Muhammad Ibnu Fadillah - 2288190031 - Sej Eropa

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH EROPA

Analisis ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah sejarah Eropa

Dosen Pengampu : Rikza Fauzan, M. Pd.

Muhammad Ibnu Fadillah

[email protected]

KONTRIBUSI PERADABAN YUNANI-ROMAWI TERHADAP BARAT

1. Peradaban Yunani

Kekaisaran yang diciptakan Alexander tidak bertahan. Kekaisarannya pecah dengan cepat menjadi
sejumlah kerajaan-kerajaan Hellenistic, meliputi Macedonia, Syria, dan Mesir. Kerajaan-kerajaan ini
diperintah oleh dinasti-dinasti yang diturunkan oleh Alexander. Tiga negara ini tetap independen,
walaupun perbatasannya berubah-ubah, hingga era ekspansi Roma di Timur Dekat.

Penaklukan Alexander dan pembentukan kerajaan-kerajaan Hellenistic, menyebabkan hilangnya


batas-batas yang telah lama memisahkan Eropa dan Asia. Karena itu Timur Dekat menjadi terbuka
bagi pedagang, tukang batu, dan tukang kayu Yunani, filsuf, ilmuwan, dan penulis Yunani. Akibatnya,
Oriental yang luas, tidak aktif, dan tidak progresif mengikuti aktivitas aktif orang-orang Hellas. Orang-
orang Hellas membawa serta kebudayaan Hellenic mereka dan menjadi guru bagi mereka yang
orang-orang Hellas sebut “barbarian.”

Proses penyebaran pengaruh Hellas ke Oriental dimulai oleh Alexander dan percampuran Timur dan
Barat sebagian besar berlangsung di Alexandria, Mesir, oleh Alexander yang mendirikan tidak kurang
dari tujuh puluh kota di Mesir, Asia barat, Asia tengah, dan bahkan di India. Orang Yunani dan
Oriental saling bertukar ide dan komoditas. Apa yang dicapai orang Yunani dalam seni, kesusastraan,
filosofi, dan sains menjadi familier bagi orang Mesir, Babylonia, dan orang-orang Oriental lainnya.
Sebaliknya, orang-orang Oriental memperkenalkan pada orang Yunani pencapaian mereka dalam
alam pikiran.

Barat berutang budi kepada Yunani-Romawi hampir dalam semua aspek peradaban, berupa seni,
sains, filsafat, etika, politik, kedokteran, matematika dan lainnya. Dari segi paham atau pandangan
hidup (way of life) yang berkembang di Barat sejak Renaisans hingga sekarang, dapat dikatakan sama
dan kelanjutan dari pandangan hidup orang-orang Yunani, seperti pandangan rasionalisme,
individualisme, liberalisme, optimisme, sekularisme. Demikian pula tradisi keagamaan Barat kini
memantulkan secara transparan tradisi keagamaan Yunani Kuno yang memandang agama
sepenuhnya bersifat duniawi, praktis, mengabdi kepada kepentingan manusia (bukan Tuhan). Cara
pandang yang sangat pragmatisme, empirisme, dan materialisme itu telah demikian kuat dalam
rekonstruksi peradaban Barat. “Traumatis” akan peran Agama (Paus dan Gereja) yang mistikisme
dan mitologis, mengakibatkan cara pandang kemajuan bangsa Eropa di kemudian waktu, lebih
bertumpu kepada filsafat Yunani, dengan menihilkan apa yang disebut pentingnya peran
spiritualisme rohaniah dan Ketuhanan.

Dari segi keilmuan Yunani-Romawi, Barat mendapatkan metode-metode eksperimental dan


spekulatif guna pengembangan pengetahuan. Semangat rasionalisme dan empirisme dengan
menempatkan akal di atas segala-galanya, atau sebagai suatu sumber kebenaran yang berasal dari
cara pandang peradaban Yunani-Romawi. Dengan demikian sebagaimana Alfred North Whitehead,
ditulis Rapar, bahwa sejarah seluruh filsafat Barat merupakan rangkaian dari catatan kaki kedua
pemikir Yunani, yakni Plato dan Aristoteles. Pandangan Plato, Socrates, dan Aristoteles menjadi
demikian penting untuk dapat kita pahami sebagai “mata air” dari pemikiran orang Barat. Mereka
telah mengambil pilihan serta pegangan, bagaimana aspek pemikiran termasuk politik dasarnya
harus dibina bagi masyarakat Barat.

Dalam bidang filsafat politik, filsuf Yunani seperti Plato dan Aristoteles mempengaruhi pemikiran dan
filsafat Barat, sejak kelahirannya hingga dewasa ini. Jejak pengaruh Aristoteles, dapat dilacak dalam
karya Machiavelli, The Prince (Sang Pangeran), atau gagasan adanya pemisahan kekuasaan yang
dikemukakan Montesquieu dalam L’esprit de lois (semangat hukum), mengenai teori Hegel tentang
konstitusi negara sebagai ekspresi kesadaran diri negara, kemudian gagasan Marx mengenai
hubungan antara ekonomi dan politik serta gagasan Barat sekitar Konservatisme progresif maupun
kritik terhadap demokrasi egalitarian.

2. Peradaban Romawi
a. Seni bangunan

Bangsa Romawi memiliki keahlian yang tinggi dalam bidang seni bangunan. Mereka telah
menemukan sistem beton sehingga bangunan-bangunan mereka dapat bertahan beberapa abad.
Bangunan-bangunan tersebut dapat ditemukan bekas-bekasnya hingga sekarang. Peninggalan
bangunan-bangunan Romawi itu antara lain:

1) Puluhan kuil yang bertebaran di kota Roma,

2) Pantheon, yaitu rumah dewa bagi bangsa Romawi.

3) Limes, yaitu tembok pertahanan yang panjangnya puluhan kilometer, lebar 2,5 m dan tingginya 6
m.

4) Amphiteater dan Colloseum, yaitu bangunan berbentuk stadion yang dapat menampung ratusan
ribu penonton. Amphiteater berfungsi sebagai tempat untuk pertunjukan hiburan. Colloseum
berfungsi sebagai tempat pertunjukan gladiator. Baik kaisar maupun masyarakat Romawi pada
umumnya menyenangi hiburan. Pertunjukan di Colloseum itu antara lain chariot dan Gladiator.
Chariot adalah kereta perang yang ditarik oleh beberapa ekor kuda. Adapun gladiator adalah
perkelahian antara manusia dengan manusia.

5) Circus Maximus untuk pertunjukan hiburan sirkus.

6) Forum Romanum, yaitu gedung pemerintahan.

7) Cloaca Maxima, yaitu saluran pengairan untuk menyalurkan kelebihan air hujan yang hingga
sekarang terpelihara dengan baik.

8) Aquaduct (aquaduk), yaitu bangunan saluran air bersih. Bangunan fisik yang dibangun oleh bangsa
Romawi memiliki multifungsi. Contohnya jalan raya untuk mempercepat gerakan tentara dari pusat
ke daerah sedangkan di bawahnya untuk keperluan irigasi. Salah satu jalan raya yang kuat yaitu Via
Apia yang masih terpelihara hingga sekarang.

b. Seni sastra
Pada awalnya, perkembangan karya sastra Romawi mendapat pengaruh yang kuat dari Yunani
namun berangsur-angsur karya sastranya menampakkan ciri khas Romawi. Selain penulisan buku
Aeneis karangan Vergelius dan karya Julius Caesar berjudul De Bello Gallica, masih banyak karya
sastra yang dihasilkan oleh para pujangga Romawi kuno. Karya tersebut antara lain:

1) Horatius dengan karyanya berjudul Oda.

2) Livius, seorang sejarawan yang menulis buku berjudul Magnum Opus.

3) Lucretuis, seorang filsuf dan penyair. Yang mengembangkan ajaran filsuf Yunani terkenal yaitu
Epikurus karyanya berjudul Hukum Alam ditulis dalam bentuk puisi yang mengupas bahwa materi itu
terdiri atas atom.

4) Ovidius menghasilkan karya sastra berjudul Metamorphoses.

a. Cicero yang ahli pidato dan memperoleh gelar “Bapak Prosa Latin”.

b. Quintilianus, seorang orator terkenal dan guru retorika karya utamanya berjudul Institutio
Oratorio menjadi buku pelajaran baku pidato Latin.

c. Seneca seorang penulis dan pengacara, hasil karyanya disebut Dialog. Ia adalah guru kaisar Nero.

C. ilmu pengetahuan

Dalam bidang ilmu pengetahuan bangsa Romawi meneruskan pengetahuan yang telah berkembang
pada zaman Yunani kuno. Di antara para ilmuwan Romawi antara lain: Galen, ahli dalam bidang
obat-obatan, anatomi, dan fisiologi serta Lucretius yang mengikuti jejak Epikurus dan berpendapat
materi itu terdiri atas atom.

Bangsa Romawi lebih menekankan segi kepraktisan, bukan teori semata. Sumbangan bangsa
Romawi di bidang kedokteran dan obat-obatan sangat besar bagi dunia sekarang. Mereka telah
menggunakan radas kedokteran. Radas kedokteran ditemukan di Pompeii, salah satu di antara 200
perkakas kedokteran untuk memeriksa bagian dalam ibu yang mengandung. Radas yang disebut
spekulum ini menyerupai radas yang digunakan zaman sekarang.

Dokter pada zaman Romawi telah berhasil melakukan operasi gondok, amandel, dan batu ginjal.
Para dokter berhasil menolong kelahiran seorang bayi yang tidak dapat dilahirkan secara normal
yang disebut operasi caesar (disebut demikian karena pertama kali untuk melahirkan Julius Caesar).
Hingga saat ini banyak istilah kedokteran sekarang yang menggunakan bahasa Latin.

D. Pemerintahan, militer, dan hukum

Tata pemerintahan Romawi tersusun rapi yang dijalankan dengan beberapa sendi sebagai berikut:

1) pemerintahan sentralisasi, berpusat pada kaisar.

2) pelaksanaan ketertiban dan keamanan secara ketat.

3) komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah terpelihara dengan baik didukung oleh jalan
yang baik, secara berurutan dari imperium-pretectur-dioceses-provinsi.
4) untuk mempertahankan kekuasaan atas wilayah yang sangat luas dirempuh siasat divide et
impera yang kemudian ditiru oleh banyak bangsa yang mempraktikkan penjajahan, misalnya Belanda
di Indonesia.

Bangsa Romawi mampu mengorganisasi kekuatan militernya dengan rapi. Istilah-istilah yang
digunakan itu masih dikenal dalam dunia militer hingga sekarang misalnya legiun, divisi, kavaleri,
Infantri, dan lain-lain. Semangat bela negara yang disebut patria protesta ditanamkan sedini
mungkin dalam diri warga negaranya. Istilah tersebut berkembang menjadi kata patriot yang Anda
kenal di Indonesia.

Di bidang hukum bangsa Romawi memberikan sumbangan yang besar dalam menegakkan keadilan.
Konsep bahwa semua orang sama di depan hukum serta adanya asas praduga tak bersalah telah
dikembangkan pada hukum Romawi kuno. Hukum Romawi adil dan manusiawi. Hukum Romawi
berkembang melalui proses sejarah yang panjang sejak pertengahan abad 5 SM sampai lahirnya
kitab hukum zaman Kaisar Yustinianus abad 6 M. Kaisar Yustinianus mengkodifikasikan
(membukukan) hukum-hukum Romawi dari kaisar-kaisar yang memerintah sebelumnya. Kodifikasi
hukum itu disebut Corpus Yuris atau Codex Yustinianus. Codex berisi kumpulan hukum dasar atau
konstitusi sejak zaman Theodosius. Selain codex ada pandect, yaitu kumpulan pendapat para ahli
hukum. Codex Yustinianus dijadikan dasar penyusunan Codex Napoleon yang dikembangkan lebih
lanjut menjadi hukum modern hingga sekarang.

Mengenai sumbangan terbesar peradaban Romawi kepada pemikiran Barat antara lain di bidang
pemikiran sistem hukum dan lembaga politik. Utama di bidang sistem hukum, terlihat dalam
berbagai kajian dan praktik hukum di berbagai negara Eropa Barat seperti Prancis, Italia, Swiss,
Jerman, Belanda, Amerika Selatan, bahkan juga terhadap negara Commonwelth, mempraktikkan
hukum Romawi. Di Indonesia berasal dari Code Civil Napoleon yang merupakan produk modifikasi
hukum sekarang Ada tiga bentuk pemikiran hukum yang mempengaruhi pemikiran hukum di Barat,
yakni Ius Civile, Ius gentium, dan Ius naturale Selain itu kodifikasi Justianus (527-565.AD) juga telah
dirasakan berpengaruh terhadap pemikiran hukum Barat.

Dari segi pemikiran politik Romawi, memberikan pemahaman kepada Barat tentang teori imperium.
Sebuah teori tentang kekuasaan dan otoritas negara di mana kedaulatan dan kekuasaan negara
dianggap sebagai bentuk pendelegasian kekuatan rakyat kepada penguasa negara. Dengan
demikian, menurut teori ini pada hakikatnya kedaulatan sepenuhnya milik rakyat, penguasa politik
hanyalah lembaga yang melaksanakan bukan menguasai serta mendominasi dan menggunakan
kedaulatan untuk kebaikan seluruh rakyat. Menurut teori ini rakyat memiliki hak-hak politik yang
sama (equel rights) dan merupakan esensi tertinggi kedaulatan negara.

Dalam kerangka pemikiran inilah Romawi mengembangkan gagasan kontrak pemerintah


(governmental contract), kemudian dijadikan model teoretis bagi para pemikir politik Barat seperti
John Locke, Rousseau, Hobbes dan lainnya. Teori imperium ini juga oleh kekuasaan gereja abad
pertengahan dikembangkan. Organisasi kekuasaan dan keagamaan gereja Katolik Diadaptasi dari
konsep imperium Romawi. Sebagai contoh pengadaptasian warisan Romawi itu tampak pada gelar
yang digunakan Supreme Poniff (poniiff maximus); Kaisar sebagai pemimpin agama warga negara.!”
Domain utamanya sangat berpengaruh di dalam paham Kristiani dalam membangun peradaban
pemikiran, kekuasaan, dan sistem politik Barat sepanjang 600 tahun lebih. Ini berupa ”Kerajaan
Tuhan” yang berkuasa atas bangsa Eropa, sebuah konsep politik Theocrasy telah menjelma dalam
bentuk kekuasaan ”Pendeta dan Gereja” demikian mutlak tampilnya tokoh Saul (Paulus), St.
Agustinus, dan Thomas Aquinas, telah menjelaskan bagaimana paham gereja yang telah mengadopsi
kebudayaan Romawi, telah memainkan perannya hingga keruntuhan.
C. KONTRIBUSI PERADABAN JUDEO-KRISTIANI

1. Peradaban Judeo

Dapatlah di mulai dengan kontribusi peradaban Judeo atau Yahudi. Menurut Max Dimont, dalam
tulisan Jews, God and History dan the Indestructible Jews, orang-orang Yahudi itu sebagai The
historic people, yakni orang-orang yang melahirkan peristiwa sejarah, menjadi subjek dan bukan
objek peristiwa itu melalui gagasan cerdas yang mereka kemukakan. Dalam perspektif sejarah
kelahiran para Rasul dari agama besar di dunia, sebagian besar, dari mereka terlahir dan keturunan
dari orang-orang Yahudi (Bani Israil). Rasul Daud, carinya lahir para nabi dan rasul yang memiliki
peranan besar terhadap proses kelangsungan serta pembentukan peradaban manusia. Paulus,
dijuluki sebagai pendiri agama Kristiani (Younder of kristianity) serta formulator konsep Trinitas
(kesatuan tiga oknum: Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Roh Kudus yang juga keturunan Yahudi).

Memang bukan hal yang mudah untuk menjejaki kapan peran penting itu dimulai, ada yang
menduga peran itu dimulai ketika orang-orang Yahudi berdiaspora ke berbagai penjuru Eropa
terutama di kawasan Italia, sekitar Mediterania dan wilayah bekas jajahan imperium Romawi dan
Islam. Di kawasan kejayaan Islam Andalusia Spanyol, peran itu dimulai ketika peradaban ini
melahirkan filsuf terkemuka Yahudi, Musa Ibnu Maimun, atau Maimonides di abad XII-XIII. Karya-
karyanya sangat mempengaruhi filsuf Barat seperti Spinoza. Spinoza adalah seorang keturunan
Yahudi yang gagasannya sangat mempengaruhi filsafat Barat modern.

Peradaban Renaissance yang lahir di Eropa pada abad XIV-XVI, tidak terlepas dari peranan orang-
orang Yahudi. Mereka yang bermukim di Florence, Italia, selama berabad-abad telah berhasil
membangun kota-kota baru serta melakukan aktivitas perekonomian, pendidikan, publikasi ilmiah
dan di antara mereka menjadi avant garde intelektual seperti Reuclin. Dari sini terjadi
perkembangan intelektual serta ekspansi kapitalisme di kawasan Italia, lambat laun menciptakan
kondisi kondusif untuk lahirnya gerakan Renaisans di Eropa. Hal yang menarik sebagaimana
dikemukakan Dimont adalah orang Yahudi ingin “membaratkan’ diri mereka, tetapi tanpa menjadi
Kristiani, dan menciptakan suatu kebudayaan Yahudi yang dapat dimanfaatkan dunia Barat.

Pada abad XIX dan XX, minoritas Yahudi Eropa telah melahirkan tokoh-tokoh besar di berbagai
bidang pengetahuan dan filsafat, seperti Hegel, Marx, Sigmunt Freud, Nietzsche, Betrand Russell,
Schopenhauer, John Stuart Mill, Charles Darwin, Herbert Spencer, Henry Bergson, Albert Einstein,
Stalin, dan lainnya. Mereka merupakan pelopor utama (pendiri) aliran pemikiran seperti Marxisme,
Liberalisme, Kapitalisme, Komunisme, Darwinisme, psikoanalis, dan Evolusionisme sosial. Selain
memang banyak pemikir lainnya yang bukan Yahudi seperti Thomas Hobbes, Machiavelly, Jhon
Locke, Mountesqueau , JJ. Rouseau, Engels, dan lainnya. Akan tetapi, cara mereka ada kesamaan,
penentangan kepada konsep agama (Kristiani) dan mengembangkan gagasan secuerism (pemisahan)
agama dalam persoalan kehidupan dunia (politik). Pada aspek yang positifnya adalah mereka para
pemikir telah memberikan inspirasi pentingnya penghargaan atas kemampuan akan akal manusia
serta penghargaan terhadap peran ilmu pengetahuan bagi kemajuan manusia. Di antara mereka,
ada yang sangat anti dan sama sekali menihilkan agama (Tuhan), di sisi lain, banyak dari mereka
mengakui keunggulan nilai-nilai Islam, Muhammad, dan sumbangsih peradabannya terhadap
perubahan cara berpikir Barat untuk suatu kemajuan.

Lebih jauh, untuk mengetahui kontribusi pemikir dan filsuf Yahudi terhadap perkembangan
peradaban Barat, yakni kontribusi di bidang filsafat, sejarah, agama, sosial, dan politik adalah:

Baruch Spinoza, pelopor pencerahan Yahudi Abad 17. Dalam dunia Barat, Spinoza dianggap filsuf
yang meletakkan dasar pemikiran mengenai pembentukan masyarakat baru dan bebas, tetapi
terikat dan selaras dengan hakikat ketuhanan (devine nature). Ia juga perintis lahirnya agama sekuler
bagi manusia modern dan mengajarkan bahwa akal dan intuisi dapat mengarahkan manusia pada
kesatuan dirinya dengan sumber segala sesuatu yang disebut intelectual love of god. Spinoza juga
berhasil merumuskan a unified master science yang dapat diterapkan dalam berbagai kajian etika,
politik, agama, fisika, dan matematika.

Hegel adalah pemikir Yahudi yang ajarannya Hegelianisme, merupakan suatu aliran yang sangat
berpengaruh pada tradisi intelektual Eropa sejak abad XIX hingga dewasa ini. Hegelianisme juga
merupakan aliran Neo-Idealisme. Ia dapat dianggap kelanjutan paham Idealisme Plato, melalui
pandangannya idealisme Plato dilestarikan dalam sejarah pemikiran Barat. Ada juga yang
berpandangan bahwa Hegelianisme merupakan dasar intelektual-filosofi Naziisme yang berkembang
di Jerman menjelang Perang Dunia 1.

Kari Marx, memberikan kontribusi bagi perkembangan pemikiran Barat, Tokoh Yahudi yang lahir di
Jerman ini memberikan metodologi ilmiah dalam memahami perkembangan dan dinamika sosial,
ekonomi dan sejarah kemanusiaan, yakni gagasannya tentang determinisme ekonomi, materialisme
sejarah, dialektika materialisme, dan teori nilai lebih. Ia juga tonggak sejarah pemikiran sosialisme
ilmiah utopis (utopian socialism) yang dirintis David Ricardo. Melalui ajaran Karl Marx, memberikan
inspirasi bagi terbentuknya berbagai aliran pemikiran seperti komunisme, sosialisme demokrasi,
feminimisme Marxis, Kiri Baru (new left). Ajaran Marx merupakan modifikasi atau reinkarnasi ajaran
keagamaan Yahudi atau Judaisme, konsep fundamental dari teori Marxisme secara emosional
berakar pada ajaran Judaisme. Pandangan mereka demikian kuat “mencengkeram” dan menjadi
inspirasi untuk lahirnya reformasi di Eropa dalam berbagai bidang kehidupan, tidak hanya filsafat
dan kebudayaan, bahkan sampai kepada rekonstruksi peran agama, paradigma ekonomi yang
dikembangkan, hingga perubahan mendasar terhadap pemikiran, ideologi dan sistem politik yang
dikembangkan di Barat hingga dewasa ini. Bahkan, “gaung” pemikiran orang-orang Yahudi itu, telah
merambah demikian luar biasa mempengaruhi cara berpikir masyarakat dunia ke-3.

Gagasan dari pemikir yang liberalis, hingga yang komunis, telah mempengaruhi konsep politik yang
dikembangkan oleh para tokoh dalam satu negara. Seperti pandangan individualistis, liberalis,
kapitalis, pragmatisme, sekularisme telah demikian kuat menjadi “inti sari” pemikiran politik
modern.

2. Peradaban Kristiani

Fase terpenting lain, adalah ketika Barat (Eropa) masa pertengahan, masa ini dikenal kalangan
sejarawan merupakan abad kegelapan (dark ages). Abad di mana bangsa-bangsa di Eropa dipenuhi
oleh perang antar agama, abad anti intelektualisme serta masih kuatnya akan takhayul dan
irasionalisme Akan tetapi, harus diakui di abad ini Eropa juga telah merintis jalan bagi terbentuknya
suatu peradaban, yakni saat dimulai dibangun universitas, katedral Ghouc, kota-kota baru, parlemen
serta diberlakukannya common law dan lahirnya negara-negara Bangsa (nation statse). Peristiwa
historis penting ini tidak dapat dipisahkan dari peran pemuka agama Kristiani. Organisasi gereja
merupakan alat vital abad pertengahan, ia sejak abad pertama perkembangannya telah berhasil
menstrukturisasi masyarakat Eropa menurut pola struktur organisasi gereja, oleh karena itu,
masyarakat Barat sering diidentikkan sebagai masyarakat Kristiani selama berabad-abad.

Gereja masa itu telah mengambil alih peran serta fungsi penting dari imperium serta mengendalikan
berbagai kekacauan sosial yang diakibatkan kehancuran imperium Romawi. Peran gereja
menghindari Eropa dan kehancuran yang lebih dalam sebagai suatu peradaban masyarakat di
daratan Eropa. Lembaga-lembaga gereja seperti dijelaskan Barnes telah membantu memperadabkan
suku-suku Barbar, mengenalkan cita-cita luhur, menjaga dan mentransformasikan kekayaan warisan
kuno Yunani-Romawi serta Islam ke jantung peradaban Barat. Sumbangan penting lainnya,
memelopori adanya kebangkitan nalar Eropa. Konsep nalar yang rasional itu, sebenarnya mulai
nyata dan menonjol diterima lembaga gereja, ketika lahirnya Protestantisme dan Calvinisme

Peran itu dilakukan oleh Thomas Aquinas, Barnes mencatat bahwa Aquinas merintis suatu aliran
filsafat yang dikenal dengan aliran Skolastisisme (Scholar resima) Aliran ini mendominasi abad
pertengahan di Eropa yang merupakan produk reinterpretasi karya-karya Aristoteles yang
dikemukakan dan diajarkan di universitas Islam Andalusia, Spanyol, Thomas Aquinas kemudian
mengawinkan filsafat pemikir Imani itu dengan doktrin Kristiani. Karya Thomas Aquinas yang
terkenal yakni Samma Theologia, mencerminkan hal ini. Menurut Banos, aliran skolastik ini memiliki
karakteristik, yakni Pertama, rasionalitas akan tetapi tidak empiris. Dengan kata lain, aliran ini
dibangun atas dasar logika (logic), bukan sains (science) atau pengalaman (experience); Kedua,
skoratisme mementingkan pendekatan etika, sebab tujuan manusia menurut etika skolastik adalah
bagaimana manusia dapat hidup lebih baik, di dunia maupun kelak sesudah mati; ketiga,
skolausisme sangat perhatian terhadap usaha bagaimana menemukan atribut segala sesuatu; alam
semesta diasumsikan statis, dan yang penting menurut aliran ini bagaimana sesuatu itu baik, tidak
penting bagaimana proses terjadi dan asal-muasalnya.

Puncak sumbangan agama Kristiani kepada Barat adalah peranan agama dalam melakukan gerakan
reformasi Protestan. Tokoh-tokohnya antara lain Martin Luther, Zwingli, Calvin. Reformasi ini
kemudian menjadi salah satu tonggak penting sejarah pemikiran dan peradaban Barat. Reformasi
Protestan merupakan produk reinterpretasi terhadap doktrin Katolik Ortodoks dan reaksi terhadap
berbagai penyimpangan kekuasaan gereja. Gerakan intelektual keagamaan ini dimulai ketika gereja
menjual surat-surat pengampunan dosa yang kemudian diprotes oleh Luther.

Dasar pemikiran reformasi Protestan adalah ajaran tentang etika kerja, atau etos kapitalisme yang
dirumuskan oleh Johanes Calvin, Max Weber dalam karyanya The Protestan Ethic and the Spirit of
Capitalism (Calvinism) mengemukakan demikian penting terhadap kemajuan peradaban dan bangsa
Eropa Weber memandang Calvinisme mengajarkan bahwa kerja merupakan panggilan Tuhan (Calling
of God). Demikian pula pentingnya menghargai waktu, rasional dalam berpikir dan bertindak,
berorientasi ke masa depan, hemat dalam kegiatan ekonomi sehari-hari merupakan etika yang
sepenuhnya sesuai dengan tuntutan doktrin Kristiani. Jadi, Weber melihat adanya pertautan khusus
antara etika Kristiani dengan semangat atau etos kapitalisme. Dengan demikian, etika Protestan
telah dijadikan datar doktrin bagi perkembangan kapitalisme serta berkembangnya paham
rasionalisme di Eropa.

D. KONTRIBUSI PERADABAN ISLAM

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan

Eropa banyak berhutang budi pada dunia Islam karena banyak sekali peradaban Islam yang
memengaruhi Eropa. Spanyol sendiri merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa dalam
menyerap ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, baik dalam bentuk politik, sosial, ekonomi,
kebudayaan maupun pendidikan. Beberapa perkembangan Islam antara lain sebagai berikut.

a. Bidang politik
Terjadi balance of power karena di bagian barat terjadi permusuhan antara bani Umayyah 11 di
Andalusia dengan kekaisaran Karoling di Prancis, sedangkan di bagian timur terjadi perseteruan
antara bani Abbasyah dengan Kekaisaran Byzantium Timur di semenanjung Balkan. Bani Abbasiyah
juga bermusuhan dengan Bani Umayyah Il dalam perebutan kekuasaan pada 750.

Kekaisaran Karoling bermusuhan dengan kekaisaran Byzanium Timur dalam memperebutkan Italia.
Oleh karena itu, terjadilah persekutuan antara bani Abbasyah dengan kekaisaran Karoling,
sedangkan bani Umayyah 11 bersekutu dengan Byzantium Timur. Persekutuan baru berakhir setelah
terjadi Perang Salib (1096–1291).

b. Bidang sosial ekonomi

Islam telah menguasai Andalusia pada 711 dan Konstantinopel pada 1453. Keadaan ini membawa
pengaruh besar terhadap pertumbuhan Eropa. Islam berarti telah menguasai daerah Timur Tengah
yang ketika itu menjadi jalur dagang dari Asia ke Eropa. Pada saat itu perdagangan ditentukan oleh
negara-negara Islam.

c. Bidang kebudayaan

Melalui bangsa Arab (Islam), Eropa dapat memahami ilmu pengetahuan kuno seperti dari Yunani dan
Babilonia. Tokoh tokoh yang mempengaruhi ilmu pengetahuan dan kebudayaan saat itu antara lain
sebagai berikut.

1) Al Farabi (780-863) Al Farabi mendapat gelar guru kedua (Aristoteles digelari guru pertama). Al
Farabi mengarang buku, mengumpulkan dan menerjemahkan buku-buku karya Aristoteles.

2) Ibnu Rusyd (1120_1198) Ibnu Rusyd memiliki peran yang sangat besar sekali pengaruhnya di
Eropa sehingga menimbulkan gerakan Averoisme (di Eropa Ibnu Rusyd dipanggil Averoes) yang
menuntut kebebasan berpikir. Berawal dari Averoisme inilah lahir reformasi pada abad ke-16 dan
rasionalisme pada abad ke-17 di Eropa. Buku-buku karangan Ibnu Rusyd kini hanya ada salinannya
dalam bahasa latin dan banyak dijumpai di perpustakaan-perpustakaan Eropa dan Amerika. Karya
beliau dikenal dengan Bidayatul Mujtahid dan Tahafutut Tahaful.

3) Ibnu Sina (980–1060) Di Eropa, Ibnu Sina dikenal dengan nama Avicena. Beliau adalah seorang
dokter di kota Hamazan Persia, penulis buku-buku kedokteran dan peneliti berbagai penyakit. Beliau
juga seorang filsuf yang terkenal dengan idenya mengenai paham serba wujud atau wahdatul wujud.
Ibnu Sina juga merupakan ahli fisika dan ilmu jiwa. Karyanya yang terkenal dan penting dalam dunia
kedokteran yaitu Al Qanun fi At Tibb yang menjadi suatu rujukan ilmu kedokteran.

d. Bidang pendidikan

Banyak pemuda Eropa yang belajar di universitas-universitas Islam di Spanyol seperti di Cordoba,
Sevilla, Malaga, Granada dan Salamanca. Selama belajar di universitas-universitas tersebut, mereka
aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo.
Setelah mereka pulang ke negerinya, mereka mendirikan sekolah dan universitas yang sama.

Universitas yang pertama kali berada di Eropa adalah Universitas Paris yang didirikan pada 1213.
Pada akhir zaman pertengahan di Eropa baru berdiri 18 universitas. Pada universitas tersebut
diajarkan ilmu-ilmu yang mereka peroleh dari universitas Islam seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti
dan ilmu filsafat.
Banyak gambaran berkembangnya Eropa pada saat berada dalam kekuasaan Islam, baik dalam
bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, ekonomi maupun politik. Hal-hal tersebut antara
lain sebagai berikut.

1) Lahirnya cendekiawan baru. Seorang sarjana Eropa, Petrus Alfonsi belajar ilmu kedokteran
pada salah satu fakultas kedokteran di Spanyol dan ketika kembali kenegerinya Inggris ia
diangkat menjadi dokter pribadi oleh Raja Henry I (1120). Selain menjadi dokter, ia bekerja
sama dengan Walcher menyusun mata pelajaran ilmu falak berdasarkan pengetahuan
sarjana dan ilmuwan muslim yang didapatnya dari Spanyol. Demikian pula dengan Adelard
of Bath (1079–1192) yang pernah belajar pula di Toledo dan setelah kembali ke Inggris, ia
pun menjadi seorang sarjana yang termasyhur di negaranya.
2) Cordoba mempunyai perpustakaan yang berisi 400.000 buku dalam berbagai cabang ilmu
pengetahuan.
3) Seorang pendeta Kristen Roma dari Inggris bernama Roger Bacon (1214-1292) mempelajari
bahasa Arab di Paris (1240–1268 M). Melalui kemampuan bahasa Arab dan bahasa Latin
yang dimilikinya, ia dapat membaca naskah asli dan menerjemahkannya ke dalam berbagai
ilmu pengetahuan, terutama ilmu pasti. Buku-buku asli dan terjemahan tersebut dibawanya
ke Universitas Oxford, Inggris. Sayangnya, penerjemahan tersebut di akui sebagai karyanya
tanpa menyebut pengarang aslinya. Di antara buku yang diterjemahkan antara lain adalah Al
Manzir karya Ali Al Hasan Ibnu Haitam (965–1938). Dalam buku itu terdapat teori tentang
mikroskop dan mesiu yang banyak dikatakan sebagai hasil karya Roger Bacon.
4) Seorang sarjana berkebangsaan Prancis bernama Gerbert d’Aurignac (940–1003 M) dan
pengikutnya, Gerard de Cremona (1114-1187 M) yang lahir di Cremona, Lombardia, Italia
Utara, pernah tinggal di Toledo, Spanyol. Dengan bantuan sarjana muslim disana, ia berhasil
menerjemahkan lebih kurang 92 buah buku ilmiah Islam ke dalam bahasa Latin. Di antara
karya tersebut adalah Al Amar karya Abu Bakar Muhammad ibnu Zakaria Ar Razi (866–926
M) dan sebuah buku kedokteran karangan Qodim Az Zahrawi serta buku Abu Muhammad Al
Baitar berisi tentang tumbuhan.
5) Banyak sarjana muslim yang berjasa karena telah meneliti dan mengembangkan ilmu
pengetahuan, bahkan karya mereka diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa meskipun
ironisnya diakui sebagai karya bangsa Eropa. Akibat atau pengaruh dari perkembangan ilmu
pengetahuan Islam ini timbullah kajian filsafat Yunani di Eropa secara besar-besaran dan
akhirnya menimbulkan gerakan kebangkitan atau Renaisans pada abad ke-14.

Peradaban Islam mempengaruhi dunia Barat di Eropa merupakan fase ketiga setelah dua peradaban
besar sebelumnya. Peradaban Islam yang pernah mencapai puncak kegemilangan selama seribu
tahun sejak dimulai misi kenabian Harus diakui, memang terjadi persentuhan dari warisan yang
ditinggalkan peradaban Yunani Romawi. Bahkan sampai ada yang mengatakan tendensius bahwa
kuatnya pengaruh peradaban Yunani-Romawi terhadap peradaban Islam menimbulkan asumsi
peradaban Islam itu hanya copy dan kelahiran kembali peradaban Yunani-Romawi dengan plus
kepercayaan akan keesaan Tuhan (Tauhid). Cita dalam pemikir politik kalangan Muslim di masa jaya
mereka pada abad ke-10 sampai ke-15, terutama pemikir Muslim yang hidup di Andalusia, adalah
pengaruh cita pikiran zaman Yunani Kuno itu tidak sedikit. Ahli-ahli seperti Ibnu Rusyd (Averios,
1126-1198), Ibnu Sina (Avicenna, 980-1037), AI Farabi (870-950). Yang banyak membicarakan
masalah manusia, pergaulan hidupnya termasuk masalah politik, banyak memberikan komentar
mengenai pemikiran ahli-ahli Yunani Kuno itu dan banyak pula mendapat pengaruh dari mereka.

Khan Sherwani seorang Wakil Presiden perkumpulan ilmuan politik India, dalam pasal penutup
bukunya yang berjudul Importance of Early Muslim Political Thought (pentingnya pendapat politik
dari sarjana muslim klasik), menjelaskan betapa sangat sedikit perhatian kalangan orientalis Barat
terhadap teori-teori politik dari para sarjana, filsuf Muslim. Ada sejumlah fokus kajian yang dilakukan
kalangan filsuf Muslim Klasik, yakni masalah teori tentang negara (pen; kota), asal usul negara,
kedaulatan, kekuasaan, penguasa-imam, bentuk negara, paham internasional serta diplomasi. Sjaltut
menyebutkan sejumlah nama para sarjana atau filsuf Muslim antara lain: Al Mawardi Abu Ya’la, Ibnu
Jamaah, Al Kindi, Ibnu Thayyib, Al Farabi, Ibnu Abir Rabie, Thurthusji, Abul Makarim Ibnul Chutheir,
Ibnu Qutaybah, Al Farabi, Al Gazali, Abur Rahman bin Abdullah, Ibnu Thabathaba, Ibnu Rusyd, dan
Ibnu Khaldun.

Ada sejumlah filsuf besar muslim yang sangat dikenal yang membahas, mengarang dan mengkaji
secara mendalam persoalan sejarah masyarakat, sosial politik, kota, pemerintahan, dan kenegaraan.
Di antaranya Al-Farabi (Alpharabius) dari Transsoxania (Turkemania) yang hidup pada 260—339 H
(870–950 M), dikenal dengan teorinya Madinatu’L Fadilah Negara Utama-Model City. Ibnu Sina
(Avicena) dari Belch (Afganistan), hidup pada 370-428 H ( 980– 1037 M), seorang terapi politik
dengan teorinya Siyatur ‘rajul, atau konsep Negara Sosialis (Socialistic State) berdasarkan
kekeluargaan. Kemudian, Al Gazali dari Thus, Persia (Iran), hidup 450-505 H (1058-1111 M), seorang
sufi, politikus terkenal dengan teorinya Siyasatul Akhlak atau Negara Moral (etica state). Ibnu Rusyd
(Avveroes) dari Cordova, Andalusia (Spanyol) hidup pada 520–595 H (1126–1198 M), seorang hakim,
politikus, terkenal dengan teorinya Al Jumhuria wa’l Hakam atau secara popular disebut Negara
Demokrasi (democratic state). Ibnu Khaldun dari Tunis (Tunisia), hidup 732-808 H (1332– 1406 M),
seorang sosiolog, politikus, hakim. Ia terkenal dengan teori politik kenegaraan Al Ashabiyah Wal
Iqtisad. Secara popular lebih dikenal sebagai “Negara Kemakmuran” (welfare state).

Menurut Zainal Abidin Ahmad, suatu keajaiban yang mengagumkan, bahwa teori-teori politik dari 5
(lima) filsuf Muslim itu merupakan inti sari dari seluruh teori-teori kenegaraan yang pernah
dilahirkan dari para sarjana politik internasional masa kini. G.H. Sabine dari Cornell University,
Amerika Serikat membagi seluruh teori kenegaraan internasional dalam masa 26 abad sampai
sekarang kepada 5 (lima) golongan di mana peran pemikir/filsuf Islam jelas tampak.

Sebagaimana yang dikemukakan Ziya Gokap, melalui penerjemahan karya-karya dari kalangan
pemikir Yunani Kuno, orang Islam dari Arab menyerap pengetahuan filsafat, seni, matematika,
logika, kedokteran, fisika, astronomi, sejarah dan lainnya. Kaum Mutakallimur (teolog) dipengaruhi
ajaran filsafat atonomistik Demokritus dan Epikuros sedangkan kaum Mistikus dipengaruhi Neo-
Platonisme yang dikembangkan di Alexandria oleh Plotinus. Ada juga pengikut lain dari Phytagoras
dan Zeno di dunia Islam, yaitu kaum Riwakiyyun (Stoik). Ibnu al Farabi, tokoh mistikus Islam dari
Andalusia, sangat dipengaruhi Plato. Karya Ibnu al Farabi Akhlaq I Nasiri, Akhlaq-l Jalali-I Ala’l,
menurut Gokalp, pada dasarnya hanyalah copy dari pemikiran Aristoteles.

Sebenarnya bagi kalangan pemikir Islam masa lalu dengan sifat ajarannya Islam yang terbuka untuk
menyerap segala sesuatu yang positif telah menjadikan umat Islam tidak ‘alergis’ terhadap
peradaban yang datang dari mana pun seperti peradaban Mesopotamis, Bizantium, Persia, Hindu,
dan Cina. Sebagaimana, dikemukakan para pemikir Islam, bahwa Islam itu agama yang inklusif,
bersikap terbuka dan toleran guna memperkaya khazanah peradaban itu sendiri. Karakteristik Islam
seperti ini, yang membangun orang Islam masa itu memiliki kepercayaan diri (self confident)
demikian tinggi serta terbebas dari sifat rasa rendah diri (inferiority complex) untuk berhadapan
sekaligus berinteraksi dengan peradaban lainnya. Dengan karakteristik seperti itu, menyebabkan
kehadiran Islam tidak diiringi dengan penghancuran peradaban lokal negeri yang dibebaskan. Islam
membiarkan, bahkan dalam tingkat tertentu, memperkaya peradaban negeri yang dibebaskannya.
Dengan demikian, karakteristik Islam yang seperti itu, secara gemilang berhasil menaklukkan,
mempersatukan dan menyintesiskan berbagai peradaban dunia yang tumbuh subur dari kawasan
Andalusia Spanyol hingga dataran Cina.

Dengan demikian posisi umat Islam menerima secara kreatif warisan Yunani-Romawi, juga warisan
peradaban negeri-negeri taklukan lainnya, karena watak mereka yang kosmopolis dan universalis.
Sebagaimana yang ditulis Nurcholish Madjid, memandang diri mereka sebagai bagian dari seluruh
kemanusiaan universal dan yang berada dalam lingkungan kewarganegaraan dunia. Dalam wujud
historisnya sikap kosmopolitan dan universal itu, mengutip Halkin: “Adalah pujian untuk orang-orang
Arab (baca: Muslim) bahwa meskipun tidak memandang hina peradaban negeri yang mereka
taklukan. Kekayaan budaya Syiria, Persia, dan Hindu mereka adaptasi ke bahasa Arab segera setelah
mereka temukan. Para khalifah, gubernur dan lain-lain menjadi pelindung para sarjana yang
melakukan kegiatan penerjemahan, sehingga sangat luas ilmu bukan Islam dapat diperoleh dalam
bahasa Arab.

Montgomery Watt mencatat kegiatan penerjemahan ini berlangsung sekitar dua abad. Di masa
kekhalifahan Abbasiyah buku-buku ilmu pengetahuan Yunani diterjemahkan secara besar-besaran.
Khalifah Al-Ma’mun (813-833), bahkan mendirikan lembaga terjemah bernama Bait al-Hikmah (Balai
Kearifan). Selama dua abad masa penerjemahan itu telah ratusan ribu naskah berbahasa Yunani,
Syiria, Romawi, Ibrani, dan bahasa-bahasa non-Arab lainnya berhasil diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab.

Padahal sebelum abad XIII Eropa masih diliputi abad-abad kegelapan (dark ages), tradisi ilmiah masih
dianggap musuh-musuh agama dan pengkhianatan terhadap ajaran Al Kitab dan Yesus Kristus. Eropa
mulai terjadi proses pencerahan intelektual (intellectual enlightenment) setelah terjadi kontak dan
interaksi intensif dengan peradaban Islam, baik melalui perdagangan maupun pengiriman
mahasiswa Barat ke dunia Islam. Maka dalam konteks ini, Perang Salib selama dua abad merupakan
salah satu tonggak penting dalam proses interaksi antara peradaban Islam dengan Barat (Kristiani).
Perang itu memberikan implikasi terjadinya kontak dagang. Selain itu, pertumbuhan Merkantilisme
dan proses pertukaran budaya meskipun tidak seimbang di antara dua peradaban. Selama tujuh
abad (abad VIII-XV), peradaban Islam Spanyol berhasil mentransmisikan kebesarannya ke penjuru
Eropa. Proses itu terjadi juga di pusat peradaban Islam lainnya, Sicilia, Kairo, Baghdad dan
Alexandria. Barat kemudian berhasil meruntuhkan tembok-tembok dogmatis yang mengkungnya
selama berabad-abad dan mulai merintis jalan bagi usaha-usaha pengembangan pemikiran serta
tradisi keilmuan.

Barat (Eropa) selama ratusan tahun menyangkal kontribusi warisan intelektual peradaban Islam ini.
Hanya baru-baru ini saja mulai muncul banyak sarjana kritis Barat yang secara objektif
memperlihatkan bahwa Islam ternyata berperan penting menumbuhkan tradisi keilmuan dan
peradaban Barat. Di antara mereka adalah Roger Garaudy, Bernard Lewis, Maurice Bucaille, Marcel
Boisard, Betrand Russeli, Massignon, dan lain-lain. Graudy menyatakan bahwa zaman Renaisans
tidak mewarisi secara langsung ajaran kebudayaan Yunani, sebab baru setelah terjemahan dan
komentar sarjana dan filsuf Islam terhadap karya-karya besar pemikir Yunani kemudian dijadikan
objek kajian akademis di zaman Renaisans. Maka Islam telah memindahkan ke Barat suatu
peradaban yang telah dikelola selama seribu tahun. Perpindahan peradaban dari Spanyol dan Sicilia
ke Barat dimungkinkan karena usaha-usaha terjemahan itu dilakukan atas perintah Alphone X Raja
Sicilia. Di Sicilia Michel Scotus menerjemahkan karya Ibnu Sina, kitab Al Hayawan (Live des animaux)
dan karya Ibnu Rusyd, Syarah, berisi komentar Rusyd terhadap karya-karya Aristoteles. Karya-karya
pemikir Islam inilah yang kemudian dijadikan titik tolak pandangan Barat tentang alam.
Ibnu Khaldun, penyumbang tradisi pemikiran kepada Barat, melalui karya monumental
Muqaddimah, kepada Barat. Khaldun telah menyumbangkan metodologi ilmiah berupa kajian
teoretis empiris di bidang ilmu-ilmu sosial. Sarjana Muslim ini yang selayaknya perintis kajian
sosiologi empiris, bukan August Comte yang lahir beberapa abad sesudahnya. Dalam metodologinya,
Khaldun mengutamakan data empiris, verifikasi teoritis, pengujian hipotesis, dan metode observasi
yang ke semuanya merupakan dasar-dasar pokok dalam penelitian keilmuan Barat dan dunia pada
umumnya. Menurut Graudy, Khaldun telah menunjukkan betapa adanya pengaruh iklim, geografi,
dan keadaan ekonomi terhadap kehidupan bangsa-bangsa. Mempelajari struktur dan fungsi
masyarakat bertitik tolak dari pembagian kerja, peranan solidaritas sosial (ashabiyah) dalam
pembentukan negara dan kehancuran kekuasaan imperium, serta membuktikan bahwa perbedaan
cara mencari kehidupan akan mempengaruhi adat kebiasaan dan pikiran bangsa-bangsa. Khaldun
juga telah memberikan formulasi teoritis mengenai paham materialisme sejarah yang dalam kajian
pemikiran politik Barat dikembangkan oleh Karl Marx serta Fredrich Engels.

Ibnu Haitham (Al Hazen) (965–1039) juga diakui sebagai ilmuwan Muslim yang berhasil
mencerahkan tradisi pemikiran ilmiah Barat. Haitham dilahirkan di Basrah, Irak dan wafat di Kairo,
Mesir adalah ahli matematika, astronomi serta ilmu optik. Pengetahuannya telah membuka jalan
bagi Barat untuk merintis sains eksperimental. Roger Bacon, pemikir Barat yang memperkenalkan
dan merintis metode eksperimental di Barat, belajar dari karya-karya Haitham ketika masih menjadi
mahasiswa di universitas Spanyol Islam. Karya Opus Magnusnya banyak mengutip pendapat
Haitham, terutama yang berhubungan dengan filsafat.

Barat juga berulang budi kepada Islam dalam bidang filsafat Rasionalisme. Barat mengenal
Rasionalisme setelah terjadi gelombang pengaruh intelektual dari dunia Islam pada akhir abad XII,
dengan diperkenalkannya ajaran Ibnu Rusyd (Averroes) di kalangan terpelajar di Western
Christendom. Bagi dunia Barat Kristiani. Ibnu Rusyd merupakan awal, sedangkan bagi dunia Islam,
tokoh ini merupakan akhir suatu perkembangan pemikiran filsafat. Ibnu Rusyd adalah rasionalis
pengikut aliran Mu’tazilah yang gagasannya sangat kuat dipengaruhi Aristoteles. Melalui Ibnu Rusyd
dunia Barat mulai menganut kebebasan berpikir dan menyerap kekayaan intelektual Yunani kuno.
Ajaran ibnu Rusyd mengenai kekekalan benda (enternity of matter) dan kefanaan jiwa (immortality
of the soul) atau Panteisme (Pantheism) telah melahirkan banyak pemikir bebas (freethinkers) dan
sangat berpengaruh kepada kalangan pemikir Eropa seperti Albertus Magnus dan Thomas Aquinas.

Di bawah pengaruh Ibnu Rusyd, Aquinas secara cerdas mengadopsi secara sistematis tradisi
keilmuan Islam menjadi bagian integral teolog skolastik ortodoks Kristiani yang dikembangkannya di
Eropa pada abad pertengahan. Kuatnya pengaruh Ibnu Rusyd terhadap peradaban Eropa (Barat)
diibaratkan Tan Malaka seperti pengaruh Marxisme pada zaman sekarang. Para murid Kristiani yang
selesai belajar ilmu pengetahuan dari filsuf Ibnu Rusyd serta Muslim Arab Andalusia (Spanyol)
kemudian kembali ke Eropa dianggap sebagai kaum revolusioner oleh pendeta-pendeta Kristiani di
negerinya. Sebab kedatangan mereka membawa perubahan besar dan radikal bagi Eropa.

Untuk peradaban politik Barat masa kini, era modern, di tengah berkembangnya globalisasi. Islam
dengan ajaran dan peradabannya, tetap hidup dan selalu bertahan dengan orisinalitas dan caranya.
Ada kesamaan, tetapi memiliki perbedaan, bahkan “resistensi” pemikiran dengan Barat dalam
mewujudkan apa yang kita kenal dengan era globalisasi yang kini sedang dilalui. Ada perbedaan,
pertentangan bahkan benturan peradaban pemikiran politik antara Islam dan Barat adalah suatu
keniscayaan, karena memang berkaitan dengan filsafat, cara pandang sampai kepada ideologinya
berbeda.
Ada kesan dari kalangan pemikir Islam membangun “saling pengertian” untuk mencari persesuaian
antara Islam dengan Barat. Di antara mereka ada yang melakukan upaya “adopsi” seperti
Mohammad Assad (Leopol Wes) dalam bukunya Asas-asas Negara dan Pemerintahan dalam Islam,
atau upaya melakukan modifikasi dalam batas-batas tertentu, saat yang bersamaan terjadi
resistensi, seperti tampak dalam pandangan Mujadid besar Abul A’la Al Maududi dari kalangan
pemikir Islam Suni, kemudian Imam Khomeini dari kalangan Islam Syiah.

Sumber referensi:

Sumber Buku :

Webster, Hutton. 2021. “World History Sejarah Dunia Lengkap”. Yogyakarta: Indoliterasi.

Djaja, Wahyudi. 2012. “Sejarah Eropa Dari Eropa Kuno Hingga Eropa Modern”. Yogyakarta: Ombak.

Wise Bauer, Susan. 2016. “Sejarah Dunia Abad Pertengahan – Dari Pertobatan Konstantinus Sampai
Perang Salib Pertama”. Jakarta: Gramedia.

Syam, Firdaus. 2007. “Pemikiran Politik Barat Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan Pengaruhnya Terhadap
Dunia Ke-3”. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai