Kelompok 2 Resume Jurnal Fitoremediasi Logam Berat Pada Tanah

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 8

Nama : 1.

Inggit Putri Mediva (2114181010)


2. Nesa Pradani (2114181024)
Kelompok : 2 (dua)
Mata Kuliah : Pengelolaan Logam Berat

RESUME POTENSI FITOREMEDIASI BEBERAPA TANAMAN


DI TANAH TROPIS YANG TERCEMAR LOGAM BERAT

I. PENDAHULUAN

Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengatasi pencemaran logam berat
yang mengkhawatirkan di lingkungan tanah dengan penggunaan metode fisik,
kimia, dan biologi. Metode biologi yang dikembangkan saat ini adalah
penggunaan beberapa tanaman bioakumulasi logam berat untuk menurunkan
konsentrasi logam berat tanah dengan mengakumulasi logam berat pada akar
tanaman (fitostabilisasi) atau pucuk tanaman (fitoekstraksi) atau bagian tanaman
lain yang dipanen, yang disebut sebagai fitoremediasi. Efektivitas fitoremediasi
dilaporkan lebih tinggi bila dikombinasikan dengan metode kimia dan juga
menggunakan bahan pembenah tanah seperti kapur, bahan organik, bahan
pengkhelat atau biochar.

Metode fitoremediasi menggunakan tanaman untuk mengekstraksi, menetralkan,


mengakumulasi, dan mengurangi kontaminan, seperti logam berat dari tanah, air
atau udara. Fitoremediasi disarankan menjadi strategi yang efektif dan ekonomis
untuk mengangkut logam berat dari tanah dan berguna untuk mengurangi risiko
yang terkait dengan kontaminan logam berat melalui penggunaan tanaman
hiperakumulator. Jenis tanaman yang digunakan dalam fitoremediasi harus
mempunyai potensi pertumbuhan yang cepat dan bebas penyakit dan hama,
2

harus mampu bersaing dengan jenis yang kurang diminati, harus mampu
beradaptasi pada berbagai kondisi tanah dan iklim, serta harus mampu tumbuh di
lahan tanah yang tidak subur.

Beberapa tanaman diduga mempunyai sifat hipertoleransi terhadap logam berat


yaitu mampu mengakumulasi logam berat dengan konsentrasi tinggi pada jaringan
akar dan pucuk sehingga disebut hiperakumulator contohnya adalah bayam, bunga
matahari, kubis, buncis, willow, brokoli, selada, dan bayam, serta beberapa gulma
seperti rumput gajah. Menurut Salam dkk (2021) akumulasi Cu dan Zn oleh
rumput gajah meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi Cu dan Zn dalam
tanah yang dihasilkan dari amandemen limbah yang mengandung Cu dan Zn.
Akumulasi Cu dan Zn tanaman pada akar dan seluruh akar dan pucuk tanaman
serta faktor translokasinya (umumnya > 1,00) sangat tinggi dan berkorelasi
dengan konsentrasi masing-masing dalam tanah (r2>0,90) yang menegaskan
bahwa pertumbuhan akar atau pucuk dan serapan logam berat rumput gajah
dipengaruhi oleh konsentrasi logam berat tanah dan rumput gajah sebagai
fitoekstrak Cu dan Zn.

II. BAHAN DAN METODE

2.1 Contoh Tanah yang Tercemar Logam Berat

Sampel tanah dikumpulkan dari petak percobaan yang dilakukan pada tahun 1998
di Sidosari, Natar, Lampung Selatan. Sampel tanah diambil secara komposit dari 5
titik pada petak percobaan yang diberikan perlakuan hanya limbah indsutri pada
dosis kontrol (0 Mg ha-1), dosis rendah (15 Mg ha-1), dan dosis tinggi (60 Mg ha-
1
). Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan menggunakan auger Belgia
dengan ukuran 0-15 cm. Sampel tanah dikeringkudara, digiling hingga lolos
saringan 2 mm, dan diaduk rata sebelum digunakan dalam percobaan. Kadar air
sampel tanah ditentukan berdasarkan berat kering oven (1050C selama 24 jam).
Sifat awal tanah dan limbah industri yang digunakan ditunjukkan oleh (Tabel 1).
3

Tabel 1. Sifat-sifat awal tanah dan limbah industri terpilij yang digunakan dalam
penelitian.

2.2 Eksperimen Rumah Kaca

Eksperimen rumah kaca dilakukan di Sekolah Tinggi Al-Madani di Bandar


Lampung. Percobaan dilakukan dengan menggunakan 200 g contoh tanah (1050C
setara kering oven 24 jam) sebagai media tanam. Tanaman yang digunakan adalah
caisim (Brassica chinensis var. Parachinensis), kangkung (Ipomoea aquatica),
dan selada (Lactuca sativa) ditanam dalam sampel tanah pot setelah penambahan
air hingga 40%. Tanaman dibiarkan tumbuh pada kapasitas air tanah yang diatur
oleh air kapiler dari reservoir air di bawah media tanam. Semua unit percobaan
dilakukan dalam rangkap tiga.

2.3 Analisis Tumbuhan dan Tanah

Tunas dan akar tanaman dipanen secara terpisah dan ditimbang berat basah dan
berat kering oven (600C, 3 x 24 jam) dan dianalisis Zn tanaman pada akhir masa
pertumbuhan 4 minggu. Sampel tanah juga diambil untuk dianalisis Zn
menggunakan HNO3 1 N yang melibatkan penggunaan Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS). Selain Zn tanah, ditentukan juga N total tanah
(menggunakan metode Kjeldahl), C-organik (menggunakan metode Walkey and
Black), dan pH tanah (menggunakan elektroda pH). Analisis tanah dilakukan
sebelum dan sesudah penenaman.

Zn tanaman ditentukaan sebagai berikut, 1 g tanaman yang dikeringkan dalam


oven dan digiling halus dimasukkan ke dalam wadah porselen dan ditempatkan
4

dalam tungku, dipanaskan pada suhu 3000C selama 2 jam dan kemudian pada
suhu 5000C selama 4 jam. Setelah itu sampel tanaman diambil dan dibiarkan
mencapai suhu kamar. Sampel tanah dibasahi dengan beberapa tetes air suling dan
diberi perlakuan dengan 10 ml HCl 1 N dan diletakkan di atas hot plate dan
dibiarkan mendidih perlahan. Setelah dingin, abu tanaman yang larut disaring ke
dalam labu ukur 100 ml. Wadah kemudian dibilas dengan 10 ml HCl 1 N dan
sekitar 50 ml air suling pada kertas saring ke dalam labu ukur. Air suling
ditambahkan untuk mengencerkan filtrat hingga 100 ml. Sebelum analisis Zn,
filtrat dikocok dahulu lalu masukkan ke dalam flame AAS.

Zn tanah ditentukan sebagai berikut, 2 g (1050C, setara kering oven 24 jam)


sampel tanah dimasukkan ke dalam botol ekstraksi dan ditambahkan 20 ml 1 N
HNO3. Campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam end to end shaker
selama 2 jam. Setelah disaring, supernatan kemudian ditentukan untuk konsentrasi
Zn dengan flame AAS.

III. HASIL DAN DISKUSI

3.1 Perubahan Tanah dan Tanaman Zn

Tabel 2. Perubahan konsentrasi Zn pada tanah terkontaminasi dengan


fitostabilisasi

Semua tanaman yang dievaluasi dalam penelitian ini secara signifikan


menurunkan konsentrasi Zn tanah (Tabel 2). Kangkung menunjukkan efek
5

penyerapan Zn yang paling besar pada tanah sekitar (-16,0)-(-38,5) dibandingkan


dengan caisim berkisar (-8,90)-(-29,8) dan terendah pada selada yang berkisar
antara (-7,8)-(-23,7). Efektivitas masing-masing tanaman dalam menurunkan
kadar Zn tanah bergantung pada konsentrasi Zn tanah yang dipengaruhi oleh
perubahan limbah (Tabel 2). Secara umum, persentase penurunan Zn tanah
semakin rendah pada tingkat limbah yang lebih tinggi. Kehadiran Zn yang lebih
tinggi pada tingkat limbah yang lebih tinggi tampaknya menghambat penyerapan
Zn oleh seluruh tanaman. Sebagaimana dalam penelitian Salam (2017),
konsentrasi logam berat yang tinggi dapat mengganggu dan menghambat
pertumbuhan tanaman. Sifat fitotoksisitas Zn juga ditunjukkan dengan
menurunnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta menginduksi
kerusakan oksidatif pada beberapa tanaman.

Gambar 2. Serapan Zn oleh beberapa tanaman dari tanah yang tercemar logam
berat (selada mati pada kadar Zn tinggi)

Serapan Zn oleh seluruh tanaman justru meningkat seiring dengan meningkatnya


konsentrasi Zn dalam tanah (Gambar 2). Misalnya serapan Zn oleh kangkung dari
tanah dengan limbah 0, 15, dan 60 Mg ha-1 masing-masing sebesar 1,821, 1,926,
dan 2,096 mg kg-1. Tren serupa juga terjadi pada tanah yang ditanami caisim atau
selada (Gambar 2). Namun, peningkatan serapan Zn oleh tanaman tidak cukup
untuk menurunkan konsentrasi Zn tanah secara signifikan seiring dengan
peningkatan kadar limbah, terutama pada tingkat limbah yang tinggi. Serapan Zn
pada kangkung terbukti lebih tinggi dibandingkan dengan caisim dan selada pada
semua tingkat limbah. Hal tersebut menunjukkan bahwa kangkung merupakan
6

ekstraktor logam berat yang paling efektif di antara ketiga tanaman tersebut. Tidak
ada data untuk selada dengan tingkat limbah tertinggi. Selada mati pada tingkat
limbah yang tinggi (Gambar 2).

Gambar 3. Hubungan Zn tanaman dengan Zn tanah (seloada mati pada kadar Zn


tinggi)

Analisis regresi menunjukkan bahwa serapan Zn tanaman dan Zn tanah juga


berkorelasi positif dan linier dengan koefisien korelasi yang tinggi dengan R2=
0,96* pada tanah yang ditanami caisim, R2= 0,95* pada tanah yang ditanami
kangkung, dan R2= 0,64* pada tanah ditanami selada (Gambar 3). Penemuan hal
serupa pada penilitian Salam dkk (2021) yang menunjukkan tanah terkontaminasi
logam berat yang ditanami rumput gajah; akumulasi Cu dan Zn tanaman pada
akar dan seluruh akar serta pucuk tanaman berkorelasi tinggi dengan
konsentrasinya masing-masing dalam tanah (r2 > 0,90).

Semua data di atas menunjukkan bahwa kangkung mampu tumbuh dengan baik di
tanah tropis yang tercemar Zn (Tabel 2, Gambar 2). Tanaman ini mempunyai daya
adaptasi yang tinggi terhadap tekanan lingkungan seperti logam berat, terbukti
dari daya adaptasinya terhadap tanah tropis yang terkontaminasi dan tidak
menunjukkan gejala toksisitas. Menurut Mukhopadhyay dkk (2010), tanaman
dengan biomassa yang tinggi dan pertumbuhan yang cepat seperti kangkung
cenderung mempunyai daya serap dan translokasi logam yang lebih baik.
Sebaliknya, hasil pengamatan menunjukkan bahwa selada menunjukkan gejala
toksisitas logam berat berupa klorosis pada hari ke 4 setelah tanam dan mati pada
minggu ke 2 setelah tanam pada tanah yang diberi limbah 60 Mg ha-1. Hal ini
7

menunjukkan bahwa selada tidak cocok untuk agen fitoremediasi pada tanah
dengan logam berat tinggi.

Tabel 3. Perubahan C-organik tanah dan N total pada berbagai tanaman

Seperti halnya biomassa semua tanaman, C organik tanah dan N total juga
dipengaruhi oleh Zn tanah; meningkat pada konsentrasi yang lebih rendah tetapi
diturunkan pada konsentrasi Zn yang tinggi (Tabel 3). Kehadiran lebih banyak
logam berat seperti Zn di dalam tanah mungkin telah menekan kemampuan akar
tanaman untuk menghasilkan eksudat organik seperti asam organik. Zn tanah yang
tinggi dan logam berat lainnya juga dapat menurunkan populasi dan aktivitas
mikroba tanah, serta sifat enzimatik tanah, yang dapat menurunkan C organik.

3.2 Karakteristik Fitoremediasi Tanaman

Tabel 4. Sifat pertumbuhan tanaman yang dipengaruhi oleh tingkat limbah

Perilaku masing-masing tanaman dalam mengakumulasi Zn dari tanah sangat erat


kaitannya dengan sifat pertumbuhan akar dan pucuknya. Hal ini dapat ditunjukkan
melalui nilai RSR (root-to-shoot ratio) pada tanaman. Pada (Tabel 4) ditunjukkan
bahwa nilai RSR caisim dan selada meningkat seiring dengan meningkatnya
konsentrasi Zn. Berbeda halnya dengan tanaman kangkong yang mana nilai RSR
8

menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi Zn. Hal tersebut menunjukkan


bahwa kangkong lebih toleran terhadap Zn tingkat tinggi seperti yang ditunjukkan
oleh serapan Zn yang lebih tinggi (Gambar 2) dan perngaruhnya terhadap ∆Zn
dalam tanah (Tabel 2) dibandingkan dengan kedua tanaman lainnya. Namun.
pertumbuhan tanaman kangkong (akar dan pucuk) ditekan secara signifikan oleh
peningkatan Zn dalam tanah.

Tabel 5. Faktor translokasi Zn terserap pada tanaman

Pada (Tabel 5) ditunjukkan bahwa semua tanaman memiliki nilai Translocation


Factor (TF) < 1,00 yang mana menunjukkan bahwa Zn lebih banyak terakumulasi
di akar tanaman (fitostabilisasi) dibandingkan di pucuk akar (fitoekstraksi). Hal
tersebut menunjukkan bahwa lebih sedikit Zn yang terakumulasi pada pucuk dan
sebaliknya lebih tinggi Zn terakumulasi pada akar tanaman.

IV. KESIMPULAN

Pertumbuhan semua tanaman terhambat oleh peningkatan Zn tanah yang


dipengaruhi oleh pengolahan limbah, dengan kangkung sebagai tanaman yang
paling progresif dan menghasilkan biomassa terbesar. Semua tanaman mengalami
penurunan Zn tanah secara signifikan. Kangkung air menyebabkan penurunan
paling besar, sedangkan selada mati pada konsentrasi Zn yang tinggi. Penyerapan
Zn meningkat seiring dengan bertambahnya Zn tanah ( R2 linier tinggi ). Seng
terakumulasi lebih banyak pada akar tanaman dibandingkan pada tunas.

Anda mungkin juga menyukai