Laporan Kasus Psikotik
Laporan Kasus Psikotik
Laporan Kasus Psikotik
Nama : Tn. W
Umur : 28 tahun (Lahir 5-8-1991)
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Menikah
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : -
Alamat : Bantaeng
Masuk RSKD Provinsi Sulawesi Selatan untuk pertama kalinya tanggal 1 Mei
2019, diantar oleh kedua orang tuanya serta adiknya dengan keluhan mengamuk
Keluhan Utama : Mengamuk
Dialami sejak 1 bulan sebelum masuk RSKD dan memberat sehari sebelum pasien
diantar ke rumah sakit. Pasien melempar ibunya dengan bantal dan marah-marah tanpa
alasan saat diajak untuk makan. Selain itu, pasien juga sering ketawa sendiri, bicara
sendiri, dan terkadang menangis. Bila ditanyakan oleh bapaknya, pasien mengatakan
ada banyak suara bisikan yang sering pasien dengarkan, yaitu suara-suara yang selalu
mengomentari tentang dirinya dan membicarakan tentang cambangnya. Selain itu,
pasien sering merasakan seperti ada orang yang ingin mencelakainya. Hal tersebut
menyebabkan pasien tidak bisa tidur sejak malam kemarin (sehari sebelum dibawa ke
RS). Makan terganggu, mandi terganggu, tidur terganggu
Hendaya dan disfungsi Hendaya sosial : ada
Hendaya pekerjaan : ada
Hendaya gangguan waktu senggang : ada
Faktor stress psikososial Tidak diketahui
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya, cukup mendapat perhatian dan kasih
sayang. Pasien dimanja dan dituruti keingunannya. Pada usia 6 tahun, pasien
bersekolah di SD di Bantaeng. Prestasi sekolah cukup baik.
Riwayat Masa Kanak Akhir dan
Remaja (12-18 tahun)
Saat ini pasien tinggal bersama orangtua dan saudaranya. Pasien tidak
pernah lagi beraktifitas di luar rumah, hanya menyendiri di kamarnya,
dan jarang mengerjakan pekerjaan rumah.
Persepsi Terhadap Diri dan
Kehidupannya
Penampilan Kesadaran
• Berubah
Seorang laki-laki, wajah sesuai umur (28 tahun),
postur tubuh agak kurus, kulit sawo matang, Perilaku dan aktivitas psikomotor
rambut ikal, berjambang dan berkumis, memakai • Agitasi
baju kaos bewarna biru, celana jeans panjang
Pembicaraan
warna abu-abu, perawatan diri kesan cukup.
• Spontan
• Lancar, intonasi biasa
Arus Pikiran :
Produktivitas : cukup
Kontinuitas : relevan dan koheran
Hendaya berbahasa : tidak ada
Isi Pikiran :
▪ Preokupasi : tidak ada
▪ Waham persekutorik : pasien merasa ada orang yang ingin
mencelakainya.
F. Pengendalian Impuls
Terganggu
G. Daya Nilai
1. Norma Sosial : Terganggu
2. Uji daya nilai : Terganggu
3. Penilaian Realitas : Terganggu
H. Tilikan
Pasien menyangkal sepenuhnya bahwa dirinya sakit (Tilikan derajat 1)
I. Taraf Dapat Dipercaya
Dapat dipercaya
Status Internus
Gejala rangsang selaput otak: kaku kuduk (-), Kernig’s sign (-)/(-), pupil bulat
dan isokor 2,5 mm/2,5 mm, refleks cahaya (+)/(+), fungsi motorik dan
sensorik keempat ekstremitas dalam batas normal, tidak ditemukan refleks
patologis.
Ikhtisar Penemuan
Bermakna
Dialami sejak 1 bulan sebelum masuk RSKD dan memberat sehari sebelum pasien diantar ke
rumah sakit. Pasien melempar ibunya dengan bantal dan marah-marah tanpa alasan saat diajak
untuk makan. Selain itu, pasien juga dikatakan ketawa sendiri, bicara sendiri, dan terkadang
menangis. Bila ditanyakan oleh bapanya, pasien mengatakan ada banyak suara bisikan yang sering
pasien dengarkan, iaitu suara-suara yang selalu mengomentari tentang dirinya dan membicarakan
tentang jambangnya. Selain itu, pasien sering merasakan seperti ada orang yang mahu
mencelakainya. Hal tersebut menyebabkan pasien tidak bisa tidur sejak malam kelmarin (sehari
sebelum dibawa ke RS). Makan terganggu, mandi terganggu, tidur terganggu.
Awal perubahan perilaku dialami sejak 1 bulan yang lalu, pasien dikatakan sering mengelamun,
bicara sendiri, tertawa sendiri dan terkadang menangis tanpa alasan yang jelas, dan memberat
sehari sebelum dibawa ke RS.
Ikhtisar Penemuan
Bermakna
Pada pemeriksaan status mental didapatkan penampilan seorang laki-laki, wajah sesuai umur
(28 tahun), postur tubuh agak kurus, kulit sawo matang, rambut ikal, jambang dan berkumis,
memakai baju kaos bewarna biru, celana jeans panjang warna abu-abu, perawatan diri cukup.
Kesadaran berubah, psikomotor gelisah, pembicaraan spontan, lancar, intonasi biasa, sikap
terhadap pemeriksa kooperatif. Mood sulit dinilai, afek datar, keserasian tidak serasi, empati tidak
dapat dirabarasakan. Taraf pendidikan sesuai, orientasi waktu, tempat, dan orang baik, daya ingat
jangka panjang, sedang, pendek, dan segera baik. Konsentrasi terganggu, pikiran abstrak baik,
kemampuan menolong diri sendiri cukup.
Pada pasien ditemukan adanya gangguan persepsi berupa halusinasi. Pada proses berpikir
produktivitas cukup, kontinuitas relevan, koheran dan asosiasi longgar. Terdapat gangguan isi pikir
berupa waham persekutorik.
Pengendalian impuls terganggu, norma sosial terganggu, uji daya nilai terganggu, dan
penilaian realitas terganggu. Pasien merasa tidak sakit, dan secara umum yang diutarakan oleh
pasien dapat dipercaya.
Diagnosis Multi Aksial
❖ Axis 5 GAF Scale saat ini : 50-41 (gejala sedang, disabilitas sedang)
Daftar Masalah
Organobiologik
Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, tetapi karena terdapat
ketidakseimbangan neurotransmitter maka pasien memerlukan
psikofarmakoterapi.
Psikologik
Ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai realitas berupa adanya
halusinasi auditorik, waham persekutorik yang menimbulkan gejala psikis
sehingga pasien memerlukan psikoterapi .
Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan dan penggunaan
waktu senggang sehingga perlu dilakukan sosioterapi.
Prognosis
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad functionam : dubia ad Malam
Quo ad sanationam : dubia ad Malam
a. Faktor pendukung
Tidak terdapat kelainan organik
Adanya dukungan keluarga terhadap kesembuhan pasien
b. Faktor penghambat
Onset di usia muda
Stressor psikososial tidak diketahui
Rencana Terapi
1. Willy F. Maramis, Albert A. Maramis, Skizofrenia dalam Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi 2, Airlangga University Press, 2009.
2. Kaplan HI, BJ Sadock, JA Grebb, Skizofrenia dalam Sinopsis Psikiatri, Jilid Satu, Binarupa Aksara, Jakarta, 2010.
3. Sylvia D. Elvira, Gitayanti Hadisukanto, Skizofrenia dalam Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010.
Berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III),
skizofrenia dapat ditegakkan apabila memenuhi kriteria : 4
▪ Harus ada sedikitnya 1 gejala berikut ini (dan biasanya 2 gejala atau lebih bila
gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
- Thought echo, thought insertion or withdrawal, thought broadcasting
- Delusion of control , delusion of influence, delusion of passivity, delusion of
perception.
- Halusinasi auditorik : suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus
terhadap perilaku pasien, mendiskusikan perihal pasien di antara mereka, jenis
suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
- Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil.
Departemen Kesehatan RI, Skizofrenia, Gangguan Skizotipal, dan Waham dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III/PPDGJ III. Jakarta, Departemen
Kesehatan RI, 1993.
▪ Atau paling sedikit 2 gejala di bawah ini yang harus ada secara jelas :
- Halusinasi yang menetap dari pancaindra apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun setengah terbentuk tanpa kandungan afektif
yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan yang menetap, atau terjadi
setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus.
- Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation), yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
- Perilaku katatonik
- Gejala-gejala “negatif” : seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi
atau medikasi neuroleptika.
Departemen Kesehatan RI, Skizofrenia, Gangguan Skizotipal, dan Waham dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III/PPDGJ III. Jakarta, Departemen
Kesehatan RI, 1993.
▪ Adanya gejala tersebut di atas berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau
lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
▪ Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan.
Departemen Kesehatan RI, Skizofrenia, Gangguan Skizotipal, dan Waham dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III/PPDGJ III. Jakarta, Departemen
Kesehatan RI, 1993.
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders V
edisi Text Revision (DSM - V) diagnosis skizofrenia dapat ditegakkan
dengan Kriteria A yaitu ditemukan dua atau lebih gejala karakteristik berupa
waham, halusinasi, bicara kacau, perilaku yang sangat kacau atau katatonik,
serta gejala negatif, yang masing-masing terjadi dalam porsi waktu yang
signifikan selama periode 1 bulan.
Black, D.W, et al, Schizophrenia Spectrum and Other Psychotic Disorder in DSM V Guidebook, American Psychiatric Association, USA,2014
Berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ
III), skizofrenia paranoid dapat ditegakkan apabila memenuhi kriteria halusinasi
dan/ atau waham harus menonjol, suara-suara halusinasi yang mengancam
pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal
berupa bunyi peluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing), Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol, Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity”
(delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,
adalah yang paling khas. Gangguan afektif, dorongan kehendak, dan
pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/ tidak menonjol.
Departemen Kesehatan RI, Skizofrenia, Gangguan Skizotipal, dan Waham dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III/PPDGJ III. Jakarta, Departemen
Kesehatan RI, 1993.
Medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia, tetapi
intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan klinis. Penatalaksanaan
psikososial umumnya lebih efektif pada saat pasien berada dalam fase perbaikan
dibanding fase akut. Terapi berorientasi keluarga dapat dilakukan dengan
memberikan penjelasan tentang gangguan yang dialami pasien dan menciptakan
suasana yang baik agar dapat mendukung proses pemulihan pasien.
• Kaplan HI, BJ Sadock, JA Grebb, Skizofrenia dalam Sinopsis Psikiatri, Jilid Satu, Binarupa Aksara, Jakarta, 2010.
• Sylvia D. Elvira, Gitayanti Hadisukanto, Skizofrenia dalam Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010.
Pada pasien ini diberikan antipsikotik tipikal yaitu Haloperidol dan
Chlorpromazine. Haloperidol dan Chlorpromazine merupakan obat antipsikotik
golongan tipikal yang bekerja dengan cara memblokade dopamine di reseptor
D2 pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak, khususnya mesolimbik
dopamine pathways sehingga menyebabkan simptom positif menurun. Selain
itu, dapat juga mengatasi gejala mania. Chlorpromazine memiliki efek samping
sedasi yang kuat, sehingga dapat digunakan terhadap sindrom psikosis dengan
gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif, susah tidur, kekacauan pikiran,
perasaan dan perilaku. Sedangkan Haloperidol memiliki efek samping sedasi
yang lemah dan digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan
halusinasi, waham, perasaan tumpul, apatis, menarik diri, hipoaktif, dan lain-
lain.
Maslim R. Obat Anti Psikosis dalam Penggunaan Klinis Obat Psikotropik., Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya, Jakarta, 2007.