MAKALAH Hakikat Ipteks

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

HAKIKAT IPTEKS DALAM PANDANGAN ISLAM

Disusun Oleh:
Hanum Septiani ( 21430545 )
Eka Ramadani ( 214 )

PROGRAM STUDI D III AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2024

-
KATA PENGANTAR

Pertama tama penulis memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT
yang senantiasa melimpahkan segala nikmat dan karuniaNya, karena berkat
karunianya penulis dapat menyelesaikan tugas mata AIK IV. Shalawat serta salam
senantiasa kita panjatkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Rekan rekan yang senantiasa
mendukung dan memotivasi serta memberi masukan yang sangat berguna dalam
penyelesaian tugas makalah ini.

Makalah ini berjudul "HAKIKAT IPTEK DALAM PANDANGAN


ISLAM ". Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu penulis memohon maaf, apabila didalam tulisan saya ini ada kekurangandalam
penulisan sebagainya. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
untuk perbaikan penulisan kedepannya.

Ponorogo, 1 April 2024

Penulis

-
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia selain diciptakan sebagai abdullah ia juga diutus sebagai
khalifatullah yang tujuannya untuk menjadi pemimpin di dunia beserta isinya
ini sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah, baik itu yang
tersurat dalam Al Qur'an dan Al Hadits mupun yang tersirat dalam Sunnatullah
(fenomena alam). Dengan kata lain dalam Islam harus ada keserasian antara
imtaq yang berorientasi kepada 'abdullah yaitu zikir dan iptek yang berorientasi
kepada khalifatullah yaitu fikir.
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Banyak ayat
yang disebutkan dalam Al-Qur'an yang menganjurkan manusia untuk selalu
mencari ilmu. Allah senantiasa meninggikan derajat orang yang berilmu,
sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Mujadalah ayat 11:
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Al-Mujadala
(11). Yang terpenting, tujuan ilmu pengetahuan tidak bisa keluar dari nilai-nilai
Islam sudah pasti nilai-nilai tersebut membawa kepada kemaslahatan manusia.
Seluruh ilmu, baik ilmu ilmu teologi maupun ilmu ilmu kealaman merupakan
alat untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan selama memerankan peranan ini,
maka ilmu itu suci. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan
konsekuensi dari konsep ilmu dalam Al Qur'an yang menyatakan bahwa hakikat
ilmu itu adalah menemukan sesuatu yang baru bagi masyarakat, artinya
penemuan sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui orang. Dijelaskan dalam
surat al-'alaq

5: ‫علم اإلنسان مالم يعلم العلق‬

Jadi pada hakikatnya umat Islarnlah yang paling berkewajiban untuk


mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai tanda ketaatannya
terhadap Allah SWT. Namun satu fenomena yang paling memilukan yang

-
dialami umat Islam seluruh dunia saat ini adalah ketertinggalan dalam persoalan
iptek, padahal untuk kebutuhan kontemporer kehadiran iptek merupakan suatu
keharusan yang tidak dapat ditawar, terlebih-lebih iptek dapat membantu dan
mempermudah manusia dalam memahami (mema'rifati) kekuasaan Allah dan
melaksanakan tugas kekhalifahan.
Realitas tersebut sebenarnya tidak akan terjadi jika umat Islam kembali
kepada ajaran Islam yang hakiki. Untuk itulah sudah saatnya umat Islam
bangkit untuk mengejar ketertinggalannya dalam hal iptek. Pada makalah ini
akan dipaparkan mengenai konsep iptek dan peradaban Islam, hubungan ilmu,
agama, dan budaya, serta hukum Sunatullah (kausalitas).

B. Rumusan Masalah
1. Konsep IPTEKS dan Peradaban Muslim
2. Hubungan Ilmi, Aganma, dan Budaya
3. Hukum Sunnatullah (Kausalitas)

-
BAB II TINJAUAN TEORI

I. KONSEP IPTEK DAN PERADABAN ISLAM


A. Pengertian Ipteks
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) adalah kegiatan terus-
menerus yang dikembangkan dalam peradaban Muslim. Hal ini dikarenakan
penemuan-penemuan IPTEKS yang semakin canggih dan semakin
memudahkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Di sisi
lain penguasaan dan pengembangan IPTEKS tanpa mengaitkan dengan
nilai-nilai agama, hanya akan menciptakan intelektual-intelektual yang
miskin eksistensi diri dan moralitas (akhlak) yang mulia.
Salah satu jabatan termulia manusia selain sebagai hamba Allah SWT
adalah sebagai khalifahtullah sebagaimana yang telah diamanatkan oleh
Allah dalam al-Qur'an surat al- Baqarah: 30. Dari ayat tersebut dapat
dipahami bahwa manusia sebagai khalifah Allah diberikan amanah dalam
dua hal penting. Yang pertama, tugas manusia untuk selalu memelihara
bumi dari pengerusakan baik dilakukan secara sengaja maupun kerusakan
yang disebabkan oleh alam sehingga bumi dapat diwariskan kepada
generasi penerus dalam keadaan tetap lestari. Kedua, kewajiban manusia
untuk selalu menciptakan perdamaian dengan penuh cinta kasih dan
menghindari adanya pertumpahan darah.
Kedua tugas dan kewajiban manusia di atas sejalan dan terkait erat
dengan konsep pemikiran IPTEKS dan Peradaban. Hal ini terbukti dari
pemanfaatan sain dan teknologi yang cenderung tak terkontrol, sehingga
menimbulkan eksploitasi yang luar biasa, baik dari sisi fisis-biologis
maupun dari sisi sosial budaya terhadap kehidupan manusia. Alhasil,
eksploitasi dan eksplorasi berlebihan tersebut melahirkan berbagai bencana,
baik bencana material maupun moral serta juga dapat mengancam
keselamatan umat manusia. Menurut Daradjat (1979), bencana yang
menimpa manusia disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi

-
cara pandang dan berpikir masyarakat modern, antara lain: (1) kebutuhan
hidup yang semakin meningkat dan konsumtif; (2) rasa individualistis dan
egoistis; (3) persaingan dalam kehidupan; (4) keadaan yang tidak stabil; dan
(5) terlepasnya IPTEKS dari agama.
IPTEKS merupakan singkatan dari tiga komponen yaitu "ilmu
pengetahuan", "teknologi" dan “seni”.
Mengenai definisi ilmu pengetahuan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai gabungan berbagai pengetahuan yang disusun
secara logis dan bersistem dengan memperhitungkan sebab dan akibat.
Lebih jauh Zalbawi Soejati mendefinisikan ilmu pengetahuan atau sains
sebagai sunnatullah artinya adalah ilmu yang mengarah perhatiaannya
kepada perilaku alam (bagaimana alam bertingkah laku).
Menurut Ali Syariati dalam buku Cakrawala Islam yang ditulis oleh
Amin Rais, Ilmu adalah pengetahuan manusia tentang dunia fisik dan
fenomenanya. Ilmu merupakan imagi mental manusia mengenai hal yang
kongkret. la bertugas menemukan hubungan prinsip, kausalitas,
karakteristik di dalam diri manusia, alam, dan entitas entitas lainnya.
Sedangkan kata teknologi berasal dari bahasa Yunani "teknikos" berarti
"teknik". Apabila ilmu bertujuan untuk berbuat sesuatu, maka teknologi
bertujuan untuk membuat sesuatu. Karena itu maka teknologi itu berarti
suatu metode penerapan ilmu untuk keperluan kehidupan manusia.
Menurut Zalbawi Soejati, teknologi adalah wujud dari upaya manusia
yang sistematis dalam menerapkan atau memanfaatkan ilmu pengetahuan
sains sehingga dapat memberikan kemudahan dan kesejahteraan bagi umat
manusia.
Dari beberapa definisi tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
ilmu pengetahuan merupakan kumpulan beberapa pengetahuan manusia
tentang alam empiris yang disusun secara logis dan sistematis. Sedangkan
Teknologi merupakan penerapan dari ilmu pengetahuan tersebut, yang
tujuan sebenarnya adalah untuk kemaslahatan manusia.

-
II. HUBUNGAN ILMU, AGAMA DAN BUDAYA
A. AGAMA
1. Devinisi Agama
Devinisi Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan
nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran. kebhaktian dan kewajiban
kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Kata "agama"
berasal dari bahasa Sansekerta ägama yang berarti "tradisi". Sedangkan
kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari
bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti
"mengikat kembali". Maksudnya dengan bereligi. seseorang mengikat
dirinya kepada Tuhan (wikipedia.com).
2. Pentingnya Agama bagi Manusia
Setiap agama dan kepercayaan mempunyai pengertiannya
masing masing. Agama dapat dilihat sebagai kepercayaan dan pola
perilaku yang dimiliki oleh manusia untuk menangani masalah-masalah
penting dan aspek aspek alam semesta yang tidak dapat dikendalikannya
dengan teknologi maupun sistem organisasi sosial yang dikenalnya.
Agama memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi sosial dan fungsi
psikologis. Secara psikologis, agama dapat mengurangi kegelisahan
manusia dengan memberikan penerangan tentang hal hal yang tidak
diketahui dan tidak dimengerti olehnya di dalam kehidupan sehari-hari.
Ditinjau secara sosial, agama mempunyai sanksi bagi seluruh perilaku
manusia yang beraneka ragam.
3. Pentingnya peran manusia terhadap agama
Bagi kebanyakan manusia, kerohanian dan agama memainkan
peran utama dalam kehidupan mereka. Menurut Feuerbach, yang
disebut Allah adalah kesadamn manusia itu sendiri. Menurut pemikiran
itu maka Feuerbach menyimpulkan bahwa agama adalah kesadaran Nan
tak terbatas. Dengan demikian, manusia menciptakan Allah menurut
citranya sendiri, sehingga dapat dikatakan bahwa manusia jugalah yang

-
menciptakan agama. Manusia adalah awal, pusat, dan akhir agama.
Menurut Feuerbach, ini bukanlah ateisme, melainkan humanisme.

B. HUBUNGAN ILMU DAN TEKNOLOGI


Mengenai teknologi ada tiga pendapat:
1. Teknologi bukan ilmu, melainkan penempan ilmu.
2. Teknologi merupakan ilmu, yang dirumuskan dengan dikaitkan
aspek eksternal, yaitu industri dan aspek internal yang dikaitkan
dengan objek material "ilmu" maupun aspek "murni-terapan".
3. Teknologi merupakan "keahlian" yang terkait dengan realitas
kehidupan sehari- hari.
Untuk lebih memperjelas identifikasi mengenai ilmu dan teknologi
ada tujuh pembeda yaitu:
a. Teknologi merupakan suatu system adapatasi yang efisien untuk
tujuan tujuan. yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan akhir dari
teknologi adalah untuk memecahkan masalah masalah material
manusia, atau umuk membawa perubahan perubahan praktis yang
diimpikan manusia. Sedangkan ilmu bertujuan untuk memahami
dan menerangkan fenomena fisik, biologis, psikologis, dan dunia
sosial manusia secara empires.
b. Ilmu berkaitan dengan pemahaman dan bertujuan untuk
meningkatkan pikiran manusia, sedangkan teknologi memusatkan
diri pada manfaat dan tujuannya adalah untuk menambah kapasitas
kerja manusia.
c. Tujuan ilmu adalah memajukan pembangkitan pengetahuan,
sedangkan teknologi adalah memajukan kapasitas teknis dan
membuat barang atau layanan.
d. Perbedaan ilmu terknologi berkaitan dengan pemegang peran. Bagi
ilmuan diharapkan untuk mencari pengetahuan mumi dari jenis
tertentu, sedangkan teknologi untuk tujuan tertentu. Ilmuan
"mencari tahu", "teknologi mengerjakan".

-
e. Ilmu bersifat supranasional (mengatasi batas Negara) sedangkan
teknologi harus menyesesuaikan diri lingkungan tertentu.
f. Input teknologi bermacam macam jenis yaitu material alamiah, daya
alamiah. keahlian, teknik, alat, mesin, ilmu, dan pengetahuan sari
berbagai macam, misalnya akal sehat, pengalaman, ilham, intuisi,
dan lain lain. Adapun input ilmu adalah pengetahuan yang telah
tersedia.
g. Output ilmu adalah pengetahuan baru, sedangkan teknologi
menghasilkan produk berdimensi tiga. Dari penelusurun terhadap
konsep ilmu dan teknologi dengan berbgai aspek dan nuansanya,
kiranya mulai jelas keterkaitan antara ilmu dan teknologi. Beberapa
titik singgung antara keduanya mungkin dapat dirumuskan:
1. Bahwa baik ilmu maupun teknologi merupakan komponen dari
kebudayaan.
2. Baik ilmu maupun teknologi memiliki aspek ideasional maupun
faktual, dimensi abstrak maupun konkrit, dan aspek teoritis
maupun praktis.
3. Terdapat hubungan dialektis (timbal balik) antara ilmu dan
teknologi. Pada satu sisi ilmu menyediakan bahan pendukung
penting bagi kemajuan teknologi, yakni teoriteori. Pada sisi lain
penemuan penemuan teknologi sangat membantu.

III. HUKUM SUNNATULLAH (KAUSALITAS)


A. Sistem Kausalitas
Kausalitas berasal dari Bahasa Inggris causality, dari Bahasa
Latin causa yang berarti sebab. Kausalitas merupakan kategori filosofis
yang menunjukkan kaitan genetik niscaya antara gejala-gejala. Salah
satu gejala-gejala tersebut, yang disebut sebab menentukan lainnya
yaitu akibat atau konskuensi.1 Kausalitas terdiri dari sebab dan akibat,

1
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 1996. 78

-
sebab merupakan syarat yang harus ada (necessery) untuk mencukupi
kebutuhan (sufficent). Menurut Aristoteles pencetus teori ini,
memberikan empat unsur definisi yaitu: material cause/illat
maddiyah(bahan suatu benda), form cause/illat shuriyah(bentuk suatu
benda), moving cause/illat fa’iliyah(penggerak‟pencipta) dan final
cause/illat ghayah (tujuan diciptakannya sebuah benda).
Salah satu manfaat dari pemikiran Aristoteles yang
membedakan antara aktualitas dan potensialitas adalah bahwa dia
memandang perubahan sebagai suatu proses yang berkelanjutan terus
menerus, dan bukan sebagai penciptaan kembali yang bersifat
mendadak daripada sesuatu keadaan yang baru setelah keberadaan
sebelumnya. Peristiwa merubah keadaan yang lain dari sebelumnya,
maka peristiwa menjadi penyebab, dan keadaan yang lain merupakan
akibat dari peristiwa tersebut.2
Apa yang terjadi suatu waktu merupakan hasil dari apa yang
terjadi sebelumnya, sehingga sekarang selalu ditetapkan oleh kemarin.
Sebagaimana pula dikatakan oleh Mahdi Ghulsyani, bahwa setiap
kejadian memerlukan sebab prinsip ini memiliki dua akibat penting:

1. Prinsip determinisme setiap sebab memerlukan suatu akibat, dan


tanpa sebab tidak mungkin terjadi suatu akibat.
2. Prinsip keseragaman alam sebab-sebab yang sama akan diikuti
akibatakibat yang sama.
Dua akibat ini tidak mungkin dipisahkan dari prinsip kausalitas
umum dan suatu pelanggaran terhadapnya akan menjadi pelanggaran
3
terhadap prinsip-prinsip kausalitas umum. Dampak penyangkalan
terhadap hukum sebab akibat atau yang lebih dikenal dengan filsafat
jabariyah sangat terasa hingga hari ini. Ini merupakan aliran filsafat

2
Oliver Leman, Pengantar Filsafat Islam, Terj. Drs. Amin Abdullah, Rajawali Pres, Jakarta. 1989.
110
3
Mahdi Ghulsyani, Filsafat-Sains menurut Al-Qur’an, Terj. Agus Efendi, Mizan, Bandung. 1993.
125

-
yang jjelas-jelas menafikan hukum sebab akibat atau ketentuan hukum
alam. Karena mengikuti filsafat tersebut, kita menjadi terbelakang
dalam memakmurkan bumi. Dan ini berakibat melemahnya etos kerja
dan kepasrahan yang tidak beralasan. Ini yang menjadi salah satu faktor
penyebab terbelakangnya kebudayaanm Islam. Sebagaimana yang telah
disebutkan dalam al-Qur‟an bahwa kita menjadi atas saksi atas diri kita
sendiri, yaitu surat al-Isra‟/17 ayat 14, Artinya : “Bacalah kitabmu,
cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisap
terhadapmu.”4 Lebih lanjut Mahdi Ghulsyani memberikan keterangan
bahwa al-Qur`an mengakui prinsip-prinsip kausalitas umum.
1. Di dalam al-Qur‟an kita memiliki beberapa ayat al-Qur‟an yang
membicarakan pola-pola (sunnah-sunnah) Allah SWT, yang tidak
berubah di dalam alam semesta, berikut surat al-Isra‟/17 ayat 77 dan
surat al-Ahzab/33 ayat 62 yang berkaitan dengan hal ini.
Artinya: “(Kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu
ketetapan terhadap rasul-rasul kami yang kami utus sebelum
kamu dan tidak akan kamu dapat perubahan bagi ketetapan
kami itu.”

Artinya: “Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-


orang yang telah terdahulu sebelum(mu), kamu sekali-kali
tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah.”

Pola-pola ini banyak terdapat contoh-contoh dalam al-Qur‟an


itu sendiri, antara lain surat ar-Ra‟d/13 ayat 11 dan surat al-
Isra‟/17 ayat 16 berikut ini:

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan


suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada
diri mereka sendiri.”

4
Muhammad Al-Ghazali, Berdialog dengan Al-Qur’an, Terj. Drs. Masykur Hasyim, MA dan
Ubaidillah, Mizan, Bandung. 1996. 53

-
Artinya: “dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri,
maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup
mewah di negeri itu (supaya menta‟ati Allah) tetapi mereka
melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah
sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami),
kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”
2. Beberapa ayat al-Qur‟an menunjukkan bahwa baik penciptaan
ataupun sebab-sebab kejadian di dalam alam mengikuti ukuran
tertentu, dan setiap wujud alam memiliki rentang kehidupan yang
terbatas dan pasti, hal ini tertulis dalam firman-Nya surat
arRahman/55 ayat 5:
Artinya: “Matahari dan bulan (beredar) menurut
perhitungan.”
3. Beberapa ayat menyebutkan mekanisme dan jalan khusus kejadian
tertentu dalam alam, diantaranya surat al-Mukminun/23 ayat 12-13
dan surat al-Baqarah/2 ayat 22:
Artinya: “Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia
dari suatu saripati (berasal) dari tanah.”
“Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan)
dalam tempat yang kokoh (rahim).”
Artinya: “Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan
bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air
(hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu
segala buh-buahan sebagai rizki untukmu, karena itu
janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah,
padahal kamu mengetahui.”
4. Beberapa ayat berbicara tentang peranan sebab-sebab perantara
tertentu di dalam kejadian beberapa peristiwa, diantara ayat-ayat
tersebut adalah surat al-Fiil/105 ayat 3-4 dan surat an-Nahl/16 ayat
65:
Artinya: “Dan dia mengirimkan kepada mereka burung yang
berbondong-bondong.” “Yang melempari mereka dengan batu
(berasal) dari tanah yang terbakar.”
Artinya: “Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan
dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya.” Apa
yang disebut dalam filsafat dengan “hukum alam” dan “hukum
sebabakibat”, oleh agama (Islam) disebut dengan “sunnatullah”.
Dalam surat al-Ahzab ayat 62 diatas dijelaskan bahwa perbuatan
Allah SWT, memiliki cara khusus dan tetap yang tidak dapat

-
diubah. Pengertian ini ditegaskan kembali pada Surat al-
Fathir/35 ayat 43: Artinya: “Tiadalah yang mereka nanti-
nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah
berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali
kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan
sekali-kali kamu tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi
sunnah Allah itu.”Ayat tersebut menjelaskan bahwa sunnatullah
tidak akan berubah menjadi sunnah yang lain sebagaimana
dihapuskannya hukum positi yang berlaku di suatu negara
tertentu.5
Lebih lanjut lagi Murtadla Muththari memberi jjawaban bagi
mereka yang menyangkal berlakunya hukum kausalitas atas
pengecualian-pengecualian. Jawaban yang dilontarkan olehnya adalah
tidak lain adalah “tidak”. Tidak ada pengecualian dalam hukum alam.
Misalnya, mu‟jizat, keajaiban yang terjadi pada para nabi, hal itupun
tidak membatalkan sunnatullah, juga tidak membatalkan hukum alam.
Perlu diketahui bahwa manusia tidaklah mengetahui seluruh hukum
alam. Karena itu ia tidak berhak memutuskan suatu perkara yang
sekiranya bertentangan dengan hukum alam. (Murtadla, 1992: 110-111)
Semua paparan diatas merumuskan bahwa perbuatan Allah
SWT. Berjalan diatas hukum dan urutan tertentu, dan bahwasannya
kehendak Allah SWT dalam menciptakan dan mengatur alam adalah
sama dalam kehendak-Nya dalam menciptakan hukum yang ada.
Tiadanya hukum tertentu diantara semua yang ada mengharuskan
sesuatu yang manapun dapat menjadi sumber bagi sesuatu yang lain,
juga mengharuskan bersumbernya suatu maujud dari suatu maujud yang
lain.14
Dari pendapat beberapa alhi yang telah disebutkan, maka segala
sesuatu yang ada di alam semesta ini merupakan rangkaian dari
sebabakibat (kausalitas) yang didalam al-Qur‟an disebutkan dalam surat
alKahfi/18 ayat 84,Artinya: “Sesungguhnya kami telah memberi
kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan kami telah memberikan
kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu.
Sebagian besar para mufassir mengartikan lafadz sababa dengan
arti “jalan” diantaranya Az-Zamakhsyari (Juz II: 715), Ar-Razi (Jilid XI,
Juz XXI: 141), Wahbah Az-Zuhaili (Juz XV: 20), dan lain-lain,
meskipun dalam redaksi yang berbeda-beda. Dimana jalan itu berupa
ilmu, kekuatan, alat untuk mendapatkan atau melakukan sesuatu.

5
Murtadla Muthahari, Manusia dan Agama, Mizan, Bandung. 1995. 107 14 Ibid.,
102

-
Bertolak dari yang wajib Al-Wujud dan mumkin al-wujud,
keduanya tidak dapat terbalik, maka mekanisme sistem kausalitas
berurutan dimulai dengan sebab yang nantinya muncul akibat Allah
SWT, sebagai wajib Al-Wujud mempunyai kekuasaan untuk
menciptakan makhluq-Nya (mumkin Al-Wujjud), yang keberadaannya
mungkin dan bergantung pada kekuasaan Allah SWT. Dan tentunya
melalui prosesproses yang tidak menyalahi dan tidak membatalkan
hukum kausalitas.
Adalah suatu kekeliruan apabila kita meyakini bahwa yang
mumkin alwujud itu bisa menjadi Wajib Al-Wujud, dan Wajib Al-Wujud
bisa saja menjadi mumkin al-wujud, tetap secara kebetulan atau dengan
sebab eksternal yang satu menjadi Wajjib Al-Wujud dan yang lain
menjadi mumkin al-wujud.
Pernyataan ini disangkal oleh Murtadla dengan jawaban
“tidak”., mumkin al-wujud harus wajib al-imkan (wajib bersifat
mungkin), dan Wajib Al-Wujud harus Wajib Al-Wujub (wajib memiliki
sifat wajib), yaitu bahwa sesuatu yang bersifat mungkin adanya tidak
bisa terlepas dari kemungkinannya, dan bahwa sesuatu yang wajib
adanya tidak bisa dipisahkan dari wajibnya.6

B. Kausalitas Sebagai Landasan Ilmiah


Sebagaimana diketahui dari penjelasan di atas, maka sudah menjadi
kepastian apabila kausalitas merupakan pokok pikiran dari semua teori-
teori ilmiah. Tentu hal ini sangatlah berkaitan dengan akal/rasio. Maka
betapa Allah sangat menjunjung tinggi nilai pikiran manusia. betapa
tidak dengan diberi-Nya akal yang dibantu dengan teori kausalitas,
manusia menjadi mengetahui apa yang terkandung di alam semesta
melalui ilmu pengetahuan.
Teori-teori ilmiah dalam berbagai lapangan eksperimen dan
observasional, secara umum bergantung secara mendasar pada prinsip
dan hukum-hukum kausalitas. Jika kausalitas dan sistem tentunya
terhapus dari alam semesta, maka penciptaan teori ilmiah dalam
lapangan apapun akan menjadi sulit sekali. Untuk menjelaskan hal ini,
harus dipaparkan sejumlah hukum kausal dari himpunan (hukum)

6
Ibid., 103

-
filosofis yang menjadi sandaran ilmu pengetahuan. Hukum-hukum ini
adalah sebagai berikut:77

a. Prinsip kausalitas yang menyatakan bahwa setiap peristiwa


mempunyai sebab;
b. Hukum keniscayaan yang menyatakan bahwa setiap sebab niscaya
melahirkan akibat alaminya, dan bahwa tidak mungkin akibat
terpisah dari sebabnya;
c. Hukum keselarasan antara sebab dan akibat yang menyatakan
bahwa setiap himpunan alam yang secara esensial selaras mesti pula
selaras dengan sebab dan akibatnya.

7
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 1996. 102

-
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
IPTEK merupakan singkatan dari dua komponen yaitu ilmu
pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan diartikan sebagai gabungan
berbagai pengetahuan yang disusun secara logis dan bersistem dengan
memperhitungkan sebab dan akibat Teknologi itu berarti suatu metode
penerapan ilmu untuk keperluan kehidupan manusia.
Dari sini dapat dilihat bahwa dalam Islam, ilmu pengetahuan dan
teknologi digunakan sebagai sarana untuk mengenal Allah dan juga untuk
melaksanakan perintah Allah sebagai khalifatullah fil Ard sehingga sains
tersebut harus membawa kemaslahatan kepada umat manusia umumnya dan
umat Islam khususnya.
Sunnatullah merupakan istilah dari bahasa arab yang terdiri dari dua
kata, yaitu sunnah dan Allah. sunmatullah dapat diartikan sebagai cara Allah
memperlakukan manusia, yang dalam arti luas berarti ketetapan-ketetapan
atau hukum-hukum Tuhan yang berlaku bagi alam semesta.

-
DAFTAR PUSTAKA

1. Loens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 1996. 78


2. Suryo Ediyono, 2010, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Penerbit Kaliwangi
3. Al Baghdadi, abdurrahman. Seni Dalam Pandangan Islam: Seni Vocal,
Musik & Tari.
4. Muntasyir, Rizal & Munir, Misnal. Filsafat Ilmu. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta, 2001
5. http://anti-islamlib.com/2009/10/ilmu-pengetahuan-dalam-perspektif-
islam/

Anda mungkin juga menyukai