Sejarah HI

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 12

PERTEMUAN II

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL


Oleh:
Anak Agung Sri Utari, SH., MH

I. Pendahuluan
Dalam pertemuan pada bab ini, mahasiswa diajak mempelajari sejarah
perkembangan hukum internasional dan organisasi internasional. Pada akhir pertemuan
ini mahasiswa diharapkan mampu memahami, mendiskusikan dan menjelaskan sejarah
perkembangan hukum internasional pada zaman India Kuno, zaman Bangsa Yahudi,
zaman Romawi, zaman Yunani, Perjanjian Westphalia, Abad ke-18 dan Abad ke-20 serta
sejarah perkembangan diakuinya organisasiorganisasi internasional sebagai subjek
hukum internasional.

II. Capaian Pembelajaran


Setelah mempelajari dan mendiskusikan materi ini, mahasiswa memahami
sejarah perkembangan hukum internasional dari zaman India Kuno hingga abad ke-20
serta perkembangan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional.

III. Indikator Capaian


Setelah mempelajari dan mendiskusikan materi ini, mahasiswa mampu
memahami, mendiskusikan, dan menjelaskan:

a. Sejarah perkembangan hukum internasional pada zaman India Kuno, zaman


Bangsa Yahudi, zaman Romawi, zaman Yunani, Perjanjian

Westphalia, Abad ke-18 dan Abad ke-20;


b. Sejarah perkembangan diakuinya organisasi-organisasi internasional sebagai
subjek hukum internasional.

IV. Penyajian Materi


Materi pembelajaran Bab mengenai Sejarah Perkembangan Hukum
Internasional ini mencakup:
1. Sejarah Perkembangan Hukum Internasional
a. Zaman India Kuno.
b. Zaman Bangsa Yahudi.
c. Zaman Romawi.
d. Zaman Yunani
e. Perjanjian Westphalia.
f. Abad ke-18.
g. Abad ke-20.
2. Sejarah diakuinya organisasi-organisasi internasional sebagai subjek hukum
internasional.

Sebelum memulai pembahasan sejarah perkembangan hukum internasional, ada


baiknya menyimak ilustrasi yang disebutkan oleh Herodotus sebagaimana disampaikan
oleh Stephen C Neff.1

Deskripsi yang disampaikan Herodotus tentang „silent trading‟ antara bangsa


Carthaginian dan sebuah suku di kawasan Afrika Utara sekitar abad keenam sebelum
masehi. Ketika kapal laut bangsa Carthaginian berlabuh di wilayah suku tersebut
kemudian membongkar barang-barang muatan untuk diletakkan di pantai, lalu bangsa
Carthaginian kembali ke kapalnya dan mengirimkan sinyal asap. Suku pribumi akan
datang untuk memeriksa barangbarang tersebut, jika mereka puas, maka mereka akan
menempatkan sejumlah emas sebagai gantinya. Jika mereka tidak puas maka mereka
akan meninggalkan pantai, untuk kemudian bangsa Carthaginian akan menambah
ataupun mengganti barang-barang yang mereka tawarkan. Hal ini berlangsung sampai
kedua pihak sepakat akan jenis dan jumlah barang-barang yang ditawarkan. Pada
akhirnya bangsa Carthaginian akan membawa pulang emas sebagai pembayaran atas
barang-barang yang mereka berikan. Perdagangan ini berlangsung tanpa ada
percakapan antar mereka, oleh karenanya disebut sebagai silent trading.

1 Stephen C Neff, Short History of International Law, h. 4.


http://9jalegal.com.ng/downloads/Cases/International%20Law/A%20Short%20History%20of%20Int
ernational%20Law%20Stephen%20C%20Neff.pdf
Hukum internasional publik sangat terkait dengan pemahaman dari segi sejarah.
Melalui pendekatan sejarah ini, akan diketahui fakta kronologis perkembangan Hukum
Internasional dan kontribusi setiap masa tersebut bagi eksistensi suatu norma hukum
internasional. Hal ini dapat dibuktikan antara lain melalui salah satu sumber hukum
internasional, yaitu kebiasaan internasional.
Sejarah perkembangan Hukum Internasional terbagi ke dalam tiga periode yaitu:
periode kuno, periode klasik dan periode modern. Pada periode kuno kaidah-kaidah
perilaku yang mengatur hubungan masyarakat-masyarakat independen dipandang perlu
dan muncul dari kebiasaan yang ditaati oleh masyarakat dalam hubungan timbal balik,
seperti traktat-traktat, kekebalan para duta besar, peraturan perang ditemukan beberapa
abad sebelum lahirnya agama Kristen.2 Meningkatnya hubungan, kerjasama dan saling
ketergantungan antar negara, muncul negara-negara merdeka baru dalam jumlah yang
banyak sebagai akibat dekolonisasi, berdirinya organisasi-organisasi internasional dalam
jumlah yang sangat banyak telah menyebabkan ruang lingkup hukumintern asional
menjadi lebih luas. Selanjutnya hukum internasional tidak saja mengatur hubungan antar
negara tetapi juga subjek-subjek hukum lainnya.3

Perkembangan Hukum Internasional Modern dapat dilihat dari 400 (empat ratus)
tahun perkembangan kebiasaan internasional dan praktik-praktik negaranegara di
kawasan Eropa, dalam hubungan-hubungan antar mereka dan komunitas-komunitas
mereka. Hal ini dapat dibuktikan dari tulisan ahli-ahli hukum dari abad ke XVI, XVII, XVIII.
Pada masa itu konsep hukum internasional diwarnai konsep kedaulatan nasional, konsep
kedaulatan teritorial, konsep kesamaan penuh serta konsep kemerdekaan negara-
negara. Konsep-konsep tersebut sebenarnya dianut pada sistem ketatanegaraan
negara-negara kawasan Eropa namun akhirnya dianut juga oleh negara-negara kawasan
non Eropa.

Terdapat hubungan yang erat antara hukum internasional dengan masyarakat


internasional. Menurut Mochtar Kusumaatmaja bahwa ”untuk menyakini adanya hukum

2 J.G. Starke, 1995, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh, Penerbit Sinar Grafika,
Jakarta, h.8.
3 Boer Mauna, 2005, Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika

Global, Bandung: Alumni, h. 1.


internasional maka harus ada pula masyarakat internasional sebagai landasan
sosiologis”.

Pada bagian lain dikemukakan juga bahwa: ”Hukum internasional dalam arti luas,
termasuk hukum bangsa-bangsa, maka sejarah hukum internasional itu telah berusia tua.
Akan tetapi bila hukum internasional diartikan sebagai perangkat hukum yang mengatur
hubungan antarnegara, maka sejarah hukum internasional itu baru berusia ratusan
tahun.”4

4.1. Sejarah Perkembangan Hukum Internasional


Sejarah Hukum Internasional dalam perkembangannya mengalami beberapa
periode evolusi yaitu: zaman India Kuno, bangsa Yahudi, zaman Yunani, zaman
Romawi, perjanjian Westphalia dan abad kedelapan belas.

4.1.1. Zaman India Kuno


Dalam kebudayaan India Kuno telah terdapat kaedah dan lembaga hukum yang
mengatur hubungan antar kasta, suku bangsa dan raja-raja. Hukum bangsabangsa pada
zaman India kuno telah mengenal ketentuan-ketentuan yang mengatur kedudukan dan
hak-hak istimewa seorang duta.5 Selain itu juga terdapat pengaturan mengenai
perjanjian-perjanjian, hak dan kewajiban raja dan juga pengaturan hukum perang.
Khusus dalam hukum perang, diatur mengenai perbedaan antara combatan dan non
combatan, juga ketentuan-ketentuan mengenai perlakuan terhadap tawanan perang dan
cara melakukan perang (the conduct of war).6

Pada zaman ini, seorang raja dalam mengadakan hubungan dengan raja lainnya
telah diatur oleh kebiasaan yang dinamakan Desa Dharma. Pujangga yang terkenal pada
saat itu adalah Kautilya atau Chanakya, yang menulis buku yang berjudul Artha Sastra

4 Arsensius, “Sejarah Perkembangan Hukum Internasional dari Masa Klasik Hingga Masa
Moderen”, 2009, E-Journal Online,
http://jurnal.untan.ac.id/index. php/civika/article/view/401diakses 15/7-2017
5 Duta adalah sebutan bagi wakil raja pada masa itu.
6 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Buku I, Bagian Umum, Binacipta, h.25

(selanjutnya disebut Mochtar Kusumaatmadja I)


Gautamasutra. Buku tersebut memuat tentang hukum kerajaan dan hukum keluarga,
serta hukum kasta. Pada abad ke V Sebelum Masehi muncul undang-undang
Manupada. Undang-undang ini memuat tentang hukum kerajaan, yang mengatur
hubungan antara raja-raja.7

4.1.2. Bangsa Yahudi


Pada zaman ini telah dikenal hukum bangsa-bangsa yang merupakan
kebudayaan Yahudi. Juga telah dikenal ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian,
perlakuan terhadap orang asing dan cara melakukan perang. Ada pengecualian di dalam
hukum perang Yahudi dengan hukum perang secara umum terhadap musuh bebuyutan.
Diperbolehkannya untuk melakukan penyimpangan ketentuan perang pada saat bangsa
Yahudi berhadapan dengan musuh bebuyutan.8

4.1.3. Zaman Yunani


Pada permulaan masa Yunani, proses pembentukan kaidah-kaidah kebiasaan
hukum internasional dari adat-istiadat dan praktek-praktek yang ditaati oleh negara-
negara tersebut dalam hubungan mereka satu sama lain. Pada saat itu banyak muncul
negara merdeka, dan diantara mereka mengadakan hubungan diplomatik satu sama lain
dan hubungan dengan dunia luar maka kemudian berkembanglah sejumlah kaidah
kebiasaan yang berkenaan dengan urusanurusan diplomatik.9

Pada zaman ini juga telah dikenal aturan-aturan yang mengatur hubungan antara
kumpulan-kumpulan manusia yang hidup dalam negara-negara kota. Pada zaman ini
penduduk digolongkan menjadi dua yaitu: golongan Yunani dan orang luar Yunani yang
dianggap sebagai orang-orang biadab (barbar). Masyarakat Yunani sudah mengenal
ketentuan-ketentuan mengenai perwasitan (arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat
perkembangannya. 10

7 http://www.ndraweb.com/2016/03/sejarah-hukum-internasional.html diakses pada tanggal 16/7-


2017
8 Ibid.
9 Ibid.
10 http://www.ndraweb.com/2016/03/sejarah-hukum-internasional.html diakses pada tanggal 16/7-

2017
Sumbangan yang paling berharga dari kebudayaan Yunani bagi perkembangan
hukum internasional adalah Konsep Hukum Alam yaitu hukum yang berlaku secara
mutlak dimanapun juga dan yang berasal dari ratio atau akal manusia. Konsep Hukum
Alam ini adalah konsep yang dikembangkan oleh ahli filsafat yang hidup dalam abad ke
III sebelum masehi, Konsep Hukum Alam diteruskan ke Roma dan Romalah yang
memperkenalkan kepada dunia.11Sebagaimana kita ketahui, ajaran hukum alam ini telah
berperan penting dalam sejarah hukum internasional Mazhab hukum alam memberikan
dasar-dasar bagi pembentukan hukum yang ideal. Dalam hal ini, dengan menjelaskan
bahwa konsep hidup bermasyarakat internasional merupakan keharusan yang
diperintahkan oleh akal budi (rasio) manusia. Mazhab ini sesungguhnya telah meletakkan
dasar rasionalitas bagi pentingnya hidup berdampingan secara tertib dan damai
antarbangsa-bangsa di dunia ini walaupun mereka memiliki asal-usul keturunan,
pandangan hidup, dan nilai-nilai yang berbeda-beda.

“That „natural‟ obligations of justice bacame not those of divine law but essentially
what is necessary for subsistence and self-preservation. Others have focused on consent
as the key to the binding nature of international law. Norms are binding because state
consent that they should be.” 12

4.1.4. Zaman Romawi


Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antar kerajaan-
kerajaan tidak mengalami perkembangan yang pesat pada Zaman Romawi, hal ini
karena pada zaman ini masyarakat dunia merupakan satu imperium yaitu imperium
Roma yang menguasai seluruh wilayah di dalam lingkungan kebudayaan Romawi.
Walaupun demikian hukum Romawi ini sangat penting bagi perkembangan hukum
internasional selanjutnya.13 Hukum Romawi telah menyumbangkan banyak sekali azas
atau konsep yang kemudian diterima dalam hukum internasional.

Dalam hukum Romawi dikenal asas-asas yang berasal dari hukum perdata kemudian
memegang peranan yang penting dalam hukum internasional, seperti occupation,

11 Mochtar Kusumaatmadja I , op.cit, h. 26


12 Rosalyn Higgins, opcit., h. 14.
13 Mochtar Kusumaatmadja I, Ibid, h.27
servitut, dan bona fides, juga dikenal asas pacta sunt servanda, ini merupakan warisan
pada kebudayaan Romawi yang tentunya masih dipergunakan saat ini.

Hukum Romawi menjadi dasar pada sebagaian besar sistem-sistem hukum di Eropa
khususnya negara-negara Eropa Barat dan berpengaruh terhadap perkembangan
hukum internasional masa kini. Namun cikal-bakal dari hukum internasional telah lama
diterapkan oleh kekaisaran romawi, yakni istilah hukum ius gentium yang merupakan
hukum yang mengatur hubungan antara orang Romawi dengan orang yang bukan
Romawi serta antara orang bukan Romawi satu sama lain. Kemudian muncul lagi istilah
ius inter gentes yang mengatur tentang hubungan antara publik dengan individu. 14 Dari
situlah awal munculnya hukum yang mengatur tentang hubungan subyek hukum yang
melintasi batas territorial suatu negara.

Pada abad pertengahan dunia barat dikuasai oleh satu sistem feodal yang berpuncak
pada Kaisar, sedangkan kehidupan Gereja berpuncak pada Paus sebagai kepala Gereja
Katolik Roma. Masyarakat Eropa waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen yang
terdiri dari beberapa negara yang berdaulat dan Takhta Suci, dan sebagai pewaris
kebudayaan Romawi dan Yunani.63 Selain Masyarakat

Eropa Barat saat itu dikenal dua masyarakat besar yang berbeda yaitu Kekaisaran
Byzantium dan dunia Islam. Kekaisaran Byzantium memperkenalkan praktek diplomasi
dan memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum internasional, sedangkan dunia
Islam memberikan sumbangan perkembangan di bidang hukum perang.

Pada periode terakhir kekuasaan Kekaisaran Romawi yang meluas mencakup


hampir seluruh wilayah dunia dan tidak ada satupun negara yang merdeka sehingga tidak
diperlukan adanya hukum bangsa-bangsa. Selama abad pertengahan, terdapat 2 (dua)
hal khusus yang menjadi penghalang evolusi suatu sistem hukum internasional yaitu:

a. Kesatuan duniawi dan rohani sebagaian besar Eropa di bawah Imperium


Romawi Suci (Holy Roman Empire); dan
b. Struktur feodal Eropa Barat, yang melekat pada hierarki otoritas yang tidak hanya
menghambat munculnya negara-negara merdeka akan tetapi juga mencegah

14Mochtar Kusumaatmadja I, Ibid, h.28 63


Mochtar Kusumaatmadja I, Ibid. 64
J.G.Starke, op.cit, h.10.
negara-negara pada saat itu memperoleh karakter kesatuan dan otoritas Negara-
negara berdaulat modern.64

4.1.5. Perjanjian Westphalia


Dalam sejarah hukum, khususnya hukum internasional, Perjanjian Westphalia
merupakan tonggak sejarah dari lahirnya negara-negara modern menurut hukum
internasional. Latar belakang dari lahirnya perjanjian legendaris ini bukan saja
disemangati oleh persoalan-persoalan keagamaan, pertentangan antara agama Katolik
dan Protestan, tetapi lebih jauh dalam soal-soal perkembangan kenegaraan dan
hubungan antara bangsa serta pengakuan internasional.

Selain dapat mengakhiri perang 30 tahun, juga telah membawa dampak besar bagi
perubahan-perubahan peradaban umat manusia dimuka bumi. Beberapa Negara yang
tadinya menjadi satu kerajaan besar, oleh akibat keinginan masyarakat kecil berpecah-
pecah menjadi beberapa Negara. Seperti Negara Eropa bagian barat yaitu Luxemburg,
Belanda dan Belgia (Benelux) yang tadinya bersatu menjadi satu negara. Demikian pula
dengan adanya kerajaankerajaan kecil oleh keinginan masyarakat bersatu menjadi satu
negara, seperti

Italia.15
Bukan itu saja, perubahan-perubahan penting dari sejarah perang 30 (tiga puluh)
tahun adalah solusi-solusi perdamaian dari akibat perang yang lama tersebut serta
adanya kodrat manusia yang ingin berdamai. Perjanjian Westphalia bukanlah solusi
perdamaian yang pertama kali berkembang, namun perjanjian ini merupakan tonggak
sejarah mengakhiri perang 30 (tiga puluh) tahun di Eropa. Demikian pula perjanjian ini
telah menghasilkan dokumen-dokumen penting bagi sejarah umat manusia di muka
bumi. Uni Eropa (European Union) dapat dipandang berasal dari perjanjian ini.
Demikaian pula halnya dengan terbentuknya asosiasi-asosiasi regional banyak mengacu
pada Perjanjian Westphalia ini. Perjanjian Westphalia membangun semangat

15
S.M. NOOR, Sejarah Hukum Internasional, dalam http://www.negarahukum.com/hukum/sejarah-
hukuminternasional.html, diakses pada tanggal 19 Juli 2017.
kebersamaan dalam memandang bahwa perang, kedengkian, pembinasaan dan
pelanggaran hak asasi manusia adalah dosa yang tidak terampuni di muka bumi.
Semangat kebersaman ini tanpa memandang perbedaan agama dan ras.16

Dengan demikian Perjajian West Phalia telah meletakkan dasar-dasar bagi suatu
susunan masyarakat internasional yang baru baik mengenai bentuknya yang didasarkan
atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan kerajaan) maupun mengenai hakekat
dari pada negara-negara itu dan pemerintahannya yakni pemisahan kekuasaan negara
dan pemerintahan dari pengaruh gereja.

Perjanjian Westphalia ini sebagai suatu peristiwa yang mencanangkan suatu


zaman baru di dalam sejarah masyarakat internasional yang tidak ada hubungannya
dengan masa lampau. Perjanjian ini sebagai titik puncak dari suatu proses gerakan
reformasi dan sekularisasi kehidupan manusia, khususnya perebutan kekuasaan duniawi
antara Gereja dan Negara. Dengan demikian, ajaran hukum alam pada hukum
internasional disekulerkan oleh Hugo Grotius untuk memenuhi suatu kebutuhan yang
sangat dirasakan pada waktu itu, yaitu mendasarkan berlakunya hukum internasionalnya
pada hukum alam. Hugo Grotius dengan karyanya yang berjudul “ De Jure Belli ac Pacis”
yang terbit pada waktu terjadinya Perang Tiga puluh Tahun melahirkan sistem organisasi
masyarakat negara-negara yang baru di Eropa. Sebelumnya Francisco Vittoria, seorang
biarawan Dominikan yang berkebangsaan Spanyol dalam bukunya yang berjudul
Relectio de Indis yang memuat tentang hubungan Spanyol dan Portugis dengan orang-
orang Indian di Amerika. Dalam tulisannya tersebut dinyatakan bahwa negara-negara
tidak dapat bertindak sekehendak hatinya, “ius inter gentes” menurutnya tidak hanya
terbatas pada dunia Kristen Eropa melainkan meliputi seluruh umat manusia.17

4.1.6. Abad Ke-18


Mulai bermunculan ahli hukum internasional setelah Hugo Grotius yang terbagi
dalam 2 (dua) aliran, yaitu aliran hukum alam dan aliran positivisme. Menurut Pufendorf
seorang ahli hukum yang berasal dari Belanda, menyatakan bahwa hukum internasional
merupakan bagian dari hukum alam yang berpangkal pada akal manusia mengatur

16 Ibid
17 Mochtar KusumaatmadjaI II , op.cit, h.32
kehidupan manusia kapan saja dan dimana saja ia berada, hidup berorganisasi dalam
negara atau tidak.

Seorang ahli hukum dan filsafat berkebangsaan Jerman bernama Christian Wolf,
mengemukakan teori mengenai Civitas Maxima.18 Seorang guru besar hukum perdata di
Oxford, Zouche, yang pandangannya lebih mementingkan praktik negara sebagai
sumber hukum sebagaimana terjelma dalam kebiasaan dan perjanjian-perjanjian,
walaupun tidak secara mutlak menolak hukum alam. Pandangan berbeda dari seorang
diplomat berkebangsaan Swiss yaitu Emmerich Vattel, dia tidak dapat digolongkan ke
dalam aliran hukum alam maupun aliran positivis dan lebih dikenal eclectic yakni orang
yang memilih segi-segi baik dari kedua aliran tersebut. Pandangan Emmerich Vattel
banyak berpengaruh terhadap perkembangan hukum Internasional, terutama di Amerika
Serikat. Seperti kebiasaan dan perjanjian antarnegara yang berharga sebagai sumber
atau (evidence) hukum.19

Pada abad ini kecenderungan perkembangan di antara para ahli hukum untuk lebih
mengemukakan kaidah-kaidah hukum internasional terutama dalam bentuk kebiasaan
dan traktat, dan mengurangi sedikit mungkin kedudukan “hukum alam” atau “nalar”,
sebagai sumber dari prinsip-prinsip tersebut.70 Zaman ini adalah masa kebangkitan
negara-negara baru yang kuat, baik di eropa maupun di luar Eropa yang ditandai dengan
ekspansi peradaban eropa ke wilayah-wilayah luar benua, modernisasi sarana angkutan
dunia, penemuan-penemuan baru, dan kondisi tersebut membutukan pengaturan dalam
tindakan hubungan-hubungan internasional.

4.2. Abad Ke-20 Mulai Berdirinya Organisasi Internasional


Perkembangan pada abad ini sebenarnya dipengaruhi oleh perkembangan akhir
abad sebelumnya yaitu Konferensi Perdamaian Tahun 1856 dan Konferensi Jenewa
Tahun 1864, yang mempelopori Konferensi Perdamaian Den Haag Tahun 1899 yang
membentuk perjanjian yang berlaku secara umum. Kemudian disusul Konferensi
Perdamaian II pada Tahun 1907 perkembangan hukum internasional terutama di bidang

18Civitas Maxima adalah suatu negara dunia yang meliputi negara-negara.


19 http://digitalcommons.law.lsu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=6015&context=lalrev 70

J.G.Starke, op.cit, h.13


hukum perang. Kedua Konferensi ini juga membentuk Mahkamah Arbistrase Permanen.
Peristiwa penting lainnya pada masa ini adalah pembentukan Liga Bangsa-Bangsa (LBB)
dan Briand Kellogg Pact.

Liga Bangsa-Bangsa didirikan setelah Konferensi Perdamaian Paris 1919, tepatnya


10 Januari 1920. Liga Bangsa-Bangsa ini bertujuan untuk melucuti senjata, mencegah
perang melalui keamanan kolektif, menyelesaikan pertentangan antar negara-negara
melalui negosiasi dan diplomasi, serta memperbaiki kesejahteraan hidup. Selanjutnya
Briand Kellogg Pact yang diadakan pada tanggal 27 Agustus 1928 di Paris berisi
kesepakatan untuk melarang perang sebagai suatu cara mencapai tujuan nasional.

Liga Bangsa-Bangsa gagal untuk mencegah Perang Dunia II, kemudian digantikan
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang didirikan pada tanggal 26 Juni 1945.
Perserikatan Bangsa-Bangsa bertujuan untuk menjaga perdamaian dan keamanan
dunia, memajukan dan mendorong hubungan persaudaraan antarbangsa melalui
penghormatan hak asasi manusia, membina kerjasama internasional dalam
pembangunan bidang ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan, menjadi pusat
penyelarasan segala tindakan bersama terhadap Negara yang membahayakan
perdamaian dunia, dan menyediakan bantuan kemanusiaan apabila terjadi kelaparan,
bencana alam dan konflik bersenjata.

Baik LBB maupun PBB telah menambah dimensi baru pada masyarakat internasional
modern yang sangat besar artinya dalam perkembangan masyarakat internasional yaitu
fenomena organisasi atau lembaga internasional yang melintasi batas-batas Negara dan
mempunyai wewenang dan tugas.20

Pasca Perang Dunia II terbentuknya PBB berpengaruh besar dalam masyarakat


hukum internasional, banyak sekali perkembangan dan kemajuan yang dicapai seperti
lahirnya negara-negara baru (perubahan peta politik dunia, polarisasi masyarakat
internasional), sebelumnya kelompok negara atau bangsa penjajah atau terjajah,
kemudian perkembangan penghormatan atas Hak Asasi Manusia baik yang terbentuk
dalam deklarasi maupun konvensi. Karakteristik evolusi paling akhir dari hukum
internasional adalah bahwa ahli-ahli hukum internasional modern lebih banyak menaruh

20 Mochtar KusumaatmadjaI II, op.cit, h.41


perhatian kepada praktek dan keputusan-keputusan pengadilan. Tetapi dalam kaidah
hukum internasional cendrung ke praktek masa lalu, dapat dilihat dalam Konvensi
Jenewa1958 tetang Hukum Laut, pada Konferensi-konferensi Wina Tahun 1961, 1963
dan Tahun 1968-1969 berturut-turut mengenai Hubungan Hubungan Diplomatik,
Hubunganhubungan Konsuler dan Traktat.21

V. Penutup
Paparan materi di atas menunjukkan bahwa perkembangan hukum internasional
pada awalnya hanya merupakan hukum yang mengatur bangsabangsa yang berlaku
dalam wilayah tertentu kemudian seiring waktu berkembang menjadi hukum antar negara
yang wilayah berlakunya menjadi semakin luas. Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai
organisasi internasional pertama pasca Perang Dunia II saat ini terasa peran dan
manfaatnya, terutama untuk mencegah perang yang berskala luas seperti Perang Dunia
I dan II.

21 J.G.Starke, op.cit, h.15

Anda mungkin juga menyukai