Laporan Kasus DHF Puskesmas
Laporan Kasus DHF Puskesmas
Laporan Kasus DHF Puskesmas
Disusun Oleh
dr. Pisi Nopita Wigati
Pembimbing
dr. Rita Yuanny
LAPORAN KASUS
DENGUE HEMORRHAGIC FEVER GRADE I
Oleh :
dr. Pisi Nopita Wigati
Pembimbing
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. VNF
Usia : 15 tahun
Agama : Kristiani
Suku : Batak
Tanggal Pemeriksaan : 20 September 2023
A. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Poli Infeksi Puskesmas Lambangsari tanggal
20 September 2023.
Keluhan Utama:
Demam sejak 4 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke poli infeksi Puskesmas Lambangsari tanggal 20 September 2023
dengan keluhan demam. Demam dirasakan pasien sejak 4 hari SMRS, terasa sepanjang hari
namun lebih meningkat saat sore dan malam hari. Demam dirasakan di seluruh tubuh.
Demam sangat mengganggu aktivitas dan tidur pasien. Pasien juga mengalami mual (+),
muntah (-). Pasien kurang nafsu makan akibat mual yang dirasakannya. Pasien juga
merasakan nyeri kepala dan nyeri pada ulu hati, serta nyeri tenggorokan. Keluhan lainnya
seperti mimisan, gusi berdarah, nyeri retroorbital, nyeri tulang, dan BAB berdarah/hitam
tidak dirasakan. Pasien tidak mengeluhkan batuk, pilek, sesak, anosmia, dan nyeri dada.
BAB dan BAK pasien normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu
(-) Cacar air (-) Disentri (-) Burut (Hernia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit prostat
(-) Batuk rejan (-) Tifus abdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skrofula (-) Diabetes
(-) Influensa (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Kolera (-) HIV (-) Demam Rematik Akut
(-) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh (-) Pneumonia
(-) Ulkus Ventrikuli (-) Perdarahan otak (-) Pleuritis
(-) Ulkus duodeni (-) Spondyloarthrosis (-) Osteoarthritis Coxae
(-) Tuberkulosis (-) Operasi/transfuse (-) Gastritis
(-) Covid-19
Riwayat Keluarga
Pada keluarga tidak ada keluhan yang sama dengan pasien. Tidak ada riwayat hipertensi, DM,
jantung maupun penyakit kronik lainnya.
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan & Kebiasaan
Pasien tidak pernah merokok maupun minum minuman beralkohol. Saat ini pasien
tinggal bersama orangtua dan adiknya. Aktivitas sehari- hari adalah sekolah dan pekerjaan
rumah tangga. Pasien tidak mengetahui di lingkungan rumahnya apakah ada yang mengalami
keluhan yang sama atau tidak.
Riwayat Penggunaan Obat
Pasien sebelumnya sudah berobat ke klinik dan minum obat yaitu paracetamol dan
guanefesin serta vitamin C selama 2 hari. Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Objektif (Pemeriksaan Umum)
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)
Tekanan darah : 126/80 mmHg
Frekuensi nadi : 92x/menit, reguler
Frekuensi napas : 20x/menit
Suhu : 37,9ᵒC
SpO2 : 99%
Primary Survey
Airway : bebas
Breathing : normal, napas spontan dan adekuat, bunyi napas vesikuler
Circulation : denyut nadi teraba, CRT <3 detik, akral hangat
Antropometri
Berat badan : 43 kg
Tinggi Badan : 168 cm
BMI : 15.2 Kg/mm2
Kesan status gizi : Kurang
Kesan (pemeriksaan) Umum
Sianosis : Tidak ada
Edema umum : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Mobilitas : Normal
Kulit
Warna sawo matang, pertumbuhan rambut merata, tidak terdapat lesi, tidak ada pelebaran
pembuluh darah, petekie (-), turgor baik dan kulit lembab.
Kepala
Normocephal, tidak ada deformitas, distribusi rambut merata, tidak mudah rontok, tidak ada
lesi dan benjolan abnormal.
Mata
Palpebra : tidak cekung, tidak oedem Eksoftalmus : tidak ada
Sekret : tidak ada Konjungtiva : tidak anemis
Sklera : tidak ikterik Pupil : bulat, isokor
Refleks cahaya : +/+ (3mm/3mm)
Lensa : jernih Visus : kesan baik
Gerak bola mata : dalam batas normal Lapang pandang: dalam batas normal
Tekanan bola mata : normal
Telinga
Tuli : tidak ada Liang telinga : lapang
Penyumbatan : tidak ada Membran timpani : intak
Cairan : tidak ada Serumen : tidak ada
Perdarahan : tidak ada
Hidung
Napas cuping hidung : tidak ada Septum deviasi : tidak ada
Deformitas : tidak ada Sekret dan darah : tidak ada
Mukosa dan konka : kering, tidak ada oedem/livid/hiperemis/pucat
Mulut
Bibir : bentuk normal, simetris, tidak ada kelainan, warna bibir merah pucat, tidak kering
dan pecah-pecah
Lidah : normoglosia, tidak ada hiperemis/ulkus/sianosis, tidak kering
Bukal : tidak ada hiperemis, tidak ada sianosis, mukosa tidak kering
Uvula : tampak di linea mediana, tidak hiperemis/livid/sianosis
Faring : arkus faring simetris, tidak hiperemis, tidak ada PND dan pseudomembran
Tonsil : ukuran T1-T1, tenang, tidak ada kripta dan detritus
Leher
Bentuk leher normal, tampak lurus ditengah, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, kelenjar
getah bening leher tidak tampak dan teraba membesar.
Dada
Bentuk : datar, normothorax (diameter AP-Lat
1:2) Pembuluh darah : tidak melebar
Paru-paru
Pemeriksaan Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi Kiri Tidak ada benjolan dan krepitus Tidak ada benjolan dan krepitus
Vocal fremitus normal Vocal fremitus normal
Sela iga tidak melebar Sela iga tidak melebar
Kanan Tidak ada benjolan dan krepitus Tidak ada benjolan dan krepitus
Vocal fremitus normal Vocal fremitus normal
Sela iga tidak melebar Sela iga tidak melebar
Perkusi Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 20 September 2023
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN KETERANGAN
HEMATOLOGI
Hema I
Hemoglobin 12.3 g/dL 11.7-15.5
Leukosit 3800 103/µL 3.6-11
Trombosit 95.000 103/µL 150-440
Widal
S Typhi 1/160 Negatif
S. Paratyphi 1/80 Negatif
D. DIAGNOSIS (KERJA)
Observasi Febris hari ke-4
Dengue Hemorrhagic Fever Grade I
E. PENATALAKSANAAN
Paracetamol 3x500 mg
Omeprazol 2x40 mg
Vit B Complex 1x1
Diet makanan lunak
Saran segera ke IGD untuk tatalaksana lebih lanjut jika terdapat warning sign
F. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Dengue Hemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue tipe 1-4, yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypty dan Aedes albopictus betina dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau
nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia (trombosit
kurang dari 100.000) dan diathesis hemoragik. Pada demam berdarah dengue terjadi
perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit 20%
atau lebih dari nilai normal) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrome renjatan
dengue (Dengue Shock Syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh
renjatan/syok.
Dengue adalah penyakit nyamuk yang disebabkan oleh salah satu dari empat virus
dengue yang terkait erat dengan (DENV-1, -2, -3, dan -4). Infeksi dengan salah satu
serotipe dari DENV memberikan kekebalan terhadap serotipe tersebut untuk hidup, tapi
tidak memberikan kekebalan jangka panjang untuk serotipe lainnya. Dengan demikian,
seseorang bisa terinfeksi sebanyak empat kali, sekali dengan masing-masing serotipe.
II.2 Epidemiologi
Dengue menginfeksi sekitar 390 juta orang di dunia setiap tahunnya. Indonesia
merupakan negara endemis, dan menjadi negara kedua dengan jumlah kasus terbanyak.
Pada tahun 2020, kemenkes mencatat 95.893 kasus DBD dengan 661 kematian. Persentase
pasien perempuan 47% dan laki-laki 53%. (Kemenkes, 2017; CDC, 2020).
Demam berdarah dengue sering terjadi pada anak usia kurang dari 15 tahun. Sekitar
50% penderita DBD berusia 10-15 tahun yang merupakan golongan usia yang tersering
menderita DBD dibandingkan dengan bayi dan orang dewasa. Nyamuk Aedes aegypti aktif
menggigit pada siang hari dengan dua puncak aktivitas yaitu pada pukul 08.00 – 12.00 dan
15.00 – 17.00.
II.3 Etiologi dan Transmisi
a. Virus
Demam dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk.
Virus dengue merupakan RNA virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus
oleh lapisan kapsul lipid, termasuk kelompok B Arthropod Virus (Arbovirus) yang
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, merupakan virus dengan
diameter 30 nm, yang terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4x106. Virus ini mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Genom virus dengue mengandung sekitar 11000 basis nukleotida, yang
dipecah menjadi 3 molekul protein struktural (C, prM, dan E) yang membentuk
partikel virus dan 7 protein nonstruktural (NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b, dan
NS5) yang hanya ditemukan pada sel inang yang terinfeksi dan diperlukan untuk
replikasi virus. Di antara protein nonstruktural, glikoprotein envelope yaitu NS1,
bersifat diagnostik dan patologis. Di Indonesia keempat serotipe ini ditemukan, dengan
DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Penelitian terbaru menemukan adanya serotipe
DEN-5 yang pertama kali diumumkan pada tahun 2013.
b. Vektor
Virus dengue ditularkan oleh gigitan vektor nyamuk Aedes aegypty dan Aedes
albopictus yang terinfeksi ke tubuh manusia dengan masa inkubasi 4-10 hari. Infeksi
bisa didapat melalui satu gigitan saja. Nyamuk Aedes aegypty biasanya mengigit pada
siang hari. Nyamuk ini merupakan spesies tropis dan subtropis yang terdistribusi
secara luas di seluruh dunia. Tahapan nyamuk yang belum matang sering ditemukan di
habitat air, terutama pada penampungan dengan air yang tenang dan menggenang
seperti ember, bak mandi, ban bekas, dan yang lainnya.
Jika seseorang yang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti,
maka virus dengue akan masuk bersama darah yang diisap olehnya. Didalam tubuh
nyamuk itu virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan
menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus akan berada dalam
kelenjar saliva nyamuk. Jika nyamuk tersebut menggigit seseorang maka alat tusuk
nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah. Sebelum darah orang itu diisap maka
terlebih dahulu dikeluarkan saliva agar darah yang diisapnya tidak membeku. Bersama
dengan saliva nilah virus dengue tersebut ditularkan kepada orang lain.
c. Host
Setelah masa inkubasi yang terjadi sekitar 4-10 hari, infeksi oleh salah satu dari
empat serotipe virus dapat menghasilkan spektrum yang luas dari penyakit ini,
walaupun sebagian besar infeksi tidak menunjukkan gejala atau subklinis. Infeksi
primer diduga menginduksi munculnya kekebalan protektif seumur hidup dengan
serotipe yang terinfeksi. Individu yang menderita infeksi dilindungi dari penyakit
klinis dengan serotipe yang berbeda dalam 2-3 bulan dari infeksi primer, tetapi tanpa
kekebalan lintas pelindung jangka panjang.
Dalam proses transmisi, nyamuk menggigit penderita yang terinfeksi virus
dengue, dimana virus dengue banyak terdapat di dalam darah penderita terutama pada
hari ke 5. Beberapa penderita tidak menunjukkan gejala yang signifikan namun dapat
mentransmisikan virus ke dalam nyamuk yang menggigitnya. Setelah virus masuk ke
dalam nyamuk, virus tersebut akan memerlukan tambahan 8-12 hari inkubasi sebelum
dapat ditularkan ke manusia lain. Nyamuk tersebut tetap terinfeksi selama sisa
hidupnya, yang mungkin dari beberapa hari hingga beberapa minggu.
II.4 Patogenesis
DHF merupakan mosquito-borne viral disease yang disebabkan oleh virus dengue
dengan tipe antigen yang berbeda, yaitu tipe 1-4. Walaupun DF dan DHF disebabkan oleh
virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan
perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah hemokonsentrasi yang khas pada DHF
yang bisa mengarah pada kondisi renjatan. Renjatan disebabkan karena kebocoran plasma
yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi.
Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh monosit
dan makrofag. Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multiplikasi di dalam
sel tersebut. Infeksi virus dengue dimulai dengan virus genomnya masuk ke dalam sel.
Dengan bantuan organel sel, genom virus membentuk baik komponen perantara maupun
komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari
dalam sel. Proses replikasi virus DEN terjadi di sitoplasma sel.
Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima
hari gejala panas mulai. Limfosit T baik T-helper (CD4) maupun T-sitotoksis (CD8) juga
berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Makrofag akan segera bereaksi
dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen
Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper
dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan
mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus,
juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Antibodi terhadap virus dengue
mempunyai 4 fungsi biologis yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, Antibody
Dependent Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement
(ADE).
Gambar 1. Klasifikasi dan pendekatan diagnosis infeksi dengue menurut guideline WHO.
Pada umumnya pasien mengalami demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase
kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi
mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat.
Gejala lain seperti mual muntah, diare, ruam kulit, nyeri kepala serta nyeri otot dan tulang.
Nyeri kepala dapat menyeluruh atau terpusat pada supraorbita dan retroorbita. Nyeri otot
terutama pada tendon.
Pada fase febris, Biasanya demam mendadak tinggi pada hari 1 – 3 hari mencapai
40oC, disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan
sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi faring dan
konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda
perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi
perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal. Fase kritis, terjadi pada hari 3 – 6
sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan
timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24 – 48 jam. Kebocoran
plasma sering didahului oleh leukopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada
fase ini dapat terjadi syok. Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi
pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 – 72 jam
setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik
stabil dan diuresis membaik.
Berdasarkan tingkat keparahan, WHO (2004) membagi demam berdarah dengue
menjadi 4 derajat, yaitu:
DF/DHF Derajat Gejala Laboratorium
DF Demam disertai 2 atau lebih - Leukopenia (wbc
tanda: - sakit kepala 5000sel/mm3)
- nyeri retro orbital -Trombositopenia (Platelet
- myalgia/ nyeri otot <150 000 cells/mm3).
- arthralgia -Peningkatan HCT (5% –
- ruam 10% ).
-tidak adanya tanda kebocoran -Tidak ada bukti kebocoran
plasma Plasma
II.6 Diagnosis
Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun
2011 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Kriteria klinis berdasarkan WHO 2011:
1. Demam akut, tinggi mendadak 2-7 hari pada beberapa kasus, eritema kulit, nyeri seluruh
tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala.
2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan:
- Uji tourniket positif (yang palinng umum)
- Petekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis dan/atau melena
3. Syok, dengan manifestasi takikardi, perfusi jaringan yang buruk ditandai dengan nadi
lemah, hipotensi, kulit pucat, dingin, lemah.
4. Pembesaran hati
Kriteria Laboratoris:
- Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
- Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma atau tanda hemokonsentrasi sebagai
berikut:
o Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin.
o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapatkan terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya.
o Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoalbuminemia.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia atau peningkatan hematokrit,
cukup untuk menegakkan diagnosis klinis demam berdarah dengue. Adanya pembesaran
hati selain dua kriteria klinis pertama adalah dugaan terjadinya demam berdarah dengue
sebelum onset kebocoran plasma. Efusi pleura (X-ray dada atau ultrasonografi) adalah
bukti objektif terjadinya kebocoran plasma dan terjadinya hipoalbumin dapat memperkuat
diagnosis terutama pada pasien anemia, perdarahan berat, kondisi ketika tidak adanya
hematocrit dasar, dan peningkatan hematocrit kurang dari 20% akibat pemberian terapi
intravena secara dini.
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Tes Respon Imunologi Berdasarkan Tes Antibodi IgM dan IgG
Viremia akibat dengue biasanya berlangsung singkat, biasanya terjadi 2-3 hari
sebelum timbulnya demam kemudian masa penyakit berlangsung selama empat sampai
tujuh hari. Selama periode ini virus dengue, asam nukleat dan beredar antigen virus
dapat dideteksi. Respon antibodi terhadap infeksi terdiri dari kemunculan berbagai
jenis imunoglobulin; dan IgM dan IgG merupakan imunoglobulin memiliki nilai
diagnostik pada dengue. Antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari 3-5 setelah mulai
sakit, naik cepat sekitar dua minggu dan selanjutnya menurun hingga tingkat yang
tidak terdeteksi setelah 2-3 bulan.
Antibodi IgG dapat dijumpai pada kadar yang rendah hingga akhir minggu
pertama, kemudian meningkat secara tetap bertahap dan dapat bertahan untuk jangka
yang panjang (selama bertahun-tahun). Pada infeksi dengue sekunder (ketika host
sebelumnya telah terinfeksi virus DBD), titer antibodi meningkat pesat. Antibodi IgG
dapat terdeteksi dengan kadar yang tinggi, bahkan di fase awal, dan bertahan beberapa
bulan sampai seumur hidup. Tingkat antibodi IgM secara signifikan lebih rendah
dalam kasus-kasus infeksi sekunder.
2. Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR dapat digunakan untuk mendeteksi DENV pada lima hari pertama setelah
onset penyakit. Beberapa uji PCR dapat mendeteksi genom virus serta mengisolasi
virus untuk mengenali karakteristik virus yang menginfeksi. Real Time RT-PCR assay
saat ini telah berkembang, namun masih belum tersedia secara umum. RT-PCR sangat
bermanfaat mendeteksi virus pada awal terjadinya infeksi dengan sensitivitas 80-90%
dan spesifisitas mencapai 95%.
3. Pemeriksaan Protein NS1
Protein nonstructural 1 (NS1) merupakan salah satu dari tujuh protein
nonstruktural yang diproduksi oleh DENV. Protein NS1 intrasel berperan sebagai
kofaktor dalam proses replikasi virus, sementara NS1 yang terdapat di permukaan sel
maupun dalam bentuk sekresi bersifat imunogenik. Protein NS1 jenis ini berperan
untuk memunculkan respon imun dari penjamu serta terlibat dalam patogenesis infeksi.
terdapat antigen NS1 dengan jumlah yang banyak di dalam sirkulasi. Oleh karena itu,
pemeriksaan antigen NS1 sangat bermanfaat untuk mendiagnosa infeksi dengue,
terutama pada fase awal infeksi sebelum IgM dan IgG dapat terdeteksi.
4. Pemeriksaan Leukosit
Pada fase awal infeksi, jumlah leukosit akan normal atau sedikit menurun.
Leukopenia merupakan gejala khas DBD yang terjadi beriringan dengan
trombositopenia. Leukopenia merupakan penurunan jumlah total leukosit di dalam
sirkulasi, termasuk penurunan jumlah netrofil, limfosit dan monosit. Hal ini dapat
terjadi akibat penurunan produksi maupun peningkatan penggunaan dan penghancuran
leukosit. Infeksi virus akut menyebabkan terjadinya netropenia. Netropenia biasa
terjadi pada dua hari pertama dan dapat menetap selama 3-7 hari. Viremia akut
menyebabkan kerusakan pada leukosit. Jumlah sel darah putih dan neutrofil akan
turun, hingga mencapai titik terendah di akhir fase demam. Perubahan pada jumlah
total sel darah putih.
5. Pemeriksaan Platelet
Jika sumber perdarahan dapat diidentifikasi, upaya harus dilakukan untuk menghentikan
pendarahan jika mungkin. Epistaksis berat, misalnya, dapat dikontrol dengan nasal
packing. Transfusi darah harus segera dilakukan dan tidak boleh ditunda sampai nilai HCT
mengalami penurunan. Jika jumlah darah yang hilang dapat diukur, maka jumlah tersebut
harus digantikan. Namun, jika pengukuran tidak mungkin dilakukan, berikan 10 ml/kg
whole blood atau 5 ml/kg packed red cell dan evaluasi respon terapi. Pasien mungkin
memerlukan pengulangan satu kali atau lebih.
Pada perdarahan saluran cerna, antagonis H-2 dan penghambat pompa proton bisa
digunakan, namun belum ada studi yang tepat untuk menunjukkan efikasinya.
Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen darah seperti trombosit
konsentrat, fresh frozen plasma (FFP) atau kriopresipitat. Penggunaannya dapat
memberikan meningkatkan resiko kelebihan cairan.
Rekombinan factor VII diketahui bisa bermanfaat pada beberapa pasien yang belum
mengalami kegagalan organ, namun harganya sangat mahal dan umumnya tidak tersedia.
e. Tanda-tanda pemulihan
Nadi, tekanan darah dan laju pernapasan stabil
Suhu normal.
Tidak ada bukti perdarahan eksternal atau internal.
Nafsu makan membaik.
Tidak ada muntah, tidak ada sakit perut
Produksi urin baik.
Hematokrit yang stabil pada nilai baseline.
Ruam petekie yang muncul pada fase penyembuhan bisa disertai rasa gatal, terutama
pada ekstremitas.
f. Kriteria untuk pemulangan pasien:
Tidak adanya demam selama setidaknya 24 jam tanpa menggunakan terapi antidemam.
Nafsu makan membaik.
Perbaikan klinis terlihat.
Jumlah produksi urine memuaskan.
Minimal 2-3 hari telah berlalu setelah sembuh dari shock
Tidak ada gangguan pernapasan akibat efusi pleura dan tidak ada ascites.
Jumlah trombosit lebih dari 50 000/mm3. Jika tidak, pasien dapat dianjurkan untuk
menghindari kegiatan traumatis setidaknya 1-2 minggu hingga trombosit menjadi normal.
Pada kebanyakan kasus yang kompleks, trombosit meningkat normal dalam waktu 3-5 hari.
II.9 Pencegahan
Kemenkes saat ini sudah menggalakkan program pencegahan DBD, menginta
Indonesia merupakan salah satu negara endemik DBD. Dengan 3M PLUS diharapkan
angka kejadian dan penyebaran DBD di Indonesia semakin berkurang. 3M PLUS meliputi,
menguras dan menyikat, menutup tempat penampungan air, memanfaatkan barang bekas,
dan mencegah gigitan dan perkembangbiakan nyamuk (Kemenkes, 2019).
II.10 Komplikasi
a. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.
Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi
penyebab ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, kemungkinan
dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat
dari koagulasi intravaskuler yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat
menembus sawar darah otak. Dikatakan juga bahwa keadaan ensefalopati berhubungan
dengan kegagalan hati akut. Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun
menjadi apatis atau somnolen, dapat disertai atau tidak dengan kejang dan dapat terjadi
pada DBD/SSD.
b. Kelainan Ginjal
Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok
yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun
jarang. Untuk mencegah gagal ginjal, maka setelah syok diobati dengan menggantikan
volume intravaskuler, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan
baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan, untuk
mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / Kg BB per jam.
Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik sedangkan volume cairan telah
dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijimpai
akut tubular nekrosis ditandai penurunan jumlah urine dan peningkatan kadar ureum
dan kreatinin.
c. Oedema Paru
Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari pemberian cairan
yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sakit sesuai dengan
panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedema paru karena
perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang
ekstravaskuler, apabila cairan yang diberikan berlebih (Kesalahan terjadi bila hanya
melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien
akan mengalami distres pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata dan ditunjang
dengan gambaran oedema paru pada foto rontgen
II.11 Prognosis
Secara umum, dengue ringan berprognosis baik apabila terdeteksi dini dan
tertangani dengan baik. Namun dengue berat memiliki angka mortalitas 10 - 20%
dibanding baseline. Penanganan suportif yang sesuai dapat menurunkan mortalitas sebesar
1%. (Schaefer, 2021)
BAB III
PEMBAHASAN
Candra, Aryu. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor
Risiko Penularan. Semarang: FK UNDIP
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), National Center for Emerging and
Zoonotic Infectious Diseases (NCEZID), Division of Vector-Borne Diseases (DVBD).
(2020) Dengue Around The World. Available at:
https://www.cdc.gov/dengue/areaswithrisk/around-the-world.html
Cucuwaningsih. 2015. Diagnosis Klinis Dini Penyakit Dengue Pada Pasien Dewasa.
MEDICINUS Vol. 4 No. 8 Februari 2015 – Mei 2015. Fakultas Kedokteran Universitas
Pelita Harapan.
Simmons, Cameron, Et Al. (2015) Recent Advances In Dengue Pathogenesis And Clinical
Management. DOI:10.1016/j.vaccine.2015.09.103. Available At:
https://www.researchgate.net/publication/282875453_Recent_advances_in_dengue_pat
hogenesis_and_clinical_management
Srikiatkhachorn, A., Rothman, A. L., Gibbons, R. V., Sittisombut, N., Malasit, P., Ennis, F.
A., Nimmannitya, S., & Kalayanarooj, S. (2011). Dengue--how best to classify it.
Clinical infectious diseases : an official publication of the Infectious Diseases Society
of America, 53(6), 563–567. https://doi.org/10.1093/cid/cir451
Wen-Hung Wang, et al. 2020. Dengue hemorrhagic fever e A systemic literature review of
current perspectives on pathogenesis, prevention and control. Journal of Microbiology,
Immunology and Infection (2020) 53, 963e978.
https://doi.org/10.1016/j.jmii.2020.03.007
World Health Organization. (2021) Dengue and Severe Dengue. Available at:
https://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/dengue-and-severe-dengue