Klasifikasi Tanah Nasional 4
Klasifikasi Tanah Nasional 4
Klasifikasi Tanah Nasional 4
Tata nama tanah terbagi dalam dua tingkatan/kategori, yaitu Jenis Tanah dan Macam Tanah. Nama-nama Jenis
Tanah mengacu pada sistem klasifikasi Dudal dan Soepraptohardjo (1957) dengan sedikit modifikasi dan
penambahan yang disesuaikan dengan perkembangan klasifikasi tanah dunia. Sedangkan pada tingkat/kategori
Macam Tanah menggunakan warna tanah pada horison penciri bawah (B-warna). Hasil kajian beberapa peneliti
menyimpulkan bahwa pada tanah-tanah tertentu penggunaan warna tanah pada Macam Tanah kurang
mencerminkan karakteristik dan potensi tanah yang sesungguhnya. Sebagai contoh, warna tanah merah
mencerminkan sifat Oxisols yang telah mengalami perkembangan lanjut, tetapi pada tanah Mediteran warna
merah tidak mencerminkan sifat perkembangan lanjut. Oleh karena itu Suhardjo dan Soepraptohardjo (1981)
menggunakan nama-nama atau istilah dari sifat atau horizon penciri dari Sistem Taksonomi Tanah USDA dan
atau Unit Tanah FAO/UNESCO. Sifatsifat tersebut tetap dilanjutkan dipakai dalam klasifikasi tanah nasional
dengan berbagai revisi dan penyesuaian.
Gambar 1. Hierarki penetapan klasifikasi tanah nasional
Horison Penciri
Horison penciri yang digunakan dalam penetapan klasifikasi tanah terdiri dari horison A (horison atas,
epipedon) dan horison B (horison bawah permukaan). Horison A merupakan lapisan tanah permukaan setebal 25
cm atau kurang, berwarna lebih gelap dibanding horison di bawahnya, dan banyak dipengaruhi oleh aktivitas
biologi. Beberapa epipedon yang umum ditemukan dan memiliki sifat-sifat penciri sebagai berikut:
• Okrik : Ketebalan ≤ 18 cm atau berwarna cerah (value/chroma > 3).
• Umbrik : Ketebalan ≥ 18 cm, berwarna gelap (value/chroma ≤ 3), kadar C organik > 2,5%, atau ≥ 0,6% lebih
tinggi dari horison C, dan Kejenuhan Basa (KB) <50%.
• Molik : Ketebalan ≥18 cm, berwarna gelap (value/chroma ≤ 3), kadar C organik ≥ 2,5% atau ≥ 0,6% lebih
tinggi dari horison C, dan KB ≥ 50%.
• Histik : Bahan tanah organik dengan ketebalan 20-60 cm, mengandung ≥ 75% serat-serat spagnum atau
ketebalan 20-60 cm dan berat volume (lembab) < 0,1 gr/cm3, atau ketebalan 20-40 cm; atau horison Ap
dengan ketebalan sampai 25 cm, kadar C organik ≥16% jika kadar liat > 60%, atau ≥ 8% tanpa kadar
liat, atau 8 ditambah (persentase liat dibagi 7,5) persen atau lebih jika fraksi liat kurang dari 60%.
Horison B merupakan lapisan di bawah epipedon, ketebalan 25 cm atau lebih dan memiliki sifat-sifat penciri sebagai berikut:
• Kambik : Tidak mempunyai kenaikan liat secara nyata, dan Kapasitas Tukar Kation (KTK) liat > 16 cmol(+)/kg.
• Oksik : Ketebalan ≥ 30 cm, tidak mempunyai kenaikan liat secara nyata, KTK liat ≤ 16 cmol(+)/kg.
• Argilik : - Jika horison A mempunyai kadar liat ≤ 15%, maka kenaikan liat horison B adalah 3% secara absolut
(misal: 10% + 3% = 13%).
- Jika horison A mempunyai kadar liat 15-40%, maka kadar liat horison B adalah 1,2 kali horison A (misal: 30% + 6% =
36%).
- Jika horison A mempunyai kadar liat > 40%, maka kenaikan liat horison B adalah 8% secara absolut (misal: 40% +
8% = 48%).
Natrik : Mengalami akumulasi liat dengan kandungan Na tinggi (≥15%).
Kandik : Mempunyai KTKliat < 16 cmol(+)/kg, dan KTK efektif ≤ 12 cmol(+)/kg, dan memiliki salah satu dari sifat- sifat
berikut:
- Jika horison A mempunyai kadar liat ≤ 20%, maka kenaikan liat horison B adalah 4% secara absolut (misal: 20% +
4% = 24%).
- Jika horison A mempunyai kadar liat 20-40%, maka kadar liat horison B adalah 1,2 kali horison A (misal: 30% + 6%
= 36%).
- Jika horison A mempunyai kadar liat > 40%, maka kenaikan liat horison B adalah 8% secara absolut (misal: 40% +
8% = 48%).
• Albik : Mengalami pencucian liat dan unsur lainnya dari horison A (eluviasi), warna kelabu putih.
• Sulfurik : Ketebalan ≥ 15 cm, mengandung asam sulfat, pH ≤ 3,5.
• Sulfidik : Ketebalan ≥ 15 cm, mengandung pirit 1,46%, pH buih (H2O2) < 2,5.
• Spodik : Ketebalan > 2,5 cm tersementasi kontinyu oleh senyawa komplek organikbesi atau organik-
aluminium, berpasir atau berlempung kasar.
• Kalkarik : Mengandung bahan kapur, membuih jika ditetesi larutan HCl 15%.
• Kalsik : Ketebalan ≥ 15 cm, mengandung kalsium karbonat (CaCO3) ≥ 15%, atau ≥5% lebih tinggi dari
horison C.
• Gipsik : Ketebalan ≥ 15 cm, mengandung senyawa gipsum (MgCO3) ≥ 5% lebih tinggi dari horison C.
• Duripan : Tersementasi Si kontinyu secara lateral, padas keras, tidak pecah jika direndam dalam air.
• Fragipan : Ketebalan ≥ 15 cm, horison tersementasi Si, padas tidak keras, pecah jika direndam dalam air.
• Plintik : Mengandung kongkresi dan kerikil besi > 5% berdasarkan volume.
• Vertik : Mempunyai rekahan selebar >1 cm sedalam 50 cm.
• Ortoksik : Mempunyai KTK liat 16 – < 24 cmol(+)/kg.
Struktur Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah nasional disusun mengacu kepada sistem klasifikasi tanah yang telah ada (Suhardjo dan
Soepraptohardjo 1981, Suhardjo et al. 1983) yang merupakan penyempurnaan dari sistem klasifikasi Dudal dan
Soepraptohardjo (1957) dan Soepraptohardjo (1961).
Sistem klasifikasi tanah ini didasarkan pada morfogenesis, bersifat terbuka dan dapat menampung semua jenis
tanah di Indonesia.
Struktur klasifikasi tanah terbagi dalam dua tingkat/kategori, yaitu Jenis Tanah dan Macam Tanah.
Pembagian Jenis Tanah didasarkan pada susunan horison utama penciri, proses pembentukan (genesis) dan sifat
penciri lainnya.
Pada tingkat Macam Tanah digunakan sifat tanah atau horison penciri lainnya.
Tata nama pada tingkat Jenis Tanah lebih dominan menggunakan nama Jenis Tanah yang lama dengan beberapa
penambahan baru. Sedangkan pada tingkat Macam Tanah sepenuhnya menggunakan nama/istilah yang berasal
dari Unit Tanah FAO/UNESCO dan atau Sistem Taksonomi Tanah USDA.
Klasifikasi tanah dilakukan dengan mengikuti kunci penetapan Jenis dan Macam Tanah.
Kunci Jenis Tanah
Kunci penetapan Jenis Tanah berdasarkan pada perkembangan horison tanah dan
sifat penciri lainnya.
Perkembangan Susunan Horison: AR, AC, ABC atau AEBC, dimana:
A (Horison Atas),
E dan B (Horison Bawah),
C (Bahan Induk), dan
R (Batuan Induk).
Sifat penciri tanah lainnya adalah: KTK-liat, Kejenuhan Basa (KB), kenaikan liat,
kandungan C-organik tanah. Pada Jenis Tanah terdapat beberapa perubahan nama dan
penambahan nama baru, yaitu Ranker menjadi Umbrisol, Brunizem menjadi Molisol,
dan menambah atau memunculkan kembali Jenis Tanah Lateritik.
Ringkasan Kunci Penetapan Jenis Tanah
SUSUNAN SIFAT PENCIRI JENIS TANAH
HORISON
A. TANAH ORGANIK
H Bahan organik, ketebalan > 50 cm, kadar C organik > 12% Organosol
B. TANAH MINERAL
I. TANPA PERKEMBANGAN
AR Tanah sangat dangkal (< 25 cm) di atas batuan kukuh Litosol
B. TANAH MINERAL
I. TanpaPerkembangan
Pada kedalaman 25-100 cm mempunyai lapisan hitam gelap Andosol Taptik (Tq)
≥ 10 cm dan Corganik >3%
Mempunyai KB ≥ 50% pada kedalaman 25- 100 cm dari Andosol Eutrik (Te)
permukaan
Mempunyai KB < 50% pada kedalaman 25- 100 cm dari Andosol Distrik (Td)
permukaan
Konsistensi licin (smeary), tekstur lempung berdebu atau Andosol Okrik (To)
lebih halus di dalam penampang 100 cm dari permukaan
Mempunyai kontak litik atau paralitik pada kedalaman 50 cm Andosol Litik (Tl)
dari permukaan
Lainnya Andosol Vitrik (Tv)
ABwC LATOSOL Ciri hidromorfik pada kedalaman 50-100 cm dari permukaan Latosol Gleik (Lg)
Mempunyai horison A umbrik Latosol Umbrik (Lu)
Mempunyai KTK liat < 24 cmol(+)/kg pada horison B Latosol Oksik (Lx)
Warna horison B merah (lebih merah dari 5YR) Latosol Rodik (Lr)
Warna horison B coklat tua sampai merah (hue 7,5 YR atau Latosol Kromik (Lc)
lebih merah)
Lainnya Latosol Haplik (Li)
Susunan Jenis Tanah Sifat Penciri Macam Tanah Macam Tanah
Horison
ABwC MOLISOL Ciri hidromorfik pada kedalaman 50-100 cm dari permukaan Molisol Gleik (Dg)
Mempunyai KTK liat < 24 cmol(+)/kg pada horison B Molisol Oksik (Dx)
Warna horison B merah sampai merah gelap (hue lebih Molisol Rodik (Dr)
merah dari 5YR)
Warna horison B coklat tua sampai merah (hue 7,5 YR atau Molisol Kromik (Dc)
lebih merah)
Lainnya Molisol Haplik (Di)
ABwC KAMBISOL Ciri hidromorfik pada 50-100 cm dari permukaan Kambisol Gleik (Bg)
Memperlihatkan sifat vertik Kambisol Vertik (Bv)
Mempunyai horison kalsik/gipsik, atau konsentrasi hablurkapur Kambisol Kalsik (Bk)
lunak di dalam 125 cm dari permukaan, atau berkapur pada 20-
50 cm dari permukaan.
Mempunyai horison A umbrik atau kadar C organik ≥ 12 kg/m3 Kambisol Humik (Bh)
Mempunyai horison A molik Kambisol Molik (Bm)
Mempunyai KTKliat < 24 cmol(+)/kg pada horison B Kambisol Oksik (Bx)
Warna horison B merah sampai merah gelap (hue lebih merah Kambisol Rodik (Br)
dari 5 YR)
Warna horison B coklat tua sampai merah (hue 7,5 YR atau lebih Kambisol Kromik (Bc)
merah)
Mempunyai kontak litik atau paralitik pada kedalaman 50 cm Kambisol Litik (Bl)
dari permukaan
Berlapis atau pengendapan berbeda dan kadar bahan organik tak Gleisol Fluvik (Gf)
teratur
Mempunyai plintit di dalam penampang 125 cm dari permukaan Gleisol Plintik (Gp)
Warna horison B merah sampai merah gelap (hue lebih Mediteran Rodik (Mr)
merah dari 5 YR)
Warna horison B coklat tua sampai merah (hue 7,5 YR atau Mediteran Kromik (Mc)
lebih merah)
Mempunyai kontak litik atau paralitik pada kedalaman 50 Mediteran Litik (Ml)
cm dari permukaan
GRUMUSOL
Tanah lain bertekstur kasar dari bahan albik yang terdapat pada kedalaman sekurangkurangnya 50 cm dari
permukaan, atau memperlihatkan ciri mirip horison B argilik, kambik atau oksik, tetapi tidak memenuhi syarat
karena faktor tekstur, tidak mempunyai horison penciri (kecuali tertimbun ≥ 50 cm bahan baru) selain horison A
okrik.
ARENOSOL
Tanah lain yang mempunyai horison A molik atau umbrik, dan dapat dijumpai horison B kambik, atau horison A
okrik dan horison B kambik, tidak mempunyai horison penciri lain (kecuali jika tertimbun ≥ 50 cm bahan
baru)pada kedalaman sampai 35 cm atau lebih mempunyai satu atau kedua-duanya dari: (a) bulk density fraksi
tanah halus (< 2 mm) pada kapasitas lapang dari <0,90 gr/cm3 dan komplek pertukaran didominasi oleh bahan
amorf; (b) > 60% adalah abu volkan vitrik, cinders, atau bahan piroklastik yang lain dalam fraksi debu, pasir, dan
liat.
ANDOSOL
Tanah lain yang mempunyai kandungan liat ≥ 40%, remah sampai gumpal, gembur, dan warna homogen pada
penampang tanah dalam dengan batas horison baur, KB < 50% (NH4OAc) sekurang-kurangnya pada beberapa
bagian dari horison B di dalam kedalaman 125 cm dari permukaan, tidak mempunyai horison penciri (kecuali
jika tertimbun ≥ 50 cm bahan baru) selain horison A umbrik, atau horison B kambik, tidak memperlihatkan
gejala plintit di dalam kedalaman 125 cm dari permukaan, dan tidak mempunyai sifat vertik.
LATOSOL
Tanah lain yang mempunyai kandungan liat tinggi (≥ 60%), remah sampai gumpal,gembur dan warna homogen
pada penampang tanah dalam dengan batas horison baur, KB 50% atau lebih (NH4OAc), tidak mempunyai
horison penciri (kecuali jika tertimbun ≥ 50 cm bahan baru) selain horison A molik atau horison B kambik, tidak
memperlihatkan gejala plintit di dalam kedalaman 125 cm dari permukaan, dan tidak memiliki sifat vertik.
MOLISOL
Tanah lain yang mempunyai horison B kambik tanpa atau dengan horison A okrik,umbrik atau molik, tanpa
memperlihatkan gejala hidromorfik di dalam penampang 50 cm dari permukaan.
KAMBISOL
Tanah lain yang memperlihatkan sifat hidromorfik di dalam kedalaman 50 cm dari permukaan, tidak
mempunyai horison penciri (kecuali jika tertimbun ≥ 50 cm bahan baru) selain horison A, horison H,
horison B kambik, kalsik atau gipsik.
GLEISOL
Tanah lain yang mempunyai horison B argilik dengan kadar liat tinggi, penurunan kadar liat < 20% terhadap liat
maksimum di dalam kedalaman 150 cm dari permukaan, kandungan bahan mudah lapuk < 10% di dalam
kedalaman 50 cm dari permukaan, tidak mempunyai plintit sampai 125 cm dari permukaan, tidak mempunyai
sifat vertik dan ortoksik.
NITOSOL
Tanah lain yang mempunyai horison B argilik, mempunyai KB < 35% (NH4OAc) sekurang-kurangnya pada
beberapa bagian dari horison B di dalam kedalaman 125 cm dari permukaan, dan tidak mempunyai horison
albik yang berbatasan langsung dengan horison argilik atau fragipan.
PODSOLIK
Tanah lain yang mempunyai horison B argilik, mempunyai KB ≥ 35% (NH4OAc) dan tidak mempunyai
horison albik yang berbatasan langsung dengan horison argilik atau fragipan.
MEDITERAN
Tanah lain yang mempunyai horison E albik di atas suatu horison dengan permeabilitas lambat (horison B
argilik atau natrik yang memperlihatkan perubahan tekstur nyata, liat tinggi, fragipan) di dalam kedalaman 125
cm dari permukaan, memperlihatkan ciri hidromorfik sekurang-kurangnya sebagian lapisan dari horison E.
PLANOSOL
Tanah lain yang mempunyai horison B spodik.
PODSOL
Tanah lain yang mempunyai horison B oksik.
OKSISOL
Tanah lain yang mempunyai horison B yang memiliki kadar plintit dan atau kongkresi besi ≥ 30% (berdasarkan
volume) di dalam kedalaman 125 cm dari permukaan tanah.
LATERITIK
KUNCI PENETAPAN JENIS DAN MACAM TANAH
Tanah yang mempunyai horison H setebal ≥ 50 cm (jika bahan organik terdiri dari spaghnum atau lumut ≥ 60
cm atau mempunyai bulk density< 0,1 gr/cm3) dari permukaan tanah, atau kumulatif 50 cm di dalam 80 cm dari
lapisan atas; ketebalan horison H mungkin berkurang bila terdapat lapisan batuan atau bahan fragmen batuan
yang terisi oleh bahan organik diantaranya.
ORGANOSOL (H)
Organosol yang didominasi oleh bahan fibrik setebal 50 cm atau berlapis sampai kedalaman 80 cm dari
permukaan.
Organosol Fibrik (Hf)
Organosol lain yang didominasi oleh bahan hemik setebal 50 cm atau berlapis sampai 80 cm dari permukaan.