1611031148-Bab 1 Pendahuluan PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada era digital saat ini yang lebih dikenal dengan era revolusi industri 4.0,

suatu negara dapat bersaing dengan negara lain apabila memiliki kualitas sumber

daya manusia yang unggul. Sumber daya manusia (SDM) memiliki kunci utama

dalam mengemban dunia pendidikan. Mengembangkan sumber daya manusia

dapat dilakukan dengan beberapa faktor. Salah satu diantaranya yaitu pendidikan.

Pendidikan yang dimiliki manusia dapat mewujudkan semua potensi dirinya baik

sebagai makhluk individual maupun sebagai makhlik sosial.

Pendidikan sangatlah penting bagi keberlangsungan hidup seseorang.

Rahmadani (2017) menyatakan bahwa pada hakekatnya pendidikan merupakan

suatu usaha sadar yang dilakukan manusia secara terus menerus (sepanjang hayat)

dalam kehidupannya agar mampu mempertahankan jati diri, eksistensi, dan

bertahan hidup. Pendidikan juga dapat disebut sebagai proses memanusiakan

manusia, dimana melalui pendidikan seseorang dapat mempertahankan kualitas

diri dan meningkatkan eksistensinya diri terhadap lingkungan sekitarnya. Jadi

pendidikan sangatlah kekal dan mutlak harus dimiliki oleh semua manusia.

1
2

Hal ini bertujuan untuk mengarahkan pendidikan agar mampu menyiapkan

lulusan yang mandiri dan handal baik dari segi peserta didik dan pendidik itu

sendiri. Untuk itulah segala upaya ditempuh demi memajukan pendidikan di

negeri ini. Masing-masing guru dituntut untuk memiliki kualitas dan

keprofesionalan untuk menjalankan tugasnya mendidik putra-putri bangsa.

Sehingga perlu adanya persiapan tenaga-tenaga kerja, bukan saja tenaga yang

handal dalam akademik akan tetapi berbudi luhur dan cinta tanah air, yang

nantinya akan menjadi calon tenaga kerja yang profesional dalam mengemban

tugas negara dan bertanggung jawab serta taat dengan aturan yang berlaku. Untuk

mencapai tujuan tersebut, maka yang paling utama dibutuhkan untuk kemajuan

sumber daya manusia suatu negara adalah proses belajar.

Pendidikan adalah barometer pembangunan. Keberhasilan pendidikan dapat

diprediksi dari tingginya kualitas sumber daya manusia. Berhasil atau tidaknya

suatu pendidikan itu dapat dilihat dari luaran (output) individu tersebut.

Untuk membentuk sumber daya unggul, maka perlu adanya upaya-upaya

yang dilakukan agar dapat meningkatnya kualitas pendidikan. Pada saat ini,

pemerintah sedang berusaha keras untuk dapat meningkatkan mutu dan kualitas

pendidikan di Indonesia. Banyak upaya yang dilakukan, salah satunya yaitu

dengan memberikan pelatihan-pelatihan kepada para pendidik, melakukan

penyuluhan ke lapangan mengenai proses pembelajaran di kelas, memberikan

sarana dan prasarana belajar yang memadai dan representatif bagi sekolah.

Dengan upaya tersebut pemerintah berharap agar Indonesia mampu mencetak

sumber daya unggul dan mampu bersaing dengan negara lain yang lebih maju.
3

Upaya yang penting adalah dengan memberikan pelatihan-pelatihan kepada

tenaga pendidik. Pelatihan-pelatihan yang dimaksud bisa berupa work shop,

seminar model pembelajaran inovatif, dan pelatihan yang lain. Pemerintah

berharap dari tenaga pendidik tersebut akan muncul inovasi-inovasi baru dalam

proses pembelajaran yanag lebih mengutamakan proses daripada hasil akhir.

Belajar merupakan sebuah proses dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa

menjadi bisa dan dari tidak mampu menjadi mampu. Jadi dari hal tersebut,

mengacu kepada perubahan paradigma dari bagaimana proses mengajar yang guru

lebih dominan menyampaikan materi ajar ke arah pembelajaran inovatif dan

bagaimana menstimulasi pembelajaran yang lebih banyak melibatkan siswa

dengan memperhatikan kemampuan dan kebutuhan siswa, sehingga proses belajar

akan lebih bermakna, menyenangkan, dan membuat siswa menjadi lebih aktif dan

siswa akan merasa nyaman dan senang dalam mengikuti pelajaran.

Metode pembelajaran yang kurang melibatkan peran aktif siswa dalam

proses pembelajaran akan berdampak pada kurang maksimalnya kemampuan

berpikir kritis siswa, Hidayah (2016). Untuk dapat membangkitkan kemampuan

berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran adalah dengan mengganti cara

atau model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran di kelas.

Siswa diberikan umpan berupa pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya menjebak

oleh guru, sehingga suasana belajar mengajar yang diharapkan adalah

pembelajaran yang dapat menjadikan siswa sebagai subjek yang dapat berupaya

menggali sendiri permasalahan, sampai menemukan cara memecahkan masalah

yang diberikan oleh guru.


4

Siswa mampu memecahkan sendiri masalah-masalah dari suatu konsep

yang sedang dipelajari melalui informasi baru yang diberikan oleh guru,

sedangkan guru hanya bertindak sebagai motivator dan fasilitator. Situasi belajar

yang diharapkan adalah situasi yang dapat membuat siswa aktif, kreatif, ras ingin

tahuny tinggi, dan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya melalui

permasalahan, pertanyaan menjebak, cerita narasi yang rumit untuk dipahami

maksudnya. Sehingga hal tersebut akan merangsang siswa untuk berpikir kritis,

memecahkan sendiri permasalahan yang ia temui. Maka dari itu ia akan tahu

konsep awal dari pemecahan masalah yang telah ia selesaikan sendiri.

Kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilihat dari aktivitas siswa di dalam

maupun di luar kelas pada saat mengikuti pembelajaran. Salah satunya pada

pembelajaran IPA. Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sering disebut

sains pada hakekatnya adalah produk, proses, sikap dan teknologi yang tidak

hanya sekedar teori tapi IPA lebih menekankan proses. Dengan proses kemudian

menemukan konsep dan menghubungkan dengan pengalaman yang sudah dialami

sendiri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan nyata di lingkungan peserta

didik itu sendiri. Di tingkat pendidikan dasar belum tertangani secara sistematis

dan dilaksanakan secara maksimal proses pembelajaran yang lebih dominan

terhadap peserta didik. Sebagai akibatnya, kemampuan berpikir tingkat tinggi

lulusan SD masih sangat rendah. Karena dasar-dasar berpikir tidak dikuasai

dengan baik, dampaknya dirasakan sampai pendidikan menengah dan pendidikan

tinggi.

Menurut Nurul (2017) masih rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa

pada jenjang sekolah dasar akan mempengaruhi pada jenjang berikutnya. Oleh
5

karena itu, diperlukan transformasi pendidikan IPA yaitu dari belajar dengan

menghafal menjadi belajar berpikir atau dari belajar yang dangkal menjadi

mendalam atau kompleks atau dari belajar membosankan menjadi belajar

menyenangkan dan penuh makna. Peserta didik harus diperkenalkan dengan IPA

sebagai mata pelajaran yang menarik karena bisa membantu untuk memahami

tentang dunia, alam sekitar dan diri sendiri peserta didik. Pembelajaran IPA harus

bisa meningkatkan daya imaginasi, kreatifitas, daya ingat dan yang terpenting

kemampuan berpikir kritis siswa SD.

Banyak hal yang melandasi masih rendahnya kemampuan berpikir kritis

siswa. Salah satunya adalah kurangnya inovasi dan kreatifitas dari guru dalam

menggunakan model pembelajaran dalam penyampaian sebuah materi ajar.

Semakin berkembangnya teknologi informasi saat ini menyebabkan berbagai

perubahan terjadi diberbagai lini kehidupan. Perkembangan juga merambah dalam

dunia pendidikan. Berdasarkan hal tersebut, maka proses pendidikan haruslah

dapat dijalankan sesuai dengan ketentuan yang bersifat mendasar bagi

perkembangan ilmu pengetahuan. Salah satu model pembelajaran yang dapat

dikembangkan dan diadopsi untuk menempatkan siswa sebagai pusat

pembelajaran adalah penerapan model Problem Based Learning. Ngalimun

(2007:173) menyatakan bahwa “PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran

dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar dengan masalah-masalah praktis

atau pembelajaran yang dimulai dengan pemberian masalah dan memiliki konteks

dengan dunia nyata”.

Dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah, berpikir kritis

siswa akan diuji dan rasa ingin tahu siswa akan semakin besar. Dengan pemberian
6

masalah di awal pembelajaran, siswa akan semakin aktif dan mencari sendiri jalan

keluar dari permasalahan yang diberikan. Terlebih jika pembelajaran tersebut

dibantu dengan menggunakan sebuah media visual berupa gambar dan foto yang

semakin memancing rasa penasaran siswa. Model pembelajaran Problem Based

Learning berbantuan media visual seperti gambar-gambar, dan foto-foto yang

menarik akan memudahkan siswa dalam memecahkan suatu masalah. Siswa akan

semakin penasaran sehingga kemampuan berpikir kritis dan prilaku aktif siswa

akan muncul dan mempengaruhi hasil akhir dari proses pembelajaran.

Seperti kenyataannya, berdasarkan hasil observasi dan wawancara bersama

guru wali kelas V sekolah dasar di Gugus VIII Kecamatan Sukasada yang sudah

dilakukan pada hari Sabtu dan Senin, 19 dan 21 Oktober 2019 didapatkan hasil

yaitu pertama, siswa cenderung pendiam dan tidak mau aktif pada saat

pembelajaran berlangsung. Kedua, siswa banyak yang bercanda, mengobrol, dan

lain-lain pada saat guru menyampaikan materi ajar. Ketiga, banyak siswa yang

keluar masuk ruang kelas. Keemapat, banyak siswa yang merusak fasilitas

sekolah seperti mencoret bangku, memukul-mukul kursi pada saat guru

menerangkan pelajaran. Permasalahan tersebut muncul pada diri siswa karena

siswa merasa jenuh dan bosan dengan cara belajar yang diberikan guru yang

bersifat monoton.

Dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan bersama guru wali

kelas V di Gugus VIII Kecamatan Sukasada, adapun temuan yang didapatkan

yaitu 1) Pada saat pembelajaran berlangsung guru lebih sering menyampaikan

teori-teori secara langsung yang membuat pserta didik cenderung pasif dan cepat

bosan ketika mengikuti pembelajaran. Sesuai hasil pengamatan, bahwa setelah


7

menyampaikan tujuan pembelajaran, guru langsung menjelaskan materi yang

terdapat pada buku siswa. Sementara siswa hanya duduk mendengarkan apa yang

disampaikan guru. Ada beberapa yang mencatat, ada yang keluar masuk kelas

dengan alasan ke toilet, dan ada yang bercanda menganggu teman.

2) Guru jarang memberikan permasalahan tentang materi ajar yang dapat

merangsang daya pikir siswa. Guru hanya menyampaikan materi ajar dan

langsung memberikan penjelasan yang bisa disimak dan dicatat oleh siswa. 3)

Guru jarang mengajak siswa belajar di luar kelas dan praktikum tentang IPA.

Guru cenderung mengajarkan teori-teori yang sifatnya hafalan kepada siswa. 4)

Guru kurang mengetahui model, metode dan strategi inovatif yang digunakan

pada saat mengajar. Guru lebih senang menggunakan model pembelajaran

langsung (direct instruction) dalam penyampaian materi ajar. Karena guru tidak

perlu menghabiskan waktu yang cukup lama, dan siswa bisa mendengarkan serta

mencatat penjelasan dari guru. Sehingga guru lebih berpatokan pada buku ajar

baik buku guru maupun buku siswa. Sehingga hal yang terjadi guru lebih dominan

menggunakan metode ceramah, diskusi dan tanya jawab.

Namun jika dipelajari lebih lanjut, masih banyak sekali model pembelajaran

yang lebih inovatif yang dapat digunakan oleh guru dalam pembelajaran

khususnya pada mata pelajaran IPA. Kemampuan guru dalam mengajar dan

mengelola kelas menjadi hal yang paling penting dalam belajar. Proses yang

dilakukan siswa akan mendukung hasil belajar siswa. Jika selama proses

pembelajaran siswa merasa senang, aktif dan seru dalam pembelajaran, maka

secara otomatis minat belajar siswa akan meningkat. Setelah siswa bersemangat

dalam mengikuti pembelajaran, siswa akan tertarik untuk mempelajari materi ajar
8

dengan cara mencari suatu permasalahan atau informasi baik dari buku,

lingkungan, pengalaman, atau sumber-sumber yang lain. Jika siswa sudah

memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, tingkat berpikir siswa juga akan meningkat.

Kemampuan berpikir kritis siswa akan meningkat yang akan mempengaruhi hasil

belajar siswa.

Maka dari itu, untuk menciptakan situasi belajar seperti di atas, penggunaan

model pada saat belajar berpengaruh besar terhadap hasil belajar anak.

Melengkapi hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan, maka dilaksanakan

studi dokumen terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar IPA siswa

SD kelas V di Gugus VIII Kecamatan Sukasada. Berdasarkan studi dokumen

yang dilakukan, diperoleh Nilai Ulangan Tengah Semester (UTS) yang masih

dibawah rata-rata. UTS siswa yang belum memenuhi KKM dapat dilihat pada

Tabel 1.1.

Tabel 1.1
Rata-rata Nilai UTS IPA Kelas V dan Pencapaian KKM

Siswa yang Siswa yang


mencapai belum
No Nama Sekolah KKM Jumlah X KKM mencapai
KKM

T % BT %

1 SD N 1 Kayuputih Melaka 70 29 68,0 15 52% 14 48%

2 SD N 2 Kayuputih Melaka 69 18 69,2 8 55% 10 55%

3 SD N 3 Kayuputih Melaka 70 29 57,2 11 40% 17 60%

4 SD N 4 Kayuputih Melaka 70 13 62,1 10 77% 4 23%

5 SD N 5 Kayuputih Melaka 69 7 53,5 2 29% 5 71%

Jumlah 96 (46)*) 48% (50)*) 52%

(Sumber: Daftar Nilai UTS IPA kelas V di Gugus VIII Kecamatan Sukasada)
9

Catatan: X = Rata-rata Nilai UTS IPA kelas V

T = Jumlah siswa yang nilai UTS sudah tuntas (di atas KKM)

BT = Jumlah siswa yang nilai UTS belum tuntas (di bawah KKM)

% = jumlah persentase siswa yang tuntas dan belum tuntas

*) Angka-angka dalam kurung merupakan jumlah total siswa yang sudah tuntas

dan yang belum tuntas.

Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata UTS IPA

siswa SD kelas V di Gugus VIII Kecamatan Sukasada masih banyak di bawah

rata-rata. Hal ini ditunjukan dari banyak sekolah yang nilai UTS nya di bawah

rata-rata. Seperti SD N 1 Kayuputih Melaka, SD N 3 Kayuputih Melaka. Dari 5

SD yang terdapat di gugus VIII Kecamatan Sukasada, hanya satu sekolah yang

nilai UTS siswanya di atas rata-rata. Permasalahan ini diakibatkan karena masih

rendahnya rasa ingin tahu siswa, kemampuan guru dalam menginovasi model

pembelajaran yang digunakan, dan kemampuan berpikir siswa masih sangat

rendah.

Masalah lain dalam pembelajaran, guru masih sangat minim pengetahuan

mengenai model pembelajaran lain yang bisa digunakan pada saat mengajar. Hal

ini didapatkan dari hasil observasi ketika guru mengajar di kelas yang lebih

dominan menggunakan pembelajaran langsung. Setelah dilakukan wawancara

bersama guru terkait, dikatanlah ia kurang terlalu memahami model pembelajaran

inovatif, karena akan menghabiskan banyak waktu. Maka dari itu guru lebih

dominan menggunakan pembelajaran langsung di kelas dan siswa langsung

menyimak serta mencatat apa yang disampaikan oleh guru.


10

Namun pada akhirnya dampak yang sering dirasakan di sekolah adalah

siswa kurang memahami materi yang diberikan oleh guru. Siswa belum bisa

mengeluarkan pendapatnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diberikan

oleh guru. Siswa belum dapat memberikan suatu kesimpulan melalui suatu

permasalahan yang diberikan. Siswa belum dapat menentukan sumber-sumber

yang tepat untuk memperoleh informasi, siswa juga belum dapat menggabungkan

dan memperkirakan keputusan yang tepat terkait permasalahan yang diberikan.

Hal tersebut berkaitan dengan berpikir kritis siswa yang masih rendah sehingga

diperlukan suatu model pembelajaran inovatif yang dapat melatih kemampuan

berpikir kritis siswa. Dalam hal ini model pembelajaran Problem Based Learning

menjadi salah satu alternatif yang dapat diterapkan oleh guru dalam pembelajaran

di sekolah.

Model pembelajaran Problem Based Learning merupakan salah satu

model pembelajaran inovatif yang menggunakan permasalahan nyata yang dapat

memberikan kondisi dan situasi belajar terasa berbeda. Salah satunya yaitu situsi

belajar aktif, kreatif, dan menyenangkan kepada siswa (Ngalimun, 2017).

Ditegaskan juga bahwa pembelajaran berbasis masalah dirancang berdasarkan

masalah nyata yang ada dilingkungan sekitar siswa atau siswa sendiri yang pernah

mengalami permasalahan tersebut, yang dapat meningkatkan kemampuan

memecahkan masalah, dan keterampilan menerapkan konsep, sehingga dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Ngalimun (2007) menyatakan bahwa PBL dapat juga dikatakan

membangun kemampuan berpikir kritis peserta didik terhadap fenomena yang

disajikan dalam pembelajaran sehari-hari oleh guru di sekolah. Saat ini


11

kemampuan berpikir kritis sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, karena

untuk mengembangkan kemampuan berpikir lainnya, seperti kemampuan untuk

membuat keputusan dan menyelesaian masalah. Banyak fenomena dalam

kehidupan sehari-hari yang perlu dikritisi. Menurut Fisher (2009) Pengertian

berpikir kritis adalah aktivitas terampil dalam mencari masalah atau memecahkan

masalah yang bisa dilakukan dengan lebih baik atau sebaliknya dan pemikiran

kritis yang baik dapat memenuhi beragam standar intelektual, seperti kejelasan,

relevansi, kecukupan, koherensi, dan lain-lain.

Dijelaskan juga bahwa kemampuan berpikir kritis siswa sangat perlu

dikembangkan demi keberhasilannya dalam pendidikan dan dalam kehidupan

bermasyarakat. Keterampilan berpikir kritis dapat dikembangkan atau diperkuat,

melalui pembelajaran. Tidak semua pembelajaran secara otomatis akan

mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Pembelajaran yang mendorong

diskusi dan berpendapat, mengekspresikan gagasan-gagasan, mendorong

kerjasama, mengkaji, menemukan pengetahuan, mengembangkan tanggung

jawab, yang akan mengembangkan berpikir kritis siswa.

Siswa yang sudah terbiasa berpikir kritis, dampak yang sangat dirasakan

adalah ketepatan dan kecakapan ia menyaring informasi, menganalisis dan

menelaah permasalahan yang ia temui dan berdampa pada hasil belajar

meningkat. Kedua hal tersebut yaitu Hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis

siswa sangat erat kaitannya. Semakin siswa mampu mengembangkan kemampuan

berpikir kritisnya, maka aspek kognitif siswa dari menganalisis (C4),

mengevaluasi (C5) dan mencipta suatu hal (C6) akan lebih baik sehingga akan
12

mempengaruhi output yang berdampak positif terhadap hasil belajar peserta didik

itu sendiri.

Berdasarkan uraian tersebut, model pembelajaran Problem Based Learning

yang diterapkan di sekolah dalam suatu pembelajaran dapat memupuk siswa

dalam menghargai pendapat temannya, bekerja sama, berinteraksi, dan tanya

jawab dalam diskusi dalam kerja kelompok, mengamati, membandingkan, dan

mengomunikasikan ide yang dimiliki. Melalui diskusi juga dapat melatih siswa

dalam critical thinking atau berpikir kritis karena dalam PBL siswa dapat

mengemukakan pendapat dan gagasan yang dimiliki. Dampak dari siswa mampu

berpikir kritis adalah hasil belajar yang meningkat khususnya pada pembelajaran

IPA SD.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini akan difokuskan pada

Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning berbantuan media visual

terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar IPA siswa SD kelas V di

Gugus VIII Kecamatan Sukasada Tahun Pelajaran 2019/2020.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang belakang yang dipaparkan di atas dapat

diidentifikasi permasalahan yang muncul dalam pembelajaran IPA di SD, antara

lain.

1. Ketika pembelajaran berlangsung, banyak siswa yang kurang serius dan

sering bercanda mengikuti pembelajaran.


13

2. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SD di Gugus VIII Kecamatan

Sukasada yang belum memadai sehingga menyulitkan guru dalam

mengembangkan model pembelajaran.

3. Hasil belajar IPA siswa sangat rendah.

4. Siswa belum mampu menyampaikan pertanyaan dari suatu permasalahan

dan tanggapan tentang permasalahan tersebut.

5. Siswa cenderung diam dan hanya mendengarkan serta mencatat apa yang

disampaikan oleh guru.

6. Siswa kurang kritis menanggapi dan menyikapi permasalahan yang

diberikan oleh guru.

7. Siswa belum mampu menyimpulkan suatu permasalahn yang diberikan

oleh guru.

8. Pada saat pembelajaran, guru jarang mengajak siswa untuk melakukan

percobaan/eksperimen dalam pembelajaran, sehingga siswa lebih

cenderung menghafalkan teori dan konsep pada pembelajaran IPA.

9. Pemahaman guru yang terbatas tentang model-model pembelajaran

inovatif yang berdampak pada rendahnya kemampuan berpikir kritis

siswa.

10. Belum diketahui model pembelajaran Problem Based Learning

berbantuan media visual dapat berpengaruh terhadap kemampuan berpikir

kritis siswa pada pembelajaran IPA.

11. Belum diketahui model pembelajaran PBL berbantuan media visual dapat

berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA.


14

1.3 Pembatasan Masalah

Ketika melakukan suatu penelitian, perlu adanya pembatasan masalah

terhadap masalah yang akan diteliti. Hal ini bertujuan untuk mengarahkan

peneliti supaya penelitian yang dilakukan tetap terarah sesuai dengan tujuan

yang diharapkan. Pada penelitian ini dibatasi hanya pada rendahnya kemampuan

berpikir kritis dan hasil belajar IPA siswa SD. Sehingga dapat diberikan solusi

dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan

media visual terhadap pembelajaran IPA.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah yang telah

dipaparkan sebelumnya, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1. Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran Problem Based

Learning berbantuan media visual terhadap kemampuan berpikir kritis

IPA siswa SD ?.

2. Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran Problem Based

Learning berbantuan media visual terhadap hasil belajar IPA siswa SD ?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat

diketahui tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Problem Based

Learning berbantuan media visual terhadap kemampuan berpikir kritis

IPA siswa SD.


15

2. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Problem Based

Learning berbantuan media visual terhadap hasil belajar IPA siswa SD.

1.6 Manfaat Hasil Penelitian

Sebagai penelitian eksperimen, adapun manfaat yang diberikan dalam

dunia pendidikan khususnya pembelajaran IPA. Adapun manfaat penelitian ini

adalah sebagai berikut.

1.1.1 Manfaat Teoretis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia

pendidikan dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang

pendidikan, khususnya bidang ilmu pengetahuan yang terkait model pembelajaran

PBL.Kemudian hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan dalam

pembelajaran IPA yang inovatif sehingga belajar merupakan suatu proses

mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman dengan bahan yang

dipelajari.

1.1.2 Manfaat Praktis

Pada penelitian yang dilakukan berdasarkan permasalahan yang telah

dirumuskan dan dianalisis maka secara praktis dapat bermanfaat bagi.

1. Kepala Sekolah

Dapat dijadikan kajian untuk lebih meningkatkan kompetensi guru dalam

pedagogik, dijadikan kebijakan dalam pengambilan ragam atau variasi

model pembelajaran, profesional dalam meningkatkan kemampuan

berpikir kritis siswa SD.


16

2. Guru

Dapat dijadikan pertimbangan untuk memilih model pembelajaran inovatif

dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Selain itu juga

guru dapat mengintegrasikan model pembelajaran dengan pendidikan

karakter pada siswa.

3. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan atau

referensi untuk melakukan penelitian lebihbaik dalam variabel yang sama

atau variabel yang beda.

4. Peserta Didik

Dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa sehingga mampu

mengatasi permasalahan dalam pembelajaran IPA serta dapat

mengembangkan karakter sesuai dengan yang diharpakan.

Anda mungkin juga menyukai