Artikel KTA

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

Konversi Tanah dan Air Pada Terdegradasi di Daerah Aliran Sungai (DAS)

Kecamatan Cinambo Kota Bandung

Soil and Water Conversion in Degraded Watersheds (DAS) in Cinambo District,


Bandung City
Mohammad Alghifari Hadiprayitno ([email protected]) and Agung R
Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Abstark
Degradasi tanah ialah proses menurunnya kualitas tanah, sehingga fungsi tanah
menjadi berkurang. Penyebab terjadinya degradasi tanah bermacam-macam baik secara
alami seperti tanah muda yang rusak dan curah hujan yang tinggi. Penyebab lainnya adalah
akibat aktivitas manusia seperti pertumbuhan penduduki, marjinalisasi penduduk, masalah,
dan budidaya pertanian yang tidak pada tempatnya. Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui metode konservasi tanah dan air yang diterapkan pada lahan yang terdegradasi.
Penelitian dilakukan melalui observasi langsung lahan pertanian di sekitar DAS Kecamatan
Cinambo. Hasil observasi ini menunjukkan penerapan metode konservasi tanah dan air
seperti penggunaan bahan organik pada lahan yang ditanam, rotasi tanaman, dan
pemanfaatan daerah aliran sungai (DAS) dilakukan petani untuk menjaga agar tanah tidak
mengalami degradasi.

Kata kunci : Degradasi tanah, Konservasi

Abstract
Soil degradation is a process of decreasing soil quality, leading to a reduction in soil
function. The causes of soil degradation are diverse, including both natural factors such as
young, damaged soil and high rainfall and human activities such as population growth,
population marginalization, problems, and out-of-place agricultural practices. This study
aims to identify soil and water conservation methods applied to degraded land. The research
was conducted through direct observation of agricultural land around the Cinambo
Watershed. The results of this observation show that the application of soil and water
conservation methods such as the use of organic matter on planted land, crop rotation, and
the utilization of watersheds (DAS) is carried out by farmers to prevent soil degradation.

Keywords: Soil degradation, conservation

Pendahuluan
Degradasi tanah memicu penurunan mutu dan fungsi tanah. Akibatnya, kesuburan
tanah terkikis, erosi meningkat, dan produktivitas tanaman merosot. Menurut FAO (2017),
degradasi tanah adalah proses penurunan kualitas tanah, sehingga fungsi tanah menjadi
berkurang. Tanah sendiri memiliki banyak fungsi bagi manusia salah satunya dibidang
pertanian sebagai media pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, tanah yang terdegradasi
menjadi hambatan petani dalam proses budidaya tanaman mereka.

Meskipun terdegradasi, tanah masih dapat dipulihkan. Upaya pemulihannya


membutuhkan langkah-langkah agronomi yang terencana, dimulai dari pemilihan bibit
unggul yang tahan terhadap kondisi marginal, penerapan sistem pengolahan tanah yang tepat,
pemeliharaan tanaman yang cermat, dan pemberian pupuk untuk menambah nutrisi tanah..
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Subandi (2012) yang menyebutkan “Applying fertilizer
is a must in agronomic point of view, specially in soil with less fertile due to scarce nutrients
or unbalanced nutrition.”

Menurut Firmansyah (2003) alaminya degradasi tanah dipicu oleh faktor alam seperti
kemiringan tanah yang curam, kondisi tanah muda yang rapuh, dan curah hujan tinggi.
Namun, faktor utama yang mendominasi degradasi tanah adalah campur tangan manusia,
baik yang disengaja maupun tidak disengaja, seperti perubahan populasi, marginalisasi
penduduk, masalah kepemilikan lahan, ketidakstabilan politik dan kesalahan pengelolaan,
kondisi sosial ekonomi, dan praktik pertanian yang tidak tepat.

Konservasi tanah secara umum ialah penempatan suatu bidang tanah pada cara
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai
dengan standarisasi yang telah ditetapkan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sedangkan
konservasi tanah dalam arti syang lebih spesifik diartikan sebagai upaya mencegah kerusakan
tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Konservasi air pada
prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien
mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat
cukup air pada waktu musimkemarau. Konservasi tanah berkaitan juga dengan konservasi air.
Hal ini dikarenakan setiap perlakuan yang diberikan pada suatu bidang tanah akan
mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempat-tempat di hilirnya. Oleh karena itu
konservasi tanah dan konservasi air merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,
berbagai tindakan konservasi tanah adalah juga tindakan konservasi air (Arsyad, 2006).

Menurut Arsyad(1983), usaha-usaha pengawetan (konservasi) tanah ditujukan untuk:


(1) mencegah kerusakan tanah oleh erosi, (2) memperbaiki tanah yang rusak, (3) dan
menetapkan kelas kemampuan tanah dan tindakan-tindakan atau perlakuan agar tanah
tersebut dapat dipergunakan untuk waktu yang tidak terbatas (berkelanjutan). Selanjutnya
dikemukakan bahwa pengawetan air pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke
tanah seefisien mungkin, dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang
merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau.

Berdasarkan beberapa teori pernyataan tersebut, maka dilakukanlah observasi mengenai


konservasi tanah dan air yang dilakukan untuk menanggulagi lahan yang terdegradasi di
wilayah sekitar DAS Cinambo di sekitar Kampus 2 UIN Sunan Gunung Djati dan Masjid Al
Jabar.
Bahan dan Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada hari Rabu di bulan Maret 2024. Metode penelitian yang
digunakan adalah observasi lapangan pada DAS Cinambo di sekitar Kampus 2 UIN Sunan
Gunung Djati dan Masjid Al Jabar.

Selama observasi, data dan informasi dikumpulkan dengan dua alat bantu, yaitu : alat
tulis yang digunakan untuk mencatat informasi penting yang disampaikan oleh dosen
pembimbing dan hasil observasi lapangan juga kamera yang digunakan untuk mengabadikan
kondisi lapangan yang diamati.

Bahan referensi yang digunakan dalam penyusunan jurnal ini berasal dari berbagai
sumber terpercaya, termasuk jurnal ilmiah dan artikel terkait pengendalian air dan tanah.
Sumber-sumber referensi tersebut diakses melalui platform seperti Google Scholar, Research
Gate, dan situs-situs lain yang relevan.

Hasil dan Pembahasan


Observasi dilakukan dengan mengamati kondisi wilayah lahan pertanian di DAS
Cinambo di sekitar Kampus 2 UIN Sunan Gunung Djati dan Masjid Al Jabar mulai dari
melihat dan menyusuri aliran sungai yang dijadikan sebagai sumber irigasi.

Kondisi Umum
Berdasarkan hasil obersevasi yang dilakukan di wilayah studi di kecamatan Cinambo.
Kecamatan Cinambo memiliki bentuk wilayah yang berombak dan tidak teratur. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: Keadaan geologi wilayah Kecamatan Cinambo
tersusun atas batuan beku dan batuan sedimen yang mengalami proses pelapukan dan
pengikisan selama berabad-abad. Proses ini menyebabkan terbentuknya bentuk permukaan
tanah yang tidak rata. Keadaan topografi Kecamatan Cinambo berada di daerah perbukitan
dengan ketinggian yang bervariasi antara 500-700 meter di atas permukaan laut. Hal ini
menyebabkan bentuk permukaan tanah yang bergelombang. Aktivitas manusia yang
dilakukan disana diantaranya pembukaan lahan, pembangunan, dan pertambangan juga dapat
memengaruhi bentuk permukaan tanah.laut. Kondisi termal di area penelitian mencapai 28°C,
dengan rata-rata curah hujan tahunan 240 mm.

Persawahan di DAS Cinambo di sekitar Kampus 2 UIN Sunan Gunung Djati dan
Masjid Al Jabar terpelihara dengan rapi dan tertata. Saluran irigasinya pun berfungsi dengan
baik, sehingga air mengalir lancar untuk mengairi berbagai komoditas yang ditanam di
sana.Padi merupakan tanaman utama di persawahan ini, namun beberapa petani juga
menanam kacang panjang, kembang kol, mentimun, cabai, dan tomat. Kondisi persawahan
terbilang ideal, sehingga minim terjadi permasalahan yang dapat memicu erosi.Meskipun
demikian, perlu diwaspadai bahwa semakin curam kemiringan lahan, semakin besar pula
potensi erosi yang terjadi. Hal ini disebabkan oleh kecepatan aliran permukaan air yang
meningkat, yang berakibat pada energi angkut air yang semakin besar pula. Selain itu, makin
curamnya lereng, semakin banyak pula butir-butir tanah yang terpercik ke atas akibat
tumbukan butir hujan. Hal ini tentu saja memperparah erosi tanah. Sebagai contoh, jika
kemiringan lereng dua kali lipat lebih curam, maka potensi erosi yang terjadi dapat mencapai
2 hingga 2,5 kali lebih besar.

Meskipun potensi erosi di persawahan DAS Cinambo terbilang kecil, upaya konservasi
tanah tetap diperlukan. Hal ini dikarenakan penggunaan lahan yang berkelanjutan tanpa
upaya konservasi dapat merusak unsur hara tanah dan menurunkan produktivitas lahan.

Di samping itu, kondisi air di kawasan Kampus II UIN SGD Bandung perlu mendapat
perhatian. Kekurangan air, kualitas air yang tidak layak untuk konsumsi, dan sampah yang
menggenang merupakan beberapa tantangan yang perlu diatasi.

DAS yang dijadikan sumber irigasi (Sumber : dokumentasi pribadi)

Masyarakat harus terus berusaha untuk mendapatkan hasil panen demi kelangsungan
hidup mereka. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan eksperimen
untuk menangani dan mengelola lahan pertanian. Upaya ini merupakan bentuk pengabdian
kepada Allah SWT, karena hasil percobaan mereka dapat memberikan manfaat bagi
manusia.Perubahan iklim yang terjadi saat ini menjadi bahan pembelajaran bagi manusia.
Kita perlu belajar bagaimana beradaptasi dan mencari solusi inovatif untuk menghadapi
tantangan yang diakibatkan oleh perubahan iklim (Subandi and Abdelwahab, 2014).

Faktor-Faktor Degradasi Lahan


Khusus untuk tanah-tanah tropika basa terdapat tiga proses penting yang menyebabkan
terjadinya degradasi tanah, yaitu:

1) degradasi fisik yang berhubungan dengan memburuknya struktur tanah sehingga


memicu pergerakan, pemadatan, aliran banjir berlebihan, dan erosi dipercepat,

2) degradasi kimia yang berhubungan dengan terganggunya siklus C, N, P, S dan


unsur-unsur lainnya, dan
3) degradasi biologi yang berhubungan dengan menurunya kualitas dan kuantitas bahan
organik tanah, aktivitas biotik dan keragaman spesies fauna tanah yang juga menurun ikut
menurun (Lal, 2000).

Degradasi sumber daya alam merupakan permasalahan kompleks dengan berbagai


faktor penyebab. (Pasandaran et al. 2011) Mengungkapkan ada 3 faktor penyebab, yaitu :

1. Politik Pengelolaan Sumber Daya:


 Manufer politik untuk akses sumber daya: Politik sering
dimanfaatkan untuk mendapatkan akses terhadap lahan dan air,
memicu eksploitasi berlebihan dan degradasi.
 Krisis air dan tata kelola: Krisis air bukan hanya terkait
pengelolaan air atau infrastruktur, tapi juga struktur sosial politik
yang tidak adil.
2. Peningkatan Populasi:
 Tekanan pemanfaatan lahan: Pertumbuhan penduduk yang pesat
meningkatkan tekanan terhadap lahan, mendorong konversi hutan
dan penggunaan lahan yang tidak berkelanjutan.
 Eksploitasi SDA di masa kolonial: Eksploitasi sumber daya alam
di masa penjajahan Belanda digunakan untuk kepentingan
perdagangan, tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan.
3. Konspirasi Pengusaha dan Penguasa:
 Penjarahan hutan di Jawa: Penebangan hutan secara sistematis di
Jawa dimulai oleh VOC, dengan izin dari Raja Mataram, untuk
kepentingan usaha.
 Ketidakseimbangan penguasaan hutan: Di luar Jawa, hutan masih
relatif utuh dan dikuasai oleh berbagai pihak, seperti lembaga adat,
masyarakat setempat, dan kesultanan.
4. Kebijakan Politik dan Birokrasi:
 Kebijakan eksploitatif dan berkelanjutan: Tidak semua kebijakan
bersifat eksploitatif. UUPA pada era Orde Lama, meskipun dinilai
tidak efektif, menekankan pada pengelolaan sumber daya lahan
dan air secara berkelanjutan.
 Penurunan tekanan terhadap penjarahan hutan: Dinamika politik
pada era Orde Lama, dengan fokus pada nation building, telah
menurunkan tekanan terhadap penjarahan hutan.

Kebijakan pemerintah pada era Orde Lama yang menonjol ialah Undang-undang
Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) yang
cakupannya memerhatikan prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya lahan dan air secara
berkelanjutan. Walaupun pelaksanaan undang-undang ini dinilai tidak efektif, dinamika
politik yang menekankan pada nation building pada pemerintahan Orde Lama telah
menurunkan tekanan terhadap penjarahan hutan (Pasandaran et al. 2011).
Pengaruh Degradasi Lahan Pertanian Terhadap Produktifitas Tanaman
Di Indonesia, erosi yang melebihi ambang toleransi merupakan penyebab utama
degradasi lahan. Degradasi ini dapat terjadi akibat penurunan sifat fisik dan kimia tanah, yang
disebabkan oleh berbagai faktor seperti pemadatan tanah akibat penggunaan alat berat dan
mesin pertanian yang berlebihan dan proses eluviasi akibat pencucian tanah oleh air hujan
atau irigasi yang berlebihan. Selain itu, degradasi lahan juga dapat disebabkan oleh
kemunduran sifat kimia tanah, seperti penggaraman (salinization) akibat penggunaan air
irigasi yang mengandung garam berlebihan, pemasaman (acidification) akibat penggunaan
pupuk kimia yang berlebihan, dan pencemaran (pollution) akibat bahan kimia berbahaya
seperti pestisida dan herbisida.

Kehilangan lapisan permukaan tanah (top soil) akibat degradasi lahan dapat
menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti kehilangan top soil dapat menyebabkan
penurunan produktivitas tanah dan hasil panen, kehilangan top soil dapat meningkatkan risiko
erosi, yang dapat merusak struktur tanah dan membawa pergi nutrisi dan bahan organik, dan
penurunan kualitas air karena erosi tanah dapat membawa pergi sedimen dan polutan ke
sungai dan danau sehingga menurunkan kualitas air. Meskipun dalam beberapa kasus
kehilangan top soil dapat memperbaiki produktivitas tanah, namun hal ini tidak selalu terjadi.
Pada umumnya, kehilangan top soil akan membawa dampak negatif bagi lingkungan dan
ekonomi. (Wolman 1985 dalam Obalum et al. 2012).

Degradasi lahan tidak hanya disebabkan oleh erosi, tetapi juga ditandai dengan semakin
seringnya terjadi banjir, kekeringan, dan longsor. Hal ini dapat dilihat pada lahan di Kampus
II UIN, di mana saat musim hujan, tanah yang dijadikan lahan pertanian terendam banjir,
bedengan rata, dan tanaman gagal panen. Sebaliknya, saat musim kemarau, tanah menjadi
sangat kering dan tanaman mati kekeringan, sehingga kembali gagal panen. Menurut
(Firmansyah, 2003) terdapat lima proses utama yang terjadi akibat degradasi lahan, yaitu:
menurunnya bahan kandungan bahan organik tanah, perpindahan liat, memburuknya struktur
dan pemadatan tanah, erosi tanah, deplesi dan pencucian unsur hara.
Degradasi lahan tidak hanya berakibat pada penurunan hasil panen, tetapi juga merusak
atau mengganggu fungsi lahan dan infrastruktur pertanian. Hal ini diungkapkan oleh
Adimihardja (2008), di mana degradasi lahan dapat menurunkan produksi dan kualitas hasil
pertanian. Penurunan ini disebabkan oleh erosi tanah yang menurunkan kesuburan tanah,
seperti yang terlihat pada hasil panen petani yang hanya cukup untuk konsumsi pribadi atau
hanya beberapa komoditas yang dapat dijual di pasar tradisional Gede Bage. Hal ini
disebabkan oleh kualitas yang tidak sebanding dengan komoditas yang ditanam di lahan yang
lebih baik dan produktif.

Kerusakan tanah, baik secara fisik, kimia, maupun biologi, dapat mengakibatkan
penurunan produksi padi secara signifikan. Menurut Sudirman dan Vadari (2000), penurunan
produksi padi pada lahan semi kritis mencapai sekitar 22%, 32% pada lahan kritis, dan
diperkirakan sekitar 38% pada lahan sangat kritis. Dua faktor utama yang berkontribusi
terhadap penurunan produksi padi, yaitu : kedalaman solum dilahan garapan dan kandungan
bahan organik yang tersedia.

Konservasi Tanah Dan Air Pada Lahan Terdegradasi


Lahan pertanian di wilayah Kampus II UIN SGD Bandung mengalami degradasi tanah,
seperti kekeringan dan kejenuhan akibat penanaman berbagai komoditas secara terus
menerus. Untuk meningkatkan produktivitas lahan secara berkelanjutan dan menjaga
kelestarian lingkungan, diperlukan penerapan teknologi konservasi tanah dan air yang tepat.
Menurut FAO (2011), konservasi tanah dan air melalui pendekatan agroekosistem dapat
meningkatkan keuntungan usaha tani, memperbaiki ketahanan pangan, dan meningkatkan
produktivitas lahan secara berkelanjutan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
menerapkan tiga prinsip konservasi tanah dan air secara simultan, yaitu: olah tanah minimum
unuk mengurangi pengadukan tanah yang berlebih, penutup tanah permanen untuk menjaga
kelembapan tanah dan mencegah erosi, dan rotasi tanaman seperti menanam berbagai jenis
tanaman secara bergantian untuk menjaga kesuburan tanah dan mengendalikan hama dan
penyakit. Sesuai dengan teori tersebut, teknik konservasi tanah yang digunakan petani di
lahan tersebut adalah dengan menanam berbagai komoditas secara bergantian, seperti padi,
buncis, tomat, kembang kol, dan lain sebagainya.

Penutup tanah organik merupakan aspek penting dalam konservasi tanah dan air di
lahan kering terdegradasi di daerah tropis. Hal ini dikarenakan penutup tanah organik dapat
memengaruhi neraca air tanah, meningkatkan aktivitas biologi tanah, menyediakan bahan
organik dan meningkatkan kesuburan tanah, dan melindungi tanah dari erosi (Lahmar et al,
2011; Varvel dan Wilhelm 2011). Konservasi tanah dan air yang efektif dengan penggunaan
penutup tanah organik memiliki manfaat jangka panjang, yaitu mitigasi perubahan iklim, dan
degradasi lahan (Marongwe et al. 2011).

Penetapan teknologi pengelolaan lahan yang tepat di daerah aliran sungai (DAS) dapat
dilakukan dengan evaluasi kesesuaian lahan menentukan komoditas yang sesuai dan
pendugaan erosi menghitung tingkat erosi tanah menggunakan metode Universal Soil Loss
Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978). Metode USLE
memiliki beberapa kelebihan yaitu sederhana sehingga mudah dipahami dan diterapkan,
efektif karena cukup akurat, dan cocok untuk daerah dengan faktor utama erosi hujan dan
aliran permukaan seperti yang diterapkan pada lahan di daerah Kampus II, di mana DAS
dimanfaatkan sebagai sumber irigasi untuk komoditas yang ditanam petani. Namun, metode
USLE juga memiliki suatu kelemahan, yaitu: tidak mempertimbangkan keragaman spasial,
nilai parameter yang diperlukan untuk perhitungan erosi dianggap homogen dalam suatu
satuan lahan, padahal dalam kenyataannya terdapat variasi spasial dalam DAS.

Simpulan
1. Di sekitar Kampus 2 UIN Sunan Gunung Djati dan Masjid Al Jabar, DAS Cinambo
menghadapi beberapa tantangan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam.
Tantangan utama adalah degradasi lahan yang disebabkan oleh kepadatan penduduk,
krisis air, erosi di lahan cekung, dan tanah yang jenuh.

2. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan upaya terpadu dari berbagai pihak. Salah
satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan bahan organik
sebagai pupuk. Hal ini dapat membantu meningkatkan kesuburan tanah dan
mengurangi erosi.Selain itu, DAS Cinambo juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber
irigasi. Hal ini dapat membantu mengatasi krisis air dan meningkatkan produktivitas
pertanian.

Ucapan Terima Kasih


Dengan penuh rasa syukur, penulis memanjatkan puji ke hadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya yang tiada terhingga sehingga penulis dapat
menyelesaikan jurnal ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan pengikutnya. Semoga rahmat dan keberkahan
senantiasa menyertai kita sebagai umatnya.

Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang
tua tercinta yang selalu memberikan dorongan dan motivasi tiada henti. Tanpa dukungan
mereka, penulis tidak mungkin menyelesaikan jurnal ini.

Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Dr. H. M. Subandi, Drs., Ir., MP.,
dosen mata kuliah Konservasi Tanah dan Air. Beliau telah banyak membantu penulis dalam
hal bimbingan penulisan dan pemberian materi yang sangat bermanfaat dalam menyelesaikan
jurnal ini. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan beliau dengan sebaik-baiknya.
(Jazaakumullahu khoiron katsiiron).

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai