Ojsunik, Journal Manager, 1774-6274-2-CE
Ojsunik, Journal Manager, 1774-6274-2-CE
Ojsunik, Journal Manager, 1774-6274-2-CE
JURMATIS
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Teknik Industri Universitas Kadiri
InformasiArtikel Abstract
Riwayat Artikel : The supply chain is very important in the sustainability of an
industry. Not only large-scale industries, an SME must be able
Received : 5 – Juni – 2021
to run and develop its business supply chain well in order to
Revised : 23 – Juni – 2021
Accepted : 26 – Juni – 2021 have good sustainability. Because SMEs operate in a limited
manner and have a flat structure, the level of complexity in
implementing the supply chain model is also simple but also
complex. Measurement of supply chain performance will be
very helpful for SMEs in running and developing their supply
Kata Kunci : chains. The purpose of this study is to measure the supply chain
Small and Medium performance of the veil SMEs with the make to stock type in
Enterprises (SMEs) order to develop their performance and be able to compete
Supply Chain Operation with other competitors. In this performance measurement,
Reference (SCOR) Supply Chain Operation Reference (SCOR) version 12.0 and
Analytical Hierarchy Process Analytical Hierarchy Process (AHP) are used for the
development of performance measurement models and decision
(AHP)
making. There are 30 matrix indicators for KPI (Key
Performance Indicator). Creating an appropriate initial
hierarchical model for SMEs Kerudung, then calculating the
normalization of the normalization and calculation of AHP to
determine the weight using the Expert Choice 11 Software. In
the core process, which has the greatest influence is the source
performance value of 28.65918439 and the lowest value is the
enable performance value of 4.7.
Abstrak
Rantai pasok menjadi suatu hal yang sangat penting dalam
Untuk melakukan sitasi pada keberlangsungan sebuah industri. Tidak hanya industri skala
penelitian ini dengan format : besar, sebuah UKM harus dapat menjalankan dan
I. Putri and D. Surjasa, mengembangkan rantai pasok bisnisnya dengan baik supaya
“Pengukuran Kinerja Supply
Chain Management
mempunyai keberlanjutan yang baik. Karena UKM beroperasi
Menggunakan Metode SCOR terbatas dan memiliki struktur yang datar, sehingga tingkat
(Supply Chain Operation kerumitan dalam pelaksanaan model rantai pasok nya juga
Reference), AHP (Analytical sederhana tapi juga kompleks. Pengukuran kinerja rantai pasok
Hierarchy Process), Dan akan sangat membantu bagi UKM dalam menjalankan dan
OMAX (Objective Matrix) Di mengembangkan rantai pasoknya. Tujuan penelitian ini untuk
Pt. X,” J. Tek. Ind., vol. 8, no. 1, mengukur kinerja rantai pasok pada UKM kerudung dengan
pp. 37–46,2018. tipe make to stok agar dapat mengembangkan kinerjanya dan
131
1. Pendahuluan
Persaingan dalam industri dan tingkat permintaan yang tidak menentu membuat
industri harus menentukan strategi - strategi dalam menjalankan bisnisnya dengan baik.
Pengembangan dan pembenahan jaringan rantai pasok menjadi salah satu proses bisnis
yang banyak dijadikan tumpuan dalam menjalankan bisnis yang lebih baik. Dari sisi
definisi, manajemen rantai pasok dapat di definisikan sebuah proses bisnis lengkap berupa
siklus yang dimulai dari bahan baku dari pemasok menuju ke pabrik hingga kegiatan
distribusi sampai ke tangan konsumen[1]. Jaringan rantai pasok menjadi banyak perhatian
dari para peneliti dan praktisi terkait peningkatan efektivitas dan efisiensinya pada industri
skala besar, menengah maupun kecil. Dengan adanya ketergantungan yang besar terhadap
rantai pasoknya, pembenahan perlu dilakukan atas dasar keadaan yang ada dengan proses
pengukuran yang tepat. Pengukuran kinerja SCM sangat penting untuk mengurangi biaya-
biaya, memenuhi kepuasan pelanggan dan meningkatkan keuntungan perusahaan serta
untuk mengetahui sejauh mana performansi supply chain perusahaan telah tercapai[1].
Selain itu pengukuran kinerja dapat membantu mengidentifikasi masalah yang ada dalam
rantai pasokan saat ini[2].
Salah satu pendekatan yang digunakan untuk melakukan pengukuran kinerja adalah
dengan model Supply Chain Operations Reference (SCOR)[3]. SCOR diperbarui secara
berkala untuk menyesuaikan perubahan pada proses bisnis rantai pasokan[4]. Model
SCOR terdiri dari proses rantai pasokan standar, atribut dan metrik kinerja standar, praktik
standar dan keterampilan kerja standar[5]. Pembaruan SCOR versi 12.0 disusun dalam
matriks yaitu standar kinerja (reliability, responsiveness, agility, cost, asset management)
dan proses (plan, source, make, deliver, return, enable)[6]. Meskipun sangat sederhana,
132
model SCOR telah terbukti kuat dan tangguh sebagai alat untuk mendeskripsikan,
menganalisis, dan meningkatkan rantai pasok[7]. Untuk menilai dan membandingkan
atribut kinerja dilakukan kombinasi menggunakan metode AHP, adalah salah satu metode
yang umum digunakan untuk memecahkan masalah pengambilan keputusan melalui
penggunaan proses hierarki metrik dan menentukan bobot metrik[8].
Pada penelitian terdahulu, model SCOR telah banyak digunakan diperusahaan besar
seperti yang dilakukan oleh [10] tentang pengukuran kinerja perusahaan pupuk urea, pada
penelitian tersebut dalam menjalankan aktivitas rantai pasoknya mengalami masalah pada
proses pengadaan, produksi hingga pengiriman, seperti keterlambatan waktu produksi.
Penelitian yang lain oleh[1] pada penelitian diperusahaan elektronik ini mengalami
keterlambatan bahan baku dan kecacatan pada bahan baku.
Dari beberapa referensi yang didapatkan pengukuran kinerja pada UKM
menggunakan SCOR versi 12.0 dan AHP dengan proses Make to Stok masih jarang
digunakan, Berbeda dengan perusahaan besar, UKM membutuhkan beberapa penyesuaian
karena UKM beroperasi terbatas, memiliki struktur yang datar, fleksibel dan strategi yang
informal dibandingkan perusahaan besar[11]. Oleh karena itu peneliti melakukan
pengukuran kinerja menggunakan metode SCOR terbaru versi 12.0 oleh APICS[12] yang
diimplementasikan pada UKM Kerudung ini. Hal ini dilakukan untuk menambah
informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
Berdasarkan pada penelitian sebelumnya, didapatkan permasalahan yang sama
seperti pada UKM kerudung yang akan menjadi objek penelitian ini, mengidentifikasi dari
SCM pada UKM ini terdapat beberapa masalah yaitu tidak mempunyai perencanaan yang
matang dari proses pengadaan bahan baku, pada perencanaan produksi juga tidak adanya
safety stok yang membuat pawai bekerja secara cepat dan pengiriman yang terlambat
akibat keterlambatan dari supplier. Untuk itu diperlukan kinerja yang baik terkait dengan
pemenuhan permintaan oleh pelanggan serta persaingan bisnis. Kinerja rantai pasokan
berkaitan dengan aktivitas rantai pasokan yang diperluas dalam memenuhi persyaratan
pelanggan, termasuk ketersediaan produk, pengiriman tepat waktu, dan semua inventaris
dan kapasitas yang diperlukan dalam rantai pasokan untuk memberikan kinerja tersebut
secara responsif.
Pada penelitian ini dilakukan pengembangan untuk pengukuran kinerja dengan
menggunakan metode SCOR terbaru versi 12.0 yang diterapkan pada jenis industri skala
133
kecil menengah atau UKM. Tujuannya adalah untuk mengetahui kinerja rantai pasok pada
UKM pembuatan kerudung dari mulai perencanaan, pengadaan, produksi, pengiriman dan
pengembalian. Dan AHP yang digunakan untuk pengambilan keputusan dan penetapan
prioritas pada suatu proses yang terstruktur. Kemudian hasil dari penelitian ini dapat
berpengaruh dalam memperbaiki kinerja dan meningkatkan efisiensi serta dapat
melakukan benchmarking.
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Supply Chain Management
Supply Chain berkaitan dengan segala aktivitas, alat dan bahan, atau langkah-
langkah yang dibutuhkan suatu produk mulai dari bahan mentah hingga produk jadi
atau produk setengah jadi hingga konsumen, yang dikenal dengan istilah hulu hingga
hilir. Terkait pengadaan bahan baku, pemasok, distribusi bahan baku, pembelian,
produksi, target produksi, hingga distribusi merupakan pembahasan tentang rantai
pasok[13]. Adapun tujuan dari SCM adalah untuk memotong beberapa rantai pasok
yang kurang penting, meminumkan biaya dan menambah produktivitas [14].
2.2 Pengukuran Kinerja Rantai Pasok
Pengukuran kinerja rantai pasok merupakan pengukuran kinerja suatu proses
bisnis disepanjang rantai pasokan dan dibandingkan dengan seperangkat standar
kinerja yang membutuhkan adopsi metrik leading dan lagging terkait proses intra dan
antar organisasinya[15]. Tujuan pengukuran kinerja untuk membantu memonitoring
jalannya aplikasi Supply Chain Management (SCM) agar berjalan dengan baik[16].
Rantai pasok yang efektif merupakan hal yang paling mendasar bagi perusahaan untuk
mempertahankan keunggulan kompetitif secara berkelanjutan[17].
2.3 SCOR versi 12.0 Model
Suatu metode yang digunakan dalam pengukuran kinerja adalah SCOR (Supply
Chain Operation Reference). Dalam model SCOR versi 12.0 yang disusun dalam
matriks 5x6[6] yang memiliki bentuk hierarki dengan beberapa tingkat proses[18].
Terdapat proses - proses dalam rantai pasokan yang didefinisikan ke dalam enam
standar kinerja pada level 1 yaitu plan, source, make, deliver, return dan enable untuk
mengevaluasi kinerja tersebut SCOR memiliki tingkatan matrik pada level 2 yaitu
reliability, responsiveness, agility, asset management dan cost [12]. Pada level 3
terdapat indikator atribut SC atau Key Performance Indicator (KPI) yang
134
mempengaruhi metrik level 2[19]. Di mana dengan ini dapat mengukur kinerja proses
perusahaan secara objektif berdasarkan data - data yang diambil sehingga dapat
dilakukan evaluasi kinerja[20].
Dimana:
Si = nilai indikator aktual yang berhasil dicapai
Smin = nilai pencapaian performansi terburuk dari indikator kerja
Smax = nilai pencapaian performansi terbaik dari indikator kerja
Pada pengukuran ini setiap bobot indikator di konversikan ke dalam interval nilai
tertentu yaitu nol (0) diartikan paling buruk dan seratus (100) diartikan paling baik.
Dengan demikian parameter dari setiap indikator adalah sama, setelah itu didapatkan
suatu hasil yang dapat dianalisa[24].
Tabel 1. Sistem Monitoring Indikator Kinerja
Sistem Monitoring Indikator Kerja
<40 Poor
40 -50 Marginal
135
50 – 70 Average
70 – 90 Good
>90 Excellent
(Sumber: Pengukuran Kinerja Supply Chain Management Dengan Pendekatan Supply
Chain Operation Reference (SCOR) dalam Wigaringtyas)
Menetapkan metrik
Validasi metrik
Kesimpulan
Pada metode penelitian ini dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu (1)pengumpulan data,
(2)pengolahan data, (3) hasil dan kesimpulan.
1) Tahap pengumpulan data, peneliti menggunakan dua tipe pengambilan data pertama
dari data primer, observasi secara langsung dengan melakukan wawancara untuk
mendapatkan data - data yang dibutuhkan agar dapat mengidentifikasi kinerja rantai
pasok dan proses SCM pada UKM kerudung yang bersistem produksi MTO (Make To
Order) dan merancang kerangka pengukuran kinerja rantai pasok kerudung dengan
pendekatan metode SCOR versi 12.0. Yang kedua data sekunder dari referensi
penelitian terdahulu, sumber buku dan internet.
2) Tahap pengolahan data, semua data yang telah dikumpulkan sebelumnya diproses.
Pertama memetakan proses bisnis kerudung (Diagram business scope), hasil pemetaan
digunakan untuk mengatur sekumpulan metrik. Kemudian menetapkan metrik yang
didapatkan dari brainstorming dan kuesioner yang diisi oleh 5 responden yang
mengerti tentang UKM, yaitu pemilik UKM dan karyawannya. Kemudian
menormalkan matriks keputusan atau validasi KPI dengan teknik Snorm de boer untuk
menyamakan nilai KPI yang berbeda. Kemudian membangun struktur hierarki yang
kemudian ditetapkan bobot pada setiap level menggunakan metode AHP dengan
aplikasi expert choice 11 untuk mendapatkan nilai prioritas.
3) Hasil dan kesimpulan, setelah mendapatkan total dari keseluruhan perhitungan kinerja
rantai pasok kemudian memberikan hasil analisis yang menunjang mengenai
pengukuran kinerja dan memberikan kesimpulan tentang hasil dari analisis perhitungan
dan pembahasan kinerja SCM pada UKM tergolong baik atau buruk, dan indikator
mana saja yang memiliki bobot terendah sehingga memerlukan perbaikan.
137
Keterangan :
Aliran informasi
Aliran material
Aliran pengembalian
138
139
RL 3.24 RL 3.42
RL 3.25
RL 3.26
140
Perhitungan nilai akhir kinerja dengan mengalikan skor yang diperoleh dari
perhitungan normalisasi dengan bobot yang diperoleh dari perhitungan AHP.
Tabel 4. Perhitungan nilai akhir atribut kinerja (Level 3)
Level 1 Level 2 Level 3 Bobot Nilai KPI Nilai kinerja level 3 Total
Reliability RL 3.37 1 0 0 0
RS 3.29 0,374 50 18,7
Plan RS 3.28 0,276 70 19,32
Responsiveness 73,02
RS 3.27 0,252 100 25,2
RS 3.26 0,098 100 9,8
RL 3.19 0,267 100 26,7
RL 3.20 0,209 68,4 14,2956
RL 3.21 0,143 100 14,3
Reliability RL 3.22 0,139 100 13,9 91,70023
Source RL 3.24 0,097 100 9,7
RL 3.25 0,071 77,53 5,50463
RL 3.26 0,073 100 7,3
RS 3.8 0,75 100 75
Responsiveness 100
RS 3.139 0,25 100 25
Reliability RL 3.58 1 100 100 100
RS 3.101 0,443 87,5 38,7625
Make Responsiveness RS 3.114 0,169 50 8,45 66,5625
RS 3.142 0,387 50 19,35
Agility AG 3.38 1 100 100 100
RL 3.32 0,284 61,75 17,537
RL 3.33 0,244 100 24,4
Deliver Reliability RL 3.34 0,172 100 17,2 89,137
RL 3.35 0,185 100 18,5
RL 3.42 0,115 100 11,5
141
Responsiveness RS 3.126 1 50 50 50
Cost CO 2.4 1 100 100 100
Responsiveness RS 3.19 1 84 84 84
Return Asset Management AM 3.21 1 80 80 80
Cost CO 2.5 1 100 100 100
Enable Cost CO 3.13 1 100 100 100
(Sumber : Data primer)
142
Dari 30 matrik yang digunakan untuk pengukuran kinerja supply chain pada UKM
Kerudung didapatkan hasil ada 18 metrik indikator termasuk dalam kategori excellent
(nilai skor lebih dari 90), ada 5 matrik indikator termasuk dalam kategori good (nilai skor
antara 70 – 90), ada 6 matrik indikator termasuk dalam kategori average (nilai skor antara
50-70) dan ada 1 matrik indikator yang termasuk dalam kategori poor (nilai skor dibawah
40).
Indikator yang memiliki nilai kinerja yang rendah atau sedang dapat diidentifikasi
penyebabnya untuk meningkatkan nilai. Pada proses plan seperti pada penelitian
sebelumnya diindustri batik[26] pada UKM jarang sekali menggunakan peramalan yang
jelas. Seperti pada UKM Kerudung ini, perencanaan pengadaan bahan baku, perencanaan
produksi dan perencanaan pengiriman dilakukan tanpa melakukan rencana yang baik. Ada
baiknya pemilik UKM lebih mempelajari dari data sebelumnya untuk mengurangi
kerugian. Pada proses make, terdapat perencanaan waktu yang kurang optimal sehingga
menyebabkan proses produksi tidak berjalan tepat waktu. Pada proses deliver, berdampak
dari proses make, pengiriman yang dilakukan terkadang mengalami keterlambatan karena
produk tidak selesai tepat waktu. Pada proses return ini jarang terjadi ada pengembalian
barang dari konsumen, tetapi jika ada pengembalian produk pemilik tidak terlalu
memikirkan biaya pengembalian sehingga berdampak pada profit UKM. Pada proses
enable didapatkan nilai yang rendah karena masalah biaya pada UKM kerudung ini tidak
dilaporkan dengan baik, dengan memperhitungkan biaya pengadaan bahan baku, biaya
produksi, biaya pengiriman, perawatan, upah dan lain-lain. Sehingga keuangan pada UKM
menjadi baik.
5. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil pengukuran kinerja supply chain dengan menggunakan metode
SCOR versi 12.0 didapatkan kesimpulan dari 30 indikator kinerja rantai pasok pada UKM
Kerudung yang terpilih setelah dilakukan scoring dan pembobotan didapatkan total nilai
kinerja rantai pasok sebesar 81,23 yang berarti kinerja rantai pasok pada UKM Kerudung
termasuk kategori Good atau baik dengan indikator nilai diantara 70 – 90. Termasuk
masing-masing nilai kinerja untuk proses inti pada level 1 yaitu Plan 16,31997, Source
28,65918439, Make 12,92501188, Deliver 10,80927911, Return 7,81668 dan Enable 4,7.
Didapatkan nilai kinerja proses tertinggi yaitu Source dan nilai kinerja proses terendah
yaitu Enable.
143
Dari 30 indikator kinerja rantai pasok terdapat 7 indikator kinerja yang masuk dalam
kategori average dan poor , yang berarti UKM Kerudung belum mencapai kondisi yang
baik. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya peramalan yang jelas pada UKM, belum
adanya proses perencanaan pengadaan bahan baku, proses produksi, pengiriman produk
yang baik.
Dari indikator - indikator yang didapatkan diketahui bahwa proses supply chain di
UKM Kerudung masih memerlukan perbaikan di beberapa bagian. Khususnya pada proses
Enable, yaitu dengan melakukan pelaporan keuangan dengan baik, dengan
memperhitungkan biaya pengadaan bahan baku, biaya produksi, biaya pengiriman,
perawatan, upah dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
[1] I. Putri and D. Surjasa, “Pengukuran Kinerja Supply Chain Management
Menggunakan Metode Scor (Supply Chain Operation Reference), Ahp (Analytical
Hierarchy Process), Dan Omax (Objective Matrix) Di Pt. X,” J. Tek. Ind., vol. 8, no.
1, pp. 37–46, 2018.
[2] B. Kocaoglu, B. Gülsün, and M. Tanyas, “A SCOR based approach for measuring a
benchmarkable supply chain performance,” J. Intell. Manuf., vol. 24, no. June 2011,
pp. 113 – 132, 2011, doi: 10.1007/s10845-011-0547-z.
[3] E. Kusrini, M. A. B. Rifai, and S. Miranda, “Performance measurement using
supply chain operation reference (SCOR) model: A case study in a small-medium
enterprise (SME) in Indonesia,” IOP Conf. Ser. Mater. Sci. Eng., vol. 697, no. 1,
2019, doi: 10.1088/1757-899X/697/1/012014.
[4] S. K. Iop and T. Material, “Pengukuran kinerja menggunakan model supply chain
operation reference ( SCOR ): studi kasus pada usaha kecil menengah ( UKM ) di
Indonesia Pengukuran kinerja menggunakan model supply chain operation
reference ( SCOR ): studi kasus pada usaha kecil menenga,” 2021.
[5] M. Afonso, G. M. Pereira, M. Borchardt, R. Inácio, and C. V. Viegas, “A SCOR-
based model for supply chain performance measurement : application in the
footwear industry,” no. March, pp. 37–41, 2015, doi:
10.1080/00207543.2015.1005251.
[6] M. N. Sholeh, A. Nurdiana, B. Dharmo, and Suharjono, “Implementation of
construction supply chain flow based on SCOR 12.0 performance standards,” J.
Phys. Conf. Ser., vol. 1833, no. 1, pp. 1–8, 2021, doi: 10.1088/1742-
6596/1833/1/012012.
[7] H. Zhou, W. C. Benton, D. A. Schilling, and G. W. Milligan, “Supply chain
integration and the SCOR model,” J. Bus. Logist., vol. 32, no. 4, pp. 332–344, 2011,
doi: 10.1111/j.0000-0000.2011.01029.x.
144
[8] B. Kocaoǧlu, B. Gülsün, and M. Tanyaş, “A SCOR based approach for measuring a
benchmarkable supply chain performance,” J. Intell. Manuf., vol. 24, no. 1, pp.
113–132, 2013, doi: 10.1007/s10845-011-0547-z.
[9] F. De Felice, M. H. Deldoost, M. Faizollahi, and A. Petrillo, “Performance
measurement model for the supplier selection based on AHP,” Int. J. Eng. Bus.
Manag., vol. 7, pp. 1–13, 2015, doi: 10.5772/61702.
[10] Chotimah, Purwanggono, and Susanty, “Pengukuran Kinerja Rantai Pasok
Menggunakan Metode SCOR dan AHP Pada Unit Pengantongan Pupuk Urea PT .
Dwimatama Multikarsa Semarang,” Ejournal Undip, vol. 1, no. 1, 2017.
[11] N. Nurhasanah, W. N. Tanjung, E. Ripmiatin, S. A. Wulandari, M. Qibtiyah, and
Meliantika, “Enhancing competitiveness of ready made garment small-medium
enterprises through logistics performance measurement using SCOR method,” 2016
2nd Int. Conf. Ind. Mech. Electr. Chem. Eng. ICIMECE 2016, pp. 123–126, 2017,
doi: 10.1109/ICIMECE.2016.7910431.
[12] Supply chain operations council, “Supply Chain Operations Reference Model 12.0,”
Logist. Inf. Manag., p. 1096, 2017.
[13] E. Kusrini, V. I. Caneca, V. N. Helia, and S. Miranda, “Supply Chain Performance
Measurement Usng Supply Chain Operation Reference (SCOR) 12.0 Model : A
Case Study in A A Leather SME in Indonesia,” IOP Conf. Ser. Mater. Sci. Eng.,
vol. 697, no. 1, pp. 0–10, 2019, doi: 10.1088/1757-899X/697/1/012023.
[14] D. Tri Wigati, A. Budi Khoirani, S. Alsana, and D. Rizki Utama, “Pengukuran
Kinerja Supply Chain Dengan Pendekatan Supply Chain Operation References
(SCOR) Berbasis Analytical Hierarchy Proses (AHP),” J. Ilm. Tek. Ind., vol. 16, no.
2, p. 123, 2017, doi: 10.23917/jiti.v16i2.4118.
[15] F. R. Lima-Junior and L. C. R. Carpinetti, “Predicting supply chain performance
based on SCOR metrics and multilayer perceptron neural networks,” Int. J. Prod.
Econ., vol. 212, no. February, pp. 19–38, 2019, doi: 10.1016/j.ijpe.2019.02.001.
[16] L. D. Wigaringtyas, “Pengukuran Kinerja Supply Chain Management Dengan
Pendekatan Supply Chain Operation Reference (SCOR) Studi Kasus UKM Batik
Sekar Arum, Pajang, Surakarta,” J. Chem. Inf. Model., vol. 53, no. 9, pp. 1689–
1699, 2013.
[17] W. Murniati, W. I. Kurnia, S. Handayani, and S. Ishak, “PENGUKURAN
KINERJA SUPPLY CHAIN PADA INDUSTRI UKM KERAJINAN (Studi Kasus:
Industri Kerajinan Ketak Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Indonesia),” J.
Ind. Eng. Manag., vol. 4, no. 1, p. 1, 2019, doi: 10.33536/jiem.v4i1.262.
[18] H. Maizi, H. Yudie Sastra, and Arhami, “Mapping upstream and downstream
process in the patchouli oil industry using supply chain operations reference model
version 12.0 (SCOR 12.0),” IOP Conf. Ser. Mater. Sci. Eng., vol. 931, no. 1, pp. 0–
8, 2020, doi: 10.1088/1757-899X/931/1/012008.
[19] F. Anjani, M. Zhafari, and Q. Aini, “Evaluation of Supply Chain Management
Performance at MSMEs using the SCOR Method,” INTENSIF J. Ilm. Penelit. dan
Penerapan Teknol. Sist. Inf., vol. 4, no. 2, pp. 159–172, 2020, doi:
145
10.29407/intensif.v4i2.13993.
[20] A. N. Waaly, A. Y. Ridwan, and M. D. Akbar, “Development of sustainable
procurement monitoring system performance based on Supply Chain Reference
Operation (SCOR) and Analytical Hierarchy Process (AHP) on leather tanning
industry,” MATEC Web Conf., vol. 204, 2018, doi:
10.1051/matecconf/201820401008.
[21] A. Hasibuan et al., “Performance analysis of Supply Chain Management with
Supply Chain Operation reference model,” J. Phys. Conf. Ser., vol. 1007, no. 1,
2018, doi: 10.1088/1742-6596/1007/1/012029.
[22] A. Nurhandayani and A. M. Noor, “Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Cv. Vio
Burger Dengan Menggunakan Model Supply Chain Operation Reference (Scor)
Dan Metode Analytical Hierarchy Process (Ahp),” J. Ilm. Teknol. dan Rekayasa,
vol. 23, no. 3, pp. 206–219, 2018, doi: 10.35760/tr.2018.v23i3.2470.
[23] M. Fadil Novar, A. Ridwan Yanuar, and B. Santosa, “SCOR and AHP Based
Monitoring Dashboard to Measure Rice Sourcing Performance at Indonesian
Bureau of Logistics,” 2018 12th Int. Conf. Telecommun. Syst. Serv. Appl., pp. 1–6,
2018.
[24] A. Prasetya, D. Retnoningsih, and D. Koestiono, “Kinerja Manajemen Rantai Pasok
(Supply Chain Management) Keripik Kentang di Industri Kecil Kota Batu,”
Habitat, vol. 30, no. 2, pp. 44–53, 2019, doi: 10.21776/ub.habitat.2019.030.2.6.
[25] L. X. X. Xu and B. L. R. Ma, “AHP based supply chain performance measurement
system,” IEEE Int. Conf. Emerg. Technol. Fact. Autom. ETFA, pp. 1308–1315,
2007, doi: 10.1109/EFTA.2007.4416932.
[26] S. Hidayatuloh and N. N. Qisthani, “Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Industri
Batik Tipe MTO Menggunakan SCOR 12 . 0 Dan AHP Supply Chain Performance
Measurement at Batik Industry MTO Type Using,” vol. 7, 2020.
[27] APICS, “Quick reference guide,” Nurs. Stand., vol. 13, no. 42, pp. 29–29, 2017,
doi: 10.7748/ns.13.42.29.s50.
[28] Sri Hartini, Sawarni Hasibuan, and Kimberly Febrina Kodrat, “Analisis Key
Performance Indicator Sebagai Alat Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Produk
Garam Industri Mengunakan Metode SCOR-AHP,” Talent. Conf. Ser. Energy Eng.,
vol. 2, no. 4, 2019, doi: 10.32734/ee.v2i4.663.
146