2842 5267 2 PB

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Jurnal Pesisir dan Laut Tropis

Volume 3 Nomor 1 Tahun 2013

STRUKTUR KOMUNITAS KARANG DAN BIOTA ASOSIASI


PADA KAWASAN TERUMBU KARANG DI PERAIRAN
DESA MINANGA KECAMATAN MALALAYANG II DAN
DESA MOKUPA KECAMATAN TOMBARIRI.
(Coral Structure Community and Its Association Organism In Coral Reef at
Minanga Village of Malalayang II and Mokupa Village of
Tombariri District Waters).
Jeremias R. Tuhumena1*, Janny D. Kusen1, Carolus P. Paruntu1
1

Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam
Ratulangi, Manado
*e-mail: [email protected]

Main purpose of this study were to know the community structure of coral and its
associate organism as well as coral cover percentage. Data of coral cover percentage had
been gathered by using LIT (Line Intercept Transect), whereas a quadrant had been used for
associate organism. The study sites were at two locations, Minanga Village of Malalayang II
District and Mokupa Village of Tombariri District waters. The result shown that coral cover
percentage at two locations were very low. The diversity of marine organism in Minanga Village
and Mokupa Village have the moderate diversity. Similarity of Ascidiacea and Algae organism
communities were equal whereas Sponge, Echinoderm, Mollusc and Fish were unequal.
Frequency of Mollusc and Crustacean have been shown as highest value, but Algae was the
lowest value. Density of Ascidiacea, Sponge and mollusc organism have been shown highest
value, whereas Echinoderm, Crustacean and Algae shown the lowest value at Minanga Village
whereas at Mokupa Village Mollusc organism have been shown the highest density, while the
Ascidiacea, Sponge, Algae and Polichaetes have the lowest value.
Keywords : Coral reef, Associations organism, Structure communities.
Tujuan studi yaitu untuk mengetahui struktur komunitas biota karang dan biota asosiasi
di kawasan terumbu karang. Data tutupan karang diperoleh dengan menggunakan metode LIT
(Line Intercept Transect) sedangkan untuk biota asosiasi diperoleh dengan menggunakan
kuadran. Penelitian dilakukan pada dua lokasi yaitu di Desa Minanga Kecamatan Malalayang II
dan Desa Mokupa Kecamatan Tombariri Provinsi Sulawesi Utara. Hasil yang diperoleh pada
dua lokasi menunjukkan persentase tutupan karang yang sangat rendah. Biota pada Desa
Minanga dan Desa Mokupa memiliki keanekaragaman sedang. Untuk kesamaan komunitas
Ascidian dan Alga ditemukan sama, sedangkan Spons, Ekinodermata, Moluska serta Ikan
berbeda pada kedua lokasi. Nilai Frekuensi biota pada Desa Minanga memiliki nilai tertinggi
yaitu Ascidian yang terendah yaitu Krustasea dan Alga sedangkan nilai frekuensi pada Desa
Mokupa memiliki nilai tertinggi yaitu Ascidian dan yang terendah yaitu Polikaeta dan Alga.
Kepadatan Ascidian, Spons dan Moluska memiliki nilai tertinggi, sedangkan nilai terendah yaitu
Ekinodermata, Krustasea dan Alga di Desa Minanga, sedangkan kepadatan Moluska memiliki
nilai tertinggi sedangkan Ascidian, Spons, Alga dan Polikaeta memiliki nilai terendah di Desa
Mokupa.
Kata Kunci : Terumbu karang, Organisme asosiasi, struktur komunitas.

Jurnal Pesisir dan Laut Tropis

Volume 3 Nomor 1 Tahun 2013

PENDAHULUAN
Terumbu karang adalah stukrur
bawah air yang tersusun dari endapan
kalsium karbonat
(CaCO3),
yang
dihasilkan oleh fauna karang yang pada
umumnya dijumpai di perairan tropis
(Razak
dan
Simatupang,
2005).
Menurut Veron (1986), terumbu karang
masuk dalam filum Cnidaria, kelas
Anthozoa,
ordo
Scleractinia
dan
memiliki 15 famili. Adapula faktor-faktor
fisika dan ekologi yang menjadi
pembatas kehidupan terumbu karang
yaitu
suhu,
salinitas,
cahaya,
sedimentasi,
gelombang
dan
kedalaman.
Faktor
ekologi
yaitu
persaingan, pemangsaan dan grazing
(Nybakken, 1988). Di daerah terumbu
karang
hidup
organisme
yang
berasosiasi yaitu Alga, Krustasea,
Moluska, Ekinodermata dan Ikan (Nontji,
2002).
Menurut Romimohtarto dan
Juwana
(2007),
terumbu
karang
merupakan ekosistem yang subur dan
kaya akan makanan. Struktur fisiknya
yang rumit, bercabang-cabang, berguagua dan berlorong-lorong membuat
ekosistem ini habitatnya sangat menarik
bagi banyak jenis biota laut baik flora
maupun fauna. Struktur komunitas
karang dan biota asosiasi pada
kawasan terumbu karang di perairan
Desa Minanga dan Desa Mokupa belum
pernah diteliti. Tujuan penelitian ini
untuk
mendeskripsikan
struktur
komunitas fauna karang dan biota
asosiasi
melalui
analisis
bentuk
kepadatan dan kepadatan relatif,
frekuensi
dan
frekuensi
relatif,
persentase tutupan karang, kesamaan
komunitas dan keanekaragaman.

Lokasi Penelitian
Gambar 1. Peta lokasi penelitian di
Desa
Minanga
Kecamatan
Malalayang II dan Desa Mokupa
Kecamatan Tombariri (Sumber :
Diinsert dari peta LPI
BAKOSURTANAL 1995).

Keterangan :
Desa Minanga
Desa Mokupa

b.

Prosedur Kerja

Pengambilan data untuk tutupan


terumbu karang menggunakan LIT yaitu
mengukur tutupan karang yang dilewati
atau bersinggungan dengan meteran,
setelah itu melihat ke kiri dan ke kanan
dalam radius 2 m untuk melihat jenisjenis ikan yang ada. Untuk pengambilan
data biota asosiasi menggunakan
kuadran (1x1 meter) yang diletakkan
sebanyak 5 buah pada garis transek
sepanjang 25 meter. Kemudian melihat
biota dalam kuadran, sedangkan untuk
sampel
Moluska
diambil
dan
diidentifikasi di Laboratorium Biologi
Kelautan.

METODE PENELITIAN
a.

2417-05

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa


Minanga Kecamatan Malalayang II dan
Desa Mokupa Kecamatan Tombariri
Provinsi Sulawesi Utara. Penelitian ini
dilakukan selama 6 bulan, mulai bulan
februari juli tahun 2013.

Jurnal Pesisir dan Laut Tropis

c.

Volume 3 Nomor 1 Tahun 2013

Analisa Data

Kesamaan Komunitas

Kepadatan Biota Karang


Kepadatan spesies biota karang
dianalisis dengan menggunakan rumus
kepadatan (Odum 1994) :

Untuk mengetahui kesamaan


komunitas biota karang dan fauna
karang antar stasiun penelitian maka
digunakan rumus koefisien kesamaan
atau Indeks Sorensen (Odum 1994)
sebagai berikut :

Jumlah individu spesies


Kepadatan spesies =
Luas wilayah contoh(m2)
Kepadatan spesies A
Kepadatan Relatif(%)=
x 100
Kepadatan spesies total

IS (%) =

Frekuensi jenis biota karang dan


fauna
karang
dianalisis
dengan
menggunakan formula menurut Bengen
(2000):

Fi = Pi/P
Dimana :
Fi : Frekuensi Jenis
Pi :Jumlah plot yang ditemukan jenis i
P: Jumlah semua plot

Indeks Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman spesies
adalah ukuran kekayaan komunitas
dilihat dari jumlah spesies dalam suatu
kawasan, berikut jumlah individu dalam
tiap spesies. Indeks keanekaragaman
spesies dianalisis dengan menggunakan
formula Shannon-Wiener dalam Ludwig
dan Reynolds (1988).

Rfi = Fi/F X 100


= Frekuensi relatif
= Frekuensi jenis i
= Frekuensi semua jenis

H = - (n/N ln ni/N)

Persentase Tutupan Terumbu Karang


(% cover)

Dimana :
H : Indeks keanekaragaman spesies
ni : Jumlah individu dalam spesies ke-i
N : Jumlah total individu
Keterangan :
H< 1 : Keanekaragaman rendah dan
keadaan komunitas rendah
1<H<3: Keanekaragaman sedang dan
keadaan komunitas sedang
H>3 : Keanekaragaman tinggi dan
keadaan komunitas tinggi.

Nilai
persentase
penutupan
terumbu karang diperoleh dari hasil
pengukuran life form karang dengan
menggunakan formula (Gomez dan Yap
1988) :
Li
L (%) =
x 100
N
Dimana :
L = Persentase penutupan karang (%)
Li

2C
X 100
A+B

Dimana,
IS = Indeks Sorensen
C = Jumlah spesies yang sama dan
terdapat pada kedua stasiun
A = Jumlah spesies dalam stasiun A
B = Jumlah spesies dalam stasiun B
Dengan kriteria keputusan: dua
stasiun tidak berbeda jika nilai IS > 50.

Frekuensi Jenis Biota Karang

Dimana :
RFi
Fi
F

= Panjang transek (25 m)

= Panjang
lifeform
(intercept
koloni) jenis kategori ke-i

Jurnal Pesisir dan Laut Tropis

Volume 3 Nomor 1 Tahun 2013

HASIL DAN PEMBAHASAN


a.

nilai kepadatan relatif berkisar antara


3,2 20%.
Hal ini diduga akibat
substrat dan aktifitas dari manusia pada
perairan. Menurut Abrar dan Manuputty
(2008) bahwa, Ascidian umumnya
berada pada daerah terumbu karang
yang masih hidup maupun yang sudah
mati. Spons pada perairan berada pada
daerah yang memiliki substrat keras
seperti di daerah terumbu karang (Hadi,
2010). Jenis Ekinodermata seperti bulu
babi, bintang laut dan jenis yang lainnya
mempunyai tempat hidup pada daerah
terumbu
karang
dan
celah-celah
terumbu karang (Nontji, 2002). Alga
hidup di dasar laut mulai dari zona
pasang surut sampai sedalam sinar
matahari dan hidup menempel pada
dasar yang keras seperti terumbu
karang (Nontji, 2002). Moluska hidup
berada pada daerah yang didominasi
oleh puing-puing terumbu, lembaran
karang mati dan batu-batuan (Allen dan
Steene, 1994).

Kepadatan dan Kepadatan Relatif


Biota

Hasil
perhitungan
indeks
kepadatan dan kepadatan relatif biota
asosiasi pada Desa Minanga dan Desa
Mokupa berkisar antara 0,01 3 ind/m2
dan nilai kepadatan relatif berkisar
antara 0,72-14,3%.
Hal ini diduga
akibat substrat dari jenis biota yang ada
pada dua lokasi penelitian yang
berbeda. Menurut Abrar dan Menuputty
(2008) bahwa, kehadiran dan sebaran
Ascidian berada pada daerah yang
didominasi oleh substrat keras dan
patahan karang. Spons berada pada
daerah yang keras yaitu seperti di
daerah terumbu karang (Hadi, 2010).
Ekinodermata memiliki tempat hidup
pada daerah terumbu karang karena
terdapat banyak makanan. Xanthidae
sp memiliki tempat hidup pada daerah
yang berbatu dan celah-celah karang
hidup dan mati (Edmonson, 1962).
Spirobranchus
gigantheus terdapat
pada daerah yang asin dan tidak ada
pada habitat yang lainnya (Pamungkas,
2011).
Menurut Romimohtarto dan
Juwana (2007), alga hijau terdapat
terutama di mintakat litoral bagian atas,
khususnya di bagian bawah dari
mintakat pasut. Moluska yang lebih
umum dikenal dengan keong laut yang
biasa dijumpai pada di berbagai jenis
lingkungan dan menyesuaikan dengan
bentuk lingkungannya (Nonjti, 2002).
Ikan karang pada umumnya dipengaruhi
oleh oleh kondisi terumbu karang yang
baik dan jaringan makanan yang cukup
tinggi sehingga keanekaragaman ikan
sangat tinggi.
b.

c.

Persentase
Karang

Tutupan

Terumbu

Hasil dari persentase tutupan


terumbu karang pada Desa Minanga
berkisar antara 1,12 39,64%. Hal ini
diduga
disebabkan
oleh
fauna
pemangsa dan aktifitas manusia pada
Desa Minanga. Menurut Kaleka (2004)
bahwa, terumbu karang di Semenanjung
Sulawesi
Utara
tak
luput
dari
permasalahan yang
sama.
Fauna
pemakan coral Acanthaster planci yang
semakin
meningkat,
masuknya
sampah/eutrofikasi dan tekanan akibat
aktifitas manusia yang berlebihan.
Pada Desa Mokupa memiliki nilai
persentase tutupan terumbu karang
yang berkisar antara 0,467,4 %. Hal
ini diduga akibat aktifitas manusia dan
salinitas. Menurut Dahuri, dkk. (2008)

Frekuensi dan Frekuensi Relatif


Biota Asosiasi

Hasil
perhitungan
indeks
frekuensi dan frekuensi relatif biota
asosiasi pada Desa Minanga dan Desa
Mokupa berkisar antara 0,2- 1,3 dan

Jurnal Pesisir dan Laut Tropis

Volume 3 Nomor 1 Tahun 2013

bahwa, kerusakan terumbu karang yang


diakibatkan oleh manusia diantaranya
ialah penambangan karang dengan atau
tanpa menggunakan bahan peledak,
pengurukan disekitar terumbu karang,
parawisata dan lainnya.
Menurut
Romimohtarto dan Juwana (2007)
bahwa, terumbu karang berkembang
pada salinitas air tetap di atas 30 35
PSU.
d.

Indeks Keanekaragaman
Asosiasi

Menurut Nybakken (1988) bahwa,


keberadaan
makro
Alga
sangat
ditentukan oleh ketersediaan cahaya
matahari.
Umumnya makro Alga
terdapat pada daerah intertidal atau
subtidal sampai batas kedalaman 200
meter.
Banyak Moluska dari Kelas
Gastropoda yang ditemukan pada setiap
stasiun
di Banten diduga karena
kemampuan adaptasinya yang tinggi
baik dari substrat keras maupun lunak
(Dibyowati, 2009). Menurut Najamuddin
(2012) bahwa, komunitas Ikan karang
ditemukan beragam pada daerah
terumbu karang yang jauh dari
pemukiman karena umumnya memiliki
kondisi yang baik.

Biota

Nilai indeks keanekaragaman


biota pada Desa Minanga berkisar
antara 2,71 2,94 dan Desa Mokupa,
berkisar antara 2,3 2,8. Hal ini diduga
disebabkan oleh substrat, arus dan
aktifitas manusia. Hal ini didukung oleh
pernyataan dari Abrar dan Manuputty
(2008)
bahwa,
keanekaragaman
Ascidian akan banyak tumbuh pada
substrat keras dan patahan terumbu
karang yang ditumbuhi oleh Alga.
Menurut Romimohtarto dan Juwana
(2008) bahwa, sebaran dari Spons ini
didukung oleh larva yang bergerak aktif
atau oleh fauna muda yang terbawa
arus
sebelum
Spons
tersebut
menempel. Biota Ekinodermata dapat
tersebar di lingkungan yang disukainya
karena dipengaruhi oleh substrat dan
pakannya seperti Alga dan Lamun dan
banyak dijumpai pada perairan dangkal
dengan
kedalaman
0-6
meter
(Rachmawati, 2012). Penelitian yang
dilakukan oleh Dauer and Conner
(1980) di pantai Old Tampa, Florida,
menyatakan jumlah dan biomassa
Polikaeta mengalami peningkatan di
daerah yang mengalami peningkatan
nutrien dari limbah rumah tangga
sebesar 4 kali dari Polikaeta yang
berada pada lokasi yang tidak
mengalami
peningkatan
nutrien.

e.

Nilai
Koefisien
Kesamaan
Komunitas Biota Asosiasi

Nilai
koefisien
kesamaan
komunitas pada lokasi penelitian
memiliki nilai yang berbeda.
Biota
Ascidian pada dua lokasi sama yaitu
Alga dan Ascidian.
Hal ini diduga
karena substrat dari biota tersebut yang
cocok bagi biota-biota ini. Pernyataan ini
didukung oleh pernyataan dari Abrar
dan Manuputty (2008) bahwa, Ascidian
akan banyak tumbuh pada substrat
yang keras dan patahan terumbu karang
yang ditumbuhi oleh Alga. Ditambahkan
oleh Nontji (2002) bahwa, Alga yang
dapat hidup di dasar laut banyak
terdapat di sepanjang pantai mulai dari
zona pasang-surut sampai sedalamnya
sinar
matahari
dapat
tembus.
Sedangkan biota yang tidak sama
antara dua lokasi penelitian yaitu Spons,
Ekinodermata, Moluska dan Ikan. Hal
ini diduga terjadi karena substat, fauna
pemangsa dan aktifitas manusia.
Menurut Hadi (2010) bahwa, fauna
pemangsa Spons pada perairan air laut
diantaranya yaitu dari jenis penyu sisik,

10

Jurnal Pesisir dan Laut Tropis

Volume 3 Nomor 1 Tahun 2013

bintang laut dan dari jenis Moluska yaitu


Nudibranchia.
Biota Ekinodermata
mempunyai tempat hidup yaitu di
daerah terumbu karang, karena terdapat
banyak makanan, pada jenis bintang
laut mengular merupakan individu yang
hidup
pada
celah-celah
karang,
sedangkan
bintang
laut
berduri
umumnya hidup merusak sistem dari
terumbu karang. Moluska yang banyak
dijumpai pada berbagai jenis lingkungan
dan bentuknya telah menyesuaikan
dengan lingkungan tersebut (Nontji,
2002). Menurut Najamuddin dkk. (2012)
bahwa, keberadaan ikan dipengaruhi
oleh kondisi terumbu karang, dimana
pada daerah terlindungi dan daerah
terbuka biasanya terdapat terumbu
karang yang mempunyai struktur
morfologi yang berbeda.

4. Indeks Kesamaan Komunitas


jenis Ascidian dan alga di Desa
Minanga dan Desa Mokupa yaitu
sama, sedangkan kesamaan
komunitas spons, ekinodermata,
ikan dan moluska yaitu berbeda,
5. Nilai Indeks Keanekaragaman
biota asosiasi dengan terumbu
karang di Desa Minanga dan
Desa Mokupa sedang.
DAFTAR PUSTAKA
Abrar, M., Manuputty, A. E. W., 2008.
Inventarisasi dan Sebaran Biota
Ascidian di Terumbu Karang
Perairan
Berau,
Kalimantan
Timur.
Pusat
penelitian
Oseanografi, LIPI. 47-66 hal.
Allen, G. 1994. Marine Fishes Of South
East Asia . Published by
Periplus Editions, 293 pp.
Bengen, D.G. 2000. Sinopsis Ekosistem
dan Sumber Daya Alam Pesisir.
Pusat
Kajian
Sumberdaya
Pesisir dan Lautan Institut
Pertanian
Bogor.
Bogor,
Indonesia.
Cappenberg, H. A. W., Aziz, A and
Aswandy, I. 2006. Komunitas
Moluska di Perairan Teluk
Gilimanuk,
Bali
Barat.
Oseanologi dan Limnologi di
Indonesia. No. 40:53-64.
Dahuri, H. R., Rais, J., Ginting, S. P.,
Sitepu, M. J., 2008. Pengelolaan
Sumber Daya Wiayah Pesisir
dan Lautan Secara Terpadu.
Penerbit PT. Pradnya Paramita,
Jakarta. Ed. Rev.,cet. ke-4. Hal.
197 201.
Dibyowati, L. 2009. Keanekaragaman
Moluska
(
Bivalvia
dan
Gastropoda) di Sepanjang Pantai
Carita, Pandeglang, Banten.
Fak. Matematikan dan Ilmu
Pengatahuan Alam, Jurnal IPB.
Bogor, Indonesia.
Gomez, E. D. and Yap, H. T. 1988.
Monitoring Reef Condition in:
Kenchington, R. A.and B. E. T.
Hudson
(ed.):
Coral
Reef
Management
Hand
Book.

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil
dari hasil penelitian yang dilakukan yaitu
:
1. Kepadatan
Biota
asosiasi
Ascidian, spons dan moluska di
Desa Minanga tinggi, sedangkan
ekinodermata, krustasea dan
alga rendah.
Sedangkan
kepadatan biota asosiasi di Desa
Mokupa tinggi yaitu moluska,
sedangkan yang rendah yaitu
Ascidian, spons, ekinodermata,
alga dan polikaeta,
2. Frekuensi
kehadiran
Biota
asosiasi di Desa Minanga
memiliki nilai rata-rata yaitu 0,51
dan nilai frekuensi relatif yaitu
10,34%.
Frekuensi kehadiran
Biota asosiasi di Desa Mokupa
memiliki nilai 0,43 dan nilai
frekuensi relatifnya yaitu 10,34%,
3. Tutupan karang pada Desa
Minanga sangat rendah dan
pada Desa Mokupa memiliki
tutupan terumbu karang yang
rendah,

11

Jurnal Pesisir dan Laut Tropis

Volume 3 Nomor 1 Tahun 2013

UNESCO Regional Office for


Science and Technology for
South East Asia. Jakarta.
Hadi, T. A. 2010. Biologi dan Ekologi
Spons. Oseana. Jurnal. Volume
XXXV, Nomor 1. 33-48 hal.
Kaleka, D. M. W., 2004. Transplantasi
Karang Batu Marga Acropora
Pada
Substrat
Buatan
di
Perairan Tablolong Kabupaten
Kupang.
Makalah Falsafah
Sains (PPS 702), Program S3
IPB. 8 hal.
Ludwig, J. A and Reynolds, J.F. 1988.
Statistical Ecology.A Primer on
Methods and Computing Jhon
Wiley & Sons, Inc. Toronto.
Canada.

Romimohtarto, K, Juwana, S. 2007.


Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan
Tentang Biota Laut. Penerbit
Djambatan,
Jakarta.
Ed.
Rev.,cet. Ke-3. Hal. 321 332.
Veron, J. E. N., 1986, Corals of Australia
and the Indo Pacific. August
Robertson. Publisher, 644 pp.

Najamudin, Ishak, S., dan Ahmad, A.


2012. Keragaman Ikan Karang di
Perairan Pulau Makian Provinsi
Maluku Utara. Jurnal.
Depik,
1(2): 114-120.
Nontji

A., 2002.
Laut Nusantara.
Djambatan, Jakarta. 367 hal.

Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut:


Suatu Pendekatan Ekologis.
Penerbit. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 325-363.
Odum, E.P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi.
Terjemahan Samingan. T dan
Srigando, B. Gajah Mada Press,
Yogyakarta. 230 hal.
Pamungkas, J. 2011. Cacing Laut dan
Keindahannya. Oseana, Jurnal.
Volume XXXVI. Nomor 2. 21-29
hal.
Razak, T, B dan Simatupang, K. L. M.
A., 2005.
Buku Panduan
Pelestarian Terumbu Karang;
Selamatkan Terumbu Karang
Indonesia.
Yayasan Terangi,
Jakarta, 113 hal.
Rachmawati, E, R. 2012. Pola Sebaran
dan
Keanekaragaman
Echinodermata
di
Perairan
Leuweung Sancang. Universitas
Pendidikan Indonesia, Indonesia.

12

You might also like