Lta Rian Jonesa
Lta Rian Jonesa
Lta Rian Jonesa
Oleh
RIAN JONESA
NIM.
1848401038
Oleh
RIAN JONESA
NIM.
1848401038
ii
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN FARMASI
Laporan Tugas Akhir, Juni 2021
Rian Jonesa
ABSTRAK
Daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) adalah salah satu tanaman
yang dapat dijadikan solusi sebagai antibakteri. Beberapa masyarakat di Indonesia
telah menggunakan tanaman ini secara tradisional. Di daerah Maluku utara daun
tanaman ini digunakan sebagai kompres luka dan di Sumatra utara daun tanaman
ini digunakan untuk mengobati diare, batuk, sakit perut, radang dan luka (Alen;
Dkk, 2012). Kemudian, di daerah Sulawesi tenggara daun segar digunakan untuk
mengobati penyakit kulit, bisul dan bengkak.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kandungan fitokimia dan aktivitas
antibakteri Staphylococcus aureus dari infusa daun mantangan (Merremia peltata
(L.) Merr.). Metode penelitian ini dilakukan dengan cara difusi cakram Kirby-
Bauer untuk menguji aktivitas antibakteri, yaitu dengan cara menggunakan kertas
disk yang berisikan infusa daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.)
kemudian diletakkan didalam cawan petridish yang berisikan bakteri
Staphylococcus aureus pada media Mueller Hinton Agar (MHA) untuk diukur
diameter zona hambatnya. infusa daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.)
dibuat menjadi 5 konsentrasi yaitu 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%, dengan
menggunakan kloramfenikol 30µg sebagai kontrol positif dan aquadest sebagai
kontrol negatif. Penelitian ini menggunakan pengulangan sebanyak 4 kali. Hasil
penelitian ini menunjukkan adanya diameter zona hambat yang terbentuk disekitar
disk, dimulai pada konsentrasi 10% yaitu dengan rata-rata sebesar 8,0 mm,
konsentrasi 20% yaitu 8,4
mm, konsentrasi 30% yaitu 8,6 mm, konsentrasi 40% yaitu 9,6 mm, konsentrasi
50% yaitu 9,8 mm. Kesimpulan dari penelitian ini adalah infusa daun mantangan
(Merremia peltata (L.) Merr.) dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus, namun belum efektif bila dibandingkan dengan kontrol
positif kloramfenikol 30µg dengan rata-rata diameter zona hambat sebesar
16,6mm.
iii
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN FARMASI
Final Project Report, June 2021
Rian Jonesa
ABSTRACT
Mantangan leaf (Merremia peltata (L.) Merr.) is one of the plants that can be
used as an antibacterial solution. Some people in Indonesia have used this plant
traditionally.In the North Maluku area, the leaves of this plant are used as wound
compresses. In northern Sumatra, the leaves of this plant are used to treat
diarrhea, coughs, stomachaches, inflammations and wounds.Then, in the area of
southeast Sulawesi fresh leaves are used to treat skin diseases, boils and swelling.
The purpose of this study was to determine the phytochemical content and
antibacterial activity of Staphylococcus aureus from the infusion of mantangan
(Merremia peltata (L.) Merr.) leaves. This research method was carried out by
Kirby-Bauer disc diffusion to test antibacterial activity, namely by using a paper
disk containing an infusion of mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) leaves
then placed in a petridish dish containing Staphylococcus aureus bacteria on
media. Mueller Hinton Agar (MHA) to measure the diameter of the inhibition
zone.Mantangan leaf infusion (Merremia peltata (L.) Merr.) was made into 5
concentrations, namely 10%, 20%, 30%, 40%, and 50%, using chloramphenicol
30 g as a positive control and aquadest as a negative control.This study uses
repetition 4 times.The results of this study indicate that the diameter of the
inhibition zone formed around the disc, starting at a concentration of 10%, with
an average of 8.0 mm, a concentration of 20%, which is 8.4 mm, a concentration
of 30%, which is 8.6 mm, a concentration of 40% ie 9.6 mm, 50% concentration ie
9.8 mm. The conclusion of this study is that the infusion of mantangan (Merremia
peltata (L.) Merr.) leaves can inhibit the growth of Staphylococcus aureus
bacteria, but it is not effective when compared to positive control
chloramphenicol 30 µg with an average diameter of the inhibition zone of 16.6
mm.
iv
BIODATA PENULIS
NIM 1848401038
Riwayat Pendidikan
v
vi
vii
viii
MOTTO
ix
PERSEMBAHAN
pengorbanan yang selalu kalian berikan untukku. Ibu dan Ayah adalah
alasanku untuk tetap semangat dan bertahan hingga tahap ini, kalian
Untuk kedua adikku yang ter the best, Dek Reza, Dek
Rano, yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat yang tak
x
Terimakasih kepada pembimbing utama Ibu Endah
ini. Seluruh dosen dan staf Jurusan Farmasi yang telah mendidikku
dalam semua hal sampai terselesaikanya LTA ini terus jadi orang baik
yaa. Dan untuk kalian orang hebat (yesi, denty, dea, rega, roby, dan gani)
kalian semua sudah seperti keluargaku kalau kalian ingin tahu dan
impian kita terwujud jadi orang lebih hebat lagi dan semoga
aamiin.
xi
Terimakasih teman-teman semua anak Farmasi’18 sealmamater
cita yang diinginkan dan semoga kita semua sukses dengan cara masing
xii
KATA PENGANTAR
Penyelesaian laporan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan
bimbingan dari semua pihak, untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada:
1. Bapak Warjidin Aliyanto, S.KM., M.Kes, selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Tanjungkarang
2. Ibu Dra. Pudji Rahayu, Apt., M. Kes selaku Ketua Jurusan Farmasi Politeknik
Kesehatan Tanjungkarang
3. Ibu Endah Ratnasari Mulatasih, M.Si selaku Pembimbing Utama penulis
mengucapkan banyak terimakasih untuk waktu, tenaga, pikiran dan kesabaran
dalam membimbing penulis
4. Ibu Ani Hartati, S.Si.,Apt.,M.Si selaku Penguji Utama yang telah
memberikan kritik dan saran kepada penulis untuk menyelesaikan Proposal
Laporan Tugas Akhir
5. Ibu Dra.Dias Ardini, Apt., MTA. Selaku Penguji Kedua Utama yang telah
memberikan kritik dan saran kepada penulis untuk menyelesaikan Proposal
Laporan Tugas Akhir
6. Seluruh dosen dan staf dan semua rekan mahasiswa/i Jurusan Farmasi
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang dan semua pihak yang telah
memberikan dukungan dan bantuan dalam penyusunan proposal Laporan
Tugas Akhir
xiii
mengucapkan terimakasih. Semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
wassalamu`alaikumwarohmatullah wabarokatuh.
Rian Jonesa
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL...................................................................................i
HALAMAN SAMPUL DALAM...................................................................ii
ABSTRAK.......................................................................................................iii
BIODATA PENULIS.....................................................................................v
LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................vi
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................vii
LEMBAR PERNYATAAN............................................................................viii
MOTTO...........................................................................................................ix
PERSEMBAHAN...........................................................................................x
KATA PENGANTAR.....................................................................................xii
DAFTAR ISI...................................................................................................xv
DAFTAR TABEL...........................................................................................xvii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................xviii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................xix
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................4
C. Tujuan Penelitian.........................................................................4
D. Manfaat Penelitian.......................................................................5
E. Ruang Lingkup Penelitian...........................................................5
H. Definisi Operasional..................................................................22
xv
I. Hipotesis....................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................46
LAMPIRAN.......................................................................................................51
xv
i
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Ciri-ciri infusa daun mantangan Merremia peltata (L.) Merr.)............34
Tabel 4.2 Uji skrining fitokimia infusa daun mantangan (Merremia peltata (L)
merr.).....................................................................................................35
Tabel 4.3 Hasil uji aktivitas daun mantangan (Merremia peltata (L) merr.,)
terhadap bakteri Staphylococcus aureus................................................36
Tabel 4.4 Hasil analisa uji one way anova (analize of varians) menggunakan
program SPSS for windows versi 23.....................................................37
Tabel 4.5 Hasil nilai sig. uji BNT (Beda Nyata Terkecil) menggunakan program
SPSS for windows versi 23...................................................................38
xvii
DAFTAR GAMBAR
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Halaman
Lampiran 2 Tabel Zona Hambat infusa Daun Mantangan (Merremia peltata (L.)
Merr.) terhadap Bakteri Staphylococcos aureus.................................53
xix
Lampiran 17 Surat peminjaman Alat.....................................................................75
xx
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kulit merupakan penyakit yang umum dialami oleh masyarakat,
khususnya masyarakat Indonesia. Sebagian besar penyakit kulit disebabkan
oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang paling banyak menyebabkan
penyakit kulit yaitu Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus adalah
salah satu jenis bakteri gram positif yang dapat menimbulkan penyakit kulit
pada manusia. Keberadaan bakteri Staphylococcus aureus dapat merugikan
manusia dan hewan. (Chrystie, 2013, dalam Afnizar, Mahdi dan Zuraidah,
2016). Beberapa jenis penyakit yang diantaranya disebabkan oleh infeksi
Staphylococcus aureus adalah abses, gingivitis, infeksi saluran pencernaan,
infeksi kulit, diare, sepsis dan meningitis (Oroh; Dkk, 2015).
Antibiotik merupakan zat yang bisa membunuh atau melemahkan
mikroorganisme atau makhluk hidup berukuran kecil seperti bakteri, fungi,
dan parasit. Antibiotik yang diperuntukkan dalam penanganan penyakit
karena infeksi bakteri patogen disebut antibakteri, sedangkan oleh fungi
patogen disebut sebagai antifungi. Banyak penyakit yang disebabkan oleh
infeksi bakteri patogen dapat disembuhkan oleh beberapa obat antibakteri
(Awoyinka;At All, 2007, dalam Hasnawati dan Prawita, 2010).
Selain itu penggunaan antibiotik di Indonesia dapat menyebabkan
kecenderungan terjadinya resistensi mikroba terhadap antibiotik yang ada.
Oleh karena itu penemuan dan pengembangan antibiotik baru di Indonesia
tetap merupakan salah satu sasaran penting dalam penemuan obat baru.
seperti pemanfaatan obat-obatan yang berasal dari alam atau obat tradisional
yang juga telah banyak terbukti dan teruji, Selain pertimbangan ekonomis dan
faktor keamanan yang relatif baik (Saiful, 2005), dalam Hasnawati dan
Prawita, 2010). Mahalnya biaya pengobatan modern menyebabkan
masyarakat kebanyakan berpaling ke tanaman obat tradisional yang berasal
dari alam. Selain keuntungan tersebut diatas, tanaman obat tradisional
terdapat dalam jumlah yang banyak di Indonesia (Sardjoko, 1993).
1
2
konsentrasi yang digunakan untuk uji bakteri ini adalah 62,5 ppm, 125 ppm,
250 ppm, 500 ppm, dan 1000 ppm, yang dibandingkan dengan kontrol positif
(Tetrasiklin 10 µl) dan kontrol negatif (DMSO 10 µl). Hasil menunjukkan
bahwa aktivitas antibakteri terjadi pada konsentrasi 500 ppm. Adanya
aktivitas antibakteri dari daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) juga
diduga karena adanya senyawa fenolik dan terpenoid yang terkandung.
Berdasarkan hasil penelitian Nisrina Ariesa tahun 2020 tentang uji
aktivitas antibakteri ekstrak serta perasan daun mantangan (Merremia peltata
(L.) Merr.,) terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Berdasarkan hasil
pengukuran diketahui bahwa ekstrak serta perasan daun mantangan
(Merremia peltata (L.) Merr.) mampu menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus mulai dari konsentrasi konsentrasi 0,001%, 0,002%,
0,003%, 0,004%, 0,005% serta perasan daun mantangan (Merremia peltata
(L.) Merr.,).
Penelitian ini dilakukan infundasi menggunakan pelarut air merupakan
metode yang umum dilakukan dengan pertimbangan kepraktisan serta biaya
yang rendah. Proses infundasi memiliki prinsip yang sama dengan perebusan,
dapat menyari simplisia dengan pelarut air dalam waktu singkat (Depkes RI,
2000).
Pengujian antibakteri Staphylococcus aureus dengan metode cakram
kirby-bauer yang merupakan cara yang mudah untuk menetapkan kerentanan
organisme terhadap antibiotik efek efektivitas antibiotik ditunjukan oleh zona
hambatan. Metode cakram difusi mewakili prosedur sederhana untuk
menyelidiki zat dalam menentukan apakah zat tersebut signifikan dan
mempunyai efektifitas antibiotik yang berguna (Harmita dan radji, 2008).
Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan uji aktivitas antibakteri
infusa daun mantangan (Merremia peltata (L.) merr.,) terhadap
Staphylococcus aureus dalam rangka membuktikan adanya kandungan
antibakteri dalam daun mantangan. Penelitian ini dilakukan dengan metode
difusi cakram Kirby Bauer, kemudian daya hambat diukur untuk mengetahui
keefektivitas infusa daun mantangan terhadap pertumbuhan Staphylococcus
aureus.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut melihat khasiat dan kegunanaan pada
tumbuhan daun mantangan yang ada di masyarakat dan penelitian-penelitian
sebelumnya mereka memanfaatkan daun mantangan sebagai obat tradisional,
dan salah satunya yaitu untuk mengobati penyakit kulit seperti pada
pengobatan bisul, luka dan bengkak. Peneliti merumuskan masalah yaitu
“Bagaimana pengaruh infusa daun mantangan (Merremia peltata(L.) Merr.,)
Pembuatan infusa daun mantangan dengan konsentrasi 10% b/v, 20% b/v,
30% b/v, 40%, 50% b/v. Kloramfenikol 30 µg (kontrol positif), dan aquades
(kontrol negatif). Untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus?”.
C. Tujuan Penelitian
1 Tujuan Umum
Mengetahui kemampuan antibakteri infusa daun mantangan (Merremia peltata
(L.) Merr.,) terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kandungan fitokimia yang terkandung dalam infusa daun
mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.,).
b. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri infusa daun mantangan (Merremia
peltata (L.) Merr.,) terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
c. Untuk mengetahui pengaruh infusa daun mantangan (Merremia peltata (L.)
Merr.,) terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus.
5
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah pengalaman, pengetahuan, dan mengaplikasikan keilmuan
peneliti yang telah diperoleh selama mengikuti perkuliahan di Jurusan
Farmasi Politeknik Kesehatan Tanjungkarang.
2. Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pustaka informasi bagi
mahasiswa di Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Tanjungkarang dan
menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai aktivitas antibakteri
infusa daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.,) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus.
3. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran pemanfaatan daun
mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.,) sebagai salah satu obat untuk
infeksi kulit kepada masyarakat.
A. Infeksi
1. Pengertian infeksi
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen
yang bersifat sangat dinamis, mikroba sebagai makhluk hidup dengan cara
berkembang biak pada suatu tempat atau wadah yang cocok dan mampu
mencari tempat atau wadah baru dengan cara berpindah atau menyebar. Secara
umum proses terjadinya penyakit melibatkan tiga faktor yang saling
berinteraksi yaitu faktor penyebab penyakit (agen), faktor manusia (host), dan
faktor lingkungan (Darmadi, 2008:6).
2. Patogenesis infeksi bakteri
Patogenesis infeksi oleh bakteri mencakup awal mula proses infeksi dan
mekanisme timbulnya tanda dan gejala penyakit. Ciri khas bakteri yang
bersifat patogen adalah mempunyai kemampuan menularkan, melekat pada
sel manusia, menginvasi sel manusia dan jaringan manusia. Banyak infeksi
yang disebabkan oleh bakteri yang dianggap patogen menunjukkan gejala
timbulnya penyakit terjadi jika bakteri tersebut menyebabkan kerusakan
pada tubuh seseorang (Jawetz; At All, 2007:149).
3. Proses infeksi
Bakteri masuk kedalam tubuh, melekat atau menempel pada makhluk
hidup, setelah menempati tempat infeksi, bakteri-bakteri memperbanyak diri
dan menyebar secara langsung ke aliran darah melalui jaringan atau sistem
limfatik. Infeksi dapat bersifat sementara atau terus-menerus, yang
memungkinkan bakteri menyebar luas dalam tubuh dan mencapai jaringan
yang cocok untuk multi aplikasinya (Jawetz; At All, 2007:152)
6
7
B. Staphylococus aureus
Sumber : https://bit.ly/3gvbwka
Gambar 2.1 struktur bakteri Staphylococcus aureus.
Klasifikasi:
Staphylococcus aureus memiliki klasifikasi sebagai berikut
(Vasanthakumari, 2007:185):
Kingdom : Bacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacili
Ordo : Coccaceae
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus aureus
Sumber :https:
//www.alodokter.com/bisul
Gambar 2.2 Bisul
Bisul adalah infeksi kulit yang dimulai dari dalam folikel rambut atau
kelenjar minyak. Infeksi ini sering muncul tiba-tiba sebagai benjolan merah
atau merah muda yang menyakitkan yang biasanya berdiameter 1,3-1,9 cm.
Infeksi ini disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus bakteri ini
umumnya mendiami permukaan kulit atau pada lapisan hidung dan tidak
berbahaya namun jika merak masuk kedalam kulit mereka dapat memicu
infeksi kulit seperti bisul (Onggo dan ira puspito, 2015:17)
b. Impetigo
Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Impetigo
Gambar 2.3 Impetigo
10
C. Mantangan
lahan (Smith, 1991, dalam PIER 2005). Merremia peltata juga ditemukan di
perkebunan, padang rumput, dan hutan tanaman. (GISD,2015).
d) Morfologi Akar
Akar tidak akan dijumpai ketika sulur batang hanya menyentuh atau
merambati batang tanaman lain atau tiang-tiang penyangga (Van
Ooststroom dan Hoogland, 1954).
2. Khasiat
Secara tradisional, daun Merremia peltata (L.) merr., telah digunakan
oleh masyarakat Maluku Utara sebagai antikanker payudara dengan
meminum air rebusannya, daun ini juga digunakan untuk mengobati luka
dan bengkak terutama pada nodus limfatis dengan menempelkan daun yang
sudah dihaluskan, getahnya digunakan untuk mengobati sesak nafas dan
gejala asma. Di Sumatera barat daun Merremia peltata (L.) merr., digunakan
untuk diare, sakit perut, batuk, sakit mata, radang, dan mengompres luka.
Pada suku Tolaki di Sulawesi Tenggara dimanfaatkan sebagai mengobati
ketombe dan penyakit kulit. sedangkan khusus bagian akarnya digunakan
sebagai pengobatan kencing nanah, rajasinga pembersih darah dan
keputihan. daunnya juga di gunakan untuk mengobati bisul, bengkak dan
rheumatic (Allen; At All, 2012).
3. Kandungan
Berdasarkan penelitian Perez, At All. Daun Merremia peltata (L.) Merr.,
memiliki senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, steroid dan flavonoid.
Dan pada penelitian Alen, At All. Kandungan daun Merremia peltata (L.)
Merr., memiliki senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, steroid dan
flavonoid, terpenoid, saponin, dan senyawa fenolik. Adanya aktivitas
antibakteri dari daun mantangan diduga karena adanya senyawa fenolik dan
terpenoid yang terkandung.
a. Alkaloid
Alkaloid dalam tumbuhan umumnya berbentuk garam dan bersifat larut
dalam pelarut polar seperti etanol maupun air. Dalam bentuk basa alkaloid
larut dalam pelarut non polar seperti eter dan kloroform (Hanani, 2015:13).
Mekanisme kerja alkaloid sebagai antibakteri yaitu dengan cara
mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga
lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian
sel tersebut (Rijayanti, 2014).
13
Sumber: https://bit.ly/3yfi0Lk
Gambar 2.5 Struktur senyawa alkaloid.
b. Flavonoid
Flavonoid biasanya merupakan senyawa polifenol, bersifat agak asam
sehingga mudah larut dalam basa dan senyawa ini lebih mudah larut dalam
pelarut polar, seperti etanol dan metanol. (Hanani, 2015:103).
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba dapat dibagi menjadi 3
yaitu menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membran sel
dan menghambat metabolisme energi. Flavonoid menyebabkan terjadinya
kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, dan lisosom sebagai
hasil interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri (Rijayanti,2014).
Sumber :https://id.m.wikipedia.org/wiki/berkas:flavon.svg
Gambar 2.6 Struktur Senyawa flavon.
c. Saponin
Saponin dibedakan sebagai saponin triterpenoid dan saponin
steroid. Umumnya saponin steroid memiliki fungsi sebagai antifungi.
Saponin larut dalam air, tidak larut dalam eter. (Hanani,2015:228).
Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri yaitu dapat menyebabkan
kebocoran protein dan enzim dari dalam sel. Saponin dapat menjadi anti
bakteri karena zat aktif permukaannya mirip detergen, akibatnya saponin
akan menurunkan tegangan permukaan dinding sel bakteri dan merusak
14
Sumber: https://bit.ly/3jGTJtx
Gambar 2.7 Struktur Senyawa saponin.
d. Terpenoid
Umumnya senyawa terpenoid diekstraksi dari simplisia tumbuhan
menggunakan pelarut yang bersifat non polar (eter dan heksana), sedangkan
dalam lemak glikosida umumnya triterpenoid kelarutannya lebih besar
dalam pelarut polar (etanol dan metanol (Hanani, 2015:192). Terpenoid
adalah tumbuhan yang memiliki manfaat penting bagi obat tradisional, anti
bakteri, anti jamur, dan gangguan kesehatan (Thomson 2004, dalam
Khunaifi 2010).
Sumber : https://bit.ly/3weitfs
Gambar 2.8 Struktur Senyawa Terpenoid.
e. Senyawa Fenolik
Sumber : https://www.karbonaktif.org/
Gambar 2.9 Struktur Senyawa Fenol.
Mekanisme antibakteri senyawa fenol dalam membunuh
mikroorganisme yaitu dengan mendenaturasi protein sel. Ikatan hidrogen
yang terbentuk antara fenol dan protein mengakibatkan struktur protein
menjadi rusak. Ikatan hidrogen tersebut akan mempengaruhi permeabilitas
dinding sel dan membran sitoplasma sebab keduanya tersusun atas protein.
Permeabilitas dinding sel dan membran sitoplasma yang terganggu dapat
menyebabkan ketidakseimbangan makro molekul dan ion dalam sel,
sehingga sel menjadi lisis (Rijayanti,2014).
D. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian zat aktif dari bagian tanaman
obat yang bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam
tanaman obat tersebut. Ekstraksi merupakan proses pemisahan zat dari
campuranya dengan menggunakan pelarut tertentu (Marjoni, 2016:15).
Ekstrak adalah suatu produk hasil pengembalian zat aktif melalui proses
ekstraksi menggunakan pelarut, dimana pelarut yang digunakan diuapkan
kembali sehingga zat aktif ekstrak menjadi pekat (Marjoni, 2016:23).
Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi 2 cara
yaitu cara dingin dan cara panas :
1. Cara dingin
Metode ekstraksi secara dingin bertujuan untuk mengekstrak senyawa
senyawa yang terdapat dalam simplisia yang tidak tahan terhadap panas atau
bersifat termolabil.
a. Maserasi
Maserasi berasal dari kata "macerate" artinya merendam. Sehingga
maserasi dapat diartikan sebagai metode ekstraksi yang dilakukan dengan
16
d. Infusa
Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara menyari
simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit sambil sekali-
sekali diaduk. kecuali dinyatakan lain infusa dilakukan dengan cara,
simplisia dengan derajat kehalusan tertentu dimasukan kedalam panci
infusa, kemudian ditambahkan air secukupnya. panaskan campuran diatas
penangas air selama 15 menit, dihitung mulai suhu 90oC sambil sekali kali
diaduk, serkai selagi panas dengan kain flanel, ditambahkan air panas
secukupnya melalui ampas sehingga diperoleh volume infus yang
dikehendaki (Marjoni, 2016: 21).
Infusa menggunakan pelarut air merupakan metode umum dilakukan
dengan pertimbangan kepraktisan serta biaya yang rendah. Proses infundasi
memiliki prinsip yang sama dengan perebusan, dapat menyari dengan
pelarut air dalam waktu singkat (Depkes RI, 2000).
e. Dekokta
Proses penyarian secara dekokta hampir sama dengan infusa,
perbedaannya hanya terletak pada lamanya waktu pemanasan. Waktu
pemanasan pada dekokta lebih lama dibanding metode infusa, yaitu 30
menit terhitung setelah suhu mencapai 90°C. Metode ini sudah sangat jarang
digunakan karena selain proses penyariannya yang kurang sempurna dan
juga tidak dapat digunakan untuk mengekstraksi senyawa yang bersifat yang
termolabil (Marjoni, 2016: 21).
f. Refluks
g. Soxhletasi
Proses soxhletasi merupakan proses ekstraksi panas menggunakan alat
khusus berupa ekstraktor soxhletasi, suhu yang digunakan lebih rendah
dibandingkan dengan suhu pada metode refluks (Marjoni, 2016: 22).
18
E. Uji mikroba
Aktivitas antibakteri in vitro diukur dengan menentukan potensi zat
antibakteri dalam larutan, kepekaan zat anti mikroorganisme terhadap zat
antibakteri pada konsentrasi tertentu metode in vitro yang digunakan untuk
uji antibakteri ada dua metode yaitu(Prayoga dan lisnawati,2020:26).
1. Metode difusi
a. Metode disc diffusion atau kirby-bauer
Metode ini digunakan untuk menentukan aktivitas agen antimikroba.
Piringan agen yang berisi antimikroba diletakkan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut. area jernih mengindikasikan oleh agen antimikroba pada
pertumbuhan media pengukuran zona hambat dapat dipengaruhi oleh
kepadatan atau viskositas media biakan, kecepatan difusi antibiotik,
konsentrasi antibiotik pada cakram filter, sensitivitas organisme terhadap
antibiotik dan interaksi antibiotik dengan media (Prayoga dan lisnawati,
2020:26).
b. Metode E-test
Metode ini digumanakan untuk mengestimasi MIC (minimum inhibitor
concentration), yaitu konsentrasi minimal suatu agen mikroba untuk dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakkan pada permukaan media agar yang ditanami mikroorganisme.
pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkan yang menunjukan
kadar agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme
pada media agar (Prayoga dan lisnawati, 2020:27).
c. Metode ditch-plate technique
Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan
pada parit yang digunakan dengan cara memotong media agar dalam cawan
petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji (maksimum
enam macam) digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba
(Prayoga dan lisnawati, 2020:27).
19
F. Kerangka Teori
Staphylococcus aureus
Infeksi
abses/ bisul
impetigo
metode dilusi
metode difusi
( tes kirby-bauer)
G. Kerangka Konsep
Infusa Daun Mantangan Zona Hambat infusa Daun Mantangan (Merremia pelta
H. Definisi Operasional
Variabel
Terikat
Zona hambat Daerah Dengan Jangka Diameter Rasio
bakteri bersih yang mengukur sorong Zona hambat
Staphylococ membentuk diameter dalam satuan
cus aureus. lingkaran zona (mm)
hambat
yang
Terbentuk
I. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini yaitu: Infusa daun mantangan (Merremia peltata
(L.) merr.,) memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus.
61
BAB III
METOD0LOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
r ≥ 3,5 ≈ 4
Keterangan : r = jumlah pengulangan
t = jumlah perlakuan
15 = tetapan yang telah ditentukan
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah infusa daun mantangan (Merremia peltata
(L.) Merr.,) dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40 % dan 50% b/v.
24
25
1. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, gelas
ukur 100 ml, beaker glass 1000 ml, beaker glass 100 ml, mikropipet, labu
ukur, tabung reaksi, erlenmeyer 100 ml, kaca arloji, batang pengaduk, oven,
autoklaf, inkubator, cawan petridish, cawan penguap, hot plate, lampu
spiritus, alumunium foil, kapas steril, blender, ose, pinset, corong gelas,
spatula, jangka sorong, disc kosong, disc Streptomisin 10 µg, spidol, kertas
tempel, kertas saring, kertas buram.
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun mantangan
(Merremia peltata (L.) Merr.,) Aquadest, Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth
(NB), Mueller Hinton Agar (MHA), H2SO4 1%, BaCl2 1%, NaCl 0,9%, HCl
2N, Pereaksi Mayer, Pereaksi Bouchardat, Pereaksi Dragendrof, Serbuk Mg,
HCl (P), H2C2O4, H2SO4 (P), dan FeCl3 1%.
tampak berwarna marun lalu hijau lunak, tumbuh menjadi batang berwarna
hijau dan lebih keras (padat berisi), lalu terus tumbuh berwarna coklat dan
semakin keras berkayu, akar tidak akan dijumpai ketika sulur batang hanya
menyentuh atau merambat batang tanaman lain atau tiang-tiang penyangga,
Bunga tumbuh lebih dari satu, memiliki warna bunga yang bervariasi dari
putih hingga kuning, tumbuhan ini tumbuh diatas di lahan rerumputan,
semak-semak belukar. Daun mantangan didapatkan di daerah Ketapang,
Kabupaten Pesawaran.
6. Sterilisasi Alat
Semua alat yang terbuat dari kaca dicuci bersih dan dikeringkan, setelah
itu dibungkus dengan kertas buram. Sterilisasi dilakukan dengan oven pada
suhu 160°C selama 1 jam, sedangkan jarum ose dan pinset disterilkan dengan
cara pemijaran. (Hamidy; dkk, 2006). Untuk bahan seperti media dan aquades
setelah dilarutkan, lalu dimasukan ke dalam erlenmeyer, ditutup dengan kapas
dan alumunium foil, lalu dimasukan autoklaf dan disterilkan pada suhu 121ºC
selama 15 menit.
7. Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)
Mueller Hinton Agar ditimbang sebanyak 38,0 gram dalam 1 L aquades
kemudian dipanaskan hingga mendidih pada hot plate hingga larut kemudian
ditutup dengan kapas yang dibungkus alumunium foil, lalu disterilkan dengan
autoklaf suhu 121°C selama 15 menit pada tekanan 1 atm, dan dibiarkan
selama beberapa menit hingga suhu media 45ºC-50°C dan dituangkan ke
dalam cawan petridish (Safitri dan Novel, 2010:80)
8. Pembuatan Nutrient Agar (NA)
Nutrient Agar ditimbang sebanyak 28,0 gram dalam 1 L aquades
kemudian, dipanaskan sampai mendidih pada hot plate hingga larut kemudian
ditutup dengan kapas yang dibungkus alumunium foil, lalu disterilkan dengan
autoklaf suhu 121°C selama 15 menit pada tekanan 1 atm, dan dibiarkan
selama beberapa menit hingga suhu media 40ºC-45°C kemudian dimiringkan
(Safitri dan Novel, 2010:78).
9. Pembuatan Nutrient Broth (NB)
Nutrient Broth ditimbang sebanyak 13.0 gram dalam 1 L aquades lalu,
dipanaskan hingga mendidih pada hot plate hingga larut kemudian, ditutup
dengan kapas yang dibungkus alumunium foil, lalu disterilkan dengan
autoklaf suhu 121°C selama 15 menit pada tekanan 1 atm, dan dibiarkan
selama beberapa menit hingga suhu media 40ºC-45°C kemudian masukkan
kedalam tabung reaksi (Safitri dan Novel, 2010:46).
30
F. Alur Penelitian
G. Pengumpulan Data
Data diperoleh berdasarkan hasil pengamatan pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus disekitar disk pada setiap konsentrasi ditandai dengan
adanya daerah bening, lalu diukur menggunakan alat ukur jangka sorong
dengan satuan milimeter (mm) yang kemudian dicatat dan didokumentasikan
sebagai salah satu bukti pada penelitian ini dan dilanjutkan pengumpulan data
yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam tabel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Pembuatan infusa
Penelitian ini dilakukan untuk menguji daya hambat ekstrak daun
mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) terhadap bakteri Staphylococcous
aureus. Dilakukan ekstraksi dengan cara infundasi menggunakan pelarut air
kemudian dipanaskan selama 15 menit pada suhu 90oC. Sehingga diperoleh
ekstrak daun mantangan yang memiliki sifat ekstrak infusa yang dapat dilihat
pada tabel 4.1 berikut ini :
Tabel 4.1 Ciri-Ciri Infusa Daun Mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.).
2 Bau Seperti teh Seperti teh Seperti teh Seperti teh Seperti teh
34
35
Tabel 4.2 Hasil Uji Skrining Fitokimia Infusa Daun Mantangan (Merremia
peltata (L.) Merr.).
Tabel 4.3 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri infusa Daun Mantangan (Merremia
peltata (L.) Merr.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus
aureus.
Tabel 4.4 Hasil analisa uji One way ANOVA (Analyze of Varians)
menggunakan program SPSS for windows versi 23
Tabel 4.5 Hasil nilai Sig. uji BNT (Beda Nyata Terkecil) menggunakan
program SPSS for windows versi 23
Keterangan :
Tidak berbeda nyata jika nilai Sig. ≥ 0,05.
* = berbeda nyata
Tidak ada tanda = tidak berbeda
Berdasarkan hasil uji BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf 5% (P≤0,05)
yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa beberapa perlakuan
menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata yang signifikan (tidak berbeda
nyata), hal ini ditunjukkan pada nilai sig. perlakuan yaitu ≤ 0,05. Pada kolom
perbedaan rerata perlakuan hanya pada konsentrasi 40%, 50 % dan kontrol
negatif terdapat tanda (*) yang juga dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan
nyata yang signifikan diperlakuan pada konsentrasi 40%, 50% dan Kontrol
negatif.
B. Pembahasan
Infusa daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) diperoleh dari 150
gram serbuk simplisia. Daun mantangan dibuat simplisia untuk mengurangi
kadar air yang terkandung di dalamnya sehingga memperkecil kemungkinan
untuk tumbuhnya jamur serta luas penampang yang semakin besar membuat
senyawa aktif yang terlarut menjadi lebih bisa optimal. Pada Pembuatan
infusa daun mantangan dengan konsentrasi 10% b/v, mengacu pada standar
acuan sediaan herbal yang diterbitkan oleh BPOM (2012) dalam
penelitian
39
adanya diameter zona hambat yang terbentuk di sekitar disk, dimulai pada
konsentrasi 0,001% yaitu dengan rata-rata sebesar 4,10 mm, konsentrasi 0,002%
yaitu 6,34 mm, konsentrasi 0,003% yaitu 8,38 mm, konsentrasi 0,004% yaitu
9,28 mm, konsentrasi 0,005% yaitu 11,36 mm dan perasan yaitu 13,13 mm,
ekstrak dan perasan daun mantangan dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus, namun belum efektif dibandingkan dengan kontrol
positif kloramfenikol 30 µg dengan rata-rata diameter zona hambat sebesar
22,84. Pada penelitian diatas untuk perbedaan perbandingan zona hambat
dengan peneliti lakukan, pada konsentrasi 10 ppm didapat rata-rata zona
hambat sebesar 6,34 lebih kecil dibandingkan dari konsentrasi 10 % infusa
yaitu 8,0 mm dari peneliti namun untuk perasan dan pada konsentrasi 50 ppm
zona hambat lebih besar pada penelitian nisrina hal ini memungkinkan karena
adanya perbedaan metode penyariannya. Oleh karena itu, zat antibakteri yang
terkandung pada daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) yang tertarik
pun berbeda sehingga menghasilkan diameter zona hambat yang berbeda.
Adanya aktivitas antibakteri pada daun mantangan (Merremia peltata (L.)
Merr.) dimungkinkan karena adanya senyawa alkaloid, terpenoid, saponin
dan senyawa fenolik yang terkandung sehingga didapatkan Diameter zona
hambat yang dihasilkan dari proses penyarian dengan metode infundasi daun
mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.,) yang memiliki aktivitas antibakteri
terhadap bakteri Staphlylococcus aureus
Berdasarkan data yang didapat dari rata-rata diameter zona hambat yang
terbentuk, kemudian dilanjutkan dengan menganalisa data, analisa yang
digunakan yaitu analisa uji One way ANOVA dengan menggunakan SPSS
windows versi 23 sebelum dilakukannya ujî One way ANOVA terlebih
dahulu harus memenuhi asumsi dilakukan uji normalitas untuk mengetahui
data berdistribusi normal dimana nilai sig. ≥ 0,05 dan homogenitas untuk
mengetahui data homogen dimana nilai sig. ≥ 0,05. Hasil yang didapatkan
yaitu data berdistribusi normal dengan nilai sig 0,200 dan berditribusi
homogen dengan nilai sig. 0,061 dapat dilihat pada lampiran 13. Kemudian
dilanjutkan dengan uji One way ANOVA setelah didapatkan hasil uji yang
disimpulkan bahwa dengan nilai sig sebesar 0,000 lebih kecil daripada α=
0,05 dan dilihat
44
BAB V
A. Simpulan
1. Hasil skrining fitokimia menunjukkan Infusa daun mantangan (Merremia
peltata (L.) Merr.) mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, dan
senyawa fenol.
2. Infusa daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) memiliki aktivitas
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus namun masih rendah
dibandingkan dengan antibiotik kloramfenikol 30 µg.
3. Infusa daun Mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) memiliki pengaruh
terhadap pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus dengan didapatkan rata-
rata diameter zona hambat pada konsentrasi 10% yaitu 8,0 mm, untuk 20%
yaitu 8,4 mm, untuk 30% yaitu 8,7 mm, untuk 40% yaitu 9,6 mm, dan untuk
50% yaitu 9,8 mm, untuk kontrol positif (kloramfenikol 30µg) yaitu 16,65
mm.
B. Saran
Diharapkan untuk penelitian selanjutnya mengenai uji aktivitas antibakteri
daun mantangan (Merremia peltata (L) merr.) diharapkan menggunakan
metode penyarian yang tepat agar zat antibakteri yang di dapat dapat
diekstrak dengan baik sehingga dapat memberikan hasil pengaruh antibakteri
yang lebih baik.
45
46
DAFTAR PUSTAKA
Afnizar, Mahdi, dan Zuraidah. 2016. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Mahkota
Dewa Phaleria Macrocarpa Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus.
Prodi Pendidikan Biologi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-
Raniry.
Ariesa, Nisrina. 2020. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Dan Perasan Daun
Mantangan (Merremia Peltata (L) Merr.,) Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus. Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan
TanjungKarang.
Fauzi, A.R, Nurmalina, R. 2012. Merawat Kulit dan Wajah. Jakarta: Gramedia.
Global Invasive Species Database (GISD) 2015. Species profile
Merremia peltata.
Hanafiah, Kemas Ali. 2010. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Hanani E. 2015. Analisis Fitokimia. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 262 halaman.
Hasnawati, prawati. 2010. Isolasi dan identifikasi senyawa antibakteri dari daun
Eupatorium odoratum l. terhadap bakteri Staphylacoccus aureus dan
Escherichia coli. Fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam dan
fakultas farmasi, Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta
Hermawan, Rudi, Dkk. 2017. Model Sebaran Spasial Dan Kesesuaian Habitat
Spesies Invasif Mantangan (Merremia Peltata (L.) Merr.) Di Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan, Fakultas Kehutanan , Universitas Nusa
Bangsa, Bogor.
48
Marjoni, Mhd, Riza 2016. Dasar-Dasar Fitokimia. Jakarta: Trans Info Media.
Nur Akbar, Raden N.U.H. 2018. Uji Aktivitas Antibakteri Kombinasi Infusa Daun
Sirih (Piper Batle Linn.) dengan Klorheksidin Terhadap Bakteri
Purphyromonas Gingivalis. Fakutas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Yogyakarta.
Oroh. SB; dkk. 2015. Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Selaginella Delicatula
Dan Diplazium Dilatum Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan
Escherichia Coli. PS Biologi FMIPA Universitas Sam Ratulangi Manado
Putri, 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper betle L.)
terhadap propionibacterium acne dan staphylococcus aureus
multiresisten. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah:
Surakarta .
Rijayanti, Rika Pratiwi. 2014. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Mangga Bacang (Mangifera foetida L.) terhadap Bakteri Staphylococcus
aureus. Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura: Pontianak
Rheza. 2015. UJI Aktivitas Antibakteri Infusa Daun Mangga Bacang (Mangifera
foetida L.) Terhadap pertumbuhan Shigella flexneri. Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura: Pontianak
Salni, Hanifa Marisa, Ratna Widya Mukti. 2011. Isolasi Senyawa Antibakteri Dari
Daun Jengkol (Pithecolobium lobatum Benth) dan Penentuan Nilai
KHM- nya. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sriwijaya, Sumatera
Selatan.
Smith, AC. 1991. Flora Vitiensis Nova. Volume 5 Lawai, Kauai, Hawaii, National
Tropical Botanical Garden.
Tiyas, Merry A, Rochman Basuki, Kanti Ratnaningrum. 2017. Buku Ajar Sistem
Integumen. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.
98 halaman.
50
Van Oostrom SJ, Hoogland RD. 1953. Convolvulaceae. Flora Malesiana 4. 631
halaman.
61
LAMPIRAN
52
10 𝑔
100 𝑚𝑙 x 100 %= 10 %
20 𝑔
100 𝑚𝑙 x 100 %= 20 %
30 𝑔
100 𝑚𝑙 x 100 %= 30 %
40 𝑔
100 𝑚𝑙 x 100 %= 40%
50 𝑔
100 𝑚𝑙 x 100 %= 50%
IDENTIFIKASI TANAMAN
Literatur : Tanaman mantangan memiliki ciri yaitu dapat tumbuh tinggi hingga
mencapai ketinggian 30 meter, tanaman ini tumbuh merambat:
1. Daun
Berbangun jantung sampai dengan bulat, tekstur daun halus. Pangkal daun
mantangan berbentuk bulat ataupun hati. Memiliki daun yang berwarna
merah marun ketika daun masih muda. Tulang daun mantangan menyirip dan
berwarna merah marun, dapat terlihat jelas pada bagian belakang daun
mantangan. Tepi daun rata. tangkai daun berada di bagian tengah atau peltate.
Daun mantangan ini dapat tumbuh melebar sekitar 7 cm sampai 30 cm.
2. Batang
Batang ketika muda tampak berwarna marun lalu hijau lunak, tumbuh
menjadi batang berwarna hijau dan lebih keras (padat berisi), lalu terus
tumbuh berwarna coklat dan semakin keras berkayu.
3. Akar
Tidak akan dijumpai ketika sulur batang hanya menyentuh atau merambat
batang tanaman lain atau tiang-tiang penyangga
4. Bunga
Bunga tumbuh lebih dari satu, memiliki warna bunga yang bervariasi dari
putih hingga kuning, kelopak bunga tumbuhan ini dapat tumbuh sepanjang
18-25 mm (Van Ooststroom dan Hoogland, 1954)
56
Hasil :
Lampiran 7. Uji PH
keterangan :
M: mayer
D :dragendrof
B : bauchardat
Hasil uji terpenoid infusa daun Hasil uji fenol infusa daun
mantangan ditunjukan warna mantangan ditunjukan dengan
merah kecoklatan warna biru hijau
65
Keterangan:
20% 8,4 mm
30 % 8,8 mm
40 % 9 mm
Pengulangan 1 50 % 8,8 mm
Kontrol 0 mm
negatif
Kontrol 14,4 mm
positif
10% 9,2 mm
20% 8,4 mm
30% 8,8 mm
40% 10,4 mm
Pengulangan 2
50% 10,4 mm
Kontrol 0 mm
negatif
Kontrol 20,4 mm
positif
69
20% 8,6 mm
30% 8,8 mm
40% 9,2 mm
50 % 10,4 mm
Pengulangan 3
Kontrol 0 mm
negatif
Kontrol 16,2 mm
positif
10% 8 mm
20% 8,4 mm
30% 8,5 mm
40% 9,8 mm
50 % 9,6 mm
Pengulangan 4
Kontrol 0 mm
negatif
Kontrol 15,6 mm
positif
70
Uji normalitas