Bab Iv

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 45

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Obyek Penelitian


1. Biografi Muhammad Quraish Shihab
Professor Quraish Shihab yang merupakan ahli
tafsir dan cendekiawan muslim serta mantan menteri
RI, memiliki nama asli Muhammad Quraish Shihab,
beliau dilahirkan di Sidenreng Rappang, Sulawesi
Selatan pada tanggal 16 Febuari 1944, beliau
merupakan anak ke empat dari dua belas bersaudara,
beliau juga berasal dari keluarga yang masih memiliki
darah keturunan Arab. Ayah beliau, Prof. KH.
Abdurrahman Shihab merupakan seorang ulama‟ yang
juga sebagi guru besar dalam bidang tafsir. Bersama
dengan saudaranya yang lain Quraish Shihab sering
diajak oleh ayahnya untuk bercengkrama sambil
sesekali ayah beliau menyelipkan petuah mengenai
keagamaan. Berawal dari situlah kecintaan terhadap
studi al-Qur‟an mulai terbangun pada diri Quraish
Shihab. Kecintaan Muhammad Quraish Shihab terhadap
ilmu-ilmu al-Qur‟an ini telah muncul sejak beliau masih
kecil, hal tersebut terjadi akibat pengaruh dan
pendidikan yang diberikan oleh ayahnya ketika
mengajarkan bagaimana cara membaca al-Qur‟an yang
benar, serta ketika menceritakan kisah-kisah yang
sumbernya berasal dari al-Qur‟an.1
Prof. Quraish Shihab mengawali pendidikan
dasarnya di ujung pandang, setelah itu beliau
melanjutkan pendidikan tingkat menengahnya di
Malang, di kota Malang tersebut, selain sekolah formal
beliau juga mengenyam pendidikan non formal sebagai
santri di Pondok Pesantren Darul Hadits Al-Faqhiyyah,
Malang, dibawah bimbingan Habib Abdul Qodir Bil
Faqih selama dua tahun. Setelah menyelesaikan
pendidikannya di Malang, tahun 1958 beliau
melanjutkan studinya di Kairo Mesir, kemudian

1
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung:
Mizan, 1992), 259-299.

37
diterima di kelas II Tsanawiyah al-Azhar. Beliau
mengambil jurusan yang sesuai dengan minat beliau
yakni jurusan yang bergerak dibidang studi tafsir dan
hadis. Selang beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun
1967 beliau berhasil mendapatkan gelar Lc atau setara
dengan gelar Strata 1 (S1) di Indonesia, pada jurusan
yang diambilnya. Setelah gelar Lc nya diperoleh, Prof.
Quraish Shihab melanjutkan kembali pendidikannya di
Universitas yang sama dan pada fakultas yang sama
untuk memperoleh gelar MA (S2), gelar tersebut diraih
oleh beliau dalam waktu yang singkat, maka pada tahun
1969 beliau telah meraih gelar MA tersebut sebagai
spesialis bidang tafsir al-Qur‟an. Setelah penyelesaian
studinya ini, maka beliau kembali ke tanah air tercinta
untuk kemudian mengamalkan ilmu yang telah beliau
peroleh selama belajar di Kairo. 2
Sekembalinya di Indonesia, prof. Quraish
Shihab mulai mengamalkan ilmunya dan menjadi dosen
pengampu mata kuliah ilmu tafsir dan ulumul qur‟an
pada Universitas Islam Negeri Ujung Pandang yang
dulu masih berstatus IAIN. Setelah menjadi dosen,
kemudian beliau dipercaya untuk menjabat sebagai
Wakil Rektor Bidang Akademik Dan Kemahasiswaan
pada universitas yang sama. Selain itu beliau juga
diangkat sebagai Koordinator Perguruan Tinggi Agama
Islam Swasta (KOPERTAIS) wilayah VII, Indonesia
bagian Timur. Beliau juga berkiprah di luar kampus
menjadi pembina mental sebagai Pembantu Kepolisian
Indonesia Timur. Selama menjadi pembina mental prof.
Quraish Shihab juga melakukan berbagai riset dengan
tema “Penerapan Kerukunan Hidup Beragama Di
Indonesia Timur” pada tahun 1975 dan “Masalah
Wakaf Sulawesi Selatan” pada tahun 1978.3
Dua tahun kemudian tepatnya tahun 1980, Prof.
Quraish Shihab kembali untuk melanjutkan S3 nya di

2
Hilman Latief, Zezen Zainal Mutaqin, Islam dan Urusan
Kemanusiaan, (Serambi Ilmu Semesta: 2015), 168.
3
Hilman Latief, Zezen Zainal Mutaqin, Islam dan Urusan
Kemanusiaan, (Serambi Ilmu Semesta: 2015), 169.

38
Kairo Mesir pada almamater yang sama. Pada
pendidikan S3 nya, beliau lebih fokus untuk melakukan
penelitian tentang penulisan serta disertasi. Dengan
waktu yang singkat, Prof. Quraish Shihab mampu
menyelesaikan pendidikan S3 nya selama 2 tahun jadi,
pada tahun 1982 beliau berhasil meraih gelar Doktor
pada bidang tafsir dengan mengangkat judul disertasi
Nazhm Al-Durar Li Al-Biqa’i: Tahqiq Wa Dirasah
dengan yudisium Summa Cumlaude dan mendapatkan
penghargaan disertasi tingkat I. Pada saat kuliah Prof.
Quraish Shihab lebih memanfaatkan waktunya untuk
bergaul dengan mahasiswa asing dari pada mengikuti
kegiatan ekstra. Hal itu dilakukan beliau dengan tujuan
untuk memperkaya serta memperluas wawasan beliau
mengenai budaya-budaya bangsa lain, selain itu juga
sebagai media beliau untuk melatih kelancaran
berbahasa Arab beliau.
Sekembalinya dari pendidikan S3 beliau, sekitar
tahun 1984 beliau ditugaskan di Fakultas Ushuluddin
Pasca Sarjan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (yang
berubah menjadi UIN pada tahun 2002), tahun 1993
beliau diangkat sebagai Rektor IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Selain itu, beliau juga menduduki
beberapa jabatan di luar kampus, antara lain:
a. Ketua Majlis Ulama‟ Indonesia Pusat sejak tahun
1984,
b. Anggota Lajnah Pentashih al-Qur‟an Departemen
Agama sejak tahun 1989,
c. Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional
sejak tahun 1989,
d. Kemudian menjabat sebagai Menteri Agama RI
pada tahun 1998.4
Namun karena perubahan reformasi secara
mendadak, Prof. Quraish Shihab hanya menjabat
beberapa bulan saja menjadi Menteri Agama RI. Tahun
1999 beliau dipercaya kemudian ditunjuk sebagai Duta
Besar RI untuk Republik Arab Mesir yang bertempat di

4
Hilman Latief, Zezen Zainal Mutaqin, Islam dan Urusan
Kemanusiaan, (Serambi Ilmu Semesta: 2015), 170.

39
Kairo hingga periode 2002. Selesai dari penugasan
tersebut, beliau kembali ke Indonesia untuk kembali
menekuni tugasnya sebagai dosen Fakultas Ushuluddin
Pasca Sarjan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Walaupun aktifitas keorganisasian beliau sangat padat,
namun hal itu tidak menjadi penghalang beliau untuk
tetap aktif dalam dunia intelektual. Beliau selalu
memunculkan ide-ide cemerlangnya di beberapa media
massa. Dari mengisi rubrik “Pelita Hati” di surat kabar
Pelita, menyampaikan fatwanya di harian Republika
dan Majalah Ummat , mengasuh rubrik Tafsir al-
Amanah dalam majalah yang setiap dua minggu terbit
di Jakarta, selain itu beliau juga tercatat sebagai anggota
Dewan Redaksi Jurnal Studi Islamika, Indonesia Jurnal
Of Islamic Studies, Ulumul Qur’an dan Mimbar
Ulama’, dan Refleksi; Jurnal Kajian Agama dan
Filsafat, yang kesemuanya terbit di Jakarta. 5
Tahun 2004 Prof. Quraish Shihab mulai
mengembangkan gerakan Membumikan Al-Qur’an yang
diterjemahkan melalui “Pusat Studi Al-Qur‟an” yakni
lembaga yang beliau dirikan untuk mengenalkan serta
mendakwahkan pemahaman tentang islam moderat
serta toleran. Pusat studi ini dilahirkan dari berbagai
program pendidikan, seperti pendidikan kader Mufassir
yang nantinya akan melahirkan generasi penerus yang
memiliki kemampuan untuk menyampaikan pesan al-
Qur‟an secara tepat. Selain itu, dengan bantuan dari
kolega-kolega lain, Prof. Quraish Shihab juga
mendirikan Bayt al-Qur’an yang dibangun dikawasan
South City Pondok Cabe yang terdiri dari Ponpes
Tahfidz yang mendidik para penghafal al-Qur‟an untuk
mendalami ilmu al-Qur‟an, serta memiliki masjid
sebagai media atau sarana pra sarana yang digunakan

5
Anica, “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Surah Al-
Ahzab Ayat 21 Perspektif Tafsir Al-Miasbah Karya Muhammad Quraish
Shihab,” skripsi: UIN Raden Fatah Palembang, (2017): 71.

40
sebagai tempat praktik santri untuk mendakwahkan
islam secara konvensional kepada masyarakat sekitar. 6
Prof. Quraish Shihab juga membantu Pusat
Studi al-Qur‟an dalam brinovasi menyemarakkan
dakwah islam wasathiyyah (moderat) melalui platform
digital, dan terbentuklah CariUstdz.id, yang
mempertemuakan jamaah dengan ustadz untuk
melakukan kajian bersama, atau untuk mensupport
kegiatan tertentu. Hingga saat ini pun Prof. Quraish
Shihab masih aktif mengikuti Majlis Hukama‟ Al-
Muslimin yang terbentuk sejak tahun 2014 dengan
beranggotakan 15 orang, yang terdiri dari ulama‟-
ulama‟ besar yang dipimpin langsung oleh Grand Syekh
al-Azhar Syekh Dr. Ahmed El-Tayeb, untuk
menyelesaikan permasalahan dunia Islam Internasional.
Dan saat ini beliau lebih mendedikasikan waktunya
dalam dunia jurnalistik sebagai aktivitas sehari-hari
hingga tercatat telah menghasilkan buku sebanyak 61
judu buku yang telah ditulis, dan semua buku Prof.
Quraish Shihab diterbitkan oleh penerbit Lentera Hati.7
Prof. Quraish Shihab terkenal sebagai seorang
penulis sekaligus penceramah yang sangat handal.
Dengan berlatar belakang keilmuan yang beliau miliki
serta kemampuan menyampaikan pendapat dengan
bahasa yang mudah dimengerti dan pemikirannya yang
moderat, menjadikan beliau dapat diterima diberbagai
kalangan lapisan masyarakat.
2. Karya Muhammad Quraish Shihab
Terkenal sebagai seorang ulama‟ serta penulis
yang produktif, Prof. Quraish Shiha btelah melahirkan
berbagai karya yang begitu banyak. Mulai dari artikel,
majalah, makalah seminar, jurnal maupun kolom tanya
jawab dengan metode maudhu’i serta buku-buku yang
telah diterbitkan. Beberapa karya Prof. Quraish Shihab
antara lain sebagai berikut:

6
Nur Chanifah, Abu Samsudin, Pendidikan Karakter Islami:
Karakter Ulul Albab di Dalam Al-Qur’an, (Pena Persada, 2019), 115.
7
Nur Chanifah, Abu Samsudin, Pendidikan Karakter Islami:
Karakter Ulul Albab di Dalam Al-Qur’an, (Pena Persada, 2019), 115.

41
1. Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya
(Ujung Pandang, IAIN Alauddin, 1984);
2. Menyingkap Tabir Ilahi; Asma al-Husna dalam
Perspektif al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati, 1998);
3. Untaian Permata Buat Anakku (Bandung: Mizan
1998);
4. Pengantin al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati, 1999);
5. Haji Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan,
1999);
6. Sahur Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan
1999);
7. Panduan Puasa bersama Quraish Shihab (Jakarta:
Penerbit Republika, Nopember 2000);
8. Panduan Shalat bersama Quraish Shihab (Jakarta:
Penerbit Republika, September 2003);
9. Anda Bertanya,Quraish Shihab Menjawab
Berbagai Masalah Keislaman (Mizan Pustaka)
10. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Ibadah
Mahdah (Bandung: Mizan, 1999);
11. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Al Qur'an
dan Hadits (Bandung: Mizan, 1999);
12. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Ibadah
dan Muamalah (Bandung: Mizan, 1999);8
13. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Wawasan
Agama (Bandung: Mizan, 1999);
14. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Tafsir Al
Quran (Bandung: Mizan, 1999);
15. Satu Islam, Sebuah Dilema (Bandung: Mizan,
1987);
16. Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen
Agama, 1987);
17. Pandangan Islam Tentang Perkawinan Usia Muda
(MUI & Unesco, 1990);
18. Kedudukan Wanita Dalam Islam (Departemen
Agama);

8
Nur Chanifah, Abu Samsudin, Pendidikan Karakter Islami:
Karakter Ulul Albab di Dalam Al-Qur’an, (Pena Persada, 2019), 115.

42
19. Membumikan al-Qur'an; Fungsi dan Kedudukan
Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung:
Mizan, 1994);9
20. Lentera Hati; Kisah dan Hikmah Kehidupan
(Bandung: Mizan, 1994);
21. Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung: Pustaka
Hidayah, 1996);
22. Wawasan al-Qur'an; Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai
Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 1996);
23. Tafsir al-Qur'an (Bandung: Pustaka Hidayah,
1997);
24. Secercah Cahaya Ilahi; Hidup Bersama Al-Qur'an
(Bandung; Mizan, 1999)
25. Hidangan Ilahi, Tafsir Ayat-ayat Tahlili (Jakarta:
Lentara Hati, 1999);
26. Jalan Menuju Keabadian (Jakarta: Lentera Hati,
2000);
27. Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian
al-Qur'an (15 Volume, Jakarta: Lentera Hati,
2003);
28. Menjemput Maut; Bekal Perjalanan Menuju Allah
SWT. (Jakarta: Lentera Hati, 2003)
29. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah; dalam
Pandangan Ulama dan Cendekiawan Kontemporer
(Jakarta: Lentera Hati, 2004);
30. Dia di Mana-mana; Tangan Tuhan di balik Setiap
Fenomena (Jakarta: Lentera Hati, 2004);
31. Perempuan (Jakarta: Lentera Hati, 2005);
32. Logika Agama; Kedudukan Wahyu & Batas-Batas
Akal Dalam Islam (Jakarta: Lentera Hati, 2005);
33. Rasionalitas al-Qur'an; Studi Kritis atas Tafsir al-
Manar (Jakarta: Lentera Hati, 2006);
34. Menabur Pesan Ilahi; al-Qur'an dan Dinamika
Kehidupan Masyarakat (Jakarta: Lentera Hati,
2006);
35. Wawasan al-Qur'an Tentang Dzikir dan Doa
(Jakarta: Lentera Hati, 2006);

9
Nur Chanifah, Abu Samsudin, Pendidikan Karakter Islami:
Karakter Ulul Albab di Dalam Al-Qur’an, (Pena Persada, 2019), 115.

43
36. Asmâ' al-Husnâ; Dalam Perspektif al-Qur'an (4
buku dalam 1 boks) (Jakarta: Lentera Hati);
37. Sunnah - Syiah Bergandengan Tangan!
Mungkinkah?; Kajian atas Konsep Ajaran dan
Pemikiran (Jakarta: Lentera Hati, Maret 2007);
38. Al-Lubâb; Makna, Tujuan dan Pelajaran dari al-
Fâtihah dan Juz 'Amma (Jakarta: Lentera Hati,
Agustus 2008);
39. 40 Hadits Qudsi Pilihan (Jakarta: Lentera Hati);
40. Berbisnis dengan Allah; Tips Jitu Jadi Pebisnis
Sukses Dunia Akhirat (Jakarta: Lentera Hati);
41. M. Quraish Shihab Menjawab; 1001 Soal
Keislaman yang Patut Anda Ketahui (Jakarta:
Lentera Hati, 2008);
42. Doa Harian bersama M. Quraish Shihab (Jakarta:
Lentera Hati, Agustus 2009);
43. Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Jin dalam al-
Qur'an (Jakarta: Lentera Hati);
44. Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Malaikat dalam
al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati);
45. Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Setan dalam al-
Qur'an (Jakarta: Lentera Hati);
46. M. Quraish Shihab Menjawab; 101 Soal
Perempuan yang Patut Anda Ketahui (Jakarta:
Lentera Hati, Maret 2010);
47. Al Quran dan Maknanya; Terjemahan Makna
disusun oleh M. Quraish Shihab (Jakarta: Lentera
Hati, Agustus 2010);
48. Membumikan al-Qur'ân Jilid 2; Memfungsikan
Wahyu dalam Kehidupan (Jakarta: Lentera Hati,
Februari 2011);10
49. Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW, dalam
sorotan Al-Quran dan Hadits Shahih (Jakarta:
Lentera Hati, Juni 2011);
50. Do'a al-Asmâ' al-Husnâ (Doa yang Disukai Allah
SWT.) (Jakarta: Lentera Hati, Juli 2011);

10
Nur Chanifah, Abu Samsudin, Pendidikan Karakter Islami:
Karakter Ulul Albab di Dalam Al-Qur’an, (Pena Persada, 2019), 115.

44
51. Bisnis Sukses Dunia Akhirat (Jakarta: Lentera
Hati, Agustus 2011)
52. Tafîr Al-Lubâb; Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari
Surah-Surah Al-Qur'ân (Boxset terdiri dari 4 buku)
(Jakarta: Lentera Hati, Juli 2012)
53. Tafsir Al-Mishbah Jilid 8-15 (terdiri dari 8 buku)
(Jakarta: Lentera Hati, Oktober 2012)
54. Mukjizat Al-Quran (New) (Bandung:Mizan 2013)
55. Mukjizat Al-Quran (Republish) (Bandung:Mizan
2013)
56. Secercah Cahaya Ilahi, Hidup Bersama Al-Quran
(Bandung: Mizan Mei 2013)
57. Lentera Al-Quran: Kisah Dan Hikmah Kehidupan
(Mizania, Mei 2013)
58. Kaidah Tafsir Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang
Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-Ayat
Al-Quran (Jakarta: Lentera Hati Agustus 2013)
59. Lentera Al-Quran (Cover Baru) (Bandung: Mizan
2014)
60. Secercah Cahaya Ilahi (Hard Cover) (Bandung:
Mizan 2014)
61. Wawasan Al-Quran (Cover Baru) (Bandung:
Mizan 2014)
62. MQS Menjawab Pertanyaan Anak (Jakarta:
Lentera Hati, Maret 2014)
63. Birrul Walidain, Wawasan al-Qur'an tentang bakti
kepada Ibu dan Bapak (Jakarta: Lentera Hati, Juni
2014)
64. Mutiara Hati, Mengenal Hakikat Iman, Islam, dan
Ihsan bersama M. Quraish Shihab (Jakarta: Lentera
Hati, Agustus 2014)11
65. SUNNAH-SYIAH Bergandengan Tangan?
Mungkinkah! (Jakarta: Lentera Hati, Agustus
2014)
66. Yang Jenaka dan Yang Bijak Dari M. Quraish
Shihab (Jakarta: Lentera Hati, Oktober 2014)

11

https://www.google.com/search?tbm=bks&q=Karya+Muhammad+Qurais
h+Shihab, diakses pada 25 Oktober 2020, pukul: 09.46.

45
67. Pengantin Al-Qur'an, 8 Nasihat Perkawinan untuk
anak-anakku (Jakarta: Lentera Hati, Januari 2016)
68. Tafsir Al Misbah Volume 11(Jakarta: Lentera Hati,
Januari 2016)
69. Yang Hilang dari Kita: AKHLAK (Jakarta:
Lentera Hati, September 2016).12
3. Gambaran Karakteristik Tafsir al-Misbah
Bagian ini akan menjelaskan mengenai
karakteristik dari kitab tafsir al-Misbah yang digunakan
oleh peneliti sebagai sumber primer penelitian. Sebelum
masuk pada karakteristik yang detail, maka akan
terlebih dahulu diberikan pengantar karakteristik
mengenai kitab tafsir al-Misbah yang digunakan oleh
peneliti. Kitab tafsir al-Misbah ini merupakan kitab
tafsir karangan mufassir kontemporer terkemuka
Indonesia, yakni Prof. Dr. M. Quraish Shihab. Kitab
tafsir al-Misbah ini memuat 30 Juz al-Qur‟an yang
terbagi kedalam 15 volume yang terdiri dari:
a. Volume 1 memuat penafsiran dari surah al-Fatihah
sampai dengan surah al-Baqarah,
b. Volume 2 memuat penafsiran dari surah al-Imran
sampai dengan surah an-Nisa‟,
c. Volume 3 memuat penafsiran surah al-Maidah,
d. Volume 4 memuat penafsiran surah al-An‟am,
e. Volume 5 memuat penafsiran dari surah al-A‟raf
sampai surah at-Taubah,
f. Volume 6 memuat penafsiran dari surah Yunus
sampai surah ar-Ra‟d,
g. Volume 7 memuat penafsiran dari surah Ibrahim
sampai surah al-Isra‟,
h. Volume 8 memuat penafsiran dari surah al-Kahf
sampai surah al- Ambiya‟,
i. Volume 9 memuat penafsiran dari surah al-Hajj
sampai surah al-Furqon,

12

https://www.google.com/search?tbm=bks&q=Karya+Muhammad+Qurais
h+Shihab, diakses pada 25 Oktober 2020, pukul: 09.46.

46
j. Volume 10 memuat penafsiran dari surah asy-
Syu‟ara sampai surah al-Ankabut,
k. Volume 11 memuat penafsiran dari surah ar-Rum
sampai surah Yaasin,
l. Volume 12 memuat penafsiran dari surah as-
Shaffat sampai surah az-Zukhruf,
m. Volume 13 memuat penafsiran dari surah ad-
Dukhan sampai surah al-Waqi‟ah,
n. Volume 14 memuat penafsiran dari surah al-Hadid
sampai surah al-Mursalat,
o. Volume 15 memuat Juz „Amma.13
Selanjutnya beberapa karakteristik yang akan
dibahas oleh penulis diantaranya adalah, pemilihan
judul, sumber, sistematika penafsiran, corak tafsir,
pendekatan tafsir, serta metode tafsir.
a. Pemilihan Judul Tafsir Al-Misbah
Pemilihan nama untuk judul sebuah buku
tentunya memiliki sejarah, tujuan, dan melalui banyak
pertimbangan agar dapat mewakili perasaan, pesan,
maupun isi yang ingin penulis sampaikan kepada
pembaca. Begitu pula dengan kitab Tafsir al-Misbah
karya Prof. Quraish Shihab ini. Seperti yang telah
dikutip oleh Anica dalam skripsinya bahwasanya kata
al Misbah sendiri dipilih sebagai judul tafsir karangan
Prof. Quraish Shihab dengan tujuan agar dapat
memberikan penerangan bagi pembacanya, seperti arti
dari al-Misbah sendiri yaitu lampu, sesuatu yang
mampu memberikan penerangan dalam
kegelapan.dengan kata lain bahwa Prof. Quraish
Shihab memiliki harapan agar kitab tafsir al-Misbah
ini mampu memberikan penerangan bagi orang-orang
yang masih megalami kesulitan dalam memahami al-
Qur‟an secara langsung untuk dijadikan petunjuk dan
pedoman hidup.14

13
Nur Chanifah, Abu Samsudin, Pendidikan Karakter Islami:
Karakter Ulul Albab di Dalam Al-Qur’an, (Pena Persada, 2019), 116.
14
Afrizal Nur, Tafsir Al-Misbah dalam Sorotan: Kritik Terhadap
Karya Tafsir M. Quraish Shihab, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2018), 3.

47
Selain itu, pemilihan nama ini juga
berdasarkan sejarah awal mula Prof. Quraish Shihab
pada tahun 1980-an beliau menjadi pengasuh rubrik
“pelita Hati” yang mendapatkan respon apik dari
berbagai pihak, karena penyajian uraiannya yang
menarik, serta mampu memberikan nuansa yang sejuk
dan juga tidak terkesan menggurui maupun
menghakimi. Sehingga pada tahun 1994 karya-
karyanya diterbitkan oleh Mizan dengan judul Lentera
Hati, dari sinilah pengambilan nama al-Misbah itu
berasal. Karena lentera merupakan kata lain dari
lampu yang juga disebut dengan al-Misbah, yang
kemudian kata ini digunakan oleh Prof. Quraish
Shihab sebagai nama karyanya.15
b. Sumber Penafsiran Tafsir Al-Misbah
Sumber penafsiran yang digunakan oleh
Prof. Quraish Shihab untuk menjelaskan makna serta
kandungan ayat dalam tafsir al-Misbah ini adalah
penafsiran bi al-Ra’y, yaitu penafsiran yang dalam
penjelasan tafsirnya menggunakan sumber ra’yu yaitu
yang didukung dengan kaidah-kaidah yang bersumber
dari cabang-cabang ilmu tafsir. 16 Tafsir bi al-Ra’y ini
juga disebut dengan tafsir bi al-Ijtihad, yaitu
penafsiran yang menggunakan penalaran akal.
Penetapan tafsir al-Misbah yang dikelompokkan
dalam tafsir bi al-Ra’y ini dikarenakan apa yang
terdapat dalam tafsir ini bukan semata-mata hasil
ijtihad dari Prof. Quraish Shihab sendiri, melainkan
adanya hasil ijtihad ulama‟-ulama‟ terdahulu, serta
pandangan-pandangan mereka yang dinukil oleh Prof.
Quraish Shihab.17
c. Sitematika Penulisan Tafsir Al-Misbah
15
Anica, “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Surah Al-
Ahzab Ayat 21 Perspektif Tafsir Al-Miasbah Karya Muhammad Quraish
Shihab,” skripsi: UIN Raden Fatah Palembang, (2017): 75-76.
16
Syeful Rokim, Mengenal Metode Tafsir Tahlili, STAI Al-
Hidayah Bogor, 60.
17
Anica, “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Surah Al-
Ahzab Ayat 21 Perspektif Tafsir Al-Miasbah Karya Muhammad Quraish
Shihab,” skripsi: UIN Raden Fatah Palembang, (2017): 77.

48
Sebagai jalan untuk mempermudah
pembaca dalam memahami karya tulis, serta
mempermudah penulis dalam penyusunan karyanya
maka penulis akan menggunakan suatu sistem yang
akan diterapkan dalam penulisan karyanya. Adapun
dalam tafsir al-Misbah ini Prof. Quraish Shihab
menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:
1) Penyajian tafsir diurutkan berdasarkan urutan
surah yang sesuai dalam mushaf standard.
2) Bagian awal kitab tafsir ini dimulai dengan
kata pengantar yang diberi judul “sekapur
sirih” yang didalamnya menjelaskan tentang
latar belakang penulisan tafsir, serta uraian-
uraian lain tengtang tafsir ini.
3) Pada setiap awal surah yang akan dibahas
selalu diberikan pendahuluan yang
menjelaskan mengenai surah tersebut, dari
awal mula turunnya ayat, tempat
diturunkannya surah tersebut, jumlah ayat,
nama surah, asbabun nuzul , serat penjelasan
mengenai isi surah.
4) Prof. Quraish Shihab selalu memberikan
penegasan penjelasan terkait hubungan antara
surah yang sedang dibahas dengan surah
sebelumnya yang telah dibahas.
5) Penulisan pada tafsir ini dilakukan secara
berkelompok-kelompok sesuai dengan tema
isi kandungan dari ayat tersebut.
6) Dilanjutkan dengan penerjemahan ayat ke
dalam bahasa Indonesia sesuai dengan
pemahaman Prof. Quraish Shihab sendiri.
7) Kemudian diberikan penjelasan kandungan
ayat demi ayat secara runtut, yang diperkuat
dengan ayat lain maupun hadits, yang
memperkaya tafsirannya. Penulisan
terjemahan serta penafsiran juga dibedakan,
sehingga pembaca lebih mudah memahami
maksud dari isi tulisan. Bahasa yang
digunakan juga lebih ringan untuk dipahami
dan dikemas dengan menarik.

49
d. Corak Penafsiran Tafsir Al-Misbah
Corak penafsiran merupakan gaya
tersendiri bagi mufassir dalam melalukan penafsiran,
maka tak heran jika kitab-kitab tafsir memiliki corak
yang berbeda-beda, sebab setiap mufassir memiliki
kecenderungan yang berbeda pula. Pada tafsir al-
Misbah ini Prof. Quraish Shihab memiliki
kecenderungan pada corak penafsiran sastra budaya
dan kemasyarakatan (adabi al-Ijtima’i) yaitu dimana
dalam corak penafsiran ini berusaha untuk memahami
lebih dalam nash al-Qur‟an dengan cara
mengungkapnya secara rinci dan teliti, dengan
penggunaan bahasa yang indah dan menarik dalam
menjelaskan makna yang dimaksudkan dalam al-
Qur‟an, serta berusaha menghubungkan atau
mengaitkan nash al-Qur‟an tersebut dengan kenyataan
yang ada dalam keadaan sosial budaya. Dengan
demikian arah dari penafsiran ini tertuju pada realita
kehidupan masyarakat. 18
Corak penafsiran sastra budaya dan
kemasyarakatan memiliki 3 karakteristik yang harus
terpenuhi, diantaranya adalah:
1) Menjelaskan tentang al-Qur‟an sebagai kitab
suci yang kekal sepanjang zaman, serta
menjelaskan petunjuk ayat al-Qur‟an yang
berkaitan langsung dengan kehidupan
masyarakat.
2) Penjelasan-penjelasan yang terkandung lebih
terfokus pada permasalahan yang ada di
masyarakat.
3) Menyajikan penafsiran ke dalam bahasa yang
mudah dicerna serta indah didengar. 19
Dari ketiga karakteristik tersebut, jelas
sekali bahwa tafsir al-Misbah karya Prof. Quraish
Shihab ini telah memenuhi persyaratan yang ada.

18
Ali Geno Berutu, “Tafsir Al-Misbah Muhammad Quraish
Shihab” (2019): 6.
19
Ali Geno Berutu, “Tafsir Al-Misbah Muhammad Quraish
Shihab” (2019): 7.

50
Sesuai dengan karakter tadi, pertama, pada tafsir ini
selalu menjelaskan bahwa al-Qur‟an merupakan kitab
suci yang kekal sepanjang zaman, tafsir ini juga selalu
menghadirkan penjelasan mengenai petunjuk-
petunjuk yang dikaitkan dengan kehidupan
masyarakat. Kedua, Prof. Quraish Shihab selalu
menyajikan bahasan yang mampu dijadikan rujukan
pemecahan masalah dalam masyarakat. Ketiga, bahasa
yang digunakan oleh Prof. Quraish Shihab tidak perlu
diragukan lagi, karena beliau menggunakan bahasa
yang mampu dipahami berbagai kalangan, khususnya
masyarakat Indonesia.
e. Pendekatan Penafsiran Tafsir Al-Misbah
Prof. Quraish Shihab dalam tafsirnya tidak
semata-mata menggunakan pendekatan tekstual, akan
tetapi beliau lebih cenderung melakukan pemaknaan
dengan menggunakan pendekatan kontekstual, hal
tersebut dilakukan dengan tujuan agar pesan-pesan
yang terkandung dalam tafsirannya dapat digunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan kontekstual
sendiri merupakan pendekatan yang orientasinya
tertuju pada konteks penafsir al-Qur‟an. Konsep dari
pendekatan kontekstual ini adalah dimana
kontekstualitasan digunakan dalam pendekatan
tekstual. Yang artinya latar belakang sosial historis
dimana teks muncul menjadi variabel penting yng
kemudian ditarik ke dalam konteks penafsir dimana ia
tinggal, serta penggalaman budaya, sejarah, dan
sosialnya sendiri. Dengan kata lain bahwa penafsir
akan mengaitkan antara materi/teks itu sendiri dengan
keadaan sebenarnya di dunia nyata.20
Adapun beberapa prinsip yang dipegang
oleh Prof. Quraish Shihab dalam karya tafsirnya, salah
satunya adalah bahwa al-Qur‟an merupakan satu
kesatuan yang tak terpisahkan. Sehingga dalam
penafsiran beliau selalu terdapat pembahasan

20
Ali Geno Berutu, “Tafsir Al-Misbah Muhammad Quraish
Shihab” (2019): 8.

51
munasabah ayat yang tercermin dalam enam hal
yakni;
1) Adanya keserasian antar kata dalam satu
surah,
2) Adanya keserasian kandungan ayat dengan
penutup surah,
3) Adanya keserasian hubungan antara ayat satu
dengan ayat berikutnya,
4) Adanya keserasian antara pembukaan surah
dengan penutup surah,
5) Adanya keserasian penutup surah sebelumnya
dengan surah berikutnya,
6) Adanya keserasian tema dengan nama surah. 21
Ke enam hal tersebut senantiasa
dicerminkan oleh Prof. Quraish Shihab dalam karya
tafsirnya baik itu tahlili maupun maudhu’i.
f. Metode Penafsiran Tafsir Al-Misbah
Metode penafsiran yang digunakan oleh
Prof. Quraish Shihab dalam tafsir al-misbah ini lebih
cenderung menggunakan metode tafsir tahlili,
walaupun dalam karya tafsirnya yang lain beliau
menggunakan metode maudhu’i. Metode tafsir tahlili
yang digunakan oleh Prof. Quraish Shihab dalam
tafsirnya ini dapat dirasakan oleh pembaca karena
dalam penjelasan ayatnya beliau selalu
memperhatikan ketelitian dalam penyusunan kata
kemudian menyusun kandungannya menggunakan
susunan kata yang indah yang menonjolkan al-Qur‟an
sebagai petunjuk bagi umat manusia serta
menghubungkan pengertian ayat-ayat al-Qur‟an
dengan hokum alam yang terjadi ditengah-tengah
masyarakat. Metode tafsir tahlili sendiri merupakan
metode tafsir yang dimana digunakan ooleh seorang
mufassir untuk menafsirkan serta menjelaskan ayat al-
Qur‟an secara keseluruhan dengan memperhatikan
urutan ayat dalam surah, kemudian menjelaskan
kandungannya, maknanya, balaghahnya, i‟rabnya,

21
Ali Geno Berutu, “Tafsir Al-Misbah Muhammad Quraish
Shihab” (2019): 8-9.

52
sebab turunnya, serta hal-hal yang berkaitan dengan
hokum atau hikmahnya. 22
Walaupun terdapat kecenderungan
pemakaian metode tahlili dalam tafsir al-misbah ini,
namun Prof. Quraish Shihab juga menyelipkan
metode-metode yang lain seperti metode maudhu’i,
hal tersebut dapat terlihat karena dalam beberapa
kesempatan Prof. Quraish Shihab menafsirkan ayat
secara global, kemudian ayat-ayat tersebut
dikelompokkan sesuai topik, lalu pada saat tertentu
beliau mengungkap beberapa pendapat ulama‟ yang
dibandingkan berkaitan dengan ayat yang sedang
dibahas. Namun terdapat penegasan pemilihan metode
tahlili dalam tafsir ini karena Prof. Quraish Shihab
sadar bahwa untuk memperkenalkan konsep al-Qur‟an
yang begitu luas tidak cukup hanya menggunakan
metode maudhu’i saja, itu sebabnya Prof. Quraish
Shihab memilih metiode tahlili untuk digunakan
dalam karyanya ini.

B. Deskripsi Data Penelitian


Para ulama‟ sepakat bahwa surah al-Ahzab
merupakan surah madaniyyah. Surah ini turun pada akhir
tahun V Hijriyah, yaitu tahun dimana terjadinya perang
al-Ahzab atau yang disebut dengan gazwat yang juga
dinamai dengan perang Khandaq. Nama khandaq sendiri
berasal dari parit (khandaq) pada arah utara kota madinah
yang digali oleh Rasulullah bersama para sahabat atas
usulan dari Salman Al Farisi, tempat tersebut pada saat
itu diduga sebagai tempat yang akan menjadi arah
serangan dari kaum musyrikin.
Sejak zaman Nabi SAW., ayat ini telah dikenal
dengan al-Ahzab dan tidak ada nama lain dari kumpulan
ayat ini. Penamaan ini lahir berdasarkan uraian surah
yang menyebutkan akan banyaknya koalisi kelompok
suku kaum musyrikin dibawah pimpinan suku Quraisy di
Makkah untuk menyerang Nabi SAW., dan kaum

22
Syaeful Rokim, “Metode Tafsir Tahlili”, Mengenal Metode
Tafsir Tahlili, (2017): 44.

53
muslimin di Madinah. Surah ini merupakan surah ke-90
dilihat dari segi turunnya ayat, surah ini turun sebelum
surah al-Maidah dan sesudah surah al-Anfal. Jumlah ayat
pada surah ini terdiri dari 73 ayat. 23
Adapun ayat yang akan dibahas dalam surah ini
adalah ayat ke 21 yang berbunyi:
ِ ِ ِ ِ ِ
ْ ‫لََق ْد َكا َن لَ ُك ْم ِِف َر ُس ْول هللا أ‬
َ‫ُس َوةٌ َح َسَنةٌ ل َم ْن َكا َن يَْر ُج ْوا هللاَ َوالَْي ْوم ْاْلَخَر َوذَ َكَر هللا‬
‫َكثِْي ًرا ۝‬
Artinya: “Sesungguhnya telah ada bagi kamu pada
Rasulullah suri teladan yang baik bagi orang
yang mengharap Allah dan hari kiamat serta
yang berzikir kepada Allah dengan banyak” 24
Pada ayat ini Prof. Quraish Shihab menjelaskan
dalam tafsirnya bahwa, ayat ini diarahkan kepada orang-
orang yang beriman, memuji sikap mereka yang
meneladani Nabi SAW. Ayat tersebut menyatakan bahwa
sesungguhnya telah ada bagi kamu pada diri Rasulullah,
yakni Nabi Muhammad SAW., sebagai suri teladan yang
baik bagi kamu, yakni bagi orang yang senantiasa
mengharap rahmat kasih saying Allah dan kebahagiaan
Hari Kiamat serta teladan bagi mereka yang berzikir
mengingat kepada Allah dan menyebut-nyebut nama-Nya
dengan banyak, baik dalam suasana susah maupun
senang.25
Namun ayat ini juga masih bisa berupa kecaman
kepada orang-orang munafik yang mengaku memeluk
Islam, tetapi tidak mencerminkan ajaran Islam. Kecaman
tersebut dikesankan pada kata ‫ لقد‬yang menunjukkan
bahwa seakan akan ayat itu mengatakan: “kamu telah
melakukan aneka kedurhakaan, padahal sesungguhnya
ditengah-tengah kamu semua telah hadir Nabi
Muhammad SAW., yang mestinya kamu teladani.

23
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah “Pesan, Kesan, dan
Keserasian al-Qur’an” (Jakarta: Lentera Hati, 2012), 403.
24
Al-Qur‟an Surat al-Ahzab ayat 21, Al-Quddus Al-Qur’an dan
Terjemah, (Kudus: CV. Mubarokatan Thoyyibah, 2014), Cet. Ke-VI, 419.
25
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah “Pesan, Kesan, dan
Keserasian al-Qur’an” (Jakarta: Lentera Hati, 2012), 438.

54
Kemudian kalimat ِ ‫ لِمن َكا َن ي رجوا هللا والْي وِم ْاْل‬menjelaskan
‫َخَر‬ ْ َ َ َ ْ ُ َْ َْ
bahwa bagi orang yang mengharap Allah dan Hari
Kiamat berfungsi menjelaskan sifat orang yang harusnya
meneladani Rasulullah SAW., namun untuk meneladani
Rasulullah secara sempurna memanglah diperlukan
kedua hal yang disebutkan dalam ayat di atas. Demikian
juga dengan berzikir kepada Allah dan selalu mengingat-
Nya.
Kata ‫ أسوة‬uswah atau iswah berarti teladan. Para
pakar tafsir az-Zamakhsyari, ketika menafsirkan ayat di
atas, mengemukakan dua kemungkinan tentang maksud
keteladanan yang terdapat pada diri Rasulullah. Pertama
dalam arti kepribadian beliau secara totalitasnya adalah
teladan. Kedua dalam arti terdapat dalam kepribadian
beliau hal-ha yang patut diteladani. Pendapat pertama
menjadi pendapat yang lebih kuat dan merupakan pilihan
dari banyyak ulama‟. Kata ‫ ِف‬dalam firman-Nya : ‫(ِِف َر ُس ْوِل‬
ِ fi rasulillah berfungsi “mengangkat” dari diri Rasul
) ‫هللا‬
satu sifat yang hendaknya diteladani. Dalam konteks
perang khandaq, banyak banyak sekali sikap dan
perbuatan Rasulullah yang perlu diteladani. Antara lain
adalah keterlibatan beliau dalam kegiatabn perang secara
langsung, bahkan hingga menggali parit beliau juga ikut
andil, juga dalam membakar semangat dan menyanyikan
lagu-lagu perjuangan dan pujian kepada Allah, dalam
suka dan duka, dalam dahaga dan haus yang dialami oleh
seluruh pasukan kaum muslimin. 26
Walaupun ayat ini berbicara dalam konteks perang
kandaq, namun ia mencakup tentang kewajiban atau
anjuran meneladani Rasulullah walau di luar konteks
perang khandaq tersebut. Hal ini dikarenakan Allah
SWT., telah mempersiapkan tokoh agung ini untuk
menjadi teladan bagi semua manusia. Dan yang Maha
Kuasa Sendirilah yang mendidik Rasulullah SAW.
Seperti dalam sabda Rasulullah yang berbunyi:
“Addabani Rabbi, fa ahsana ta’dibi” artinya Tuhanku

26
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah “Pesan, Kesan, dan
Keserasian al-Qur’an” (Jakarta: Lentera Hati, 2012), 439.

55
mendidikku, maka sungguh baik hasil pendidikanku (HR.
Ibnu Mas‟ud dalam al-Jami‟ al-Shaqir).
Sebagaimana yang dikutip oleh Prof. Quraish
Shihab dalam tafsirnya ini, para pakar tafsir dan hukum, al-
Qurtubi mengemukakan bahwa dalam persoalan agama,
keteladanan itu merupakan kewajiban, tetapi dalam
persoalan keduniaan maka ia merupakan anjuran. Dalam
soal keagamaan beliau wajib diteladani selama tudak ada
bukti yang menunjukkan bahwa ia adalah anjuran.
Sementara ulama‟ erpendapat bahwa dalam persoalan
keduniaan, Rasul SAW., telah menyerahkan sepenuhnya
pada pakar dibidangnya masing-masing. Sehingga
keteladanan yang dimaksud pada ayat ini terhadap
Rasulullah bukanlah hal-hal yang berkaitan dengan urusan
duniawi. Sebagai contoh, pada saat beliau menyampaikan
bahwa pohon kurma tidak perlu “dikawinkan” untuk
membuahkannya, dan ternyata bahwa informasi beliau
tidak terbukti dikalangan para sahabat, Rasul
menyampaikan bahwa: “apa yang kusampaikan terkait
dengan ajaran agama, maka terimalah, sedang kamu lebih
tahu persoalan keduniaan kamu”.27
Sementara pakar agama lain menolak mengenai
pendapat di atas, missal saja, al-Biqa‟i, dalam
menafsirkan QS. Al-Anfal [8]: 24-25, al-Biqa‟i mengutip
pendapat al-Harrali yang mengungkap tentang hadis di
atas bahwa pernyataan Rasulullah tersebut ditujukan pada
orang-orang yang tidak bersabar, akan tetapi bagi mereka
yang bersabar dalam mengikuti petunjuk itu, mereka
membukktikan setelah berlangsung selama 3 tahun,
pohon kurma yang tidak dikawinkan (sebagaimana
petunjuk Rasulullah) justru menghasilkan buah yang
lebih banyak disbanding dengan pohon kurma yang
dikawinkan.
Terlepas dari benar tidaknya riwayat yang di kutip
oleh al-Biqa‟i pada hakikatnya terdapat hadis-hadis yang
menunjukkan bahwa para sahabat sendiri telah memilah-
milah ucapan dan perbuatan Rasul SAW., yang wajib

27
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah “Pesan, Kesan, dan
Keserasian al-Qur’an” (Jakarta: Lentera Hati, 2012), 440.

56
untuk diikuti dan yang tidak, ada yang mereka anggap
sesuai dan ada pula yang mereka usulkan untuk beliau
tinjau. Kasus pemilihan lokasi dalm perang Badr,
merupakan salah satu contoh yang sering diketengahkan,
walapun hadisnya dinilai dha’if , yakni ketika seorang
sahabat bernama al-Khubbab Ibn al-Munzir mengusulkan
kepada Rasulullah untuk memilih lokasi selain yang telah
ditetapkan oleh Rasulullah, setelah sahabat tadi
mengetahui dari Rasulullah sendiri bahwa pemilihan
tempat tersebut berdasarkan pertimbangan nalar
Rasulullah dan strategi perang. Kemudian usul tersebut
diterima oleh Rasulullah karena dianggap lebih baik.
Kemudian dalam buku yang berjudul “Abqariat
Muhammad” yang ditulis oleh Abbas Mahmud al-Aqqad
menjelaskan bahwa manusia terbagi menjadi empat tipe:
pertama; yaitu pemikir, kedua; yaitu pekerja, ketiga;
yaitu seniman, dan keempat; yaitu yang jiwanya larut
dalam ibadah. Akan tetapi jarang sekali ditemukan dalam
satu pribadi yang di dalam dirinya dapat berkumpul dua
dari keempat tipe tersebut, dan mustahil jika keempat-
empatnya berkumpul pada diri seseorang. Namun dalam
diri Rasulullah terdapat kecenderungan keempat tipe
tersebut hingga pada peringkat yng tertinggi. Hal tersebut
dimaksudkan agar seluruh manusia dapat meneladani
sifat-sifat Rasulullah yang terpuji.28
Adapun seorang ulama‟ yang pertamakali
menegaskan tentang pemilahan terperinci mengenai
ucapan/sikap Rasulullah, adalah Imam al-Qarafi, beliau
membagi sikap Rasulullah ini ke dalam lima bagian: 29
1) Kedudukan Rasulullah sebagai Nabi dan
Rasul, ucapan dan sikapnya pasti benar karena
itu bersumber langsung dari Allah SWT., atau
merupakan penjelasan tentang maksud Allah.
2) Kedudukan Rasulullah sebagai mufti, fatwa-
fatwa beliau setingat dengan butir pertama di

28
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah “Pesan, Kesan, dan
Keserasian al-Qur’an” (Jakarta: Lentera Hati, 2012), 441.
29
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah “Pesan, Kesan, dan
Keserasian al-Qur’an” (Jakarta: Lentera Hati, 2012), 442.

57
atas karena fatwa beliau adalah berdasar
pemahaman atas teks-teks keagamaan, dimana
beliau diberi wewenang oleh Allah untuk
menjelaskannya, anggapan ini diperkuat
dengan adanya surat an-Nahl ayat: 44 yang
artinya “mereka kami utus dengan membawa
keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-
kitab. Dan kami turunkan Adz Dzikr (al-
Qur’an) kepadamu, agar kamu (Muhammad)
menerangkan kepada manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan agar mereka
memikirkan” (Q.S. an-Nahl: 44)
3) Kedudukan Rasulullah sebagai Hakim, hukum
yang ditetapkan oleh Rasulullah secara formal
pasti benar, namun ada kalanya secara material
ada kelirunya karena akibat dari kemampuan
salah satu pihak yang berselisih
menyembunyikan kebenaran atau
kemampuannya berdalih dan mengajukan
bukti-bukti palsu.
4) Kedudukan Rasulullah sebagai pemimpin
masyarakat, tentu saja dalam memberikan
petunjuk perihal kemasyarakatan, beliau selalu
menyesuaikan dengan kondisi masyarakat dan
perkembangannya, sehingga tidak tertutup
kemungkinan lahirnya perbedaan tuntunan
kemasyarakatan antara satu masyarakat
dengan masyarakat lain, bahkan pada
masyarakat yang sama dalam kurun waktu
yang berbeda, Rasulullah pun tak jarang
memberikan petunjuk yang berbeda untuk
sekian banyak orang yang berbeda disesuakan
dengan masing-masing individu. Dan tidak
jarang pula ada ketetapan bagi masyarakat
yang dirubah sesuai dengan perkembangan
masyarakat itu sendiri, contohnya dalam sabda
Rasulullah SAW: “sya pernah melarang
kalian menziarahi kubur, kini silahkan
menziarahinya”. Izin tersebut diberikan atas
dasar perubahan kondisi masyarakat yang

58
berbeda dari pada saat ditetapkannya larangan
tersebut. Hal tersebut juga berlaku untuk hal-
hal yang berkaitan dengan budaya masyarakat.
5) Kedudukan Rasulullah sebagai pribadi, dalam
hal ini dapat dibagi menjadi dua kategori
yaitu: pertama; kekhususan-kekhususan belau
yang berfungsi sebagai Rasulullah tidak harus
diteladani, misalnya kebolehan menghimpun
lebih dari empat istri dalam saat yang sama,
kewajiban sholat malam, larangan menerima
zakat, dan lainnya. Kedua, sebagai manusia
yang terlepas dari kerasulannya yang memiliki
selera.
Kembali kepada soal Rasulullah sebagai teladan,
bahwasanya seperti yang dijelaskan oleh para pakar
adalah dengan memilah-milah keteladanan itu sesuai
dengan sikap Nabi SAW.30 Ayat tentang Rasulullah
sebagai keteladanan ini diperkuat pula dengan Q.S al-
Imron ayat 31 yang didalamnya menunjukkan betapa
pentingnya meneladani sifat agung beliau baginda
Rasulullah SAW., dalam segala aspek kehidupan sehari-
hari agar kita dapat meraih ridho sang ilahi. Itu sebabnya
dalam skripsi ini akan dibahas mengenai sifat-sifat
Rasulullah SAW, yaitu shidiq, amanah, fathanah, dan
tabligh sebagai pendidikan karakter yang mampu di
implementasikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya
bagi peserta didik, dan umumnya bagi masyarakat.
C. Analisis Data Penelitian
Berdasarkan deskripsi data penelitian yang telah
dipaparkan, ayat 21 ini berdeda dengan ayat sebelumnya
yaitu ayat 20 yang didalamnya menjelaskan mengenai
kegelisahan kaum munafik terhadap pasukan koalisi.
Pada ayat 21 ini dijelaskan mengenai keteladanan dari
sifat Rasulullah yang hendaknya diikuti oleh umatnya.
Ayat ini turun berdasarkan peristiwa yang ada dalam
perang khandaq, dimana pada saat itu Rasulullah dan
para sahabat merasakan kelaparan, hingga para sahabat

30
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah “Pesan, Kesan, dan
Keserasian al-Qur’an” (Jakarta: Lentera Hati, 2012), 443.

59
harus mengganjal perut mereka dengan batu untuk
menahan perihnya rasa lapar tersebut, dan merekapun
berkeluh kesah kepada Nabi.
Padahal Nabi sendiri juga merasakan kelaparan
sehingga Nabi harus mengganjal perutnya dengan dua
batu. Begitu gigih dan bersabarnya beliau dalam
menghadapi berbagai situasi dalam perjuangan
menghadapi perang khandaq tanpa sedikitpun berkeluh
kesah. Kejadian tersebut benar-benar menunjukkan Nabi
adalah sebaik-baik suri teladan dalam hal kesabaran.
Adapun pendapat dari para ulama‟ yang telah mengkaji
QS. Al-Ahzab ayat 21 ini mengatakan bahwa ayat
tersebut merupakan dalil dari keteladanan Nabi itu berupa
perbuatan dan tindak tanduk beliau yang dapat digunakan
sebagai dalil atau landasan dalam menetapkan suatu
perkara, karena segala sesuatu yang dicontohkan Nabi
kepada umatnya pastilah contoh yang terbaik. Hal
tersebut dijelaskan oleh Syech Abdurrahman bin Nashir
Ash-Sha‟adi dalam kitab tafsirnya Taisiirul Karim Ar-
Rahman Fii Tafsiir Kalam Al-Mannan.31
Sebagaimana pendapat al-Qurthubi yang dikutip
oleh Prof. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah, beliau
menafsirkan bahwa keteladanan dalam soal agama
merupakan kewajiban, namun dalam soal keduniaan
merupakan anjuran. Dalam soal keagamaan Nabi wajib
diteladani selagi idak ada bukti yang menunjukkan bahwa
ia adalah anjuran.
Ibnu Katsir menjelaskan dalam kitab tafsirnya,
tafsir al-Qur‟an al- „Adhim, bahwa surat al-Ahzab ayat
21 merupakan dalil utama dalam perintah untuk
meneladani Rasulullah baik dalam perkataan, perbuatan,
maupun keadaan beliau, oleh sebab itu Allah
memerintahkan manusia untuk meneladani Rasulullah
baik dalam kesabaran, keteguhan, ribath dan kesungguh-
sungguhannya, sehingga Allah berfirman untuk orang

31
http://www.tafsiribnukatsironline.com/?m=1, diakses pada
tanggal 21 Oktober 2020, pukul 14:47 WIB.

60
yang takut, goyah dan hilang keberaniannya dalam
perang Ahzab. 32
Ayat 21 ini menyambung dengan ayat 22 yang
didalamnya mengungkap tentang kemantapan iman kaum
mukminin atas janji Allah dan Rasulullah yang telah
terbukti dengan sangat jelas kebenarannya melalui perang
khandaq. Kemudian ayat tersebut berhubungan dengan
QS. Al-Baqarah ayat 214, yang turun atu tahun sebelum
terjadinya perang khandaq, yang dimana ayat tersebut
memiliki arti sebagai berikut: “apakah kamu mengira
bahwa kamu akan masuk surga, padahal padahal belum
datang kepada kamu (cobaan) sebagaimana orang-orang
terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh
malapetaka dan kesengsaraan serta diguncangkan
(dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah
Rasul dan orang-orang beriman bersamanya: Bilakah
datangnya pertolongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya
pertolongan Allah itu amatlah dekat.” Ketika terjadinya
perang khandaq ini kaum mukminin merasakan bahwa ini
adalah yang dilukiskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 214,
sehingga mereka sadar bahwa ini adalah ujian Allah dan
sebentar lagi akan datang kemenangan. 33
Ayat ini merupakan bukti bahwa barang siapa
yang merindukan pertemuan dengan Rabbnya, akan
selamat dari siksa-Nya dan mendapatkan kebahagiaan
dengan cara meneladani serta mengikuti figure pilihan
Allah SWT., yaitu Rasulullah SAW.
1. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam
Tafsir al-Misbah, Surat al-Ahzab Ayat 21
Prof. Dr. Ahmad Tafsir mengatakan bahwa
dalam pandangan islam menilai bahwa karakter
memiliki kedudukan yang sama dengan akhlak, atau
bisa dikatakan bahwa karakter sama halnya dengan
akhlak. Sedangkan akhlak sendiri dalam pandangan
islam adalah suatu kepribadian. Kepribadian sendiri

32
http://www.tafsiribnukatsironline.com/?m=1, diakses pada
tanggal 21 Oktober 2020, pukul 14:47 WIB.
33
M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah “Pesan, Kesan, dan
Keserasian al-Qur’an” (Jakarta: Lentera Hati, 2012), 444.

61
memiliki tiga komponen, yaitu pengetahuan, sikap,
dan perilaku. Kepribadian dikatakan utuh apabila
ketiga komponen itu terpenuhi, yaitu jika pengetahuan
sama dengan sikap, dan sama dengan perilaku.
Artinya seseorang mengetahui bahwa jujur itu baik,
dia siap untuk menjadi orang yang jujur, dan dia juga
berperilaku jujur, itu merupakan contoh kepribadian
yang utuh.34
Begitu penting akhlak dalam kehidupan ini,
orang yang memiliki akhlak baik maka ia akan
dianggap sebagai manusia, dan sebaliknya jika ia
berakhlak buruk maka ia bukan manusia. Layaknya
yang telah diungkapkan oleh Thomas Lickona bahwa
pendidikan karakter dapat merubah pridadi seseorang
menjadi lebih baik, 35 hal tersebutlah yang dimaksud
dengan akhlak baik. Pentingnya perihal mengenai
akhlak ini sehingga Allah mengutus para Nabi untuk
menyempurnakan akhlak manusia, agar manusia
tersebut dapat melaksanakan tugasnya, yaitu tugasnya
sebagai seorang manusia. Bahkan dikatakan juga
bahwa suatu bangsa dapat memperoleh tujuannya
bukan hanya karena melimpahnya sumber daya
alamnya yang melimpah ruah, namun karena kualitas
sumber daya manusianya yang bagus. Ada juga yang
mengatakan bahwa “Bangsa yang besar bisa dilihat
dari kualitas/karakter bangsa (manusia itu sendiri).”
Hal tersebut semakin menunjukkan bahwa begitu
pentingnya akhlak/karakter seseorang, begitu
pentingnya pendidikan karakter agar mampu
menjadikan seseorang itu menjadi pribadi yang baik.
Pendidikan karakter yang memiliki prinsip
untuk memberikan pondasi kepada peserta didik
dengan menanamkan nilai-nilai luhur agar peserta
didik dapat menjadi pribadi yang bertanggung jawab,

34
Abdul Majid dan Dian Andayani., Pendidikan Karakter
Persfektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), iv.
35
Nurul Fitria, Konsep Pendidikan Karakter Menurut Thomas
Lickona dan Yusuf Qardhawi (Studi Komparatif Tentang Metode,
Strategi dan Konten), Skripsi UIN Sunan Kalijaga, (2017), 16.

62
mampu bersikap jujur dan adil 36 akan menuntun serta
membentengi peserta didik dalam perkembangan serta
pergaulannya kearah yang lebih baik. Pentingnya
adanya pendidikan karakter ini adalah, karena
pendidikan karakter dapat menyeimbangkan serta
menyelaraskan keterampilan yang dimiliki oleh
peserta didik dengan nilai-nilai karakter luhur bangsa
Indonesia agar tidak terpengaruh oleh nilai-nilai buruk
yang nantinya dapat menjadikan peserta didik menjadi
kurang baik. 37 Selain itu, pendidikan karakter juga
merupakan langkah dalam menanamkan kemampuan
akademik yang baik dan menanamkan perilaku yang
baik, kemudian pendidikan karakter juga merupakan
bagian dari pembelajaran itu sendiri.
Sebagai wujud dari uasaha pembentukan
akhlak/karakter anak bangsa, dan juga untuk
menghadapi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, tantangan di masa depan serta,
mewujudkan tercapainya pendidikan nasioal, maka
peneliti akan menganalisis nilai-nilai pendidikan
karakter dalam tafsir al Misbah yang terkandung
dalam surah al-Ahzab ayat 21. Nilai-nilai tersebut
adalah sifat-sifat yang ada pada diri Rasulullah
diantaranya adalah shidiq, amanah, fathanah, dan
Tablig, berikut uraian dari analisis yang dapat peneliti
sampaikan antara lain:
a) Shidiq/ Benar/ Jujur
Shidiq berarti benar, benar disini adalah
suatu sifat yang mulia yang menghiasi akhlak
orang yang beriman kepada Allah serta kepada
perkara-perkara ghaib. Shidiq ini merupakan sifat
pertama yang harus di miliki oleh Nabi dan Rasul.
Maka jelas adanya bahwa Rasulullah adalah
teladan yang senantiasa melakukan kebenaran,
baik perkataan maupun perbuatannya. Seperti yang

36
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan
Implementasi, (Bandung: Alfabeta, 2014), 35.
37
Syamsunardi, Pendidikan Karakter Keluarga dan Sekolah
(Sulawesi Selatan: Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia, 2019), 6.

63
dijelaskan dalam Q.S. an-Najm ayat 3-4 yang
berbunyi:
‫َوَما يَْن ِط ُق َع ِن ا ْْلََوى ۝ إِ ْن ُه َو إِاَّل َو ْح ُي يُ ْو َحى ۝‬
Artinya: “dan tiadalah yang diucapkan itu (Al-
Qur’an) menurut kemauan hawa
nafsunya. Ucapannya itu tiada lain
hanyalah wahyu yang diwahyukan
kepadanya.” (Q.S. an-Najm: 3-4)38

Dari ayat tersebut terlihat dengan jelas bahwa


tidak dapat diragukan atas kebenaran yang dibawa
oleh Rasulullah SAW. Maka dari itu hendaknya
sebagai seorang yang bertaqwa kita harus
meneladani sifat kebenaran/kejujuran Rasulullah
SAW.
Kaitannya sifat shidiq sebagai pendidikan
karakter disini adalah bahwasanya sifat
shidiq/benar/jujur merupakan karakter yang
hendaknya ditanamkan dalam pendidikan karakter.
Kebenaran atau kejujuran disini merupakan
fondasi atau sesuatu yang dijadikan dasaran dalam
pendidikan anak agar anak/ siswa/ peserta didik
memiliki nilai-nilai yang luhur, yakni senantiasa
berkata jujur/berkata benar dalam berbagai hal,
tidak dikurangi atau dilebihkan. Hal ini bertujuan
agar anak/ siswa/ peserta didik tidak mudah
berkata bohong, serta dapat membiasakan diri
untuk mengakui kesalahan diri sendiri serta
mengakui kelebihan yang dimiliki oleh orang lain.
Seperti yang telah dipesankan Rasulullah
kepada umatnya dalam sebuah hadis yang pada
saat itu disampaikan kepada Abu Dzar
Rhodiyallahu anhu, yang berbunyi:
‫اْلَ اق َوإِ ْن َكا َن ُمًّرا‬
ْ ‫قُ ِل‬
Artinya: “katakan kebenaran sekalipun itu
pahit” (HR. Imam Baihaqi)

38
Al-Qur‟an Surat an-Najm ayat 3-4, Al-Quddus Al-Qur’an dan
Terjemah, (Kudus: CV. Mubarokatan Thoyyibah, 2014), Cet. Ke-VI, 525.

64
Dari hadis di atas jelas terlihat bahwasanya
Rasulullah benar-benar memberikan wejangan
untuk kaumnya agar berkata benar/ jujur karena
kebenaran/ kejujuran itu lebih baik, karena tidak
ada kejujuran yang lebih utama melainkan ucapan
kebenaran, dan tidak ada kejujuran yang lebih
dicintai oleh Allah dari pada ucapan kebenaran.
Nilai kejujuran tersebut lah yang menjadi momok
utama dalam pendidikan karakter agar dapat
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga seorang individu mampu menjadi
pribbadi yang berakhlak karimah/ menjadi insan
yang mulia.
Abdul Majid dan Dian Andayani Dalam
bukunya mengatakan bahwa kejujuran dikatakan
sebagai sebuah nilai dikarenakan terdapat perilaku
yang menguntungkan baik bagi pelaku kejujuran
maupun orang yang terkena dampaknya.39
Pernyataan tersebut memperkuat pendapat bahwa
nilai kejujuran yang terkandung dalam sifat shidiq
Rasulullah SAW., sesuai dengan teori-teori yang
menunjukkan tentang pendidikan karakter. Tidak
hanya itu saja, butir nilai pendidikan krakter jujur
ini banyak dimuat dalam rumusan nilai-nilai
karakter yang harus ditanamkan menurut beberapa
ahli, misalnya saja nilai-nilai karakter yang
dirumuskan oleh Indonesia Heritage Foundation,
kemudian oleh Character Count di Amerika, dan
yang dirumuskan oleh Ari Ginanjar dengan Teori
ESQ nya dan masih banyak lagi.
Sifat shidiq ini sesuai dengan aspek nilai
pendidikan karakter jujur karena merupakan
perilaku yang menunjukkan bahwa dirinya adalah
seseorang yang dapat dipercaya dalam hal apapun
baik perkataan, tindakan maupun pekerjaan

39
Abdul Majid dan Dian Andayani., Pendidikan Karakter
Persfektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), 42.

65
terhadap dirinya dan orang lain. 40 Aspek sikap
jujur ini merupakan aspek pertama yang harus
ditananamkan, karena nilai kejujuran merupakan
nilai yang mendasari diri seseorang untuk dapat
mengupayakan diri agar menjadi seseorang yang
selalu dapat dipercaya perkataan, tindakan, dan
pekerjaan, baik terhadap dirinya maupun orang
lain.41 Sikap jujur inilah yang dijadikan pondasi
dalam penanaman aspek pendidikan karakter yang
lain.
b) Amanah
Sifat Rasulullah kedua yang harus
diteladani yaitu amanah, amanah yang artinya
adalah benar-benar boleh dipercayai. Sifat amanah
merupakan sikap yang dimana ketika seseorang itu
dibebani suatu urusan kepadanya, maka orang
tersebut harus melaksanakan urusan tersebut
dengan sebaik-baiknya. Seperti dalam surat an-
Nisa‟ ayat 58 yang berbunyi:
ِ ِ
َ ْ َ‫إِ ان هللاَ ََي ُْمُرُك ْم أَ ْن تُ َؤُّدواْ اْل ََمَنت إِ ََل أ َْهل َها َوإِذَا َح َك ْمتُ ْم ب‬
ِ ‫ْي الن‬
‫ااس أَ ْن ََْت ُك ُموا‬
‫صْي ًرا ۝‬ ِ ‫ِِبلْع ْد ِل إِ ان هللا نِعِ اما يعِظُ ُكم بِِه إِ ان هللا َكا َن ََِسي عا ب‬
َ ًْ َ ْ َ َ َ
Artinya: “Sungguh, Allah menyuruhmu
menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan apabila
kamu menetapkan hukum di antara
manusia hendaknya kamu
menetapkannya dengan adil. Sungguh,
Allah sebaik-baik yang memberi
pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah
Maha Mendengar, Maha Melihat.”
(QS. An-Nisa‟: 58)42

40
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan
Implementasi, (Bandung: Alfabeta, 2014), 33.
41
Handani Hamid, Beni Ahmad Saebani, Pendidikan
KaraktervPerspektif Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2013), 167.
42
Al-Qur‟an Surat an-Nisa‟ ayat 58, Al-Quddus Al-Qur’an dan
Terjemah, (Kudus: CV. Mubarokatan Thoyyibah, 2014), Cet. Ke-VI, 86.

66
Dijelaskan dalam ayat tersebut
bahwasanya agar kita dapat menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerima amanat
tersebut. Amanat adalah sesuatu hal yang
dipercayakan oleh orang lain kepada seseorang
agar suatu hal tersebut dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya. Amanat disini bermacam-macam
antara lain; amanat Allah kepada hamba-Nya,
amanat seseorang kepada sesamanya dan terhadap
dirinya sendiri.
Amanat Allah terhadap hamba-Nya yang
harus dilaksanakan antara lain: melaksanakan
segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah serta
menjauhi segala larangan-larangan-Nya. Semua
nikmat Allah berupa apa saja hendaklah kita
manfaatkan untuk taqarrub (mendekatkan diri)
kepada-Nya. Selanjutnya amanat seseorang
terhadap sesamanya, yaitu yang harus
dilaksanakan antara lain: mengembalikan titipan
kepada yang punya dengan tidak kurang suatu apa
pun, tidak menipunya, memelihara rahasia dan lain
sebagainya. Kemudian adalah amanat seseorang
terhadap dirinya sendiri; seperti melakukan segala
sesuatu yang mendatangkan manfaat, kebaikan
bagi dirinya baik dalam urusan dunia maupun
agamanya. Janganlah ia melakukan hal-hal yang
mampu merusak dirinya, menjerumuskannya
dalam jurang kemadharatan bagi dirinya yang
membahayakannya di dunia dan akhirat, dan lain
sebagainya.
Amanah sebagai pendidikan karakter
jelaslah terlihat disini bahwasanya ajaran ini
sangatlah baik dan begitu penting untuk
dilaksanakan, yaitu hendaknya kita melaksanakan
amanah dan hukum dengan seadil-adilnya, dan
jangan sampai sekali-kali mengabaikannya,
hendaklah diindahkan, diperhatikan dan diterapkan
dalam kehidupan, agar dapat tercapai kebahagiaan
dunia dan akhirat. Nilai pendidikan karakter
mengenai amanah ini akan menghantarkan peserta

67
didik menjadi pribadi yang mulia serta dapat
dipercaya, apabila ia diberikan suatu amanah maka
ia akan benar-benar melaksanakan amanah
tersebut dengan sebaik-baiknya.
Kemantapan sifat amanah sebagai
pendidikan karakter diperkuat dengan tulisan
Abdul Majid dan Dian Andayani yang
menegaskan bahwa penanaman sifat amanah
merupakan bentuk dari pembinaan sikap mental
yang mantap dan matang. 43 Lebih jelas lagi
diungkapkan oleh TotoTasmara bahwa dalam diri
yang amanah terdapat nilai-nilai yang melekat
sesuai dengan nilai pendidikan karakter yaitu:
1) Rasa tanggungjawab.
2) Kecanduan kepentingan dan sense of
urgency, maksudnya mereka memiliki
perasaan untuk dapat menyelesaikan amanah
dengan sebaik-baiknya.
3) Ingin dipercaya dan mempercayai, karena
bagi mereka hidup adalah proses untuk
saling memperayai dan dipercaya.
4) Hormat dan dihormati.
Melalui ungkapan Toto Tasmara maka sifat
amanah ini sesuai dengan beberapa butir aspek
pendidikan karakter diantaranya adalah semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung
jawab. Sifat amanah tersebut memenuhi beberapa
aspek yang ada karena substansi yang terkandung
memiliki persamaan dengan aspek yang telah
ditetapkan oleh kemendiknas. Sebagai contoh, sifat
amanah sesuai dengan aspek tanggung jawab, hal
tersebut terwujud dengan jelas karena sifat dapat
dipercaya tersebut merupakan sifat yang dapat

43
Abdul Majid dan Dian Andayani., Pendidikan Karakter
Persfektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), 33.

68
dipertanggung jawabkan untuk melaksanakan
tugas sesuai dengan apa yang harus dilakukan.44
c) Fathanah
Sifat Rasulullah yang ke tiga yang yang
harus diteladani selanjutnya adalah fathanah.
Fatanah disini memiliki arti cerdas, bahwasanya
penting bagi seorang manusia untuk memiliki
kepandaian dengan tujuan demi kemuliaan
manusia tersebut, karena manusia yang tidak
memiliki akal yang cerdas atau pandai, derajatnya
sama halnya dengan binatang. Maka cerdas yang
dimaksut disini untuk dijadikan teladan adalah
sebagai seorang pelajar hendaknya mau berupaya
belajar untuk menjadikan dirinya cerdas, jauh dari
perbuatan dan sikap licik, serta menjauhi tindakan-
tindakan yang dapat merugikan orang lain. Karena
Allah telah memberikan manusia karunia yang
sangat besar yaitu berupa akal.
Sebagaimana fungsi dari al-Qur‟an yaitu
sebagai petunjuk, maka Allah memberikan
manusia akal untuk dapat memahami apa yang
terkandung dalam al-Qur‟an. Melalui Q.S. Al-
Ankabut ayat 20, Allah mengingatkan manusia
untuk menggunakan akalnya agar mengambil
hikmah atau pelajaran dari penciptaan langit dan
bumi. Ayat ini menyatakan bahwa maunusia
hendaknya mengasah akalnya untuk memperoleh
kecerdasan serta ilmu pengetahuan yang luas dan
mendalam, yang dalam hal ini merupakan wujud
dari penjabaran sifat fathanah Rasulullah.
Abdul Majid dan Dian Andayani dalam
bukunya menegaskan bahwa sikap fathanah tidak
hanya cerdas, melainkan juga memiliki
kebijaksanaanatau kearifan dalam berpikir dan
bertindak.45 Orang yang memiliki sifat fathanah ini

44
Handani Hamid, Beni Ahmad Saebani, Pendidikan
KaraktervPerspektif Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2013), 167.
45
Abdul Majid dan Dian Andayani., Pendidikan Karakter
Persfektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), 31.

69
memiliki kemampuan untuk memahami hakikat
dibalik setiap peristiwa yang terjadi dan dapat
menyimpulkannya sebagi suatu pelajaran dan
pengalaman yang berharga yang mampu
menambah pengetahuannya.
Seperti yang diungkapkan oleh Anica
dalam skripsinya yang dikutip dari ungkapan
Furqon Hidayatullah dari karakteristik jiwa
fathanah yang ditulis oleh Toto Tasmara dalam
bukunya menunjukkan beberapa karakteristik
diantaranya adalah; arif dan bijak, integritas
tinggi, kesadaran untuk belajar, sikap proaktif,
orientasi kepada Tuhan, terpercaya dan ternama,
menjadi yang terbaik, kematangan emosi, empati
dan terharu, keseimbangan, jiwa penyampaian
misi, serta jiwa berkompetisi46. Dari uarian
karakteristik jiwa fathanah tersebut yang dapat
diambil kesimpulan bahwa nilai pendidikan
karakter fathanah ini merupakan nilai yang mampu
membawa seorang pelajar untuk mencapai cita-
citanya dengan semangatnya dalam belajar,
terampil dalam mengerjakan sesuatu dengan
dibekali hikmah kebijakan, serta mampu
berkompetisi untuk mewujudkan apa yang
diinginkan sesuai dengan jalan yang benar.
Sifat Rasulullah yang fathanah ini melalui
ungkapan Toto Tasmara juga sesuai dengan butir-
butir aspek nilai pendidikan karakter diantaranya
adalah religius, toleransi, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, serta
gemar membaca. Aspek-aspek tersebut sesuai
dengan sifat fathonah dikarenakan kecerdasan
yang dimaksud disini bukanlah sekedar kecerdasan
dalam tatanan knowledge (pengetahuan) saja,
melainkan esensi dari kecerdasan itu sendiri adalah
bagaimana seseorang tersebut mampu

46
Anica, “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Surah Al-
Ahzab Ayat 21 Perspektif Tafsir Al-Miasbah Karya Muhammad Quraish
Shihab,” skripsi: UIN Raden Fatah Palembang, (2017): 99.

70
mengarahkan dirinya untuk senantiasa taat kepada
Tuhannya (religius), bagaimana seseorang tersebut
dapat berfikir, bersikap, serta bertindak, bahwa dia
dan orang lain disekitarnya itu memiliki hak dan
kewajiban yang sama.47 Maka makna dari sifat
fathonah itu lebih luas, tidak hanya sekedar cerdas
yang berhubungan dengan pengetahuan dalam
makna sempit.
d) Tabligh
Sifat Rasulullah selanjutnya yang harus
diteladani sebagai pendidikan karakter adalah
tabligh yang berarti menyampaikan. Dalam QS. Al
Jin ayat 28, yang berbunyi:
‫صى ُك ُّل َش ْي ٍء‬ ِ ‫ت رّّبِِم وأ‬
ْ ‫َحا َط ِبَا لَ َديْ ِه ْم َوأ‬
َ ‫َح‬
ِ
َ َ ْ َ َ‫لََي ْعلَ َم أَ ْن قَ ْد أَبْلُغُواْ ِر َسل‬
‫َع َد ًدا ۝‬
Artinya: “supaya dia mengetahui, bahwa
sesungguhnya rasul-rasul itu
telah menyampaikan risalah-
risalah Tuhannya, sedang
(sebenarnya) ilmu-Nya meliputi
apa yang ada pada mereka, dan
Dia menghitung segala sesuatu
satu persatu.”48

Berdasarkan ayat di atas memperlihatkan


bahwa Allah memerintahkan kepada para Rasul
untuk menyampaikan risalah Tuhannya kepada
umatnya. Dengan demikian, maka pesan yang
terkandung adalah penting bagi seorang pelajar
agar memiliki sifat menyampaikan, dimana ketika
kita diberikan tanggung jawab untuk
menyampaikan suatu perkara atau perintah kepada
orang lain, kita harus benar-benar menyampaikan
berita tersebut. Hal ini mengajarkan pada peserta
didik agar dapat menjadi manusia yang memiliki
47
Handani Hamid, Beni Ahmad Saebani, Pendidikan
KaraktervPerspektif Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2013), 167.
48
Al-Qur‟an Surat al-Jin ayat 28, Al-Quddus Al-Qur’an dan
Terjemah, (Kudus: CV. Mubarokatan Thoyyibah, 2014), Cet. Ke-VI, 572.

71
kemampuan menyampaikan pesan, berinteraksi
secara efektif, dan kemampuan menerapkan
pendekatan dan metodik dengan tepat.
Dalam buku pendidikan karakter
perspektif islam karangan Abdul Majid dan Dian
Andayani menyatakan bahwa “seseorang tidak
akan berkembang dan memiliki kualitas diri
apabila ia tidak berinteraksi dengan orang lain.”
Seorang individu harus senantiasa member
manfaat kepada orang lain disetiap kehadirannya
ditengah-tengah pergaulannya dengan masyarakat.
Maka dalam hal tersebut karakter sifat tabligh ini
memiliki peran yakni menyampaikan kebenaran
melalui suri teladan dan perasaan cinta yang
sangat mendalam terhadap orang lain. 49 Maka
dalam hal ini sifat Tabligh Rasulullah sesuai
dengan butir aspek pendidikan karakter
bersahabat/komunikatif, serta cinta damai.
Nilai-nilai pendidikan karakter yang
terkandung dalam Q.S. al-Ahzab ayat 21, yang
meliputi sifat shidiq, amanah, fathanah, dan tabligh
telah sesuai dengan butur-butir nilai karakter yang
telah dikembangkan dan diuji oleh para ahli untuk
kemudian diaplikasikan dalam penanaman pendidikan
karakter siswa agar siswa menjadi manusia yang
bermoral, beretika, berakhlak karimah. Hal tersebut
selaras dengan penjelasan Abdul Majid dan Dian
Andayani dalam bukunya pendidikan karakter
perspektif islam yang di dalamnya juga membahas
mengenai sifat Rasulullah sebagai pendidikan
karakter. selain itu, untuk mewujudkan tujuan dari
pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan
hendaknya dapat mengembangkan potensi peserta
didik agar dapat menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, sehat, dan

49
Abdul Majid dan Dian Andayani., Pendidikan Karakter
Persfektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), 36.

72
mampu menjadi warga Negara yang baik 50, maka akan
sangat relevan jika nilai-nilai pendidikan karekter dari
sifat Rasulullah ini untuk kemudian dijadikan acuan
dalam hal mendidik anak agar memiliki karakter yang
baik sesuai dengan sifat Rasulullah SAW., yang
merupakan teladan bagi umat manusia.
2. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
dalam Surat Al-Ahzab Ayat 21 Ke Dalam
Kehidupan Sehari-Hari
Implementasi merupakan suatu aktivitas
yang telah direncanakan untuk kemudian dilaksanakan
dengan penuh kesungguhan dan keseriusan, serta
mengacu pada norma yang ada.51 Implementasi disini
merupakan penerapan dari suatu konsep atau
kebijakan, dan atau nilai norma yang berlaku.52
Sebagaimana tujuan dalam pendidikan nasional yang
menunjukkan bahwa pendidikan hendaknya dapat
mengembangkan potensi peserta didik agar dapat
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, sehat, dan mampu menjadi
warga Negara yang baik, serta selaras dengan visi dari
IAIN Kudus yaitu unggul dalam menyiapkan dan
mengembangkan pendidikan dan tenaga kependidikan
berbasis islam terapan yang humanis, aplikatif, dan
produktif, yang tujuannya adalah memperoleh lulusan
yang mampu mengimplementasikan/
mengaplikasikan/ menerapkan ilmu yang telah
diperoleh ke dalam kehidupan bermasyarakat.
Sebagai wujud dari tujuan pendidikan
nasional serta visi dari IAIN Kudus, maka dapat
diuraikan kedalam metode serta contoh

50
Syafril, dkk., Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Depok:
Kencana, 2017), 126.
51
Abdul Majid dan Dian Andayani., Pendidikan Karakter
Persfektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), 186.
52
Muslim A. Kadir, Ilmu Islam Terapan, (Kudus: STAIN
Kudus, 2003), 3-4.

73
pengimplementasian nilai-nilai pendidikan karakter
yang terdapat dalam surat al-Ahzab ayat 21.
a) Menanamkan kejujuran
Berkata benar merupakan suatu kekuatan yang
dapat memberikan nilai positif kepada orang
lain, maka ajarkanlah anak/ peserta didik agar
senantiasa berkata benar, serta berikan
penguatan terhadap perilaku tersebut.53
Contoh pengimplementasian dalam sifat
shidiq: Setiap pagi sebelum masuk kelas,
berikan anak-anak pertanyaan mengenai
mutabaah hariannya terutama tentang sholat
lima waktu, rata rata reaksi anak kecil pasti
merasa takut akan dimarahi atau dihukum
gurunya jika tidak mengerjakan sholat, dan
anak tersebut akan berbohong dengan
gurunya. Namun, seorang guru harus bisa
mendekatkan diri kepada peserta didik agar
peserta didik menjadi lebih dekat dengan
gurunya dan dia akan bercerita sesuai dengan
apa yang dia lakuakan kalau dia tadi tidak
sholat subuh. Disini pendidikan karakter anak
kita tumbuhkan dengan cara memberikan
nasehat, bahwasanya orang yang berbohong
walaupun sedikit itu pasti akan mendapatkan
balasannya seperti yang dijelaskan dalam
surah az zal zalah ayat 7 -8 yang menjelaskan
bahwa sedikit apapun kesalahan yang kita
lakukan akan mendapat balasannya.
b) Mengembangkan Potensi atau Bakat
Berkenaan dengan pengembangan bakat, maka
seperti yang dikemukakan oleh Any
Reprutawati bahwa, bakat dapat muncul secara
alami maupun dengan bantuan pemberian

53
Abdul Majid dan Dian Andayani., Pendidikan Karakter
Persfektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), 186.

74
stimulus, jika seorang anak mendapatkan
kesempatan untuk menemukan bakatnya.54
Contoh pengimplementasian dalam sifat
fathanah: Dalam dunia pendidikan, seorang
guru berkewajiban mencetak murid yang tidak
hanya berbudi luhur saja melainkan
menjadikan seorang murid menjadi pandai
atau cerdas serta berpotensi. Disini posisi guru
dilingkungan sekolah memiliki pengaruh yang
sangat penting, melalui pengamatan seorang
guru dalam memberikan pengertian atau nilai
positif di setiap pembelajaran, maka
kecerdasan atau potensi anak bisa di lihat dari
sikap dan cara mengambil sebuah keputusan.
Dari sini guru harus dapat memberikan
rangsangan dengan memberikan tugas kepada
peserta didik untuk membuat kerjasama tim
dalam sebuah pembelajaran untuk
menyelesaikan sebuah masalah. Dari hal
tersebut seorang guru dapat mengamati serta
memahami tingkat kepandaian maupun
potensi yang dimiliki oleh muridnya melalui
proses pemecahan masalah yang mereka
lakukan. Sehingga guru dapat lebih fokus
dalam membantu peserta didik dalam
mengembangkan potensi mereka.
c) Memanfaatkan Peristiwa tertentu
Sebagai seorang pendidik yang berkompetensi,
maka guru harus memiliki keahlian dalam
memanfaatkan peristiwa, 55 sehingga dari
pemanfaatan peristiwa tersebut, guru dapat
menyelipkan nilai-nilai pendidikan karakter
serta unsur-unsur keimanan.
Contoh pengimplementasian dalam sifat
amanah dan tabligh:

54
Abdul Majid dan Dian Andayani., Pendidikan Karakter
Persfektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), 187.
55
Abdul Majid dan Dian Andayani., Pendidikan Karakter
Persfektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), 196.

75
1) sifat amanah: Sebagai contoh
penggunaan metode pemanfaatan
peristiwa tertentu dalam pengaplikasian
sifat amanah dalam dunia pendidikan
adalah peserta didik di berikan tugas
membantu mengawasi kelas saat
bapak/ibu guru sedang bertugas di luar
kelas, maka guru memanfaatkan peristiwa
tersebut untuk menanamkan nilai amanah,
dengan cara guru memberikan amanah
kepada ketua kelas untuk membantu
mengawasi kelas selama bapak/ibu guru
sedang bertugas diluar kelas.
2) Sifat tabligh: Sebagai contoh penggunaan
metode pemanfaatan peristiwa tertentu
dalam pengaplikasian sifat tabligh dalam
dunia pendidikan adalah ketua kelas diberi
tugas untuk menyampaikan pesan kepada
peserta didik lain bahwa ada tugas dari
bapak/ibu guru untuk dikerjakan satu kelas
sementara guru tidak dapat hadir di kelas
dikarenakan guru ada rapat. Secara tidak
langsung seorang guru tersebut telah
menanamkan pendidikan karakter rasa
tanggung jawab untuk menyampaikan
pesan yang diberikan guru terhadap teman
sekelasnya.
3. Kontribusi Konsep Nilai-Nilai Pendidikan
Karakter dalam Tafsir al-Misbah, Surat al-Ahzab
Ayat 21 Terhadap Pengembangan Pendidikan
Islam
Pendidikan agama islam merupakan
alternatif yang digunakan oleh sekolah-sekolah
sebagai sarana untuk menanamkan pendidikan
karakter kepada siswa. Pendidikan agama islam
digunkan sebagai sarana untuk mentransfer
pengetahuan dalam aspek keagamaan (aspek kognitif),
sebagai sarana transformasi nilai moral dan norma
untuk membentuk sikap (aspek afektif), yang
selanjutnya memiliki peran untuk mengendalikan

76
perilaku (aspek psikomotorik). Sehingga mewujudkan
kepribadian manusia yang seutuhnya.
Pendidikan agama islam yang sebenarnya
adalah salah satu materi yang memiliki tujuan untuk
meningkatkan akhlak mulia serta nilai-nilai spiritual
dalam diri peserta didik. Pada dasarnya prinsip dari
pendidikan agama islam adalah menanamkan nilai-
nialai spriritualitas terhadap diri peserta didik agar
memiliki akhlak yang mulia, memiliki etika atau
sopan snatun, serta berbudaya sebagaimana tertuang
dalam tujuan pendidikan nasional.
Adapun kontribusi nilai-nilai pendidikan
karakter dalam surat al-Ahzab ayat 21 yang tertuang
dalam tafsir al-Misbah karya Muhammad Quraish
Shihab yang meliputi ke empat sifat Rasulullah
SAW., yaitu shidiq, amanah, fathanah, dan tabligh
terhadap pengembangan pendidikan agama islam yang
dapat dirangkum oleh peneliti antara lain sebagai
berikut:
a) Kontribusi Bagi Pendidik
Seorang guru memiliki pengaruh yang
sangat penting dalam kaitannya
mengembangkan pendidikan agar tujuan
dalam pembelajaran itu dapat tercapai dengan
maksimal. Oleh sebab itu seorang guru
diharuskan untuk selalu memperbaharui
pengetahuannya sesuai dengan perkembangan
zaman yang seiring berjalannya waktu terus
berubah-ubah. Agar tujuan dari proses
pendidikan itu dapat tercapai sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional dan sesuai dengan
tuntutan perkembangan zaman, maka yang
harus diperbaiki dari seorang pendidik adalah
kualitas serta kualifikasi seorang pendidik.
Sesuai dengan Undang-undang Republik
Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, yang menyatakan bahwa seorang guru
atau pendidik harus memiliki atau memenuhi
empat setandar kompetensi, yakni meliputi
pertama; kompetensi pedagogik, yaitu

77
kemampuan dalam mengolah pelajaran untuk
disampaikan pada peserta didik, ke dua;
kompetensi kepribadian, yaitu kompetensi
dalam hal kepribadian yang mantap, memiliki
akhlak yang mulia, bijaksana, berwibawa,
serta menjadi teladan, ke tiga; kompetensi
sosial, yaitu mampu berinteraksi secara efisien
dengan peserta didik dan masyarakat sekitar,
dan yang ke empat adalah kompetensi
professional, yaitu kemampuan penguasaan
pelajaran secara luas dan mendalam.
Jika diamati lebih jauh, maka ke empat
standar kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang guru tersebut telah tertanam dalam
diri Rasulullah SAW., seperti yang tertuang
dalam kandungan surat al-Ahzab ayat 21 yang
meliputi sifat Rasulullah yaitu shidiq, amanah,
fathanah dan tabligh. Karena pada dasarnya
Rasulullah SAW adalah pendidik pertama bagi
umat manusia yang sepatutnya dijadikan
sebagai contoh dan di aplikasikan perilakunya
dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana
dijelaskan dalam kandungan surat al-Ahzab
ayat 21 tersebut maka kontribusinya bagi
seorang pendidik adalah dapat dijadikan
sebagai acuan untuk memperbaiki diri
memperbaiki kualitas serta kualifikasinya
sebagai pendidik yang berkompeten.
Kemudian keluaran dari kompetensi guru
tersebut akan memberikan kontribusi bagi
seorang peserta didik dengan pemahaman
yang mengntarkan pada pengaplikasian materi
dalam kehidupan. Maka jika ditarik benang
merah antara peraturan undang-undang tentang
kompetensi guru dan dan sifat wajib yang
dimiliki Rasulullah maka dapat disimpulkan
bahwa:
1) Sifat shidiq Rasulullah yang berarti
benar ini menjadi dasar bagi seorang
pendidik dalam menjalankan aktifitas.

78
Sikap seorang pendidik dalam
berperilaku serta berucap harus benar
adanya sesuai dengan kenyataan. Sifat
shidiq ini sama halnya dengan
kompetensi kepribadian, dimana
dalam menjalankan profesinya,
sebagai seorang pendidik harus
memiliki kepribadian yang
benar/jujur. Guru dengan kompetensi
kepribadian baik inilah yang akan
berpengaruh terhadap perilaku peserta
didik. Dalam berinteraksi dengan
siswa alangkah baiknya seorang guru
dapat memberikan contoh atau sudah
melakuka suatu perintah yang akan di
ajarkan atau diperintahkan kepada
peserta didik, hal tersebut dengan
tujuan guru sebagai teladan bagi
muridnya, dengan demikian maka
seorang guru tidak hanya bisa
memerintah namun seorang guru juga
bisa melaksanakan, sehingga output
nya disini guru dikatakan sebagai
uswatun khasanah atau teladan bagi
muridnya, dan pada akhirnya seorang
murid dapat mencontoh dan
mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan
dalam kehidupan sehari-hari.
2) Selanjutnya adalah sifat amanah
Rasulullah SAW., yang berarti dapat
dipercaya. Sifat amanh ini selaras
dengan kompetensi sosial, dimana
seorang guru dituntut untuk memiliki
kompetensi terampil dalam
berkomunikasi, berinteraksi, bekerja
sama, bergaul dan simpatik. Sifat
dapat dipercaya inilah yang
mendorong kompetensi sosial guru
menjadi mudah serta efisien ketika
diterapkan, karena dengan

79
kepercayaan tersebut seorang pendidik
dapat dengan mudah untuk
membangun komunikasi baik dengan
murid maupun wali murid. Dengan
terbangunnya kepercayaan terhadap
murid inilah yang akan
mengmbangkan peserta didik untuk
lebih giat dalam belajar serta aktif
dalam proses pembelajaran.
3) Sifat Rasulullah berikutnya adalah
fathanah yaitu cerdas. Sifat fathanah
ini selaras dengan kompetensi
pedagogik yang harus dimiliki seorang
pendidik, yaitu dimana seorang guru
harus mampu mengelola pelajaran
yang akan disampaikan kepada peserta
didik. Kecerdasan yang dimiliki
seorang pendidik dalam
pengaplikasian kurikulum disertai
dengan kecermatan dalam pemilihan
metode pembelajaran akan
mempermudah siswa untuk dapat
memahami apa yang disampaikan oleh
guru. Sehingga tujuan dari
pembelajaran dapat diaplikasikan oleh
siswa dalam kegiatan belajar maupun
kegiatan seehari-hari.
4) Dan yang terakhir adalah sifat tabligh,
yang artinya menyampaikan. Sifat
tabligh ini serasi dengan kompetensi
professional, dimana seorang guru
ketika menyampaikan sebuah materi
harus menggunakan metode yang
tepat. Hal ini sama dengan ketika
Rasulullah SAW., harus menggunakan
metode yang berbeda dalam
penyampaian wahyu dan perintah
Allah SWT. Dengan penguasaan
metode penyampaian yang dimiliki
seorang pendidik tersebut, maka akan

80
mempermudah siswa dalam proses
pemahaman materi yang disampaikan
oleh seorang pendidik.
b) Kontribusi Terhadap Peserta Didik
Sebagai bentuk kontribusi nilai pendidikan
karakter yang terdapat dalam surat al-Ahzab
ayat 21 terhadap pengembangan pendidikan
agama islam selanjutnya adalah kontribusinya
pada peserta didik. Dari keempat kompetensi
yang dimiliki oleh seorang pendidik tersebut,
maka seorang pendidik akan memiliki
kualifikasi-kualifikasi yang mampu
mengembangkan serta menanamkan sifat
Rasulullah dalam pendidikan karakter anak.
Karena sejatinya Rasulullah adalah teladan
yang baik bagi umatnya, pennaman sifat
Rasulullah sebagai pendidikan karakter ini
bertujuan agar peserta didik dapat dan mampu
menjadi insan yang mulia, berkarakter, serta
berakhlak karimah.
Dengan demikian kompetensi yang
dimiliki oleh guru yang sesuai dengan sifat-
sifat Rasulullah tersebut mampu
mengembangkan siswa menjadi pribadi yang
jujur, dapat dipercaya, cerdas, serta memiliki
kemampuan dalam menyampaian materi
pelajaran yang telah diperolehnya dengan baik
sesuai dengan yang diharapkan (komunikatif).

81

Anda mungkin juga menyukai