semua orang Yahudi lainnya terlihat buruk. Dalam penelitian yang

dilakukan oleh Nickerson, et al (2009) juga mendukung variabel keadilan

yang mempengaruhi persepsi Wajib Pajak terhadap etika penggelapan

pajak.

Adanya berbagai pemikiran tentang pentingnya keadilan bagi

seseorang termasuk dalam pembayaran pajak juga akan mempengaruhi

sikap mereka dalam melakukan pembayaran pajak. Semakin rendahnya

keadilan yang berlaku menurut pesepsi seorang wajib pajak maka tingkat

kepatuhannya akan semakin menurun hal ini berarti bahwa

kecenderungannya untuk melakukan penggelapan pajak akan semakin

tinggi, maka hipotesis yang pertama adalah:

Ha1: Keadilan berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak

2. Sistem Perpajakan dengan Etika Penggelapan Pajak

Sistem perpajakan Indonesia mempunyai arti bahwa penentuan

penetapan besarnya pajak terutang dipercayakan kepada WP sendiri untuk

melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah

dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan

perpajakan. Aparat perpajakan berperan aktif dalam melaksanakan

pengendalian administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas

pembinaan, pelayanan, pengawasan dan penerapan sanksi perpajakan.

73
Pembinaan masyarakat atau WP dilakukan melalui berbagai upaya, antara

lain pemberian penyuluhan pengetahuan perpajakan, baik melalui media

massa maupun penerangan langsung kepada masyarakat (Siahaan,

2010:187).

Sistem perpajakan yang sudah ada dan diterapkan selama ini

menjadi acuan oleh WP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Apabila sistem yang ada dirasa sudah cukup baik dan sesuai dalam

penerapannya, maka WP akan memberikan respon yang baik dan taat pada

sistem yang ada dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, tetapi jika hal

sebaliknya yang terjadi karena WP merasa bahwa sistem pajak yang ada

belum cukup baik mengakomodir segala kepentingannya, maka WP akan

menurunkan tingkat kepatuhan atau menghindar dari kewajiban

perpajakannya.

Dalam penelitian Supriyadi dan Suminarsasi (2011:15)

menunjukkan bahwa sistem perpajakan berpengaruh secara negatif terhadap

persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (hipotesis alternatif

diterima). Hal ini berarti para wajib pajak menganggap bahwa semakin

bagus sistem perpajakannya maka perilaku penggelapan pajak dianggap

sebagai perilaku yang tidak etis. Akan tetapi apabila sistem perpajakannya

semakin tidak bagus, maka perilaku penggelapan pajak dianggap sebagai

perilaku yang cenderung etis. Penelitian ini mendukung penelitian yang

dilakukan oleh Nickerson, et al (2009) yang menemukan dimensi skala etis

dalam penggelapan pajak, salah satunya adalah dimensi sistem perpajakan.

Peneliti berargumen bahwa pengelolaan uang pajak yang dapat

dipertanggungjawabkan, petugas pajak yang kompeten dan tidak korup, dan

74
juga prosedur perpajakan yang tidak berbelit-belit akan membuat wajib

pajak enggan untuk menggelapkan pajak. Akan tetapi, apabila pengelolaan

uang pajak tidak jelas, ditambah lagi petugas pajaknya justru mengorupsi

uang pajak, maka para wajib pajak enggan untuk melaporkan kewajibannya

dengan jujur, mereka akan cenderung untuk menggelapkan pajak.

Penelitian Andres (2002) dalam Ayu (2009:5) mengindikasikan

sistem perpajakan berpengaruh secara negatif terhadap etika penggelapan

pajak, kondisi ini dimaksudkan dengan semakin rendahnya sistem pajak

yang berlaku menurut pesepsi seorang wajib pajak maka tingkat

kepatuhannya akan semakin menurun hal ini berarti bahwa

kecenderungannya untuk melakukan penghindaran pajak akan semakin

tinggi, karena dia merasa bahwa sistem pajak yang ada belum cukup baik

mengakomodir segala kepentingannya. Oleh karena itu, hipotesis kedua

dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut:

Ha2: Sistem perpajakan berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan

pajak

3. Diskriminasi dengan Etika Penggelapan Pajak

Menurut Danandjaja (2003) diskriminasi adalah perlakuan yang

tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu,

biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan

ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial. Perilaku

diskriminasi dalam hal perpajakan ini merupakan tindakan yang

menyebabkan keengganan masyarakat/WP (baik domistik dan asing) dalam

memenuhi kewajiban perpajakannya, seperti perlakuan diskriminasi pajak

75
pada Investor asing (konstruksi dan manufaktur) yang menanamkan

modalnya di Indonesia, dimana para investor dikenakan tarif pajak yang

tinggi sebesar 30% dibandingkan Negara ASIA lainnya (malaysia, Thailand

dll) yang menimbulkan para Investor yang ingin menanamkan modalnya di

Indonesia menjadi enggan (www.ortax, diakses pada Juni 2012).

Dalam penelitian yang dilakukan Suminarsasi (2010) membuktikan

jika diskriminasi berpengaruh positif terhadap persepsi mengenai etika

penggelapan pajak. Dimana Variabel diskriminasi menunjukkan nilai

koefisien regresi 0,966, thitung = 8,222 dengan nilai p=0,000, sedangkan t

tabel pada tingkat signifikansi 5% adalah = 1,6517. Menurut t hitung > ttabel

(8,222 > 1,6517), dengan p<0,05, variabel diskriminasi berpengaruh

terhadap persepsi etis wajib pajak. Selain itu, menurut nilai koefisien

regresinya bertanda positif sesuai dengan tanda yang diharapkan untuk

hipotesis ketiga, yaitu bertanda positif, maka hipotesis null berhasil ditolak,

hipotesis ketiga terdukung.

Penelitian ini juga sejalan dengan yang dilakukan oleh Nickerson, et

al (2009) yang mengindikasikan bahwa diskriminasi berpengaruh positif

terkait dengan etika penggelapan pajak. Penelitian yang dilakukan oleh

McGee, et al (2007) juga menghasilkan bahwa diskriminasi berpengaruh

terhadap etika penggelapan pajak. Jadi, apabila semakin tinggi tingkat

diskriminasi dalam perpajakan maka perilaku penggelapan pajak cenderung

dianggap sebagai perilaku yang etis. Maka hipotesis ketiga dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

Ha3: Diskriminasi berpengaruh negatif terhadap etika penggelapan pajak

76
4. Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan dengan Etika Penggelapan

Pajak

Penelitian yang dilakukan (Ayu dan Hastuti, 2009) tentang tax

evasion pada wajib Pajak Orang Pribadi menemukan bahwa bahwa persepsi

terhadap kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh negatif

terhadap tax evasion. Porsentase kemungkinan suatu pemeriksaan pajak

dilakukan sesuai dengan aturan perpajakan dapat mendeteksi kecurangan

yang dilakukan wajib pajak sehingga berpengaruh pada Tax Evasion.

Penelitian tersebut juga menunjukan hasil bahwa persepsi terhadap

ketepatan Pemanfaatan Hasil Pajak berpengaruh negatif terhadap tax

evasion.

Berdasarkan pengujian yang dilakukan oleh Ayu dan Hastuti (2009)

dengan regresi liner ditemukan bahwa kemungkinan terdeteksinya

kecurangan terhadap tax evasion mempunyai koefisien negatif (-0,501) yang

signifikan (0,000), meskipun tidak secara signifikan mengindikasikan

kondisi tersebut. Ayu (2011) melakukan pengujian dengan menggunakan

regresi linear sederhana menunjukan hasil bahwa pengaruh kemungkinan

terdeteksinya kecurangan terhadap tax evasion mempunyai koefisien negatif

(-0,807) dan mempunyai pengaruh yang signifikan (0,000) maka hipotesis

persepsi terhadap kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh

negatif terhadap tax evasion diterima Oleh karena itu, hipotesis kelima

dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut :

Ha4: Kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh negatif terhadap

etika penggelapan pajak

77
J. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka secara

skematis dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Penelitian

Kantor Pelayanan Pajak


di Jakarta

Persepsi Etika
Penggelapan Pajak (Y)

Sistem Kemungkinan Terdeteksi


Keadilan (X1) Perpajakan (X2) Diskriminasi (X3) Kecurangan (X4)

Statistik Deskriptif

Uji Kualitas Data:


1. Uji Validitas Data
2. Uji Reliabilitas Data

Uji Model Regresi

Uji Asumsi Klasik:


1. Normalitas
2. Multikolonieritas
3. Heteroskedastisitas

Uji Regresi Berganda

Adjusted R2 Uji F Uji t

Analisis dan Pembahasan

78
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kausalitas, yaitu penelitian yang

bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel

dependen. Penelitian ini akan menguji pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan,

Diskriminasi dan Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Persepsi

Wajib Pajak dalam Etika Penggelapan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

Pratama wilayah Jakarta.

B. Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini berupa Wajib Pajak Pribadi yang berada

pada Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta. Populasi bukan hanya orang, tetapi

juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar

jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh

karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek yang diteliti itu

(Sugiyono, 2010:61).

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode convenience sampling,

yaitu anggota sampel yang dipilih atau diambil berdasarkan kemudahan

memperoleh data yang dibutuhkan, atau unit sampel yang ditarik mudah untuk

diukurnya dan bersifat kooperatif (Hamid, 2010). Teknik pemilihan sampel ini

dipilih karena pertimbangan lokasi yang mudah untuk dijangkau sehingga

dapat memudahkan peneliti dalam penggumpulan sampel yang akan digunakan

79
dalam penelitian ini. Sampel yang di ambil yaitu Wajib Pajak pribadi yang

terdaftar pada 4 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang ada di Wilayah Jakarta.

Teknik pemilihan sampel ini dipilih karena peneliti ingin mengetahui informasi

yang berkaitan tentang persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak

maka peneliti memilih wajib pajak orang pribadi sebagai sampel penelitian.

C. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua cara, yaitu

penelitian pustaka dan penelitian lapangan.

1. Penelitian Pustaka (Library Research)

Kepustakaan merupakan bahan utama dalam penelitian data sekunder

(Indriantoro dan Supomo, 2002:150). Peneliti memperoleh data yang

berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti melalui buku, jurnal, internet

dan perangkat lain yang berkaitan dengan penerimaan pajak.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Data utama penelitian ini diperoleh melalui penelitian lapangan, peneliti

memperoleh data langsung dari pihak pertama (data primer). Pada penelitian

ini, yang menjadi subyek penelitian adalah WP pribadi yang terdaftar di

KPP tersebut diatas. Pengumpulan data kuesioner dilakukan dengan teknik

personally administered questionnaires, yaitu kuisioner disampaikan dan

dikumpulkan langsung oleh peneliti (Indriantoro dan Supomo, 2002:154).

80
D. Metode Analisis Data

Metode analisis data menggunakan statistik deskriptif, uji kualitas data,

uji asumsi klasik dan uji hipotesis.

1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan informasi mengenai

karakteristik variabel penelitian yang utama dan daftar demografi

responden. Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu

data yang dilihat rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum,

minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi)

(Ghozali, 2011:19). Priyatno (2010:12) menjelaskan bahwa analisis

deskriptif menggambarkan tentang ringkasan data-data penelitian seperti

mean, standar deviasi, variasi, modus, dll. Juga dilakukan pengukuran

skewness dan kurtosis untuk menggambarkan distribusi data apakah normal

atau tidak.

2. Uji Kualitas Data

Untuk melakukan uji kualitas data atas data primer ini, maka peneliti

menggunakan uji validitas dan reliabilitas.

a. Uji Validitas

Sebagaimana dikemukakan dimuka, bahwa validitas adalah ukuran

yang menunjukkan sejauh mana instrumen pengukur mampu mengukur

apa yang diukur. Menurut Ghozali (2011:52) uji validitas digunakan

untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner

dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk

81
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kusioner tersebut.

Pengujian menggunakan dua sisi dengan taraf signifikasi 0,05. Kriteria

pengujian adalah sebagai berikut:

1) Jika rhitung ≥ rtabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka instrumen atau

item-item pertanyaan berkolerasi signifikan terhadap skor total

(dinyatakan valid)

2) Jika rhitung < rtabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka instrumen atau

item-item pertanyaan tidak berkolerasi signifikan terhadap skor total

(dinyatakan tidak valid). (Priyatno, 2010:94)

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu

instrumen cukup dapat dipercaya untuk diinginkan sebagai alat

pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang

tidak baik akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk

memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat

dipercaya, yang realibel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya

juga.

Reliabilitas adalah alat ukur untuk mengukur suatu kuesioner yang

merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Uji reliabilitas ini

digunakan untuk menguji konsistensi data dalam jangka waktu tertentu,

yaitu untuk mengetahui sejauh mana pengukuran yang digunakan dapat

dipercaya atau diandalkan. Variabel-variabel tersebut dikatakan cronbach

alpha nya memiliki nilai lebih besar 0,70 yang berarti bahwa instrumen

82
tersebut dapat dipergunakan sebagai pengumpul data yng handal yaitu

hasil pengukuran relatif koefisien jika dilakukan pengukuran ulang. Uji

realibilitas ini bertujuan untuk melihat konsistensi (Ghozali, 2011:48).

3. Uji Asumsi Klasik

Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data primer ini, maka

peneliti melakukan uji normalitas, uji multikolonieritas dan uji

heteroskedastisitas.

a. Uji Normalitas Data

Menurut Ghozali (2011:160) uji normalitas bertujuan apakah

dalam model regresi variabel dependen (terikat) dan variabel independen

(bebas) mempunyai kontribusi atau tidak. Penelitian yang menggunakan

metode yang lebih handal untuk menguji data mempunyai distribusi

normal atau tidak yaitu dengan melihat Normal Probability Plot. Model

Regresi yang baik adalah data distribusi normal atau mendekati normal,

untuk mendeteksi normalitas dapat dilakukan dengan melihat penyebaran

data (titik) pada sumbu diagonal grafik.

b. Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas ini bertujuan untuk menguji apakah suatu

model regresi terdapat korelasi antar variabel bebas (independen).

Pengujian multikolinearitas dilihat dari besaran VIF (Variance Inflation

Factor) dan Tolerance. Tolerance mengukur variabilitas variabel

independen terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen

83
lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF =

1/Tolerance. Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan

adanya multikolinearitas adalah nilai Tolerance < 0,10 atau sama dengan

nilai VIF > 10 (Ghozali, 2011:106).

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu

pengamatan ke satu pengamatan yang lain. Jika variance dari residual

satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut

homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model

regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau jika tidak terjadi

heteroskedastisitas (Ghozali, 2011:139).

Pada saat mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat

ditentukan dengan melihat grafik Plot (Scatterplot) antara nilai prediksi

variabel terikat (ZPRED) dengan residual (SRESID). Jika grafik plot

menunjukkan suatu pola titik yang bergelombang atau melebar kemudian

menyempit, maka dapat disimpulkan bahwa telah terjadi

heteroskedastisitas. Namun, jika tidak ada pola yang jelas, serat titik-titik

menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi

heteroskedastisitas (Ghozali, 2011:139).

84
4. Uji Hipotesis Penelitian

Pengujian hipotesis dilakukan melalui:

a. Uji Statistik t

Uji t bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel

independen dengan variabel dependen secara parsial. Untuk mengetahui

apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel masing-masing

independen yaitu: keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan

kemungkinan terdeteksi kecurangan terhadap satu variabel dependen,

yaitu persepsi WP mengenai etika penggelapan pajak, maka nilai

signifikan t dibandingkan dengan derajat kepercayaannya.

Apabila sig t lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima. Demikian

pula sebaliknya jika sig t lebih kecil dari 0,05, maka Ho ditolak. Bila Ho

ditolak ini berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel

independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011:101).

b. Uji Statistik Fisher (F)

Model regresi linier berganda di atas, untuk membuktikan apakah

variabel - variabel independen secara simultan mempunyai pengaruh

terhadap variabel dependen, maka dilakukan uji F. Uji F dilakukan

dengan tujuan untuk menguji keseluruhan variabel independen, yaitu:

keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi

kecurangan terhadap satu variabel dependen, yaitu persepsi WP

mengenai etika penggelapan pajak. Secara bebas dengan signifikan

sebesar 0,05, dapat disimpulkan (Ghozali, 2011:98).

85
1) Jika nilai signifikan < 0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak, ini

berarti menyatakan bahwa semua variabel independen atau bebas

tidak mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel

dependen atau terikat.

2) Jika nilai signifikan > 0,05 maka Ha ditolak dan Ho diterima, ini

berarti menyatakan bahwa semua variabel independen atau bebas

mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel

dependen atau terikat.

c. Uji Persamaan Regresi Linier Berganda

Metode yang digunakan peneliti adalah regresi linier berganda.

Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua

atau lebih variabel independen (X1,X2,…Xn) dengan variabel dependen

(Y). Model regresi berganda bertujuan untuk memprediksi besar variabel

dependen dengan menggunakan data variabel independen yang sudah

diketahui besarnya (Santoso, 2004:163). Model ini digunakan untuk

menguji apakah ada hubungan sebab akibat antara kedua variabel untuk

meneliti seberapa besar pengaruh antara variabel independen, yaitu

keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi

kecurangan berpengaruh terhadap variabel dependen, yaitu persepsi WP

mengenai etika penggelapan pajak, adapun rumus yang digunakan:

Y = a + β X + β X + β X + β X +e

86
Dimana:

Y = Etika Penggelapan Pajak

X1 = Keadilan

X2 = Sistem Perpajakan

X3 = Diskriminasi

X4 = Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan

a = Bilangan Konstanta (harga Y, bila X=0)

e = error yang ditolerir (5%)

d. Koefisien Determinan (Adjusted R2)

Koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan model dapat menjelaskan variasi variabel dependen. Pada

pengujian hipotesis pertama koefisien determinasi dilihat dari besarnya

nilai (Adjusted R2) untuk mengetahui seberapa jauh variabel bebas yaitu

keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi

kecurangan serta pengaruhnya terhadap persepsi WP mengenai etika

penggelapan pajak. Nilai (Adjusted R2) mempunyai interval antara 0

dan 1. Jika niali Adjusted R2 bernilai besar (mendeteksi 1) berarti variabel

bebas dapat memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variabel dependen. Sedangkan jika (Adjusted R2) bernilai

kecil berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel

dependen sangat terbatas. Secara umum koefisien determinasi untuk data

silang (crossection) relatif rendah karena adanya variasi yang besar

antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk data runtun waktu

(time series) biasanya mempunyai nilai koefisien determinasi yang tinggi

(Ghozali, 2011:97).

87
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian

Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel

yang digunakan berikut dengan definisi operasional dan cara pengukurannya.

1. Variabel Independen

a. Keadilan (X1)

Prinsip keadilan pajak menurut Siahaan (2010) yang pertama

didasarkan pada keadilan harus didasarkan pada prinsip manfaat. Prinsip

ini menyatakan bahwa suatu sistem pajak dikatakan adil apabila

kontribusi yang diberikan oleh setiap wajib pajak sesuai dengan manfaat

yang diperolehnya dari jasa-jasa pemerintah. Jasa pemerintah ini meliputi

berbagai sarana yang disediakan oleh pemerintah untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Prinsip yang kedua mengacu pada prinsip

keadilan dalam membayar, menurut prinsip ini, perekonomian

memerlukan suatu jumlah penerimaan pajak tertentu, dan setiap wajib

pajak diminta untuk membayar sesuai dengan kemampuannya. Dan

prinsip yang ketiga adalah bagaimana WP dikenakan kewajibannya

disesuaikan dengan keadilan horizontal dan keadilan vertikal, yang mana

WP yang memiliki penghasilan yang sama akan disesuaikan pula dengan

pengenaan pajak yang sama, WP yang memiliki penghasilan yang besar

akan dikenakan kewajiban perpajakan yang besar pula, demikian

sebaliknya.

Ketiga prinsip yang dipaparkan tersebut harus diterapkan dan

dilaksanakan secara penuh terhadap para WP, dimana dibutuhkan

kesadaran yang besar dari dalam WP sendiri untuk melaksanakan

88
kewajibannya dan sekaligus pengawasan dari pihak fiskus dalam

mensukseskan target penerimaan pajak Negara.

Salah satu yang harus diperhatikan dalam penerapan pajak suatu

negara adalah adanya keadilan yang dapat dirasakan oleh masyarakat

pembayar pajak. Karena secara psikologis masyarakat merasakan pajak

merupakan suatu beban, maka tentunya masyarakat memerlukan suatu

kepastian bahwa mereka mendapatkan perlakuan yang adil dalam

pengenaan pungutan pajak oleh Negara. Hal ini perlu agar kesadaran

masyarakat pajak mampu meningkatkan penerimaan Negara.

Instrumen pengukuran variabel ini menggunakan pertanyaan yang

dikembangkan oleh Suminarsasi (2011) dan Nickerson, et al (2009).

Terdiri dari 6 (enam) item pertanyaan yang menggunakan skala likert 5

poin yang terdiri dari (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak

setuju, (5) Sangat tidak setuju.

b. Sistem Perpajakan (X2)

Sistem Perpajakan merupakan suatu sistem pemungutan pajak

yang merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta WP untuk

secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan

yang diperlukan untuk pembiayaan penyelenggaraan Negara dan

pembangunan nasional. Tanggung jawab atas pelaksanaan pemungutan

pajak sebagai pencerminan kewajiban dibidang perpajakan dengan

fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan

pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan

89
ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan

perpajakan.

Anggota masyarakat atau WP diberi kepercayaan untuk

melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui menghitung,

memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak

terutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini administrasi

perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan lebih rapi, terkendali,

sederhana, dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat atau WP

(Siahaan, 2010).

Variabel ini diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan

oleh Suminarsasi (2011) dan Nickerson, et al (2009) dengan

menggunakan skala likert. Setiap responden diminta untuk menjawab 5

(lima) item pertanyaan yang berkaitan dengan 5 poin penilaian, yaitu:

(1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak

setuju.

c. Diskriminasi (X3)

Menurut Danandjaja (2003) diskriminasi adalah perlakuan yang

tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan

sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti

berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas

sosial.

Diskriminasi, yang terkait dengan penghindaran dalam kondisi

tertentu menganggap bahwa suatu penggelapan pajak dipandang sebagai

yang paling dibenarkan dalam kasus tertentu, dimana sistem pajak dilihat

90
tidak adil, dana pajak yang terkumpul terbuang sia-sia dan di mana

pemerintah mendiskriminasikan beberapa segmen penduduk. Budaya

yang berbeda, perspektif sejarah dan agama semua memiliki pengaruh

terhadap pandangan etis terhadap penggelapan pajak.

Variabel ini diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan

oleh Suminarsasi (2011) dan Nickerson, et al (2009) dengan

menggunakan skala likert. Setiap responden diminta untuk menjawab 4

(empat) item pertanyaan yang berkaitan dengan 5 poin penilaian, yaitu:

(1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak

setuju.

d. Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan (X4)

Pemeriksaan pajak dilaksanakan dalam rangka melaksanakan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Porsentase

kemungkinan suatu pemeriksaan pajak dilakukan sesuai dengan aturan

perpajakan untuk mendeteksi kecurangan yang dilakukan wajib pajak

sehingga berpengaruh pada Tax Evasion. Ketika seseorang menganggap

bahwa porsentase kemungkinan terdeteksinya kecurangan melalui

pemeriksaan pajak yang dilakukan tinggi maka dia akan cenderung untuk

patuh terhadap aturan perpajakan dalam hal ini berati tidak melakukan

penghindaran Pajak (Tax Evasion), karena ia takut jika ketika diperiksa

dan ternyata dia melakukan kecurangan maka dana yang akan

dikeluarkan untuk membayar denda akan jauh lebih besar daripada pajak

yang sebenarnya harus ia bayar.

91
Variabel Kemungkinan terdeteksinya kecurangan adalah persepsi

responden, terhadap seberapa mungkin suatu kecurangan yang dilakukan

wajib pajak dapat dideteksi oleh para wajib pajak. Skor 1 diberikan

ketika responden menganggap sama sekali tidak mungkin kecurangan

yang dilakukan terdeteksi hal ini ditunjukan dengan jawaban Sangat

Tidak Setuju (STS). Sedangkan skor 5 diberikan ketika responden

menganggap bahwa terdeteksinya kecurangan sangat mungkin untuk

diketahui pemeriksa pajak hal ini ditunjukan dengan jawaban Sangat

Setuju (SS). Variabel ini diukur menggunakan instrumen yang

dikembangkan oleh Suminarsasi (2011), Ayu (2009), Ayu (2011), dan

Nickerson, et al (2009) dengan menggunakan skala likert. Setiap

responden diminta untuk menjawab 5 (lima) item pertanyaan yang

berkaitan dengan 5 poin penilaian, yaitu: (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3)

Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak setuju.

2. Variabel Dependen

a. Etika Penggelapan Pajak (Y)

Mardiasmo (2009) mendefinisikan penggelapan pajak (tax

evasion) Adalah usaha yang dilakukan oleh wajib pajak untuk

meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang.

Dikarenakan melanggar undang-undang, penggelapan pajak ini dilakukan

dengan menggunakan cara yang tidak legal. Para wajib pajak sama sekali

mengabaikan ketentuan formal perpajakan yang menjadi kewajibannya,

memalsukan dokumen, atau mengisi data dengan tidak lengkap dan tidak

benar.

Etika pajak adalah peraturan dalam lingkup dimana orang per

orang atau kelompok orang yang menjalani kehidupan dalam lingkup

92
perpajakan, bagaimana mereka melaksanakan kewajiban perpajakannya,

apakah sudah benar, salah, baik ataukah jahat. Etika penggelapan pajak

dalam hal ini menjelaskan konteks pengaruh terhadap variabel

independen yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel independen

yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah keadilan, sistem

perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan WP

pribadi di Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta.

Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen yang

dikembangkan oleh Suminarsasi (2011) dan Nickerson, et al (2009).

Variabel ini diukur dengan berdasarkan aspek keadilan, sistem

perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan serta

diukur dengan menggunakan skala likert (likert scale) yang berkaitan

dengan 8 (delapan) pilihan, yaitu: (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3)

Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak setuju.

Tabel 3.1
Operasional Variabel Penelitian

Butir Skala
Variabel Sub Variabel Indikator
Pertanyaan Pengukuran
Keadilan a. Prinsip 1. Prinsip manfaat dari penggunaan 1, 2 Interval
(X1) Keadilan uang yang bersumber dari pajak
(Sumber: Pajak 2. Prinsip kemampuan dalam 3
Supriyadi dan membayar kewajiban pajak
Suminarsasi( 3. Keadilan horizontal dan keadilan 4
2011) dan vertikal dalam pemugutan pajak
Nickerson et
al (2009))
b. Cara 1. Keadilan dalam penyusunan 5 Interval
Mewujudk undang-undang pajak
an 2. Keadilan dalam penerapan 6
Keadilan ketentuan perpajakan
Pajak
Bersambung ke halaman berikutnya

93
Tabel 3.1 (Lanjutan)
Operasional Variabel Penelitian

Butir Skala
Variabel Sub Variabel Indikator
Pertanyaan Pengukuran
Sistem Penerapan 1. Tarif pajak yang diberlakukan di 1, 2 Interval
Perpajakan sistem Indonesia
(X2) perpajakan 2. Pendistribusian dana yang 3
(Sumber: secara bersumber dari pajak
Supriyadi dan menyeluruh 3. Kemudahan fasilitas Sistem 4, 5
Suminarsasi( kepada Perpajakan
2011) dan masyarakat
Nickerson et
al (209))
Diskriminasi Cara 1. Pendiskriminasian atas agama, ras, 1, 2 Interval
(X3) Mewujudkan kebudayaan dan keanggotaan
(Sumber: Keadilan Pajak kelas-kelas sosial.
Supriyadi dan 2. Pendiskriminasian terhadap hal- 3, 4
Suminarsasi( hal yang disebabkan oleh manfaat
2011) dan perpajakan
Nickerson et
al (209))
Kemungkinan Pemeriksaan 1. Masyarakat memenuhi 1, 2 Interval
terdeteksi Pajak kewajibannya atas dasar karena
Kecurangan takut terhadap hukum
(X4) 2. Diterapkan pemeriksaan pajak 3, 4, 5
untuk mengidentifikasi adanya
(Sumber: kecurangan
Supriyadi dan
Suminarsasi(2
011), Hastuti
dan Ayu
(2009) dan
Nickerson et
al (2009))
Bersambung ke halaman berikutnya

94
Tabel 3.1 (Lanjutan)
Operasional Variabel Penelitian

Butir Skala
Variabel Sub Variabel Indikator
Pertanyaan Pengukuran
Etika 1. Penerapan tarif pajak dan 1, 2, 3 Interval
Penggelapan Pentingnya kerjasama yang baik
Pajak (Y) antara fiskus dan WP
2. Penggelapan pajak dianggap 4, 5
(Sumber:
beretika karena pelaksanaan
Supriyadi
hukum yang mengaturnya lemah
dan
Suminarsasi dan terdapat peluang terhadap WP
(2011) dan dalam melakukan penggelapan
Nickerson et pajak
al (2009)) 3. Integritas atau mentalitas aparatur 6, 7
perpajakan/fiskus dan pejabat
pemerintah yang buruk serta
pendiskriminasian terhadap
perlakuan pajak
4. Konsekuensi melakukan 8
penggelapan pajak

95
BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian menggunakan instrumen angket atau kuesioner yang telah

disebar, dengan objek penelitian adalah Wajib Pajak yang terdaftar pada

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di wilayah Jakarta yang terdiri dari

empat KPP yaitu: KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru 2 yang beralamat

di Jalan Ciputat Raya No. 2 Pondok Pinang, Jakarta Selatan. KPP Pratama

Jakarta Pancoran yang beralamat di Jalan TB. Simatupang Kavling 5

Kebagusan Jakarta Selatan. KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk 2, yang

beralamat di Jalan KS Tubun No. 10 Jakarta Barat, dan KPP Pratama

Jakarta Tamansari 2, yang beralamat di Jalan KS Tubun No. 10 Jakarta

Barat.

Sampel diambil dengan metode convenience sampling, yaitu anggota

sampel yang dipilih atau diambil berdasarkan kemudahan memperoleh data

yang dibutuhkan, atau unit sampel yang ditarik mudah untuk diukurnya dan

bersifat kooperatif (Hamid, 2010). Teknik pemilihan sampel ini dipilih

karena pertimbangan lokasi yang mudah untuk dijangkau sehingga dapat

memudahkan peneliti dalam pengumpulan sampel yang akan digunakan

dalam penelitian dan dilakukan dengan penyebaran atau pembagian

kuesioner di beberapa Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayah Jakarta

96
yang di lakukan mulai dari 24 Mei 2013 sampai dengan 10 Juni 2012.

Dimana data distribusi sampel penelitian dapat di lihat dalam tabel 4.1.

Tabel 4.1
Data Distribusi Sampel Penelitian

Kuesioner Kuesioner
No. Nama KPP Yang Yang
Dibagikan Kembali
1 KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru 2 35 35
2 KPP Pratama Jakarta Pancoran 20 20
3 KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk 2 50 50
4 KPP Pratama Jakarta Tamansari 2 25 25
Jumlah 130 130
Sumber data: Data primer yang diolah, 2013

Kuesioner yang dibagikan berjumlah 130 buah dan jumlah yang

kembali sebanyak 130 buah atau 100%, kuesioner yang dapat diolah

sebanyak 127 atau 98%.

Tabel 4.2
Sampel Penelitian

No Keterangan Penerimaan Persentase


Pajak (%)
1 Jumlah kuesioner yang disebar 130 100%
2 Jumlah kuesioner yang tidak kembali 0 0%
3 Jumlah kuesioner yang tidak dapat diolah 3 2%
4 Kuesioner yang dapat diolah 127 98%
Sumber : Data primer yang diolah, 2013

2. Data Responden

Karakteristik responden yang diukur dengan skala interval yang

menunjukkan besarnya frekuensi absolut dan persentase jenis kelamin, umur

responden, pendidikan terakhir responden dan jenis pekerjaan responden.

Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak yang

terdaftar pada empat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama: KPP Pratama

97
Jakarta Kebayoran Baru 2, KPP Pratama Jakarta Pancoran, KPP Pratama

Jakarta Kebon Jeruk 2, dan KPP Pratama Jakarta Tamansari 2. Kuesioner

disebar dengan harapan dapat diisi berdasarkan pegawai, sehingga akan

menghasilkan suatu penelitian yang balance.

Pada karakteristik reponden, terdapat 130 responden yang terdiri dari

para Wajib Pajak yang dapat mewakili dan menjadi responden. Data

mengenai karakteristik responden ditampilkan pada tabel berikut ini.

Tabel 4.3
Data Statistik Responden

Deskripsi Jumlah Persentase (%)


Jumlah Responden 127 100%
Jenis Pria 89 70%
Kelamin Wanita 38 30%
Umur Jumlah Responden 127 100%
Responden 20 – 24 tahun 7 6%
25 – 35 tahun 64 50%
> 35 tahun 56 44%
Pendidikan Jumlah Responden 127 100%
Terakhir D3 10 8%
S1 97 76%
S2 13 10%
S3 0 0%
Lainya 7 6%
Pekerjaan Jumlah Responden 127 100%
Wiraswasta 87 69%
Pegawai Negeri 8 6%
Pegawai Swasta 32 25%
Sumber: data primer yang diolah, 2013

Tabel di atas menjelaskan mengenai data responden berdasarkan

jenis kelamin, umur responden, pendidikan terakhir dan pekerjaan. Adapun

penjelasan mengenai data responden disajikan dalam gambar grafik sebagai

berikut:

98
Gambar 4.1
Data Statistik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber: data primer yang diolah, 2013

Berdasarkan grafik di atas berdasarkan jenis kelamin terlihat bahwa

responden dengan jenis kelamin pria lebih mendominasi, terlihat dari

jumlah responden sebanyak 89 responden atau 70 % adalah pria dan 38

responden atau 30 % adalah wanita. Hal ini menggambarkan kondisi dimana

Wajib Pajak yang melakukan pembayaran pajak didominasi oleh pria

dibandingkan wanita.

Gambar 4.2
Data Statistik Responden Berdasarkan Umur Responden

Sumber: data primer yang diolah, 2013

99
Berdasarkan grafik di atas berdasarkan umur responden terlihat

bahwa umur responden 20 – 24 tahun berjumlah 7 responden atau sebesar

6%, umur responden 25 – 35 tahun berjumlah 64 responden atau sebesar

50%, umur responden di atas 35 tahun berjumlah 56 responden atau sebesar

44%. Hal ini membuktikan bahwa Wajib Pajak yang melakukan

pembayaran pajak rata-rata adalah Wajib Pajak yang berusia 25 – 35 tahun.

Gambar 4.3
Data Statistik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Sumber: data primer yang diolah, 2013

Berdasarkan grafik di atas berdasarkan pendidikan terakhir yang

dimiliki responden terlihat bahwa pendidikan terakhir D3 berjumlah 10

responden atau sebesar 8%, pendidikan terakhir S1 berjumlah 97 responden

atau sebesar 76%, pendidikan terakhir S2 berjumlah 13 responden atau

sebesar 10% dan pendidikan terakhir lainya berjumlah 7 responden atau

sebesar 6%. Hal ini membuktikan bahwa wajib pajak yang melakukan

pembayaran pajak adalah wajib pajak yang berpendidikan S1.

100
Gambar 4.4
Data Statistik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Sumber: data primer yang diolah, 2013

Berdasarkan grafik di atas berdasarkan pekerjaan responden terlihat

bahwa responden dengan pekerjaan wiraswasta berjumlah 87 responden

atau sebesar 69%, pekerjaan pegawai negeri berjumlah 8 responden atau

sebesar 6%, pegawai swasta berjumlah 32 responden atau sebesar 25%.

B. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil Uji Kualitas Data

a. Hasil Statistik Deskriptif

Pengukuran statistik deskriptif variabel dilakukan untuk

memberikan gambaran umum mengenai kisaran teoritis, kisaran aktual,

rata-rata (mean) dan standar deviasi dari masing-masing variabel yaitu

keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi

kecurangan dan penggelapan pajak disajikan sebagai berikut:

101
Tabel 4.4
Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KP 127 1.00 4.50 2.5131 .79342
SP 127 2.60 5.00 3.9638 .53120
DP 127 1.00 4.25 2.1614 .81317
KTK 127 2.40 5.00 4.0929 .53321
PP 127 1.00 4.25 2.6178 .75903
Valid N (listwise) 127
Sumber: data primer yang diolah, 2013

Berdasarkan tabel di atas dapat dideskripsikan bahwa jumlah

responden (N) ada 127. Dari 127 responden ini variabel independen

keadilan memiliki nilai minimum 1,00, nilai maksimum 4,50, nilai mean

2,5131, dengan standar deviasi 0,79342. Sistem perpajakan memiliki

nilai minimum 2,60, nilai maksimum 5,00, nilai mean 3,9638, dengan

standar deviasi 0,53120. Diskriminasi memiliki nilai minimum 1,00, nilai

maksimum 4,25, nilai mean 2,1614 dengan standar deviasi 0,81317.

Kemungkinan terdeteksi kecurangan memiliki nilai minimum 2,40, nilai

maksimum 5,00, nilai mean 4,0929 dengan standar deviasi 0,53321,

sedangkan pada variabel dependen (penggelapan pajak) nilai minimum

1,00, nilai maksimum 4,25, nilai mean 2,6178 dengan standar deviasi

0,75903.

b. Hasil Uji Validitas

Pengujian validitas dari instrumen penelitian dilakukan dengan

menghitung angka korelasional atau rhitung dari nilai jawaban tiap

responden untuk tiap butir pertanyaan, kemudian dibandingkan dengan

rtabel. Nilai rtabel 0,176, didapat dari jumlah kasus - 2, atau 127 - 2 = 125,

tingkat signifikansi 5%, maka didapat r tabel 0,176. Setiap butir pertanyaan

102
dikatakan valid bila angka korelasional yang diperoleh dari perhitungan

lebih besar atau sama dengan rtabel (Imam Ghozali, 2011:53). Berdasarkan

hasil pengujian didapatkan bahwa semua pernyataan dikatakan valid,

karena koefisien korelasi (rhitung) > rtabel. Tabel di bawah ini menunjukkan

hasil uji validitas dari variabel keadilan dengan 127 sampel responden.

Tabel 4.5
Hasil Uji Validitas Variabel Keadilan

Pertanyaan Nilai rhitung Nilai rtabel Kriteria


KP1 0,597 0,176 Valid
KP2 0,576 0,176 Valid
KP3 0,450 0,176 Valid
KP4 0,545 0,176 Valid
KP5 0,541 0,176 Valid
KP6 0,560 0,176 Valid
Sumber: data primer yang diolah, 2013

Variabel keadilan terdiri atas 6 butir pernyataan, dari ke - 6 butir

pernyataan adalah valid (rhitung > rtabel). Tabel di bawah ini menunjukkan

hasil uji validitas dari variabel sistem perpajakan dengan 127 sampel

responden.

Tabel 4.6
Hasil Uji Validitas Variabel Sistem Perpajakan

Pertanyaan Nilai rhitung Nilai rtabel Kriteria


SP1 0,699 0,176 Valid
SP2 0,753 0,176 Valid
SP3 0,653 0,176 Valid
SP4 0,693 0,176 Valid
SP5 0,541 0,176 Valid
Sumber: data primer yang diolah, 2013

103
Variabel sistem perpajakan terdiri atas 5 butir pernyataan, dari ke

- 5 butir pernyataan adalah valid (rhitung > rtabel). Tabel di bawah ini

menunjukkan hasil uji validitas dari variabel diskriminasi dengan 127

sampel responden.

Tabel 4.7
Hasil Uji Validitas Variabel Diskriminasi

Pertanyaan Nilai rhitung Nilai rtabel Kriteria


DP1 0,592 0,176 Valid
DP2 0,671 0,176 Valid
DP3 0,534 0,176 Valid
DP4 0,495 0,176 Valid
Sumber: data primer yang diolah, 2013

Variabel diskriminasi terdiri atas 4 butir pernyataan, dari ke - 4

butir pernyataan adalah valid (rhitung > rtabel). Tabel di bawah ini

menunjukkan hasil uji validitas dari variabel kemungkinan terdeteksi

kecurangan dengan 127 sampel responden.

Tabel 4.8
Hasil Uji Validitas Variabel Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan

Pertanyaan Nilai rhitung Nilai rtabel Kriteria


KTK1 0,822 0,176 Valid
KTK2 0,700 0,176 Valid
KTK3 0,516 0,176 Valid
KTK4 0,608 0,176 Valid
KTK5 0,496 0,176 Valid
Sumber: data primer yang diolah, 2013

Variabel kemungkinan terdeteksi kecurangan terdiri atas 5 butir

pernyataan, dari ke - 5 butir pernyataan adalah valid (rhitung > rtabel). Tabel

di bawah ini menunjukkan hasil uji validitas dari variabel penggelapan

pajak dengan 127 sampel responden.

104
Tabel 4.9
Hasil Uji Validitas Variabel Penggelapan Pajak

Pertanyaan Nilai rhitung Nilai rtabel Kriteria


PP1 0,704 0,176 Valid
PP2 0,434 0,176 Valid
PP3 0,462 0,176 Valid
PP4 0,560 0,176 Valid
PP5 0,619 0,176 Valid
PP6 0,428 0,176 Valid
PP7 0,472 0,176 Valid
PP8 0,596 0,176 Valid
Sumber: data primer yang diolah, 2013

Variabel penggelapan pajak terdiri atas 8 butir pernyataan, dari ke

- 8 butir pernyataan adalah valid (rhitung > rtabel)

c. Hasil Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas hanya dapat dilakukan setelah suatu instrumen

telah dipastikan validitasnya. Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini

untuk menunjukan tingkat reliabilitas konsistensi internal teknik yang

digunakan adalah dengan mengukur koefisien Cronbach’s Alpha dengan

bantuan program SPSS 20. Nilai alpha bervariasi dari 0 – 1, suatu

pertanyaan dapat dikategorikan reliabel jika nilai alpha lebih besar dari

0,70 dalam (Ghozali, 2011:48).

Tabel 4.10
Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Cronbach's N of Keterangan


Alpha Items
Keadilan 0,788 6 Reliabel
Sistem Perpajakan 0,852 5 Reliabel
Diskriminasi 0,767 4 Reliabel
Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan 0,813 5 Reliabel
Penggelapan Pajak 0,810 8 Reliabel
Sumber: Data primer yang diolah, 2013

105
Tabel 4.10 menunjukkan nilai cronbach’s alpha atas variabel

keadilan sebesar 0,788, variabel sistem perpajakan sebesar 0,852,

variabel diskriminasi sebesar 0,767, kemungkinan terdeteksi kecurangan

sebesar 0,813 dan variabel penggelapan pajak sebesar 0,810. sehingga

dapat disimpulkan bahwa pernyataan dalam kuesioner semua variabel ini

reliabel karena mempunyai nilai cronbach’s alpha lebih besar dari 0,7.

Hal ini menunjukkan bahwa setiap item pernyataan yang

digunakan akan mampu memperoleh data yang konsisten yang berarti

bila pernyataan itu diajukan kembali akan diperoleh jawaban yang relatif

sama dengan jawaban sebelumnya. Uji validitas digunakan untuk

mengetahui apakah item-item yang ada di dalam kuesioner mampu

mengukur peubah yang didapatkan dalam penelitian ini (Ghozali,

2011:45). Maksudnya untuk mengukur valid atau tidaknya suatu

kuesioner dilihat jika pertanyaan dalam kuesioner tersebut mampu

mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.

2. Hasil Uji Asumsi Klasik

a. Hasil Uji Normalitas Data

Data - data bertipe skala sebagai pada umumnya mengikuti

asumsi distribusi normal. Namun, tidak mustahil suatu data tidak

mengikuti asumsi normalitas. Untuk mengetahui kepastian sebaran data

yang diperoleh harus dilakukan uji normalitas terhadap data yang

bersangkutan. Dengan demikian, analisis statistika yang pertama harus

digunakan dalam rangka analisis data adalah analisis statistik berupa uji

normalitas. Uji normalitas bertujuan untuk menguji variabel independen

106
dan variabel dependen yaitu keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi

kemungkinan terjadi kecurangan dan penggelapan pajak (Y) keduanya

memiliki distribusi normal atau tidak, berikut ini gambar grafik uji

normalitas data pada grafik pp – plot.

Gambar 4.5
Hasil Uji Normalitas Data

Sumber: data primer yang diolah, 2013

Pada grafik normal plot terlihat titik - titik menyebar di sekitar

garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal.

Kedua grafik ini menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena

asumsi normalitas (Ghozali 2011:163).

b. Hasil Uji Multikolinieritas

Pengujian multikolonieritas dilakukan untuk menguji apakah

pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen.

Untuk mendeteksi adanya problem multikol, maka dapat dilakukan

dengan melihat nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF) serta

besaran korelasi antar variabel independen.

107
Tabel 4.11
Hasil Uji Multikolonieritas
a
Coefficients
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
(Constant)
KP .376 2.660
1 SP .852 1.174
DP .372 2.688
KTK .896 1.117
a. Dependent Variable: PP
Sumber: data primer yang diolah, 2013

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa masing-masing variabel

mempunyai nilai tolerance mendekati angka 1 dan nilai variance

inflation factor (VIF) disekitar angka 1. keadilan mempunyai nilai

tolerance 0,376, sistem perpajakan mempunyai nilai tolerance 0,852,

diskriminasi mempunyai nilai tolerance 0,372, kemungkinan terdeteksi

kecurangan mempunyai nilai tolerance 0,896 dan keadilan mempunyai

nilai VIF 2,660, sistem perpajakan mempunyai nilai VIF 1,174,

diskriminasi mempunyai nilai VIF 2,688 dan kemungkinan terdeteksi

kecurangan mempunyai nilai VIF 1,117. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa persamaan regresi tidak terdapat problem

multikolineritas karena nilai tolerance di atas 0,10 dan nilai VIF

(variance inflation factor) di bawah 10.

c. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu

pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas menunjukan bahwa variasi

variabel tidak sama untuk semua pengamatan. Pada heteroskedastisitas

108
kesalahan yang terjadi tidak secara acak tetapi menunjukan hubungan

yang sistematis sesuai dengan besarnya satu atau lebih variabel.

Berdasarkan hasil pengolahan data, maka hasil Scatterplot dapat dilihat

pada gambar berikut:

Gambar 4.6
Hasil Uji Heteroskedastisitas

Sumber: data primer yang diolah, 2013

Dari grafik Scatterplot yang ada pada gambar di atas dapat dilihat

bahwa titik - titik menyebar secara acak, serta tersebar baik di atas

maupun dibawah angka nol pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan

bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi (Ghozali,

2011:139).

3. Hasil Uji Hipotesis

a. Hasil Uji t (Parsial)

Uji statistik t berguna untuk menguji pengaruh dari masing-

masing variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen.

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh masing - masing variabel

109
independen secara parsial terhadap variabel dependen dapat dilihat pada

tingkat signifikansi 0,05. Hasil uji statistik t dapat dilihat pada tabel 4.13,

jika nilai probability t < 0,05 maka Ha diterima, sedangkan jika nilai

probability t > 0,05 maka Ha ditolak. (Ghozali, 2011: 101).

Tabel 4.12
Hasil Uji t (Parsial)
a
Coefficients
Model Unstandardized Standardized t Sig.
Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) 2.780 .364 7.640 .000
KP .251 .076 .263 3.310 .001
1 SP -.159 .075 -.112 -2.115 .036
DP .548 .075 .587 7.350 .000
KTK -.329 .073 -.231 -4.490 .000
a. Dependent Variable: PP
Sumber: data primer yang diolah, 2013

Berdasarkan hasil pengujian dari tabel 4.12 dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1) Hasil Uji Hipotesis 1: Pengaruh Keadilan Terhadap Penggelapan

Pajak.

Hasil uji hipotesis 1 yang ditunjukkan pada tabel 4.12, variabel

keadilan mempunyai tingkat signifikasi sebesar 0,001 dan nilai t

sebesar 3,310. Hal ini berarti Ha1 diterima sehingga dapat dikatakan

bahwa keadilan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

penggelapan pajak karena tingkat signifikasi yang dimiliki variabel

keadilan < 0,05 (0,001 < 0,05) dan nilai thitung > 1,97 (3,310 > 1,97).

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan

McGee (2008), Nickerson, et al (2009), Suminarsasi (2011). Hasil

penelitian menyatakan bahwa keadilan mempunyai pengaruh positif

dan signifikan terhadap penggelapan pajak. Kadang kala penggelapan

110
pajak dianggap suatu hal yang etis ataupun tidak etis tergantung

bagaimana pemerintah mengelola dana yang bersumber dari pajak

Negara, dimana masyarakat/WP menganggap bahwa perwujudan

keadilan dalam perpajakan belumlah maksimal.

Dalam hal ini Pemerintah harus mengantisipasi masalah yang

sangat mendasar yang selalu dijumpai dalam pemungutan dan

pengalokasian dana pajak, yaitu bagaimanakah cara mewujudkan

keadilan pajak, hal ini tidak mudah diterapkan karena keadilan

memiliki perspektif yang sangat luas, dimana menurut Siahaan

(2010:114) keadilan antara masing-masing individu berbeda-beda.

Setidaknya ada tiga aspek keadilan yang perlu diperhatikan dalam

penerapan pajak, yaitu: pertama, keadilan dalam penyusunan undang –

undang pajak terkait penyusunan undang-undang merupakan salah satu

penentu dalam mewujudkan keadilan perpajakan, karena dengan

melihat proses dan hasil akhir pembuatan undang-undang pajak yang

kemudian diberlakukan masyarakat akan dapat melihat apakah

pemerintah juga mengakomodasi kepentingan WP dalam penetapan

peraturan perpajakan, seperti ketentuan tentang siapa yang menjadi

objek pajak, apa yang menjadi objek pajak, bagaimana cara

pembayaran pajak, tindakan yang dapat diberlakukan oleh fiskus

kepada WP, sanksi yang mungkin dikenakan kepada WP yang tidak

melaksanakan kewajibannya secara tidak benar, hak WP, perlindungan

WP dari tindakan fiskus yang dianggapnya tidak sesuai dengan

ketentuan, keringanan pajak yang yang dapat diberikan kepada WP,

111
dan hal lainnya. Kedua, keadilan dalam penerapan ketentuan

perpajakan yang merupakan hal yang harus diperhatikan benar oleh

Negara/pemerintah sebagai pihak yang diberi kewenangan oleh hukum

pajak untuk menarik/memungut pajak dari masyarakat. Dalam

mencapai keadilan ini, Negara/pemerintah melalui fiskus harus

memahami dan menerapkan asas-asas pemungutan pajak dengan baik.

Ketiga, keadilan dalam penggunaan uang pajak yang menjadi tolok

ukur penerapan keadilan perpajakan, berkaitan dengan harapan sampai

dimana manfaat dari pemungutan pajak tersebut dipergunakan untuk

kepentingan masyarakat banyak. Keadilan yang bersumber pada

penggunaan uang pajak sangat penting karena membayar pajak tidak

menerima kontraprestasi secara langsung yang “dapat” ditunjuk atau

yang seimbang pada saat membayar pajak. Sehingga manfaat pajak

untuk pelayanan umum dan kesejahteraan umum harus benar-benar

mendapatkan perhatian dan dapat dirasakan secara langsung oleh

masyarakat yang menjadi pembayar pajak. Pendekatan manfaat adalah

fundamental dalam menilai keadilan di dalam penggunaan uang pajak

oleh pemerintah.

2) Hasil Uji Hipotesis 2: Pengaruh Sistem Perpajakan Terhadap

Penggelapan Pajak

Hasil uji hipotesis 2 yang ditunjukkan pada tabel 4.12, variabel

sistem perpajakan mempunyai tingkat signifikasi sebesar 0,036 dan

nilai t sebesar - 2,115. Hal ini berarti Ha2 diterima sehingga dapat

112
dikatakan bahwa sistem perpajakan berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap penggelapan pajak karena tingkat signifikasi yang

dimiliki variabel sistem perpajakan < 0,05 (0,036 < 0,05) dan nilai

thitung > 1,97 (- 2,115 > 1,97). Hasil penelitian ini konsisten dengan

penelitian yang dilakukan oleh McGee (2008), Nickerson, et al

(2009), Suminarsasi (2011) menyatakan bahwa sistem perpajakan

memiliki korelasi negatif signifikan terhadap penggelapan pajak.

Semakin baik, mudah dan terkendali prosedur sistem

perpajakan yang diterapkan, maka tindak penggelapan pajak dianggap

suatu yang tidak etis bahkan mampu meminimalisir perilaku tindak

penggelapan pajak. Menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (penjelasan

bagian umum angka 3) sistem pemungutan pajak di Indonesia

memiliki corak dan ciri tersendiri dengan menganut self assessment

system dimana masyarakat/WP diberikan kepercayaan penuh untuk

menghitung, memperhitungkan, menyetor serta melaporkan kewajiban

pajaknya, dan menunjukan sifat kegotongroyongan pajak sebagai

wujud kewajiban kenegaraan setiap anggota masyarakat. Dengan

berbagai akses kemudahan sistem perpajakan yang ada, baik dalam

hal pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) dan SSP (Surat

Setoran Pajak, serta kemudahan dalam membayar pajaknya,

diharapkan masyarakat/WP mampu bekerjasama dengan baik dan

jujur dalam melaporkan kewajiban perpajakannya sehingga mampu

menekan angka penggelapan pajak dan dapat meningkatkan

penerimaan pajak untuk membiayai pembangunan nasional.

113
3) Hasil Uji Hipotesis 3: Pengaruh Diskriminasi Terhadap

Penggelapan Pajak.

Hasil uji hipotesis 3 yang ditunjukkan pada tabel 4.12, variabel

diskriminasi mempunyai tingkat signifikasi sebesar 0,000 dan nilai t

sebesar 7,350. Hal ini berarti Ha3 diterima sehingga dapat dikatakan

bahwa diskriminasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap

penggelapan pajak karena tingkat signifikasi yang dimiliki variabel

diskriminasi < 0,05 (0,000 < 0,05) dan nilai t hitung > 1,97 (7,350 >

1,97). Masyarakat/WP berpendapat bahwa kebijakan fiskal luar negeri

yang terkait dengan kepemilikan NPWP merupakan suatu bentuk

diskriminasi. Pembebasan fiskal luar negeri seharusnya diberikan

kepada semua wajib pajak baik yang mempunyai NPWP maupun

yang tidak mempunyai NPWP. Hal ini merupakan persamaan hak

kepada warga negara yang sudah sama-sama menunaikan

kewajibannya. Selain itu, kebijakan diperbolehkannya zakat sebagai

faktor pengurang kewajiban perpajakan dan adanya zona bebas pajak

hanya menguntungkan sebagian kelompok masyarakat saja. Sehingga

akan mengakibatkan kecemburuan pada kelompok yang tidak

menerima keuntungan dari kebijakan tersebut, yang nantinya akan

mengakibatkan tindakan penggelapan pajak Hasil penelitian ini

konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh McGee (2008),

Nickerson, et al (2009), Suminarsasi (2011) menyatakan bahwa

diskriminasi memiliki korelasi positif signifikan terhadap penggelapan

pajak.

114
4) Hasil Uji Hipotesis 4: Pengaruh Kemungkinan Terdeteksi

Kecurangan Terhadap Penggelapan Pajak

Hasil uji hipotesis 4 yang ditunjukkan pada tabel 4.12, variabel

kemungkinan terdeteksi kecurangan mempunyai tingkat signifikasi

sebesar 0,000 dan nilai t sebasar - 4,490. Hal ini berarti Ha4 diterima

sehingga dapat dikatakan bahwa kemungkinan terdeteksi kecurangan

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penggelapan pajak karena

tingkat signifikasi yang dimiliki variabel kemungkinan terjadinya

kecurangan < 0,05 (0,000 < 0,05) dan nilai t hitung > 1,97 (- 4,490 >

1,97). Ketika masyarakat/WP menganggap bahwa porsentase

kemungkinan terdeteksinya kecurangan melalui pemeriksaan pajak

yang dilakukan tinggi maka dia akan cenderung untuk patuh terhadap

aturan perpajakan dalam hal ini berati tidak melakukan penghindaran

Pajak (Tax Evasion), karena masyarakat/WP takut jika ketika

diperiksa dan ternyata melakukan kecurangan maka dana yang akan

dikeluarkan untuk membayar denda akan jauh lebih besar daripada

pajak yang sebenarnya harus ia bayar. Pendekatan negatif yang

dilakukan oleh pemerintah dalam mengupayakan peningkatan pajak

atau penurunan tax evasion ternyata cukup bermanfaat. Pendekatan

negatif berupa ancaman pemeriksaan yang dibarengi dengan denda

yang besar cukup efektif untuk menekan tax evasion Wajib Pajak. Hal

ini terlihat dari ketakutan terhadap kemungkinan kecurangan yang

dilakukan ketahuan, ternyata secara psikologis berpengaruh signifikan

115
terhadap tindakan yang mereka lakukan. Tekanan psikologis ini

menyebabkan mereka cenderung tidak melakukan tax evasion. Hasil

ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ayu dan Hastuti

(2009) dan Dyah (2011) dimana kemungkinan terdeteksi kecurangan

melalui pemeriksaan pajak memiliki korelasi negatif yang signifikan

terhadap penggelapan pajak.

b. Hasil Uji F (Simultan)

Hasil uji statistik F dapat dilihat pada tabel di bawah ini, jika nilai

probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima dan menolak Ho,

sedangkan jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 maka H o diterima

dan menolak Ha.

Tabel 4.13
Hasil Uji Statistik F (Simultan)
a
ANOVA
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
b
Regression 51.603 4 12.901 74.982 .000
1 Residual 20.990 122 .172
Total 72.593 126
a. Dependent Variable: PP
b. Predictors: (Constant), KTK, KP, SP, DP
Sumber: data primer yang diolah, 2013

Berdasarkan tabel 4.14 di atas menunjukkan bahwa dari hasil uji

F diperoleh nilai Fhitung sebesar 74,982 > Ftabel sebesar 2,45 dengan

tingkat signifikansi 0,000 < 0,05. Karena tingkat signifikansi lebih kecil

dari 0,05 maka Ha5 diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa keadilan,

sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan

terhadap penggelapan pajak berpengaruh secara simultan (bersama-

sama). Dengan demikian dalam upaya mengurangi penggelapan pajak

116
pemerintah perlu melakukan perbaikan sistem yang lebih baik lagi dan

menerapkan suatu keadilan bagi Wajib Pajak dalam hal perpajakan dan

menghindari tindakan kecurangan dengan melakukan pemeriksaan pajak

dengan pengawasan yang lebih baik lagi sehingga tidak hilangnya

pemasukan pajak Negara yang dapat digunakan sebagai pembangunan.

Jika hal tersebut tidak ditindaklanjuti, maka akan menyebabkan akibat

yang buruk seperti yang diungkapkan oleh Siahaan (2010:110)

penggelapan pajak membawa akibat pada pada perekonomian secara

makro. Penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh

Suminarsasi (2011), Ayu (2009), Mcgee (2008).

c. Hasil Uji Koefisien Regresi Linier Berganda

Model regresi berganda bertujuan untuk memprediksi besar

variabel dependen dengan menggunakan data variabel independen yang

sudah diketahui besarnya (Santoso, 2004:163), berikut ini hasil

persamaan regresi linier berganda.

Tabel 4.14
Hasil Uji Regresi Linier Berganda
a
Coefficients
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) 2.780 .364
KP .251 .076 .263
1 SP -.159 .075 -.112
DP .548 .075 .587
KTK -.329 .073 -.231
a. Dependent Variable: PP
Sumber: data primer yang diolah, 2013

Koefisien regresi pada variabel keadilan berarah positif dan

signifikan sebesar 0,251, hal ini berarti jika variabel keadilan bertambah

satu satuan maka variabel penggelapan pajak bertambah sebesar 0,251

117
satuan atau sebesar 25,1%. Koefisien regresi pada variabel sistem

perpajakan berarah negatif dan signifikan sebesar - 0,159, hal ini berarti

jika variabel sistem perpajakan bertambah satu satuan maka variabel

penggelapan pajak berkurang sebesar 0,159 satuan atau sebesar 15,9%.

Koefisien regresi pada variabel diskriminasi berarah positif dan

signifikan sebesar 0,548, hal ini berarti jika variabel diskriminasi

bertambah satu satuan maka variabel penggelapan pajak bertambah

sebesar 0,548 satuan atau sebesar 54,8%. Koefisien regresi pada variabel

kemungkinan terdeteksi kecurangan berarah negatif dan signifikan

sebesar - 0,329, hal ini berarti jika variabel kemungkinan terdeteksi

kecurangan bertambah satu satuan maka variabel penggelapan pajak

berkurang sebesar 0,329 satuan atau sebesar 32,9% Berdasarkan hasil uji

persamaan regresi berganda maka dapat dilihat variabel independen yang

paling dominan mempengaruhi penggelapan pajak adalah variabel

diskriminasi, karena dilihat berdasarkan nilai beta terbesar sebesar 0,587.

d. Hasil Uji Adjusted R2 (Koefisien Determinasi)

Menurut Ghozali (2011:97) untuk menentukan seberapa besar

variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen, maka perlu

diketahui nilai koefisien determinasi (Adjusted R-Square). Adapun hasil

uji determinasi Adjusted R2:

Tabel 4.15
Hasil Uji Determinasi ( Adjusted
b
R2)
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Durbin-Watson
Square Estimate
a
1 .843 .711 .701 .41479 1.311
a. Predictors: (Constant), KTK, KP, SP, DP
b. Dependent Variable: PP
Sumber: data primer yang diolah, 2013

118
Hasil pengujian menunjukkan besarnya koefisien korelasi

berganda (R), koefisien determinasi (R Square), dan koefisien

determinasi yang disesuaikan (Adjusted R Square). Berdasarkan tabel

model summaryb di atas diperoleh bahwa nilai koefisien korelasi

berganda (R) sebesar 0,843. Ini menunjukkan bahwa variabel keadilan,

sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan

terhadap penggelapan pajak mempunyai hubungan yang sangat kuat.

Hasil pada tabel di atas juga menunjukkan bahwa nilai koefisien

determinasi (R Square) sebesar 0,711 dan nilai koefisien determinasi

yang sudah disesuaikan (Adjusted R Square) adalah 0,701. Hal ini berarti

70,1% variasi dari penggelapan pajak bisa dijelaskan oleh variasi

variabel independen (keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan

kemungkinan terdeteksi kecurangan). Sedangkan sisanya (100% - 70,1%

= 29,9%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam

model penelitian ini seperti variabel kecenderungan personal (Ayu,

2009), teknologi informasi (Ayu, 2009), dan budaya yang berbeda

(Mcgee, 2009) diharapkan variabel lain ini juga akan mempengaruhi

penggelapan pajak. Jadi terdapat banyak variabel-variabel yang dapat

mempengaruhi penggelapan pajak, dengan mengetahui faktor apa saja

yang mempengaruhi penggelapan pajak, maka akan mencegah terjadinya

penggelapan pajak yang sering terjadi di indonesia, sehingga kasus

perpajakan lainnya dapat terungkap.

119
C. Interpretasi

Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda mengenai pengaruh

keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi

kecurangan terhadap penggelapan pajak, maka dapat diinterpretasikan sebagai

berikut:

1. Pengaruh Keadilan Terhadap Penggelapan Pajak

Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif secara

parsial antara keadilan terhadap penggelapan pajak dilihat berdasarkan nilai

signifikan kurang dari 0,05. Hal ini membuktikan bahwa semakin tingginya

keadilan maka akan semakin tinggi penggelapan pajak, sehingga pemerintah

perlu meningkatkan keadilan yang berkaitan dengan penggunaan dana yang

bersumber dari pajak secara adil dan merata.

Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

McGee (2008), Nickerson, et al (2009), Suminarsasi (2011). Hasil penelitian

menyatakan bahwa keadilan mempunyai pengaruh positif dan signifikan

terhadap penggelapan pajak. Kadang kala penggelapan pajak dianggap suatu

hal yang etis ataupun tidak etis tergantung bagaimana pemerintah mengelola

dana yang bersumber dari pajak Negara, dimana masyarakat/WP

menganggap bahwa perwujudan keadilan dalam perpajakan belumlah

maksimal. Dalam hal ini Pemerintah harus mengantisipasi masalah yang

sangat mendasar yang selalu dijumpai dalam pemungutan dan

pengalokasian dana pajak, yaitu bagaimanakah cara mewujudkan keadilan

pajak.

120
2. Pengaruh Sistem Perpajakan Terhadap Penggelapan Pajak

Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif secara

parsial antara sistem perpajakan terhadap penggelapan pajak dilihat

berdasarkan nilai signifikan kurang dari 0,05. Hal ini membuktikan bahwa

semakin baiknya sistem perpajakan, maka semakin menurunkan

penggelapan pajak.

Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

McGee (2008), Nickerson, et al (2009), Suminarsasi (2011) menyatakan

bahwa sistem perpajakan memiliki korelasi negatif signifikan terhadap

penggelapan pajak. Semakin baik, mudah dan terkendali prosedur sistem

perpajakan yang diterapkan, maka tindak penggelapan pajak dianggap suatu

yang tidak etis bahkan mampu meminimalisir perilaku tindak penggelapan

pajak. Menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan (penjelasan bagian umum angka 3) sistem

pemungutan pajak di Indonesia memiliki corak dan ciri tersendiri dengan

menganut self assessment system dimana masyarakat/WP diberikan

kepercayaan penuh untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor serta

melaporkan kewajiban pajaknya.dan menunjukan sifat kegotongroyongan

pajak sebagai wujud kewajiban kenegaraan setiap anggota masyarakat.

121
3. Pengaruh Diskriminasi Terhadap Penggelapan Pajak

Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif secara

parsial antara diskrimanasi terhadap penggelapan pajak dilihat berdasarkan

nilai signifikan kurang dari 0,05. Hal ini membuktikan bahwa semakin

tingginya diskriminasi maka semakin meningkatkan penggelapan pajak.

Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

McGee (2008), Nickerson, et al (2009), Suminarsasi (2011) menyatakan

bahwa diskriminasi memiliki korelasi positif signifikan terhadap

penggelapan pajak. Masyarakat/WP berpendapat bahwa kebijakan fiskal

luar negeri yang terkait dengan kepemilikan NPWP merupakan suatu bentuk

diskriminasi. Pembebasan fiskal luar negeri seharusnya diberikan kepada

semua wajib pajak baik yang mempunyai NPWP maupun yang tidak

mempunyai NPWP.

4. Pengaruh Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Penggelapan

Pajak

Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif secara

parsial antara pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dilihat

berdasarkan nilai signifikan kurang dari 0,05. Hal ini membuktian bahwa

semakin tingginya kemungkinan terdeteksi kecurangan maka semakin

menurunkan tindak penggelapan pajak.

Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Andreas (2002), Ayu dan Hastuti (2009) dan Ayu (2011) dimana

kemungkinan terdeteksi kecurangan melalui pemeriksaan pajak memiliki

122
korelasi negatif yang signifikan terhadap penggelapan pajak. Ketika

masyarakat/WP menganggap bahwa porsentase kemungkinan terdeteksinya

kecurangan melalui pemeriksaan pajak yang dilakukan tinggi maka dia akan

cenderung untuk patuh terhadap aturan perpajakan dalam hal ini berati tidak

melakukan penghindaran Pajak (Tax Evasion), karena masyarakat/WP takut

jika ketika diperiksa dan ternyata melakukan kecurangan maka dana yang

akan dikeluarkan untuk membayar denda akan jauh lebih besar daripada

pajak yang sebenarnya harus ia bayar.

123
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa keadilan, sistem

perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan terhadap

penggelapan pajak. Responden penelitian ini berjumlah 127 orang Wajib Pajak

pada wilayah Jakarta. Berdasarkan pada data yang telah dikumpulkan dan

pengujian yang telah dilakukan terhadap permasalahan dengan menggunakan

model regresi berganda, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil uji regresi ditemukan bahwa pengujian hipotesis yang

dilakukan membuktikan bahwa secara parsial variabel keadilan berpengaruh

positif terhadap penggelapan pajak. Hal ini mendukung penelitian

Suminarsasi dan Supriyadi (2011), Nickerson, et al (2009) yang menyatakan

bahwa keadilan berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggelapan

pajak. Pada variabel sistem perpajakan berpengaruh negatif terhadap

penggelapan pajak. Hal ini mendukung penelitian Ayu dan Hastuti (2009),

Suminarsasi dan Supriyadi (2011), Mcgee (2008) yang menyatakan bahwa

sistem perpajakan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penggelapan

pajak. Pada variabel diskriminasi berpengaruh positif terhadap penggelapan

pajak. Hal ini mendukung penelitian Nickerson, et al (2009), Suminarsasi

dan Supriyadi (2011) dan Mcgee (2008) yang menyatakan bahwa

diskriminasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap penggelapan

pajak. Pada variabel kemungkinan terdeteksi kecurangan berpengaruh

124
negatif terhadap penggelapan pajak. Hal ini mendukung penelitian Andreas

(2002), Ayu dan Hastuti (2009) dan Ayu (2011) yang menyatakan bahwa

diskriminasi berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap

penggelapan pajak dan hasil penelitian secara simultan variabel keadilan,

sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan

berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap penggelapan pajak. Hasil

penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Suminarsasi dan

Supriyadi (2011), Ayu dan Hastuti (2009), Mcgee (2008).

2. Dalam penelitian ditemukan bahwa variabel diskriminasi memiliki pengaruh

paling dominan mempengaruhi diantara variabel lainya terhadap

penggelapan pajak dapat dilihat berdasarkan nilai standard coeficient beta

sebesar 0,587.

B. Implikasi

Implikasi pada penelitian ini didasarkan dari kesimpulan bahwa

keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi

kecurangan secara bersama-sama mempengaruhi penggelapan pajak (tax

evasion). Hal ini menunjukan, bahwa pemerintah harus lebih baik dalam

mengawasi, mengakomodir, mendistribusikan dan mengolah dana pajak yang

ada, sehingga tercipta suatu keadaan yang harmonis dan stabil dalam

mewujudkan pembangunan yang adil dan merata. Di lain sisi,

masyarakat/Wajib Pajak sebagai pihak yang membayarkan pajak dan

pemerintah sebagai lembaga tertinggi yang diamanahkan untuk mengelola dana

pajak yang ada harus lebih meningkatkan kinerja, mutu, kualitas, disiplin dan

125
integritas tinggi yang berkaitan dengan moral yang dituntut dari setiap aparat

Ditjen Pajak dengan bersikap jujur dan bersih dari tindakan - tindakan tercela

yang senantiasa mengutamakan kepentingan Negara sehingga

masyarakat/Wajib Pajak menjadi senang dan memiliki tingkat kesadaran

kepatuhan pajak secara sukarela (voluntary tax compliance) yang tinggi. Oleh

karena demikian, maka target penerimaan pajak Negara bisa meningkat demi

terciptanya pembangunan nasional yang merata.

C. Saran

Hasil menyatakan bahwa keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan

kemungkinan terdeteksi kecurangan sangat penting dalam mengurangi

penggelapan pajak pada wilayah Jakarta maka perlu adanya analisa dan

tindaklanjut mengenai keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan

kemungkinan terdeteksi kecurangan, dengan demikian peneliti akan

memberikan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya:

1. Menambah jumlah responden dan wilayah penelitian sehingga menambah

sebuah penelitian yang lebih baik.

2. Menambahkan jumlah variabel independen yang dapat mempengaruhi

penggelapan pajak, seperti ketepatan pengalokasian, teknologi informasi

dan budaya yang berbeda.

3. Tidak hanya menggunakan kuisioner tapi juga melakukan wawancara secara

langsung

126
DAFTAR PUSTAKA

Andria, Harry. 2008. “Aspek Keadilan Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap


Transaksi Perdagangan Saham Di Bursa Efek”. Tesis, Universitas
Indonesia, Jakarta.

Aritonang, Meli. 2010. “Analisis Implementasi Teknik Audit Berbantuan


Komputer Pengaruhnya terhadap Kualitas Pemeriksaan Pajak Rutin
pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang”, Jakarta.

Ayu, Dyah. 2011. “Persepsi Efektivitas Pemerikasaaan Pajak Terhadap


Kecenderungan Perlawanan Pajak”. Seri Kajian Ilmiah, Volume 14,
Nomor 1, Januari 2011.
Ayu, Dyah dan Rini Hastuti. 2009. “Persepsi WP: Dampak Pertentangan
Diametral Pada Tax Evasion WP Dalam Aspek Kemungkinan
Terdeteksinya Kecurangan, Keadilan, Ketepatan Pengalokasian,
Teknologi Sistem Perpajakan, dan Kecenderungan Personal (Studi WP
Orang Pribadi")”. Kajian akuntansi.
Budiman Judi dan Setiyono. 2012. “Pengaruh Karakter Eksekutif Terhadap
Penghindaran Pajak”. PPJK 29 Universitas Gajah Mada dan Universitas
Islam Sultan Agung. Yogyakarta.
Danandjaja, James. 2003. “Diskriminasi Terhadap Minoritas Masih Merupakan
Masalah Aktual di Indonesia Sehingga Perlu Ditanggulangi Segera”.

Ghozali, Imam. 2011. “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM


SPSS 19, Edisi 5”. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Hamid, Abdul. 2010. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, Jakarta.

Hartman, Laura P dan Desjardins. 2008. “Business Ethics: decision Making for
Personal Integrity and Social Responsibility”. New York.
Hartono, Jogiyanto. 2004. “Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan
Pengalaman-Pengalaman”. Yogyakarta, BPFE.

Izza, Nur Ika Alfi dan Ardi Hamzah. “Etika Penggelapan Pajak Perspektif
Agama: Sebuah Studi Interpretatif ”. Surabaya.

Mardiasmo. 2009. “Perpajakan Edisi Revisi 2009”. Yogyakarta, Penerbit Andi.

Masri, Indah dan Dwi Martani. 2012. “ Pengaruh Tax Avoidence Terhadap Cost
of Debt”. PPJK 20, Tesis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Jakarta.

127
McGee, Robert W. 2006. “Three Views on the Ethics of Tax Evasion”, Journal of
Business Ethics 2006, pp. 15-35.

McGee, R.W., Simon dan Annie. 2008. “A comparative Study on Perceived


Ethics of Tax Evasion: Hong Kong Vs the United Stated”, Journal of
Business Ethics 2008, pp. 147-158.

Mc. Graw Hill. Gujarati D. N and Porter D C. 2009. Basic Econometrics. .

Nickerson, Inge. 2009. “Pleshko dan McGee. Presenting the Dimensionality of An


Ethics Scale pertaining To Tax Evasion”, Journal of Legal, Ethical and
Regulatory Issues, Volume 12, Number 1.

Nurmantu, Safri. 2003. “Pengantar Perpajakan”. Jakarta , Granit

Pardiat. 2008. “Pemeriksaan Pajak”. Jakarta, Mitra Wacana Media.

Priantara, Diaz. 2011. “Kupas Tuntas Pengawasan, Pemeriksaan dan Penyidikan


Pajak”. Jakarta, PT Indeks..

Priyatno, Dwi. 2008 . “Mandiri Belajar SPSS”, Cet-1, Jakarta. PT. Buku Kita.

Rahayu, Dewi P. 2006. “Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Transparansi


Belanja Pajak, dan Keadilan Pajak Terhadap Kepatuhan Pajak Pada
Wajib Pajak di Kota Surakarta”. Yogyakarta, Tesis Program Magister
Sains Akuntansi UGM.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi


manusia. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Resmi, Siti. 2009. “ Perpajakan Teori dan Kasus”, Jakarta, Salemba Empat.

Rosdiana Haula dan Edi Slamet Irianto. 2011. “Pengantar Ilmu Pajak, Kebijakan
dan Implementasi di Indonesia “. Jakarta, PT RajaGrafindo Persada.

Saidi, Muhammad Djafar. 2007. “Pembaharuan Hukum Pajak. Jakarta, PT


RajaGrafindo Persada.

Salip dan Tendy Wato. 2006. “Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap


Penerimaan Pajak (Studi Kasus: Di KPP Jakarta Kebon Jeruk)”, Jurnal
Keuangan Publik Vol. 4, No. 2, September 2006

Sekaran, Uma. 2000. “Research Methods for Business Third Edition”. USA, John
Wiley & Sons, Inc.

128
Setiawan, Maria Justina. 2008. “Sekilas Tentang Manajemen Pajak”. Jurnal
Administrasi Bisnis Volume 4 No.2: halaman 174-178 (ISSN:0216-
1249). FISIP-UNPAR.

Siahaan, Marihot P. 2010. “Hukum Pajak Elementer”. Yogyakarta, Penerbit


Graha Ilmu.

Siahaan, Marihot P. 2010. “Hukum Pajak Material”. Yogyakarta, Penerbit Graha


Ilmu.

Soemitro, Rochmat. 1992. “Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan


1994”. Bandung, Eresco.

Sugiyono. 2010. “Statistika untuk Penelitian”. Cetakan ke-16, Bandung,


Alfabeta.
Syopiansyah Jaya Putra dan DurrachamanYusuf. 2009. “Etika Bisnis dan Hak
Kekayaan Intelektual”. Jakarta.

Suminarsasi, Wahyu dan Supriyadi. 2011. “Pengaruh Keadilan, Sistem


Perpajakan dan Diskriminasi Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai
Penggelapan Pajak.” Yogyakarta, PPJK 15 Universitas Gajah Mada.

Tjahyono, Achmad dan M. Fakhri Husein. 2005 . “Perpajakan”, Edisi 3, UPP


AMP YKPN.

Trihendradi, Cornelius. 2007. “Langkah Mudah Menguasai Statistik


Menggunakan SPSS 15”. Yogyakarta, Penerbit Andi.

Velasquez, Manuel G. 2002. “Business Ethics: Consepts and Cases Fift Edition”.
New Jersey, Mc. Pearson Education.

Waluyo. 2010. “Perpajakan Indonesia”, Jakarta. Salemba Empat.

www.ikpi.or.id/sites/default/files/peraturan_pajak/SE_29.PJ_.2011.pdf

www.pbtaxand.com/uploads/regulation/SE_07_PJ_2012.pdf

www.ortax.org

www.pajak.go.id

www.antaranews.com

129
Lampiran 1: Kuesioner Penelitian

KUESIONER
PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI DAN
KEMUNGKINAN TERDETEKSI KECURANGAN TERHADAP
PERSEPSI WAJIB PAJAK MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK
(TAX EVASION)

IRMA SURYANI RAHMAN

NIM: 208082000026

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H / 2013 M

130
Hal : Permohonan Pengisian Kuesioner Jakarta, Mei 2013

Kepada YTH.
Bapak/Ibu Responden
Di tempat

Sehubungan dengan penyelesaian tugas akhir sebagai mahasiswi Program


Srata Satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, saya.

Nama : Irma Suryani Rahman

NIM : 208082000026

Untuk itu saya sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi


responden dengan mengisi lembar kuesioner ini dengan lengkap dan sebelumnya
saya mohon maaf telah mengganggu waktu bekerjanya. Data yang di peroleh
hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian, sehingga kerahasiaannya
akan saya jaga sesuai dengan etika penelitian.

Informasi yang diperoleh atas partisipasi Bapak/Ibu merupakan faktor


kunci untuk mengetahui Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi dan
Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai
Etika Penggelapan Pajak.

 Responden diharapkan membaca setiap pertanyaan secara hati-hati dan


menjawab dengan lengkap semua pertanyaan kerena apabila terdapat salah
satu nomor yang tidak diisi maka kuesioner dianggap tidak berlaku.
 Tidak ada jawaban yang salah atau benar dalam pilihan anda yang penting
jawaban sesuai dengan pendapat anda.
Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk mengisi dan
menjawab semua pertanyaan dalam penelitian ini, saya ucapkan terima kasih.

Hormat Saya,

Pembimbing I Pembimbing II Penulis

Prof. Dr. Ahmad Rodoni Reskino, SE., Ak., M.Si Irma Suryani Rahman

131
Petunjuk: mohon jawaban atas pertanyaan berikut ini dengan memberi tanda
centang (√) pada jawaban yang paling tepat menurut pendapat
Bapak/Ibu/Saudara.

IDENTITAS RESPONDEN
Beri tanda( x ) atau ( √ ) pada identitas pengenal Bapak,/Ibu/Saudara

1. Nama : ……………………………………………….

2. Jenis Kelamin : Pria Wanita

3. Umur Responden : 20-24 25-35 >35 Tahun

4. PendidikanTerakhir : D3 S1 S2 S3 Lainnya

5. Pekerjaan : Wiraswasta Pegawai Swasta

Pegawai Negeri

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda centang (√) pada
jawaban yang sesuai dengan keadaan, pendapat dan perasaan Anda yang
sebenarnya.

1. Sangat setuju (SS)


2. Setuju (S)

3. Netral (N)

4. Tidak Setuju (TS)

5. Sangat tidak setuju (STS)

Catatan : Jawaban apapun yang diberikan tidak akan mempengaruhi apapun


tehadap Bapak/Ibu, karena penelitian ini semata-mata digunakan hanya untuk
pengembangan ilmu pengetahuan.

132
KEADILAN PAJAK
No Pertanyaan SS S N TS STS
1. Penggelapan pajak dianggap etis meskipun dana
yang bersumber dari pajak digunakan untuk
membangun fasilitas umum yang bersifat penting.
2. Penggelapan pajak dianggap etis meskipun uang
yang bersumber dari pajak telah digunakan secara
baik dan benar
3. Penggelapan pajak dianggap etis meskipun tarif
pajaknya rendah
4. Penggelapan pajak dianggap etis jika orang yang
memiliki penghasilan tinggi, maka kewajiban
perpajakannya juga tinggi
5. Penggelapan pajak dianggap etis jika pemerintah
tidak adil dalam penyusunan undang-undang
perpajakan
6. Penggelapan pajak dianggap etis jika pihak fiskus
atau Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP) tidak adil
dalam melaksanakan ketentuan perpajakan

SISTEM PERPAJAKAN
No Pertanyaan SS S N TS STS
1. Penggelapan pajak dianggap etis jika sistem
perpajakan yang ada tidak adil
2. Penggelapan pajak dianggap etis jika tarif pajak yang
dikenakan oleh Wajib Pajak (WP) tidak sesuai
dengan tingkat penghasilan WP.
3. Menurut saya, uang pajak yang terkumpul harus
dikelola dengan bijaksana
4. Menurut saya, prosedur sistem perpajakan yang ada
memberikan kemudahan oleh WP dalam
menyetorkan pajaknya
5. Menurut saya, Direktorat jenderal perpajakan (Ditjen
Pajak) sudah memberikan sosialisasi yg baik untuk
kemudahan akses penyetoran pajak

133
DISKRIMINASI PAJAK
No Pertanyaan SS S N TS STS
1. Penggelapan pajak dianggap etis jika pemerintah
melakukan pendiskriminasian atas agama yang saya
anut, ras dan kebudayaan saya.
2. Penggelapan pajak dianggap etis jika pemerintah
memenjarakan orang dikarenakan pendapat
politiknya.
3. Menurut saya, zakat diperbolehkan sebagai faktor
pengurang pajak merupakan suatu bentuk
diskriminasi
4. Menurut saya, kebijakan fiskal luar negeri terkait
dengan kepemilikan NPWP merupakan bentuk
diskriminasi

KEMUNGKINAN TERDETEKSI KECURANGAN


No Pertanyaan SS S N TS STS
1. WP membayar pajak karena takut akan hukum
perpajakan
2. WP akan mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan
(SPT) pajaknya dengan benar, dari pada mengisi
SPT secara tidak benar dengan kesengajaan
sehingga menyebabkan timbulnya sanksi denda
3. Jika saya diperiksa oleh fiskus terkait dengan
kekeliruan dalam pengisian SPT, maka saya akan
membayar pajak dengan benar
4. Penggelapan pajak dilakukan Jika kemungkinan
terdeteksi atas kecurangan dalam pengisian SPT
itu rendah.
5. Menurut saya, fiskus harus melaksanakan
tugasnya dengan baik dan benar serta menghargai
hak dan kewajibannya.

134
ETIKA PENGGELAPAN PAJAK
No Pertanyaan SS S N TS STS
1. Menurut saya, penggelapan pajak etis apabila
tarif pajaknya terlalu tinggi
2. Penggelapan pajak etis apabila uang pajak yang
terkumpul tidak dikelola untuk membiayai
pengeluaran umum
3. Menurut saya, penggelapan etis apabila saya tidak
merasakan manfaat dari uang pajak yang saya
setor
4. WP akan melakukan penggelapan pajak apabila
hukum yang ada lemah
5. Menurut saya, penggelapan pajak etis apabila
terdapat diskriminasi dalam perpajakan
6. Jika kinerja pemerintah khususnya aparatur
perpajakan buruk dan tingginya angka korupsi
terhadap dana perpajakan, maka masyarakat/WP
akan enggan dalam membayar pajak
7. Jika kinerja pemerintahan khususnya aparatur
perpajakan baik, komunikatif dan inspiratif
terhadap masyarakat/WP, maka masyarakat/WP
akan membayar kewajiban pajaknya dengan
perasaan senang
8. Penggelapan pajak dianggap etis jika WP yang
memiliki penghasilan sama besar, maka kewajiban
membayar pajaknya juga sama

----------TERIMA KASIH----------

135
Lampiran 2: Data Mentah Hasil Jawaban Responden

Keadilan

No KP1 KP2 KP3 KP4 KP5 KP6 Total Rata - Rata


1 2 3 2 2 4 4 17 2,83
2 4 4 4 2 5 5 24 4,00
3 2 2 2 3 3 3 15 2,50
4 1 2 1 1 4 4 13 2,17
5 3 3 3 3 4 4 20 3,33
6 1 1 1 1 5 5 14 2,33
7 2 2 2 2 4 4 16 2,67
8 1 2 1 1 3 3 11 1,83
9 1 2 1 1 4 4 13 2,17
10 3 3 3 3 5 5 22 3,67
11 1 2 1 1 3 3 11 1,83
12 2 2 2 2 4 4 16 2,67
13 1 1 1 1 4 4 12 2,00
14 1 2 1 1 5 4 14 2,33
15 4 2 2 4 3 4 19 3,17
16 4 4 1 4 4 5 22 3,67
17 2 3 3 2 4 4 18 3,00
18 2 2 1 2 5 4 16 2,67
19 2 2 4 2 4 5 19 3,17
20 1 2 2 3 3 3 14 2,33
21 2 2 2 3 4 5 18 3,00
22 1 1 2 4 5 4 17 2,83
23 2 2 3 4 3 4 18 3,00
24 1 2 2 2 4 4 15 2,50
25 1 2 2 2 5 5 17 2,83
26 5 5 1 3 5 4 23 3,83
27 1 2 2 3 4 4 16 2,67
28 2 2 2 4 4 5 19 3,17
29 1 1 4 4 4 3 17 2,83
30 1 2 3 1 1 2 10 1,67
31 2 3 4 2 2 3 16 2,67
32 4 4 4 4 4 4 24 4,00
33 2 2 2 2 2 2 12 2,00
34 1 2 1 1 1 2 8 1,33
35 3 3 3 3 3 3 18 3,00
36 1 1 1 1 1 1 6 1,00
37 2 2 2 2 2 2 12 2,00
38 1 2 1 1 1 2 8 1,33
39 1 2 1 1 1 2 8 1,33
40 3 3 3 3 3 3 18 3,00
41 1 2 1 1 1 2 8 1,33
42 2 2 1 2 2 2 11 1,83
43 1 1 1 1 1 1 6 1,00
44 1 2 1 1 1 2 8 1,33
45 4 2 2 4 4 2 18 3,00
46 4 4 2 4 4 4 22 3,67
47 2 3 4 2 2 3 16 2,67

136
No KP1 KP2 KP3 KP4 KP5 KP6 Total Rata - Rata
48 4 4 4 4 4 4 24 4,00
49 2 2 3 2 2 2 13 2,17
50 1 2 2 1 1 2 9 1,50
51 3 3 3 3 3 3 18 3,00
52 1 1 1 1 1 1 6 1,00
53 2 2 1 2 2 2 11 1,83
54 1 2 1 1 1 2 8 1,33
55 1 2 1 1 1 2 8 1,33
56 3 3 1 3 3 3 16 2,67
57 1 2 2 1 1 2 9 1,50
58 2 2 2 2 2 2 12 2,00
59 1 1 1 1 1 1 6 1,00
60 1 2 2 1 1 2 9 1,50
61 2 3 3 3 2 3 16 2,67
62 4 4 4 4 4 4 24 4,00
63 2 2 2 2 2 2 12 2,00
64 1 4 4 4 1 4 18 3,00
65 3 2 2 2 3 2 14 2,33
66 1 2 2 2 1 2 10 1,67
67 2 3 3 3 2 3 16 2,67
68 1 1 1 2 1 1 7 1,17
69 1 2 2 2 1 2 10 1,67
70 3 2 2 3 3 2 15 2,50
71 1 2 2 3 1 2 11 1,83
72 2 3 3 3 2 3 16 2,67
73 1 2 1 3 1 2 10 1,67
74 1 2 1 3 1 2 10 1,67
75 4 1 2 4 4 1 16 2,67
76 4 2 2 3 4 2 17 2,83
77 2 2 4 2 2 2 14 2,33
78 4 4 4 4 4 4 24 4,00
79 2 2 3 3 2 2 14 2,33
80 1 3 2 3 1 3 13 2,17
81 3 3 3 3 3 3 18 3,00
82 1 1 1 1 1 1 6 1,00
83 4 2 1 4 4 2 17 2,83
84 2 2 1 2 2 2 11 1,83
85 2 2 1 2 2 2 11 1,83
86 3 3 1 3 3 3 16 2,67
87 1 2 2 1 1 2 9 1,50
88 2 2 1 2 2 2 11 1,83
89 2 1 1 2 2 1 9 1,50
90 2 2 1 2 2 2 11 1,83
91 3 3 4 3 3 3 19 3,17
92 2 4 4 2 2 4 18 3,00
93 2 2 3 2 2 2 13 2,17
94 1 2 2 1 1 2 9 1,50
95 2 5 3 3 2 5 20 3,33
96 2 1 1 1 4 4 13 2,17
97 4 2 1 1 5 4 17 2,83
98 1 2 1 2 4 4 14 2,33

137
No KP1 KP2 KP3 KP4 KP5 KP6 Total Rata - Rata
99 1 2 1 2 4 5 15 2,50
100 3 3 1 3 4 4 18 3,00
101 1 2 2 3 5 4 17 2,83
102 2 2 1 1 5 5 16 2,67
103 1 1 1 1 4 5 13 2,17
104 1 2 1 1 4 3 12 2,00
105 4 2 2 4 4 4 20 3,33
106 4 4 2 3 3 4 20 3,33
107 2 3 3 2 4 4 18 3,00
108 4 4 4 4 4 4 24 4,00
109 2 2 4 3 4 3 18 3,00
110 1 2 3 3 5 5 19 3,17
111 5 5 5 3 5 4 27 4,50
112 1 1 4 1 5 5 17 2,83
113 2 2 3 1 4 4 16 2,67
114 1 2 4 2 4 3 16 2,67
115 1 2 3 2 4 4 16 2,67
116 5 5 4 3 3 3 23 3,83
117 1 2 3 3 4 4 17 2,83
118 2 2 4 1 4 3 16 2,67
119 1 1 4 1 3 4 14 2,33
120 3 2 1 1 4 4 15 2,50
121 3 3 4 2 5 4 21 3,50
122 4 4 4 4 4 4 24 4,00
123 3 2 3 3 4 5 20 3,33
124 3 2 2 3 4 5 19 3,17
125 3 3 3 3 5 5 22 3,67
126 3 1 1 1 4 4 14 2,33
127 3 2 1 1 4 4 15 2,50

138
Sistem Perpajakan

No SP1 SP2 SP3 SP4 SP5 Total Rata - Rata


1 5 4 4 5 5 23 4,60
2 4 4 4 4 4 20 4,00
3 4 4 4 4 4 20 4,00
4 4 4 4 5 4 21 4,20
5 4 4 4 4 4 20 4,00
6 4 4 4 4 4 20 4,00
7 4 4 4 4 4 20 4,00
8 5 5 4 5 5 24 4,80
9 5 5 5 5 5 25 5,00
10 4 4 4 4 4 20 4,00
11 4 4 4 4 4 20 4,00
12 4 4 4 4 4 20 4,00
13 4 4 4 4 4 20 4,00
14 4 5 5 4 4 22 4,40
15 4 5 4 5 5 23 4,60
16 4 4 4 4 5 21 4,20
17 4 4 4 4 4 20 4,00
18 4 4 4 4 4 20 4,00
19 5 5 5 4 4 23 4,60
20 4 4 4 4 4 20 4,00
21 5 5 5 5 5 25 5,00
22 5 5 5 4 4 23 4,60
23 5 5 5 5 4 24 4,80
24 4 5 4 5 5 23 4,60
25 4 5 4 4 4 21 4,20
26 4 4 4 4 4 20 4,00
27 5 4 4 5 5 23 4,60
28 4 4 5 5 4 22 4,40
29 4 4 4 4 4 20 4,00
30 4 4 4 4 4 20 4,00
31 4 4 4 4 4 20 4,00
32 4 4 4 5 4 21 4,20
33 5 5 5 5 4 24 4,80
34 4 4 4 5 5 22 4,40
35 4 4 4 4 4 20 4,00
36 4 4 4 4 4 20 4,00
37 4 4 4 4 4 20 4,00
38 4 4 4 4 4 20 4,00
39 4 4 4 4 4 20 4,00
40 5 4 4 5 5 23 4,60
41 5 5 5 5 5 25 5,00
42 4 4 5 4 4 21 4,20
43 4 4 4 4 4 20 4,00
44 5 4 5 5 5 24 4,80
45 4 4 4 4 4 20 4,00
46 4 4 4 4 4 20 4,00
47 4 5 5 5 5 24 4,80
48 4 4 4 5 5 22 4,40
49 4 4 4 4 4 20 4,00
50 4 4 4 1 5 18 3,60

139
No SP1 SP2 SP3 SP4 SP5 Total Rata - Rata
51 4 4 4 3 4 19 3,80
52 4 4 4 1 4 17 3,40
53 4 4 4 2 4 18 3,60
54 4 5 5 1 5 20 4,00
55 4 4 4 1 4 17 3,40
56 3 3 3 3 4 16 3,20
57 4 4 4 1 4 17 3,40
58 4 5 4 2 5 20 4,00
59 5 4 5 5 5 24 4,80
60 4 4 4 4 4 20 4,00
61 4 3 4 4 4 19 3,80
62 3 3 3 3 3 15 3,00
63 4 4 4 4 4 20 4,00
64 4 5 4 4 5 22 4,40
65 3 3 2 2 4 14 2,80
66 3 4 3 3 4 17 3,40
67 4 4 4 4 4 20 4,00
68 2 4 4 4 4 18 3,60
69 3 4 3 4 3 17 3,40
70 5 5 5 4 5 24 4,80
71 5 4 4 4 4 21 4,20
72 2 2 3 4 2 13 2,60
73 4 3 4 4 4 19 3,80
74 4 4 4 5 4 21 4,20
75 5 4 3 5 4 21 4,20
76 4 3 3 3 4 17 3,40
77 4 4 2 2 3 15 3,00
78 3 3 3 4 3 16 3,20
79 3 3 3 3 3 15 3,00
80 2 2 3 3 3 13 2,60
81 3 2 2 4 4 15 3,00
82 3 3 2 3 4 15 3,00
83 4 4 4 4 4 20 4,00
84 4 4 3 4 5 20 4,00
85 4 4 3 4 4 19 3,80
86 1 2 5 4 3 15 3,00
87 3 3 4 5 4 19 3,80
88 2 2 1 5 4 14 2,80
89 3 3 2 4 4 16 3,20
90 3 3 3 4 4 17 3,40
91 4 3 4 4 4 19 3,80
92 4 4 4 4 4 20 4,00
93 2 4 3 4 4 17 3,40
94 3 4 4 4 4 19 3,80
95 4 4 3 4 3 18 3,60
96 3 3 3 4 4 17 3,40
97 3 3 3 4 4 17 3,40
98 2 3 3 4 4 16 3,20
99 4 5 4 4 4 21 4,20
100 3 4 4 4 4 19 3,80
101 4 4 5 4 4 21 4,20

140
No SP1 SP2 SP3 SP4 SP5 Total Rata - Rata
102 4 4 4 4 3 19 3,80
103 4 4 4 4 4 20 4,00
104 3 4 5 4 3 19 3,80
105 4 4 4 4 4 20 4,00
106 4 4 4 3 3 18 3,60
107 3 4 4 4 4 19 3,80
108 4 4 4 4 4 20 4,00
109 4 4 4 4 5 21 4,20
110 3 4 4 5 3 19 3,80
111 4 4 4 4 4 20 4,00
112 4 4 4 4 4 20 4,00
113 4 4 4 4 4 20 4,00
114 3 4 4 4 2 17 3,40
115 1 4 4 5 4 18 3,60
116 3 4 4 4 4 19 3,80
117 5 5 4 3 4 21 4,20
118 4 5 5 3 4 21 4,20
119 5 5 5 4 5 24 4,80
120 5 5 5 4 4 23 4,60
121 3 3 4 5 2 17 3,40
122 5 5 5 3 4 22 4,40
123 4 4 4 4 4 20 4,00
124 4 5 5 5 4 23 4,60
125 5 4 5 5 4 23 4,60
126 5 5 4 5 4 23 4,60
127 5 5 5 5 5 25 5,00

141
Diskriminasi

No DP1 DP2 DP3 DP4 Total Rata - Rata


1 2 3 2 2 9 2,25
2 4 4 4 2 14 3,50
3 2 2 2 5 11 2,75
4 1 2 1 2 6 1,50
5 3 3 3 2 11 2,75
6 1 1 1 1 4 1,00
7 2 2 2 2 8 2,00
8 1 2 1 2 6 1,50
9 1 2 1 4 8 2,00
10 3 3 3 3 12 3,00
11 1 2 1 4 8 2,00
12 2 2 2 2 8 2,00
13 1 1 1 2 5 1,25
14 1 2 2 3 8 2,00
15 4 2 2 1 9 2,25
16 4 4 4 2 14 3,50
17 2 3 3 2 10 2,50
18 2 2 2 1 7 1,75
19 2 2 2 3 9 2,25
20 1 2 2 3 8 2,00
21 2 2 2 3 9 2,25
22 1 1 1 1 4 1,00
23 2 2 2 1 7 1,75
24 1 2 1 2 6 1,50
25 1 2 1 2 6 1,50
26 3 3 3 3 12 3,00
27 1 2 1 3 7 1,75
28 2 2 2 1 7 1,75
29 1 1 1 1 4 1,00
30 1 2 1 1 5 1,25
31 2 3 2 2 9 2,25
32 4 4 4 4 16 4,00
33 2 2 2 3 9 2,25
34 1 2 1 3 7 1,75
35 3 3 3 3 12 3,00
36 1 1 1 1 4 1,00
37 2 2 2 1 7 1,75
38 1 2 1 2 6 1,50
39 1 2 1 2 6 1,50
40 3 3 3 3 12 3,00
41 1 2 1 3 7 1,75
42 2 2 2 1 7 1,75
43 1 1 1 1 4 1,00
44 1 2 1 1 5 1,25
45 4 2 2 4 12 3,00
46 4 4 2 3 13 3,25
47 2 3 4 2 11 2,75
48 4 4 4 4 16 4,00
49 2 2 3 3 10 2,50
50 1 2 2 3 8 2,00

142
No DP1 DP2 DP3 DP4 Total Rata - Rata
51 3 3 3 3 12 3,00
52 1 1 1 1 4 1,00
53 2 2 1 1 6 1,50
54 1 2 1 2 6 1,50
55 1 2 1 2 6 1,50
56 5 5 1 3 14 3,50
57 1 2 2 3 8 2,00
58 2 2 1 1 6 1,50
59 1 1 1 1 4 1,00
60 1 2 1 1 5 1,25
61 2 3 4 2 11 2,75
62 4 4 4 4 16 4,00
63 2 2 3 3 10 2,50
64 1 4 2 3 10 2,50
65 3 2 3 3 11 2,75
66 1 2 1 1 5 1,25
67 2 3 1 1 7 1,75
68 1 1 1 2 5 1,25
69 1 2 1 2 6 1,50
70 5 2 1 3 11 2,75
71 1 2 2 3 8 2,00
72 2 5 1 1 9 2,25
73 1 2 1 1 5 1,25
74 1 2 1 1 5 1,25
75 4 1 2 4 11 2,75
76 4 2 2 3 11 2,75
77 2 2 4 2 10 2,50
78 4 4 4 4 16 4,00
79 2 2 3 3 10 2,50
80 1 2 2 3 8 2,00
81 3 3 3 3 12 3,00
82 1 1 1 1 4 1,00
83 4 2 1 1 8 2,00
84 2 2 1 2 7 1,75
85 2 2 1 2 7 1,75
86 3 3 1 3 10 2,50
87 1 2 2 3 8 2,00
88 2 2 1 1 6 1,50
89 2 1 1 1 5 1,25
90 2 2 1 1 6 1,50
91 3 3 4 2 12 3,00
92 2 4 4 4 14 3,50
93 2 2 3 3 10 2,50
94 1 2 2 3 8 2,00
95 2 3 3 3 11 2,75
96 2 1 1 1 5 1,25
97 4 2 1 1 8 2,00
98 1 2 1 2 6 1,50
99 1 2 1 2 6 1,50
100 3 3 1 3 10 2,50
101 1 2 2 3 8 2,00

143
No DP1 DP2 DP3 DP4 Total Rata - Rata
102 2 2 1 1 6 1,50
103 1 1 1 1 4 1,00
104 1 2 1 1 5 1,25
105 4 2 2 4 12 3,00
106 4 4 2 3 13 3,25
107 2 3 3 2 10 2,50
108 4 4 4 4 16 4,00
109 2 2 4 3 11 2,75
110 1 2 3 3 9 2,25
111 3 3 3 3 12 3,00
112 1 1 4 1 7 1,75
113 2 2 3 1 8 2,00
114 1 2 4 2 9 2,25
115 1 2 3 2 8 2,00
116 5 5 4 3 17 4,25
117 1 2 3 3 9 2,25
118 2 2 4 1 9 2,25
119 1 1 4 1 7 1,75
120 1 2 1 1 5 1,25
121 2 3 4 2 11 2,75
122 4 4 4 4 16 4,00
123 2 2 3 3 10 2,50
124 1 2 2 3 8 2,00
125 5 5 3 3 16 4,00
126 1 1 1 1 4 1,00
127 2 2 1 1 6 1,50

144
Kemungkinan Terdeteksian Kecurangan

No KTK1 KTK2 KTK3 KTK4 KTK5 Total Rata - Rata


1 5 5 5 5 5 25 5,00
2 5 5 5 5 5 25 5,00
3 5 5 5 5 5 25 5,00
4 5 5 4 5 5 24 4,80
5 5 4 5 5 5 24 4,80
6 5 5 5 5 4 24 4,80
7 4 5 5 5 5 24 4,80
8 5 5 4 5 4 23 4,60
9 5 5 5 5 5 25 5,00
10 5 4 5 5 5 24 4,80
11 4 4 4 5 5 22 4,40
12 5 5 5 5 5 25 5,00
13 5 5 5 5 5 25 5,00
14 5 5 5 5 5 25 5,00
15 5 5 4 5 4 23 4,60
16 4 4 4 3 4 19 3,80
17 4 4 4 4 4 20 4,00
18 4 5 4 4 4 21 4,20
19 4 4 4 5 4 21 4,20
20 4 4 4 5 5 22 4,40
21 5 5 4 4 3 21 4,20
22 4 4 4 4 4 20 4,00
23 4 5 4 4 4 21 4,20
24 4 4 4 5 5 22 4,40
25 4 4 4 4 4 20 4,00
26 5 4 4 5 3 21 4,20
27 5 5 5 5 4 24 4,80
28 4 4 4 4 5 21 4,20
29 4 4 4 5 3 20 4,00
30 4 4 4 4 4 20 4,00
31 4 4 4 4 4 20 4,00
32 5 5 5 5 5 25 5,00
33 4 4 4 4 3 19 3,80
34 4 5 4 4 4 21 4,20
35 4 4 4 4 4 20 4,00
36 4 4 4 4 5 21 4,20
37 4 4 4 5 4 21 4,20
38 4 4 4 4 4 20 4,00
39 5 5 5 5 5 25 5,00
40 4 4 4 5 4 21 4,20
41 5 5 4 5 5 24 4,80
42 5 5 4 5 5 24 4,80
43 4 4 4 4 4 20 4,00
44 5 5 5 4 5 24 4,80
45 4 4 4 4 4 20 4,00
46 4 4 4 5 4 21 4,20
47 4 4 4 4 4 20 4,00
48 4 4 4 4 4 20 4,00
49 4 4 4 4 4 20 4,00
50 4 4 4 4 4 20 4,00

145
No KTK1 KTK2 KTK3 KTK4 KTK5 Total Rata - Rata
51 4 4 4 5 4 21 4,20
52 4 4 4 4 4 20 4,00
53 4 4 4 4 4 20 4,00
54 4 4 4 4 4 20 4,00
55 4 4 4 5 4 21 4,20
56 4 4 4 4 4 20 4,00
57 4 4 4 4 4 20 4,00
58 5 5 4 4 5 23 4,60
59 4 4 5 5 4 22 4,40
60 4 4 4 4 4 20 4,00
61 4 4 4 4 4 20 4,00
62 4 4 4 4 4 20 4,00
63 4 4 4 4 4 20 4,00
64 4 4 4 4 4 20 4,00
65 5 4 5 4 4 22 4,40
66 4 4 5 4 4 21 4,20
67 4 5 4 4 2 19 3,80
68 4 4 4 4 1 17 3,40
69 4 5 4 4 3 20 4,00
70 4 4 5 5 1 19 3,80
71 4 4 4 4 2 18 3,60
72 2 3 4 2 1 12 2,40
73 4 4 4 5 1 18 3,60
74 3 4 3 2 3 15 3,00
75 3 4 4 4 1 16 3,20
76 4 5 5 4 2 20 4,00
77 5 5 4 5 5 24 4,80
78 4 4 4 3 4 19 3,80
79 4 4 4 4 4 20 4,00
80 4 3 4 4 3 18 3,60
81 4 4 4 4 4 20 4,00
82 4 4 5 4 4 21 4,20
83 2 2 4 2 2 12 2,40
84 3 3 4 3 3 16 3,20
85 4 4 4 3 4 19 3,80
86 3 4 4 3 4 18 3,60
87 3 4 4 3 4 18 3,60
88 4 4 4 4 4 20 4,00
89 5 4 4 4 4 21 4,20
90 3 4 4 3 4 18 3,60
91 4 4 4 4 4 20 4,00
92 5 5 4 4 5 23 4,60
93 4 5 5 5 5 24 4,80
94 3 3 3 4 3 16 3,20
95 3 2 4 2 2 13 2,60
96 4 4 4 3 4 19 3,80
97 4 3 4 3 3 17 3,40
98 3 3 3 3 3 15 3,00
99 2 4 2 2 4 14 2,80
100 3 3 4 2 3 15 3,00
101 4 4 4 3 4 19 3,80

146
No KTK1 KTK2 KTK3 KTK4 KTK5 Total Rata - Rata
102 4 4 4 3 4 19 3,80
103 4 4 4 5 4 21 4,20
104 4 4 5 4 4 21 4,20
105 5 5 5 4 5 24 4,80
106 5 5 5 3 5 23 4,60
107 4 4 5 4 4 21 4,20
108 4 4 4 5 4 21 4,20
109 4 4 4 3 4 19 3,80
110 4 4 4 4 4 20 4,00
111 4 4 4 5 4 21 4,20
112 4 4 4 4 4 20 4,00
113 4 4 4 3 4 19 3,80
114 4 4 4 4 4 20 4,00
115 4 4 4 4 4 20 4,00
116 4 4 4 5 4 21 4,20
117 4 4 3 4 4 19 3,80
118 4 4 4 3 4 19 3,80
119 4 4 4 4 4 20 4,00
120 4 4 4 4 4 20 4,00
121 4 4 4 4 4 20 4,00
122 4 4 4 4 4 20 4,00
123 4 4 4 3 4 19 3,80
124 4 5 5 4 3 21 4,20
125 5 5 5 5 4 24 4,80
126 4 4 4 3 4 19 3,80
127 5 5 5 4 4 23 4,60

147
Penggelapan Pajak

No PP1 PP2 PP3 PP4 PP5 PP6 PP7 PP8 TOTAL Rata - Rata
1 2 2 2 2 2 2 2 3 17 2,13
2 4 4 4 2 4 4 4 4 30 3,75
3 2 2 2 3 2 2 2 2 17 2,13
4 1 1 1 1 1 1 1 2 9 1,13
5 3 3 3 3 3 3 3 3 24 3,00
6 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1,00
7 2 2 2 2 2 2 2 2 16 2,00
8 1 1 1 1 1 1 1 2 9 1,13
9 1 1 1 1 1 1 1 2 9 1,13
10 3 3 3 3 3 3 3 3 24 3,00
11 1 1 1 1 1 1 1 2 9 1,13
12 2 2 2 2 2 2 2 2 16 2,00
13 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1,00
14 1 1 1 1 1 1 1 2 9 1,13
15 4 4 2 4 4 4 4 2 28 3,50
16 4 4 1 4 4 4 4 4 29 3,63
17 2 2 3 2 2 2 2 3 18 2,25
18 2 2 1 2 2 2 2 2 15 1,88
19 2 2 4 2 2 2 2 2 18 2,25
20 1 1 2 3 1 1 1 2 12 1,50
21 2 2 2 3 2 2 2 2 17 2,13
22 1 1 2 4 1 1 1 1 12 1,50
23 2 2 3 4 2 2 2 2 19 2,38
24 1 1 2 2 1 1 1 2 11 1,38
25 1 1 2 2 1 1 1 2 11 1,38
26 5 5 1 3 5 1 5 3 28 3,50
27 1 1 2 3 1 2 1 2 13 1,63
28 2 3 2 4 2 2 4 2 21 2,63
29 1 5 4 4 1 4 4 1 24 3,00
30 1 3 3 1 1 3 4 2 18 2,25
31 2 4 4 2 2 4 4 3 25 3,13
32 4 5 4 4 4 4 5 4 34 4,25
33 2 3 2 2 2 2 3 2 18 2,25
34 1 4 1 1 1 1 4 2 15 1,88
35 3 4 3 3 3 3 4 3 26 3,25
36 1 5 1 1 1 1 5 1 16 2,00
37 2 4 2 2 2 2 4 2 20 2,50
38 1 3 1 1 1 1 3 2 13 1,63
39 1 4 1 1 1 1 5 2 16 2,00
40 3 5 3 3 3 3 5 3 28 3,50
41 1 3 1 1 1 1 4 2 14 1,75
42 2 4 1 2 2 1 5 2 19 2,38
43 1 4 1 1 1 1 5 1 15 1,88
44 1 4 1 1 1 1 4 2 15 1,88
45 4 4 2 4 4 2 3 2 25 3,13
46 4 5 2 4 4 2 5 4 30 3,75
47 2 4 4 2 2 4 3 3 24 3,00
48 4 5 4 4 4 4 4 4 33 4,13
49 2 5 3 2 2 3 4 2 23 2,88
50 1 3 2 1 1 2 3 2 15 1,88

148
No PP1 PP2 PP3 PP4 PP5 PP6 PP7 PP8 TOTAL Rata - Rata
50 1 3 2 1 1 2 3 2 15 1,88
51 3 4 3 3 3 3 4 3 26 3,25
52 1 5 1 1 1 1 5 1 16 2,00
53 2 5 1 2 2 1 4 2 19 2,38
54 1 5 1 1 1 1 5 2 17 2,13
55 1 4 1 1 1 3 3 2 16 2,00
56 3 4 1 3 3 5 5 5 29 3,63
57 1 4 2 1 1 4 4 2 19 2,38
58 2 4 2 2 2 4 4 2 22 2,75
59 1 4 1 1 1 3 3 1 15 1,88
60 1 5 2 1 1 3 3 2 18 2,25
61 2 3 3 3 2 4 4 3 24 3,00
62 4 4 4 4 4 4 5 4 33 4,13
63 2 2 2 2 2 4 4 2 20 2,50
64 1 4 4 4 1 5 4 4 27 3,38
65 3 2 2 2 3 5 4 2 23 2,88
66 1 2 2 2 1 5 5 2 20 2,50
67 2 3 3 3 2 4 4 3 24 3,00
68 1 1 1 2 1 4 4 1 15 1,88
69 1 2 2 2 1 4 4 2 18 2,25
70 3 2 2 3 5 3 5 2 25 3,13
71 1 2 2 3 1 4 4 2 19 2,38
72 2 3 3 3 2 5 5 5 28 3,50
73 1 2 1 3 1 4 3 2 17 2,13
74 1 2 1 3 1 4 4 2 18 2,25
75 4 4 2 4 4 4 5 1 28 3,50
76 4 3 2 3 4 5 5 2 28 3,50
77 2 2 4 2 2 4 5 2 23 2,88
78 4 4 4 4 4 4 4 4 32 4,00
79 2 3 3 3 2 4 4 2 23 2,88
80 1 3 2 3 3 5 5 2 24 3,00
81 3 3 3 3 3 4 4 3 26 3,25
82 1 1 1 1 1 5 5 1 16 2,00
83 4 4 1 4 4 4 4 2 27 3,38
84 2 2 1 2 2 3 4 2 18 2,25
85 2 2 1 2 2 5 4 2 20 2,50
86 3 3 1 3 3 5 5 3 26 3,25
87 1 2 2 1 3 5 5 2 21 2,63
88 2 2 1 2 3 4 5 2 21 2,63
89 2 1 1 2 3 4 4 1 18 2,25
90 2 2 1 2 3 5 5 2 22 2,75
91 3 3 4 3 2 4 5 3 27 3,38
92 2 4 4 2 3 3 4 4 26 3,25
93 2 2 3 2 3 4 4 2 22 2,75
94 1 2 2 1 3 3 4 2 18 2,25
95 2 5 3 3 1 4 3 3 24 3,00
96 2 1 1 1 2 4 4 1 16 2,00
97 4 2 1 1 1 4 4 2 19 2,38
98 1 2 1 2 1 5 5 2 19 2,38
99 1 2 1 2 2 5 4 2 19 2,38
100 3 3 1 3 4 4 4 3 25 3,13

149
No PP1 PP2 PP3 PP4 PP5 PP6 PP7 PP8 TOTAL Rata - Rata
101 1 3 2 3 2 4 4 2 21 2,63
102 2 1 1 1 1 4 4 2 16 2,00
103 1 1 1 1 3 4 4 1 16 2,00
104 1 1 1 1 3 4 4 2 17 2,13
105 4 4 2 4 2 4 4 2 26 3,25
106 4 3 2 3 5 4 4 4 29 3,63
107 2 2 3 2 3 4 4 3 23 2,88
108 4 4 4 4 3 4 4 4 31 3,88
109 2 2 4 3 4 4 4 2 25 3,13
110 1 2 3 3 2 4 4 2 21 2,63
111 5 5 5 3 4 4 4 3 33 4,13
112 1 1 4 1 4 4 4 1 20 2,50
113 2 2 1 1 4 4 4 2 20 2,50
114 1 2 2 2 4 4 4 2 21 2,63
115 1 1 2 2 3 4 4 2 19 2,38
116 5 5 3 3 4 4 4 5 33 4,13
117 1 1 3 3 3 5 5 2 23 2,88
118 2 2 1 1 3 5 5 2 21 2,63
119 1 1 1 1 4 5 5 1 19 2,38
120 3 3 1 1 4 5 5 2 24 3,00
121 3 3 2 2 4 4 4 3 25 3,13
122 4 4 4 4 3 4 4 4 31 3,88
123 3 3 3 3 3 4 4 2 25 3,13
124 3 3 3 3 4 4 4 2 26 3,25
125 3 3 3 3 4 5 5 5 31 3,88
126 3 3 1 1 4 4 4 1 21 2,63
127 3 3 1 1 3 4 4 2 21 2,63

150
Lampiran 3: Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Keadilan

Case Processing Summary


N %
Valid 127 100.0
a
Cases Excluded 0 .0
Total 127 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's N of Items
Alpha
.788 6

Item Statistics
Mean Std. Deviation N
KP1 2.09 1.137 127
KP2 2.31 .932 127
KP3 2.19 1.132 127
KP4 2.28 1.036 127
KP5 3.02 1.365 127
KP6 3.18 1.178 127

Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Cronbach's
Item Deleted if Item Deleted Total Alpha if Item
Correlation Deleted
KP1 12.98 15.936 .597 .742
KP2 12.76 17.309 .576 .752
KP3 12.89 17.146 .450 .777
KP4 12.80 16.921 .545 .755
KP5 12.06 15.052 .541 .760
KP6 11.90 15.982 .560 .751

Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
15.08 22.645 4.759 6

151
Sistem Perpajakan

Case Processing Summary


N %
Valid 127 100.0
a
Cases Excluded 0 .0
Total 127 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's N of Items
Alpha
.852 5

Item Statistics
Mean Std. Deviation N
SP1 3.87 .820 127
SP2 3.99 .707 127
SP3 3.98 .776 127
SP4 4.04 .660 127
SP5 4.05 .615 127

Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Cronbach's
Item Deleted if Item Deleted Total Alpha if Item
Correlation Deleted
SP1 16.06 4.917 .699 .814
SP2 15.94 5.202 .753 .798
SP3 15.94 5.211 .653 .825
SP4 15.89 5.543 .693 .815
SP5 15.88 6.105 .541 .851

Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
19.93 8.130 2.851 5

152
Diskriminasi

Case Processing Summary


N %
Valid 127 100.0
a
Cases Excluded 0 .0
Total 127 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's N of Items
Alpha
.767 4

Item Statistics
Mean Std. Deviation N
DP1 2.04 1.157 127
DP2 2.31 .930 127
DP3 2.06 1.111 127
DP4 2.24 1.027 127

Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Cronbach's
Item Deleted if Item Deleted Total Alpha if Item
Correlation Deleted
DP1 6.61 5.907 .592 .699
DP2 6.34 6.527 .671 .666
DP3 6.58 6.356 .534 .731
DP4 6.41 6.863 .495 .748

Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
8.65 10.580 3.253 4

153
Kemungkinan Terdeteksian Kecurangan

Case Processing Summary


N %
Valid 127 100.0
a
Cases Excluded 0 .0
Total 127 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's N of Items
Alpha
.813 5

Item Statistics
Mean Std. Deviation N
KTK1 4.11 .633 127
KTK2 4.18 .597 127
KTK3 4.18 .510 127
KTK4 4.08 .803 127
KTK5 3.91 .909 127

Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Cronbach's
Item Deleted if Item Deleted Total Alpha if Item
Correlation Deleted
KTK1 16.35 4.500 .822 .715
KTK2 16.28 4.903 .700 .754
KTK3 16.28 5.602 .516 .803
KTK4 16.39 4.413 .608 .777
KTK5 16.55 4.392 .496 .829

Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
20.46 7.108 2.666 5

154
Penggelapan Pajak

Case Processing Summary


N %
Valid 127 100.0
a
Cases Excluded 0 .0
Total 127 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's N of Items
Alpha
.810 8

Item Statistics
Mean Std. Deviation N
PP1 2.09 1.137 127
PP2 2.83 1.292 127
PP3 2.09 1.084 127
PP4 2.28 1.036 127
PP5 2.36 1.186 127
PP6 3.24 1.355 127
PP7 3.72 1.186 127
PP8 2.31 .930 127

Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Cronbach's
Item Deleted if Item Deleted Total Alpha if Item
Correlation Deleted
PP1 18.83 27.240 .704 .763
PP2 18.09 29.166 .434 .804
PP3 18.83 30.203 .462 .798
PP4 18.65 29.500 .560 .785
PP5 18.56 27.741 .619 .775
PP6 17.68 28.824 .428 .807
PP7 17.20 29.397 .472 .797
PP8 18.61 29.953 .596 .783

Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
20.92 36.883 6.073 8

155
Lampiran 4: Hasil Uji Regresi Linier Berganda

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KP 127 1.00 4.50 2.5131 .79342
SP 127 2.60 5.00 3.9638 .53120
DP 127 1.00 4.25 2.1614 .81317
KTK 127 2.40 5.00 4.0929 .53321
PP 127 1.00 4.25 2.6178 .75903
Valid N (listwise) 127

Correlations
PP KP SP DP KTK
PP 1.000 .697 -.203 .780 -.204
KP .697 1.000 .081 .775 .048
Pearson Correlation SP -.203 .081 1.000 -.077 .292
DP .780 .775 -.077 1.000 .080
KTK -.204 .048 .292 .080 1.000
PP . .000 .011 .000 .011
KP .000 . .183 .000 .295
Sig. (1-tailed) SP .011 .183 . .194 .000
DP .000 .000 .194 . .184
KTK .011 .295 .000 .184 .
PP 127 127 127 127 127
KP 127 127 127 127 127
N SP 127 127 127 127 127
DP 127 127 127 127 127
KTK 127 127 127 127 127

b
Model Summary
Model R R Square Adjusted Std. Error of Durbin-Watson
R Square the Estimate
a
1 .843 .711 .701 .41479 1.311
a. Predictors: (Constant), KTK, KP, SP, DP
b. Dependent Variable: PP

a
ANOVA
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
b
Regression 51.603 4 12.901 74.982 .000
1 Residual 20.990 122 .172
Total 72.593 126
a. Dependent Variable: PP
b. Predictors: (Constant), KTK, KP, SP, DP

156
a
Coefficients
Model Unstandardized Standardized t Sig. Collinearity Statistics
Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta Tolerance VIF
(Constant) 2.780 .364 7.640 .000
KP .251 .076 .263 3.310 .001 .376 2.660
1 SP -.159 .075 -.112 -2.115 .036 .852 1.174
DP .548 .075 .587 7.350 .000 .372 2.688
KTK -.329 .073 -.231 -4.490 .000 .896 1.117
a. Dependent Variable: PP

157
158
Lampiran 5: Surat Riset Penelitian

159
160
161
162

Anda mungkin juga menyukai