Lisna Alvia-Fsh

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 94

PEMIKIRAN POLITIK ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) DAN

PENGARUHNYA TERHADAP POLITIK PARTAI KEBANGKITAN


BANGSA (PKB) SETELAH ERA REFORMASI 1998-2009
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :
LISNA ALVIA
N I M : 1111045200007

KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM


PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM


UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
PEMIKIRAN POLITIK ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR)

DAN PENGARUHNYA TERHADAP POLITIK PARTAI

KEBANGKITAN BANGSA (PKB) SETELAH ERA REFORMASI

1998-2009

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi


Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy).

Oleh :

Lisna Alvia
NIM. 1111045200007

Di Bawah Bimbingan

Dr. Rumadi, M.Ag


NIP: 196903041997031012

KONSENTRASI KETATANEGARAAN
ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH
SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN
HUKUM
UIN SYARIF

ii
PENGESAHAN PANITIA PENGUJI
SKRIPSI

Skripsi yang berjudul PEMIKIRAN POLITIK ABDURRAHMAN WAHID (GUS


DUR) DAN PENGARUHNYA TERHADAP POLITIK PARTAI
KEBANGKITAN BANGSA (PKB) SETELAH ERA REFORMASI 1998-2009.
Telah diujikan dalam
Sidang Munaqosah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada hari Kamis 04 Juni 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Siyasah
Syar’iyah (Hukum Ketatanegaraan Islam).
Jakarta, 04 Juni 2015

Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Asep Saepudin Jahar.


MA NIP:
196912181996031001

PANITIA UJIAN MUNAQOSAH

Ketua : Dra. Maskufa. M.Ag. (......................................)


NIP:196807031994032002

Sekertaris : Rosdiana. M.A (......................................)


NIP:196906102003122001

Pembimbing I : Dr. Rumadi, M.A (......................................)


NIP:196903041997031012

Penguji I : Dr. Khamami Zada. MA (......................................)

iii iii
ABSTRAK

Lisna Alvia, 1111045200007. Pemikiran Abdurrahman Wahid ( Gus Dur)


dan Pengaruhnya Terhadap Politik Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Setelah
Era Reformasi 1998-2009. Hukum Tata Negara Islam (Siyasah), Program Studi
Jinayah Siyasah, Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2014.

Masalah pokok pada penelitian ini adalah pengaruh Gus Dur mengenai
penguatan ideologi pancasila, menata hubungan agama dan politik serta orientasi
dan praktek politik pada PKB, dari awal didirikan PKB sampai Gus Dur wafat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar peran, kekuatan
dan pengaruh Gus Dur dalam partai politik PKB dari tahun 1998 hingga 2009.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan
metode penelitian analitis deskriptif yaitu metode dengan jalan mengumpulkan
data, menyusun atau mengklasifikasi, menganalisis, dan menginterpretasikannya,
dengan menelaah buku-buku baik primer maupun sekunder. Kemudin dilakukan
penelitian lapangan dalam bentuk wawancara dengan pihak yang terkait, yang
mana mereka adalah orang-orang yang mengikuti perjalanan politik Gus Dur di
PKB. Wawancara ini bertujuan untuk memperoleh penjelasan yang lebih spesifik
mengenai data dan informasi yang dibutuhkan untuk pembahasan skripsi. Dalam
wawancara ini penulis juga ingin mendapatkan kesaksian langsung pengalaman
mereka bersama-sama mengawal perjuangan ideologi Gus Dur di PKB.
kemudian hasil data yang diperoleh dari hasil wawancara dijabarkan, diolah dan
dianalisa dengan analis isi dalam penelitian ini. Metode analisis data yang
digunakan adalah metode analisis secara kualitatif.
Hasil penelitian ini bahwa penguatan ideologi Pancasila yang didirikan
Gus Dur pada pembentukkan PKB semata-mata untuk kebaikan partai itu sendiri,
selain itu untuk menjaga keutuhan NKRI dan mensejahterakan masyarakat.
Kemudian dalam menata hubungan antara agama dengan politik pada PKB, Gus
Dur mampu menyeleraskan antara hukum nasional dengan fiqh. Agar PKB dapat
diterima bukan hanya dikalangan warga NU melainkan di nonmuslim pula.
Selanjutnya pengaruh Gus Dur dalam orientasi dan praktik politik PKB sangatlah
besar, karena orientasi PKB yaitu amar ma’ruf nahi munkar. Dalam praktik
politik PKB Gus Dur menuangkan pemikirannya dalam pembuatan prinsip dasar
pada PKB yaitu Mabda’ Siyasi, juga AD/ART, menentukan DPP PKB dan
menentukan caleg, itu Gus Dur adalah salah satu tokoh yang berperan
didalamnya.
Kata Kunci : Pemikiran Politik, Abdurrahman Wahid, PKB
Pembimbing : Dr. Rumadi, M.Ag
Daftar Pustaka : 1984 s/d 2014

i
KATA PENGANTAR

‫ﷲ ِ َ ﻦ ﺣ ْﯿ ِ ﻢ‬ ‫ِﺑﺴ ِﻢ‬
‫اﻟﺮ ﻤ اﻟﺮ‬

‫ﺣ‬

Segala puji hanya milik Allah yang selalu melimpahkan ketenangan serta

ketentraman kepada hati setiap umat. Shalawat serta Salam tak luput selalu

tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW, Rasul yang telah

menyebarkan Islam ke seluruh pelosok dunia, dan yang menyempurnakan akhlak

mulia. Semoga keberkahan beliau selalu mengiringi keluarga, sahabat serta seluruh

pengikutnya hingga akhir zaman.

Dalam proses penyelesaian penulisan skripsi ini tidak sedikit kendala dan

hambatan yang dialami penulis, namun berkat doa, dorongan dari para pihak yang

membantu baik langsung maupun tidak langsung, baik moril maupun materil juga

support yang sangat berharga juga bermanfaat bagi penulis, sehingga penulis mampu

menyelesaikan penulisan skripsi ini hingga akhir. Pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para pembantu Dekan.

2. Ibu Dr. Maskufah, MA, Ketua Program Studi Jinayah Siyasah Jurusan Siyasah

Syar’iyyah.

3. Ibu Rosdiana, MA, Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah Jurusan Siyasah
v
Syar’iyyah.

v
4. Bapak Prof, Dr. Masykuri Abdillah, MA, Dosen Penasehat Akademik.

5. Bapak Dr, Rumadi, M.Ag Dosen pembimbing yang penulis hormati, dengan

keikhlasannya dan kesabarannya beliau selalu memberikan bimbingan kepada

penulis, memberikan banyak ilmu dan waktunya dengan sangat baik, sehingga

banyak pelajaran yang dapat diambil oleh penulis selama masa bimbingan dengan

beliau. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan dan keberkahan kepada

beliau.

6. Bapak Dr. Ali masykur Musa, M.Si M.Hum dan Bapak Hz. Arifin Junaidi yang

sudah bersedia menjadi nara sumber untuk penelitian ini. Semoga Allah selalu

memberikan kesehatan serta nikmatNya kepada beliau.

7. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang memberika kemudahan bagi penulis untuk memperoleh literatur dan

bahan perkuliahan.

8. Perpustakaan PBNU yang diketuai oleh Pak Syatiri Ahmad Hs dan Pojok Gus

Dur oleh pak Atho, yang sudah memberikan banyak bantuan untuk bahan dan

literatur pada penulisan skripsi ini.

9. Kepada keluarga yang saya sangat banggakan, kepada Bapak Suyitno dan mamah

Linah Andriyati tersayang, yang tidak pernah putus akan doa untuk anaknya,

kasih sayang sepanjang masa yang tidak pernah bisa diukur dengan apapun,

kesabaran, serta dukungan baik moril maupun materil kepada penulis. Tak lupa

juga untuk kakak dan adik tercinta Sylwitari Rahmalita dan Muhammad Miftah

v
Fahmi, semoga Allah selalu melindungi dan melancarkan setiap langkahnya.

10. Untuk sahabat terbaik Siti Herawati, Abdul Mun’im Bin Alias, Siti Maesaroh,

Asbullah, Euis Nurnazhofah, dan Siti NurHapipah yang sudah menjadi sahabat

terbaik dikala senang dan susah. Semoga Allah mencerahkan masa depan kalian

semua.

11. Teman-teman seperjuangan SJS khususnya jurusan Ketatanegaraan Islam

angkatan 2011 dan Kepada teman-teman KKN (Kuliah Kerja Nyata) kelompok

PENA 2014 tanpa kalian aku bukan siapa-siapa. Terima kasih atas kerja sama

kalian semua, semoga kita bisa berkumpul lagi di lain waktu dan di kesempatan

yang akan datang.

12. Kepada semua pihak yang sudah membantu penulis, mohon maaf apabila belum

disebutkan. Akan tetapi, penulis berdo’a semoga agar kebaikan dan ketulusan

kalian di balas oleh Allah SWT.

Dalam penulisan skripsi ini mungkin terdapat banyak kekurangan, baik yang

terlihat dan tersembunyi. Akan tetapi, penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat

untuk para pembaca umumnya dan penulis khususnya.

Ciputat, 29 Mei 2015

Penulis

Lisna Alvia

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................ii

ABSTRAK............................................................................................................iii

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................iv

KATA PENGANTAR.........................................................................................v

DAFTAR ISI........................................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah................................................................1


B. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian......................................................4
D. Tinjauan Pustaka............................................................................5
E. Metode Penelitian..........................................................................6
F. Sistematika Penulisan....................................................................9

BAB II PEMIKIRAN GUS DUR


A. Biografi Gus Dur...........................................................................11
B. Pemikiran Politik Gus Dur.............................................................22
1. Gus Dur Tentang Islam dan Negara..........................................24
2. Gus Dur Tentang Islam dan Pancasila......................................26
3. Gus Dur Tentang Islam dan Kemajemukan Bangsa.................29

i
BAB III GUS DUR DAN PARTAI KEBANNGKITAN BANGSA
A. Sejarah dan Ideologi Politik PKB..................................................34
B. Konflik Politik PKB.......................................................................46
C. PKB Dalam Pemilu di Indonesia 1999-2009.................................52

BAB IV PENGARUH PEMIKIRAN GUS DUR TERHADAP POLITIK


PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (PKB)
Pengaruh Gus Dur Dalam Penguatan Ideologi Pancasila yang diperjuangkan61
Pengaruh Gus Dur Dalam Hubungan Antara Agama dan Politik PKB67
Pengaruh Gus Dur Dalam Orientasi Politik dan Praktik PKB70
Faktor-faktor Pengaruh Pemikiran Gus Dur Pada Tubuh PKB74

BAB V PENUTUP
Kesimpulan76
Saran78
DAFTAR PUSTAKA79

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) merupakan ideolog Partai

Kebangkitan Bangsa (PKB). Partai yang berdiri pada awal reformasi 1998 ini,

merupakan partai politik yang lahir dari rahim NU. Gus Dur yang ketika itu

masih jadi Ketua Umum PBNU merupakan figur sentral partai ini. Garis

perjuangan dan ideologinya adalah garis perjuangan yang sejak lama

diperjuangkan Gus Dur.

Gus Dur juga kader terbaik yang dimiliki NU, selain karena wawasannya

yang luas dan banyak pemikiran-pemikiran Gus Dur yang dituangkan pada NU,

Gus Dur juga mempunyai garis keturunan langsung dengan K.H. Hasyim Asy’ri

pendiri NU.1

Gus Dur tidak hanya rajin memproduksi atau mereproduksi gagasan-

gagasan geniune melalui tulisan dan serpihan- serpihan lontaran, tapi juga

mengimplementasikan melalui kepemimpinanya di organisasi Keagamaan NU. 2

PKB merupakan salah satu kekuatan politik yang dapat mengawal

komitmen ke- Indonesiaan, karena PKB mempunyai komitmen total atas

1
Khamami Zada, A. Fawaid Syadzali, Nahdlatul Ulama Dinamika Ideologi dan Politik
Kenegaraan, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010) hal.11
2
Ahmad Suaedy dan Ulil Abshar Abdalla, Gila Gus Dur Wacana Pembaca
Abdurrahman Wahid, (Yogyakarta: LKIS, 2000) hal. 129

1
2

kelangsungan negara dengan konsepsi dasar ideologi Pancasila sebagai kekuatan

politik.3 Gus Dur merupakan figur penting pada partai ini, karena dengan

perangkat ketokohan intelektualitas dan reputasi baik yang dimiliki Gus Dur, ia

mampu membesarkan PKB, yang mampu menata hubungan Islam dengan politik

pada PKB. Tanpa Gus Dur, PKB rasanya sulit untuk tumbuh dan berkembang.4

Visi dan kebijakan-kebijakan politik PKB akan selalu dibawah bayangan

Gus Dur, karena Gus Dur yang mengarahkan dan bahkan menentukan keputusan-

keputusan politik yang telah dan akan diambil oleh PKB. Selain sebagai

pengayom dan pemberi restu bagi berdirinya PKB, Gus Dur secara intelektual

memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk mengarahkan kebijakan atau keputusan-

keputusan politik yang harus diambil oleh PKB.5

Gus Dur juga merupakan seseorang yang diakui sebagai pembela

kebebasan, demokrasi dan HAM yang memiliki reputasi bagus di tingkat

nasional dan internasional. Tentu saja ini memberikan kontribusi yang sangat

signifikan bagi PKB. Karena itu pengaruh Gus Dur dalam PKB sangat dominan.

Maka ideologi Gus Dur akan selalu menjadi pola anutan dan acuan PKB dalam

mengambil kebijakan-kebijakan dan keputusan politiknya.6

3
Mahfud MD, Gus Dur Islam, Politik dan Kebangsaan, (Yogyakarta: LKIS, 2010) hal.
108
4
Faisal Ismail, NU Gusdurisme dan Politik Kiai, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,
1999) hal. 142
5
Faisal Ismail, NU Gusdurisme dan Politik Kiai, hal.151
6
Faisal Ismail, NU Gusdurisme dan Politik Kiai, hal.153
3

Pada tahun 2008 terjadi konflik di dalam tubuh PKB yang cukup rumit.

Pada saat forum Mahfud MD berpamitan untuk menjadi Hakim Konstitusi di

Mahkamah Konstitusi tiba-tiba berubah menjadi rapat rutin gabungan Ketua DPP

PKB yang membahas munculnya isu pihak-pihak yang ingin menggelar

Muktamar Luar Biasa. Isu itu dinilai untuk menggoyang Gus Dur dari Ketua

Umum Dewan Syuro PKB. Rapat internal itu akhirnya berujung pada dicopotnya

Muhaimin Iskandar dari jabatan Ketua Umum Dewan Tanfidz PKB. Konflikpun

berlanjut dan berimplikasi pada dikotomisasi PKB; yaitu PKB kubu Gus Dur

dengan PKB kubu Muhaimin.

Pada akhirnya konflik ini dihentikan oleh Putusan Kasasi Mahkamah

Agung, yang memutuskan struktur kepengurusan PKB kembali ke hasil

Muktamar Semarang 2005. Gus Dur tetap sebagai Ketua Umum Dewan Syura,

dan Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz. 7Dari deskripsi

diatas, jelas bahwa Gus Dur sangat berpengaruh pada percaturan politik PKB,

banyak sekali pemikiran dan pendapat Gus Dur yang dituangkan di dalamnya

sehingga membawa keuntungan terhadap PKB.

Mengingat hingga kini belum ada satu pun skripsi yang membahas tema

ini, penulis merasa perlu menyajikan pembahasan dalam skripsi, dengan judul

“Pemikiran Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Pengaruhnya terhadap

7
http://nasional.kompas.com/read/2008/07/19/03164441/jalan.panjang.konflik.pkb
4

Politik Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Setelah Era Reformasi 1998-

2009”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Masalah utama yang akan diteliti dalam skripsi ini adalah bagaimana

pengaruh KH. Abdurrahman Wahid terhadap Partai Kebangkitan Bangsa?

Masalah utama ini akan diurai dalam tiga sub pokok masalah yaitu:

1. Bagaimana pengaruh Gus Dur dalam penguatan ideologi Pancasila yang

diperjuangkan di PKB?

2. Bagaimana pengaruh Gus Dur dalam menata hubungan Islam dan politik yang

dianut PKB?

3. Bagaimana pengaruh Gus Dur dalam orientasi dan praktik politik PKB?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan yang ingin dicapai pada penulisan skripsi ini, yaitu:

a. Untuk mengetahui pengaruh dan perjuangan Gus Dur dalam penguatan

ideologi pancasila di PKB.

b. Menjelaskan secara komperhensif pengaruh Gus Dur dalam menata

hubungan Islam dan politik yang di anut PKB.

c. Untuk mengetahui pengaruh Gus Dur dalam orientasi dan praktik politik

PKB.

2. Adapun manfaat dari penulisan ini dapat dikemukakan sebagai berikut:


5

a. Sebagai bahan penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh kesarjanaan Program Studi Siyasah Syar'iyyah.

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan studi komparatif dimasa yang akan

datang.

c. Hasil penelitian ini diharapkan punya nilai signifikan bagi pemikir politik

agar dapat membawa hal- hal positif dan menjadikan kaca perbandingan.

d. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan kontribusi sejarah yang baik untuk

partai politik Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

D. Tinjauan Pustaka/ Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan atas sejumlah penelitian

tentang Gus Dur, berikut beberapa research yang dapat penulis kemukakan.

Pertama, berjudul “Peran Politik Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di PKB”

yang ditulis oleh Supriyadi, Jurusan Pemikiran Politik Islam Fakultas Ushuluddin

dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Disini di tulis secara signifikan

besarnya peranan Gus Dur di PKB, sehingga membawa eksistensi PKB keranah

politik yang cukup tinggi dibanding dengan partai yang baru muncul pada saat

itu.

Kedua, skripsi yang berjudul “ KH. Abdurrahman Wahid ( Analisis

terhadap Pemikiran dan Peranan Politik Gus Dur di Indonesia”, ditulis oleh

Nurhidayah, jurusan Sejarah Kebudayaan Islam fakultas Adab dan Humaniora.


6

Disini disampaikan kontribusi besar Gus Dur pada PKB, baik menyumbangkan

pemikiran-pemikirannya hingga kiprah langsung Gus Dur dalam politik PKB.

Ketiga, karya ilmiyah yang berjudul “ Biografi Gus Dur The Authorized

Biography of ABDURRAHMAN WAHID”, ditulis oleh Greg Barton. Barton

memaparkan secara lugas beberapa hal yang terkait dengan biografi Gus Dur.

Keempat, karya ilmiyah yang berjudul “ Ijtihad Politik Gus Dur Analisis

Wacana Kritis” ditulis oleh Munawar Ahmad, dalam buku ini ditulis tidak hanya

mengurai pemikiran politik Gus Dur, tetapi juga mampu memetakan peristiwa

politik dibaliknya.

Perbedaan skripsi ini dengan penelitian-penelitian yang lain adalah

dimana pada penulisan skripsi ini membahas pemikiran-pemikiran Gus Dur yang

dituangkan pada politik PKB. Serta seberapa besar pengaruh Gus Dur dalam

politik PKB, baik dalam ideologinya, hubungan agama dengan politik dan

orientasi politik PKB serta Prakteknya.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian ini adalah sesuatu yang penting dalam penulisan

skripsi. Adapun metode penelitian yang penulis gunakan yaitu metode penelitian

analitis deskriptif yaitu metode dengan mengumpulkan data, menyusun serta

menganalisis, dan kemudian menafsirkannya. Adapun pendekatan yang

digunakan adalah pendekatan normatif dan pendekatan analistis. Pendekatan

normatif adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti melalui teori dan sumber
7

data yang ada, sedangkan pendekatan analistis adalah penelitian yang dilakukan

langsung antara peneliti dan pihak-pihak terkait.

1. Teknis pengumpulan data

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang objek utamanya

berupa buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, norma-norma

yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, majalah, surat kabar, hasil

seminar dan sumber lainnya yang berkaitan secara langsung dengan obyek

yang diteliti.8Pengumpulan data yang akan penulis lakukan melalui beberapa

metode sebagai berikut :

a. Penelitian kepustakaan ( library Research ), yaitu dengan menelaah buku

buku, majalah, artikel, dan literatur lainnya yang berhubungan dengan

masalah yang penulis bahas. Penelitian kepustakaan ini digunakan untuk

mendapatkan data dan sumber yang relevan.

b. Wawancara, dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara langsung

dengan pihak terkait, yang mana mereka adalah orang-orang yang

mengikuti perjalanan politik Gus Dur di PKB. Wawancara ini bertujuan

untuk memperoleh penjelasan yang lebih spesifik mengenai data dan

informasi yang dibutuhkan untuk pembahasan skripsi. Adapun orang-

orang yang akan diwawancara yaitu: (a) Ali Masykur Musa (b) Arifin

Junaidi. Dalam wawancara ini penulis ingin mendapatkan kesaksian

8
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (palu: sinar grafika, 2009)
8

langsung pengalaman mereka bersama-sama mengawal perjuangan

ideologi Gus Dur di PKB.

1. Teknik analisis data

Pada tahap analisis data, data diolah dan dimanfaatkan sedemikian

rupa, agar mampu menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai

untuk menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian. Adapun metode

analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini penulis

menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif dirancang untuk

mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang

(berlangsung). Tujuan utama menggunakan metode penelitian ini untuk

menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat

penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.9

2. Teknik Penulisan Data

Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan yang digunakan

dalam penulisan ini adalah buku “ Pedoman Penulisan Skripsi Syari’ah dan

Hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Jakarta tahun 2012 “.

9
Consuelo G Selvila, dkk, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta:Universitas Indonesia
UI-Press, 2006), h. 71.
9

F. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) bab, yang dari

setiap babnya dibagi menjadi sub-sub bab yang dirinci sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan Dan Perumusan

Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode

Penelitian Dan Sistematika Penulisan.

BAB II : PEMIKIRAN POLITIK GUS DUR

Dalam bab ini membahas tentang Biografi Gus Dur, yang mana akan

menjelaskan tentang perjalanan Gus Dur dalam kancah politik dan

Pemikiran-pemikiran Politik Gus Dur yang dituangkan dalam ranah

politik PKB.

BAB III : GUS DUR DAN PARTAI KEBANGKITAN BANGSA

Materi yang diuraikan pada bab ini yaitu mengenai Sejarah

dan Ideologi Politik PKB yang diperjuangkan oleh Gus Dur,

serta elektabilitas PKB dalam Pemilu di Indonesia 1999-2009

dan Konflik politik dalam PKB.

BAB IV : PENGARUH PEMIKIRAN GUS DUR TERHADAP POLITIK

PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (PKB)

Dalam bab ini membahas mengenai sejauh mana Pengaruh Gus Dur

dalam penguatan Ideologi Pancasila yang diperjuangkan, serta pengaruh

Gus Dur dalam Hubungan antara Agama dan Politik yang ada dalam
1

PKB, dan pengaruh Gus Dur dalam Orientasi Politik serta praktiknya

dalam PKB. Faktor-faktor Pengaruh Pemikiran Gus Dur Pada Tubuh

PKB, sehingga Gus Dur mudah diterima oleh PKB.

BAB V : PENUTUP

Pada Bab Penutup ini berisi kesimpulan dan saran-saran yang memuat

kesimpulan dan rekomendasi. Dalam bab ini juga sampaikan beberapa

pokok-pokok temuan penelitian yang dihasilkan dan serta diakhir

dilengkapi dengan daftar pustaka.


BAB II

PEMIKIRAN POLITIK GUS DUR

A. BIOGRAFI GUS DUR

Pada Oktober 1999, Gus Dur seorang pemimpin Islam terkemuka, yang

terkenal sebagai Intelektual muslim perkotaan modern yang berpikiran liberal,

terpilih menjadi Presiden pertama dalam sejarah Indonesia. Gus Dur juga

memimpin organisasi Islam terbesar di dunia, namun sebagai pemimpin

organisasi Islam terbesar yang terletak di Indonesia, Gus Dur menentang

reformis Islam yang hendak mengukuhkan kembali peran Islam dalam politik. 1

1. Latar Belakang Pendidikan Gus Dur

Abdurrahman Wahid lahir dengan nama Abdurrahman Ad Dhakhil yang

sekarang biasa disebut dengan (Gus Dur), lahir di Denanyar dekat Kota Jombang,

Jawa Timur, pada 07 September 1940, jika menurut penanggalan Islam yaitu
2
pada bulan Sya’ban tepatnya 04 Sya’ban. Ia anak pertama dari enam

bersaudara.

Gus Dur dilahirkan dalam lingkungan keluarga muslim Jawa terkemuka,

karena kedua kakeknya merupakan pemuka agama terkenal yang dianggap

sebagai pemimpin para ulama, dan juga aktif dalam pergerakkan nasionalis

1
John L. Esposito, John O. Voll, Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer, (Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada, 2002) h. 255
2
Greg Barton, Biografi Gus Dur The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid”,
(Yogyakarta : LKIS, 2002) h. 25

11
1

Indonesia. Kakek Gus Dur dari pihak ayahnya Hasyim Asyari, belajar di Mekkah

dan sekembalinya dari sana mendirikan pesantren, yang dikenal juga sebagai

Ulama besar dengan banyak karya tulis baik dalam bahasa arab maupun jawa.

Dia juga pendiri Nahdlatul Ulama. Kakek Gus Dur dari pihak ibu Bisri Syansuri
3
juga belajar di Mekkah dan mendirikan pesantrennya sendiri.

Ayah Gus Dur yaitu Wahid Hasyim seorang tokoh nasionalis terkemuka.

Pada tahun 1939 ia terlibat dalam Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) dan pada

tahun 1947 Wahid Hasyim menjabat sebagai Menteri Agama Republik

Indonesia. Ibunya Gus Dur yaitu Solichah, yang tidak banyak mengenyam

pendidikan, akan tetapi ia selalu ingin tahu dan mempunyai pikiran yang aktif

dan keinginan yang kuat.4

Dengan demikian, secara genetik, baik dari garis keturunan ayah maupun

garis keturunan ibu, Gus Dur merupakan keturunan darah biru “tulen”. Gus Dur

kecil pertama kali menimba ilmu dari kakeknya, KH. Hasyim Asy’ari. Saat

serumah dengan kakenya ia diajari mengaji dan membaca Al-Qur’an. Gus Dur

sudah dikenal lancar membaca Al-Qur’an pada usia lima tahun.5

Pada akhir tahun 1944, ketika Gus Dur baru berusia 4 tahun, ia pindah ke

Jakarta mengikuti ayahnya yang waktu itu menjabat Ketua I Partai Majelis Syuro

Muslimin Indonesia ( Masyumi). Ia masuk ke Sekolah Dasar KRIS yang

3
John L. Esposito, John O. Voll, Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer, h. 256
4
Greg Barton, Biografi Gus Dur, h. 31-41
5
Wawan H. Purwanto, The Power Of Gus Dur, (Bandung: CMB Press, 2010) h. 2
1

sebelumnya pindah dari SD Matraman Perwari. Untuk memperluas pengetahuan

Gus Dur, ayahnya menyarankan mengikuti les privat Bahasa Belanda. Guru les

yang membimbing Gus Dur yaitu seorang mualaf yang bernama Williem

Iskandar Bueller. Untuk menambah pelajaran Bahasa Belandanya, Iskandar

selalu menyajikan musik klasik. Inilah pertama kalinya Gus Dur tertarik musik

klasik. Disamping itu ayahnya menyuruh Gus Dur untuk membaca buku-buku

umum, majalah dan koran untuk mengetahui informasi soal bangsa dan negara.6

Pada tahun 1953 ia masuk SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama)

Gowongan, sekaligus mondok di Pesantren Krapyak. Di sekolah ini pula pertama

kali Gus Dur belajar Bahasa Inggris. Karena merasa terkekang hidup dalam

dunia Pesantren, akhirnya ia minta pindah ke kota dan tinggal dirumah H.

Junaidi, seorang pemimpin lokal Muhammadiyah dan orang yang berpengaruh di

SMEP.

Ketika menjadi siswa sekolah kelanjutan pertama tersebut, minat dan hobi

membaca Gus Dur semakin bersemangat, karena banyak pihak yang selalu

mendorong Gus Dur agar selalu belajar menguasai ilmu pengetahuan dan lain-

lain. Karya-karya yang dibaca oleh Gus Dur tidak hanya cerita-cerita, utamanya

cerita silat dan fiksi, akan tetapi wacana tentang filsafat dan dokumen-dokumen

mancanegara tidak luput dari perhatiannya. Disamping membaca, Gus Dur juga

6
Muhammad Zakki, Gus Dur Presiden Republik Akhirat, (Sidoarjo: Masmedia Buana
Pustaka, 2010) h. 2
1

senang bermain bola, catur dan musik.7 Namun Pada tahun 1953 pula ayahnya

meninggal dunia akibat dari kecelakaan, yang pada saat itu Gus Dur berusia 12

tahun. Ketika kejadian terjadi Gus Dur ikut menemani ayahnya untuk suatu

pertemuan NU di Sumedang.8

Setelah tamat dari SMEP pada 1957, Gus Dur pindah ke Magelang ke

Pesantren Tegalrejo dibawah asuhan Kiai Karismatik dan Kiai Khudori. Disini

Gus Dur belajar secara penuh dengan dunia pesantren berikut segala

keilmuannya. Pada saat yang sama juga ia belajar paruh waktu di Pesantren

Denanyar Jombang di bawah bimbingan kakeknya dari pihak ibu. Proses belajar

Gus Dur di dua Pesantren ini berlangsung selama 2 tahun.

Setelah itu Gus Dur melanjutkan belajar pesantrennya ke Jombang pada

1959. Pondok yang ia tuju adalah Pesantren Tambakberas, dibawah asuhan Kiai

Wahab Hasbullah. Di pondok pesantren ini ia mendapat dorongan untuk

mengajar dan bahkan pernah menjadi kepala madrasah modern, Gus Dur juga

dipekerjakan sebagai jurnalis majalah seperti Horizon dan Majalah Budaya Jaya.

Dari pesantren inilah minat Gus Dur mulai bertambah, tidak hanya pada studi

keislaman tetapi juga tertarik pada tradisi sufistik dan mistik dari kebudayaan dan
9
tradisi Islam.

7
Wawan H. Purwanto, The Power Of Gus Dur, h. 4
8
Greg Barton, Biografi Gus Dur, h. 42
9
Muhammad Rifai, Gus Dur KH. Abdurrahman Wahid Biografi Singkat 1940-2009,
(Yogyakarta: Garasi House of Book, cet 1, 2010) h. 33
1

Pada tahun 1963, Gus Dur mendapatkan beasiswa dari Kementrian

Agama untuk belajar di Universitas Al-azhar di Kairo, Mesir. Sesampainya di

Al-Azhar, Gus Dur diberitahu oleh pejabat kampus bahwa ia harus mengikuti

kelas khusunya untuk memperbaiki bahasa arabnya. Meski sebenarnya ia sudah

banyak belajar bahasa arab, karena tidak memiliki sertifikat tentang hal itu, maka

Gus Dur diwajibkan mengikuti kelas khusus. Sertifikat yang ia bawa dari tanah

air hanya menunjukkan bahwa ia telah lulus untuk beberapa mata pelajaran.

Kelas khusus yang diambilnya memang diperuntukkan bagi pemula yang hampir
10
tidak tahu abjad arab.

Gus Dur menikmati hidupnya di Mesir dengan suka menonton film Eropa

dan Amerika, dan juga menonton pertandingan sepak bola. Gus Dur juga terlibat

dengan Asosiasi Pelajar Indonesia dan menjadi jurnalis majalah asosiasi tersebut.

Pada akhir tahun Gus Dur berhasil menyelesaikan kelas khususnya, ketika itu ia

memulai belajarnya dalam Islam dan bahasa arabnya tahun 1965, Gus Dur

kecewa, karena ia telah mempelajari banyak materi yang diberikan dan menolak

metode belajar yang digunakan Universitas.

Ditengah tidak menentunya studi tersebut, Gus Dur malah mendapat

pekerjaan di Kedutaan Besar Indonesia di Kairo, pada saat ia bekerja, terjadi

peristiwa Gerakan September (G30S). Sebagai bagian dari upaya tersebut,

kedutaan Besar Indonesia di Mesir diperintahkan untuk melakukan investigasi


10
Arif Mudatsir Mandan Miftahuddin, Jejak Langkah Guru Bangsa Abdurrahman
Wahid, ( Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2010) h. 45
1

terhadap pelajar universitas dan memberikan laporan kedudukan politik mereka.

Perintah ini diberikan kepada Gus Dur.11

Hingga akhir tahun 1966, perjalanan studi Gus Dur di Kairo tidak

menemukan jalan terang, dan pada saat itu pun Gus Dur juga menjalin

komunikasi baik dengan seorang gadis, mantan muridnya di Tambakberas,

Nuriyah. Pernikahan Gus Dur baru dilaksanakan pada tahun 1967. Saat itu Gus

Dur sudah tidak lagi di Mesir, melainkan sudah di Baghdad, Irak. Sementara

Nuriyah baru saja menamatkan studinya di TambakBeras. Akhirnya pernikahan

jarak jauh di lakukan, mereka sepakat bahwa mereka akan hidup bersama setelah
12
keduanya menyelesaikan studi mereka.

Tidak puas mengarungi ilmu di Mesir, tahun 1966 Gus Dur melanjutkan

Studinya ke Irak. Gus Dur memilih jurusan sastra Arab di Universitas Baghdad

sampai 1970, dan berhasil meraih gelar Lc. Selama di Baghdad Gus Dur

mempunyai pengalaman hidup yang berbeda. Disana Gus Dur mendapatkan

rangsangan intelektual yang tidak didapatkan di Mesir. Pada saat itu ia kembali

bersentuhan dengan buku-buku besar karya para sarjana orientalis Barat.13

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad tahun

1970, Gus Dur pergi ke Belanda untuk meneruskan pendidikannya. Gus Dur

11
Syamsul Hadi, KH. Abdurrahman Wahid Guru Bangsa, Bapak Pluralisme, (Jombang:
Zahra Book) h. 17
12
Arif Mudatsir Mandan Miftahuddin, Jejak Langkah Guru Bangsa Abdurrahman
Wahid, h. 50
13
A. Mubarok dan Fathurrahman Karyadi, “Biografi Singkat”, A.M.Y. Spe (Editor), Gus
Dur di Mata Keluarga dan Sahabat, (Jombang: Pustaka Tebuireng, 2010) h. 9
1

ingin belajar di Universitas Leiden, tetapi ia kecewa karena pendidikannya di

Universitas Baghdad kurang diakui. Di Belanda Gus Dur menetap selama enam

bulan. Ia sempat mendirikan perkumpulan Pelajar Muslim Indonesia dan

Malaysia yang tinggal di Eropa. Dari Belanda, Gus Dur pergi ke Jerman dan
14
Perancis sebelum ke Indonesia tahun 1971.

2. Perjalanan Politik Gus Dur

Sepulang dari luar negeri pada tahun 1971, Gus Dur kembali ke Jombang

dan menjadi guru di Pesantren Tebuireng, dan pada tanggal 11 September 1971,

pasangan antara Gus Dur dan Nuriyah melangsungkan pesta resepsi perkawinan

mereka. Dan dari hasil perkawinannya mereka dikaruniai empat orang putri.

Mereka adalah Alissa Qotrunnada Munawarah, Syarifah Zanuba Absah, Anita

Chayatunnufus, dan Inayah Wulandari.15

Pada tahun 1974 sampai 1980 ia ditunjuk oleh pamannya HM. Yusuf

Hasyim untuk menjadi Sekretaris Umum Pondok Pesantren Tebuireng. Pada

tahun yang sama Gus Dur mulai menjadi penulis dibeberapa surat kabar,

majalah, dan jurnal. Dalam tulisan-tulisannya, Gus Dur mengembangkan gaya

bahasa yang menggabungkan bahasa harian dan humor dengan topik yang serius.

14
Syamsul Hadi, KH. Abdurrahman Wahid Guru Bangsa, Bapak Pluralisme, h.17
15
Ahmad Bahar, Biografi Kiai Politik Abdurrahman Wahid, ( Jakarta: Bina Utama
Perkasatama Publishing, 1999) h. 8
1

Dalam periode ini pula ia mulai terlibat secara teratur dalam kepengurusan NU
16
dan mengajar di beberapa sekolah lainnya.

Pada tahun 1977 ia dipercaya sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin di

Bidang Praktek dan Kepercayaan Islam di UNHASY (Universitas Hasyim

Asy’ari) Tebuireng, juga sebagai Sekretaris Pondok Tebuireng, saat itu beliau

sudah mulai menjadi penulis, lewat tulisan-tulisannya pemikiran Gus Dur mulai
17
mendapat perhatian banyak orang.

Pada awal tahun 1980 Gus Dur menjadi Sekretaris Syuriah PBNU. Disini

beliau terlibat dalam diskusi dan perdebatan yang serius mengenai masalah

agama, sosial dan politik. Pada saat itu pemerintah masih takut akan sikap

oposisi dari organisasi muslim terbesar ini. Akibatnya, NU terjebak dalam

hubungan yang antagonis dengan pemerintah. Akan tetapi pada akhirnya Gus

Dur mampu mendesain penerimaan asas tunggal dari kalangan NU. Mulai sejak

saat itu hubungan antara NU dan pemerintah mulai agak cair.18

Disamping kesibukkannya di NU, pada awal kedatangannya di Indonesia,

Gus Dur juga mulai memperluas jaringannya dengan dunia Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) dengan beberapa tokoh. Sejak saat itu pikiran-pikiran dan

tindakan Gus Dur menjadi sesuatu yang fenomenal di Indonesia. Keberaniannya

16
Ali Yahya, Gus Dur di Mata Adik-Adiknya, ( Jombang: Pustaka Tebuireng, 2010) h.
21
17
A. Mubarok dan Fathurrahman Karyadi, “Biografi Singkat”, A.M.Y. Spe (Editor), Gus
Dur di Mata Keluarga dan Sahabat , h. 10
18
Al-Zastrauw Ng, Gus Dur Siapa Sih Sampeyan? Tafsir Teoritik Atas Tindakan dan
Pernyataan Gus Dur, (Jakarta: Erlangga, 1999) h. 29
1

menentang arus tindakan masyarakat yang tidak sesuai dengan gagasan dan

pikirannya serta kesetiaanya pada gagasan, komitmennya pada Islam dan nilai-

nilai kebangsaan menjadikan ia sebagai tokoh yang populer dan disegani

sekaligus dimusuhi dan dicaci hingga saat ini.19

Pada awal reformasi membuat Gus Dur tak menyia-nyiakan kesempatan

untuk segera terjun ke dunia politik. maka ia pun mendirikan Partai Kebangkitan

Bangsa (PKB). Partai ini dimaksudkan sebagai wadah Nahdhiyin. Meskipun ia

mengatakan bahwa partai ini adalah partai terbuka, bukan hanya untuk kalangan

NU.20

Peran Gus Dur dalam perpolitikkan di PKB begitu besar, karena dengan

ketokohan Gus Dur ia mampu membesarkan PKB. Sepertinya jika tanpa adanya

Gus Dur mungkin PKB tak akan tumbuh dan berkembang dengan pesat. Bayang-

bayang Gus Dur dalam visi, misi dan perilaku politik PKB sangat dominan. Gus

Dur sangat mempengaruhi gerak langkah PKB dipentas percaturan politik

nasional sejak partai ini berdiri.21

Sejak PKB didirikan pada bulan juli 1998, banyak dari anggota partai ini

yang berharap bahwa Gus Dur akan menjadi Presiden. Paling tidak mereka

mempunyai hak untuk mencalonkan Gus Dur sebagai Presiden. Pada tanggal 7

Februari 1999 akhirnya Ketua Umum PKB, mengumumkan bahwa PKB akan

19
Al-Zastrauw Ng, Gus Dur Siapa Sih Sampeyan?, h. 31
20
Ali Yahya, Gus Dur di Mata Adik-Adiknya, h. 22
21
Faisal Ismail. NU Gusdurisme Dan Politik Kiai, h. 144
2

mencalonkan Gus Dur sebagai Presiden. Gus Dur menjadi Ketua Dewan Syuro

pertama partai tersebut.22

Pada tanggal 20 Oktober 1999, dalam pemilihan Presiden di gedung

DPR-MPR, Gus Dur terpilih sebagai Presiden Indonesia yang ke empat dengan

373 suara. Reformasi pertama yang dilakukan Gus Dur adalah membubarkan

Departemen Penerangan, senjata utama rezim Soeharto dalam menguasai media,

dan membubarkan Departemen Sosial yang korup. Gus Dur juga memberikan

keistimewaan menerapkan syariat Islam kepada rakyat Aceh. Pada Desember,

Gus Dur mengunjungi Jayapura dan merubah nama provinsi Irian Jaya menjadi

Papua. Tak heran jika kini Gus Dur diberi gelar sebagai “ Bapak Orang Papua”

oleh masyarakat Papua.23

Selama menjabat sebagai Presiden, banyak langkah yang telah

dilakukannya untuk mencoba mengubah keadaan negeri ini dan memberikan

ruang kebebasan yang demikian luas, langkah-langkahnya banyak menimbulkan

kontroversi. Banyak orang, baik yang pro maupun yang kontra terhadapnya, yang

tak dapat memahami tindakan-tindakannya. 24Pada akhir November tahun 2000,

151 DPR menandatangani petisi yang meminta pemakzulan Gus Dur.

Pada 1 Februari 2001, DPR bertemu untuk mengeluarkan Nota terhadap

Gus Dur. Nota tersebut berisi diadakannya sidang khusus MPR dimana

22
Greg Barton, Biografi Gus Dur, h. 324
23
A. Mubarok dan Fathurrahman Karyadi, “Biografi Singkat”, A.M.Y. Spe (Editor), Gus
Dur di Mata Keluarga dan Sahabat, h. 21
24 Ali Yahya, Gus Dur di Mata Adik-Adiknya, h. 23
2

pemakzulan Presiden dapat dilakukan. Akhirnya pada 23 juli 2001, MPR resmi

memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri. 25

Setelah berhenti dari jabatannya, Gus Dur tetap berjuang dan tetap

lantang menyuarakan kebenaran. Sebenarnya sudah lama Gus Dur menderita

banyak penyakit, bahkan sejak ia mulai menjabat sebagai presiden. Beberapa kali

Gus Dur mengalami serangan stroke, diabetes dan ginjal. Namun ia selalu bilang

sehat-sehat saja kepada semua orang yang menemuinya.

Pada pemilihan presiden tahun 2004, PKB memilih Gus Dur menjadi

Presiden kembali. Namun Gus Dur dijegal dengan peraturan KPU tentang

kesehatan calon. Pada agustus 2005, Gus Dur menjadi salah satu pemimpin

koalisi politik yang bernama Koalisi Nusantara Bangkit Bersatu. Koalisi ini

mengkritik kebijakan pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono, terutama

mengenai pencabutan subsidi BBM yang akan menyebabkan naiknya harga

BBM dan kebutuhan pokok.

Pada tanggal 23 Desember 2009, Gus Dur mengunjungi teman akrabnya,

KH Mustafa Bisri di Rembang Jawa Tengah, lalu melanjutkan ke Jombang untuk

ziarah ke kakeknya, KH. Wahab Hasbullah. Karena, kelelahan kondisi fisik Gus

Dur drop sehingga harus dirawat di RSUD Swadana Jombang.

Setelah agak membaik, Gus Dur disarankan untuk dirawat di Rumah

Sakit Dr Sutomo Surabaya, akan tetapi batal dan langsung dirujuk ke Rumah

25
A. Mubarok dan Fathurrahman Karyadi, “Biografi Singkat”, A.M.Y. Spe (Editor),
Gus Dur di Mata Keluarga dan Sahabat, h .23
2

Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Hari rabu, 30 Desember 2009, kondisi Gus

Dur dinyatakan kritis pukul 11.00 WIB. Kondisinya memburuk akibat

komplikasi penyakit ginjal dan diabetes yang di deritanya. Pada pukul 18.45

WIB Sesuai keterangan dokter, Gus Dur menghembuskan nafas terakhir.

Kepergian tokoh besar Indonesia ini bukan saja menyedot perhatian

masyarakat di tanah air, namun juga mengejutkan dunia Internasional. Mantan

Presiden RI ke 4 itu banyak menyisakan sejuta kenangan dikalangan teman,

politisi, tokoh agama, dan seluruh lapisan masyarakat di Indonesia maupun di

dunia. 26

B. PEMIKIRAN POLITIK GUS DUR

Memperhatikan latar sosial Abdurrahman Wahid yang lahir dan

dibesarkan dalam kalangan pesantren menjadi wajar bila ia kemudian mengawali

perjalanan intelektualitasnya yang tidak pernah lepas dari kultur tersebut. Hampir

semua perjalanan intelektualitas Gus Dur selalu bersentuhan dengan pengaruh

pesantren atau dalam banyak hal pemikiran-pemikiran sosial keagamaan.

Berbagai bentuk pengalaman hidupnya yang cukup unik telah ikut mengantarkan

proses pematangan pemikiran dan pengembaraan intelektualnya secara


27
mendalam.

26
A. Mubarok dan Fathurrahman Karyadi, “Biografi Singkat”, A.M.Y. Spe (Editor),
Gus Dur di Mata Keluarga dan Sahabat, h. 24
27
Listiyono Santoso, Teologi Politik Gus Dur, (Yogyakarta : Ar- Ruzz Jogjakarta, 2004)
h. 74
2

Abdurrahman Wahid termasuk tokoh intelektual yang memiliki

pandangan dan pemikiran yang berwawasan ke depan. Gagasan-gagasannya

seperti pribumisasi Islam di Indonesia, penghormatan terhadap hak-hak kaum

minoritas, reformasi kultural, demokratisasi, dan juga toleransi keberagamaan

merupakan sejumlah contoh tema aktual yang selalu ditawarkan dalam berbagai

kesempatan.28

Gus Dur juga tokoh yang selalu membuat berita. Wacana-wacana politik

di Tanah Air, rasanya kurang lengkap bila tidak disertai tanggapan atau komentar

Gus Dur. Dalam setiap kesempatan dia sering diminta wartawan baik wartawan

domestik maupun luar negeri, untuk menanggapi atau mengomentari diskursus-

diskursus politik yang hangat dan aktual. Gus Dur sendiri bukannlah tokoh

politik praktis, tetapi lebih menonjol sebagai sosok seorang intelektual, pengamat

dan pemerhati politik.29

Cara pandang Gus Dur dalam menyikapi berbagai persoalan yang ada di

Indonesia bisa dibilang memiliki nuansa yang khas dan spesifik. Gus Dur

walaupun sangat kental mendapat pendidikan dari ilmu-ilmu klasik pesantren,

namun ia mampu memasuki pemikiran modern dan bahkan sering berbagai

pemikiran yang ia lontarkan terkesan sangat berwawasan jauh kedepannya.

28
Ahmad Bahar, Biografi Kiai Politik Abdurrahman Wahid, h. 13
29
Faisal Ismail, NU Gusdurisme dan Politik Kiai, h. 49
2

Walaupun terkadang banyak orang dibuat geleng kepala akibat sikap dan

pemikiran Gus Dur yang sering dibilang “nyeleneh”, namun Gus Dur akan jalan

terus dengan berbagai gagasan- gagasannya itu.30

1. Gus Dur Tentang Islam dan Negara

Pemikiran Gus Dur tentang hubungan agama dan negara sangat menarik,

karena berada di ranah filosofis. Artinya Gus Dur ternyata bukan seorang ideolog

Islam yang mencitakan terbentuknya masyarakat Islami secara total. Bukan pula

kaum sekuler yang hendak memisahkan antara Islam dan negara. Akan tetapi

Gus Dur adalah seorang muslim yang mendasarkan kemanfaatan paling

mendasar dari politik, yakni kesejahteraan manusia, dari sumber-sumber

keislaman. Dengan demikian secara esensial, Gus Dur tidak memisahkan Islam

dari politik meskipun politik tersebut tidak harus berbentuk negara Islam. 31 Gus

Dur menyatakan:

Tidak adanya bentuk baku sebuah negara dan proses oemindahan


kekuasaan dalam bentuk tetap yang ditinggalkan Rasulullah
Muhammad SAW, baik melalui ayat-ayat Al-Qur’an maupun Hadis,
membuat perubahan historis atas bangunan negara yang ada menjadi
tidak terelakkan atau tercegah lagi. Dengan kata lain, kesepakatan
akan bentuk negara tidak dilandaskan pada dalil naqli tetapi pada
kebutuhan masyarakat pada suatu waktu.32

Pada konsep Islam tentang negara, yang diperdebatkan oleh beberapa

pemikir dan yang lainnya. Banyak diajukan pemikiran tentang negara Islam,
30
Ahmad Bahar, Biografi Kiai Politik Abdurrahman Wahid, h. 14
31
Syaiful Arif, Humannisme Gus Dur Pergumulan Islam dan Kemanusiaan,(
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013) h. 151
32
Abdurrahman Wahid, Mengurai Hubungan Agama dan Negara, ( Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia, 1999) h. 56
2

yang berimplikasi pada orang yang tidak menggunakan pemikiran itu maka

dinilai telah meninggalkan Islam. Disini Gus Dur beranggapan bahwa, Islam

sebagai jalan hidup (syari’ah) tidak memiliki konsep yang jelas tentang negara.

Karena sepanjang hidupnya, Gus Dur telah mencari dengan sia- sia makhluk

yang dinamakan Negara Islam itu. sepanjang hidupnya ia belum menemukannya,

jadi tidak salah jika disimpulkan memang Islam tidak memiliki konsep

bagaimana negara harus dibuat dan dipertahankan.

Dasar jawaban itu adalah tiadanya pendapat yang baku dalam dunia Islam

tentang dua hal. Pertama, Islam tidak mengenal pandangan yang jelas dan pasti

tentang pergantian pemimpin. Rasulullah SAW digantikan Abu Bakar tiga hari

setelah beliau wafat melalui bai’at/prasetia.

Kedua, besarnya negara yang dikonsepkan menurut Islam, juga tidak jelas

ukurannya. nabi meninggalkan Madinah tanpa ada kejelasan mengenai bentuk

pemerintahan bagi kaum muslimin. Dari gagasan diatas dapat disimpulkan

bahwa Negara Islam adalah sesuatu yang tidak konseptual, dan tidak diikuti oleh

mayoritas kaum muslimin. Ia pun hanya dipikirkan oleh sejumlah orang

pemimpin yang terlalu memandang Islam dari sudut institusional belaka. 33

Ada tiga pilar pemikiran Gus Dur : (1) keyakinan bahwa Islam harus

secara aktif dan subtansif ditafsirkan ulang atau dirumuskan ulang agar tanggap

terhadap tuntutan kehidupan modern, (2) keyakinannya bahwa, dalam konteks


33
Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita Agama Masyarakat Negara
Demokrasi, (Jakarta: The Wahid Institute, 2006) h. 81
2

Indonesia, Islam tidak boleh menjadi agama negara, dan bahwa (3) Islam harus

menjadi kekuatan yang inklusif, demokratis dan pluralis, bukan ideologi negara

yang eksklusif.34

2. Gus Dur Tentang Islam dan Pancasila

Menurut Gus Dur dalam pandangannya mengenai hubungan agama dan

ideologi negara yang sering di perdebatkan oleh para pemikir-pemikir dari zaman

ke zaman. Gus Dur memaparkan bahwa jalinan sangat kuat antara aspirasi

keagamaan dan aspirasi di luar lingkup keagamaan ( seperti penegak keadilan,

penumbuhan demokrasi, penjagaan kelestarian alam dan pembangunan struktur

ekonomi yang berwatak kerakyatan). Ajaran- ajaran agama justru dijadikan

sumber inspirasional bagi aspirasi “non keagamaan” tersebut dikalangan

gerakan- gerakan keagamaan yang menyajikan alternatif bagi sistem

pemerintahan yang monolitis.35 Gus Dur menulis:

Dalam konteks agama sebagai sumber bagi Pancasila, dengan


pengambilan intinya pada sila pertama, Ketuhanan Yang Maha esa,
maka wajar saja kalau nilai-nilai luhur agama disepar oleh Pancasila,
dan nilai-nilai luhur itulah yang sebenarnya melakukan pengaturan
hubungan antar organisasi, antar golongan, dan antaragama. Jika tidak
demikian, maka akan terjadi kerancuan dan kebalauan dalam pola
hubungan antargolongan, antaragama, dan antar-paham, karena
langkahnya standar atau ukuran baku yang digunakan. Memang masih
harus dilakukan penyesuaian taktis sebelum asas Pancasila diterima
sebagai satu-satunya asas bagi organisasi kemasyarakatan dan
kekuatan sosial politik. Namun, prinsip bahwa Pancasila adalah tolok

34
John L. Esposito, John O. Voll, Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer, h. 264
35
Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan Nilai-Nilai Indonesia dan Transformasi
Kebudayaan, ( Jakarta: The wahid Institute, 2007) h. 164
2

ukur yang standar dalam hubungan antar komponen kehidupan bangsa


adlah sesuatu yang dapat dimengerti.36

Gus Dur menempatkan Pancasila dan Islam secara proposional. Pancasila

adalah landasan konstitusional bernegara. Sementara Islam adalah akidah

kehidupan masyarakat. Sebagai landasan konstitusional, Pancasila tentu tidak

akan mampu mengganti akidah sebab akidah berkaitan dengan dasar keyakinan

hidup yang paling utama, sementara landasan konstitusi terkait dengan

kebutuhan kehidupan kolektif bernegara. Dengan adanya landasan konstitusional,

Pancasila akan menjadi penjamin bagi kehidupan keislaman itu sendiri, dengan
37
ukuran tidak ada peraturan negara yang bertentangan dengan akidah Islam.

Menurut Gus Dur sebagaimana dikutip Syaiful Arif yang menyatakan bahwa:

Pancasila ditempatkan kaum muslim sebagai landasan konstitusional


dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sedangkan Islam menjadi
aqidah dalam kehidupan kaum muslim. Ideologi konstitusional tidak
dipertentangkan dengan agama, tidak menjadi penggantinya dan tidak
diperlakukan sebagai agama. Dengan demikian, tidak akan
diberlakukan UU maupun peraturan yang bertentangan dengan ajaran
agama.38

Gus Dur menjelaskan mengenai hubungan Islam, negara dan pancasila.

Bahwa model hubungan pertama antara Islam dan pancasila itu, yaitu agama

mengejawantah dalam ideologi negara dan pandangan hidup bangsa dan negara

merupakan kerangka kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang seharusnya

diikuti oleh kaum muslimin. Karena, dalam negara yang demikian majemuk

36
Abdurrahman Wahid, Mengurai Hubungan Agama dan Negara, h.94
37
Syaiful Arif, Humannisme Gus Dur Pergumulan Islam dan Kemanusiaan, h. 171
38
Syaiful Arif, Humannisme Gus Dur Pergumulan Islam dan Kemanusiaan, h.171
2

susunan warga negara dan situasi geografisnya, Islam ternyata bukan satu-

satunya agama yang ada. Dengan demikian, negara harus memberikan pelayanan

yang adil kepada semua agama yang di akui. Dengan demikian, menjadi jelas

bahwa pancasila dan Islam tidak memiliki pola hubungan yang bersifat polaritatif

(kecenderungan), tetapi pola hubungan dialogis (Terbuka atau Komunikatif)

yang sehat, yang berjalan terus-menerus secara dinamis.39

Implementasi negara demokratis, dalam konteks ini Gus Dur mengatakan,

demokrasi itu harus take and give. Demokrasi yang diinginkan Gus Gur adalah

demokrasi yang beroperasi dalam kenyataan kemajemukan masyarakat. Hal ini

di tegaskan oleh Gus Dur sebagai berikut:

Bahwa agama dapat memberikan sumbangan bagi proses


demokratisasi, manakala ia sendiri berwatak membebaskan. Fungsi
pembebasan agama atas kehidupan masyarakat itu tidak dapat
dilakukan setengah-setengah, karena pada hakekatnya, transformasi
kehidupan haruslah bersifat tuntas. Pandangan tentang tiadanya hak
bagi warga negara non muslim untuk menjadi kepala negara di negeri
kita saat ini, juga merupakan pelanggaran terhadap undang-undang
dasar kita sendiri, di samping pengingkaran terhadap demokrasi.
Pandangan seperti itu berarti melebihkan kedudukan sebuah agama,
dalam hal ini Islam, yang menjadi agama mayoritas penduduk, atas
agama-agama lain dan dengan demikian melanggar prinsip demokrasi
yang terkandung baik dalam pembukaan maupun pasal 29 ayat 2 UUD
1945.40

Konsisten Gus Dur untuk mengembangkan demokrasi dan toleransi

dalam negara Pancasila dapat dilihat pada pembentukkan Forum Demokrasi

dimana Gus Dur sendiri yang menjadi ketua forum tersebut. Gus Dur konsisten
39
Abdurrahman Wahid, Mengurai Hubungan Agama dan Negara, h. 93
40
Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, h.
2

mengembangkan demokrasi dan pluralisme tidak saja dalam lingkungan

eksternal kehidupan kebangsaan, melainkan juga dalam lingkungan internal


41
NU.

Sebuah tuduhan besar di ajukan oleh H.M. Yusuf Hasyim, tuduhan yang

diajukannya cukup menarik yaitu: PKB meninggalkan perjuangan Syariah dan

mengusahakan adanya negara sekuler, nasionalis, dan demokrasi sebagai dasar

pijakannya. Dijelaskan oleh Gus Dur bahwa PKB mengutamakan kepentingan

nasional. Untuk menyesuaikan kepentingan hukum nasional dengan fiqh , PKB

dalam hal ini tentu akan bertindak mengutamakan subtansi hukum Islam melalui

hukum nasional dan bukannya mengutamakan simbol-simbol formal keagamaan.

Karena, Republik Indonesia adalah sebuah negara dengan kepentingan-


42
kepentingan nasional sendiri dan bukan sebuah negara agama.

3. Gus Dur Tentang Islam dan Kemajemukan Bangsa

Pluralisme dapat dipahami sebagai : (1) suatu teori yang menentang

kekuasaan negara monolitis. (2) keberadaan atau toleransi keragaman etnik atau

kelompok-kelompok kultural dalam suatu masyarakat atau negara, serta

keragaman kepercayaan atau sikap dalam suatu badan kelembagaan.

Untuk mewujudkan dan mendukung pluralisme tersebut diperlukan

adanya toleransi. Meskipun hampir semua masyarakat yang berbudaya kini

sudah mengakui adanya kemajemukan sosial, namun dalam kenyataannya


41
Ali Masykur Musa, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur, h. 115
42
Abdurrahman Wahid, Mengurai Hubungan Agama dan Negara, h.
3

permasalahan toleransi ini masih sering muncul dalam suatu masyarakat,

termasuk di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Persoalan yang muncul ini

terutama berhubungan dengan ras atau agama.43

Gus Dur sangat mendukung pluralisme, baik pluralisme sosial maupun

politik dan hal ini dinyatakan tidak hanya dalam bentuk ide tetapi juga sikap.

Pandangannya tentang posisi kedaulatan rakyat dan posisi Syari’ah memberikan

landasan bagi hal-hal yang berkaitan dengan keberadaan nilai-nilai demokrasi,

seperti persamaan, pluralisme dan toleransi. Oleh karena itu, dalam konteks

kedudukan muslim dan non muslim, suatu hal yang menjadi titik krusial dalam

kehidupan sosial dan politik di dunia Islam, Gus Dur melakukan reinteroretasi

terhadap ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits dan hal ini juga dilakukan oleh ulama

klasik.44Gus Dur menyatakan:

Tugas Islam adalah mengembangkan etika sosial yang memungkinkan


tercapainya tujuan penyejahteraan kehidupan umat manusia, baik
melalui bentuk masyarakat yang bernama negara maupun diluarnya.
Fungsionalisasi etika sosial dapat saja berbentuk pengundangan
melalui hukum formal, maupun sekedar melalui penyadaran
masyarakat akan kepentingan pelaksanaan ajaran agama dalam
kehidupan nyata. Dari kesimpulan ini dapat diketahui bahwa
universalitas nilai-nilai Islam dapat difungsikan sepenuhnya dalam
sebuah masyarakat bangsa, terlepas dari bentuk negara yang
digunakan.45

43
Masykuri Abdillah,”Gus Dur Tentang Demokrasi dan Pluralisme”, Ahmad Fathoni
Rodli dan Fahruddin Salim, Berguru Kepada Bapak Bangsa, (Jakarta: Pimpinan Pusat Gerakan
Pemuda Ansor, 1999) h. 195
44
Masykuri Abdillah,”Gus Dur Tentang Demokrasi dan Pluralisme”, Ahmad Fathoni
Rodli dan Fahruddin Salim, Berguru Kepada Bapak Bangsa, h. 196
45
Abdurrahman Wahid, Mengurai Hubungan Agama dan Negara,
3

Indonesia adalah negara pluralisme, yang terdiri dari berbagai macam

suku, agama dan adat-istiadat. Melihat kenyataan itu Gus Dur berpendapat

bahwa nilai- nilai Indonesia yang harus dijunjung tinggi yaitu berupa solidaritas

sosial, yang didasarkan pada rasa kebangsaan tanpa mengucilkan getaran rasa

impulsif untuk mengutamakan kelompok- kelompok yang lebih sempit, nilai-

nilai yang menampilkan watak kosmopolitan, yang masih diimbangi oleh rasa

keagamaan yang kuat, kesediaan untuk mencoba gagasan-gagasan pengaturan

kembali masyarakat ( social engineering) berlingkup luas, tetapi dengan sikap

rendah hati yang timbul dari kesadaran akan kekuatan masyarakat.46

Dalam pandangan Gus Dur, Islam anti untuk mendiskriminasi berbagai

macam latar belakang tersebut, tidak boleh adanya diskriminasi berdasarkan

agama, diskriminasi berdasarkan suku dan diskriminasi adat istiadat. Gus Dur

menyatakan dalam tulisannya:

Diskriminasi memang ada di masa lampau, tetapi sekarang harus


dikikis habis. Ini kalau kita ingin memiliki negara yang kuat dan
bangsa yang besar. Perbedaan diantara kita, justru harus dianggap
sebagai kekayaan bangsa. Berbeda, dalam pandangan Islam,wajar
terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Apalagi pada tingkat sebuah
bangsa besar, seperti manusia Indonesia. Kitab suci Al-Qura’an
menyebutkan: “Berpeganglah kalian kepada tali Tuhan dan secara
keseluruhan serta jangan terpecah-pecah dan saling bertentangan
(wa’tashimu bi habli Allah jami’an wa la tafarraqu)” (QS. Ali Imran:
130). Ayat kitab suci tersebut jelas membedakan perbedaan pendapat
dengan pertentangan, yang memang nyata-nyata dilarang.47

46
Abdurrahman Wahid, Prisma Pemikiran Gus Dur, ( Yogyakarta: LKIS, 1999) h. 109
47
Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam kita, h. 154
3

Memperhatikan sifat pluralistas bangsa Indonesia tentang merosotnya

semangat kebangsaan dan mengedepannya semangat agama, etnis, dan daerah

telah menimbulkan solidaritas sempit dalam bentuk keagamaan. Hal ini

mendapat respon oleh Gus Dur yang menyatakan bahwa harus adanya nilai baru

yang dikembangkan.

Pertama, haruslah dikembangkan semangat untuk tidak hanya

menghormati orang lain, melainkan juga untuk untuk mengerti kesulitan yang

dihadapinya. Kedua, harus ditumbuhkan kesadaran untuk mementingkan bangsa

diatas kelompok sendiri. Pengembangan dari kedua nilai tersebut sangat penting

untuk melahirkan solidaritas yang tulus dari berbagai kelompok etnis, agama,

budaya dan lain sebagainya sebagai dasar dari pembentukkan bangsa

Indonesia. 48

Pendapat tersebut juga dibuktikan dalam sikap Gus Dur dalam membela

kepentingan minoritas non muslim, antara lain dalam bentuk kritik Gus Dur

terhadap kasus Monitor dan pendirian ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim

Indonesia) sebagaimana telah disebutkan diatas. Oleh karena itu, dengan disertai

hubungan kemanusiaan yang baik dengan non muslim itu, mereka merasa

mendapat perlindungan dari Gus Dur. Hal ini terbukti, misalnya, ketika terjadi

peristiwa huruhara pembakaran dan penjarahan kota Jakarta pada 14-15 Mei

1998, banyak dari tokoh-tokoh non muslim mendatangi kediaman Gus Dur.

Meski demikian, Gus Dur tetap membedakan sikap insklusivismenya dalam


48
Ali Masykur Musa, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur, h. 107
3

melihat agama-agama itu antara aspek teologi dengan aspek sosial. Menurutnya,

secara teologis terdapat perbedaan esensial antara agama-agama di dunia ini,

karena masing-masing mengandung ajaran yang unik. Namun keunikan ini harus

“dikontrol” dan “dikaitkan” dengan menberi perlakuan dan kedudukan yang

sama dimuka hukum bagi semua warga negara.49

49
Masykuri Abdillah,”Gus Dur Tentang Demokrasi dan Pluralisme”, Ahmad Fathoni
Rodli dan Fahruddin Salim, Berguru Kepada Bapak Bangsa, h.197
BAB III

GUS DUR DAN PARTAI KEBANGKITAN BANGSA

A. Sejarah dan Ideologi Politik PKB

PKB yang didirikan pada awal reformasi ini dideklarasikan pada tanggal

23 Juli 1998, Ciganjur, Jakarta Selatan bertempat di kediaman Gus Dur. Awal

mula sejarah berdirinya partai PKB yaitu, pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden

Soeharto lengser karena desakan arus reformasi yang kuat, mulai yang mengalir

dari diskusi terbatas, unjuk rasa, unjuk keprihatinan, sampai istighosah dan

sebagainya. Peristiwa ini menandai lahirnya era baru di Indonesia, yang

kemudian disebut Era Reformasi.

Sehari setelah peristiwa bersejarah itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (

PBNU) mulai kebanjiran usulan dari warga NU di seluruh pelosok tanah air.

Usulan yang masuk ke PBNU sangat beragam, ada yang hanya mengusulkan

agar PBNU membentuk parpol, ada yang mengusulkan nama parpol. Tercatat

ada 39 nama parpol yang diusulkan. Nama terbanyak yang diusulkan adalah

Nahdlatul Ummah, Kebangkitan Umat dan Kebangkitan Bangsa.1

Merespon usulan dari para pihak warga NU tersebut, PBNU bersikap

hati-hati. Sebab, sejak kembali ke khittah 1926 pada Mukhtamar Situbondo tahun

1
DPW PKB Jawa Tengah, Partai Untuk Rakyat, ( Semarang: Aneka Ilmu Semarang,
2003) h. 115

34
3

1984, NU telah memutuskan untuk meninggalkan gelanggang politik praktis dan

menyatakan berjarak dari semua kekuatan politik. 2 Namun demikian, sikap yang

ditunjukkan PBNU belum memuaskan keinginan warga NU. Banyak pihak dan

kalangan NU dengan tidak sabar bahkan langsung menyatakan berdirinya parpol

untuk mewadahi aspirasi politik warga NU setempat.3

Akhirnya, PBNU mengadakan Rapat Harian Syuriah dan Tanfidziyah

PBNU tanggal 3 Juni 1998 yang dalam akhir rapatnya menghasilkan keputusan

untuk membentuk Tim Lima yang diberi tugas untuk memenuhi aspirasi warga

NU. Tim Lima diketuai oleh KH Ma’ruf Amin (Rais Suriah/ Koordinator Harian

PBNU), dengan anggota, KH M Dawam Anwar (Katib Aam PBNU), Dr. KH

Said Aqil Siradj, M.A ( Wakil Katib Aam PBNU) dan Ahmad Bagdja. Untuk

mengatasi hambatan organisatoris, tim Lima itu dibekali Surat Keputusan PBNU.

Tim Lima ini berikutnya menjadi wadah untuk membentuk partai politik sebagai

penampung aspirasi politik warga NU4.

Selanjutnya, untuk memperkuat posisi dan kemampuan kerja Tim Lima

seiring semakin derasnya usulan warga NU yang menginginkan partai politik,

maka Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU tanggal 20 Juni 1998

memberi surat tugas kepada Tim Lima, selain itu juga dibentuk Tim Asistensi

yang diketuai oleh Arifin Djunaedi, Muhyidin Arubusman, H.M Fachri Thaha
2
A. Effendi Choirie, PKB Dari NU Untuk Indonesia, ( Jakarta Selatan: Levira
Foundation, 2008) h. 16
3
DPW PKB Jawa Tengah, Partai Untuk Rakyat, h. 116
4
Imam Nahrawi, Moralitas Politik PKB (Aktualisasi PKB Sebagai Partai Kerja, Partai
Nasional dan Partai Modern), ( Malang: Averroes Press, 2005) h. 18
3

Ma’ruf, Lc., Drs. H Abdul Aziz, M.A., Drs H Andi Muarli Sunrawa, H.M.

Nasihin Hasan, H Lukman Saifuddin, Drs. Amin Said Husni dan Muhaimin

Iskandar. Tim Asistensi bertugas membantu Tim Lima dalam menginventarisasi

dan merangkum usulan yang ingin membentuk parpol baru, dan membantu

warga NU dalam melahirkan parpol baru yang dapat mewadahi aspirasi politik

warga NU.5

Pada 22 Juni 1998,Tim Lima dan Tim Asistensi mengadakan rapat untuk

mendefinisikan dan menjabarkan ruang lingkup tugasnya. Seterusnya pada

tanggal 26- 28 Juni 1998, Tim Lima dan Tim Asistensi mengadakan pertemuan

untuk menyusun konsep awal pembentukkan partai politik. pertemuan itu

menghasilkan lima rancangan: (1) Pokok-pokok pikiran NU mengenai reformasi

politik, (2) Mabda’ Siyasi, (3) Hubungan partai politik dengan NU, (4) AD/ART,

dan (5) Naskah Deklarasi.6

Setelah dibahas dalam berbagai diskusi yang intensif, semua rancangan

itu dibawa ke forum “Silaturrahmi Nasional Ulama dan Tokoh- tokoh NU” di

hotel Bandung, Bandung, Jawa Barat yang diadakan pada tanggal 4-5 Juli 1998

untuk memperoleh masukkan. Silaturahmi yang dihadiri oleh peserta dari 22

PWNU, Penggagas, Ulama dan para tokoh NU yang menghasilkan banyak

masukan kepada Tim Lima dan Tim Asistensi. Mengenai nama parpol,

Silaturrahmi memberi masukkan tiga alternatif, yakni Partai Nahdlatul Ummah,


5
Hakim Jayli dan Mohammad Tohadi, PKB dan Pemilu 2004, ( Jakarta Selatan:
Lembaga Pemenang Pemilu Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa, 2003) h. 4
6
A. Effendi Choirie, PKB Dari NU Untuk Indonesia, h. 19
3

Partai Kebangkitan Ummat dan Partai Kebangkitan Bangsa. Untuk lima

rancangan yang disiapkan oleh tim lima dan tim asistensi tersebut, forum

silaturrahmi memberi banyak masukan. Namun forum menyerahkan sepenuhnya

kepada tim lima dan tim asistensi untuk melakukan perumusan akhir.7

Setelah melalui diskusi verifikasi pada tanggal 30 Juni 1998, dan

pertemuan finalisasi yang berlangsung pada tanggal 17 Juli 1998, maka Tim

Lima dan Tim Asistensi menyerahkan hasil akhir rangcangannya kepada Rapat

Harian PBNU pada tanggal 22 Juli 1998.8

Setelah PBNU menerima dan menyepakati tentang pendirian partai baru

tersebut, baik dari segi nama, sifat, visi, misi dan flatform politiknya, pleno

PBNU masih mempunyai satu beban, yakni rekruitmen pengurus partai, terutama

menyangkut ketua umum partai. Dalam rapat plenonya tanggal 22 Juli 1998,

pembicaraan masalah Ketua Umum sangat rumit sehingga sempat mengalami

deadlock. Akhirnya rapat sepakat bahwa soal kepengurusan akan dikonsultasikan

dengan Gus Dur sebagai Ketua Umum PBNU. Meskipun persoalan

kepengurusan belum tuntas, akan tetapi rencana deklarasi PKB besoknya tanggal

23 Juli 1998 tetap akan dilaksanakan.9

Akhirnya pada tanggal 23 Juli 1998, partai warga NU yang diberi nama “

Partai Kebangkitan Bangsa” di deklarasikan di halaman kediaman KH.


7
A. Effendy Choirie, PKB Politik Jalan Tengah NU Eksperimentasi Pemikiran Islam
Inklusif dan Gerakan Kebangsaan Pasca Kembali Ke Khittah 1926, ( Jakarta: Pustaka Ciganjur, 2002)
h. 187
8
Andi Muawiyah Ramly, Saya Bekerja Maka PKB Menang, h. 26
9
A. Effendy Choirie, PKB Politik Jalan Tengah NU, h. 189
3

Abdurrahman Wahid di Ciganjur, Jakarta Selatan. Deklaratornya terdiri dari:

KH. Moenasir Ali, KH. Muchith Muzadi, KH. Ilyas Ruchiyat, KH. Musthofa

Bisri dan KH. Abdurrahman Wahid.10

Bersamaan dengan dideklarasikanya partai, Deklarator juga menetapkan

susunan Dewan Pengurus Pusat PKB untuk masa bakti 1998-1999. Terdiri dari

Dewan Syuro sebanyak dua belas orang dan Dewan Tanfidz sebanyak enam

belas orang. Diantaranya adalah:

1. Dewan Syura
Ketua : KH. Ma’ruf Amin
Wakil Ketua : KH. M.Cholil Bisri
Sekretaris : KH. Drs. Darwam Anwar
Anggota : Brigjen TNI (Purn) Sulam Samsun
KHM. Hasyim Latief
Dr. KH. Nahrawi Abdus Salam, MA
KH. Mukeri Gawith, MA
KH. Yusuf Muhammad, Lc
KH. Dimyati Rais
Hj. Sariani Thaha Ma’ruf
TGH. Turmudzi Badruddin
KH. Syarif Usman Bin Yahya
2. Dewan Tanfidz
Ketua Umum : H. Matori Abdul Djalil
Ketua : Dr. H. Alwi Syihab
Ketua : Dra. Hj. Umroh M. Thalhah Mansoer
Ketua : H. Agus Suflihat
Ketua : H. Amru Al-Mu’tasim
Ketua : KHM. Buchari Chalil AG
Ketua : H. Taufiqurrahman, SH., M.Si
Ketua : H. Yafie Thahie
Ketua : Dra. Hj. Khofifah Indar Parawansa

10
Andi Muawiyah Ramly, Saya Bekerja Maka PKB Menang, h. 26
3

Sekertaris Jendral : A. Muhaimin Iskandar


Wakil Sekjend : Amin Said Husni
Wakil Sekjend : H. Aris Azhari Siagian
Wakil Sekjend : Yahya C. Staquf
Bendahara : H. Imam Churmen
Wakil Bendahara : H. Ali Mubarok
Wakil Bendahara : H. Syafrin Romas
DPP PKB dengan komposisi sebagaimana tersebut, merupakan

kepengurusan periode pertama yang memikul tugas dan tanggung jawab yang

amat berat. Yaitu mempersiapkan PKB yang baru lahir untuk ikut bertanding,

sekaligus memenangkan pemilu 1999. Hanya dalam waktu kurang lebih dari tiga

ratus hari atau sepuluh bulan. Terhitung sejak partai ini dideklarasikan hingga

pelaksanaan pemungutan suara tanggal 7 Juni 1999. Padahal dari segi

sumberdaya dan sumberdana sangatlah minimal, kecuali jumlah massa NU yang


11
memberikan harapan sebagai sumber penghasil suara.

Kelahiran PKB tidak terlepas dari berbagai tarikan nilai, ideologi dan

faktor-faktor politik lainnya. PKB, upaya pencarian identitas nilai dan ideologi

dirinya ditempuh melalui jalan panjang yang tercermin dalam proses dan sejarah

berdirinya.

Dalam sejarah politik di Indonesia, NU tercatat sebagai kekuatan politik

yang disamping berlatar belakang ideologi Islam, juga sangat berjasa dalam

meletakan dasar-dasar kesatuan dan keutuhan bangsa Indonesia yang berpegang

pada prinsip pluralisme, khususnya karena peranannya dalam perumusan Dasar

11
Dokumen Muktamar I PKB, Membangun Persaudaraan Sejati Antar Manusia
Sebagai Esensi Rekonsilisasi Nasional, (Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PKB, 2000) h. 20
4

Negara Pancasila tahun 1945, dan pandangannya bahwa Pancasila merupakan

keputusan final bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, visi dan misi PKB juga

terikat dengan prinsip-prinsip ke Islaman dan kebangsaan yang selama ini


12
menjadi pegangan NU.

PKB adalah partai yang berasaskan Pancasila. Dalam Pasal 3 Anggaran

Dasar PKB disebutkan: “Partai berasaskan yang adil dan beradab, persatuan

Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/ perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.”

Sementara dalam Pasal 4 disebutkan: “Prinsip perjuangan Partai adalah

mengabdi kepada Allah SWT, yang menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran,

menegakkan keadilan, menjaga persatuan, menumbuhkan persaudaraan dan

kebersamaan sesuai dengan nilai-nilai Islam Ahlus Sunnah Wal Jamaah.

Asas Pancsila dipilih dengan alasan yang sangat kuat secara hukum

agama (fiqih) maupun sejarah politik bangsa dimana para ulama terlibat dalam

proses-proses penting didalamnya. PKB secara sungguh-sungguh dan konsisten

ingin menjaga, meneruskan dan mengembangkan apa yang sudah dirintis dan

dirumuskan oleh para ulama mengenai status Fiqih dan politik Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI).13

12
A. Effendy Choirie, PKB Politik Jalan Tengah NU, h. 211
13
A. Effendi Choirie, PKB Dari NU Untuk Indonesia, h. 26
4

Letak keistimewaan ideologi PKB yaitu “Mabda’ Siyasi” yang mana di

dalamnya mencakup jawhar (subtansi) yang mencakup kultur keindonesiaan,

keislaman salaf yang di padu dengan nasionalisme. Mabda’ siyasi merupakan ruh

dari PKB dan merupakan sumber nilai segala kegiatan dan aktivitas PKB14.

Mabda’ Siyasi PKB memuat 9 nilai utama dan ditetapkan sebagai

dokumen historis PKB dalam Mukhtamar I PKB di Surabaya tanggal 23-28 Juli

2000.15

1. Cita-cita proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia adalah terwujudnya suatu

bangsa yang merdeka, bersatu, adil dan makmur sejahtera lahir dan batin,

bermatabat dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain didunia, serta mampu

mewujudkan suatu pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia

menuju tercapainya Kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,

keadilan sosial dan menjamin terpenuhinya hak-hak asasi manusia serta ikut

melaksanakan ketertiban dunia

2. Bagi Partai Kebangkitan Bangsa, wujud dari bangsa yang dicitakan itu adalah

masyarakat yang terjamin hak asasi kemanusiaannya, yang

mengejawantahkan nilai-nilai kejujuran, kebenaran, kesungguhan dan

keterbukaan bersumber pada hati nurani (as-shidqu) dapat dipercaya, setia dan

tepat janji serta mampu memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadap

(al-amanah wa al-wafa-u bi al-ahdli), bersikap dan bertindak adil dalam


14
Kelompok Kerja LPP DPP PKB, Orientasi Pemenangan Pemilu Partai Kebangkitan
Bangsa, ( Jakarta, LPP DPP PKB, 2002) h. 59
15
Andi Muawitah Ramly, Saya Bekerja Maka PKB Menang, h. 49
4

segala situasi (al-‘adalah), tolong menolong dalam kebajikan (al-ta’awun)

dan konsisten menjalankan ketentuan yang telah disepakati bersama (al-

istiqomah) musyawarah dalam menyelesaikan persoalan sosial (al-syuro)

yang menempatkan demokrasi sebagai pilar utamanya dan persamaan

kedudukan setiap warga negara di depan hukum (al-musawa) adalah prinsip

dasar yang harus selalu ditegakkan.

3. Dalam mewujudkan apa yang selalu dicita- citakan tersebut, misi utama yang

dijalankan Partai Kebangkitan Bangsa adalan tatanan masyarakat beradab

yang sejahtera lahir dan batin, yang setiap warganya mampu menjawantahkan

nilai-nilai kemanusiaannya. Yang meliputi, terpeliharanya hak- hak dasar

manusia seperti pangan, sandang dan pangan, hak atas penghidupan/

perlindungan pekerjaan, hak mendapatkan keselamatan dan bebas dari

penganiayaan (hifzu al-Nafs), terpeliharanya agama dan larangan adanya

pemaksaan agama (hifzu al-din), terpeliharanya akal dan jaminan atas

kebebasan ber-ekspresi serta berpendapat (hifzu al-aql), terpeliharanya

keturunan, jaminan atas perlindungan masa depan generasi penerus (hifzu al-

nasl) dan terpeliharanya harta benda (hifzu al-mal). Misi ini ditempuh dengan

pendekatan amar ma’ruf nahi munkar yakni menyerukan kebajikan serta

mencegah segala kemungkinan dan kenyataaan yang mengandung

kemungkaran.

4. Penjabaran dari misi yang diemban guna mencapai terwujudnya masyarakat

yang dicitakan tersebut tidak bisa tidak harus dicapai melalui keterlibatan
4

penetapan kebijakan publik jalur kekuasaan menjadi amat penting ditempuh

dalam proses mempengaruhi pembuatan kebijakan publik melalui perjuangan

pemberdayaan kepada masyarakat lemah, terpinggirkan dan tertindas,

memberikan rasa aman, tentram dan terlindungi terhadap kelompok

masyarakat minoritas dan membongkar sistem politik, ekonomi, hukum dan

sosial budaya yang memasung kedaulatan rakyat. Bagi Partai Kebangkitan

Bangsa, upaya mengartikulasikan garis perjuangan politiknya dalam jalur

kekuasaan menjadi hal yang niscaya dan dapat dipertanggung jawabkan.

5. Partai Kebangkitan Bangsa sadar dan yakin bahwa kekuasaan itu sejatinya

milik Tuhan Yang Maha Esa. Kekuasaan yang ada pada diri manusia

merupakan titipan dan amanat Tuhan yang dititipkan kepada manusia yang

oleh manusia hanya bisa diberikan pada pihak lain yang memiliki keahlian

dan kemampuan untuk mengemban dan memikulnya. Keahlian memegang

amanat kekuasaan itu mensaratkan kemampuan menerapkan kejujuran,

keadilan dan kejuangan yang senantiasa memihak kepada pemberi amanat.

6. Dalam kaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

kekuasaan yang bersifat demikian itu harus dapat dikelola dengan sebaik-

baiknya dalam rangka menegakkan nilai-nilai agama yang mampu

menebarkan rahmat, kedamaian dan kemaslahatan bagi semesta. Manifestasi

kekuasaan itu harus dipergunakan untuk memperjuangkan pemberdayaan

rakyat agar mampu menyelesaikan persoalan hidupnya dengan lebih maslahat.

Partai Kebangkitan Bangsa berketetapan bahwa kekuasaan yang hakekatnya


4

adalah amanat itu haruslah dapat dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan

dan dapat dikontrol pengelolaannya oleh rakyat. Kontrol terhadap kekuasaan

itu hanya mungkin dilakukan manakala kekuasaan tidak tak terbatas dan tidak

memusat di satu tangan, serta berada pada mekanisme sistem yang

institusionalistik, bukan bertumpu pada kekuasaan individualistik, harus selalu

dibuka ruang untuk melakukan kompetisi kekuasaan dan perimbangan

kekuasaan sebagai arena mengasah ide-ide perbaikan kualitas bangsa dalam

arti yang sesungguhnya. Pemahaman atas hal ini tidak hanya berlaku saat

memandang kekuasaan dalam tatanan kenegaraan, melainkan juga harus

terefleksikan dalam tubuh internal partai.

7. Partai Kebangkitan Bangsa menyadari bahwa sebagai suatu bangsa pluralistik

yang terdiri dari berbagai suku, agama dan ras, tatanan kehidupan bangsa

Indonesia harus senantiasa berpijak pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha

Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan

yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia. Penerapan nilai-nilai Pancasila tersebut haruslah dijiwai dengan

sikap mengembangkan hubungan tali persaudaraan antar sesama yang terikat

dengan ikatan keagamaan (ukhuwah diniyah), kebangsaan (ukhuwah

wathoniyah), dan kemanusiaan (ukhwuah insaniyah), dengan selalu

menjunjung tinggi semangat akomodatif, kooperatif dan integratif, tanpa harus

saling dipertentangkan antara sesuatu dengan yang lainnya.


4

8. Partai Kebangkitan Bangsa bercirikan humanisme religius (insaniyah

diniyah), amat peduli dengan nilai-nilai kemanusiaan yang agamis, yang

berwawasan kebangsaan. Menjaga dan melestarikan tradisi yang baik serta

mengambil hal-hal yang baru yang lebih baik untuk ditradisikan menjadi

corak perjuangan yang ditempuh dengan cara-cara yang santun dan akhlak

karimah. Partai adalah ladang persemaian untuk mewujudkan masyarakat

beradab yang dicitakan, serta menjadi sarana dan wahana sekaligus sebagai

wadah kaderisasi kepemimpinan bangsa. Partai dalam posisi ini berkehendak

untuk menyerap, menampung, merumuskan, menyampaikan dan

memperjuangkan aspirasi rakyat guna menegakkan hak-hak rakyat dan

menjamin pelaksanaan ketatanegaraan yang jujur, adil dan demokratis.

9. Partai Kebangkitan Bangsa adalah partai terbuka dalam pengertian lintas

agama, suku, ras, dan lintas golongan yang dimanestasikan dalam bentuk visi,

misi, program perjuangan, keanggotaan dan kepemimpinan. Partai

Kebangkitan Bangsa bersifat independen dalam pengertian menolak segala

bentuk kekuasaan dari pihak manapun yang bertentangan dengan tujuan

didirikannya partai.

Asas dan prinsip perjuangan PKB sebagai penjelas misi partai, yakni

seperti bunyi lima sila dalam Pancasila. Pada Anggaran Dasar (AD) partai,

termaktub dalam pasal 3 PKB tahun 1998-2000. Sifat dan fungsi PKB yang juga

masih menjelaskan misi partai yaitu, bersifat kebangsaan, demokratis dan

terbuka. Tujuan dan usaha PKB sebagai penjelas visi partai, yakni mewujudkan
4

cita-cita Kemerdekaan RI sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945,

mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara lahir dan batin, material

dan spiritual serta mewujudkan tatanan politik yang demokratis, terbuka, bersih,
16
dan berakhlakul karimah.

Dalam hal visi tentang hubungan Islam dan negara dalam konteks ke

Indonesiaan, PKB berpendapat bahwa sampai hari ini masih tumbuh subur

orientasi politisasi agama untuk mempertahankan status quo atau mendapatkan

kepentingan politik tertentu. Eksploitasi simbol-simbol gerakan politik atas nama

agama merupakan perilaku politik yang harus dikecam oleh semua pihak, karena

selain mereduksi fungsi dan sakralitas agama itu sendiri, juga akan melahirkan

radikalisasi agama yang sangat membahayakan bagi lahirnya antagonisme antar

umat beragama yang dapat mengakibatkan disintegrasi bangsa. Dalam konteks

ini PKB menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara

kebangsaan adalah ikhtiar maksimal umat Islam di Indonesia, dan keberadaannya

adalah sah serta mengikat seluruh umat Islam di Indonesia.17

B. Konflik Politik

Definisi sederhana konflik adalah hubungan antara dua pihak atau lebih

(individu atau kelompok) yang memiliki, atau yang merasa memiliki, sasaran-

16
Imam Nahrawi, Moralitas Politik PKB Aktualisasi PKB Sebagai Partai Kerja Partai
Nasional dan Partai Modern, ( Malang: Averroes Press, 2005) h. 28
17
A. Effendy Choirie, PKB Politik Jalan Tengah NU, h. 213
4

sasaran yang tidak sejalan. Berbagai perbedaan pendapat dan konflik biasanya

siselesaikan tanpa kekerasan, dan sering menghasilkan situasi yang lebih baik

bagi sebagaian besar atau semua pihak yang terlibat.18

Konflik dalam tubuh partai politik merupakan hal yang wajar. Ia adalah

keniscayaan, sebab politik merupakan tempat dimana konflik diartikulasikan dan

dicarikan pemecahan terbaiknya. Namun demikian, konflik harus dikendalikan,

harus dikelola agar tidak merusak organisasi dan siliditas kader. Kemampuan

mengelola konflik yang sering disebut sebagai manajemen konflik merupakan

prasyarat dasar agar konflik-konflik dalam partai bermakna positif, bukan

negatif. Konflik yang tidak berhasil dikelola dengan baik dapat mendinamisasi

kehidupan organisasi. Sebaliknya, konflik yang tidak berhasil dikelola dengan

baik akan merusak organisasi dan kelak menghancurkan eksistensinya

dimasyarakat.

PKB tergolong partai yang unik dalam keberhadapannya dengan konflik

politik internalnya. Unik karena konflik dalam tubuh partai besutan kiai-kiai NU

ini terlalu sering muncul dan mencuat kepermukaan. Konfliknya pun seiring kali

bersifat tak terdamaikan. Sehingga selalu saja ada pihak yang menang dan pihak

yang kalah. Dalam kerangka inilah PKB boleh disebut gagal mengelola konflik

internalnya menjadi sesuatu yang produktif bagi kemajuan partai. Dari konflik ke

18
Imam Nahrawi, Moralitas Politik PKB Aktualisasi PKB Sebagai Partai Kerja, Partai
Nasional dan Partai Modern, h. 49
4

konflik eksistensi PKB semakin kecil sebagaimana terlihat dari perolehan suara

partai ini yang terus menerus menurun dari pemilu ke pemilu. 19

Konflik internal yang berlangsung pada pertengahan Juli 2001 antara Gus

Dur dan Matori Abdul Djalil telah membuat partai ini kehilangan energi untuk

melakukan konsolidasi politik dan organisasi dalam mengejar target pemilu 2004

itu, PKB terhempas cukup keras bukan oleh kekuatan partai-partai lain yang

semakin dahsyat, melainkan oleh kegagalannya sendiri dalam mengelola konflik

internal yang berimplikasi pada perpecahan politik.20

Konflik ini berawal pada saat Gus Dur menjabat sebagai Presiden RI dan

Ketua Umum Dewan Syura DPP PKB berbeda pandangan mengenai situasi

politik kontemporer dengan Matori Abdul Djalil, Ketua Umum Dewan Tanfidz.

Matori yang pada saat itu sebagai Wakil Ketua MPR RI, memutuskan

menghadiri sidang istimewa MPR RI yang mengagendakan pelengseran Gus Dur

dari kursi kepresidenan 2001. Padahal DPP PKB saat itu telah mengintruksikan

kepada seluruh anggota fraksi PKB di DPR/MPR untuk tidak menghadiri sidang.

Begitulah, pada akhirnya Mathori diberhentikan sebagai Ketua Umum

Dewan Tanfidz DPP PKB dan Gus Dur dilengserkan dari kepresidenan melalui

SI MPR yang menegangkan.21

19
Bebal Sejarah PKb Dalam Pusaran Konflik dan Konflik ( Lembaga Pelatihan dan
Pengembangan Pemuda Bangsa, 2008) h. 22
20
Bebal Sejarah PKB, h. 21
21
Bebal Sejarah PKB, h. 24
4

Pada periode berikutnya, konflik internal kembali mencuat ke permukaan.

Lagi-lagi konflik ini melibatkan Gus Dur, dan kali ini dengan Alwi Shihab dan

Saifullah Yusuf. Konflik ini berawal dipicu oleh pemecatan dengan hormat Alwi

Shihab dan Saifullah Yusuf dari posisi Ketua Umum dan Sekretaris Jendral DPP

PKB, karena keduanya rangkap jabatan sebagai Menteri Kabinet Indonesia

Bersatu.

Banyak pihak yang mencoba menafsirkan kemauan Gus Dur atas

pemecatan Gus Ipul yang merupakan keponakannya sendiri, manuver Gus Dur

diyakini sebagai bagian kaderisasi. Gus Dur dinilai mampu melihat tantangan

PKB dan kader-kader NU ke depan yang tentunya makin berat. Untuk itu perlu

kader yang handal dan berani mengambil keputusan yang taktis dan strategis.

Namun, Saifullah Yusuf adalah kader NU yang memiliki kepiawaian dalam

berpolitik, tidak seperti kader NU lain yang terkesan masih polos dan hitam putih

dalam berpolitik. Ada pula yang menafsirkan bahwa Gus Dur hendak memberi

angin pada keponakan yang lain yakni Muhaimin Iskandar yang pada saat itu

menggantikan Saifullah Yusuf sebagai Sekjen PKB.22

Akibat dari konflik ini membuat perpecahan pada partai, masing-masing

kubu saling mendelegitimasi, yang kemudian berujung pada pembentukan partai

22
Fraksi Kebangkitan Bangsa Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia,
Mendayung di Pusaran, (Jakarta: PT Inti Bintang Cemerlang, 2004) h. 253
5

politik baru pada tanggal 21 November 2006, yakni Partai Kebangkitan Nasional

Ulama (PKNU).23

Berlanjut lagi Pada tahun 2008 adanya konflik di tubuh PKB yang cukup

rumit. Dimana yang pada saat forum Mahfud MD berpamitan untuk menjadi

Hakim Konstitusi di Mahkamah Konstitusi tiba-tiba berubah menjadi rapat rutin

gabungan Ketua DPP PKB yang membahas munculnya isu pihak-pihak yang

ingin menggelar Muktamar Luar Biasa. Isu itu dinilai untuk menggoyang Gus

Dur dari Ketua Umum Dewan Syuro PKB. Rapat internal itu akhirnya berujung

pada dicopotnya Muhaimin Iskandar dari jabatan Ketua Umum Dewan Tanfidz

PKB. Alasan pemberhentian itu sendiri, karena adanya pelanggaran normatif

Ketua Dewan Tanfidz terhadap peraturan atau AD/RT Partai atau karna adanya

tendensi politis.

Konflikpun berlanjut dan berimplikasi pada dikotomisasi PKB; yaitu

PKB kubu Gus Dur dengan PKB kubu Muhaimin. Masing-masing menyatakan

bahwa PKB-nya lah yang sah. Gus Dur mengklaim “bahwa dari 427 DPC PKB,

hanya 7 yang mendukung Muhaimin. 420 dukung kita”, kubu Gus Dur juga

mengatakan bahwa mereka telah mengikuti ketentuan yang sah, ketentuan

normatif UU No 2/2008 yang terbaru sebagai perubahan UU No 31/2002.

Selanjutnya kubu Gus Dur menegaskan bahwa Depkum dan HAM akan

mengakui PKB versi Gus Dur.

23
Bebal Sejarah PKB, h.
5

Sementara pembelaan-pembelaanpun muncul dari PKB kubu Muhaimin.

Tindakan pemecatan yang dilakukan DPP PKB terhadap Muhaimin Iskandar,

menurut Muhaimin menyalahi AD/RT.

Konflik semakin tajam saat masing-masing kubu menggelar musyawarah

luar biasa (MLB) dalam tenggat waktu yang hampir bersamaan. Pada tanggal 30

April – 1 Mei 2008 kubu Gus Dur menggelar MLB di Pondok Pesantren Al-

Ashriyyah Nurul Iman Parung, Bogor, Jawa Barat. Sementara pada tanggal 2 – 4

Mei 2008 kubu Muhaimin mengadakan MLB di bilangan Ancol, tepatnya di

Hotel Mercural. Masing-masing pelaksanaan MLB memiliki agenda yang saling

mendeligitimasi kubu lawan.

Pada akhirnya konflik ini dihentikan oleh Kasasi PKB Gus Dur di

Mahkamah Agung terkait konflik PKB ditolak. Dalam putusan kasasi bernomor

441/KasusKasasi/Pdt/2008 itu, MA memutuskan struktur kepengurusan PKB

kembali ke hasil Muktamar Semarang 2005. Gus Dur tetap sebagai Ketua Umum

Dewan Syura, dan Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz.24

Membina konflik internal dalam partai politik itu sangatlah penting agar

tidak berakibat buruk pada partainya. Dan konflik yang terjadi pada PKB ini

dapat diambil menjadi pembelajaran pada partai ini agar tidak terjadi lagi konflik

yang membuat kerugian tersendiri pada partainya.

2
http://nasional.kompas.com/read/2008/07/19/03164441/
5

C. PKB Dalam Pemilu di Indonesia 1999- 2009

Tumbangnya pemerintahan Orde Baru telah membuka pintu politik yang

sebelumnya tertutup dan juga merupakan peluang bagi pembaharuan sistem

politik Indonesia. Salah satu yang menjadi tuntutan reformasi adalah perubahan

sistem kepartaian dan pemilu.

Sebagai partai politik yang bertujuan untuk memperjuangkan garis

ideologi dan platform partai melalui jalur institusi formal negara, PKB harus

mengikuti proses pemilu sebagai proses politik legal. Untuk itu, sesuai ketentuan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Partai Politik maka PKB harus

memperoleh pengakuan secara legal formal sebagai institusi politik yang berhak

mengikuti Pemilu 1999.25

PKB ialah salah satu pendatang baru diantara partai peserta pemilu 1999.

Ditengah perubahan sistem pemilu dan peta kekuatan partai, PKB sebagai partai

baru merasa mempunyai peluang untuk menang dalam pemilu 1999. Keyakinan

ini muncul karena PKB merupakan cerminan politik NU yang mempunyai basis

politik yang kuat. Salah satu yang membuat prediksi optimistis itu adalah pakar

politik Indonesia dari Ohio State university Amerika Serikat, Dr. William Liddle
26
yang memprediksi PKB akan memenangkan pemilu 1999

Rasa optimisme diatas memberi motivasi tersendiri bagi para pengurus

PKB untuk mengerakhan energinya dalam upaya memenangkan pemilu. Dengan

25
Koirudin, Menuju Partai Advokasi, (Yogyakarta: Pustaka Tokoh Bangsa, 2005) h. 35
26
A. Effendy Choirie, PKB Politik Jalan Tengah NU, h. 261
5

penuh kepercayaan diri, menghadapi pemilu 1999 DPP PKB membentuk dua

institusi atau badan, yaitu Panitia Pemenang Pemilu (Papilu), dan Majelis

Penetapan Calon Anggota Legislatif (Mantap).27

Tugas Papilu yaitu melaksanakan fungsi-fungsi manajemen pemenang

pemilu sesuai dengan kebijakan DPP PKB. Sedangkan tugas Mantap melakukan

penjaringan, penyeleksian dan penetapan calon anggota Legislatif dari PKB. 28

Persiapan dan konsolidasi PKB secara organisasi telah berjalan dengan

lancar. Konsolidasi organisasi penting, karena PKB itu institusi baru, tidak

seperti partai yang sudah ada.

PKB optimis untuk menggaet suara minimal 30%. Menurut hitungan

PKB tidak ada partai mayoritas tunggal, seperti kemenangan Golkar selama Orde

Baru. Karena itu, PKB akan berkoalisi dengan partai politik lain yang meraih

suara sekitar 20% sampai semuanya bisa 70% yang berarti bisa mencapai

mayoritas. Yang pasti, PKB akan berkoalisi dengan kekuatan politik lain untuk

menguasai parlemen asal visinya sama, yaitu partai yang bersikap demokrat,
29
tidak rasial, dan mempunyai visi kerakyatan.

Dalam pelaksanaan program kampanye, salah satu media yang digunakan

oleh PKB adalah televisi. Walaupun dengan biaya yang cukup besar, PKB

berhasil membuat dua jenis ilkan. Pertama adalah berupa visual versi “Saya

27
A. Effendy Choirie, PKB Politik Jalan Tengah NU, h. 266
28
A. Effendy Choirie, PKB Politik Jalan Tengah NU, h. 266
29
Matori Abdul Djalil, Dari NU Untuk Kebangkitan Bangsa, ( Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia, 1999) h.153
5

Mendengar Indonesia Menyanyi”, dengan menampilkan figur Gus Dur untuk

menyampaikan himbauan kepada segenap warga NU dan seluruh bangsa

Indonesia agar selalu “Membela yang Benar Bersama PKB”.

Sedangkan versi kedua adalah berupa iklan yang berisi pesan singkat

“Coblos PKB, Coblos PKB, Coblos Gambar 35”dengan menampilkan figur

Matori Abdul Djalil. Pola kampanye seperti itu memang menjadi tren dalam

kampanye pemilu 1999 dimana partai besar hampir semua melakukannya.

Gus Dur sebagai Ketua Umum PBNU juga terlibat menjadi juru

kampanye PKB. Untuk kepentingan itu Gus Dur bahkan mengambil cuti dalam

aktivitasnya sebagai Ketua Umum PBNU. Struktur sosial NU yang masih kental

dengan pola patron klien antara ulama NU dengan warga NU, menjadikan para

ulama sebagai jurkam yang cukup efektif.

Dalam melakukan rekruitmen calon anggota legislatif, PKB berusaha

mencerminkan makna demokrasi yang sesungguhnya dalam arti para calon harus

berangkat dan kesepakatan dari bawah. Misalnya, DPP mengambil kebijakan

bahwa setiap calon anggota DPR RI harus diusulkan oleh DPC dan DPW

masing-masing. Dengan kebijakan yang demikian, diharapkan para calon

legislatif PKB benar-benar berangkat dari bawah dan dikenal oleh rakyat yang

diwakilinya, sekalipun ia adalah orang pusat.30

54 A. Effendy Choirie, PKB Politik Jalan Tengah NU, h.


5

Setelah melalui proses penjaringan dan seleksi oleh Tim Mantap Pusat,

sebanyak 525 calon anggota DPR RI yang di daftarkan kepada Panitia Pemilihan

Indonesia.

Pemilu tahun 1999 akhirnya dilaksanakan tepat pada tanggal 7 juni 1999.

Dari hasil perhitungan suata, ternyata PKB hanya mampu mengumpulkan

sebanyak 12,6% ( 13.336.968) suara. PKB diurutan ketiga setelah Partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Dengan perolehan kursi yang tidak cukup signifikan bagi PKB untuk

mengajukan seorang calon Presiden. memang, pada masa kampanye, pada setiap

kesempatan dalam pidato dan orasi, selalu ditegaskan bahwa apabila PKB

menang maka, PKB akan mengajukan kader terbaik untuk calon presiden.

Realitas hasil pemilu adalah menempatkan PDI-P sebagai pemenang

pemilu 1999, maka Megawati sebagai Calon Presiden dari PDI-P yang

mempunyai peluang yang kuat untuk menjadi Presiden. Akan tetapi rupanya

realitas politik berbicara lain. Kekuatan Islam di parlemen, baik dari kalangan

tradisional maupun modernis dan mungkin juga dengan motivasi yang berbeda,

mendukung Gus Dur sebagai calon Presiden dari partai PKB. Akhirnya, Gus Dur

terpilih menjadi Presiden, Bukan Megawati sebagai calon yang di ajukan oleh
31
PDI-P sebagai partai pemenang pemilu.

Perjalanan politik PKB cukup menggembirakan. Pemilu 1999 yang

menandai makin terbukanya sistem politik Indonesia berhasil dilalui PKB dengan

31
A. Effendy Choirie, PKB Politik Jalan Tengah NU, h.
5

cukup baik. PKB berhasil mengantongi 13,3 juta suara, PKB juga keluar sebagai

pemenang pertama diantara partai-partai baru yang muncul setelah reformasi.

Secara keseluruhan PKB berada di posisi ketiga setelah PDI Perjuangan dan

Partai Golkar.32

Kemudian pada Pemilu 2004 di sepakati untuk pemilu dilakukan dengan

sistem proposional terbuka sebagaimana usulan pemerintah. Dalam mengikuti

Pemilihan Umum 2004, PKB memfokuskan perhatiannya dalam memperbaiki

kehidupan kebangsaan dan kenegaraan ke dalam empat bidang, yakni (1)

Keberlanjutan dan pengembangan demokratisasi di Indonesia (2) Pengembangan

ekonomi kerakyatan (3) Pengembangan otonomi daerah (4) Perubahan Sistem

pendidikan nasional.33

Namun perjalanan pemilu ini tidak semulus pemilu pada tahun 1999.

Disini PKB mengalami penurunan suara menjadi 11,9 % juta suara dan politik di

daerah pun semakin mengerucut.34

Dalam pemilu 2004 ini PKB memperoleh suara terbesar ketiga ditingkat

nasional, tetapi hanya mendapatkan 52 kursi, kalah dengan Partai Demokrat,

PAN dan PPP yang memperoleh suara lebih sedikit.35

PKB tidak cukup handal untuk mengelola potensi yang ada dalam

dirinya. Terbukti pada pemilu 2004, suara PKB turun menjadi 11,9 juta suara dan

32
Bebal Sejarah PKB, h.21
33
Hakim Jayli dan Mohammad Tohadi, PKB Dan Pemilu 2004, h. 65
35
Andi Muawitah Ramly, Saya Bekerja Maka PKB Menang,
5

34
Bebal Sejarah PKB, h.21

35
Andi Muawitah Ramly, Saya Bekerja Maka PKB Menang,
5

persebaran politiknya di daerah makin mengerucut dari 13 provinsi menjadi 10

provinsi saja.36

Sebulan menjelang pemilu legislatif, para ulama dan kader PKB

memutuskan pencalonan kembali Gus Dur, sebagai calon Presiden RI. Keputusan

tersebut dihasilkan melalui musyawarah dan perdebatan selama hampir enam jam

di Pondok Pesantren Buntet, Cirebon. Sebanyak 28 Kiai yang hadir dalam

pertemuan di kediaman KH. Abdullah Abbas, juga menyerahkan wewenang

kepada Gus Dur untuk menunjuk penggantinya jika berhalangan atau terganjal

persyaratan sebagai capres.

Menindak lanjuti keputusan para Kiai Khos tersebut, Mukernas PKB

memutuskan untuk tetap memperjuangkan KH. Abdurrahman Wahid sebagai

calon Presiden dalam pemilihan umum presiden 5 Juli 2004.

Berkaitan dengan dukungan para kiai khos padanya, yang diperkuat oleh

Mukernas PKB tersebut, Gus Dur mulai mencari pasangan cawapres yang

dianggapnya tepat. Pilihan Gus Dur akhirnya jatuh kepada Marwah Daud

Ibrahim.

Namun, upaya Gus Dur untuk menjadi presiden tidak berjalan sesuai

rencana. Sebagai penyelenggara pemilu, KPU telah membuat SK KPU No.26

dan No.31 tahun 2004. Kedua SK tersebut berkaitan dengan petunjuk teknis

penilaian syarat sehat jasmani dan rohani calon presiden atau wakil presiden,

yang menyebutkan bahwa seorang calon presiden dan calon wakil presiden harus

36
Bebal Sejarah PKB, h.
5

sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan melalui pemeriksaan yang dilakukan

oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

KPU tidak meloloskan Gus Dur sebagai Capres dari PKB. Alasan KPU,

sebagaimana di duga sebelumnya, Gus Dur mengalami gangguan kesehatan

secara fisik, meskipun hasil pemeriksaan inteligensia menunjukan bahwa Gus

Dur memiliki kemampuan inteligensi yang lebih baik dibandingkan dengan

Capres dan Cawapres yang lain.

Pada akhirnya setelah gagal meminang Gus Dur sebagai capres,

kemudian PKB memberikan dukungan politiknya kepada Wiranto dan

Sholahuddin Wahid, namun kekalahan dalam pilpres putara pertama 2004

memaksa PKB untuk mengkalkulasi ulang dukungan politiknya kepada

Megawati- Hasyim Muzadi dari PDI-P dan Pasangan Soesilo Bambang

Yudhoyono- M Jusuf kalla dari Partai Demokrat.

Dari hasil Mukernas III PKB yang diadakan pada tanggal 31 Agustus

sampai 1 September 2004 mengambil keputusan untuk bersikap netral dan

membebaskan masing-masing warga PKB untuk memilih calon Presiden sesuai

dengan hati nurani masing-masing. Sikap politik PKB yang tidak memihak

namun “cenderung memilih SBY- Jusuf Kalla ini” rupanya merupakan kunci

kemenangan pasangan dari partai Demokrat, terutama dalam mendulang suara


37
dari daerah-daerah yang menjadi basis PKB.

37
Koirudin, Menuju Partai Advokasi, h. 86
6

Seperti pada pemilu 2004, pemilu 2009 ini juga pemerintah tetap

merancang sistem pemilihan umum dengan sistem proposional terbuka. Sistem

ini tidak jauh beda dengan mekanisme dalam Undang-undang Pemilihan Umum

Nomor 12 Tahun 200338.

Akan tetapi ternyata pada hasil pemilu 2009 kali ini PKB ternyata

mendapatkan suara lebih kecil di bandingkan dengan pemilu 2004. Pada pemilu

2009 ini PKB hanya mendapatkan 4,9% suara. Penurunan suara ini terjadi akibat

konflik internal yang terjadi pada PKB antara Gus Dur dan Muhaimin Iskandar.39

Pemilu Perolehan Perolehan


Presentase Peringkat
Tahun Suara Kursi
13.336.968
1999 12,6% 51 Kursi Ketiga
Suara
11.989.564
2004 11,9% 52 Kursi Ketiga
Suara
5.146.122
2009 4,9% 27 Kursi Ketujuh
Suara
Namun pada akhirnya kubu Gus Dur mengalami kekalahan. Kubu Gus

Dur mayoritas tidak mengikuti politik PKB dibawah kepemimpinan Muhaimin

Iskandar, juga tidak pula ikut serta dalam pemilu tahun 2009. Sehingga hasil

perolehan suara dari pemilu PKB pada tahun 2009 ini menurun drastis. Dimana

PKB ini menduduki peringkat ketujuh dari partai politik lainnya. Jadi sebenarnya

kekuatan Gus Dur sangat efektif dan masih banyak yang mengikuti jejak politik

38
http://m.tempo.co/read/news/2007/03/20
39
Wawancara dengan Ali Masykur Musa 23 Maret 2015 jam 13.00 wib
6

Gus Dur. Namun, dengan demikian Gus Dur tetap menghormati proses politik

dan proses hukum.40.

Sangat disayangkan sekali pada pemilu 2009 ini, padahal PKB adalah

salah satu partai politik yang mempunyai dukungan bagus dari masyarakat.

Namun akibat dari konflik internal pada PKB ini dan PKB tidak mampu untuk

mengelola konflik tersebut, yang akhirnya membawa kerugian tersendiri pada

partainya.

40
Wawancara dengan Ali Masykur Musa, 23 Maret 2015, pukul 13.00 wib
BAB IV

PENGARUH PEMIKIRAN GUS DUR TERHADAP POLITIK PARTAI

KEBANGKITAN BANGSA (PKB)

A. Pengaruh Gus Dur Dalam Penguatan Ideologi Pancasila

Mengenai Pancasila, NU berpendapat bahwa sesungguhnya rumusan

nilai-nilai yang dijadikan dasar negara Republik Indonesia sudah tuntas dengan

ditetapkannya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945. Semua pihak harus

memahami dasar negara menurut bunyi dan maknanya yang terkandung dalam

Undang-Undang Dasar 1945 itu. kaum muslimin Indonesia bersama-sama

dengan seluruh bangsa Indonesia juga memikul kewajiban memenuhi

kesepakatan bersama itu.

Kaum muslimin Indonesia (termasuk kaum Nahdliyin) menerima dasar

negara Republik Indonesia. Berdasarkan prinsip, bahwa kaum muslimin

Indonesia ikut aktif dalam perumusan dan kesepakatan tentang dasar negara,

karena nilai-nilai yang dirumuskan menjadi dasar negara itu dapat disepakati dan

dibenarkan menurut pandangan Islam. Pancasila sebagai dasar negara tidak

bertentangan dengan agama Islam.1

Penerimaan NU atas Pancasila benar-benar dipikirkan oleh NU secara

matang dan mendalam. NU adalah organisasi kemasyarakatan yang pertama

1
Keputusan Muktamar NU XXVII Situbondo, (Surabaya: Pengurus Wilayah NU Jawa
Timur, 1984) h. 26

61
6

menuntaskan penerimaan atas Pancasila. Kendati demikian hal itu bukanlah

alasan untuk menuduh bahwa penerimaan itu karena ia bersikap akomodatif dan

juga tidak benar bahwa kembalinya NU menjadi organisasi keagamaan atau

meninggalkan politik praktis sebagai sikap yang emosional. NU bukan hanya

pertama menerima tetapi juga yang paling mudah menerima Pancasila.2

Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya

umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya. Bagi NU Islam

adalah aqidah dan syari’ah, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan

hubungan antar manusia. Jadi kemaslahatan dan kesejahteraan warga NU adalah

bagian mutlak dari maslahat dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Dalam perjuangan mencapai masyarakat adil dan makmur yang menjadi

cita-cita seluruh masyarakat Indonesia. Maka untuk mewujudkan tujuan dan cita-

cita tersebut, disusunlah Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Nahdlatul Ulama.3

Gus Dur mencoba mengurai persoalan mendasar di dalam perbincangan

tentang negara Islam. Artinya sejak di dalam ranah diskursifnya, konsepsi

tentang negara Islam sudah bermasalah karena terjebak di dalam aspek legal

kenegaraan tanpa mengaitkannya dengan legitimasi politik itu sendiri, yakni

rakyat.

2
Einar Martahan Sitompul, NU dan Pancasila, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1989)
h. 168
3
Hasil Muktamar NU ke 27 Situbondo, NU Kembali Ke Khittah Perjuangan 1926,
(Semarang: Sumber Barokah, 1986) h. 35
6

Untuk mewujudkan pemerintahan yang menyejahterakan manusia, Gus

Dur tidak membutuhkan pendirian negara Islam. Karena jika sebuah

pemerintahan telah mampu menyejahterakan rakyat, bentuk formal pemerintahan

itu tidak lagi menjadi penting. Hal ini didasarkan Gus Dur pada pemilahan antara

prinsip tujuan dan cara penyampaian atau metode (al-ghayat wa al-wasail). Jika

suatu tujuan bisa tercapai, bentuk dari cara penyampaiannya menjadi sekunder.4

Menurut Gus Dur, Pancasila tidak boleh diidentikkan secara menyeluruh

dengan agama, karena fungsi masing-masing berbeda. Pancasila sebagai

landasan hidup berbangsa dan bernegara harus menjadi kerangka

kemasyarakatan kita sebagai bangsa. Pancasila juga harus mewadahi aspirasi

agama-agama termasuk Islam yang menumpang kedudukannya secara

fungsional.5

Penolakannya terhadap Negara Islam, tetapi menempatkan etika sosial

Islam dalam kerangka kenegaraan modern. Pada titik inilah penulis bertemu pada

jantung pemikiran Gus Dur yaitu Pancasila, karena Gus Dur berpikir dalam

konteks dirinya sebagai warga negara NKRI maka ia menemukan ideal strategis

bagi penerapan etika sosial Islam di dalam negara- bangsa RI. Ideal strategis itu

ialah Pancasila, yang diterimanya sebagai landasan konstitusional negara serta

asas keorganisasian NU pada Mukhtamar ke- 27 di situbondo tahun 1984.

4
Syaiful Arif, Humanisme Gus Dur Pergumulan Islam dan kemanusiaann, h. 151
5
Efendy Choirie, PKB Politik Jalan Tengah NU, h.135
6

Dengan demikian Gus Dur melangkah lebih lanjut dengan menyatakan

bahwa Islam bisa memotivasi kehidupan masyarakat melalui Pancasila yang

ditempatkan sebagai pandangan hidup bangsa, tidak hanya ideologi negara.6

Menurut Gus Dur negara dan agama adalah dua hal yang berbeda.

Pancasila adalah hasil pemikiran manusia, upaya penggalian oleh Bung Karno

selama sekian lama yang disempurnakan oleh Panitia Sembilan. Sedangkan

Agama Islam adalah wahyu Allah, bukan hasil pemikiran nabi Muhammad

SAW. Keduanya dapat sejalan dan saling mengukuhkan, tidak bertentangan dan

tidak boleh dipertentangkan. Keduanya pula tidak saling mengalahkan bahkan

saling menunjang, saling melengkapi harus bersama-sama dilaksanakan dan

diamalkan.

Jadi pendapat bahwa hukum Islam disandarkan kepada Pancasila adalah

sesuatu yang wajar, tetapi tidak harus ditafsirkan bahwa hal itu merupakan

dominasi Pancasila atas hukum Islam. Gus Dur pun beranggapan bahwa negara

Pancasila yang berketuhanan seperti yang kita jalani saat ini adalah suatu bentuk

perwujudan hubungan Islam dan negara yang sudah tepat dan proposional,

dengan catatan bahwa memang masih ada beberapa ekses yang harus diperbaiki.7

Walaupun NU menjunjung nilai Tradisionalisme tapi NU punya prinsip

al-muhafadzotu ‘ala al-Qadim al-Shalih wal akhdzu bil jadidi aslah menjaga

6
Syaiful Arif, Humanisme Gus Dur Pergumulan Islam dan kemanusiaann, h. 170
7
Abdurrahman Wahid, Islam, Negara dan Demokrasi Himpunan Percikan Perenungan
Gus Dur, (Jakarta: Erlangga, 1999) h. 119
6

sesuatu yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik dari yang

lama itu ini pun yang dianut oleh PKB juga.

Gus Dur adalah ideolognya PKB, yang menetapkan sendi-sendi dasar

bagi berdirinya PKB. Jadi ada beberapa yang dihasilkan oleh Tim Lima dan Tim

Sembilan misalnya Mabda’ Siyasi. Dalam NU, Mabda’ Siyasi bisa disebut

dengan Qonun Asasi yang di tulis oleh Hadratus Syeikh. Disitulah dasar-dasar

bagi organisasi maupun ideologi maupun program bagi PKB itu ditetapkan,

dasar-dasarnya ada didalamnya. Ini dua hal yang berkaitan dengan Pancasila

yang terkandung dalam Mabda’ Siyasi:

1. Cita-cita proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia adalah terwujudnya suatu

bangsa yang merdeka, bersatu, adil dan makmur sejahtera lahir dan batin,

bermatabat dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain didunia, serta mampu

mewujudkan suatu pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia

menuju tercapainya Kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,

keadilan sosial dan menjamin terpenuhinya hak-hak asasi manusia serta ikut

melaksanakan ketertiban dunia

2. Partai Kebangkitan Bangsa menyadari bahwa sebagai suatu bangsa pluralistik

yang terdiri dari berbagai suku, agama dan ras, tatanan kehidupan bangsa

Indonesia harus senantiasa berpijak pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha

Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan

yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat


6

Indonesia. Penerapan nilai-nilai Pancasila tersebut haruslah dijiwai dengan

sikap mengembangkan hubungan tali persaudaraan antar sesama yang terikat

dengan ikatan keagamaan (ukhuwah diniyah), kebangsaan (ukhuwah

wathoniyah), dan kemanusiaan (ukhwuah insaniyah), dengan selalu

menjunjung tinggi semangat akomodatif, kooperatif dan integratif, tanpa harus

saling dipertentangkan antara sesuatu dengan yang lainnya.

Itulah sebagian hasil pemikiran-pemikiran Gus Dur yang tertuang

didalam Mabda’ Siyasi tentang Pancasila, kemudian hasil yang lain adalah

hubungan NU dengan partai politik disitu dinyatakan sifat-sifat hubungan ada

hubungan ideologi, kemudian AD/RT, yang ngotot bahwa dasar partai ini

pancasila ini adalah Gus Dur dan sebagian menginginkan dasar ideologi PKB

adalah Islam. kemudian di ADRT ini diletakkannya ulama sebagai pemimpin

tertinggi, kemudian ketika menjabarkan 9 bintang sebagai 9 nilai-nilai yang

diperjuangkan oleh PKB itu Gus Dur ada kemerdekaan, ada kesetaraan,

kesamaan hak dan lainnya.8

Dengan didirikannya partai PKB ini pertama, Gus Dur dan warga NU

menginginkan dengan dibentuknya PKB ini ikut menjaga keutuhan NKRI, kedua

tetap terjaganya ideologi negara Pancasila sebagai dasar bagi kehidupan

berbangsa bernegara, maka dari itu Pancasila dijadikan sebagai dasar dari PKB,

karena Pancasila yang hendak diperjuangkan terus di PKB, ketiga keinginan

terus untuk menjaga prulalitas yang ada dimasyarakat kita, karena dalam
8
Wawancara dengan Arifin Junaidi, tanggal 22 April 2015, pukul 15.30 wib
6

pancasila itu sendiri ada slogan Bhineka Tunggal Ika ini yang akan terus di

bentengi oleh partai ini. keempat untuk tetap menjadikan konstitusi undang-

undang dasar 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia tidak diubah dengan yang

lain. 9

B. Pengaruh Gus Dur Dalam Menata Hubungan Antara Agama Dan Politik

PKB

Pemikiran kenegaraan Gus Dur dapat dikategorikan sebagai pemikiran

sekularistik, yaitu pemisahan antara wilayah agama dan negara. Sejalan dengan

pemikiran tokoh seperti Ali Abd A-Raziq.10 Hal ini terjadi karena Gus Dur tidak

memisahkan Islam dari politik meskipun tidak harus diwadahi dalam negara

Islam.11 Gus Dur adalah penganut paradigma yang menetapkan bahwa agama

dan negara tidak ada hubungan secara struktural tetapi agama menjadi sumber

nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.12

Dalam wacana politik Islam sendiri paling tidak, terdapat tiga paradigma

tentang pola hubungan antara Islam dan Negara, yaitu paradigma integralistik,

paradigma simbiotik dan paradigma sekularistik. Katiga paradigma ini dapat

dipakai untuk mengukur karakteristik corak pemikiran tentang politik Islam,

9
Wawancara dengan Arifin Junaidi, tanggal 22 April 2015, pukul 15.30 wib
10
Neraca Gus Dur Di Panggung Kekuasaan, h. 121
11
Syaiful Arif, Humanisme Gus Dur Pergumulan Islam dan kemanusiaan, h. 170
12
Wawancara dengan Ali Masykur Musa, tanggal 29 April 2015 , pukul 10.00 WIB
6

termasuk dalam pandangan NU tentang hubungan Islam dan negara khususnya

dalam konteks ke Indonesiaan.

NU menganut tentang hubungan simbiotik antara Islam dan negara, yang

bisa dilihat dalam dasar-dasar yang dijadikan landasan menerima Pancasila

sebagai asas tunggal.13

Dapat dikatakan bahwa PKB lahir sebagai eksperimentasi politik NU

pasca khittah. Pola hubungan PKB yaitu sebagai partai politik dan warga NU

sebagai konstituennya, terjadi hubungan timbal balik secara politik dimana

dukungan warga NU harus direspon dengan memperjuangkan kepentingannya.

Dapat dikatakan PKB merupakan alat politik NU. Kelahiran PKB juga harus

dipahami dalam kerangka paradigma berpikir NU tentang visi dan realitas

kebangsaan.14

Gus Dur menginginkan PKB dalam hubungan antara agama dan politik

yaitu keduanya bisa berjalan seiring. karena PKB mementingkan kepentingan

nasional dan juga mampu untuk menyelaraskan antara hukum-hukum nasional

dengan fiqh, yang mana di Indonesia ini adalah bukan sebuah negara agama.

Ada istilah the power tends to corrupt jadi kekuasaan cenderung untuk

kerusakan. Dan ada juga yang menambahkan kekuataan atau kekuasaan tanpa

agama itu akan rusak, ada juga yang memaparkan kekuasaan tanpa akhlak itu

akan rusak, jadi agama dan politik harus berjalan beriringan, dan itupun yang

13
Effendy Choirie, PKB Politik Jalan Tengah NU, h. 125
14
Effendy Choirie, PKB Politik Jalan Tengah NU , h. 307
6

diterapkan dalam PKB. Lalu langkah-langkah politik lebih menempatkan ulama

pada posisi tertinggi, maka langkah langkah politik harus terus di arahkan oleh

nilai-nilai agama.15

Perjuangan-perjuangan nilai keagamaan yang dilakukan oleh PKB tidak

melalui strukturalis ideologis, yang mana struktualis itu menamakan Indonesia

yang mendasarkan pada agama menjadi ideologi negara. Tetapi perjuangan PKB

dalam kontek menjadikan Islam sebagai inspirasi perjuangan keagamaan adalah

melalui sistem yang dinamakan oleh Gus Dur yaitu eklektik. elektik adalah

agama bisa menginsert/ masuk didalam sistem nilai kebangsaan. Karena itulah

NU dan PKB bisa memperjuangkan seperti perbankan syariah. Perbankan

syariah yang esensinya Islam bisa masuk sistem ekonomi negara. Jadi tidak

melalui struturaliskenegaraan dan ideologi kenegaraan tapi melalui sistem nilai

yang masuk didalam negara.16

Begitu pula dalam konteks PKB Gus Dur juga selalu mengedepankan

Islam yang toleran, inklusif dan menjunjung tinggi pada aspek humanisme,

hingga dengan demikian gerakan Gus Dur didalam PKB secara nasional tidak

meletakkan Islam struktural tetapi mendekati Islam subtansial dalam rangka

memperjuangkan aspirasi masyarakat.17

15
Wawancara dengan Arifin Junaidi, tanggal 22 April 2015, pukul 15.30 wib
16
Wawancara dengan Ali Masykur Musa, tanggal 23 April 2015 , pukul 13.00 wib
17
Wawancara dengan Ali Masykur Musa, tanggal 29 April 2015 , pukul 10.00 wib
7

C. Pengaruh Gus Dur Dalam Orientasi dan Praktik Politik Dalam PKB

Sejak berdirinya PKB, partai ini menempatkan dirinya sebagai mitra kritis

pemerintah. PKB tidak pernah menjadi partai oposisi juga tidak menjadi partai

pemerintah. Sikap politik seperti itu dipilih karena PKB benar-benar ingin

menjadi saluran aspirasi masyarakat. Sebab, bagi PKB politik adalah sarana

untuk mewujudkan kemaslahatan umum, sebagaimana ditegaskan ibn ‘Aqil: al-

siyasah ma kana fi’lan yukun ma’a al-nas aqrab ila al-ashlah wa ab’ad ‘an al-

fasad wa in lam yadha’hu al-rasul wa lam yanzil bih wahy ( politik adalah

tindakan untuk membuat rakyat lebih dekat kepada kemaslahatan dan jauh dari

kerusakan, kendatipun tidak ada panduan bakunya dari rasul atau kitab suci).

Rumusan itu berangkat dari pemikiran teologis bahwa syariat, dan bahkan

agama itu sendiri, diturunkan kepada manusia untuk mewujudkan seluruh umat

manusia (al-din al-nashihah), dan untuk mewujudkan kemaslahatan itu

dibutuhkan suatu kebijakan khusus, meski tidak ada ketentuan bakunya dalam

nash. Itulah yang dalam fiqih disebut sebagai al-siyasah al-syar’iyyah. Karena

itu, bagi PKB, politik adalah bagian dari syariat (al-siyasah juz’un min ajza’ al-

syari’ah).18

Orientasi PKB sama dengan ideologi PKB yang dikembangkan, jadi

inilah yang membedakan PKB dengan PPP, PKB dengan PKS mereka jelas-jelas

mengatakan sebagai partai Islam tetapi kalau PKB adalah partai

bangsa/kebangsaan, yang juga memperjuangkan keagamaan. Karena memang


18
A. Effendy Choirie, PKB Dari NU Untuk Indonesia, h. 41
7

Indonesia itu bukan negara agama tetapi negara Pancasila yang esensi dari

ideologi Pancasila itu sejalan dengan Islam itu sendiri. Dengan demikian,

implikasi dari sikap PKB seperti itu artinya negara Pancasila kehadirannya juga

bisa diterima oleh non muslim.19

PKB harus mampu memainkan dirinya dalam upaya menyelesaikan

masalah-masalah yang dihadapi masyarakat dengan cara melakukan penataan

organisasi secara internal dan eksternal. Secara internal, harus menempatkan

kedudukan, peran, dan fungsinya secara tepat, melakukan reposisi dan reorientasi

secara benar. Secara eksternal, harus mampu menjawab dan menyelesaikan

masalah kemasyarakatan. PKB tidak boleh hanya menjadi “menara gading” yang

sekedar memproduksi kader-kadernya untuk menempati pos-pos strategis

kekuasaan, tetapi harus menjadi “pejuang partai” yang mempunyai komitmen

kuat untuk menyelesaikan masalah kemasyarakatan, karena dengan cara seperti

itu, PKB menjadi milik dan dicintai oleh orang banyak.

Orientasi PKB bukan untuk memproteksi kebijakan pemerintah/

penguasa. Karena misi PKB adalah amar ma’ruf nahi munkar. Secara konsisten

dan penuh kesungguhan melakukan pengawasan secara kritis terhadap kebijakan

pemerintah dan membangun etika moral politik dengan penegakan hukum,

keadilan dan demokrasi.20

19
Wawancara dengan Ali Masykur Musa, tanggal 23 April 2015 , pukul 13.00 wib
20
Hasil-hasil Keputusan Mukernas dan Munas Alim ‘Ulama PKB, Muspim PKB,
Rekornas Dewan Syura PKB, Rapatkan Barisan, (Jakarta: DPP PKB, 2002) h. 71
7

Untuk menyambung mata rantai perjuangan PKB di Lembaga

Perwakilan, PKB membentuk perangkat partai yang disebut dengan Fraksi

Kebangkitan Bangsa, yang disingkat FKB. Anggaran umah Tangga PKB (ART

PKB) Pasal 34 ayat (2) menyebutkan, FKb merupakan perangkat partai yang

berfungsi sebagai organ pelaksana kebijakan partai untuk memperjuangkan cita-

cita dan tujuan partai di dalam Lembaga Permusyawaratan/ Perwakilan Rakyat.

FKB di MPR/DPR RI di bentuk oleh DPP PKB, Di DPRD I dibentuk DPW dan

di DPRD II dibentuk DPC.

FKB berusaha menyalurkan anggaran negara untuk menghidupkan

ekonomi pesantren melalui program bantuan Lembaga Mandiri yang Mengakar

di Masyarakat Keagamaan (LM3). Dibidang pengawasan, FKB telah

menggunakan hak konstitusional yang dimilikinya untuk mengoreksi kebijakan

pemerintah diantaranya, mendorong interpelasi terhadap kebijakan impor beras,

kenaikan harga BBM, interpelasi nuklir Iran, interpelasi lumpur Lapindo dan

terakhir interpelasi BLBI.

Dibidang representasi, FKB DPR secara proaktif mengadvokasi orban

lumpur lapindo, korban sengketa Alastlogo dan memberikan bantuan untuk

korban banjir. Sedangkan dibidang publikasi, FKB terus berjuang memperbaiki

media komunikasi dan publikasi, baik kedalam maupun keluar. Kedalam, FKB

akan mengefektifkan penggunaan website untuk menyosialisasikan apa-apa yang

telah dan akan dilakukan FKB. Kemudian keluar, FKB akan mengintensifkan
7

hubungan dengan mass media, baik cetak maupun elektronik. Mereka adalah

Public Relation yang ikut mempengaruhi pembentukan citra publik FKB.21

Ketika Gus dur secara resmi baik politik maupun hukum menjadi Ketua

Dewan Syuro PKB, maka hampir seluruh gerakan PKB mulai dari perencanaan

dan memperkokoh ideologi PKB sampai pelaksanaan mempengaruhi konstituen.

Gus Dur mempunyai pengaruh yang sangat kuat, tetapi setelah mengalami

perpecahan dimana Ketua Umum PKB dibawah pimpinan Muhaimin Iskandar

dengan Ketua Dewan Syuro Kiyai Azis Mansyur maka posisi dan pengaruh Gus

Dur hanya sebatas pada orientasi ideologi belaka, bukan dalam praktek politik

praktis, karena memang pengendali PKB tidak lagi Gus Dur sejak tahun 2009.

Dengan kesimpulan, status Gus Dur menjadi atau tidak menjadi Ketua Dewan

Syuro tetap berpengaruh dilingkungan PKB. Akhirnya PKB yang sekarang masih

membutuhkan pengaruh Gus Dur, Karena konstituen masih banyak yang taat

pada prinsip-prinsip perjuangan Gus Dur.22

21
Effendy Choirie, PKB Dari NU Untuk Indonesia, h. 83
22
Wawancara dengan Ali Masykur musa, tanggal 29 April 2015, pukul 10.00 wib
7

D. Faktor-faktor Pengaruh Pemikiran Gus Dur Pada Tubuh PKB

Silsilah keluarga Gus Dur memang tidak main-main, karena ia termasuk

keturunan para tokoh pembesar, Kiai sekaligus para penyebar Islam di tanah

Jawa. 23Berikut inilah faktor-faktor pengaruh Gus Dur pada Tubuh PKB:

1. Gus Dur adalah cucu dari pendiri NU. Kakek Gus Dur, KH. Hasyim Asy’ari

adalah pendiri organisasi NU, sedangkan ayahnya juga seorang aktivis NU,

maka sudah dipastikan arah perjalanan keorganisasian Gus Dur mau tidak

mau memiliki kewajiban moral untuk berperan aktif dalam organisasi

bentukan sang kakek tersebut.24 Sehingga ketika Ia terjun pada PKB Gus Dur

di hormati oleh orang-orang PKB, karena PKB lahir dari rahim NU.

2. Gus Dur adalah salah satu deklarator PKB. Gus Dur sendiri merupakan sosok

yang tidak mungkin dinegasikan sebagai konseptor awal pendirian partai

kebangaan warga Nahdliyin tersebut. Gus Dur selaku pengemban amanat

warga jami’iyyah yang rata-rata sudah tidak sabar lagi menanti munculya

partai baru, nampaknya tidak mampu lama-lama menahan desakan arus

bawah. Gus dur waktu itu menjabat sebagai Ketua Umum Tanfidziyah NU.

Maka, peranan Gus Dur yaitu sebagai bidan atau fasilitator yang ditugasi oleh

PBNU.25 Nah, karena Gus Dur ikon tunggal pada partai ini. Gus Dur mudah

di taati oleh anggota PKB.

23
Agus N. Cahyo, Salah Apakah Gus Dur? Misteri di Balik Pelengserannya, (
Yogyakarta: IRCiSoD, 2014) h. 13
24
Agus N. Cahyo, Salah Apakah Gus Dur?, h. 19
25
Imam Nahrawi, Moralitas Politik PKB, h. 22
7

3. Gus Dur pernah terpilih sebagai Presiden RI ke-4. Gus Dur berani melawan

arus dan membersihkan sisa-sisa peninggalan Orde Baru. 26 Gus Dur terpilih

sebagai Presiden dari kalangan NU, yang memudahkan ia diterima dengan

baik oleh anggota PKB. Ini juga menjadi sejarah yang baik bagi PKB, karena

pada pemilu awal PKB didirikan, PKB mampu mendapatkan peringkat ketiga

dan kandidatnya terpilih sebagai Presiden RI.

4. Pemikiran-pemikiran Gus Dur banyak dituangkan pada PKB. Selain karena

Gus Dur cucu dari pendiri NU, Gus Dur juga banyak menuangkan

pemikirannya dalam pembentukkan prinsip dasar PKB yaitu, Mabda’ Siyasi,

AD/ART, Naskah Deklarasi. Sehingga Gus Dur mempunyai pengaruh yang

baik bagi PKB.

26
Agus N. Cahyo, Salah Apakah Gus Dur?, h.57
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari beberapa uraian penelitian yang berjudul Pemikiran Abdurrahman

Wahid ( Gus Dur) dan pengaruhnya terhadap politik Partai Kebangkitan Bangsa

(PKB) Setelah Era Reformasi 1998-2009 dapat penulis simpulkan sebagai

berikut:

1. Pengaruh Gus Dur dalam penguatan ideologi Pancasila pada PKB

Pancasila adalah landasan yang paling tepat bagi kehidupan berbangsa

dan bernegara, karena Pancasila mampu mewadahi aspirasi bagi setiap agama

salah satunya Islam. Menurut Gus Dur agama dan negara itu dua hal yang sangat

berbeda. Namun keduanya saling berkaitan, dapat mengukuhkan satu sama lain,

tidak bertentangan dan juga harus diperjuangkan serta diamalkan. Jadi Pancasila

suatu bentuk perwujudan hubungan Islam dan negara yang sudah paling sesuai

dan tidak perlu untuk diperdebatkan lagi kederadaannya.

Kemudian ideologi Pancasila ini Gus Dur terapkan dalam PKB, karena

Gus Dur menginginkan PKB ini menjadi salah satu partai yang bisa ikut menjaga

NKRI dan dengan dianutnya ideologi Pancasila pada PKB, PKB ini dapat

diterima bukan hannya dikalangan warga NU tetapi bisa juga dikalangan non

muslim, menjaga pluralitas yang ada di Indonesia dan tetap menjadikan

76
7

konstitusi undang-undang dasar 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia tidak

diubah dengan yang lain.

Pengaruh Gus Dur dalam penguatan ideologi Pancasila pada PKB

sangatlah besar. Karena dari dari pembentukan ideologi Pancasila ini

terbentuklah Mabda’ Siyasi, AD/RT, dan Naskah Deklarasi. Yang mana itu

semua dijadikan sebagai pedoman PKB yang masih dijalankan sampai sekarang.

2. Pengaruh Gus Dur dalam menata hubungan agama dan politik yang dianut

dalam PKB

Gus Dur adalah penganut yang menyatakan bahwa agama dan negara

tidak ada hubungan secara struktural akan tetapi ia beranggapan bahwa Islam

adalah sumber nilai pada kehidupan berbangsa dan bernegara.

PKB adalah partai politik yang lahir dari rahim NU, yang mana segala

sesuatu baik ideolog maupun prinsipnya masih berkaitan dengan NU. termasuk

dalam pandangan tentang hubungan Islam dan negara dalam konteks ke

Indonesiaan.

Jadi Gus dur dalam menata hubungan agama dan politik yang ada dalam

PKB, yaitu ia selalu mengedepankan Islam yang toleran, inklusif yang mana

kesadaran akan kelompok atau agama lain harus diterima untuk hidup

berdampingan secara damai dan menyadari pluralisme.

Gus Dur juga mampu membangun PKB dengan menyelaraskan antara

fiqh dengan hukum nasional dan mementingkan kepentingan nasional demi


7

kesejahteraan masyarakat. Karena Indonesia bukanlah negara Islam melainkan

negara kesatuan.

3. Pengaruh Gus Dur dalam orientasi dan praktik politik PKB

Gus Dur dalam orientasi dan praktik politik PKB sangatlah penting.

Karena Gus Dur dipandang sebagai sosok intelektual muslim yang mampu

berpikir moderat untuk kemajuan bangsa. Orientasi PKB yaitu amar ma’ruf nahi

munkar. Yang dengan sungguh-sungguh melakukan pemantauan terhadap

kebijakan pemerintah dan membangun etika moral politik dengan penegakan

hukum, keadilan dan demokrasi.

Gus Dur mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam orientasi dan

praktek politik pada PKB, karena baik mendirikan PKB, membuat Mabda’

siyasi, AD/ART, menentukan DPP PKB, atau menentukan caleg itu Gus Dur

adalah salah satu tokoh yang berperan didalamnya. Dan praktik PKB dalam

parlemenpun sangat matang. Karena PKB mampu membentuk FKB yang mana

berfungsi sebagai organ pelaksana kebijakan partai untuk memperjuangkan cita-

cita dan tujuan partai di dalam kelembagaan MPR/DPR.

B. Saran-Saran

Berkaitan dengan pembahasan Pemikiran Abdurrahman Wahid ( Gus

Dur) dan Pengaruhnya Terhadap Politik Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)

Setelah Era Reformasi 1998-2009 ini, Penulis mempunyai saran-saran sebagai

berikut:
7

1. Untuk partai politik dalam pembuatan ideologi bagi partai, agar tidak

bertentangan dengan NKRI, agar selalu menciptakan kesatuan dan

memperjuangkan nilai-nilai di Indonesia. Pancasila adalah pilihan yang baik

untuk ideologi partai karena tidak bertentangan baik Agama maupun Negara.

2. Dalam menata hubungan agama dalam politik sebaiknya politik itu bisa

sejalan dengan agama, karena negara tanpa agama itu akan hancur, dan

agama tanpa negara itu akan sia-sia.

3. Mengorientasikan partai politik sebaiknya dengan tujuan untuk kelancaran

apa yang dicita-citakan oleh partai, bukan untuk kekuasaan dan kepentingan

partai itu sendiri.

4. Untuk pengendalian konflik internal pada partai. Sebesar apapun konfliknya

sebaiknya jangan ada perpecahan didalamnya, karena itu akan membuat

kerugian tersendiri pada partai.


DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Abdillah Masykuri,”Gus Dur Tentang Demokrasi dan Pluralisme”, Ahmad Fathoni


Rodli dan Fahruddin Salim, Berguru Kepada Bapak Bangsa, (Jakarta:
Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, 1999)

Ali Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, (palu: sinar grafika, 2009)

Arif Syaiful, Humanisme Gus Dur Pergumulan Islam dan kemanusiaan,


(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013)

Bahar Ahmad, Biografi Kiai Politik Abdurrahman Wahid, ( Jakarta: Bina Utama
Perkasatama Publishing, 1999)

Barton Greg, Biografi Gus Dur The authorized Biography of Abdurrahman Wahid”,
(Yogyakarta : LKIS, 2002)

Bebal Sejarah PKb Dalam Pusaran Konflik dan Konflik ( Lembaga Pelatihan dan
Pengembangan Pemuda Bangsa, 2008)

Cahyo Agus N., Salah Apakah Gus Dur? Misteri di Balik Pelengserannya, (
Yogyakarta: IRCiSoD, 2014)

Choirie A. Effendi, PKB Dari NU untuk Indonesia, ( Jakarta Selatan: Levira


Foundation, 2008)

Choirie A. Effendy, PKB Politik Jalan Tengah NU Eksperimentasi Pemikiran Islam


Inklusif dan Gerakan Kebangsaan pasca Kembali Ke Khittah 1926, ( Jakarta:
Pustaka Ciganjur, 2002)

Djalil Matori Abdul, Dari NU Untuk Kebangkitan Bangsa, ( Jakarta: PT Gramedia


Widiasarana Indonesia, 1999)

Dokumen Muktamar I PKB, Membangun Persaudaraan Sejati Antar Manusia


Sebagai Esensi Rekonsilisasi Nasional, (Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PKB, 2000)

DPW PKB Jawa Tengah, Partai Untuk Rakyat, ( Semarang: Aneka Ilmu Semarang,
2003)

80
8

Esposito John L., John O. Voll, Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer, (Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada, 2002)

Fraksi Kebangkitan Bangsa Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia,


Mendayung di Pusaran, (Jakarta: PT Inti Bintang Cemerlang, 2004)

Hadi Syamsul, KH. Abdurrahman Wahid Guru Bangsa, Bapak Pluralisme,


(Jombang: Zahra Book)

Hasil Muktamar NU ke 27 Situbondo, NU Kembali Ke Khittah Perjuangan 1926,


(Semarang: Sumber Barokah, 1986)

Ismail Faisal, NU Gusdurisme dan Politik Kiai, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,
1999)

Jayli Hakim dan Mohammad Tohadi, PKB Dan Pemilu 2004, ( Jakarta Selatan:
Lembaga Pemenang Pemilu Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan
Bangsa, 2003)

Kelompok Kerja LPP DPP PKB, Orientasi Pemenangan Pemilu Partai Kebangkitan
Bangsa, ( Jakarta, LPP DPP PKB, 2002)

Keputusan Muktamar NU XXVII Situbondo, (Surabaya: Pengurus Wilayah NU Jawa


Timur, 1984)

Koirudin, Menuju Partai Advokasi, (Yogyakarta: Pustaka Tokoh Bangsa, 2005)

MD Mahfud, Gus Dur Islam, Politik dan Kebangsaan, (Yogyakarta: LKIS, 2010)

Mubarok A. dan Fathurrahman Karyadi, “Biografi Singkat”, A.M.Y. Spe (Editor),


Gus Dur di Mata Keluarga dan Sahabat, (Jombang: Pustaka Tebuireng,
2010)

Mudatsir Arif dan Mandan Miftahuddin, Jejak Langkah Guru Bangsa Abdurrahman
Wahid, ( Jakarta: Pustaka Indonesia satu, 2010)

Musa Ali Masykur, Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur, (Jakarta: Erlangga, 2010)

Nahrawi Imam, Moralitas Politik PKB (Aktualisasi PKB Sebagai Partai Kerja,
Partai Nasional dan Partai Modern), ( Malang: Averroes Press, 2005)

Ng Al-Zastrauw, Gus Dur Siapa Sih Sampeyan? Tafsir Teoritik Atas Tindakan dan
Pernyataan Gus Dur, (Jakarta: Erlangga, 1999)
8

Purwanto Wawan H., The Power Of Gus Dur, (CMB Press: 2010)

Ramly Andi Muawiyah, Saya Bekerja maka PKB menang, ( Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Partai Kebangkitan bangsa, 2008)

Rifai Muhammad, Gus Dur KH. Abdurrahman Wahid Biografi Singkat 1940-2009,
(Yogyakarta: Garasi House Of Book, cet 1, 2010)

Santoso Listiyono, Teologi Politik Gus Dur, (Yogyakarta : Ar- Ruzz Jogjakarta,
2004)

Selvila Consuelo G, dkk, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta:Universitas


Indonesia UI-Press, 2006)

Sitompul Einar Martahan, NU dan Pancasila, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1989)

Suaedy Ahmad dan Ulil Abshar Abdalla, Gila Gus Dur Wacana Pembaca
Abdurrahman Wahid, (Yogyakarta: LKIS, 2000)

Wahid Abdurrahman, Islam Kosmopolitan Nilai-Nilai Indonesia dan Transfirmasi


Kebudayaan, (Jakarta: The wahid Institute, 2007)

Wahid Abdurrahman, Islam, Negara dan Demokrasi Himpunan Percikan


Perenungan Gus Dur, (Jakarta: Erlangga, 1999)

Wahid Abdurrahman, Islamku Islam Anda Islam Kita Agama Masyarakat Negara
Demokrasi, (Jakarta: The Wahid Institute, 2006)

Wahid Abdurrahman, Mengurai Hubungan Agama dan Negara, ( Jakarta: PT.


Gramedia Widiasarana Indonesia, 1999)

Wahid Abdurrahman, Prisma Pemikiran Gus Dur, (Yogyakarta: LKIS, 1999)


Yahya Ali, Gus Dur di Mata Adik-Adiknya, (Jombang: Pustaka Tebuireng,
2010)

Zada Khamami, A. Fawaid Syadzali, Nahdlatul Ulama Dinamika Ideologi dan


Politik Kenegaraan, (Jakarta: PT Kompas media Nusantara, 2010)

Zakki Muhammad, Gus Dur presiden Republik Akhirat, (Sidoarjo: Masmedia Buana
Pustaka, 2010)
8

Internet

http://m.tempo.co/read/news/2007/03/20

http://nasional.kompas.com/read/2008/07/19/03164441/jalan.panjang.konflik.pkb

Anda mungkin juga menyukai