Pengertian Kerukunan Antar Umat Beragama

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

Pengertian Kerukunan Antar Umat Beragama

Kerukunan dapat diartikan sebagai kondisi hidup dan kehidupan yang mencerminkan suasana damai,
tertib, tentram, sejahtera, hormat menghormati, harga menghargai, tenggang rasa, gotong royong
sesuai dengan ajaran agama dan kepribadian pancasila.

Kerukunan antar umat beragama dapat dikatakan sebagai suatu kondisi sosial dimana semua golongan
agama bisa hidup berdampingan bersama-sama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing untuk
melaksanakan kewajiban agamanya.

Kerukunan hidup umat beragama di Indonesia dipolakan dalam Trilogi Kerukunan yaitu:

1. Kerukunan intern masing-masing umat dalam satu agama Ialah kerukunan di antara aliran-aliran
/ paham-paham /mazhab-mazhab yang ada dalam suatu umat atau komunitas agama.
2. Kerukunan di antara umat / komunitas agama yang berbeda-beda Ialah kerukunan di antara
para pemeluk agama-agama yang berbeda-beda yaitu di antara pemeluk islam dengan pemeluk
Kristen Protestan, Katolik, Hindu, dan Budha.
3. Kerukunan antar umat / komunitas agama dengan pemerintah Ialah supaya diupayakan
keserasian dan keselarasan di antara para pemeluk atau pejabat agama dengan para pejabat
pemerintah dengan saling memahami dan menghargai tugas masing-masing dalam rangka
membangun masyarakat dan bangsa Indonesia yang beragama.

Kerukunan antar agama yang dimaksudkan ialah mengupayakan agar terciptanya suatu keadaan yang
tidak ada pertentangan intern dalam masing-masing umat beragama, antar golongan-golongan agama
yang berbeda satu sama lain, antara pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama yang lainnya,
antara umat-umat beragama dengan pemerintah.

Dengan demikian kerukunan merupakan jalan hidup manusia yang memiliki bagian-bagian dan tujuan
tertentu yang harus dijaga bersama-sama, saling tolong menolong, toleransi, tidak saling bermusuhan,
saling menjaga satu sama lain.

Kerukunan antar umat beragama dapat diwujdkan dengan;

1. Saling tenggang rasa, saling menghargai, toleransi antar umat beragama

2. Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu

3. Melaksanakan ibadah sesuai agamanya, dan

4. Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam Agamanya maupun peraturan Negara


Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (ta’awun) dengan
sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat
berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama.

Kerja sama intern umat beragama


Persaudaraan atau ukhuwah, merupakan salah satu ajaran yang mendapat perhatian penting dalam
islam. Al-qur’an menyebutkan kata yang mengandung arti persaudaraan sebanyak 52 kali yang
menyangkut berbagai persamaan, baik persamaan keturunan, keluarga, masyarakat, bangsa, dan
agama. Ukhuwah yang islami dapat dibagi kedalam empat macam,yaitu :
– Ukhuwah ’ubudiyah atau saudara sekemakhlukan dan kesetundukan kepada Allah.
– Ukhuwah insaniyah (basyariyah), dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena semua
berasal dari ayah dan ibu yang sama;Adam dan Hawa.
– Ukhuwah wathaniyah wannasab,yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan.
– Ukhuwwah fid din al islam, persaudaraan sesama muslim.

Esensi dari persaudaraan terletak pada kasih sayang yang ditampilkan bentuk perhatian, kepedulian,
hubungan yang akrab dan merasa senasib sepenanggungan. Nabi menggambarkan hubungan
persaudaraan dalam haditsnya yang artinya ” Seorang mukmin dengan mukmin yang lain seperti satu
tubuh, apabila salah satu anggota tubuh terluka, maka seluruh tubuh akan merasakan demamnya.
Ukhuwwah adalah persaudaraan yang berintikan kebersamaan dan kesatuan antar sesama.
Kebersamaan di akalangan muslim dikenal dengan istilah ukhuwwah Islamiyah atau persaudaraan yang
diikat oleh kesamaan aqidah.

Persatuan dan kesatuan sebagai implementasi ajaran Islam dalam masyarakat merupakan salah satu
prinsip ajaran Islam.

Salah satu masalah yang di hadapi umat Islam sekarang ini adalah rendahnya rasa kesatuan dan
persatuan sehingga kekuatan mereka menjadi lemah. Persatuan di kalangan muslim tampaknya belum
dapat diwujudkan secara nyata. Perbedaan kepentingan dan golongan seringkali menjadi sebab
perpecahan umat. Perpecahan itu biasanya diawali dengan adanya perbedaan pandangan di kalangan
muslim terhadap suatu fenomena. Dalam hal agama, di kalangan umat islam misalnya seringkali terjadi
perbedaan pendapat atau penafsiran mengenal sesuatu hukum yang kemudian melahirkan berbagai
pandangan atau madzhab. Perbedaan pendapat dan penafsiran pada dasarnya merupakan fenomena
yang biasa dan manusiawi, karena itu cara menyikapi perbedaan pendapat itu adalah dengan
memahami berbagai penafsiran.

Untuk menghindari perpecahan di kalangan umat islam dan memantapkan ukhuwah islamiyah para ahli
menetapkan tiga konsep,yaitu :

1. Konsep tanawwul al ’ibadah (keragaman cara beribadah).


Konsep ini mengakui adanya keragaman yang dipraktekkan Nabi dalam pengamalan agama
yang mengantarkan kepada pengakuan akan kebenaran semua praktek keagamaan selama
merujuk kepada Rasulullah. Keragaman cara beribadah merupakan hasil dari interpretasi
terhadap perilaku Rasul yang ditemukan dalam riwayat (hadits).
2. Konsep al mukhtiu fi al ijtihadi lahu ajrun(yang salah dalam berijtihad pun mendapatkan
ganjaran).
Konsep ini mengandung arti bahwa selama seseorang mengikuti pendapat seorang ulama, ia
tidak akan berdosa, bahkan tetap diberi ganjaran oleh Allah , walaupun hasil ijtihad yang
diamalkannya itu keliru. Di sini perlu dicatat bahwa wewenang untuk menentukan yang benar
dan salah bukan manusia, melainkan Allah SWT yang baru akan kita ketahui di hari akhir.
Kendati pun demikian, perlu pula diperhatikan orrang yang mengemukakan ijtihad maupun
orang yang pendapatnya diikuti, haruslah orang yang memiliki otoritaskeilmuan yang
disampaikannya setelah melalui ijtihad.
3. Konsep la hukma lillah qabla ijtihadi al mujtahid (Allah belum menetapkan suatu hukum
sebelum upaya ijtihad dilakukan seorang mujtahid).
Konsep ini dapat kita pahami bahwa pada persoalan-persoalan yang belum ditetapkan
hukumnya secara pasti, baik dalam al-quran maupun sunnah Rasul, maka Allah belum
menetapkan hukumnya. Oleh karena itu umat islam,khususnya para mujtahid, dituntut untuk
menetapkannya melalui ijtihad. Hasil dari ijtihad yang dilakukan itu merupakan hukum Allah
bagi masing-masing mujtahid, walaupun hasil ijtihad itu berbeda-beda.

Ketiga konsep di atas memberikan pemahaman bahwa ajaran Islam mentolelir adanya perbedaan dalam
pemahaman maupun pengalaman. Yang mutlak itu hanyalah Allah dan firman-fiman-Nya,sedangkan
interpretasi terhadap firman-firman itu bersifat relatif. Karena itu sangat dimungkinkan untuk terjadi
perbedaan. Perbedaan tidak harus melahirkan pertentangan dan permusuhan. Di sini konsep Islam
tentang Islah diperankan untuk menyelesaikan pertentangan yang terjadi sehingga tidak menimbulkan
permusuhan, dan apabila telah terjadi, maka islah diperankan untuk menghilangkannya dan
menyatukan kembali orang atau kelompok yang saling bertentangan.

Ayat Al-Qur’an tentang Toleransi

Surah Al-Kafirun

Artinya: Katakanlah: Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan
kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang
kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu
agamamu, dan untukkulah, agamaku. (Q.S. al-Kafirun: 1-6).

Ayat ini turun saat orang-orang kafir Quraisy mencari-cari cara untuk menghentikan dakwah Rasulullah
saw.. Setelah mereka gagal membujuk Rasulullah saw. dengan tahta, wanita, dan harta, maka mereka
pun sekarang hendak membujuknya dengan berkompromi (bertoleransi) untuk saling menyembah
Tuhan satu dengan Tuhan yang lain. Artinya, kaum kafir Quraisy hendak meminta Rasulullah untuk
menyembah Tuhan mereka pada tahun tertentu dan mereka akan menyembah Allah pada tahun lainnya
(bergantian). Maka ayat ini menjawab ajakan itu dengan menolaknya dengan tegas, bahwa toleransi
yang seperti ini tidaklah tepat.
Kesimpulan:

Islam tegas untuk hanya menyembah dan patuh pada perintah Allah, tidak akan menyekutukannya
dengan lainNya.

Islam tidak memaksa kaum lain untuk menyembah Allah karena kewajiban umat Islam hanya
menyampaikan dakwah, tidak untuk memaksa masuk Islam.

Yunus 40-41

‫ َو ِاۡن َك َّذ ُبۡو َك َف ُقْل ِّلۡى َعَمِلۡى َو َلـُك ۡم َعَم ُلُك ۡم ۚ‌ َاۡن ـُتۡم َب ِر ٓۡي ـُٔـۡو َن ِمَّم ۤا َاۡع َم ُل َو َاَن ا َب ِر ٓۡى ٌء‬. ‫َو ِم ۡن ُهۡم َّم ۡن ُّي ۡؤ ِمُن ِبٖه َو ِم ۡن ُهۡم َّم ۡن اَّل ُيۡؤ ِمُن ِبٖهؕ‌ َو َر ُّبَك َاۡع َلُم ِباۡل ُم ۡف ِس ِد ۡي َن‬
‫ِّمَّما َتۡع َم ُلۡو َن‬
Artinya: Dan di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Qur’an, dan di antaranya ada
(pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang
yang berbuat kerusakan. Jika mereka mendustakan kamu, Maka Katakanlah: “Bagiku pekerjaanku dan
bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang Aku kerjakan dan akupun berlepas diri
terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Yunus: 40-41)
Kesimpulan

Ketika Nabi Muhammad SAW diutus dengan membawa Al-Qur’an, orang-orang Quraisy ada yang
beriman dan ada juga yang tidak

Allah SWT mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan di bumi, yaitu mereka yang musyrik dan
berbuat zalim serta aniaya.

Bentuk toleransi yang ada pada ayat ini adalah jika mendapati orang-orang yang mendustakan agama
Islam, maka umat Islam tidak perlu marah, namun katakan kepadanya “Atamu amalmu dan atasku
amalku karena setiap amal akan dipertanggungjawabkan.”

Al Kahfi : 29

‫َو ُقِل اْلَح ُّق ِمْن َر ِّبُك ْم ۖ َفَم ْن َش اَء َف ْلُيْؤ ِمْن َو َم ْن َش اَء َف ْلَي ْك ُفْر ۚ ِإَّن ا َأْع َتْد َن ا ِللَّظ اِلِميَن َن اًر ا َأَح اَط ِبِه ْم ُس َر اِد ُقَه ا ۚ َو ِإْن َي ْس َت ِغيُثوا ُيَغاُثوا ِبَماٍء َك اْلُمْه ِل َي ْش ِو ي‬
‫اْلُو ُجوَه ۚ ِبْئ َس الَّش َر اُب َو َس اَء ْت ُمْر َتَفًقا‬
Artinya : Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin
(beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami
telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka
meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (Q.S.
al-Kahfi: 29)
Kesimpulan:

Ketika Nabi Muhammad SAW diutus dengan membawa Al-Qur’an, orang-orang Quraisy ada yang
beriman dan ada juga yang tidak.
Hidayah ada di Allah, maka tugas umat Islam hanya menyampaikan dakwah. Jika dakwah diterima
ataupun ditolak, maka hal yang musti dilakukan adalah menyerahkan segala urusan kepadaNya.

Bentuk toleransi dalam ayat ini adalah tidak memaksakan hidayah atas seseorang, namun hanya
menyampaikan bahwa atas orang-orang yang zalim (yaitu mengingkari dakwah), maka Allah mengancam
atasnya neraka.

Surat Al-Baqarah 256

‫ال ِإْك َر اَه ِفي الِّد يِن َقْد َت َبَّيَن الُّر ْش ُد ِمَن اْلَغ ِّي َفَم ْن َي ْك ُفْر ِبالَّط اُغ وِت َو ُيْؤ ِمْن ِباِهَّلل َفَقِد اْس َت ْم َس َك ِباْلُعْر َو ِة اْل ُو ْث َق ى ال اْن ِفَص اَم َلَه ا َو ُهَّللا َس ِم يٌع َع ِليٌم‬
Artinya: “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar
daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat Kuat (Islam) yang tidak akan putus.
dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Ayat ini berkenaan dengan Hushain dari golongan Anshar, suku Bani Salim bin ‘Auf yang mempunyai dua
orang anak yang beragama Nasrani, sedang ia sendiri seorang Muslim. Ia bertanya kepada Nabi Saw:
“Bolehkah saya paksa kedua anak itu, karena mereka tidak taat kepadaku, dan tetap ingin beragama
Nasrani?.” Allah menjelaskan jawabannya dengan ayat tersebut bahwa tidak ada paksaan dalam Islam.
Kesimpulan

Tidak dibenarkan adanya paksaan. Kewajiban kita hanyalah menyampaikan agama Allah kepada
manusia dengan cara yang baik dan penuh kebijaksanaan serta dengan nasihat-nasihat yang wajar
sehingga mereka masuk agama Islam dengan kesadaran dan kemauan mereka sendiri.

Apabila kita sudah menyampaikan kepada mereka dengan cara yang demikian tetapi mereka tidak juga
mau beriman itu bukanlah urusan kita melainkan urusan Allah swt..

Telah jelas perbedaan antara kebenaran dan kebatilan. Maka barangsiapa yang mengikuti kebenaran,
atasnya kebaikan. Namun jika mengikuti hawa nafsunya, maka atasnya penyesalan di kemudian hari.

Surat Yunus : 99

‫َو َلْو َش اَء َر ُّبَك آلَمَن َم ْن ِفي األْر ِض ُكُّلُهْم َج ِميًع ا َأَفَأْن َت ُتْك ِر ُه الَّن اَس َح َّت ى َي ُك وُنوا ُمْؤ ِمِنيَن‬
Artinya : Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi
seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang
beriman semuanya. (QS. Yunus (10) : 99).
Kesimpulan

Ayat ini menerangkan bahwa jika Allah berkehendak agar seluruh manusia beriman kepada-Nya, maka
hal ini akan terlaksana, karena untuk yang melakukan yang demikian adalah mudah bagi-Nya.
Sesungguhnya, andaikan Tuhanmu menghendaki untuk tidak menciptakan manusia dalam keadaan siap
menurut fitrahnya untuk melakukan kebaikan dan keburukan, dan untuk beriman atau kafir dan dengan
pilihannya sendiri dia lebih suka kepada salah satu diantara perkara-perkara yang mungkin dilakukan,
dengan meninggalkan kebalikannya melalui kehendak dan kemauannya sendiri, tentu semua itu Allah
lakukan. Namun, kebijaksanaan Allah tetap untuk menciptakan manusia sedemikian rupa, sehingga
manusia mempertimbangkan sendiri dengan pilihannya, apakah akan beriman atau kafir, sehingga ada
sebagian manusia yang beriman dan adapula yang kafir.

Dalam hubungan ini banyak dijumpai ayat-ayat Al-Qur’an yang menekankan pentingnya kerukunan
intern umat Islam, antara lain tertera dibawah ini :

‫َو اْعَتِصُم وا ِبَح ْبِل ِهَّللا َجِم يًعا َو اَل َتَفَّر ُقوا ۚ َو اْذ ُك ُروا ِنْع َم َت ِهَّللا َع َلْيُك ْم ِإْذ ُكْنُتْم َأْع َداًء َفَأَّلَف َبْيَن ُقُلوِبُك ْم َفَأْص َبْح ُتْم ِبِنْع َم ِتِه ِإْخ َو اًنا َو ُكْنُتْم َع َل‬
‫ٰى َشَفا ُح ْفَر ٍة ِم َن الَّناِر َفَأْنَقَذُك ْم ِم ْنَها ۗ َك َٰذ ِلَك ُيَبِّيُن ُهَّللا َلُك ْم آَياِتِه َلَع َّلُك ْم َتْهَتُد وَن‬
Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali Allah (agama Islam) dan janganlah kamu bercerai-
berai dan kenanglah nikmat Allah kepada kamu ketika kamu bermusuh-musuhan (semasa jahiliah
dahulu), lalu Allah menyatukan di antara hati kamu (sehingga kamu bersatu-padu dengan nikmat Islam),
maka menjadilah kamu dengan nikmat Allah itu orang-orang Islam yang bersaudara dan kamu dahulu
telah berada di tepi jurang Neraka (disebabkan kekufuran kamu semasa jahiliah), lalu Allah selamatkan
kamu dari Neraka itu (disebabkan nikmat Islam juga). Demikianlah Allah menjelaskan kepada kamu ayat-
ayat keteranganNya, supaya kamu mendapat petunjuk hidayatNya (QS.Ali Imran 103)

‫َو اَل َتُك وُنوا َك اَّلِذ يَن َتَفَّر ُقوا َو اْخ َتَلُفوا ِم ْن َبْع ِد َم ا َج اَء ُهُم‬
‫اْلَبِّيَناُت ۚ َو ُأوَٰل ِئَك َلُهْم َع َذ اٌب َع ِظ يٌم‬
Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah berceri-berai dan
berselisihan (dalam agama mereka) sesudah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang jelas
nyata (yang dibawa oleh Nabi-nabi Allah) dan mereka yang bersifat demikian, akan beroleh azab seksa
yang besar (QS.Ali Imran 105)

Dalam ajaran islam seorang muslim tidak dibolehkan mencacimaki orang tuanya sendiri. Artinya jika
seseorang mencacimaki orang tua saudaranya, maka orang tuanya pun akan dibalas oleh saudaranya
untuk dicaci maki. Demikian pula mencaci maki tuhan atau peribadatan agama lain, maka akibatnya
pemeluk agama lain pun akan mecaci maki tuhan kita. Sejalan dengan agama ini agar pemeluk agama
lain pun menghargai dan menghormati agama islam.

Hadis tentang toleransi

‫َع ِن اْب ِن َع َّباٍس َقاَل ِقيَل ِلَرُس وِل الَّلِه َص َّلى الَّلُه َع َلْي ِه َوَس َّلَم َأُّي ْاَألْدَياِن َأَح ُّب ِإَلى الَّلِه َقاَل اْلَح ِنيِف َّيُة الَّس ْمَحُة‬.
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata; ditanyakan kepada Rasulullah saw. “Agama manakah yang paling dicintai
oleh Allah?” maka beliau bersabda: “Al-Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi toleran)”

‫َأَّن َرُس وَل الَّلِه َص َّلى الَّلُه َع َلْي ِه َوَس َّلَم َقاَل َرِح َم الَّلُه َرُج اًل َس ْم ًحا ِإَذا َباَع َوِإَذا اْش َتَرى َو ِإَذا اْق َتَضى‬.
Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Allah merahmati orang yang memudahkan ketika menjual dan
ketika membeli, dan ketika memutuskan perkara”.
Manfaat Kerukunan Antar Umat Beragama

 Terciptanya suasana yang damai dalam bermasyarakat


 Toleransi antar umat Beragama meningkat
 Menciptakan rasa aman bagi agama – agama minoritas dalam melaksanakan ibadahnya masing
masing
 Meminimalisir konflik yang terjadi yang mengatasnamakan Agama

Anda mungkin juga menyukai