LP ASFIKSIA Fiks
LP ASFIKSIA Fiks
LP ASFIKSIA Fiks
ASFIKSIA NEONATUS
OLEH :
NIM : 2206311614401074
TAHUN 2024
A. Konsep Dasar Asfiksia
Asfiksia neonatus adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan,
atau segera setelah bayi lahir (Siti Noorbaya & Herni Johan, 2019)
Menurut Dewi (2019), Asfiksia didefinisikan sebagai kegagalan untuk bernapas atau
ketidakmampuan bayi baru lahir untuk memulai dan mempertahankan respirasi yang
adekuat setelah melahirkan. Asfiksia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika ada
gangguan pertukaran gas-darah, mengakibatkan hipoksemia (kekurangan oksigen) dan
hiperkapnia (akumulasi karbon dioksida). Jadi asfiksia neonatus merupakan suatu
keadaan dimana bayi baru lahir dengan kondisi tidak bisa bernafas secara spontan atau
mengalami gangguan respirasi sehingga tubuh kekurangan oksigen dan karbon dioksida
yang terlalu banyak di tubuh yang menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran.
2. Etiologi
3) Anemia berat
4) Trauma
a) Partus lama Merupakan persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada
primipara dan lebih dari 18 jam pada multipara, dimana terjadi kontraksi
rahim yang berlangsung lama sehingga dapat menambah resiko pada janin
dimana terjadi gangguan pertukaran oksigen (O₂) dan karbon oksida (CO ₂)
yang dapat menyebabkan asfiksia.
c) Lilitan tali pusat Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang
panjang memungkinkan terjadinya lilitan tali pusat pada leher sangat
berbahaya, apalagi bila lilitan terjadi beberapa kali dimana dapat
diperkirakan dengan makin masuknya kepala janin ke dasar panggul maka
makin erat pula lilitan pada leher janin yang mengakibatkan makin
terganggunya aliran darah ibu ke janin.
a) Gangguan his Tetania uteri adalah his yang terlampau kuat dan terlampau
sering sehingga tidak ada relaksasi rahim. Hal ini dapat menyebabkan
hipoksia janin dan berlanjut menjadi asfiksia setelah bayi lahir.
b) Vasokontriksi arteri
3. Manifestasi Klinik
a. Pada kehamilan, Denyut jantung janin lebih cepat dari 160x/menit atau kurang dari
100x/menit, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
2) Jika DJJ 160x/menit ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
3) Jika DJJ 100x/ menit ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
3) Hipoksia
7) Jika sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik, kejang,
nistagmus (gerakan ritmik tanpa kontrol pada mata yang terdiri dari tremor kecil
yang cepat ke satu arah dan yang lebih besar, lebih lambat, berulang-ulang ke
arah yang berlawanan) dan menangis kurang baik/tidak baik.
4. Patofisiologi
Bayi-bayi yang mengalami proses asfiksia lebih jauh berbeda dalam tahap apnea
sekunder. Apnea sekunder dapat dengan cepat menyebabkan kematian jika bayi tidak
benar-benar didukung oleh pernapasan buatan, dan bila perlu, dilakukan kompresi
jantung. Warna bayi berubah dari biru ke putih karena bayi baru lahir menutup sirkulasi
perifer sebagai upaya memaksimalkan aliran darah ke organorgan seperti jantung, ginjal
dan adrenal.
e. Analisa gas darah tali pusat : menunjukkan hasil asidosis jika PaO ₂ <60 mmHg,
PaCO₂ >55 mmHg dan pH <7,35 mmHg
7. Penatalaksanaan Medis
a. Pengawasan suhu tubuh. Pertahankan suhu tubuh agar bayi tidak kedinginan,
karena hal ini akan memperburuk keadaan asfiksia. Bayi baru lahir secara relatif
banyak kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu
tubuh akan mempertinggi metabolisme sel sehingga kebutuhan oksigen meningkat.
Perlu di perhatikan agar bayi mendapat lingkungan yang hangat segera setelah
lahir.
b. Pembersihan jalan nafas Saluran nafas atas dibersihkan dari lendir dan cairan
amnion dengan pengisap lendir, tindakan ini dilakukan dengan hati-hati tidak perlu
tergesa-gesa atau kasar. Penghisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul
penyulit seperti : spasme laring, kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan nafas.
Pada asfiksia berat dilakukan resusitasi kardiopulmonal.
c. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan Bayi yang tidak memperlihatkan
usaha bernafas selama 20 detik setelah lahir dianggap telah menderita depresi
pernafasan. Dalam hal ini rangsangan terhadap bayi harus segera dilakukan.
Pengaliran oksigen (O₂) yang cepat kedalam mukosa hidung dapat pula
merangsang reflek pernafasan yang sensitif dalam mukosa hidung dan faring. Bila
cara ini tidak berhasil dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri
dengan memukul kedua telapak bayi.
d. Terapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia Tujuan pemberian cairan untuk
bayi baru lahir dengan asfiksia adalah :
2) Memberikan obat-obatan
f. Teknik memfiksasi/ mempertahankan kepatenan dari alat kepada bayi asfiksia yang
terpasang infus
a. Edema otak dan perdarahan otak Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi
jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran
darah ke otak pun akan menurun, keadaan ini akan menyebabkan hipoksia dan
iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita
asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya,
yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan
lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal
yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran
gas dan transportasi oksigen (O₂) sehingga penderita kekurangan persediaan
oksigen (O₂) dan kesulitan pengeluaran karbon oksida (CO ₂) hal ini dapat
menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan otak.
Data Subjektif : Riwayat keluarga yang sama, riwayat kehamilan ibu (usia <20
tahun dan >38 tahun, kehamilan antara 28 sampai 36 minggu), proses persalinan ibu
(ketuban pecah dini, lilitan tali pusat, partus lama) Berat badan lahir : kurang atau
lebih dari normal (2500-4000 gram).
Data Objektif : Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak
napas, pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan sisnosis.
Data Subjektif : Nafsu makan atau minum menurun, muntah, aspirasi, kelemahan
menghisap.
Data Objektif : Tampak turgor kulit menurun, refleks menghisap kurang bagus,
mukosa bibir kering, pemberian cairan parenteral untuk mencukupi kebutuhan
elektrolit
c. Pola Eliminasi
Data Subjektif : Pasien mengalami kelemahan otot, bayi tidak mampu bernafas
secara spontan saat lahir, tidak mampu bergerak secara aktif,
Data Objektif : Tampak pergerakan bayi kurang, semua aktivitas dibantu, sesak dan
sianonis.
Data Subjektif : Pada asfiksia neonatus, bayi selalu ingin tidur, bayi tidak responsif
terhadap stimulus ringan, tetapi masih memberikan respon terhadap stimulus yang
agak keras kemudian tertidur lagi.
Data Subjektif : Bayi ketergantungan terhadap orang tua dan perawat. Bayi
sebaiknya dilakukan rawat gabung dengan ibu jika kondisi memungkinkan.
Data Subjektif : Pada pasien asfiksia neonatus tidak mengalami perubahan sistem
reproduksi
Data Objektif : Tampak bayi rewel saat akan dilakukan tindakan keperawatan
k. Pola Sistem Nilai Kepercayaan
a. Pola nafas tidak efektif (D.0005) berhubungan dengan hambatan upaya nafas (mis.
nyeri saat bernafas, kelemahan otot pernafasan)
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (mis. nyeri saat
bernafas, kelemahan otot pernafasan). Setelah dilakukan intervensi keperawatan
maka pola nafas membaik dengan kriteria hasil :
1) Dipsnea menurun
Observasi
Teraupetik
Edukasi
Kolaborasi
1) Dipsnea menurun
4) PO₂ membaik
5) pH arteri membaik
6) Takikardia membaik
Observasi
R/ : untuk mengetahui sejauh mana penurunan bunyi nafas serta memonitor pola
nafas
Teraupetik
Observasi
Teraupetik
- Lakukan penghangatan aktif internal (mis. infus cairan hangat, oksigen hangat,
lavase peritoneal dengan cairan hangat)
Edukasi
Observasi
Teraupetik
Edukasi
- Ajarkan pengelolaan hipoglikemia, faktor resiko (mis. tanda dan gejala, faktor
resiko, dan pengobatan hipoglikemia)
Kolaborasi
Observasi
Teraupetik
Edukasi
Kolaborasi
4. Discharge Planning
b. Menganjurkan kepada ibu untuk segera membawa anaknya ke RS/ dokter praktek
bila sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, Fitri. (2016). Kejadian Asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir. Jakarta.
Behrman, R.E., Kliegman, R. & Arvin, A.M.,2016. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:
EGC.
Saifudin A.B. (2015). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta :PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo