8 Sistem Persilangan

Unduh sebagai ppt, pdf, atau txt
Unduh sebagai ppt, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 50

Sistem Perkawinan

o Berdasarkan performans ternak :


o Assortative mating
o Random mating
o Berdasarkan hubungan kekerabatan
o Inbreeding
o Outbreeding
Assortative mating
 Perkawinan terpilih
 Perkawinan tidak acak, tidak bebas
 Individu dalam kelompok/populasi tidak bebas
memilih pasangan kawinnya satu sama lainnya
 Misalnya :
 Antar individu dengan corak warna bulu yang sama
 Antar ternak bertubuh besar x besar, kecil x kecil,
besar x kecil
 Antar ternak bertanduk x bertanduk, bertanduk x
tdk bertanduk, dll
Random mating
 Perkawinan acak
 Individu dalam kelompok/populasi bebas
memilih pasangan kawinnya satu sama lainnya
 Tiap individu jantan dan betina memiliki
kesempatan yang sama untuk kawin dan dikawini
(bebas memilih pasangan kawin)
 Tidak diatur / ditentukan oleh manusia
Inbreeding
 Perkawinan antar individu yang masih memiliki
hubungan keluarga
 Memiliki moyang bersama dalam silsilahnya
(common ancestor)
 Misalnya :
 Self fertilization (penyerbukan sendiri) pada
tumbuhan
 Perkawinan antar saudara kandung, antar
saudara tiri, antara anak dengan tetua, dll
 Line breeding (penggaluran)
Line breeding (penggaluran)
 Perkawinan silang dalam
 Perkawinan individu-individu dengan salah satu
moyang bersamanya untuk mempertahankan proporsi
gen tertentu dari moyang bersama yang dinilai
penting atau gen-gen dengan keunggulan tertentu.
 Perlu perencanaan / pertimbangan yang matang
 Keunggulan genetik moyang bersama tersebut lebih
besar (mengalahkan) dari tekanan silang dalamnya.
Line breeding (penggaluran)
Contoh :
F
I
G
Pejantan A
X A
Moyang bersama
H
P
K

Analisis jalur penggaluran untuk mempertahankan sifat


pejantan A
Inbreeding
 Meningkatkan homosigositas,
 Meningkatkan keseragaman (uniformity)
 Menurunkan heterosigositas
 Adanya tekanan silang dalam yang dapat menurunkan :
 Performans sifat-sifat yang banyak dikontrol oleh gen-gen
dominan dan epistasis sebagai akibat dari rendahnya
kemungkinan kombinasi gen-gen alelik dan non-alelik
seiring meningkatnya homosigositas
 Seperti : sifat-sifat reproduksi
Koefisien Inbreeding

 Perubahan kenaikan homosigositas sebagai


akibat adanya perkawinan silang dalam
 Peluang gamet dari induk maupun bapaknya
mengandung gen-gen yang sama
 Formula koefisien inbreeding (Fx) :

n1  n2 1
k
1
Fx     (1  FCA )
CA 1 2 
Koefisien Inbreeding
 Formula koefisien inbreeding (Fx) :

 CA= moyang bersama


 k= jumlah moyang
n1  n2 1 bersama
k
1
Fx     (1  FCA )  n1= jumlah generasi dari
CA 1 2  tetua jantan (bapak) ke CA
 n2= jumlah generasi dari
tetua betina (induk) ke CA
 FCA= koefisien inbreeding
moyang bersama (CA)
Menghitung Koefisien inbreeding

 Analisis jalur dari informasi silsilah


 Mencari moyang bersama dengan menelusuri
induknya
 Mencari FCA masing-masing moyang bersama
 Mencari jalur keturunan setiap moyang bersama
 Menghitung komponen silang dalam (F) melalui setiap
jalur moyang bersama
 Menjumlah seluruh komponen silang dalam yang
diperoleh sebagai koefisien silang dalam individu X
(FX)
Koefisien Inbreeding
 Perkawinan saudara tiri akan menghasilkan
keturunan dengan Fx = 12.5%

 A dan B saudara tiri D1


A
 Moyang bersama (CA) X S
B
adalah S D2

 Fs = 0
111
k
1
Fx     (1  0) = 1/8 = 0.125
CA 1 2 
Koefisien Inbreeding
 Perkawinan saudara kandung akan menghasilkan
keturunan dengan Fx = 25%

 A dan B saudara kandung A D

 Moyang bersama (CA) X


B S
adalah D dan S
 FD dan FS = 0
FXD = (½)3 = 0.125 = 12.5%
FXS = (½)3 = 0.125 = 12.5%
FX = 0.25 = 25%
Koefisien Inbreeding
 Perkawinan antara anak x bapaknya, menghasilkan
keturunan dengan Fx = 25%

 A anak dari pejantan S S


X
dengan induk D
A D
 A kawin dengan S
(bapaknya) menghasilkan X
 Moyang bersama (CA) tdk
ada
FX = (½)1+0+1 = (½)2
= 0.25 =25%
Koefisien Inbreeding
 Silsilah individu X sbb :
C
P F
X D A

I B
C E
A

 Analisis jalur moyang individu X


F
I D
E
X B

P C A
Koefisien Inbreeding

 Moyang bersama adalah individu A, B, C, dan D


 Koefisien silang dalam moyang bersama :
 A, B, dan D tidak tersilang dalam  FA , FB, FD = 0
 C merupakan hasil perkawinan anak-bapak, FC = 0.25

 Jalur-jalur keturunan adalah


 Lewat A : I-D-B-A-C-P (5 generasi)
I-C-A-B-D-P (5 generasi)
 Lewat B : I-D-B-C-P (4 generasi)
I-C-B-D-P (4 generasi)
 Lewat C : I-C-P (2 generasi)
 Lewat D : I-D-P (2 generasi)
Koefisien Inbreeding
 Komponen silang dalam masing-masing moyang
bersama :

Moyang FCA n1 + n2 Komponen F


A 0 5 (½)6 0.016
5 (½)6 0.016
B 0 4 (½)5 0.031
4 (½)5 0.031
C 0.25 2 (½)3 (1+0.25) 0.156
D 0 2 (½)3 0.125
FX = 0.375
= 37.5%
Outbreeding (outcrossing)
 Kebalikan dari inbreeding
 Perkawinan antar individu yang tidak memiliki
hubungan keluarga
 Tidak memiliki moyang bersama dalam
silsilahnya (no common ancestor)
 Misalnya :
 Crossbreeding
 Linecrossing
 Hibridisasi (hybridization)
Outbreeding
 Crossbreeding
 Perkawinan antar breed
 Perkawinan individu-individu yang berbeda breed

 Linecrossing
 Perkawinan individu antar galur (lines)
dalam breed yang sama
 Hybridization
 Perkawinan individu berbeda spesies
Keuntungan Outbreeding

 Pemanfaatan heterosis (hybrid vigor)


 Penggabungan keunggulan breed atau galur
(breed/genetic complementary)
 Mempercepat perubahan genetik (quick genetic
change)
 Untuk membentuk breed composite (synthetic
breeds)
Outbreeding systems

 Terminal crossing
 Rotational crossing
 Rota-terminal crossing
 Composite breed
 Back cross
 Grading-up, dll
Crossbreeding systems
 Terminal crossing
 Breed-breed spesifik pejantan dikawinkan dengan
breed spesifik betina
 Hasil silangannya tidak digunakan lagi sebagai bibit,
tetapi langsung sebagai ternak komersial (untuk
produksi)
 2 breed : purebred pejantan x purebred betina
 3 breed : purebred pejantan x crossbred betina
 4 breed : crossbred pejantan x crossbred betina
 Mis : Brahman x Angus  Brangus
Brahman x Hereford  Braford
Crossbreeding systems
 Keuntungan / kerugian Terminal crossing
 Memanfaatkan secara maksimum gabungan
keunggulan breed (breed complementary)
 Memanfaatkan secara maksimum heterosis
perkawinan tunggal
 Kerugian : hasil silangan hanya sebagai ternak
komersial (untuk produksi)
Terminal crossing

Sire breed x Dam breed


A B

AB
(Crossbred progeny)

Semua keturunan hasil silangan termasuk


betina digunakan sebagai ternak produksi /
potongan
 Terminal crossing 4 breeds
Crossbreeding systems
 Rotational crossing
 Persilangan rotasi
 Persilangan antara dua atau lebih breed berbeda,
dan setiap betina hasil silangan disilangkan
kembali dengan breed pejantan tetuanya secara
bergantian setiap generasi
 Rotasi 2 breed
 Rotasi 3 breed, dst
Crossbreeding systems
 Rotasi 2 breeds
 Rotasi 2 breeds
daughters

daughters

-Cows mated to opposite breed of sire


-Requires two breeding pastures
Crossbreeding systems
 Rotasi 3 breeds
 Rotasi 3 breeds
 Rota-terminal crossbreeding systems
Ideal Breeding System:
Terminal Crossbreeding
 Crossbred cow highly adapted to resources, with
optimum reproductive potential, calving ease, milk,
growth (minimum carcass merit parameters)
 Terminal sire bull selected primarily for post-weaning
performance efficiency and targeted carcass merit
Terminal Cross
Terminal Sire Systems
 Utilize Rotational Cross for younger half of cow herd
 Generate replacements
 Older cows bred to terminal sire
 All offspring marketed (max. heterosis)
 Increase pounds of calf marketed per cow 20-25%
Composite (synthetic) breed

Breed yang dibentuk dari 2 atau lebih breed


berbeda dengan proporsi darah yang bervariasi
untuk mendapatkan hybrid vigor yang tinggi.
AXB

AB X C

ABC X ABC

Breed dengan proporsi darah A, B dan C


yang bervariasi
Back Cross
Back cross : keturunan hasil silangan disilang-
balik dengan salah satu breed parentalnya

A x B A x B

A x AB AB x B

A x AAB ABB x B
Grading-up

 Persilangan pejantan unggul dengan betina lokal


dari breed yang sama atau berbeda
 Terutama untuk memperbaiki mutu genetik
ternak lokal dengan pejantan unggul dari luar.
 Betina hasil silangan pada setiap generasi,
disilangkan kembali dengan breed pejantan luar
yang sama
Grading-up

Foreign breed x Local breed


F L

F x 1/2F 1/2L

F x 3/4F 1/4L

L semakin menurun
F x 7/8F 1/8L

F semakin meningkat
15/16F 1/16L
Heterosis (hybrid vigor)
 Keunggulan hasil silangan (crossbred) di atas rata-
rata kedua tetuanya
 Terutama untuk sifat-sifat yang heritabilitasnya
rendah : sifat-sifat reproduksi, sifat-sifat kebugaran
(fitness traits)
 Disebabkan oleh gen-gen non-aditif (dominan dan
epistasis)
 Kecil, tetapi berdampak positif pada banyak sifat
 Fitness traits, susah diukur dan diamati
 Efek positif secara kumulatif menjadi besar
 Pasangan gen/alel yang bersifat aditif, tidak
memberikan kontribusi pada heterosis
Heritabilitas vs Heterosis

Trait Heritability Heterosis

Fertility Low High


Survivability

Growth traits Moderate Moderate


Milk yield

Carcass & High Low


Conformation
Direct (individual) vs maternal heterosis
Crossbred calves Crossbred cows
 Calving rate 4.4%  Calving rate 3.7%
 Survival to weaning 1.9%  Survival to weaning 1.5%
 Weaning weight 3.9%  Weaning weight 3.9%
 Postweaning ADG 2.6%  Longevity 38%
 Number of Calves 17.0%
 Yearling weight 3.8%
 CUMULATIVE
 Feed conversion 2.2%.
WEANING WT. 25.3%.

http://www.bifconference.com/bif2006/new
sroom/Daley_Heterosis.ppt
Contoh Heterosis: 2-locus
Contoh 1: Additive effects at both loci.
AA +6 BB +6
Aa +3 Bb +4
aa 0 bb 2

Breed 1 Breed 2 F1 cross


AAbb X aaBB all AaBb
6+2=8 0+6=6 3+4=7
Purebred rata-rata = (8 + 6)/2 = 7 sama dengan hasil
silangan (crossbred), berarti tidak ada heterosis.
Contoh Heterosis: 2-locus
Contoh 2: Additive effects at A/a locus and complete
dominance at B/b locus.
AA +6 BB +5
Aa +3 Bb +5
aa 0 bb 2

Breed 1 Breed 2 F1 cross


AAbb X aaBB all AaBb
6+2=8 0+5=5 3+5=8

Purebred rata-rata = (8 + 5)/2 = 6.5


crossbred (8) lebih tinggi rata-rata purebred parental,
berarti ada heterosis.
Perhitungan heterosis

In units of trait,
Heterosis  crossbred avg  purebred avg

H  PF1  PP
 crossbred avg  purebred avg 
% Heterosis     100

 purebred avg 

PF1  PP
%H  x 100%
PP
Perhitungan heterosis

Berat sapih
Pejantan Induk Rerata Ket.
anak (kg)
A A 110

120
115 kg purebred
B B
A B 130

135
132.5 kg crossbred
B A

rerata crossbred >> purebred, berarti ada heterosis sebesar

H = 132.5 – 115 = 17.5 kg


132.5  115
%H  x 100  15.22%
115
Heterosis in Beef Cattle

Heterosis (%)
Trait Individual Maternal

Calving % 3.4 6.6


Calf survival 1.7 2.0
Birth weight 2.7 1.6
Weaning weight 4.7 4.2
Postweaning ADG 3.9 -1.4
Yearling weight (feedlot) 3.8 2.9
Loin eye area 2.8
Fat thickness 2.3
Quality grade .7
Dressing % .6
Cutability % .6

Long, C.R. 1980. Crossbreeding for beef production. J. Anim. Sci. 51:1197
Estimates of Heterosis for Swine

Heterosis (%)
Trait Maternal Paternal

ovulation rate .3
testis weight 24.6
semen volume 9.6
sperm number 26.7
sperm concentration 5.9
sperm motility 2.8
time to first mating 23.5
% boars mating each time 156.1
conception rate 3.8 3.4
1st service conception rate 17.1

Johnson, R.K. 1980. Heterosis and Breed Effects in Swine. NC Reg. Pub 262.
Buchanan, D.S. 1987. The crossbred sire: experimental results for swine. J.
Anim. Sci. 65:117.
Estimates of Heterosis for Swine

Heterosis (%)
Trait Individual Maternal

litter size born 1.0 4.7


birth weight 3.1 1.5
litter size at 21 days 8.0 8.7
21 day weight 3.1 3.7
average daily gain 9.4 0.0
age at 230 pounds 6.5 1.2
feed efficiency 2.3 0.0
length 0.0 .2
backfat thickness 2.5 4.4
loin eye area 1.8 .4

Johnson, R.K. 1980. Heterosis and Breed Effects in Swine. NC Reg. Pub 262.
Buchanan, D.S. 1987. The crossbred sire: experimental results for swine. J.
Anim. Sci. 65:117.
Heterosis in Sheep

Heterosis (%)
Trait Individual Maternal

birth weight 3.2 5.1


weaning weight 5.0 6.3
preweaning growth rate 5.3
postweaning growth rate 6.6
adult body weight 5.2 5.0
conception rate 2.6 8.7
litter size 2.8 3.2
survival to weaning 9.8 2.7
lambs born per ewe exposed 5.3 11.5
lambs reared per ewe exposed 15.2 14.7
wt of lamb per ewe exposed 17.8 18.0

Nitter, G. 1978. Breed utilization for meat production in sheep. Anim. Br.
Abstr. 46:131.
Heterosis Values for Dairy Cattle

Trait Heterosis %
milk yield 5.1
fat % - .3
SNF % -1.1
Protein % -1.5
age first calving .2
lactation length 1.0
persistency 2.3
lb FCM/mcal intake 1.5
calf survival 0-3 months 4.6
% survival to first calving 6.2
days open 1.7
calving interval 2.7
% pregnant (90 days) 5.0
calving difficulty 1.3
birth weight 5.7
McDowell, R.E. 1982. Crossbreeding as a system of mating for dairy
production. Southern Coop. Series Bull. 259.

Anda mungkin juga menyukai