Ushul Fiqh HK (Kel 7) - (Revisi)

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 18

HUKUM KELUARGA DALAM PANDANGAN ISTISHAN

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Ushul Fiqh Hukum Keluarga


Dosen Pembimbing Prof. Dr. MOH. DAHLAN, M.Ag

Disusun Oleh :
Miskul Adzfar 222102010035
Mochammad Farhan Ammar 222102010037
Mazda Dinuriyah 222102010034

PROGRAM STUDI : HUKUM KELUARGA 03


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
FAKULTAS SYARI’AH
MARET 2024
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, yang
telah memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya berupa rezeki yang masih bisa kita
nikmati dan rasakan pada diri kita hingga saat ini.
Setelah melalui beberapa riset mengenai sumber-sumber refrensi yang akan
kami ambil untuk dijadikan sebagai sumber dari pada makalah ini, yang insyaAllah
akan membahas terkait “Hukum Keluarga Dalam Pandangan Istishan”. Dan
kami akan sangat bahagia sekiranya para pembaca dapat mengambil manfaat dari
makalah yang telah kami buat. Oleh karena itu, makalah Ushul Fiqh Hukum
Keluarga ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi kami
sendiri yang merangkumnya dari beberapa sumber refrensi yang kami dapatkan.
Hukum berperan penting di lingkungan masyarakat, dimana ada masyarakat
maka disitu pulalah terdapat hukum. Masyarakat sangat rekat dengan hukum dan
tidak akan pernah terpisahkan, terlebih lagi hukum sifatnya adalah dinamis yang
akan berubah dan berkembang menyesuaikan dengan waktu, dan tempatnya.
Kajian terkait pengetahuan agama islam pada dasarnya membahas dua hal,
yant pertama apa yang harus diyakini oleh umat islam dala kehidupannya itulah
yang disebut dengan iman dan yang kedua tentang apa yang akan diamalkan dalam
kehidupannya, itulah yang disebut dengan ilmu syariah. Lalu bagaimana cara dan
usaha dalak menghasilkan materi yang akan diamalkan setiap hari sebagai seorang
pemeluk agana islam. Maka dari itu lahirlah teori ushul fiwh yang menjadi landasan
teori dalam ilmu fiqh yang tidak dapat terpisahkan dari ilmu agama islam, oleh
karena itu perlunya kita memepelajari Ushul Fiqh agar dapat memahamai
keberlakuan hukum di tengah-tengah suatu masyarakat pada daerah tertentu.
Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua, aammiinnn...

Jember, 11 Maret 2024

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BABI PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 3
C. Tujuan pembahasan................................................................................................ 3
D. Metode penelitian .................................................................................................. 3
E. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 5
BABII PEMBAHASAN ........................................................................................ 6
A. Pendapat Ulama’ Menjadikan Istishan ................................................................... 6
B. Menjadikan Istishan Sebagai Hujjah ....................................................................... 7
C. Implementasi Istishan Dalam Hukum Keluarga Islam........................................... 10
BABIII PENUTUP .............................................................................................. 13
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14

ii
BABI
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istishan secara bahasa berarti menganggap baik sesuatu, atau


mengira sesuatu itu adalah hal yang baik. Arti lain dari istishan adalah
mengikuti sesuatu yang baik ataupun mencari yang lebih baik untuk
digunakan sebagai pedoman dalam mengerjakan suatu amalan. Dari
pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sering terjadi bahwa
akan dihadapkan beberapa pilihan yang sama-sama baik, namun ada hal
yang mengharuskannya memilih salah satu diantaranya dan meninggalkan
pilihan yang lain, karena dianggap lebih baik untuk diamalkan.1
Para ulama fiqh berbeda pendapat mengenai keabsahan istishan
sebagai landasan dalil pokok dalam pengambilan hukum. Diantara ulama
yang paling membela dan mengamalkan istishan adalah ulama madzhab
Hanafi. Hanya saja madzhab Syfai’i memilki pandangan yang berbeda
dalam memposisikan istishan sebagai dalil pokok dalam pengambilan
hukum.
Ushul Fiqh adalah salah satu ilmu yang sangat penting dalam
mempelajari ilmu agama islam terutama terutama bagi para mujtahid,
namun dengan mempelajari ushul fiqh belum bisam menjadi jaminan bahwa
suatu yang telah dipelajari dan diteliti oleh pada mujtahid menjadi suatu
keputusan hukum yang haq, akan tetapi juga terdapat perbedaan pandangan
terhadap hasil ijtihad yang telah dilakukan oleh para mujtahid yang lain.
Maka dari itu kami akan mengambil contoh dan menjadi suatu problem
yang berkaitan dengan hukum keluarga. Yang mana hukumnya dianggap
istishan pada madzhab Syafi’i, karena pada madzhab ini agak berbeda dari
ulama madhzab yang lainnya.

1
Heri Mahfudhi Dan M. Kholis Arrosid, “Teori Adat Dalam Qowaid Fiqhiyah Dan Penerapanya
Dalam Hukum Keluarga Islam,” Familia: Jurnal Hukum Keluarga 2, No. 2 (31 Desember 2021):
59, Https://Doi.Org/10.24239/Familia.V2i2.28.

1
Selama ini yang dilakukan oleh sejumlah peneliti adalah sebagai
berikut: Pertama permasalahan yang berkaitan dengan pembahasan istihsan
1. Secara terminologi Abdul Wahab Khakaf memberikan defini bahwa
istishan adalah berpindahhnya seorang mujtahid dari ketentuan
qiyas jali kepada qiyas khafi atau ketentuam hukum kulli kepada
ketentuan hukum yang sifatnya istima’i karena adanya kesalahan
memahami dalil yang memungkinkan memenangkan perpindahan
itu.2
2. Menurut Imam al Ghazalii meyatakan bahwa istishan adalah dallil
yang tertolak, karen aistishan merupan suatu upaya seorang
mujtahid yang menduga-diga dengan akalnya, melihat kepada
situasi dan kondisi.3
3. Dalam pandangan al Sarakhsi istishan adalah suatu usaha
mendapatkan yang terbaik untuk diikuti bagi suatu masalah yang
diperhitungkan untuk dilaksanakan.4

Kedua, pada peneilitian yang fokus pada pembahasan hukum


keluarga
1. Hukum keluarga adalah seluruh ketentuan yang mengenai hubungan
hukum yang berkaitan dengan kekeluargaan, kekeluargaan adalah
ikatan keluarga yang terdapat antara beberapa orang yang memiliki
keluhuran yang sama.5

2
Achamad Lubabul Chadziq, “Istihsan Dan Implementasinya Dalam Pemetapan Hukum Islam,”
Miyah : Jurnal Studi Islam 15, No. 2 (2 Agustus 2019): 338–39,
Https://Doi.Org/10.33754/Miyah.V15i2.192.
3
Wardatun Nabilah, Arifki Budia Warman, Dan Nurul ’Aini Octavia, “Istihsan Dalam Literatur
Syafi’iyah (Telaah Istihsan Dalam Kitab Al-Mustaṣfa Al-Ghazali),” Juris (Jurnal Ilmiah Syariah)
20, No. 1 (21 Juni 2021): 78–87, Https://Doi.Org/10.31958/Juris.V20i1.3323.
4
Arif Nur’aini Dan Muttaqin Muhammad Ngizzul, “Istihsan Sebagai Metode Istimbath Hukum
Imam Hanafi Dan Relevansinya Dalam Pengembangan Ekonomi Syariah,” Tribakti: Jurnal
Pemikiran Keislaman 31, No. 1 (13 Januari 2020): 5–6,
Https://Doi.Org/10.33367/Tribakti.V31i1.957.
5
Tedy Sudrajat, “Perlindungan Hukum Terhadap Hak Anak Sebagai Hak Asasi Manusia Dalam
Perspektif Sistem Hukum Keluarga Di Indonesia,” Kanun Jurnal Ilmu Hukum 13, No. 2 (1 Agustus
2011): 111–12.

2
2. Hukum keluarga memiliki posisi penting dalam diskursus kajian
hukum islam, hal ini disebabkan oleh pemahaman yang menyatakan
bahwa hukum keluarga merupakan gerbang utama dalam memasuki
ketentuan hukum-hukun selanjutnya.6
3. Hukum keluarga merupakan suatu hukum yang membahas terkait
didalamnya hukum perkawainan, perceraian, waris, wasiat, dan
hibbah.7
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian hendak melanjutkan
pembahasan implementasi istihsan dalam hukum keluarga Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaiman pendapat ulama’ menjadikan istishan?


2. Seperti apa implemetasi istishan dalam hukum keluarga islam?

C. Tujuan pembahasan

1. Untuk menjelaskan pendapat ulama’ menjadikan istishan.


2. Untutk menjelaskan implemetasi istishan dalam hukum keluarga
Islam.

D. Metode penelitian

1. Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka (library
research) dimana penelitian yang menekankan pada penelusuran dan
penelaahan sumbersumber tertulis dan bahan bacaan lain yang ada
kaitannya dengan tema yang dibahas untuk selanjutnya dikaji dan
ditelaah secara mendalam.
2. Pendekatan Penelitian

6
Lilis Hidayati Yuli Astutik Dan Muhammad Ngizzul Muttaqin, “Positifikasi Hukum Keluarga Di
Dunia Muslim Melalui Pembaharuan Hukum Keluarga: Hukum Keluarga Islam,” Islamika : Jurnal
Ilmu-Ilmu Keislaman 20, No. 01 (30 Juli 2020): 55–57,
Https://Doi.Org/10.32939/Islamika.V20i01.562.
7
Bani Syarif Maula, “Kajian Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah Dengan Pendekatan Maqasid Al-Syari’ah,”
Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam 8, No. 2 (12 Desember 2014): 5–11,
Https://Doi.Org/10.24090/Mnh.V8i2.410.

3
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan historis
konseptual (Conseptual Approach) yang berdasarkan dari pandangan-
pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam hukum.

3. Teknik Pengumpulan Data


Metode yang digunakan dalam teknik pengumpulan data pada
penelitian ini adalah pengumpulan pustaka. Teknik pengumpulan data
lewat pustaka yaitu menelusuri sumber data dari berbagai kitab dan
karya ilmiah lainnya.

4. Analisis Data
Analisis data merupakan satu cara yang dipakai untuk menganalisis,
mempelajari serta mengelola data tertentu sehingga dapat diambil suatu
kesimpulan yang konkrit tentang persoalan yang diteliti. Dalam
menganalisis data, penyusun menggunakan cara deduksi yaitu analisis
yang berkaitan dari norma yang bersifat umum, kemudian ditarik
menjadi kesimpulan yang bersifat khusus. Terlebih dahulu dilakukan
pengkajian atas data yang telah dikumpulkan, baik secara definitif
maupun prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan
teori-teori yang ada, penyusun berusaha menganalisis dan merumuskan
secara spesifik.
Data Model analisis berfokus pada data atau informasi terkait
metode istishan khususnya pada dinamika seputas hukum keluarga dan
seperti apa contoh implemetasi metode istishan dalam penerapannya
pada hukum keluarga. Adapun alur penelitian dalam tulisan ini yakni
dengan menampilkan terlebih dahulu pengertian istishan, kemudian
apakah istishan dijadikan sebagai hujjah, dan yang terakhir seperti apa
implemetasi istishan pada konsep hukum keluarga islam.

4
E. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan materi pada makalah yang telah kami rangkum


dari beberapa sumber terkait dengan judul, yang insyaAllah akan
memberikan manfaat dengan bertambahnya ilmu pengetahuan kita dan
meluasnya wawasan dalam mengetahui suatu hal baru yang sebelumnya
belum pernah sama sekali kita ketahui, dan jangan lupa untuk selalu
bersyukur setiap waktu dalam bentuk rasa syukur yang telah Allah berikan
kepada kita berupa nikmat yang tidak kita rasakan. dan ternyata kita sangat
membutuhkan semua nikmat-nikmat tersebut

5
BABII
PEMBAHASAN

A. Pendapat Ulama’ Menjadikan Istishan

Istishan secara bahasa adalah menganggap ataupun meyakini


sesuatu tersebut adalah baik. Imam al Sarakhsi menejelaskan bahwa makna
istishan adalah “mencari yang terbaik, untuk mengikuti sesuatu yang
8
diperintahkan. Dalam prakteknya istishan juga dilakukan dengan
peninjauan dari segi dalil yang ditinggalkan dan dalil yang dijadikan sebagai
gantinya, hal tersebut terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Memperkuat qiyas khafi atas qiyas jali dengan dalil.
Seperti pendapat ulama hanafiyah yang mengatakan bahwa wanita
yang sedang haid boleh membaca al Qur’an berdasarkan istishan,
akan tetapi haram menurut qiyas. Karena:
a. Berdasarkan istishan
Haid berbeda dengan junub, karena haid memiliki masa yang
lama. Oleh karena itu, seorang wanita yang sedang haid
diperbolehkan membaca al Qur’an, kecuali mnyentuhnya. Sebab
bila tidak, maka haidnya seorang perempuan yang panjang
tersebut, akan mengahalnginya untuk mendapatkan pahala
ibadaha apapun, sedangkan seorang laki-laki dapat melakukan
ibadah setiap saat.
b. Berdasarkan Qiyas
Seorang wanita yang sedang melakukan masa haid, apabila
diqiyaskan kepada orang yang sedang junub, dengan illat “sama-
sama tidak suci”. Yang mana orang junub haram baginya
mermbaca al Qur’an, maka begitu pula dengan orang yang haid
diharamkan baginya membaca al Qur’an.

8
Eka Sakti Habibullah, “Pandangan Imam Abu Hanifah Dan Imam Syafi’i Tentang Al-Istihsan,”
Al-Mashlahah Jurnal Hukum Islam Dan Pranata Sosial 4, No. 07 (2016): 4–9,
Https://Doi.Org/10.30868/Am.V4i07.156.

6
2. Pengecualian sebagai hukum kulli 9 dengan dalil, seperti transaksi
online, karena:
a. Berdasarkan istishan
Diperbolehkannya transaksi yang sifatnya masih belum
diketahui detailnya, karena alasan transasksi seperti itu saat ini
menjadi suatu kebutuhan yang sering dilakukan oelh masyarakat
dan sudah menjadi suatu yang umum dan menjadi ‘Urf
(kebiasaan).10
b. Berdasarkan dalil Kulli
Syari’at melarang transaksi yang memiliki unsur ketidak
jelasan dari segi apapun, ataupun tidak ada pada waktu akad
sedang dilakukan. Yang menjadikan tidak terlihat oleh kedua
belah pihak seperti apa suatu objek yang sedang dijadikan suatu
transaksi terebut, karena termasuk gharar.11

B. Menjadikan Istishan Sebagai Hujjah

Menggunakan Istishan sebagai dalil dalam menetapkan hukum


merupakan suatu yang masih menjadi ikhtilaf ulama’, dalam meyikapi ini
terdapat dua pendapat, yaitu:
1. Pendapat yang menerima istishan sebagai dalil penetapan suatu
hukum.
Pendapat ini diikuti oelh jumhhur ualam’ yang yermasuk
diantaranya adalah Ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah.
Dan mereka memperkuat pendapat mereka dengan berlandasakan
beberapa dalil yaitu:
a. Firman Allah Subhanahu Wata’ala:

9
Yati Nurhayati, “Posisi Agama Dalam Ranah Politik Di Indonesia,” Al-Adl : Jurnal Hukum 5, No.
9 (1 Januari 2013), Https://Doi.Org/10.31602/Al-Adl.V5i9.186.
10
Darliana Darliana Dkk., “Pembaharuan Hukum Islam Di Indonesia (Pendekatan Metode
Istihsan),” Jurnal Al-Ahkam: Jurnal Hukum Pidana Islam 4, No. 1 (30 Maret 2022): 4–11,
Https://Doi.Org/10.47435/Al-Ahkam.V4i1.851.
11
Achamad Lubabul Chadziq, “Istihsan Dan Implementasinya Dalam Pemetapan Hukum Islam,”
Miyah : Jurnal Studi Islam 15, No. 2 (2 Agustus 2019): 338–39,
Https://Doi.Org/10.33754/Miyah.V15i2.192.

7
َ ْ‫ِّى الَّذِّينَ يَ ْست َِّمعُونَ ْالقَو َل فَيَتَّبِّعُونَ أَح‬
ُ‫سنَه‬ َ ‫فَبَش ِّْر ِّعبَاد‬
Artinya:
“Berilah kabar gembira kepada hemba-hambaku yang
mendengarkan perkataan, lalu mengikuti apa yang paling baik
diantaranya..”(QS.az Zumar:18).12
b. Firman Allah Subhanahu Wata’ala:
‫ي ُِّر ْيد ُ ِّب ُك ُم ْاليُس َْر َو ََلي ُِّر ْيد ُ ِّب ُك ُم ْالعُس َْر‬
Artinya:
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu...”(QS. al Baqarah:185)13
c. Hadits Nabi Shallallhu Alaihi Wasallam:
َ‫سنًا فَ ُه َو ِّع ْندَ هللاِّ ُحسْن‬ َ ‫مآ َرآهُ ْال ُم ْس ِّل ُمونَ َح‬
Artinya:
“Sesuatu yang dipandang baik oleh umat islam, maka ia
dihadapan Allah juga baik"(HR. Ahman ibn Hambal).

Berdasarkan penelitian terhadap berbagai kasus, ternyata


pengimplentasian metode hukum qiyas terkadang bisa menghilangkan
kemashlahatan yang dibutuhkan manusia. Karena suatu maslahat adalah
suatu peristiwa khusus yang memberikan kesempatan seorang mujtahid
untuk memalingkan suatu kasus yang pada awalnya berdasarkan qiyas
ataupun kulli, kepada ketentuan hukum yang lain agar dapat meminimalisir
maslahat dan mencegah kerusakan.
Dengan demikian metode hukum istishan adalah salah satu metode
istinbath(menyimpulkan) suatu hukum yang diakui, dan diambil secara
induktif dari sejumlah dalil secara keselurahan mendorong metode huku
istishan tersebut. Maka dari itu orang yang menggunakan metode hukum
istishan bukan berarti semata-mata menggunakan perasaanya dan
keinginannya saja, akan tetapi berdasarkan tujuan Maqhasid Syari’ah.
Tegasnya istishan selalu melihat dampak sesuatu ketentuan hukum, agar
jangan sampai membawa dampak yang dapat merugikan. Akan tetapi harus

12
“Surat Az-Zumar Ayat 18: Arab, Latin, Terjemah Dan Tafsir Lengkap | Quran Nu Online,”
Diakses 1 Maret 2024, Https://Quran.Nu.Or.Id/Az-Zumar/18.
13
“Surat Al-Baqarah Ayat 185: Arab, Latin, Terjemah Dan Tafsir Lengkap | Quran Nu Online,”
Diakses 1 Maret 2024, Https://Quran.Nu.Or.Id/Al-Baqarah/185.

8
menghindari mudharat yang akan ditimbulkan, namu sekali ditegaskan
bahawa istishan bukanlah suatu metode hukum yang hanya berdasarkan
ra’yu semata, melainkan berpindahnya suatu ketentuan hukum dari satu
dalil ke dalil yang lebih kuat kandungannya.

2. Pendapat yang menolak istishan sebagai dalil hukum


Pendapat ini dianut oleh ulama Syai’i dan Zhahiriyiah, para
pendukung pendapat ini melandasarkan pendapatnya dengan dalil-
dalil berikut:
a. Firman Allah Subhanahu Wata’ala:

‫سو َل َو أ ُ ْو ِّلى ْاْل َ ْم ِّر ِّم ْن ُك ْم فَإ ِّ ْن تَنَازَ ْعت ُ ْم فِّ ْي‬ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّ ِّذيْنَ آ َمنُوا أ َ ِّط ْيعُوا هللاَ َوأ َ ِّط ْيعُوا‬
ُ ‫الر‬

ِّ ‫س ْو ِّل إِّ ْن ُك ْنت ُ ْم تُؤْ ِّمنُونَ ِّباهللِّ َو ْاليَ ْو ِّم‬


‫اآلخ ِّر‬ َّ ‫ش ْيءٍ فَ َردُّوهُ ِّإلَى هللاِّ َو‬
ُ ‫الر‬ َ

Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taailah
Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu
berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (al Qur’an) dan Rasul (Sunnah-Nya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian (QS, an
Nisa’:59)14
b. Tidak boleh membuat sebuah hukum kecuali dengan nash atau
dengan yang diqiyashkan dengan nash, karena hal tersebut
berarti membuat hukum syara’ dengan keingin hawa nafsu,
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
‫َوأ َ ِّن احْ ُك ْم بِّ ْينَ ُه ْم ِّب َما أ َ ْنزَ َل هللاُ َو ََلتَتَبِّ ْع أَ ْه َوائ َ ُهم‬
Artinya:

14
“Surat An-Nisa’ Ayat 59: Arab, Latin, Terjemah Dan Tafsir Lengkap | Quran Nu Online,” Diakses
1 Maret 2024, Https://Quran.Nu.Or.Id/An-Nisa'/59.

9
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka
menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka...(QS. al Maidah:49).15
c. Sesungguhnya Nabi Muhhammad Shallaallahu Alaihi
Wasallam, tidak pernah berfatwa dengan menggunakan istishan,
aka tetapi belia menunggu hingga wahyu turun, walaupun
sekiranya dia beristishan itu adalah benar, karena beliau
berbicara bukan karena kehendak hawa nafsu.
d. Istishan itu dasarnya adalah akal, akal itu ada yang pintar dan
ada juga yang bodoh. Kalau sekiranya seseorang boleh
beristishan, berarti setiap orang boleh menetapkan hukum
syara’ yang baru untuk dirinya sendiri.
Sedangkan hukum yang ditetapkan berdasarkan apa yang dianggap
baik oleh mujtahid adalah hukm buatan manusia dan bukan hukum syar’i.
Demikian dua pendapat para ulama dalam menyikapi kehujjahan
menggunakan istishan dalam fiqh islam, yang dikuat dengan dalil-dalil dan
argumentasi mereka masing-masing.16

C. Implementasi Istishan Dalam Hukum Keluarga Islam

Terdapat beberapa contoh kasus yang dapat dijadikan sebagai


pembelajaran dan berkaitan dengan hukum keluarga yang berkaitan dengan
istishan, diantaranya:
1. Istihsan Bi Al-Ijma'
Karena terdapat kesepakatan umum sehingga Qiyas
ditinggalkan. 17
Contoh: dalam waris yaitu ketika seseorang
meninggal dan meninggalkan warisan kepada anak-anaknya.

15
“Surat Al-Ma’idah Ayat 49: Arab, Latin, Terjemah Dan Tafsir Lengkap | Quran Nu Online,”
Diakses 1 Maret 2024, Https://Quran.Nu.Or.Id/Al-Ma'idah/49.
16
Chadziq, “Istihsan Dan Implementasinya Dalam Pemetapan Hukum Islam,” 340–44.
17
Darliana Darliana Dkk., “Pembaharuan Hukum Islam Di Indonesia (Pendekatan Metode
Istihsan),” Jurnal Al-Ahkam: Jurnal Hukum Pidana Islam 4, No. 1 (30 Maret 2022): 1–14,
Https://Doi.Org/10.47435/Al-Ahkam.V4i1.851.

10
Jika tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa salah satu dari
anak-anak tersebut telah meninggal sebelum waris
dibagikan, maka secara hukum mereka dianggap masih
hidup dan berhak atas bagian warisan mereka.
2. Istihsan Bi An-Nas
Istihsan yang didasarkan atas ayat maupun hadits.
Maksudnya ialah, terdapat ayat maupun hadits yang
menjelaskan tentang hukum atas persoalan yang berbeda
dengan aturan umum.
Contoh: dalam persoalan waqaf adalah ketika seseorang
menetapkan tanahnya untuk digunakan sebagai masjid. Jika
tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa tujuan awal waqaf
tersebut telah berubah atau tidak berlaku lagi, maka tanah
tersebut akan tetap dianggap sebagai waqaf dan harus
digunakan sesuai dengan keinginan awal pemiliknya.
3. Istihsan Bi Al-‘Urf
Sesuatu yang didasarkan atas adat kebiasaan yang
berlakau secara umum.18
Contoh:dalam pernikahan adalah penggunaan
perjanjian pra-nikah di beberapa masyarakat Islam.
Meskipun tidak secara jelas diatur dalam teks hukum Islam,
perjanjian pra-nikah dapat disesuaikan dengan kebiasaan dan
norma masyarakat untuk menetapkan hak dan kewajiban
antara pasangan yang akan menikah.

18
Syarifah Gustiawati Mukri, Harisah Harisah, Dan Aliyeva Patimat Shapiulayevna, “Revitalization
Of Istihsan Bi Al ’Urfi In Sharia Financing: Fatwa Study 2010-2018,” Journal Of Islamic Economic
Laws 6, No. 1 (6 Maret 2023): 1–12, Https://Doi.Org/10.23917/Jisel.V6i1.17436.

11
4. Istishan Bi Ad Dhoruroh
Suatu keadaan darurat yang menyebabkan seorang
mujtahid tidak memberlakukan kaedah kulli(umum) atau
qiyas.19
Contoh: menghukumi sucinya air sumur atau kolam
air yang kejatuhan najis dengan cara menguras airnya.
5. Istishan Bi al Mushlahah Al Mursalah
Engecualikan ketentuan hukum yang berlaku umum
berdasarkan kemashlahatan, dengan memberlakukan
ketentuan lain yang memenuhi prinsip kemaslahatan.20
Contoh: Kebolehan dokter dalam melihat aurat
ajnaby (aurat orang lain) karena faktor kemaslahatan dalam
pengobatan.
6. Istishan Bi Al Qiyas Khofi
Adanya perbedaan huhkum karena asal dan cabang yang
memperngaruhi qiyas21
Misalnya dalam masalah wakaf lahan pertanian. Menurut
ketentuan qiyas jali (qiyas yang nyata), wakaf ini sama
dengan jual beli, karena pemilik lahan telah menggugurkan
hak miliknya melalui pemindah tanganan lahan tersebut.
Oleh sebab itu, hak orang lain untuk mengalirkan air ke lahan
pertaniannya ke tanah tersebut tidak termasuk dalam akad
wakaf itu, kecuali jika dinyatakan dalam akad.

19
Ari Nugraha, “Analisis Kaidah Istihsan Bi Al-Darurah Wa Al-Urf Terhadap Praktik
Pengembalian Uang Sisa Pembelian Dengan Barang (Studi Kasus Di Indomaret Sukanagalih Kec.
Pacet Kab. Cianjur),” Muawadah Jurnal Hukum Ekonomi Syariah 3, No. 1 (1 Maret 2024),
Https://Jurnal.Stisnu.Ac.Id/Index.Php/Muawadah/Article/View/32.
20
Darliana Darliana Dkk., “Pembaharuan Hukum Islam Di Indonesia (Pendekatan Metode
Istihsan),” Jurnal Al-Ahkam: Jurnal Hukum Pidana Islam 4, No. 1 (30 Maret 2022): 1–14,
Https://Doi.Org/10.47435/Al-Ahkam.V4i1.851.
21
Afthon Yazid, “The Discovery Of Islamic Law With The Turas Books: Method Development,”
Maqashid Jurnal Hukum Islam 6, No. 2 (7 November 2023): 1–15,
Https://Doi.Org/10.35897/Maqashid.V6i2.1153.

12
BABIII
PENUTUP

A. Kesimpulan

Istishan adalah salah satu metode istinbat(penyimpulan) hukum


dengan beralih dari satu qiyas ke qiyas yang lain dan dianggap lebih baik
jika dilihat dari tujuan syari’at diturunkan. Istishan selalu melihat dampak
sesuatu ketentuan hukum, jangan sampai membawa dampak yang dapat
merugikan, akan tetapi harus mendatangkan maslahah atau menghindari
mudharat.
Terdapat perbedaaan ulama’ terkait dengan kehujjahan istishan.
Sebagian ulama’ ada yang menerima kehujjahan istushan dan ada jug ayang
menolak. Dan beberapa ulama yang menerima kehujjahan istishan adalah
ulama’ Hanafi, Maliki, dan Hambali.

13
DAFTAR PUSTAKA

Astutik, Lilis Hidayati Yuli, dan Muhammad Ngizzul Muttaqin. “Positifikasi


Hukum Keluarga Di Dunia Muslim Melalui Pembaharuan Hukum Keluarga:
Hukum Keluarga Islam.” Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman 20, no. 01 (30 Juli
2020): 55–65. https://doi.org/10.32939/islamika.v20i01.562.

Chadziq, Achamad Lubabul. “ISTIHSAN DAN IMPLEMENTASINYA DALAM


PEMETAPAN HUKUM ISLAM.” MIYAH : Jurnal Studi Islam 15, no. 2 (2
Agustus 2019): 337–48. https://doi.org/10.33754/miyah.v15i2.192.

———. “ISTIHSAN DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMETAPAN


HUKUM ISLAM.” MIYAH : Jurnal Studi Islam 15, no. 2 (2 Agustus 2019): 337–
48. https://doi.org/10.33754/miyah.v15i2.192.

Darliana, Darliana, Sapriadi Sapriadi, St Hadijah Wahid, dan Muhammad Azhar


Nur. “PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA (Pendekatan Metode
Istihsan).” Jurnal Al-Ahkam: Jurnal Hukum Pidana Islam 4, no. 1 (30 Maret 2022):
1–14. https://doi.org/10.47435/al-ahkam.v4i1.851.

———. “PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA (Pendekatan


Metode Istihsan).” Jurnal Al-Ahkam: Jurnal Hukum Pidana Islam 4, no. 1 (30
Maret 2022): 1–14. https://doi.org/10.47435/al-ahkam.v4i1.851.

———. “PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA (Pendekatan


Metode Istihsan).” Jurnal Al-Ahkam: Jurnal Hukum Pidana Islam 4, no. 1 (30
Maret 2022): 1–14. https://doi.org/10.47435/al-ahkam.v4i1.851.

Habibullah, Eka Sakti. “PANDANGAN IMAM ABU HANIFAH DAN IMAM


SYAFI’I TENTANG AL-ISTIHSAN.” Al-Mashlahah Jurnal Hukum Islam Dan
Pranata Sosial 4, no. 07 (2016). https://doi.org/10.30868/am.v4i07.156.

Mahfudhi, Heri, dan M. Kholis Arrosid. “TEORI ADAT DALAM QOWAID


FIQHIYAH DAN PENERAPANYA DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM.”
Familia: Jurnal Hukum Keluarga 2, no. 2 (31 Desember 2021): 119–36.
https://doi.org/10.24239/familia.v2i2.28.

Maula, Bani Syarif. “Kajian Al-Ahwal al-Syakhsiyyah Dengan Pendekatan


Maqasid al-Syari’ah.” Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam 8, no. 2 (12
Desember 2014): 233–46. https://doi.org/10.24090/mnh.v8i2.410.

Mukri, Syarifah Gustiawati, Harisah Harisah, dan Aliyeva Patimat Shapiulayevna.


“Revitalization of Istihsan Bi Al ’Urfi in Sharia Financing: Fatwa Study 2010-

14
2018.” Journal of Islamic Economic Laws 6, no. 1 (6 Maret 2023): 1–12.
https://doi.org/10.23917/jisel.v6i1.17436.

Nabilah, Wardatun, Arifki Budia Warman, dan Nurul ’Aini Octavia. “ISTIHSAN
DALAM LITERATUR SYAFI’IYAH (Telaah Istihsan dalam Kitab Al-Mustaṣfa
Al-Ghazali).” JURIS (Jurnal Ilmiah Syariah) 20, no. 1 (21 Juni 2021): 77–89.
https://doi.org/10.31958/juris.v20i1.3323.

Nugraha, Ari. “ANALISIS KAIDAH ISTIHSAN BI AL-DARURAH WA AL-


URF TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN UANG SISA PEMBELIAN
DENGAN BARANG (Studi Kasus di Indomaret Sukanagalih Kec. Pacet Kab.
Cianjur).” Muawadah Jurnal Hukum Ekonomi Syariah 3, no. 1 (1 Maret 2024).
https://jurnal.stisnu.ac.id/index.php/muawadah/article/view/32.

Nur’aini, Arif, dan Muttaqin Muhammad Ngizzul. “Istihsan Sebagai Metode


Istimbath Hukum Imam Hanafi Dan Relevansinya Dalam Pengembangan Ekonomi
Syariah.” Tribakti: Jurnal Pemikiran Keislaman 31, no. 1 (13 Januari 2020): 1–16.
https://doi.org/10.33367/tribakti.v31i1.957.

Nurhayati, Yati. “POSISI AGAMA DALAM RANAH POLITIK DI


INDONESIA.” Al-Adl : Jurnal Hukum 5, no. 9 (1 Januari 2013).
https://doi.org/10.31602/al-adl.v5i9.186.

Sudrajat, Tedy. “Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Hak Asasi
Manusia dalam Perspektif Sistem Hukum Keluarga di Indonesia.” Kanun Jurnal
Ilmu Hukum 13, no. 2 (1 Agustus 2011): 111–32.

“Surat Al-Baqarah Ayat 185: Arab, Latin, Terjemah Dan Tafsir Lengkap | Quran
NU Online.” Diakses 1 Maret 2024. https://quran.nu.or.id/al-baqarah/185.

“Surat Al-Ma’idah Ayat 49: Arab, Latin, Terjemah Dan Tafsir Lengkap | Quran NU
Online.” Diakses 1 Maret 2024. https://quran.nu.or.id/al-ma'idah/49.

“Surat An-Nisa’ Ayat 59: Arab, Latin, Terjemah Dan Tafsir Lengkap | Quran NU
Online.” Diakses 1 Maret 2024. https://quran.nu.or.id/an-nisa'/59.

“Surat Az-Zumar Ayat 18: Arab, Latin, Terjemah Dan Tafsir Lengkap | Quran NU
Online.” Diakses 1 Maret 2024. https://quran.nu.or.id/az-zumar/18.

Yazid, Afthon. “THE DISCOVERY OF ISLAMIC LAW WITH THE TURAS


BOOKS: Method Development.” MAQASHID Jurnal Hukum Islam 6, no. 2 (7
November 2023): 1–15. https://doi.org/10.35897/maqashid.v6i2.1153.

15

Anda mungkin juga menyukai