Lta Rian Jonesa

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 102

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI INFUSA DAUN

MANTANGAN (Merremia peltata (L.) Merr.)


TERHADAP BAKTERI Staphylococcus
aureus

Oleh
RIAN JONESA
NIM.
1848401038

LAPORAN TUGAS AKHIR


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN FARMASI
TAHUN 2021
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI INFUSA DAUN
MANTANGAN (Merremia peltata (L.) Merr.,)
TERHADAP BAKTERI Staphylococcus
aureus

Oleh
RIAN JONESA
NIM.
1848401038

LAPORAN TUGAS AKHIR


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN FARMASI
TAHUN 2021

ii
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN FARMASI
Laporan Tugas Akhir, Juni 2021

Rian Jonesa

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI INFUSA DAUN MANTANGAN


(Merremia peltata (L.) Merr.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus

xx + 96 halaman, 6 tabel, 12 gambar, dan 19 lampiran.

ABSTRAK

Daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) adalah salah satu tanaman
yang dapat dijadikan solusi sebagai antibakteri. Beberapa masyarakat di Indonesia
telah menggunakan tanaman ini secara tradisional. Di daerah Maluku utara daun
tanaman ini digunakan sebagai kompres luka dan di Sumatra utara daun tanaman
ini digunakan untuk mengobati diare, batuk, sakit perut, radang dan luka (Alen;
Dkk, 2012). Kemudian, di daerah Sulawesi tenggara daun segar digunakan untuk
mengobati penyakit kulit, bisul dan bengkak.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kandungan fitokimia dan aktivitas
antibakteri Staphylococcus aureus dari infusa daun mantangan (Merremia peltata
(L.) Merr.). Metode penelitian ini dilakukan dengan cara difusi cakram Kirby-
Bauer untuk menguji aktivitas antibakteri, yaitu dengan cara menggunakan kertas
disk yang berisikan infusa daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.)
kemudian diletakkan didalam cawan petridish yang berisikan bakteri
Staphylococcus aureus pada media Mueller Hinton Agar (MHA) untuk diukur
diameter zona hambatnya. infusa daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.)
dibuat menjadi 5 konsentrasi yaitu 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%, dengan
menggunakan kloramfenikol 30µg sebagai kontrol positif dan aquadest sebagai
kontrol negatif. Penelitian ini menggunakan pengulangan sebanyak 4 kali. Hasil
penelitian ini menunjukkan adanya diameter zona hambat yang terbentuk disekitar
disk, dimulai pada konsentrasi 10% yaitu dengan rata-rata sebesar 8,0 mm,
konsentrasi 20% yaitu 8,4
mm, konsentrasi 30% yaitu 8,6 mm, konsentrasi 40% yaitu 9,6 mm, konsentrasi
50% yaitu 9,8 mm. Kesimpulan dari penelitian ini adalah infusa daun mantangan
(Merremia peltata (L.) Merr.) dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus, namun belum efektif bila dibandingkan dengan kontrol
positif kloramfenikol 30µg dengan rata-rata diameter zona hambat sebesar
16,6mm.

Kata Kunci : Uji Aktivitas, infusa Daun Mantangan (Merremia peltata


(L.) Merr.), Staphylococcus aureus.
Daftar Bacaan : 38 (1953-2020)

iii
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN FARMASI
Final Project Report, June 2021

Rian Jonesa

ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST OF MANTANGAN LEAF INFUSION


(Merremia peltata (L.) Merr.) AGAINST Staphylococcus aureus BACTERIA

xx + 96 pages, 6 tables, 12 pictures, and 19 attachments.

ABSTRACT

Mantangan leaf (Merremia peltata (L.) Merr.) is one of the plants that can be
used as an antibacterial solution. Some people in Indonesia have used this plant
traditionally.In the North Maluku area, the leaves of this plant are used as wound
compresses. In northern Sumatra, the leaves of this plant are used to treat
diarrhea, coughs, stomachaches, inflammations and wounds.Then, in the area of
southeast Sulawesi fresh leaves are used to treat skin diseases, boils and swelling.
The purpose of this study was to determine the phytochemical content and
antibacterial activity of Staphylococcus aureus from the infusion of mantangan
(Merremia peltata (L.) Merr.) leaves. This research method was carried out by
Kirby-Bauer disc diffusion to test antibacterial activity, namely by using a paper
disk containing an infusion of mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) leaves
then placed in a petridish dish containing Staphylococcus aureus bacteria on
media. Mueller Hinton Agar (MHA) to measure the diameter of the inhibition
zone.Mantangan leaf infusion (Merremia peltata (L.) Merr.) was made into 5
concentrations, namely 10%, 20%, 30%, 40%, and 50%, using chloramphenicol
30 g as a positive control and aquadest as a negative control.This study uses
repetition 4 times.The results of this study indicate that the diameter of the
inhibition zone formed around the disc, starting at a concentration of 10%, with
an average of 8.0 mm, a concentration of 20%, which is 8.4 mm, a concentration
of 30%, which is 8.6 mm, a concentration of 40% ie 9.6 mm, 50% concentration ie
9.8 mm. The conclusion of this study is that the infusion of mantangan (Merremia
peltata (L.) Merr.) leaves can inhibit the growth of Staphylococcus aureus
bacteria, but it is not effective when compared to positive control
chloramphenicol 30 µg with an average diameter of the inhibition zone of 16.6
mm.

Keywords : Activity test, Mantangan Leaf infusion (Merremia peltata


(L.) Merr.), Staphylococcus aureus.
Reading List : 38 (1953-2020)

iv
BIODATA PENULIS

Nama : Rian Jonesa

NIM 1848401038

Tempat, Tanggal Lahir : Way Kanan, 11 Juni

2000 Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Mahasiswa : Reguler

Alamat : Negeri Agung, Rt/Rw: 001/002, Desa: Bumi


agung, Kecamatan: Bumi agung,
Kabupaten: Way kanan

Riwayat Pendidikan

SD (2006-2012) : SDN 03 Bumi Agung

SMP (2012-2015) : SMPN 02 Bumi Agung

SMA (2015-2018) : SMAN 02 Buay Bahuga

DIII (2018-2021) : Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Jurusan Farmasi

v
vi
vii
viii
MOTTO

‘NEVER GIVE UP TO FIGHT


NEVER FIGHT TO GIVE UP”
-Rj-

ix
PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur ku panjatkan kepada

Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya serta

kemudahan dalam setiap langkahku, menjadi tempat memohon dan

mencurahkan segala isi hati dan keluh kesah dalam menjalani

kehidupan ini, sehingga dapat terselesaikannya Laporan Tugas Akhir ini

yang akan kupersembahkan untuk:

Ibu dan Ayahku tercinta dan tersayang, ku ucapkan banyak

terimakasih atas semua kasih sayang, doa, dukungan, kesabaran, dan

pengorbanan yang selalu kalian berikan untukku. Ibu dan Ayah adalah

alasanku untuk tetap semangat dan bertahan hingga tahap ini, kalian

merupakan motivasiku untuk tetap bangkit dan terus berusaha sekuat

mungkin dalam menjalani setiap hal langkah kehidupanku. Ya Allah,

ampunilah dosa-dosa kedua orang tuaku, berilah kesehatan kepada

mereka, serta keselamatan di dunia dan akhirat kelak. Aamiin…

Untuk kedua adikku yang ter the best, Dek Reza, Dek

Rano, yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat yang tak

henti- hentinya. Semoga kita dapat menjadi harapan, kebanggan, dan

anak yang berbakti kepada ibu dan ayah.

x
Terimakasih kepada pembimbing utama Ibu Endah

Ratnasari Mulatasih,M.Si yang telah membimbing dalam segala

hal,terima kasih atas segala waktu, nasehat, saran, dukungan

dan ceramahnya yang selalu memotivasi dan semangat.

Terimakasih kepada Ibu Dra. Dias Ardini, Apt., MTA selaku

pembimbing pendamping dan Ibu Ani Hartati, S.SI.,Apt.,M.Si selaku

penguji yang telah meluangkan waktunya, bimbingan, saran,

masukan, dan ilmunya yang telah diberikan dalam penyusunan LTA

ini. Seluruh dosen dan staf Jurusan Farmasi yang telah mendidikku

dengan sabar dan ikhlas.

Untuk kamu orang baik terimakasih yang telah membantuku

dalam semua hal sampai terselesaikanya LTA ini terus jadi orang baik

yaa. Dan untuk kalian orang hebat (yesi, denty, dea, rega, roby, dan gani)

kalian semua sudah seperti keluargaku kalau kalian ingin tahu dan

bersyukur bisa bertemu orang orang hebat seperti kalian, terimakasih

telah membantu, memberikan motivasi, dukungannya serta waktu

yang diberikan hanya untuk melepas kepusingan kita. Semoga

impian kita terwujud jadi orang lebih hebat lagi dan semoga

persahabatan kita ini tidak hanya sebatas perkuliahan saja yaa.

aamiin.

xi
Terimakasih teman-teman semua anak Farmasi’18 sealmamater

dan seperjuangan, hidup mahasiswa. Terimakasih atas semangat, saran,

dan canda tawa selama masa-masa kuliah untuk sama-sama berjuang

dapetin gelar Amd.,Farm. Tetap semangat dalam menggapai cita-

cita yang diinginkan dan semoga kita semua sukses dengan cara masing

masing. serta berguna, bermanfaat bagi semua orang dan

didunia ini. Aamiin… cukup sekian terimakasih,

xii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh,

Alhamdulillahirobbil`alamin, Segala puji serta syukur penulis ucapkan atas


kehadirat Allah SWT karena rahmat, hidayah, dan inayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan Laporan Tugas Akhir yang berjudul “Uji Aktivitas Antibakteri
Infusa Daun Mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus

Penyelesaian laporan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan
bimbingan dari semua pihak, untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada:
1. Bapak Warjidin Aliyanto, S.KM., M.Kes, selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Tanjungkarang
2. Ibu Dra. Pudji Rahayu, Apt., M. Kes selaku Ketua Jurusan Farmasi Politeknik
Kesehatan Tanjungkarang
3. Ibu Endah Ratnasari Mulatasih, M.Si selaku Pembimbing Utama penulis
mengucapkan banyak terimakasih untuk waktu, tenaga, pikiran dan kesabaran
dalam membimbing penulis
4. Ibu Ani Hartati, S.Si.,Apt.,M.Si selaku Penguji Utama yang telah
memberikan kritik dan saran kepada penulis untuk menyelesaikan Proposal
Laporan Tugas Akhir
5. Ibu Dra.Dias Ardini, Apt., MTA. Selaku Penguji Kedua Utama yang telah
memberikan kritik dan saran kepada penulis untuk menyelesaikan Proposal
Laporan Tugas Akhir
6. Seluruh dosen dan staf dan semua rekan mahasiswa/i Jurusan Farmasi
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang dan semua pihak yang telah
memberikan dukungan dan bantuan dalam penyusunan proposal Laporan
Tugas Akhir

Penulis menyadari bahwa masih banyak kelemahan dan kekurangan dalam


penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran demi perbaikan pada masa yang akan datang. Akhir kata penulis

xiii
mengucapkan terimakasih. Semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

wassalamu`alaikumwarohmatullah wabarokatuh.

Bandar Lampung, 23 juni 2021

Rian Jonesa

xiv
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL...................................................................................i
HALAMAN SAMPUL DALAM...................................................................ii
ABSTRAK.......................................................................................................iii
BIODATA PENULIS.....................................................................................v
LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................vi
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................vii
LEMBAR PERNYATAAN............................................................................viii
MOTTO...........................................................................................................ix
PERSEMBAHAN...........................................................................................x
KATA PENGANTAR.....................................................................................xii
DAFTAR ISI...................................................................................................xv
DAFTAR TABEL...........................................................................................xvii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................xviii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................xix

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................4
C. Tujuan Penelitian.........................................................................4
D. Manfaat Penelitian.......................................................................5
E. Ruang Lingkup Penelitian...........................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................6


A. Infeksi..........................................................................................6
B. Staphylococcus aureus................................................................7
C. Mantangan.................................................................................10
D. Ekstraksi....................................................................................14
E. Uji Mikroba...............................................................................17
F. Kerangka Teori..........................................................................20
G. Kerangka Konsep......................................................................21

H. Definisi Operasional..................................................................22
xv
I. Hipotesis....................................................................................23

BAB III METODE PENELITIAN..............................................................24


A. Rancangan Penelitian................................................................24
B. Subjek Penelitian.......................................................................24
C. Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................25
D. Alat dan Bahan..........................................................................26
E. Prosedur Kerja Penelitian..........................................................26
F. Alur Penelitian..........................................................................32
G. Pengumpulan Data....................................................................33
H. Pengolahan dan Analisis Data...................................................33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................34


A. Hasil..........................................................................................34
B. Pembahasan...............................................................................38

BAB V SIMPULAN DAN SARAN............................................................45


A. Simpulan...................................................................................45
B. Saran..........................................................................................45

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................46
LAMPIRAN.......................................................................................................51

xv
i
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

Tabel 2.1 Definisi Operasional...............................................................................22

Tabel 4.1 Ciri-ciri infusa daun mantangan Merremia peltata (L.) Merr.)............34

Tabel 4.2 Uji skrining fitokimia infusa daun mantangan (Merremia peltata (L)
merr.).....................................................................................................35

Tabel 4.3 Hasil uji aktivitas daun mantangan (Merremia peltata (L) merr.,)
terhadap bakteri Staphylococcus aureus................................................36

Tabel 4.4 Hasil analisa uji one way anova (analize of varians) menggunakan
program SPSS for windows versi 23.....................................................37

Tabel 4.5 Hasil nilai sig. uji BNT (Beda Nyata Terkecil) menggunakan program
SPSS for windows versi 23...................................................................38

xvii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

Gambar 2.1 Staphylococcus aureus.........................................................................8

Gambar 2.2 Abses atau bisul..................................................................................10

Gambar 2.3 Impetigo.............................................................................................10

Gambar 2.4 Daun Mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.)...............................11

Gambar 2.5 Struktur Senyawa alkaloid.................................................................13

Gambar 2.6 Struktur Senyawa flavonoid...............................................................13

Gambar 2.7 Struktur Senyawa saponin..................................................................14

Gambar 2.8 Struktur Senyawa Terpenoid..............................................................14

Gambar 2.9 Struktur Senyawa fenol......................................................................15

Gambar 2.10 Kerangka Teori.................................................................................20

Gambar 2.11 Kerangka Konsep.............................................................................21

Gambar 3.1 Alur penelitian....................................................................................33

xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Halaman

Lampiran 1 Perhitungan Larutan Uji.....................................................................52

Lampiran 2 Tabel Zona Hambat infusa Daun Mantangan (Merremia peltata (L.)
Merr.) terhadap Bakteri Staphylococcos aureus.................................53

Lampiran 3 Pembuatan media bakteri....................................................................54

Lampiran 4 Identifikasi daun mantangan Mantangan (Merremia peltata (L.)


Merr.)...................................................................................................55

Lampiran 5 Pembuatan simplisia daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.)


........................................................................................................ 61

Lampiran 6 Pembuatan infusa Daun Mantangan(Merremia peltata (L.) Merr.)...62

Lampiran 7 Uji PH.................................................................................................63

Lampiran 8 Skrining fitokimia daun mantangan (Merremia peltata (L.)


Merr.)...................................................................................................64

Lampiran 9 Hasil pemeriksaan bakteri Staphylococcus aureus.............................65

Lampiran 10 Pembuatan suspensi bakteri..............................................................66

Lampiran 11 Uji aktivitas antibakteri infusa daun mantangan (Merremia peltata


(L.) Merr.).........................................................................................67

Lampiran 12 Pengamatan hasil diameter zona hambat..........................................68

Lampiran 13 Hasil uji One way Anova..................................................................70

Lampiran 14 Hasil uji Normalitas dan Homogenitas.............................................71

Lampiran 15 Surat peminjaman Laboratorium......................................................73

Lampiran 16 Jadwal Penelitian..............................................................................74

xix
Lampiran 17 Surat peminjaman Alat.....................................................................75

Lampiran 18 Surat permintaan Bahan....................................................................76

Lampiran 19 Surat permohonan Straint Bakteri....................................................77

Lampiran 20. Lembar perbaikan seminar hasil tugas akhir..................................78

Lampiran 21. Lembar konsultasi Laporan Tugas Akhir (pembimbing 1)............79

Lampiran 22. Lembar konsultasi Laporan Tugas Akhir (pembimbing 2)............82

xx
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit kulit merupakan penyakit yang umum dialami oleh masyarakat,
khususnya masyarakat Indonesia. Sebagian besar penyakit kulit disebabkan
oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang paling banyak menyebabkan
penyakit kulit yaitu Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus adalah
salah satu jenis bakteri gram positif yang dapat menimbulkan penyakit kulit
pada manusia. Keberadaan bakteri Staphylococcus aureus dapat merugikan
manusia dan hewan. (Chrystie, 2013, dalam Afnizar, Mahdi dan Zuraidah,
2016). Beberapa jenis penyakit yang diantaranya disebabkan oleh infeksi
Staphylococcus aureus adalah abses, gingivitis, infeksi saluran pencernaan,
infeksi kulit, diare, sepsis dan meningitis (Oroh; Dkk, 2015).
Antibiotik merupakan zat yang bisa membunuh atau melemahkan
mikroorganisme atau makhluk hidup berukuran kecil seperti bakteri, fungi,
dan parasit. Antibiotik yang diperuntukkan dalam penanganan penyakit
karena infeksi bakteri patogen disebut antibakteri, sedangkan oleh fungi
patogen disebut sebagai antifungi. Banyak penyakit yang disebabkan oleh
infeksi bakteri patogen dapat disembuhkan oleh beberapa obat antibakteri
(Awoyinka;At All, 2007, dalam Hasnawati dan Prawita, 2010).
Selain itu penggunaan antibiotik di Indonesia dapat menyebabkan
kecenderungan terjadinya resistensi mikroba terhadap antibiotik yang ada.
Oleh karena itu penemuan dan pengembangan antibiotik baru di Indonesia
tetap merupakan salah satu sasaran penting dalam penemuan obat baru.
seperti pemanfaatan obat-obatan yang berasal dari alam atau obat tradisional
yang juga telah banyak terbukti dan teruji, Selain pertimbangan ekonomis dan
faktor keamanan yang relatif baik (Saiful, 2005), dalam Hasnawati dan
Prawita, 2010). Mahalnya biaya pengobatan modern menyebabkan
masyarakat kebanyakan berpaling ke tanaman obat tradisional yang berasal
dari alam. Selain keuntungan tersebut diatas, tanaman obat tradisional
terdapat dalam jumlah yang banyak di Indonesia (Sardjoko, 1993).

1
2

Salah satu tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat-obatan dari


alam oleh masyarakat adalah Merremia peltata (L.) Merr., keluarga
Convolvulaceae. Secara tradisional, daun Merremia peltata (L.) Merr.,
digunakan oleh masyarakat Maluku Utara dengan meminum rebusannya
untuk anti kanker khususnya kanker payudara. Selain itu, daunnya juga
bermanfaat untuk mengobati luka dan bengkak dengan cara menempelkan
daun tersebut yang dihaluskan ke bagian tubuh yang luka atau permukaan
kulit yang sakit. Disamping itu, getah dari batang tumbuhan ini juga dapat
mengobati sesak nafas dan gejala asma. Sumatera Barat daun tumbuhan ini
digunakan sebagai obat diare, sakit perut, batuk, sakit mata, luka, radang dan
mengompres luka. Selanjutnya Ruslin dan Sahidin melalui kajian
etnobotaninya, bahwa suku Tolaki di Sulawesi Tenggara memamfaatkan
tumbuhan ini untuk mengobati ketombe dan penyakit kulit, sedangkan khusus
bagian akarnya digunakan untuk mengobati kencing nanah, rajasinga,
pembersih darah dan keputihan. Salin itu daunnya untuk mengobati bisul,
muntah atau mual, bengkak, dan rematik (Allen; At All, 2012).
Berdasarkan penelitian Perez, At All. Daun merremia peltata (L.) Merr.
memiliki senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, steroid dan flavonoid.
Daun mantangan juga menunjukkan adanya senyawa metabolik seperti
terpenoid, saponin, dan senyawa fenolik menunjukkan hasil yang signifikan
dalam menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Pada penelitian Perez, At
All. Tentang potensi antibakteri ekstrak etanol daun mantangan sebagai
antibakteri Staphylococcus aureus dilakukan percobaan dengan menggunakan
metode disc diffusion (Test Kirby dan Bauer), dengan konsentrasi 5 µg/ml, 10
µg/ml, 15 µg/ml, 20 µg/ml, dan 25 µg/ml yang dibandingkan dengan kontrol
positif (Streptomisin 10 µg/ml) dan kontrol negatif (aquadest). Pada
konsentrasi 20 µg/ml mendapatkan hasil zona hambat rata-rata 5,7 mm untuk
ekstrak etanol daun mantangan (Merremia peltata (L.)merr.,) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus.
Berdasarkan penelitian Allen, dkk., tahun 2012 tentang aktivitas
antibakteri fraksi daun aka lambuang (daun mantangan) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus. Metode yang digunakan adalah metode dilusi,
3

konsentrasi yang digunakan untuk uji bakteri ini adalah 62,5 ppm, 125 ppm,
250 ppm, 500 ppm, dan 1000 ppm, yang dibandingkan dengan kontrol positif
(Tetrasiklin 10 µl) dan kontrol negatif (DMSO 10 µl). Hasil menunjukkan
bahwa aktivitas antibakteri terjadi pada konsentrasi 500 ppm. Adanya
aktivitas antibakteri dari daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) juga
diduga karena adanya senyawa fenolik dan terpenoid yang terkandung.
Berdasarkan hasil penelitian Nisrina Ariesa tahun 2020 tentang uji
aktivitas antibakteri ekstrak serta perasan daun mantangan (Merremia peltata
(L.) Merr.,) terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Berdasarkan hasil
pengukuran diketahui bahwa ekstrak serta perasan daun mantangan
(Merremia peltata (L.) Merr.) mampu menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus mulai dari konsentrasi konsentrasi 0,001%, 0,002%,
0,003%, 0,004%, 0,005% serta perasan daun mantangan (Merremia peltata
(L.) Merr.,).
Penelitian ini dilakukan infundasi menggunakan pelarut air merupakan
metode yang umum dilakukan dengan pertimbangan kepraktisan serta biaya
yang rendah. Proses infundasi memiliki prinsip yang sama dengan perebusan,
dapat menyari simplisia dengan pelarut air dalam waktu singkat (Depkes RI,
2000).
Pengujian antibakteri Staphylococcus aureus dengan metode cakram
kirby-bauer yang merupakan cara yang mudah untuk menetapkan kerentanan
organisme terhadap antibiotik efek efektivitas antibiotik ditunjukan oleh zona
hambatan. Metode cakram difusi mewakili prosedur sederhana untuk
menyelidiki zat dalam menentukan apakah zat tersebut signifikan dan
mempunyai efektifitas antibiotik yang berguna (Harmita dan radji, 2008).
Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan uji aktivitas antibakteri
infusa daun mantangan (Merremia peltata (L.) merr.,) terhadap
Staphylococcus aureus dalam rangka membuktikan adanya kandungan
antibakteri dalam daun mantangan. Penelitian ini dilakukan dengan metode
difusi cakram Kirby Bauer, kemudian daya hambat diukur untuk mengetahui
keefektivitas infusa daun mantangan terhadap pertumbuhan Staphylococcus
aureus.
4

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut melihat khasiat dan kegunanaan pada
tumbuhan daun mantangan yang ada di masyarakat dan penelitian-penelitian
sebelumnya mereka memanfaatkan daun mantangan sebagai obat tradisional,
dan salah satunya yaitu untuk mengobati penyakit kulit seperti pada
pengobatan bisul, luka dan bengkak. Peneliti merumuskan masalah yaitu
“Bagaimana pengaruh infusa daun mantangan (Merremia peltata(L.) Merr.,)
Pembuatan infusa daun mantangan dengan konsentrasi 10% b/v, 20% b/v,
30% b/v, 40%, 50% b/v. Kloramfenikol 30 µg (kontrol positif), dan aquades
(kontrol negatif). Untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus?”.

C. Tujuan Penelitian
1 Tujuan Umum
Mengetahui kemampuan antibakteri infusa daun mantangan (Merremia peltata
(L.) Merr.,) terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kandungan fitokimia yang terkandung dalam infusa daun
mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.,).
b. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri infusa daun mantangan (Merremia
peltata (L.) Merr.,) terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
c. Untuk mengetahui pengaruh infusa daun mantangan (Merremia peltata (L.)
Merr.,) terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus aureus.
5

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah pengalaman, pengetahuan, dan mengaplikasikan keilmuan
peneliti yang telah diperoleh selama mengikuti perkuliahan di Jurusan
Farmasi Politeknik Kesehatan Tanjungkarang.
2. Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pustaka informasi bagi
mahasiswa di Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Tanjungkarang dan
menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai aktivitas antibakteri
infusa daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.,) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus.
3. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran pemanfaatan daun
mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.,) sebagai salah satu obat untuk
infeksi kulit kepada masyarakat.

E. Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini adalah infundasi daun mantangan
(Merremia peltata (L.) Merr.,) yang diperoleh dengan metode ekstraksi secara
infudasi dengan kombinasi infusa dengan 5 konsentrasi 10%, 20%, 30%,
40%, 50% b/v. Kloramfenikol 30µg (kontrol positif), dan akuades (kontrol
negatif). Daun mantangan (Merremia peltata (L.)Merr.,) diujikan terhadap
bakteri Staphylococcus aureus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi
1. Pengertian infeksi
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen
yang bersifat sangat dinamis, mikroba sebagai makhluk hidup dengan cara
berkembang biak pada suatu tempat atau wadah yang cocok dan mampu
mencari tempat atau wadah baru dengan cara berpindah atau menyebar. Secara
umum proses terjadinya penyakit melibatkan tiga faktor yang saling
berinteraksi yaitu faktor penyebab penyakit (agen), faktor manusia (host), dan
faktor lingkungan (Darmadi, 2008:6).
2. Patogenesis infeksi bakteri

Patogenesis infeksi oleh bakteri mencakup awal mula proses infeksi dan
mekanisme timbulnya tanda dan gejala penyakit. Ciri khas bakteri yang
bersifat patogen adalah mempunyai kemampuan menularkan, melekat pada
sel manusia, menginvasi sel manusia dan jaringan manusia. Banyak infeksi
yang disebabkan oleh bakteri yang dianggap patogen menunjukkan gejala
timbulnya penyakit terjadi jika bakteri tersebut menyebabkan kerusakan
pada tubuh seseorang (Jawetz; At All, 2007:149).
3. Proses infeksi
Bakteri masuk kedalam tubuh, melekat atau menempel pada makhluk
hidup, setelah menempati tempat infeksi, bakteri-bakteri memperbanyak diri
dan menyebar secara langsung ke aliran darah melalui jaringan atau sistem
limfatik. Infeksi dapat bersifat sementara atau terus-menerus, yang
memungkinkan bakteri menyebar luas dalam tubuh dan mencapai jaringan
yang cocok untuk multi aplikasinya (Jawetz; At All, 2007:152)

6
7

B. Staphylococus aureus

Sumber : https://bit.ly/3gvbwka
Gambar 2.1 struktur bakteri Staphylococcus aureus.
Klasifikasi:
Staphylococcus aureus memiliki klasifikasi sebagai berikut
(Vasanthakumari, 2007:185):
Kingdom : Bacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacili
Ordo : Coccaceae
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus aureus

1. Morfologi Staphylococcus aureus


Kuman ini berbentuk sferis atau bulat, bila bergerombol dalam suatu
susunan yang tidak teratur sisinya agak rata karena tertekan, diameter
kuman antara 0,8- 1,0 mikron. Pada sediaan langsung berasal dari nanah,
berpasangan, bergerombol dan bahkan dapat tersusun seperti rantai pendek.
Susunan gerombolan yang tidak teratur biasanya ditemukan pada sediaan
yang dibuat pada perbenihan padat, sedangkan pembenihan kaldu biasanya
ditemukan tersendiri atau tersusun sebagai rantai pendek. Kuman ini tidak
bergerak, tidak berspora dan positif gram. Hanya kadang kadang yang
negatif
8

gram ditemukan pada bagian tengah gerombolan tengah (Syahrurachman,


Dkk, 1994:103)
2. Pertumbuhan
Jenis-jenis Staphylococcus aureus di laboratorium tumbuh dengan baik
dalam kaldu biasa pada suhu 37ºC, batas-batas suhu pertumbuhannya adalah
15oC dan 40oC, sedangkan suhu pertumbuhan optimum adalah 35oC. kuman
ini juga bersifat dapat hidup dengan baik, baik itu dengan oksigen maupun
tanpa oksigen dan dapat tumbuh dalam udara yang hanya mengandung
hidrogen dan PH optimum untuk pertumbuhan. Koloni yang sangat muda
tidak berwarna, tetapi dalam pertumbuhannya terbentuk pigmen yang larut
dalam alkohol, eter kloroform, dan benzol pigmen ini termasuk dalam
golongan lipokrom dan akan tetap dalam pembenihan, larut dalam eksudat
jaringan sehingga nanah berwarna sedikit kuning keemasan yang dapat
merupakan petunjuk tentang adanya infeksi kuman ini (Syahrurachman;
Dkk, 1994 :104).
3. Patogenitas
Staphylococcus aureus merupakan flora normal pada kulit manusia,
saluran napas, dan saluran pencernaan manusia. Kuman ini juga dapat
ditemukan di udara dan lingkungan disekitar kita. Patogenitasnya
merupakan efek gabungan dari berbagai macam metabolit yang
dihasilkannya staphylococcus aureus bersifat invasif, penyebab kerusakan
sel darah merah, membentuk koagulasi, mencairkan gelatin, membentuk
pigmen kuning emas (Syahrurachman; Dkk, 1994:108).
9

4. Infeksi bakteri Staphylococcus aureus


a. Abses atau bisul

Sumber :https:
//www.alodokter.com/bisul
Gambar 2.2 Bisul
Bisul adalah infeksi kulit yang dimulai dari dalam folikel rambut atau
kelenjar minyak. Infeksi ini sering muncul tiba-tiba sebagai benjolan merah
atau merah muda yang menyakitkan yang biasanya berdiameter 1,3-1,9 cm.
Infeksi ini disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus bakteri ini
umumnya mendiami permukaan kulit atau pada lapisan hidung dan tidak
berbahaya namun jika merak masuk kedalam kulit mereka dapat memicu
infeksi kulit seperti bisul (Onggo dan ira puspito, 2015:17)
b. Impetigo

Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Impetigo
Gambar 2.3 Impetigo
10

Impetigo adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri


staphylococcus aureu syang merupakan patogen primer pada impetigo
krustosa dan ektima. Sekitar 70% merupakan impetigo krustosa
(Craft,2012:2129).
Penyakit ini sering terjadi pada anak anak usia 2-5 tahun dibandingkan
dengan orang dewasa (Cole dan Gazewood,2017:859). Impetigo terjadi
ketika bakteri masuk melalui goresan, luka dingin, dan gigitan serangga
yang terinfeksi (Hartman; At All,2014:229).

C. Mantangan

Sumber: Dokumen pribadi


Gambar 2.4 Daun mantangan (Merremia peltata (L) Merr.,)
Mantangan merupakan salah satu tanaman di Indonesia yang memiliki
potensi di bidang farmasi. Merremia peltata (L.) Merr., dari keluarga
convolvulaceae dalam bahasa minang disebut aka lambuang. Tumbuhan ini
hidup di dataran rendah hutan hujan primer. Penyebaranya di Indonesia
meliputi pulau Sumatra, Jawa, Sulawesi, Dan Maluku (Allen,At All,
2012:1). Merremia peltata adalah tanaman invasif di wilayah Pasifik,
tumbuh dataran rendah kering. Hutan pantai, lahan basah, dataran tinggi
basah (Meyer, 2000). Di wilayah Samoa, spesies ini tumbuh hingga
ketinggian sekitar 300 meter, dan dengan hanya mempengaruhi ekosistem
dataran rendah (Whistler, 1995, dalam Kirkham Undated). Di wilayah Fiji
spesies ini tumbuh permukaan laut hingga sekitar 400 meter di hutan dan
tepi hutan, di lereng bukit terbuka dan di sepanjang tepi jalan dan menjadi
berlimpah secara lokal dan menyiangi di
11

lahan (Smith, 1991, dalam PIER 2005). Merremia peltata juga ditemukan di
perkebunan, padang rumput, dan hutan tanaman. (GISD,2015).

Klasifikasi daun mantangan: (GISD, 2015)


Kingdom :Plantae
Divisi :Magnoliophyta
Kelas :Magnoliopsida
Ordo :Convolvulales
Famili :Convolvulaceae
Genus :Merremia
Spesies :Merremia peltata (L.) Merr.
1. Morfologi Tumbuhan Mantangan:
a) Morfologi Daun
Memiliki daun berbangun jantung sampai dengan bulat, tekstur daun
halus. Pangkal daun mantangan berbentuk bulat ataupun hati. Memiliki daun
yang berwarna merah marun ketika daun masih muda. Tulang daun
mantangan menyirip dan berwarna merah marun, dapat terlihat jelas pada
bagian belakang daun mantangan. Tepi daun rata, Ciri khas pada daun ini
yaitu tangkai daun berada di bagian tengah atau peltate. Daun mantangan ini
dapat tumbuh melebar sekitar 7 cm sampai 30 cm (Van Ooststroom dan
Hoogland, 1954;452).
b) Morfologi Bunga
Bunga tumbuh lebih dari satu, memiliki warna bunga yang bervariasi
dari putih hingga kuning, kelopak bunga tumbuhan ini dapat tumbuh
sepanjang 18-25 mm (Van Oostrom dan Hoogland, 1953:453). Bunganya
besar, kuning keemasan. Sepal halus, panjang 2 sentimeter. Corolla
memiliki dahan yang lebar (Perez; At All, 2015).
c) Morfologi Batang
Batang Merremia peltata ketika muda tampak berwarna marun lalu
hijau lunak, tumbuh menjadi batang berwarna hijau dan lebih keras (padat
berisi), lalu terus tumbuh berwarna coklat dan semakin keras berkayu (Van
Ooststroom dan Hoogland, 1954;452).
12

d) Morfologi Akar
Akar tidak akan dijumpai ketika sulur batang hanya menyentuh atau
merambati batang tanaman lain atau tiang-tiang penyangga (Van
Ooststroom dan Hoogland, 1954).
2. Khasiat
Secara tradisional, daun Merremia peltata (L.) merr., telah digunakan
oleh masyarakat Maluku Utara sebagai antikanker payudara dengan
meminum air rebusannya, daun ini juga digunakan untuk mengobati luka
dan bengkak terutama pada nodus limfatis dengan menempelkan daun yang
sudah dihaluskan, getahnya digunakan untuk mengobati sesak nafas dan
gejala asma. Di Sumatera barat daun Merremia peltata (L.) merr., digunakan
untuk diare, sakit perut, batuk, sakit mata, radang, dan mengompres luka.
Pada suku Tolaki di Sulawesi Tenggara dimanfaatkan sebagai mengobati
ketombe dan penyakit kulit. sedangkan khusus bagian akarnya digunakan
sebagai pengobatan kencing nanah, rajasinga pembersih darah dan
keputihan. daunnya juga di gunakan untuk mengobati bisul, bengkak dan
rheumatic (Allen; At All, 2012).
3. Kandungan
Berdasarkan penelitian Perez, At All. Daun Merremia peltata (L.) Merr.,
memiliki senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, steroid dan flavonoid.
Dan pada penelitian Alen, At All. Kandungan daun Merremia peltata (L.)
Merr., memiliki senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, steroid dan
flavonoid, terpenoid, saponin, dan senyawa fenolik. Adanya aktivitas
antibakteri dari daun mantangan diduga karena adanya senyawa fenolik dan
terpenoid yang terkandung.
a. Alkaloid
Alkaloid dalam tumbuhan umumnya berbentuk garam dan bersifat larut
dalam pelarut polar seperti etanol maupun air. Dalam bentuk basa alkaloid
larut dalam pelarut non polar seperti eter dan kloroform (Hanani, 2015:13).
Mekanisme kerja alkaloid sebagai antibakteri yaitu dengan cara
mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga
lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian
sel tersebut (Rijayanti, 2014).
13

Sumber: https://bit.ly/3yfi0Lk
Gambar 2.5 Struktur senyawa alkaloid.
b. Flavonoid
Flavonoid biasanya merupakan senyawa polifenol, bersifat agak asam
sehingga mudah larut dalam basa dan senyawa ini lebih mudah larut dalam
pelarut polar, seperti etanol dan metanol. (Hanani, 2015:103).
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antimikroba dapat dibagi menjadi 3
yaitu menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membran sel
dan menghambat metabolisme energi. Flavonoid menyebabkan terjadinya
kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, dan lisosom sebagai
hasil interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri (Rijayanti,2014).

Sumber :https://id.m.wikipedia.org/wiki/berkas:flavon.svg
Gambar 2.6 Struktur Senyawa flavon.
c. Saponin
Saponin dibedakan sebagai saponin triterpenoid dan saponin
steroid. Umumnya saponin steroid memiliki fungsi sebagai antifungi.
Saponin larut dalam air, tidak larut dalam eter. (Hanani,2015:228).
Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri yaitu dapat menyebabkan
kebocoran protein dan enzim dari dalam sel. Saponin dapat menjadi anti
bakteri karena zat aktif permukaannya mirip detergen, akibatnya saponin
akan menurunkan tegangan permukaan dinding sel bakteri dan merusak
14

permeabilitas membran. Rusaknya membran sel ini sangat mengganggu


kelangsungan hidup bakteri (Rijayanti,2014).

Sumber: https://bit.ly/3jGTJtx
Gambar 2.7 Struktur Senyawa saponin.
d. Terpenoid
Umumnya senyawa terpenoid diekstraksi dari simplisia tumbuhan
menggunakan pelarut yang bersifat non polar (eter dan heksana), sedangkan
dalam lemak glikosida umumnya triterpenoid kelarutannya lebih besar
dalam pelarut polar (etanol dan metanol (Hanani, 2015:192). Terpenoid
adalah tumbuhan yang memiliki manfaat penting bagi obat tradisional, anti
bakteri, anti jamur, dan gangguan kesehatan (Thomson 2004, dalam
Khunaifi 2010).

Sumber : https://bit.ly/3weitfs
Gambar 2.8 Struktur Senyawa Terpenoid.
e. Senyawa Fenolik

Senyawa fenol sebagai pembangun sel, pigmen bungan dan enzim


merupakan metabolit sekunder dan masuk dalam senyawa aromatik,
Umumnya senyawa fenol berikatan dengan gula membentuk glikosida yang
lebih mudah larut dengan air (Hanani, 2015:66).
15

Sumber : https://www.karbonaktif.org/
Gambar 2.9 Struktur Senyawa Fenol.
Mekanisme antibakteri senyawa fenol dalam membunuh
mikroorganisme yaitu dengan mendenaturasi protein sel. Ikatan hidrogen
yang terbentuk antara fenol dan protein mengakibatkan struktur protein
menjadi rusak. Ikatan hidrogen tersebut akan mempengaruhi permeabilitas
dinding sel dan membran sitoplasma sebab keduanya tersusun atas protein.
Permeabilitas dinding sel dan membran sitoplasma yang terganggu dapat
menyebabkan ketidakseimbangan makro molekul dan ion dalam sel,
sehingga sel menjadi lisis (Rijayanti,2014).

D. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian zat aktif dari bagian tanaman
obat yang bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam
tanaman obat tersebut. Ekstraksi merupakan proses pemisahan zat dari
campuranya dengan menggunakan pelarut tertentu (Marjoni, 2016:15).
Ekstrak adalah suatu produk hasil pengembalian zat aktif melalui proses
ekstraksi menggunakan pelarut, dimana pelarut yang digunakan diuapkan
kembali sehingga zat aktif ekstrak menjadi pekat (Marjoni, 2016:23).
Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi 2 cara
yaitu cara dingin dan cara panas :
1. Cara dingin
Metode ekstraksi secara dingin bertujuan untuk mengekstrak senyawa
senyawa yang terdapat dalam simplisia yang tidak tahan terhadap panas atau
bersifat termolabil.
a. Maserasi
Maserasi berasal dari kata "macerate" artinya merendam. Sehingga
maserasi dapat diartikan sebagai metode ekstraksi yang dilakukan dengan
16

cara merendam simplisia nabati menggunakan pelarut tertentu selama waktu


tertentu dengan sesekali diaduk.
Keuntungan dari maserasi adalah pengerjaannya mudah dan
peralatannya sederhana. Sedangkan kekurangannya antara lain waktu yang
diperlukan untuk mengekstrak bahan cukup lama, penyari kurang sempurna,
pelarut yang digunakan jumlahnya banyak jika harus dilakukan remeserasi
(Marjoni, 2016:46).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian zat aktif secara dingin dengan cara
mengalirkan pelarut secara kontinu pada simplisia selama waktu tertentu.
Keuntungan metode ini tidak memerlukan langkah tambahan, sampel selalu
diberikan pelarut baru. Adapun kekurangan metode ini yaitu kontak antara
sampel padat dengan pelarut tidak merata dan terbatas,pelarut menjadi
dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara
efisien, membutuhkan pelarut yang relatif banyak (Marjoni,2016:58).
2. Cara Panas
a. Seduhan
Merupakan metode ekstraksi paling sederhana hanya dengan merendam
simplisia dengan air panas selama waktu tertentu (5-10 menit) (Marjoni,
2016:20).
b. Coque (penggodokan)
Merupakan proses penyarian dengan cara menggodok simplisia
hasilnya dapat langsung digunakan sebagai obat secara keseluruhan
termaksud ampasnya atau hanya hasil godokannya saja tanpa menggunakan
api langsung ampas (Marjoni, 2016: 21).
c. Digestasi
Digestasi adalah proses ekstraksi yang cara kerjanya hampir sama
dengan maserasi, hanya saja digesti menggunakan pemanasan rendah pada
suhu 30ºC-40°C. Metode ini biasanya digunakan untuk simplisia yang disari
baik pada suhu biasa (Marjoni, 2016: 21).
17

d. Infusa
Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara menyari
simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit sambil sekali-
sekali diaduk. kecuali dinyatakan lain infusa dilakukan dengan cara,
simplisia dengan derajat kehalusan tertentu dimasukan kedalam panci
infusa, kemudian ditambahkan air secukupnya. panaskan campuran diatas
penangas air selama 15 menit, dihitung mulai suhu 90oC sambil sekali kali
diaduk, serkai selagi panas dengan kain flanel, ditambahkan air panas
secukupnya melalui ampas sehingga diperoleh volume infus yang
dikehendaki (Marjoni, 2016: 21).
Infusa menggunakan pelarut air merupakan metode umum dilakukan
dengan pertimbangan kepraktisan serta biaya yang rendah. Proses infundasi
memiliki prinsip yang sama dengan perebusan, dapat menyari dengan
pelarut air dalam waktu singkat (Depkes RI, 2000).
e. Dekokta
Proses penyarian secara dekokta hampir sama dengan infusa,
perbedaannya hanya terletak pada lamanya waktu pemanasan. Waktu
pemanasan pada dekokta lebih lama dibanding metode infusa, yaitu 30
menit terhitung setelah suhu mencapai 90°C. Metode ini sudah sangat jarang
digunakan karena selain proses penyariannya yang kurang sempurna dan
juga tidak dapat digunakan untuk mengekstraksi senyawa yang bersifat yang
termolabil (Marjoni, 2016: 21).

f. Refluks

Refluks merupakan proses ekstraksi dengan pelarut pada titik didih


pelarut selama waktu dan jumlah pelarut tertentu dengan adanya pendingin
balik (kondensor). Proses ini umumnya dilakukan 3-5 kali pengulangan
pada residu pertama, sehingga termasuk proses ekstraksi yang cukup
sempurna (Marjoni,2016: 22).

g. Soxhletasi
Proses soxhletasi merupakan proses ekstraksi panas menggunakan alat
khusus berupa ekstraktor soxhletasi, suhu yang digunakan lebih rendah
dibandingkan dengan suhu pada metode refluks (Marjoni, 2016: 22).
18

E. Uji mikroba
Aktivitas antibakteri in vitro diukur dengan menentukan potensi zat
antibakteri dalam larutan, kepekaan zat anti mikroorganisme terhadap zat
antibakteri pada konsentrasi tertentu metode in vitro yang digunakan untuk
uji antibakteri ada dua metode yaitu(Prayoga dan lisnawati,2020:26).
1. Metode difusi
a. Metode disc diffusion atau kirby-bauer
Metode ini digunakan untuk menentukan aktivitas agen antimikroba.
Piringan agen yang berisi antimikroba diletakkan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut. area jernih mengindikasikan oleh agen antimikroba pada
pertumbuhan media pengukuran zona hambat dapat dipengaruhi oleh
kepadatan atau viskositas media biakan, kecepatan difusi antibiotik,
konsentrasi antibiotik pada cakram filter, sensitivitas organisme terhadap
antibiotik dan interaksi antibiotik dengan media (Prayoga dan lisnawati,
2020:26).
b. Metode E-test
Metode ini digumanakan untuk mengestimasi MIC (minimum inhibitor
concentration), yaitu konsentrasi minimal suatu agen mikroba untuk dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakkan pada permukaan media agar yang ditanami mikroorganisme.
pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkan yang menunjukan
kadar agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme
pada media agar (Prayoga dan lisnawati, 2020:27).
c. Metode ditch-plate technique
Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan
pada parit yang digunakan dengan cara memotong media agar dalam cawan
petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji (maksimum
enam macam) digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba
(Prayoga dan lisnawati, 2020:27).
19

d. Metode cup plate technique atau cara sumuran


Metode ini serupa dengan disc diffusion, dimana di buat sumur pada
media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur
tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji (Prayoga dan lisnawati,
2020:28).
e. Metode gradient plate technique
Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media agar secara
teoritis bervariasi dari noll hingga maksimal. media agar dicairkan dan
larutan uji ditambahkan. campuran kemudian dituangkan kedalam cawan
petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua kemudian
dituangkan di atasnya. plate diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan
agen antimikroba berdifusi dan permukaan media mengering. Mikroba uji
(maksimal enam macam) digoreskan pada arah dimulai dari konsentrasi
tinggi kerendah (Prayoga dan lisnawati, 2020:28).
2. Metode dilusi
a. Metode dilusi cair
Metode ini digunakan untuk mengukur kadar hambat minimum (KHM)
dan kadar bunuh minimum (KBM) cara yang dilakukan adalah dengan
memberi seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang
ditambahkan dengan mikroba uji. larutan uji agen antimikroba uji ditetapkan
sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa
penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba dan diinkubasi selama
18-2 jam. media cair akan terlihat jernih setelah di inkubasi di tetapkan
sebagai KBM (Prayoga dan lisnawati, 2020:29).
b. Metode dilusi padat
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid). keuntungan metode ini adalah suatu konsentrasi agen
antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji
(Prayoga dan lisnawati, 2020:29).
20

F. Kerangka Teori
Staphylococcus aureus

Infeksi

abses/ bisul
impetigo

obat sintetis obat tradisonal

antibiotik daun mantangan

skrining fitokimia infusa daun mantangan

uji aktivitas antibakteri

metode dilusi
metode difusi

metode difusi disk

( tes kirby-bauer)

Aktivitas anti bakteri

Sumber : jawetz, At All, 2007, Syahrurachman ,dkk, 1994, Prayoga dan


lisnawati, 2020:29.
Gambar 2.10 Kerangka Teori
21

G. Kerangka Konsep

Infusa Daun Mantangan Zona Hambat infusa Daun Mantangan (Merremia pelta

(Merremia peltata (L.) Merr.,) konsentrasi 10%, 20%, 30%,


40%, dan 50% b/v

Gambar 2.11 Kerangka Konsep


22

H. Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Alat Hasil Ukur Skala


Penelitian Ukur Ukur
Variabel
Bebas
Konsentrasi Infundasi Masing- glass Konsentrasi Rasio
Infusa daun daun masing Ukur masing-
Mantangan mantangan ekstrak masing infusa
(Merremia dengan diencerkan yaitu
peltata konsentrasi dengan konsentrasi
(L.)Merr.) 10%, 20%, aquades 10%, 20%,
30%, 40%, dengan 30%, 40%,
dan 50% b/v menggunak dan 50% b/v
an rumus :
b/v

Variabel
Terikat
Zona hambat Daerah Dengan Jangka Diameter Rasio
bakteri bersih yang mengukur sorong Zona hambat
Staphylococ membentuk diameter dalam satuan
cus aureus. lingkaran zona (mm)
hambat
yang
Terbentuk

Tabel 2.1 Definisi Operasional


23

I. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini yaitu: Infusa daun mantangan (Merremia peltata
(L.) merr.,) memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus.
61

BAB III

METOD0LOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat eksperimental


di laboratorium, dengan tujuh kelompok perlakuan yaitu infusa dengan
konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40, 50% b/v dan dua kelompok kontrol yaitu
kontrol positif (kloramfenikol 30 µg) dan kontrol negatif (aquadest). Variabel
bebas adalah konsentrasi infusa daun mantangan (Merremia peltata (L.)
Merr.,) dan variabel terikatnya yaitu zona hambat bakteri Staphylococcus
aureus.

Pengulangan pada penelitian ini adalah (Hanafiah,


2001:6) (t-1)(r-1) ≥15
(7-1)(r-1) ≥15
6r-6 ≥15
6r ≥ 15+6
6r ≥ 21
21
r≥ 6

r ≥ 3,5 ≈ 4
Keterangan : r = jumlah pengulangan
t = jumlah perlakuan
15 = tetapan yang telah ditentukan

B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah infusa daun mantangan (Merremia peltata
(L.) Merr.,) dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40 % dan 50% b/v.

24
25

C. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Jurusan Farmasi
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang untuk melakukan proses identifikasi
tanaman, proses ekstraksi infundasi, uji skrining fitokimia, serta pengujian
aktivitas antibakteri. Waktu penelitian ini dilaksanakan mulai Maret-Mei
tahun 2021.

D. Alat dan bahan

1. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, gelas
ukur 100 ml, beaker glass 1000 ml, beaker glass 100 ml, mikropipet, labu
ukur, tabung reaksi, erlenmeyer 100 ml, kaca arloji, batang pengaduk, oven,
autoklaf, inkubator, cawan petridish, cawan penguap, hot plate, lampu
spiritus, alumunium foil, kapas steril, blender, ose, pinset, corong gelas,
spatula, jangka sorong, disc kosong, disc Streptomisin 10 µg, spidol, kertas
tempel, kertas saring, kertas buram.
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun mantangan
(Merremia peltata (L.) Merr.,) Aquadest, Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth
(NB), Mueller Hinton Agar (MHA), H2SO4 1%, BaCl2 1%, NaCl 0,9%, HCl
2N, Pereaksi Mayer, Pereaksi Bouchardat, Pereaksi Dragendrof, Serbuk Mg,
HCl (P), H2C2O4, H2SO4 (P), dan FeCl3 1%.

E. Prosedur Kerja Penelitian


1 Identifikasi Tanaman Mantangan
Tanaman daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.,) Daun
Berbangun jantung sampai dengan bulat, tekstur daun halus. Pangkal daun
mantangan berbentuk bulat ataupun hati. Memiliki daun yang berwarna
merah marun ketika daun masih muda. Tulang daun mantangan menyirip dan
berwarna merah marun, dapat terlihat jelas pada bagian belakang daun
mantangan. Tepi daun rata. tangkai daun berada di bagian tengah atau peltate.
Daun mantangan ini dapat tumbuh melebar sekitar 7 cm sampai 30 cm.
Batang ketika muda
26

tampak berwarna marun lalu hijau lunak, tumbuh menjadi batang berwarna
hijau dan lebih keras (padat berisi), lalu terus tumbuh berwarna coklat dan
semakin keras berkayu, akar tidak akan dijumpai ketika sulur batang hanya
menyentuh atau merambat batang tanaman lain atau tiang-tiang penyangga,
Bunga tumbuh lebih dari satu, memiliki warna bunga yang bervariasi dari
putih hingga kuning, tumbuhan ini tumbuh diatas di lahan rerumputan,
semak-semak belukar. Daun mantangan didapatkan di daerah Ketapang,
Kabupaten Pesawaran.

2. Pembuatan Simplisia Daun Mantangan


a. Daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.,) segar diambil.
b. Dilakukan sortasi basah dengan memisahkan daun mantangan (Merremia
peltata (L.) Merr.,) dari kotoran dan bahan asing lain seperti batang dan
tangkai.
c. Dicuci bersih daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.,) menggunakan
air mengalir.
d. Dilakukan perajangan daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.,) untuk
memperkecil ukurannya.
e. Daun mantangan diletakkan di atas nampan yang ditutupi dengan kain hitam kemudian
dikeringkan dibawah sinar matahari langsung.

f. Dilakukan sortasi kering dengan cara pemilihan daun mantangan (Merremia


peltata (L.) Merr.,) dari bahan yang rusak atau terkena kotoran.
g. Diperhalus daun mantangan (Merremia peltata (L.) merr.,) dengan
menggunakan blender menjadi serbuk kering.
h. Daun mantangan yang sudah halus diayak menggunakan ayakan No.44.

3. Infundasi Daun Mantangan dengan Pelarut air


a. Disiapkan wadah yaitu bejana yang digunakan untuk infudasi.

b. Ditimbang serbuk kering daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.,)


pada neraca analitik, dimasukkan ke dalam panci infusa.
c. Ditambahkan 100 ml aquades steril sehingga semua daun mantangan
(Merremia peltata (L.) Merr.,) terendam larutan tersebut dan di panaskan
sampai suhu 90oC selama 15 menit dan diaduk
d. Kemudian disaring menggunakan kertas saringdan dipisahkan antara hasil
27

saringan dan endapan


e. Kemudian infusa ini ditampung dalam labu erlenmeyer steril dan ditutup rapat
f. Bila volume infusa kurang dari 100 ml ditambah aquades steril hingga
volume sampai 100 ml (Bimmahariyanto, Suhada, dan Hamdani 2019).
4. Skrining Fitokimia
a. Pemeriksaan Alkaloid
Identifikasi menggunakan 2 ml infusa daun mantangan 10%, 20%, 30%,
40 % dan 50% b/v. masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi
ditambahkan 5 ml HCl 2N dan dipanaskan pada penangas air, setelah dingin
disaring dan filtrat
1) Diambil 3 tetes filtrat lalu ditambahkan 2 tetes reagen Mayer.
Keberadaan alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan atau
kekeruhan
2) Diambil 3 tetes filtrat lalu ditambahkan 2 tetes reagen bouchardat.
Keberadaan alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan coklat hitam
3) Diambil 3 tetes filtrat lalu ditambahkan 2 tetes reagen dragendorf.
Keberadaan alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata
Apabila terdapat endapan putih paling sedikit dengan 2 atau 3 dari
pengujian diatas, maka dinyatakan positif mengandung alkaloid (Marjoni,
2016:8).
b. Pemeriksaan Flavonoid
Identifikasi menggunakan 2 ml infusa daun mantangan 10%, 20%, 30%, 40
% dan 50% b/v. masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi
ditambahkan 500 mg serbuk magnesium, ditambahkan 1 ml HCl pekat,
kemudian ditambahkan 2 ml amil alkohol, dikocok hingga memisah
Terbentuknya warna jingga, merah, kuning pada lapisan amil alkohol
menunjukkan adanya flavonoid (Marjoni, 2016:9).
c. Pemeriksaan Saponin
Identifikasi menggunakan 2 ml infusa daun mantangan 10%, 20%, 30%,
40 % dan 50% b/v. masing-masing ditambahkan dengan 10 ml aquades panas
didinginkan dan dikocok. Terbentuknya busa atau buih yang stabil selama 10
menit setinggi 1-10 cm, kemudian ditambahkan HCl 2N apabila buih tidak
hilang menunjukkan adanya saponin (Marjoni, 2016:10).
28

d. Pemeriksaan terpenoid atau steroid


Identifikasi menggunakan 5 ml infusa daun mantangan 10%, 20%, 30%, 40
% dan 50% b/v. masing-masing ditambahkan 20 ml n-heksana dimasukkan ke
dalam cawan selama 2 jam lalu diuapkan pada sisa, ditambahkan dengan 1
tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat Jika terbentuk warna
ungu dan kemerahan, kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan
adanya terpenoid dan steroid (Marjoni, 2016:12).
e. Pemeriksaan fenol
Identifikasi menggunakan 2 ml infusa daun mantangan 10%, 20%, 30%, 40
% dan 50% b/v. masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan 1 ml air panas dan tiga tetes FeCl3 0,1%. Terbentuknya warna
biru, hijau atau ungu menunjukkan adanya fenol (Rheza, 2015).
5. Pewarnaan Gram
Menurut (Sahli dan Kurniawan, 2019:13).
a. Buat preparat ulas dari bakteri staphylococcus aureus, kemudian fiksasi diatas
nyala api
b. Beri larutan kristal violet selama 1 menit
c. Miringkan kaca objek di atas bak pewarna untuk membuang kelebihan kristal
violet, lalu bilas dengan air suling
d. Tiriskan kaca objek dengan menegakkan sisi pada kaca objek diatas kertas
serap, dan kembalikan ke atas rak pewarna
e. Beri larutan iodium selama 1 menit
f. Miringkan kaca objek untuk membuang kelebihan iodium lalu bilas dengan
air suling dari botol pijit
g. Cuci dengan etanol 95%, tetes demi tetes selama 30 detik atau sampai zat
warna kristal violet tidak terlihat lagi mengalir dari kaca objek
h. Cuci dengan air, lalu tiriskan, lalu kembalikan di rak pewarna
i. Beri safranin selama 1 menit
j. Miringkan kaca objek untuk membuang kelebihan safranin lalu bilas dengan
air
k. Tiriskan kaca objek dan serap kelebihan air pada olesan dengan menekankan
kertas serap hati-hati di atasnya
l. Amati dibawah mikroskop dengan lensa objektif.
29

6. Sterilisasi Alat
Semua alat yang terbuat dari kaca dicuci bersih dan dikeringkan, setelah
itu dibungkus dengan kertas buram. Sterilisasi dilakukan dengan oven pada
suhu 160°C selama 1 jam, sedangkan jarum ose dan pinset disterilkan dengan
cara pemijaran. (Hamidy; dkk, 2006). Untuk bahan seperti media dan aquades
setelah dilarutkan, lalu dimasukan ke dalam erlenmeyer, ditutup dengan kapas
dan alumunium foil, lalu dimasukan autoklaf dan disterilkan pada suhu 121ºC
selama 15 menit.
7. Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)
Mueller Hinton Agar ditimbang sebanyak 38,0 gram dalam 1 L aquades
kemudian dipanaskan hingga mendidih pada hot plate hingga larut kemudian
ditutup dengan kapas yang dibungkus alumunium foil, lalu disterilkan dengan
autoklaf suhu 121°C selama 15 menit pada tekanan 1 atm, dan dibiarkan
selama beberapa menit hingga suhu media 45ºC-50°C dan dituangkan ke
dalam cawan petridish (Safitri dan Novel, 2010:80)
8. Pembuatan Nutrient Agar (NA)
Nutrient Agar ditimbang sebanyak 28,0 gram dalam 1 L aquades
kemudian, dipanaskan sampai mendidih pada hot plate hingga larut kemudian
ditutup dengan kapas yang dibungkus alumunium foil, lalu disterilkan dengan
autoklaf suhu 121°C selama 15 menit pada tekanan 1 atm, dan dibiarkan
selama beberapa menit hingga suhu media 40ºC-45°C kemudian dimiringkan
(Safitri dan Novel, 2010:78).
9. Pembuatan Nutrient Broth (NB)
Nutrient Broth ditimbang sebanyak 13.0 gram dalam 1 L aquades lalu,
dipanaskan hingga mendidih pada hot plate hingga larut kemudian, ditutup
dengan kapas yang dibungkus alumunium foil, lalu disterilkan dengan
autoklaf suhu 121°C selama 15 menit pada tekanan 1 atm, dan dibiarkan
selama beberapa menit hingga suhu media 40ºC-45°C kemudian masukkan
kedalam tabung reaksi (Safitri dan Novel, 2010:46).
30

10. Pembuatan NaCl 0,9%


Ditimbang sebanyak 0,45 gram NaCl kemudian dimasukkan kedalam
labu ukur 50 ml, ditambahkan dengan aquadest hingga 50 ml lalu
dihomogenkan. Larutan NaCl dituangkan kedalam tabung reaksi sebanyak 5
ml, kemudian ditutup dengan menggunakan kapas dan alumunium foil
kemudian disterilkan dengan autoklaf suhu 121°C selama 15 menit pada
tekanan 1 atm (Salsabila, 2020).
11. Pembuatan Standar Mac Farland 0,5
H2SO4 1% sebanyak 9,95 ml kedalam tabung reksi lalu dicampurkan
dengan larutan BaCl2 1% sebanyak 0,05 ml, lalu dikocok hingga homogen.
Sebelum menggunakan kocok terlebih dahulu agar larutan merata (Nuria,
2010).
12. Pembuatan Suspensi Bakteri
Pembuatan suspensi bakteri dilakukan dengan cara mengambil satu mata
ose biakan bakteri Staphylococcus aureus yang telah diremajakan pada media
Nutrient Agar Slant (NAS) disuspensikan ke dalam tabung berisi 5 ml media
Nutrient Broth (NB) kemudian kocok hingga homogen dan diinkubasi selama
24 jam pada suhu 37°C. Suspensi bakteri tersebut kekeruhannya
dibandingkan dengan larutan standar Mac Farland 0,5 apabila suspensi
bakteri keruh maka ditambahkan NaCl 0,9% steril, jika kurang keruh
ditambahkan bakteri hingga kekeruhannya sama dengan standar Mac Farland
(Nuria, 2010).
13. Pengujian Aktivitas Antibakteri
Uji Aktivitas Antibakteri (Iswara, 2015).
a. Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu.
b. Lidi kapas steril dimasukkan ke suspensi bakteri yang sudah disamakan
kekeruhannya dengan standar Mac Farland 0,5 selama 10-15 detik.
c. Lidi kapas diangkat dan diperas dengan cara ditekan pada dinding bagian
dalam tabung sambil diputar-putar.
d. Lidi kapas dipulaskan pada media MHA (Mueller Hinton Agar) sampai merata.
e. Media yang telah dipulaskan dibiarkan selama 15 menit agar suspensi bakteri
meresap ke dalam media. Kemudian dilakukan proses penempelan disk yang
telah direndam pada kontrol negatif, infundasi daun mantangan dengan
konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40 % dan 50% selama15 menit, lalu
ditempelkan
31

di atas pulasan bakteri pada media MHA (Mueller Hinton Agar)


menggunakan pinset steril dengan cara ditekan satu persatu supaya disk
cakram menempel dengan baik pada media, lalu diinkubasi pada inkubator
dengan suhu 37° C selama 24 jam.
f. Diameter zona hambat yang terjadi pada media MHA (Mueller Hinton Agar)
diukur dengan menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm).
32

F. Alur Penelitian

Pengajuan izin penelitian di Laboratorium


Perizinan Penelitian Farmakognosi dan Kimia Jurusan Farmasi
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang,
Lampung

Sampel daun mantangan disiapkan dan


Persiapan Sampel diidentifikasi di
Laboratorium
Farmakognosi Jurusan Farmasi Politeknik
Kesehatan Tanjungkarang.
Dilakukan teknik penyariaan infudasi pada
daun mantangan dengan pelarut air,
Ekstraksi
Kemudian disaring menggunakan kertas
saring dan dipisahkan antara hasil
saringan
Pembuatan infusa
dan Konsentrasi Di buat dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%,
infusa 40 % dan 50% b/v

Data yang dikumpulkan diperoleh dari


Pengujian aktivitas
hasil uji terhadap bakteri berdasarkan
antibakteri
diameter zona hambat dalam satuan mm.

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk


Pengumpulan data tabel berupa diameter zona hambat pada
masing-masing konsentrasi dan dilanjutkan
dengan uji BNT.

Dilakukan pengujian aktivitas antibakteri


Analisis data
terhadap bakteri Staphylococcus aureus

Gambar 3.1 Alur Penelitian


33

G. Pengumpulan Data
Data diperoleh berdasarkan hasil pengamatan pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus disekitar disk pada setiap konsentrasi ditandai dengan
adanya daerah bening, lalu diukur menggunakan alat ukur jangka sorong
dengan satuan milimeter (mm) yang kemudian dicatat dan didokumentasikan
sebagai salah satu bukti pada penelitian ini dan dilanjutkan pengumpulan data
yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam tabel.

H. Pengolahan dan Analisis Data


Data-data hasil pengujian disajikan dalam bentuk tabel hasil penelitian
berupa diameter zona hambat dalam satuan mm pada masing-masing
konsentrasi, untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan hasil
infundasi terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus menggunakan
uji statistik ANOVA (Analysis of Varians). Apabila terdapat perbedaan nyata
maka dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) pada tingkat
kesalahan 5% untuk menentukan perlakuan-perlakuan mana yang berbeda
diantara perlakuan lainnya.
61

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Pembuatan infusa
Penelitian ini dilakukan untuk menguji daya hambat ekstrak daun
mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) terhadap bakteri Staphylococcous
aureus. Dilakukan ekstraksi dengan cara infundasi menggunakan pelarut air
kemudian dipanaskan selama 15 menit pada suhu 90oC. Sehingga diperoleh
ekstrak daun mantangan yang memiliki sifat ekstrak infusa yang dapat dilihat
pada tabel 4.1 berikut ini :

Tabel 4.1 Ciri-Ciri Infusa Daun Mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.).

Daun Mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.)


NO parameter
10% 20% 30% 40% 50%
1 Warna Coklat tua Coklat tua Coklat tua Coklat tua Coklat tua

2 Bau Seperti teh Seperti teh Seperti teh Seperti teh Seperti teh

3 PH 6,3 6,0 5,9 6,1 6,0

2. Uji Skrining Fitokimia


Daun Mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) ekstrak daun mantangan.
Kemudian dilakukan uji skrining fitokimia untuk mengetahui adanya
kandungan alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid, steroid, fenol. Hasil uji
skrinning fitokimia dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini :

34
35

Tabel 4.2 Hasil Uji Skrining Fitokimia Infusa Daun Mantangan (Merremia
peltata (L.) Merr.).

No. Pemeriksaan Pereaksi Indikator Hasil Hasil


Pengamatan Pemeriksaan
1. Alkaloid Meyer  Mayer:  Mayer: (+)
Dragendorf Terbentuknya Terbentuknya
Bouchardat endapan putih endapan putih
 Dragendorf:  Dragendorf:
Terbentuknya Terbentukya
endapan endapan
merah bata merah bata
 Bouchardat:  Bouchardat:
Terbentuknya Terbentuknya
endapan endapan
coklat hitam coklat hitam
2. Flavonoid Amil Menunjukkan Menunjukkan (+)
alkohol, lapisan amil lapisan amil
Serbuk alkohol alkohol
Mg, berwarna berwarna merah-
HCl(P) merah, jingga jingga
3. Saponin Aquades, Terbentuknya Terbentuk busa (+)
HCl 2N busa
4. Terpenoid n-heksana, Menunjukan Menunjukkan (-)
/Steroid Asetat warna ungu warna merah
anhidrat, atau merah kecoklatan
H2SO4 (P) kemudian
berubah
menjadi hijau
biru
5. Fenol FeCl3 Menunjukan Menunjukan (+)
warna biru, warna Hijau-
hijau,dan ungu biru
36

3. Uji Aktivitas Antibakteri

Pada uji aktivitas antibakteri infusa daun mantangan (Merremia peltata


(L.) Merr.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 10%,
20%, 30%, 40%, 50%. Didapatkan daun mantangan mampu menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini dibuktikan dengan
terbentuknya daerah bening disekitar disk yang sebelumnya telah dilakukan
inkubasi selama 24 jam diameter zona hambat dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri infusa Daun Mantangan (Merremia
peltata (L.) Merr.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus
aureus.

Konsentrasi Infusa Daun Pengulangan (diameter zona Jumlah Rata-


Mantangan hambat dalam mm) Rata
(Merremia peltata (L.) (mm)
1 2 3 4
Merr.)
10% 7,5 9,2 7,6 8 32,9 8,0
20% 8,4 8,4 8,6 8,4 33,8 8,4
30% 8.8 8,8 8,8 8,5 34,9 8,7
40% 9 10,4 9,2 9,8 38,4 9,6
50% 8,8 10,4 10,4 9,6 39,2 9,8
Kontrol Negatif
0 0 0 0 0 0
(Aquadest)
Kontrol Positif
14,4 20,4 16,2 15,6 66,6 16,65
(kloramfenikol 30µg)
37

4. Uji Data Statistik


Dari hasil analisa uji One way ANOVA (Analyze of Varians) diperoleh
bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa setiap
kelompok perlakuan terdapat berpengaruh secara statistik. Dengan hipotesis
anova untuk mengambil keputusan atau kesimpulan yaitu :
a. Ho (≥0,05) : Infusa daun mantangan (Merremia peltata (L.) merr.)
tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus
b. H1 (≤ 0,05) : Infusa daun mantangan (Merremia peltata (L.) merr.)
berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus

Berdasarkan uji One way ANOVA (Analyze of Varians) tersebut nilai


Sig. sebesar 0,000 ≤ 0,05 dengan yang artinya Ho ditolak, infusa daun
mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) berpengaruh terhadap pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus.

Tabel 4.4 Hasil analisa uji One way ANOVA (Analyze of Varians)
menggunakan program SPSS for windows versi 23

Selanjutnya untuk melihat perbedaan antar kelompok konsentrasi infusa


secara lebih spesifik kemudian dilanjutkan dengan analisa BNT (Beda Nyata
Terkecil) pada α = 5%, jika terdapat perbedaan yang signifikan dimana nilai
Sig. ≤ 0,05 antar perlakuan, yang dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut:
38

Tabel 4.5 Hasil nilai Sig. uji BNT (Beda Nyata Terkecil) menggunakan
program SPSS for windows versi 23

Perlakuan 10% 20% 30% 40% 50% Kontrol


Positif
10% - 0,422 0,190 0,009* 0,004* 0,000*
20% 0.422 - 0,596 0,047* 0,024* 0,000*
30% 0.190 0,596 - 0,130 0,070 0,000*
40% 0,009* 0,047* 0,130 - 0,741 0,000*
50% 0,004* 0,024* 0,070 0,741 - 0,000*
Kontrol 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* -
Positif

Keterangan :
Tidak berbeda nyata jika nilai Sig. ≥ 0,05.
* = berbeda nyata
Tidak ada tanda = tidak berbeda

Berdasarkan hasil uji BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf 5% (P≤0,05)
yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa beberapa perlakuan
menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata yang signifikan (tidak berbeda
nyata), hal ini ditunjukkan pada nilai sig. perlakuan yaitu ≤ 0,05. Pada kolom
perbedaan rerata perlakuan hanya pada konsentrasi 40%, 50 % dan kontrol
negatif terdapat tanda (*) yang juga dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan
nyata yang signifikan diperlakuan pada konsentrasi 40%, 50% dan Kontrol
negatif.

B. Pembahasan
Infusa daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) diperoleh dari 150
gram serbuk simplisia. Daun mantangan dibuat simplisia untuk mengurangi
kadar air yang terkandung di dalamnya sehingga memperkecil kemungkinan
untuk tumbuhnya jamur serta luas penampang yang semakin besar membuat
senyawa aktif yang terlarut menjadi lebih bisa optimal. Pada Pembuatan
infusa daun mantangan dengan konsentrasi 10% b/v, mengacu pada standar
acuan sediaan herbal yang diterbitkan oleh BPOM (2012) dalam
penelitian
39

Dianseptana 2017 hal 4. Dengan cara menimbang sebanyak 10 g simplisia


daun mantangan ditambahkan 20 ml aquades untuk membasahkan lalu
kemudian ditambahkan aquadest 100 ml dipanaskan dalam panci infusa
selama 15 menit pada suhu 90o C yang diukur menggunakan termometer
sambil diaduk. Pembuatan infusa mantangan 20%, 30%,40 % dan 50% b/v
dilakukan sama seperti penyiapan infusa mantangan 10% b/v. Kemudian
disaring dengan kertas saring untuk mendapatkan ekstrak, kemudian diperas
hingga menghasilkan larutan infusa. Metode infundasi memiliki keuntungan
yaitu alat yang digunakan tidak rumit dan proses pembuatannya juga mudah.
Namun, metode infundasi ini memiliki kekurangan yaitu sari yang dihasilkan
mudah ditumbuhi mikroba dan tidak dapat disimpan dalam jangka waktu
yang lama sehingga diperlukan proses penyarian yang selalu baru dan tidak
lebih dari 24 jam.
Didapatkan ekstrak infusa dengan konsentrasi 10%, 20%, 30% 40% dan
50%, yang memiliki ciri-ciri masing- masing cairan berwarna coklat tua, bau
seperti teh, dan untuk uji PH yang dimana diambil 5 ml sediaan infusa
kemudian dicelupkan PH meter selama 1 menit kemudian diamati angka pada
PH meter tersebut, masing masing yaitu untuk konsentrasi 10% yaitu 6.3,
20% yaitu 6.0, 30 % yaitu 5.9, 40% yaitu 6.1, dan untuk 50% yaitu 6.0.
Pada pemeriksaan fitokimia, kandungan alkaloid dengan pereaksi mayer
terbentuk endapan putih, dengan perekasi dargendorf terbentuk endapan
merah bata, dan dengan pereakasi bouchardat terbentuk endapan coklat. hal
tersebut menandakan bahwa ekstrak daun mantangan positif mengandung
alkaloid karena pada pemeriksaan alkaloid jika terdapat endapan paling
sedikit dengan 2-3 dari pengujian maka dinyatakan mengandung alkaloid.
Pada pemeriksaan kandungan flavonoid terbentuk lapisan amil alkohol warna
jingga dan merah, hal tersebut dikatakan positif flavonoid, dikarnakan
senyawa flavonoid positif apabila terjadi warna merah, kuning, dan jingga
pada lapisan amil alkohol.. Pada pemeriksaan kandungan terpenoid atau
steroid menunjukan warna merah bata, hal tersebut menandakan negatif
terpenoid atau steroid, karena pada pemeriksaan terpenoid timbul warna ungu
atau merah kemudian berubah menjadi hijau atau biru yang menunjukan
adanya senyawa terpenoid atau
40

steroid. Pada pemeriksaan kandungan saponin yang telah dikocok lalu


ditambah HCl 2N 3 tetes didapati hasil terdapat buih atau busa yang konstan
menandakan positif mengandung saponin. pada pemeriksaan fenol
menunjukkan warna biru-hijau setelah ditambahkan FeCl3, hal tersebut
menunjukkan.adanya senyawa fenolik dimana senyawa fenol menunjukkan
warna biru, hijau, dan ungu, Hasil uji skrining fitokimia pada ekstrak daun
mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) yang telah dilakukan sesuai dengan
literatur karena terbukti memiliki kandungan senyawa alkaloid, flavonoid,
saponin, dan senyawa fenol, yang dapat ditarik dengan aquades sebagai
penyari atau pelarut hasil dapat dilihat pada lampiran 8.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai senyawa fitokimia, maka senyawa
yang diduga berperan sebagai antibakteri yaitu senyawa alkaloid, flavonoid,
saponin dan senyawa fenolik. Alkaloid memiliki kemampuan sebagai
antibakteri, mekanisme kerja dengan cara mengganggu komponen penyusun
peptidoglikan sel bakteri, sehingga lapisan dinding tidak terbentuk secara
utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (kurniawan dan aryana, 2015:4).
Flavonoid dapat menjadi zat antibakteri dengan mekanisme kerja menghambat
pertumbuhan bakteri dengan merusak permeabilitas dinding sel bakteri
(kurniawan dan aryana, 2015:3). Saponin termasuk dalam kelompok
antibakteri yang mengganggu stabilitas membran sel bakteri sehingga
menyebabkan sel bakteri lisis, saponin juga mengganggu permeabilitas
membran sel bakteri yang menyebabkan kerusakan membran sel sehingga
menyebabkan keluarnya komponen penting dalam sel bakteri yaitu protein,
asam nukleat dan nukleotida, sehingga sel akan mengalami lisis atau
kerusakan (kurniawan dan aryana, 2015:4). Senyawa fenol, yang memiliki
kemampuan mendenaturasi protein dan merusak dinding sel bakteri
(kurniawan dan aryana, 2015:3).
Sebelum melakukan uji aktivitas antibakteri infundasi daun mantangan
(Merremia peltata (L.) Merr.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus,
dilakukan identifikasi bakteri Staphylococcus aureus dengan pewarnaan
gram. Pewarnaan gram digunakan untuk melihat bakteri di bawah mikroskop
dan membuktikan bahwa bakteri tersebut merupakan gram positif karena
bakteri
41

gram positif menyerap warna ungu setelah ditambah gram A, B, C, dan D.


Hasil yang didapatkan yaitu sampel positif berwarna ungu dan berbentuk
coccus atau bulat serta bergerombol seperti rantai atau anggur hasil dapat
dilihat pada lampiran 9.
Kemudian dilakukan peremajaan bakteri yang bertujuan agar bakteri
memulai metabolisme baru setelah penyiapan, peremajaan bakteri dilakukan
dengan cara media Nutrient Agar Slant (NAS) kemudian dilarutkan dengan
aquadest lalu dipanaskan hingga larut, setelah larut kemudian disterilisasi
pada autuklaf suhu 121oC selama 15 menit agar sediaan steril dari mikroba
mikroba yang tercampur, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi ±15 ml
kemudian dimiringkan sampai larutan menjadi padat seperti agar, kemudian
setelah media jadi diambil satu mata ose biakan murni kemudian di goreskan
dalam biakan agar dengan permukaan miring dan ditutup kapas alumunium
foil kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.
Infundasi daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) kemudian diuji
aktivitas antibakteri dengan bahan uji selain itu juga dengan kontrol positif
dan negatif pada bakteri Staphylococcus aureus. Antibiotik kloramfenikol
30µg digunakan sebagai kontrol positif dikarenakan kloramfenikol
merupakan antibiotik bersifat bakteriostatik yang menghambat pertumbuhan
bakteri. Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri
dan menghambat perlekatan asam amino dari bakteri sehingga mampu
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus (Ganiswara, 1995).
Kontrol negatif (aquadest steril) Tujuan pembuatan kontrol pada penelitian ini
adalah untuk mengetahui adanya faktor yang berpengaruh terhadap diameter
zona hambat seperti terjadinya kontaminasi. Sedangkan, aquades steril
sebagai kontrol negatif digunakan untuk mengetahui pengaruh aquades yang
digunakan sebagai pelarut untuk membuat larutan uji terhadap pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus.
Berdasarkan hasil penelitian uji aktivitas antibakteri infusa daun
mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) terhadap bakteri Staphylococcus
aureus yang telah dilakukan, didapatkan hasil berupa diameter zona hambat
dari disk yang di tempel yang terbentuk di sekitar cawan petridish sebanyak 4
42

kali pengulangan setelah diinkubasi selama 24 jam kemudian diukur


menggunakan jangka sorong satuan milimeter (mm). Berdasarkan hasil
pengukuran yang tertera pada tabel 4.3 diketahui bahwa infusa daun
mantangan dari konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% mendapatkan
zona hambat untuk 10% didapatkan rata-rata zona hambat 8,0 mm, untuk
20% didapatkan rata-rata zona hambat 8,4 mm, untuk 30% didapatkan rata-
rata zona hambat 8,7 mm, untuk 40% didapatkan rata-rata zona hambat 9,6
mm, dan untuk 50% didapatkan rata-rata zona hambat 9,8 mm. Untuk kontrol
negatif (aquadest steril) tidak terdapat zona hambat tetapi untuk kontrol
positif (kloramfenikol 30µg) didapatkan zona hambat sebesar 16,65 mm.
Dalam Kategori diameter zona hambat pada semua jenis bakteri adalah
zona hambat kurang dari 5 mm (≤5 mm) memiliki daya antibakteri yang
termasuk kategori lemah. Zona hambat 5-10 mm dikategorikan sedang, 10-20
mm dikategorikan kuat, dan lebih dari 20 mm (≥20 mm) termasuk kategori
sangat kuat dan (hanizar dan rikhma sari, 2018). Berdasarkan diameter zona
hambat tersebut, konsentrasi infusa daun mantangan konsentrasi 10%, 20%,
30%, 40%dan 50% termasuk kategori sedang dan pada kontrol positif
termasuk kategori kuat. Hasil diameter zona hambat infusa daun mantangan
(Merremia peltata (L.) Merr.) kategori sedang hal ini memungkinkan karena
pada infusa daun mantangan menggunakan metode infundasi dengan pelarut
air yang menyebabkan kandungan zat aktif sebagai antibakteri yang tertarik
lebih sedikit dengan menggunakan pelarut air membutuhkan proses penyarian
yang dapat menarik zat antibakteri daun mantangan lebih banyak sehingga
dapat menghasilkan diameter zona hambat yang besar.Diameter zona hambat
yang terbentuk dari infusa daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.)
tidak lebih efektif dibandingkan dengan kloramfenikol 30µg. Berdasarkan
diameter rata- rata yang diperoleh dari kontrol positif yaitu sebesar 16,65 mm,
dan pada ekstrak didapatkan diameter yang berbeda beda dikarenakan adanya
konsentrasi infusa yang berbeda beda dan meningkat.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nisrina tahun 2020
yang melakukan penelitian tentang uji aktivitas antibakteri ekstrak dan
perasan daun mantangan (Merremia peltata (L) merr.,). Hasil penelitian ini
menunjukkan
43

adanya diameter zona hambat yang terbentuk di sekitar disk, dimulai pada
konsentrasi 0,001% yaitu dengan rata-rata sebesar 4,10 mm, konsentrasi 0,002%
yaitu 6,34 mm, konsentrasi 0,003% yaitu 8,38 mm, konsentrasi 0,004% yaitu
9,28 mm, konsentrasi 0,005% yaitu 11,36 mm dan perasan yaitu 13,13 mm,
ekstrak dan perasan daun mantangan dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus, namun belum efektif dibandingkan dengan kontrol
positif kloramfenikol 30 µg dengan rata-rata diameter zona hambat sebesar
22,84. Pada penelitian diatas untuk perbedaan perbandingan zona hambat
dengan peneliti lakukan, pada konsentrasi 10 ppm didapat rata-rata zona
hambat sebesar 6,34 lebih kecil dibandingkan dari konsentrasi 10 % infusa
yaitu 8,0 mm dari peneliti namun untuk perasan dan pada konsentrasi 50 ppm
zona hambat lebih besar pada penelitian nisrina hal ini memungkinkan karena
adanya perbedaan metode penyariannya. Oleh karena itu, zat antibakteri yang
terkandung pada daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) yang tertarik
pun berbeda sehingga menghasilkan diameter zona hambat yang berbeda.
Adanya aktivitas antibakteri pada daun mantangan (Merremia peltata (L.)
Merr.) dimungkinkan karena adanya senyawa alkaloid, terpenoid, saponin
dan senyawa fenolik yang terkandung sehingga didapatkan Diameter zona
hambat yang dihasilkan dari proses penyarian dengan metode infundasi daun
mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.,) yang memiliki aktivitas antibakteri
terhadap bakteri Staphlylococcus aureus
Berdasarkan data yang didapat dari rata-rata diameter zona hambat yang
terbentuk, kemudian dilanjutkan dengan menganalisa data, analisa yang
digunakan yaitu analisa uji One way ANOVA dengan menggunakan SPSS
windows versi 23 sebelum dilakukannya ujî One way ANOVA terlebih
dahulu harus memenuhi asumsi dilakukan uji normalitas untuk mengetahui
data berdistribusi normal dimana nilai sig. ≥ 0,05 dan homogenitas untuk
mengetahui data homogen dimana nilai sig. ≥ 0,05. Hasil yang didapatkan
yaitu data berdistribusi normal dengan nilai sig 0,200 dan berditribusi
homogen dengan nilai sig. 0,061 dapat dilihat pada lampiran 13. Kemudian
dilanjutkan dengan uji One way ANOVA setelah didapatkan hasil uji yang
disimpulkan bahwa dengan nilai sig sebesar 0,000 lebih kecil daripada α=
0,05 dan dilihat
44

dari nilai yang dihasilkan dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% α =


0,05. Berdasarkan uji One way ANOVA (Analyze of Varians) tersebut nilai
Sig. sebesar 0,000 yang dimana ≤ 0,05 sehingga Ho ditolak sehingga infusa
daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) berpengaruh terhadap
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
Selanjutnya dilakukan uji lanjutan yaitu uji BNT (Beda Nyata Terkecil)
yang bertujuan untuk melihat perbedaan antar kelompok perlakuan
konsentrasi infusa secara lebih spesifik. Berdasarkan hasil uji BNT (Beda
Nyata Terkecil) pada taraf 5% (P≤0,05) yang telah dilakukan, didapatkan
hasil bahwa perlakuan pada konsentrasi 10%, 20% menunjukkan tidak
adanya perbedaan yang signifikan (berbeda nyata) dengan perlakuan yang
lain, hal ini ditunjukkan pada nilai Sig. perlakuan yaitu ≥ 0,05 atau tidak
terdapat tanda (*), tetapi pada perlakuan dari konsentrasi 40%, 50% memiliki
perbedaan signifikan dengan perlakuan konsentrasi 10%, 20%, dan 30% dan
pada kontrol negatif terdapat perbedaan yang signifikan dengan semua
perlakuan yang lain terdapat tanda (*) dan nilai ≤ 0,05, dapat dilihat pada
tabel 4,5. Sehingga disimpulkan pada variasi konsentrasi 10%, 20% dan 30%
infusa daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) tidak memiliki
perbedaan nyata di setiap perlakuan terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus, kecuali pada konsentrasi 40%, 50% memiliki
perbedaaan nyata dengan konsentrasi 10%, 20% dan kontrol positif memiliki
perbedaan nyata di setiap perlakuan terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus.
61

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1. Hasil skrining fitokimia menunjukkan Infusa daun mantangan (Merremia
peltata (L.) Merr.) mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, dan
senyawa fenol.
2. Infusa daun mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) memiliki aktivitas
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus namun masih rendah
dibandingkan dengan antibiotik kloramfenikol 30 µg.
3. Infusa daun Mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) memiliki pengaruh
terhadap pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus dengan didapatkan rata-
rata diameter zona hambat pada konsentrasi 10% yaitu 8,0 mm, untuk 20%
yaitu 8,4 mm, untuk 30% yaitu 8,7 mm, untuk 40% yaitu 9,6 mm, dan untuk
50% yaitu 9,8 mm, untuk kontrol positif (kloramfenikol 30µg) yaitu 16,65
mm.

B. Saran
Diharapkan untuk penelitian selanjutnya mengenai uji aktivitas antibakteri
daun mantangan (Merremia peltata (L) merr.) diharapkan menggunakan
metode penyarian yang tepat agar zat antibakteri yang di dapat dapat
diekstrak dengan baik sehingga dapat memberikan hasil pengaruh antibakteri
yang lebih baik.

45
46

DAFTAR PUSTAKA

Afnizar, Mahdi, dan Zuraidah. 2016. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Mahkota
Dewa Phaleria Macrocarpa Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus.
Prodi Pendidikan Biologi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-
Raniry.

Akmal, Helmi Arifin, Dan Hendri. 1993. Penelitian Pendahuluan Penapisan


Mikroorganisme Tanah Yang Dapat Menghasilkan Senyawa Antibiotika
Dari Sampel Tanah Di Kawasan Hutan Raya Bung Hatta Padang.
Majalah Farmasi Indonesia 4.

Alen, Yohannes, At All. 2016. Extraction, Fractionation and Cytotoxicity Test Of


Merremia peltata (L.) Merr.,(Fam. Convolvulaceae) Leaves. Scholars
research library.

Ariesa, Nisrina. 2020. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Dan Perasan Daun
Mantangan (Merremia Peltata (L) Merr.,) Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus. Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan
TanjungKarang.

Bimmahariyanto, Suhada, dan Hamdani, 2019. Uji Aktivitas Antibakteri Infusa


Daun Duduk ( Desmodium Triquetrum (L.)Dc.) Terhadap
Staphylococcus Dan Esherichia Coli. Program Studi S1 Farmasi
Kesehatan Universitas Nahdlatul Ulama NTB.

Darmadi, 2008. Infeksi Nosokomial dan Pengendaliannya. Jakarta: Salemba


Medika. 170 halaman.

Depkes RI. 2000. Sediaan Galenik, jakarta: Departemen Kesehatan RI

Dianseptana. 2017. Perbandingan Aktivitas Antibakteri Infusa Kombinasi Daun


Sirih (Piper betle L.) Dan Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz &
Pav) Dengan Infusa Tunggalnya Terhadap Bakteri Staphylococcus
Epidedemis. Fakultas Farmasi. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta
47

Elliott, Tom. 2013. Mikrobiologi Kedokteran dan Infeksi, diterjemahkan oleh


Natalia Puspadewi, dkk. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 332 halaman.

Fauzi, A.R, Nurmalina, R. 2012. Merawat Kulit dan Wajah. Jakarta: Gramedia.
Global Invasive Species Database (GISD) 2015. Species profile
Merremia peltata.

Ganiswara, S. G. 1995. Farmakologi dan Terapi edisi IV. Jakarta, UI Press.

Hamidy,Y.,I.Safitri, Inayah, D. Syafri, dan D. Firmansyah. 2006. Efek


Antimikroba Ekstrak Metanol Daun Sapu Jagad (Isotoma longifolia)
Terhadap Escherichia coli. Fakultas Kedokteran Universitas Riau.

Hanafiah, Kemas Ali. 2010. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.

Hanani E. 2015. Analisis Fitokimia. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 262 halaman.

Iswara, Arya. 2015. Pola Sensitivitas Escherichia coli Terhadap Antibiotik


Metronidazole. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Semarang.

Hanizar, Rikhma sari. 2018. Aktivitas Antibakteri Pleurotus Ostreatus Varieties


Grey Oyster Pada Staphylococcus Aureus Dan Psedoumonas
Aeruginosa. Pendidikan Biologi,FP MIPA IKIP Jember

Hasnawati, prawati. 2010. Isolasi dan identifikasi senyawa antibakteri dari daun
Eupatorium odoratum l. terhadap bakteri Staphylacoccus aureus dan
Escherichia coli. Fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam dan
fakultas farmasi, Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta

Hermawan, Rudi, Dkk. 2017. Model Sebaran Spasial Dan Kesesuaian Habitat
Spesies Invasif Mantangan (Merremia Peltata (L.) Merr.) Di Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan, Fakultas Kehutanan , Universitas Nusa
Bangsa, Bogor.
48

Jawetz, Melnick, Adelberg. 2007. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23,


diterjemahkan oleh Retna Neary Elseria. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 862 halaman.

Khunaifi, Muhfid. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Binahong


(Androdera cordifolia (Ten) Steenis) terhadap Bakteri Staphylococcus
aureus dan Pseudomonas auruginosa. Skripsi Sarjana, Jurusan Biologi
Universitas Islam Negeri Malang.

Kurniawan, aryana. 2015. Binahong (Cassia alata L) sebagai pertumbuhan


inhibitor Escheriacoli. Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.

Marjoni, Mhd, Riza 2016. Dasar-Dasar Fitokimia. Jakarta: Trans Info Media.

Nia Lisnawati, Tria Prayoga. 2020.Ekstrak Etanol Daun Iler (Coleus


Atropurpureus [L.] Benth). surabaya:cv. jakad media publishing, 91
halaman.

Nur Akbar, Raden N.U.H. 2018. Uji Aktivitas Antibakteri Kombinasi Infusa Daun
Sirih (Piper Batle Linn.) dengan Klorheksidin Terhadap Bakteri
Purphyromonas Gingivalis. Fakutas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Yogyakarta.

Nuria, Maulita Cut. 2010. Antibacterial Activities From Jangkang


(Homalocladium platycladum (F. Muell) Bailey) Leave. Fakultas Farmasi
Universitas Wahid Hasyim Semarang.

Oroh. SB; dkk. 2015. Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Selaginella Delicatula
Dan Diplazium Dilatum Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan
Escherichia Coli. PS Biologi FMIPA Universitas Sam Ratulangi Manado

Perez, Kristiane Jay At All. 2015. Phytochemical and Antibacterial Properties of


the Ethanolic Leaf Extract of Merremia peltata (L.) Merr. and Rubus
SPP Advanced in Environmental Biology.

Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga. 253 halaman.


49

Putri, 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper betle L.)
terhadap propionibacterium acne dan staphylococcus aureus
multiresisten. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah:
Surakarta .

Rijayanti, Rika Pratiwi. 2014. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Mangga Bacang (Mangifera foetida L.) terhadap Bakteri Staphylococcus
aureus. Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura: Pontianak

Rheza. 2015. UJI Aktivitas Antibakteri Infusa Daun Mangga Bacang (Mangifera
foetida L.) Terhadap pertumbuhan Shigella flexneri. Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura: Pontianak

Vasanthakumari, R. 2007.Textbook of microbiology,BPublications, New Delhi.

Salni, Hanifa Marisa, Ratna Widya Mukti. 2011. Isolasi Senyawa Antibakteri Dari
Daun Jengkol (Pithecolobium lobatum Benth) dan Penentuan Nilai
KHM- nya. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sriwijaya, Sumatera
Selatan.

Sinta Murlistyarini, Suci Prawitasari, Lita Setyowatie, 2018, Intisari Ilmu


Kesehatan Kulit dan Kelamin. malang: tim ub press 504 halaman

Smith, AC. 1991. Flora Vitiensis Nova. Volume 5 Lawai, Kauai, Hawaii, National
Tropical Botanical Garden.

Suheri, Agus dan Fitria. 2019. Perbandingan Uji Resistensi Bakteri


Staphylococcus Aureus Terhadap Obat Antibiotik Ampisilin Dan
Tetrasiklin. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas.

Syahrurachman, dkk. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi.

Jakarta: Buku Kedokteran EGC 496 halaman.

Tiyas, Merry A, Rochman Basuki, Kanti Ratnaningrum. 2017. Buku Ajar Sistem
Integumen. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.
98 halaman.
50

Trionggo, Ira Puspito. 2015. Pengobatan Mandiri di Rumah Anda. Yogyakarta:


Bangkit. 240 halaman

Van Oostrom SJ, Hoogland RD. 1953. Convolvulaceae. Flora Malesiana 4. 631
halaman.
61

LAMPIRAN
52

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Larutan Uji infusa daun mantangan


(Merremia peltata (L) merr.,)

1. Pembuatan larutan uji dengan konsentrasi 10% 20%, 30%,

40% dan 50% b/v :

 10 𝑔
100 𝑚𝑙 x 100 %= 10 %

Jadi bahan yang di timbang 10 g dalam 100ml air

 ditambah aquadest 2x bobot simplisia sebagai pembasah

 20 𝑔
100 𝑚𝑙 x 100 %= 20 %

Jadi bahan yang di timbang 20 g dalam 100ml air

 ditambah aquadest 2x bobot simplisia sebagai pembasah

 30 𝑔
100 𝑚𝑙 x 100 %= 30 %

Jadi bahan yang di timbang 30 g dalam 100ml air

 ditambah aquadest 2x bobot simplisia sebagai pembasah

 40 𝑔
100 𝑚𝑙 x 100 %= 40%

Jadi bahan yang di timbang 40 g dalam 100ml air

 ditambah aquadest 2x bobot simplisia sebagai pembasah

 50 𝑔
100 𝑚𝑙 x 100 %= 50%

Jadi bahan yang di timbang 50 g dalam 100ml air

 ditambah aquadest2x bobot simplisia sebagai pembasah


53

Lampiran 2. Tabel Zona Hambat infusa Daun Mantangan (Merremia peltata


(L) Merr.) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus

Konsentrasi Infusa Pengulangan (diameter Jumlah Rata-


Daun Mantangan zona hambat Rata
(Merremia peltata (L.) dalam mm) (mm)
Merr.)
1 2 3 4
10% 7,5 9,2 7,6 8 32,9 8,0
20% 8,4 8,4 8,6 8,4 33,8 8,4
30% 8.8 8,8 8,8 8,5 34,9 8,7
40% 9 10,4 9,2 9,8 38,4 9,6
50% 8,8 10,4, 10,4 9,6 39,2 9,8
Kontrol Negatif 0 0 0 0 0 0
(Aquadest)
Kontrol Positif 14,4 20,4 16,2 15,6 66,6 16,65
(kloramfenikol 30µg)
54

Lampiran 3. Perhitungan Pembuatan Media bakteri

1. Pembuatan Mueller Hinton Agar (MHA)

 Diketahui pada label MHA tertera 34 gram serbuk untuk pembuatan


1L media Dibuat untuk 10 plate (1 plate ± 25mL)
 Jadi, untuk 10 plate diperlukan MHA: 10 x 25 mL = 250mL
dibuat menjadi 300 mL.
 Maka, serbuk MHA yang ditimbang :
34 𝑔
1000 x 300 mL = 8,5 gram add aquadest 300 mL.
𝑚𝑙

2. Pembuatan Nutrient Agar (NA)


 Diketahui pada label NA tertera 20 gram serbuk untuk pembuatan
1L media Dibuat untuk 4 tabung reaksi (1 tabung reaksi ± 15 mL)
 Jadi, untuk 2 tabung diperlukan NA: 4 x 15 mL = 60 mL dibuat
menjadi 100 mL.
 Maka, serbuk NA yang ditimbang :
20 𝑔
1000 x 100 mL = 2 gram add aquadest 100 mL.
𝑚𝑙

3. Pembuatan Nutrient Broth (NB)


 Diketahui pada label NB tertera 8 gram serbuk untuk pembuatan
1L media Dibuat untuk 4 tabung reaksi (1 tabung reaksi ± 5 mL)
 Jadi, untuk 4 tabung diperlukan NA: 4 x 5 mL = 20 mL dibuat
menjadi 50 mL.
 Maka, serbuk NA yang ditimbang :
8𝑔
1000 x 50 mL = 0,4 gram add aquadest 50 mL.
𝑚𝑙
55

Lampiran 4. Identifikasi Tanaman Mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.)

IDENTIFIKASI TANAMAN

Literatur : Tanaman mantangan memiliki ciri yaitu dapat tumbuh tinggi hingga
mencapai ketinggian 30 meter, tanaman ini tumbuh merambat:
1. Daun
Berbangun jantung sampai dengan bulat, tekstur daun halus. Pangkal daun
mantangan berbentuk bulat ataupun hati. Memiliki daun yang berwarna
merah marun ketika daun masih muda. Tulang daun mantangan menyirip dan
berwarna merah marun, dapat terlihat jelas pada bagian belakang daun
mantangan. Tepi daun rata. tangkai daun berada di bagian tengah atau peltate.
Daun mantangan ini dapat tumbuh melebar sekitar 7 cm sampai 30 cm.
2. Batang
Batang ketika muda tampak berwarna marun lalu hijau lunak, tumbuh
menjadi batang berwarna hijau dan lebih keras (padat berisi), lalu terus
tumbuh berwarna coklat dan semakin keras berkayu.
3. Akar
Tidak akan dijumpai ketika sulur batang hanya menyentuh atau merambat
batang tanaman lain atau tiang-tiang penyangga
4. Bunga
Bunga tumbuh lebih dari satu, memiliki warna bunga yang bervariasi dari
putih hingga kuning, kelopak bunga tumbuhan ini dapat tumbuh sepanjang
18-25 mm (Van Ooststroom dan Hoogland, 1954)
56

Hasil :

No Ciri-ciri tumbuhan Gambar Keterangan


Mantangan

1 Daun mantangan 1. tangkai daun


(Merremia peltata berada ditengah
(L.) Merr.,) (peltate)
2. Daun mantangan
berbentuk bulat.
3. Tulang daun
mantangan
menyirip dan
berwarna merah
marun
4. Pangkal daun
mantangan
berbentuk bulat
dan tepi daun rata
5. Tumbuh melebar
sekitar 7 cm - 30
cm.
2 Batang
1. Batang ketika
muda tampak
berwarna marun
lalu hijau lunak,
2. lalu tumbuh
menjadi batang
berwarna hijau
lebih keras (padat
berisi), lalu terus
tumbuh berwarna
coklat dan
semakin keras
berkayu.
3. Batang
mengeluarkan
getah putih
4. Batang
termodifikasi
menjadi sulur
5. dapat tumbuh
tinggi dan
merambat di
rerumputan
57

No Ciri-ciri tumbuhan Gambar Keterangan


Mantangan
3 Bunga
1. bunga berwarna kuning
2. tumbuh lebih dari satu
3. kelopak bunga ini dapat
tumbuh sepanjang 18-25
mm
4. mahkota berbentuk
corong dan bulat

4 Akar 1. akar tidak akan


dijumpai batang
hanya merambat
batang tanaman lain
atau tiang-tiang
penyangga

Kesimpulan : Ciri-ciri pada tanaman tersebut sesuai dengan literatur


tanaman mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) pada Van Ooststroom
dan Hoogland (1954), jadi dapat disimpulkan bahwa tanaman tersebut
adalah tanaman mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.)
58
59
60
61

Lampiran 5. Pembuatan Simplisia Daun Mantangan (Merremia peltata (L.)


Merr.)

Sampling tanaman daun


Mantangan (Merremia Daun Mantangan (Merremia
peltata (L).merr) peltata (L).merr)

Dilakukan proses Dilakukan proses perajangan


pencucian daun

Dilakukan proses penjemuran Dihaluskan menggunakan


daun dengan sinar matahari blender

Dilakukan pengayakan simplisia serbuk halus simplisia daun


mantangan
62

Lampiran 6. Pembuatan Ekstrak Daun Mantangan (Merremia peltata (L.)


Merr.)

Penimbangan serbuk daun Penimbangan bahan daun


mantangan sebanyak 300 gram mantangan

Ditambahkan aquades 100 ml Dilakukan proses infundasi

Dilakukan proses penyaringan Ekstrak kental daun mantangan

Infundasi daun mantangan 5


konsentrasi
63

Lampiran 7. Uji PH

Konsentrasi 10% dengan PH:


Konsentrasi 20% dengan PH :
6,3 6,0

Konsentrasi 30% dengan Konsentrasi 40% dengan PH:


PH: 5,9 6,1

Konsentrasi 50% dengan PH:


6,0
64

Lampiran 8. Uji Skrining Fitokimia Infusa Daun Mantangan (Merremia


peltata (L.) Merr.)

keterangan :
M: mayer
D :dragendrof
B : bauchardat

Hasil uji alkaloid infusa daun mantangan di tunjukan dengan


terbentuknya endapan untuk mayer, terbentuknya endapan coklat
hitam untuk bouchardat, dan endapan merah bata untuk dragendorf

Hasil uji flavonoid ditunjukkan Hasil uji saponin infusa daun


dengan warna merah-jingga mantangan ditunjukan dengan
pada lapisan amil alcohol adanya buih setinggi 1-5 cm

Hasil uji terpenoid infusa daun Hasil uji fenol infusa daun
mantangan ditunjukan warna mantangan ditunjukan dengan
merah kecoklatan warna biru hijau
65

Lampiran 9. Hasil pemeriksaan bakteri staphylococcus aureus

Bakteri Staphylococcus aureus Bahan Gram A, Gram B, Gram


C, dan Gram D

Hasil pemeriksaan bakteri (pewarnaan gram)

Keterangan:

Dilakukan identifikasi bakteri Staphylococcus aureus dengan pewarnaan


gram. Pewarnaan gram digunakan untuk melihat bakteri di bawah mikroskop dan
membuktikan bahwa bakteri tersebut merupakan gram positif karena bakteri gram
positif menyerap warna ungu setelah ditambah gram A, B, C, dan D kemudian
diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 1000x. Hasil yang didapatkan
yaitu sampel positif berwarna ungu dan berbentuk coccus atau bulat serta
bergerombol seperti rantai atau anggur.
66

Lampiran 10. Pembuatan Suspensi Bakteri

Sterilisasi jarum ose dan meja Pengambilan kultur murni


praktek Staphylococcus aureus

Penanaman bakteri di media Diinkubasi selama 24 jam


cair NB suhu 37oC

Penyamaan kekeruhan dengan


standar Mac farland
67

Lampiran 11. Uji Aktivitas Antibakteri Infusa Daun mantangan (Merremia


peltata (L) merr.,)

Penimbangan media Media MHA dituang dalam


MHA erlenmayer lalu ditambah
aquades

Dipanaskan diatas hot


Dilakukan sterilisasi media
plete hingga larut
MHA di autoclave

Dituang media MHA Dilakukan pemulasan


dalam cawan petri dimedia MHA

Penempelan disk pada Diinkubasi selama 24 jam


media MHA dengan suhu 37 oC
68

Lampiran 12. Pengamatan Hasil Diameter Zona Hambat

Perlakuan Konsentrasi Diameter Gambar


Pengulangan Ekstrak Zona
Hambat
(mm)
10% 7,5 mm

20% 8,4 mm

30 % 8,8 mm

40 % 9 mm

Pengulangan 1 50 % 8,8 mm

Kontrol 0 mm
negatif
Kontrol 14,4 mm
positif
10% 9,2 mm

20% 8,4 mm

30% 8,8 mm

40% 10,4 mm
Pengulangan 2
50% 10,4 mm

Kontrol 0 mm
negatif
Kontrol 20,4 mm
positif
69

Perlakuan Konsentrasi Diameter Gambar


Pengulangan Ekstrak Zona
Hambat
(mm)
10% 7,6 mm

20% 8,6 mm

30% 8,8 mm

40% 9,2 mm

50 % 10,4 mm
Pengulangan 3

Kontrol 0 mm
negatif
Kontrol 16,2 mm
positif
10% 8 mm

20% 8,4 mm

30% 8,5 mm

40% 9,8 mm

50 % 9,6 mm

Pengulangan 4
Kontrol 0 mm
negatif
Kontrol 15,6 mm
positif
70

Lampiran 13. Hasil uji one way Anova

 Hasil uji one way anova

 Hasil uji one way anova


71

Lampiran 14. Hasil uji Normalitas dan uji Homogenitas

 Uji normalitas

 Data berdistribusi normal yaitu nilai sig. ≥ 0,05


 Uji homogenitas
 Hasil uji homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
ulangan
Levene Statistic df1 df2 Sig.
4.331 5 18 .009

 Didapatkan data tidak homogen yaitu nilai sig. ≤ 0,05


 Uji transform untuk uji homogenitas
72

 Dapat dilihat hasil dari transform dengan nama DATABARU. Dilakukan


uji transform untuk mendapatkan data yang homogen untuk dapat lanjut
dalam uji anova dari data yang tidak homogen data sebelumnya dimana
nilai sig. ≤0,05 dimana syarat data homogen yaitu nilai sig. ≥0,05.
 Hasil uji homogenitas setelah data di transform

 Didapatkan data yang homogen yaitu nilai sig. ≥ 0,05


73

Lampiran 15. Surat Peminjaman Laboratorium


74

Lampiran 16. Jadwal Penelitian


75

Lampiran 17. Surat Peminjaman Alat


76

Lampiran 18. Surat Permintaan Bahan


77

Lampiran 19. Surat Permohonan Straint Bakteri


78

Lampiran 20. Lembar perbaikan seminar hasil tugas akhir


79

Lampiran 21. Lembar konsultasi Laporan Tugas Akhir (pembimbing 1)


80
81
82

Lampiran 22. Lembar konsultasi Laporan Tugas Akhir (pembimbing 2)

Anda mungkin juga menyukai