A PPT2 Klp.5
A PPT2 Klp.5
A PPT2 Klp.5
Oleh : Kelompok 5
Kelas A
• Mendeteksi tanda-tanda awal penyakit akibat kerja dapat merangsang pencegahan. Tanda-
tanda awal bisa didefinisikan sebagai kombinasi gejala atau tanda dan faktor risiko yang
berhubungan dengan pekerjaan berdasarkan bukti.
• Tindakan dini dapat mencegah terjadinya penyakit akibat kerja memperkuat urgensi dan
kesiapsiagaan untuk mengambil tindakan pencegahan untuk mengurangi faktor risiko terkait
pekerjaan.
• Pembentukan Tim yang meliputi profesional kesehatan dan keselamatan kerja termasuk
perawat kesehatan kerja dan lingkungan, dokter kedokteran kerja, ahli higiene industri,
keselamatan profesional, dan psikolog kesehatan kerja, terdapat tim multidisiplin adalah ahli
ergonomi, ahli toksikologi, ahli epidemiologi, spesialis sumber daya manusia, dan psikolog
organisasi.
Kecelakaan kerja dapat menimbulkan korban jiwa (manusia). Kecelakaan kerja dikelompokkan
menjadi 3 yaitu:
• Kecelakaan Kerja Ringan
Setelah korban kecelakaan kerja diberi pengobatan seperlunya, selanjutnya bisa langsung bekerja
kembali seperti semula (sama dengan kondisi sebelum menjadi korban kecelakaan)
• Kecelakaan Kerja Sedang
Bila korban kecelakaan kerja dalam waktu maksimal 2 x 24 jam setelah diberi pengobatan
seperlunya, selanjutnya bisa bekerja kembali seperti semula (samadengan kondisi sebelum
menjadi korban kecelakaan kerja)
• Kecelakaan Kerja Berat
Bila korban peristiwa kecelakaan kerja, tidak bisa bekerja kembali seperti semula (sama dengan
kondisi sebelum menjadi korban kecelakaan kerja) dalam waktu lebih dari 2 x 24 jam setelah
diberi pengobatan seperlunya. Atau bila manusia atau tenaga kerja yang menjadi korban peristiwa
kecelakaan kerja mengalami cacat tubuh seumur hidup.
2. Faktor Pekerjaan
f. Jam Kerja
g. Pergeseran Waktu
.
3. Faktor Pekerja (Human Factor).
h. Umur Pekerja
i. Pengalaman Bekerja .
j. Tingkat Pendidikan dan Keterampilan
k. Lama Bekerja .
l. Faktor Kelelahan
1. Kerugian langsung
Kerugian langsung adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung dirasakan dan
membawa dampak terhadap organisasi atau perusahaan:
a. Biaya Pengobatan dan Kompensasi
b. Kerusakan Sarana Produksi
2. Kerusakan Tidak Langsung
c. Kerugian Jam Kerja
d. Kerugian Produksi
e. Kerugian Sosial
f. Citra dan Kepercayaan Konsumen
Kecelakaan merupakan sebuah kejadian tak terduga yang dapat menyebabkan cedera
atau kerusakan. Kecelakaan dapat terjadi akibat kelalaian dari perusahaan, pekerja,
maupun keduanya, dan akibat yang ditimbulkan dapat memunculkan trauma bagi
kedua pihak.
Bagi pekerja, cedera akibat kecelakaan dapat berpengaruh terhadap kehidupan pribadi,
kehidupan keluarga, dan kualitas hidup pekerja tersebut.
Menurut M. Bruri, 2014 Pengertian cidera adalah patah, retak, cabikan, dan
sebagainya yang diakibatkan oleh kecelakaan. Bagian tubuh yang terkena cidera
dan sakit terbagi menjadi:
• Kepala; mata.
• Leher.
• Batang tubuh; bahu, punggung.
• Alat gerak atas; lengan tangan, pergelangan tangan, tangan selain jari, jari
tangan.
• Alat gerak bawah; lutut, pergelangan kaki, kaki selain jari kaki, jari kaki
• Sistem tubuh.
• Banyak bagian
• Incident rate
Adalah jumlah kejadian/kecelakaan cidera atau sakit akibat kerja setiap seratus
orang karyawan yang dipekerjakan.
• Frekuensi rate
Adalah jumlah kejadian cidera atau sakit akibat kerja setiap satu juta jam kerja
• Loss Time Injury Frekuensi Rate
Jumlah cidera atau sakit akibat kecelakaan kerja dibagi satu juta jam kerja
• Severity Rate
Waktu (hari) yang hilang dan waktu pada (hari) pekerjaan alternatif yang hilang
dibagi satu juta jam kerja
• Total Recordable Injury Frekuensi Rate
Jumlah total cidera akibat kerja yang harus dicatat (MTI, LTI & Cidera yang
tidak mampu bekerja) dibagi satu juta jam kerja
Penyakit Akibat Kerja pada Perawat, berdasarkan agen penyebabnya penyakit dapat
dibedakan menjadi :
1. Agen Biologi : Bahaya biologi cditempat kerja terdiri atas infeksi akut dan kronis,
bakteri, mikroba, bahan beracun, reaksi alergi dan iritan.
2. Agen Kimia : penggunaan lateks, hydrogen peroksida, merkuri, gas anastesi, obat-
obatan sitotoksik, Aldehid (formaldehid) di kamar mayat, dan glutaraldehid untuk
endoskopi dapat menimbulkan masalah pernafasan.
3. Agen Fisika : Agen fisika seperi panas, dingin, listrik, cahaya dan radiasi ionisasi.
Agen fisika lainnya seperti kebisingan yang tinggi akibat pemajanan pekerja terhadap
ultrasound pada pemecahan batu ginjal. Kemudian radiasi pengion juga tidak luput
terhadap perawat dibagian rontegen, sedangkan radiasi elektromagnetik bukan pengion
seperti laser yang dipakai dibagian bedah, dermatologi, oftalmologi dan ginekologi
juga dapat menimbulkan resiko kerusakan mata.
• Kecelakaan akibat kerja dapat terjadi ketika perawat melupakan atau melewatkan
tahapan sederhana namun berarti bagi kesehatan dan keselamatan pasien dan diri
perawat. Tahapan tersebut seperti perawat tidak menggunakan prinsip one hand
saat membuka dan menutup suntikan, tidak menutup, memutar atau melepas jarum
bekas dengan prinsip satu tangan dan tidak membuang benda infeksius ke dalam
wadah khusus infeksius yang telah disediakan.
• Cedera akibat kerja merupakan dampak fisik seperti patah, retak, luka dan
sebagainya yang diakibatkan oleh kecelakaan.
• Beberapa penyebab utama cedera dibidang perawatan kesehatan meliputi,
overexertion, kegiatan mengangkat dan memindahkan pasien, tertusuk jarum
suntik, kekerasan, dan kekurangan sumber daya manusia. Dampak cedera akibat
kerja perawat terbesar adalah sprain dan strain, Bergesernya cakram
intervertebralis, tertularnya penyakit HIV/AIDS, Hepatitis B atau C, infeksi
patogen, fraktur, dan cedera kepala .
• Sprain dan strain menurut OSHA merupakan cedera yang paling sering dilaporkan
di antara petugas kesehatan (Occupational Safety and Health Administration,
2013). Cedera ini memengaruhi bahu dan punggung bagian bawah. Mekanika
tubuh yang salah saat memindahkan atau mengangkat pasien dapat merusak
cakram intervertebralis (penopang medulla spinalis).
Komponen pendukung yang mempengaruhi kekuatan langkah-langkah manajemen risiko tersebut antara lain :
4. Tata kelola dan kepatuhan,
5. Kebijakan dan prosedur,
6. Teknologi dan sistem, serta
7. Budaya berbasis risiko.
1. Penetapan tujuan
Menetapkan strategi, kebijakan organisasi dan ruang lingkup manajemen risiko yang akan dilakukan.
2. Identifikasi risiko
Mengidentifikasi apa, mengapa dan bagaimana factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya risiko untuk analisis
lebih lanjut.
3. Analisis risiko
Dilakukan dengan menentukan tingkatan probabilitas, eksposure dan konsekuensi yang akan terjadi. Kemudian
ditentukan tingkatan risiko yang ada.
4. Evaluasi risiko
Membandingkan tingkat risiko yang ada dengan kriteria standar.
- Setelah itu tingkatan risiko yang ada untuk beberapa hazard dibuat tingkatan prioritas manajemennya.
- Jika tingkat risiko ditetapkan rendah, maka risiko tersebut masuk ke dalam kategori yang dapat diterima dan
mungkin hanya memerlukan pemantauan saja tanpa harus melakukan pengendalian.
5. Pengendalian risiko
Melakukan penurunan derajat probabilitas dan konsekuensi yang ada dengan
menggunakan berbagai alternatif metode, bisa dengan transfer risiko, daln lain-lain.
6. Monitor dan Review
Monitor dan review terhadap hasil system manajemen risiko yang dilakukan serta
mengidentifikasi perubahan-perubahan yang perlu dilakukan.
7. Komunikasi dan konsultasi
Komunikasi dan konsultasi dengan pengambil keputusan internal dan eksternal untuk
tindak lanjut dari hasil manajemen risiko yang dilakukan
• Peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 56 tahun 2016 tentang penyelenggaraan
pelayanan penyakit akibat kerja
• Peraturan presiden republik indonesia. Nomor 7 tahun 2019 tentang penyakit akibat kerja
• Van der molen, & frings-dresen. (2019). Penyakit akibat kerja: dari penyembuhan hingga
pencegahan. Jurnal kedokteran klinis, 8 (10), 1681.
• Newfang, d. A., johnson, g. T., & harbison, r. D. (2015). Controls of occupational diseases. Hamilton
& hardy’s industrial toxicology, 13–18.
• Redjeki, Sri. 2016. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Kementrian Kesehatan RI
• Triyono, M. B. dll. 2014. Buku Ajar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Universitas Negeri
Yogyakarta
• Fitra, Miladil. (2021). Analisis Risiko Keselamatan dan Keselamatan Kerja (ARK3). Jakarta :
Azkiya Publishing
• Mansdorf, S.Z. (2019). Handbook of occupational Safety And Health 3th Ed. USA : Wiley
• Carroll, Roberta. (2009). Risk Management Handbook for Health Care Organization. San
Fransisco : Jossey-Bass
Daftar Pustaka
• Azmi, R. (2008). Penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja oleh P2K3 untuk
meminimalkan kecelakaan kerja di PT. Wijaya Karya Beton tahun 2008 (Skripsi). FKM, USU, Medan.
• Hanggraeni, D. (2012). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
• Hiperkes. (2008, April 4). Keselamatan kerja. Diakses September 28, 2021, dari
https://hiperkes.wordpress.com.
• ILO. (2013). Keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja sarana untuk produktivitas. Diakses tanggal
28 ,september 2021, dari https://www.ilo.org.
• Kepmenkes RI No. 432 Tahun 2007 Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
di Rumah Sakit.
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesian Nomor 66. (2016). Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit. Jakarta.
• Ramli, S. (2010). Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja OHSAS 18001. Jakarta: Dian Rakyat.
• Suma’mur, P.K. (2009). Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta: CV Sagung Seto.