Tasawuf Dan Karakteristik
Tasawuf Dan Karakteristik
Tasawuf Dan Karakteristik
Disusun oleh :
Anggita Hastuti(232402012)
Laila Afifah(232404005)
Ammara Fanesa(232402009)
TANGERANG – BANTEN
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Makalah berjudul “ Tasawuf Dan Karakteristik”.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah di Fakultas Hukum Ekonomi Syariah Dan Perbankan Syariah
STAI BINAMADANI.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Dan kepada
teman-teman yang telah memberikan semangat dan dukungannya dalam mengerjakannya.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mohon
saran& kritik untuk menyempurnakan makalah ini.
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................2
2.1. Pengertian Tasawuf...........................................................................................................2
2.2. Karakteristik Tasawuf.......................................................................................................3
2.3. Tokoh yang meneliti Tasawuf...........................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Tasawuf adalah suatu ajaran spiritual dalam Islam yang fokus pada pengembangan
kesadaran diri dan hubungan dengan Tuhan. Ajaran ini telah berkembang sejak zaman Nabi
Muhammad SAW dan telah menyebar ke berbagai penjuru dunia. Tasawuf memiliki beberapa
aliran, seperti tasawuf falsafi, tasawuf syi'i, dan tasawuf Sunni, masing-masing dengan
karakteristik dan amalan yang berbeda-beda. Dalam beberapa penelitian, tasawuf dipandang
sebagai suatu jalan dakwah yang dibawa para ulama untuk mendekatkan diri kepada Allah dan
berkontribusi dalam sosial masyarakat. Ajaran ini juga telah membentuk beberapa masyarakat
yang religius, humanis, dan berbudi luhur. Oleh karena itu, tasawuf dapat dipandang sebagai
suatu ajaran yang sangat penting dalam Islam dan memiliki potensi besar dalam membantu
individu untuk mencapai kesadaran diri dan hubungan dengan Tuhan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologis, ilmu Tasawuf banyak diartikan oleh para ahli, sebagian menyatakan
bahwa kata tasawuf berasal dari kata shuffah yang berarti serambi masjid nabawi yang didiami
oleh sebagian sahabat anshar, ada pula yang mengatakan berasal dari kata shaf yang berarti
barisan, shafa yang berarti bersih atau jernih dan shufanah yakni nama kayu yang bertahan di
padang pasir . Adapun tentang definisi tasawuf (sufi) yang dikemukakan oleh sejumlah tokoh
sufi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Bisyri bin Haris mengatakan bahwa Tasawuf adalah orang yang suci hatinya
menghadap Allah SWT.
2) Sahl at-Tustari : orang yang bersih dari kekeruhan, penuh dengan renungan, putus
hubungan dengan manusia dalam menghadap Allah, baginya tiada beda antara harga
emas dan pasir.
3) Al-Junaid al-Baghdadi : membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang,
menekan sifat basyariah (kemanusiaan), menjauhi hawa nafsu, berpegang pada ilmu
kebenaran dan mengikuti syari’at Rasulullah Saw.
4) Abu Qasim Abdul Karim al-Qusyairi: menjabarkan ajaran-ajaram Al-Qur’an dan
Sunnah, berjuang mengendalikan nafsu, menjauhi perbuatan bid’ah, mengendalikan
syahwat dan menghindari sifat meringankan terhadap ibadah.
5) Abu Yazid al-Bustami: melepaskan diri dari perbuatan tercela, menghiasi diri dengan
akhlak yang terpuji dan mendekatkan diri kepada Allah.
6) Ma’ruf al-Karkhi (Wafat 200 H): mengambil hakikat dan Tamak dari apa yang ada
dalam genggaman tangan makhluk.
Jika menelaah beberapa pengertian diatas, pengertian tasawuf tampaknya bermakna
bervariasi, hal ini dikarenakan perilaku dan status spiritual (Maqam) yang berbeda dan dominan
dalam diri mereka, seperti tawakkal, cinta kasih dan rambu-rambu spiritual yang menjadi
pengantar ke hadirat Tuhan semesta alam. Al-Thusi melansir beberapa definisi tasawuf di dalam
kitabnya yang monumental al-Luma’, seolah-olah betapa sulitnya memberikan definisi yang
bersifat jami’ mani’.
2
Definisi bisa disarikan dalam karakteristik Sufi yang disebutkan oleh al-Thusi. Beliau
mengatakan bahwa sufi adalah orang alim yang mengenal Allah dan hukum-hukum Allah,
mengamalkan apa yang diajarkan, menghayati apa yang diperintahkan, merasakan apa yang
mereka hayati dan melebur dengan yang mereka rasakan. Dari paparan al-Thusi diatas, dapat
dirumuskan bahwa Tasawuf memuat dan mengandung setidaknya lima unsur, yaitu Ilmu
(Pengetahuan), Amal (Pelaksanaan), Tahaqquq (Penghayatan), Wajd (Perasaan) dan Fana’
(Peleburan)
Ada dua bentuk atau karakteristik tasawuf yaitu tasawuf yang bercorak religius dan
tasawuf yang bercorak filosofis. Tasawuf yang bercorak religius adalah semacam gejala yang
tibul dalam semua agama, baik di dalam yang diakui di dunia maupun agama yang tidak diakui
dunia. Begitu juga dengan tasawuf filosofis, yang sejak lama telah dikenal di dunia timur
sebagai warisan filsafat orang-orang yunani, maupun di Eropa abad pertengahan ataupun
modern. Hal ini dapat kita lihat pada beberapa sufi Muslim atau banyak mistikus Kristen. Karena
itu pada diri seorang filosof, terjadinya perpaduan antara kecenderungan intelektual dan
kecenderungan mistis merupakan sesuatu yang tidak asing lagi.
Secara umum karakteristik tasawuf adalah sebagai berikut:
1. Tasawuf yang bertujuan untuk pembinaan aspek moral. Aspek ini meliputi mewujudkan
kestabilan jiwa yang berkesinambungan, penguasaan dan pengendalian hawa nafsu
sehingga manusia konsisten dan komitmen hanya kepada keluhuran moral. Tasawuf
seperti ini bersifat praktis.
2. Tasawuf yang bertujuan untuk ma’rifatullah melalui peyingkapan langsung (kasyf al-
hijab). Tasawuf ini bersifat teoritis dengan seperangkat ketentuan khusus yang
diformulasikan secara sistematis analitis.
3. Tasawuf yang bertujuan membahas bagaimana system pengenalan dan pendekatan diri
kepada Allah secara mistis filosofis. Arti dekat dengan Tuhan terdapat tiga simbolis,
yaitu: dekat dalam arti melihat dan merasakan kehadiran Tuhan dalam hati, dekat dalam
arti berjumpa dengan Tuhan sehingga terjadi dialog antara manusia dengan Tuhan, dekat
3
dalam arti penyatuan manusia dengan Tuhan sehingga terjadi adalah monolog antara
manusia yang telah menyatu dengan idarat Tuhan.
Dibawah bentuk atau karakteristik tasawuf menurut para tokoh tasawuf dunia:
A. William James, seorang ahli ilmu jiwa Amerika, mengatakan bahwa kondisi-kondisi
Tasawuf selalu ditandai oleh empat karakteristik sebagai berikut :
1. Sebagai suatu kondisi pemahaman (noetic). Sebab, bagi para penempuhnya ia
merupakan kondisi pengetahuan serta dalam kondisi tersebut tersingkaplah hakekat
realitas yang baginya merupakan ilham, dan bukan merupakan pengetahuan
demonstratif.
2. Sebagai suatu kondisi yang mustahil dapat dideskripsikan atau dijabarkan. Sebab ia
semacam kondisi perasaan (states of feeling), yang sulit diterangkan pada orang lain
dalam detail kata-kata seteliti apa pun.
3. Ia merupakan suatu kondisi yang cepat sirna (transiency). Dengan kata lain, dia tidak
berlangsung lama tinggal pada sang sufi atau mistikus, tapi ia menimbulkan kesan-
kesan sangat kuat dalam ingatan.
4. Ia merupakan suatu kondisi pasif (passivity).Dengan kata lain, seorang tidak
mungkin menumbuhkan kondisi tersebut dengan kehendak sendiri. Sebab, dalam
pengalaman mistisnya, justru dia tampak seolah-olah tunduk di bawah suatu
kekuatan supernatural yang begitu menguasainya.
4
3. Kecemerlangan intelektual (intelektual illumination).
Sudah menjadi hal yang wajar bagi seorang sufi mempunyai intelektual yang
cemerlang. Hal itu karena mereka senantiasa untuk mendekatkan diri dan memohon
kepada sang pencipta agar diberi kecerdasan intelekyual.
4. Perasaan hidup kekal (sence of immotality).
Para sufi mempunyai perasaan hidup yang kekal adalah hal yang wajar menurut
mereka, karena mereka menganggap bahwa Allah akan menjadikannya mereka kekal
sebab telah dekat dengan-Nya. Namun bagi kalangan bukan sufi perasaan hidup
kekal tersebut tidak ada, karena Allah pasti akan mematikan semuia makhluk tanpa
terkecuali.
5. Hilangnya perasaan takut mati (loss of fear of death).
Para sufi mempunyai perasaan tidak takut mati karena mereka beranggapan bahwa
dirinya akan masuk surga. Hal itu dikarenakan mereka telah dekat dengan Allah
Tuhan pencipta alam.
6. Hilangnya perasaan dosa (loss of sense of sin).
Pelaku sufisme menganggap bahwa dosanya yang telah dilakukan akan dihilangkan
karean mereka beranggapan bahwa Tuhan akan menghapus segala dosa manusia
yang telah bertobat dan senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya.
7. Ketiba-tibaan (suddynness).
5
2.3. Tokoh yang meneliti Tasawuf
B. J. Arberry
A.J. Arberry merupakan salah seorang peneliti islam di barat yang sangat terkenal, dia
banyak melakukan penelitian dalam bidang studi keislaman, termasuk dalam penelitian
tasawuf. Dalam bukunya “pasang surut aliran tasawuf”, Arberry mencoba menggunakan
pendekatan kombinasi, yaitu antara pendekatan tematik dengan pendekatan tokoh. Dengan
pendekatan tersebut dia mencoba kemukakan tentang firman Allah, kehidupan nabi, para
zahid, para sufi, para ahli teori tasawuf, sruktur teori dan amalan tasawuf , tarikat sufi, teosofi
dalam aliran tasawuf serta runtuhnya aliran tasawuf. Dari isi penelitiannya itu, tampak
bahwa Arberry menggunakan analisis kesejarahan, yakni berbagai tema tersebut dipahami
berdasarkan konteks sejaranya, dan tidak dilakukan proses aktualisasi nilai atau
mentranformasikan ajaran-ajaran tersebut ke dalam makna kehidupan modern yang lebih
luas.
6
C. Prof. Dr. Harun Nasution
Harun Nasution lahir pada tanggal 23 September 1919 di Pematang Siantar, Sumatera Utara.
Beliau adalah seoranr tokoh yang terenal dengan ide pembaharuannya. Selain itu Harun
Nasution juga merupakan guru besar dalam bidang teologi dan filsafat islam serta menaruh
perhatian yang besar terhadap penelitian di bidang tasawuf.
Dalam bukunya yang berjudul filsafat dan mistisisme dalam islam, ia menggunakan metode
tematik, yakni penyajian ajaran tasawuf disajikan dalam tema jalan untuk dekat kepada
Tuhan dengan berbagai cara yaitu
a) Taubat, merupakan kembali ke jalan yang di ridhoi Allah SWT, yang merupakan jalan
pertama untuk dekat kepada Allah SWT
b) Wara’ adalah meninggalkan segala sesuatu yang mengandung syubhat (kesamaran) di
dalamnya. Menurut Abdul Halim wara’ adalah kehati-hatian di dalam perkataan, hati
nurani dan perbuatan
c) Zuhud, adalah meninggalkan segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia dan
memfokuskuskan diri untuk kehidupan akhirat yang kekaldengan meningkatkan
ibadah kepada Allah.
d) Mahabbah, memleluk kepatuhan kepada Tuhan dan membenci sikap melawan kepada-
NYA, menyerahkan seeluruh diri kepada yang dikasih dan mengisongkan diri dari
segala sesuatu kecualidari diri yng dikasihi. Maqam mahabbah dialami oleh Rabi’ah
Al-Adawiyah.
e) Fana, melebur nafsu jasmani mereka di dalam peniadaan diri dan menjadi hapus dari
segala yang berada di bawah-Nya.
f) Baqa, memandang ke kanan mereka lihat Tuhan dan jika mereka memandang ke kiri
mereka juga melihat Tuhan. Mereka melihat-Nya di dalam keadaan apapun. Mereka
hidup kekal di dalam kebaqaan-Nya.
g) al-ma’rifat, semua makhluk dari dua dunia dan dalam diri semua orang mereka melihat
Tuhan, dan tak ada keluhan yang timbul karena penglihatannya.
h) al-ittihad, seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, suatu tingkatan
dimana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari
mereka dapat memanggil yang satu.
7
i) Hulul, secara harifah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia
tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiannya
melalui fana. Dengan kata lain hulul sebagai suatu tahap dimana manusia dan Tuhan
menyatu secara Rohaniah.
j) Wahdat al-wujud, adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu wahdat dan al-
wujud. Wahdat artinya sendiri, tunggal, atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada.
Dengan demikian wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud antara pelaku sufi dengan
tuhannya tanpa ada jarak sedikitpun.
Penelitiannya itu memberikan hasil bahwa komunikasi dengan Tuhan dapat dilakukan
melalui daya rasa manusia yang berpusat di lubuk hati sanubari. Efek dari komunikasi
tersebut adalah memberikan kesadaran bagi manusi sufi untuk senantiasa mensucikan diri
dari perbuatan tercela. Hakekat tasawuf beliau adalah mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dalam agama Islam, Tuhan memang dekat sekali dengan manusia.
D. Mustafa Zahri
Mutafa Zahri memusatkan perhatiannya terhadap tasawuf dengan menulis buku berjudul
“kunci memahami ilmu tasawuf”. Penelitiannya bersifat ekploratif, yakni menggali ajaran
tasawuf dari berbagai literatur ilmu tasawuf. Ia menekankan pada ajaran yang terdapat dalam
tasawuf berdasarkan literatur yang ditulis oleh para ulama terdahulu serta dengan mencari
sandaran pada al-qur’an dan hadits. Ia menyajikan tentang kerohanian yang di dalamnya
dimuat tentang contoh kehidupan nabi, kunci mengenal Allah, sendi kekuatan batin, fungsi
kerohanian dalam menenteramkan batin, serta tarekat dan fungsinya. Beliau juga
menjelaskan tentang bagaimana hakikat tasawuf, ajaran makrifat, do’a, dzikir dan makna
lailaha illa Allah. Beliau menjelaskan bahwa konsep fana dan baqa saling berkaitan dengan
ittihad dan tidak dapat terpisahkan. Didalam bukunya beliau menerangkang bahwa tasawuf
adalah dasar pokok kekuatan bathin, pembersih jiwa, pemupuk iman, penyubur amal saleh
semata-mata mencari keridhaan Allah, memperkuat daya juang dengan sifat-sifat sabar dab
syukur, ridha bil qadha, suhud dan ikhlas, yang semuanya itu adalah sifat-sifat yang bernilai
tinggi. Membina tata hidup dan penghidupan, terutama untuk membina mental pembangunan
8
atas dasar-dasar ajaran Tasawuf, maka Islam akan lebih mampu membangun kemajuan dunia
dan terutama pada pembangunan Nasional kita sekarang ini.
9
BAB III
KESIMPULAN
10
DAFTAR PUSTAKA
Al- Ghozali. 2008.Mutiara Ihya ‘Ulumudin: yang di Tulis Sendiri Oleh Sang Hujatul Islam.
Bandung:Mizan.
Amir Maksum, Ahmad. 2010.Pemikiran Prof. Dr. Simuh Tentang Tasawuf dalam Buku
Islam Dan Pergumulan Budaya Jawa, Yogyakarta:UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
11