Retorika berkembang sejak abad ke-5 SM di Yunani kuno sebagai seni berpidato untuk kepentingan politik. Teori retorika dikembangkan lebih lanjut oleh Aristoteles dan dipengaruhi budaya Romawi. Pada Abad Pertengahan, retorika dianggap sebagai ilmu jahiliyah oleh umat Kristen. Ajaran Islam memajukan retorika melalui Balaghah. Pada zaman modern, retorika dipengaruhi ilmu psikologi dan komunikasi.
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
19 tayangan2 halaman
Retorika berkembang sejak abad ke-5 SM di Yunani kuno sebagai seni berpidato untuk kepentingan politik. Teori retorika dikembangkan lebih lanjut oleh Aristoteles dan dipengaruhi budaya Romawi. Pada Abad Pertengahan, retorika dianggap sebagai ilmu jahiliyah oleh umat Kristen. Ajaran Islam memajukan retorika melalui Balaghah. Pada zaman modern, retorika dipengaruhi ilmu psikologi dan komunikasi.
Retorika berkembang sejak abad ke-5 SM di Yunani kuno sebagai seni berpidato untuk kepentingan politik. Teori retorika dikembangkan lebih lanjut oleh Aristoteles dan dipengaruhi budaya Romawi. Pada Abad Pertengahan, retorika dianggap sebagai ilmu jahiliyah oleh umat Kristen. Ajaran Islam memajukan retorika melalui Balaghah. Pada zaman modern, retorika dipengaruhi ilmu psikologi dan komunikasi.
Retorika berkembang sejak abad ke-5 SM di Yunani kuno sebagai seni berpidato untuk kepentingan politik. Teori retorika dikembangkan lebih lanjut oleh Aristoteles dan dipengaruhi budaya Romawi. Pada Abad Pertengahan, retorika dianggap sebagai ilmu jahiliyah oleh umat Kristen. Ajaran Islam memajukan retorika melalui Balaghah. Pada zaman modern, retorika dipengaruhi ilmu psikologi dan komunikasi.
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 2
Sejarah Perkembangan Retorika
A. Sejarah Retorika pada Masa Yunani
Sejarah retorika sangatlah panjang. Sebagai sebuah seni retorika dipelajari
mulai dari abad ke-5 saat Sebelum Masehi (SM) ketika para pengikut kaum Sophis yang ada di Yunani bepergian dari sebuah lokasi ke lokasi lainnya untuk mengajarkan ilmu yang berhubungan dengan politik dan pemerintahan, hal tersebut ditekankan pada kemampuan mereka dalam berpidato. Pihak pemerintah memerlukan usaha membujuk para rakyat demi untuk meraih sebuah kemenangan pada saat pemilihan. Setelahnya berkembanglah sebuah seni dalam berpidato yang dapat membenarkan serta memutarbalikkan sebuah kenyataan hanya untuk tercapainya tujuan tujuan para politikus. Hal inilah yang menunjukkan betapa pentingnya ilmu retorika di dalam dunia perpolitikan. Kemampuan seseorang dalam menggunakan bahasa dapat menjadikan incaran untuk orang-orang yang menginginkan dirinya untuk masuk ke dalam jajaran para elit politik pada masa Yunani. Kecakapan dalam memakai bahasa mendapatkan antusias dan perhatian daripada para penguasa masa tersebut untuk mengambil alih kekuasaan dan meluaskan pengaruhnya. Bahkan penguasa tersebut rela untuk menyewa penghasut untuk memperdalam pengaruh para politikus itu di mata rakyat. Pada abad ke-4 Sebelum Masehi adalah abad penting bagi retorika. Begitu banyak orang yang cakap dalam berpidato dan bersaing dalam berpidato. Jika terdapat sebuah pertandingan, maka masyarakat akan menikmati dan antusias untuk menonton hal itu seperti halnya menyaksikan pertandingan di ajang tinju.
B. Sejarah Retorika pada Masa Romawi
Teori dari ilmu retorika Aristoteles zaman Yunani sangatlah teratur dan komprehensif. Dalam sebuah sisi retorika meraih dasar yang terkokoh, namun pada sisi lainnya pemaparan yang cukup lengkap dan membujuk telah menjadikan para ahli retorika pada masa setelahnya tidak membuat suatu karya yang menarik tentang ilmu retorika. Masyarakat Romawi selama lebih dari 200 tahun saat sebuah buku dari Aristoteles “De Arte Rhetorica” tidak menjadikan apa-apa dalam sejarah dan juga dalam perkembangan retorika. Buku dengan judul “Ad Herrenium” yang tertulis dalam bahasa Latin pada 100 tahun Sebelum Masehi hanya memakai sistem dengan Romawi warisan retorika tetapi dalam sebuah gaya masa Yunani.
C. Sejarah Retorika Abad Pertengahan
Dari awal masa Yunani hingga masa Romawi, retorika sangat berkaitan dengan kenegaraan. Para ahli pidato umumnya berkecimpung dalam kegiatan politik. Terdapat dua tahap agar dapat meraih kemenangan dalam berpolitik, yang pertama adalah “talk it out” yang berarti “membicarakan sampai tuntas” dan yang kedua yaitu “shoot it out” yang berarti “menembak sampai habis”. Retorika makmur pada tahap yang pertama, yaitu, cara demokrasi, namun demokrasi Romawi tersebut kemudian mengalami kegagalan dan kaisar demi kaisar mengambil alih pemerintahan pada masa itu hingga menjadikan demokrasi menjadi sebuah gerakan kekerasan. Retorika kemudian tenggelam dalam jurang. Pada abad pertengahan disebut juga sebagai abad dari kegelapan dalam perkembangannya retorika. Saat agama Kristen mengambil alih, retorika berubah menjadi kesenian jahiliah. Orang orang Kristen pada masa tersebut tidak setuju jika ada yang mendalami tentang retorika yang mereka bilang dirumuskan oleh orang- orang pada masa Yunani dan masa Romawi. Berselang satu abad berlalu, di daerah Timur kemudian muncullah sebuah peradaban baru, saat seorang Nabi menyampaikan firman firman Allah, “Berilah mereka nasihat dan berbicaralah kepada mereka dengan pembicaraan yang menyentuh jiwa mereka” (Al Qur’an 4:63). Nabi Muhammad saw bersabda, “Sesungguhnya dalam kemampuan berbicara yang baik itu ada sihirnya”. Nabi, adalah seorang pendakwah yang amat fasih, dengan kata yang singkat namun mengandung arti yang mendalam. Para sahabat Nabi Muhammad bercerita tentang ucapan Nabi yang kemudian sering membuat para pendengar dakwah tergerak hatinya dan kemudian menangis berlinang air mata. Dakwah dakwah Nabi tersebut telah dikumpulkan oleh para sahabatnya yang berjudul “Nahj al Balaghah” yang berarti “Jalan Balaghah”. Kemudian pada masa itu Balaghah tersebut menjadi sebuah disiplin ilmu yang menempati status yang amat mulia pada masa peradaban Islam. Para kaum Muslim memakai disiplin ilmu tersebut sebagai pengganti dari retorika. Namun tetap saja warisan dari ilmu retorika pada masa Yunani yang telah diacuhkan di Eropa pada Abad Pertengahan tersebut kemudian, dikaji oleh para ahli ahli dari Balaghah. Pada masa abad pertengahan ilmu retorika menjadi tereduksi dan kerdil. Retorika hanya disangkutkan dengan sebuah gaya dari sebuah bahasa dan disajikan dengan cara yang biasa saja. Kemudian akibat hal tersebut menjadikan munculnya sebuah aliran baru yang disebut dengan Manerisme. Aliran tersebut sangatlah mengedepankan gaya dari bahasa itu sendiri. Selama periode yang panjang di Eropa, warisan pada masa peradaban Yunani Diacuhkan. Pertemuan masyarakat Eropa dengan Islam yang mengembangkan Retorika Yunani pada masa Perang Salib membuat terjadinya Renaissance yang dikemukakan oleh Peter Ramus.
D. Retorika pada masa Modern
Pada retorika ini yang menegaskan pada proses psikologis. Epistemologi yang membahas tentang “teori pengetahuan”, sifat, asal-usul, metode, dan batas pengetahuan dari manusia. Para ahli dari epistemologis tersebut sangat berusaha dalam mengkaji retorika model klasik dalam sorotan berkembangnya psikologi kognitif, tentang proses mental. Saat abad yang ke-20 retorika mendapatkan manfaat dari berkembangnya ilmu modern, terkhusus ilmu tentang perilaku. Pada masa modern ini istilah retorika digeser oleh istilah lainnya seperti, speech communication, maupun public speaking. Tokoh tokoh dari retorika modern yaitu, Charles Henry Woolbert, James A Winans, Alan H Monroe, dan juga William Norwood Brigance. Pada masa sekarang ini retorika sebagai ilmu dari public speaking, atau speech communication, diteliti oleh ilmiah di dalam lingkungan akademis. Di masa yang akan datang ilmu retorika ini mungkin saja dapat diajarkan kepada mahasiswa yang berada di luar ilmu sosial.