Manajemen Rantai Pasok Komoditas Ternak Eed29e7a PDF

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 15 No. 1, Juni 2017: 83-98 DOI: http://dx.doi.org/10.21082/akp.v15n1.2017.

83-98 83

MANAJEMEN RANTAI PASOK KOMODITAS TERNAK DAN DAGING SAPI

Supply Chain Management of Cattle and Beef Commodities

Saptana, Nyak Ilham

Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian


Jln. Tentara Pelajar No. 3B, Bogor 16111
E-mail: [email protected]

Naskah diterima: 10 Februari 2017 Direvisi: 3 Maret 2017 Disetujui terbit: 2 Mei 2017

ABSTRACT

Beef products demand keeps increasing and its domestic supply is insufficient. Domestic beef production to
meet domestic demand is one of priorities in the 2015-2019 Strategic Plan of the Ministry of Agriculture. This
study aims to examine feasibility of cattle business, channel supply chain, and supply chain management
performance of cattle and beef commodities. The method of analysis using approaches of feasibility cattle
business, supply chain channels of cattle and beef commodities, and cattle supply chain management at farmers’
level. Analysis results show that small-scale cattle fattening business on cash costs was still profitable, but its
profit was lower or incurring loss if based on the total costs. Medium and large business scales were profitable
and depending on the race types of cattle business. Supply channels were diverse and quite long controlled by
middlemen, slaughters, and inter-regional traders/distributors. Supply chain management performance of cattle
commodity was relatively well structured with low to moderate market integration. To improve the supply chain
management performance, it is necessary to implement a horizontally-integrated business. In addition, it is urgent
to involve small and medium-large business involvement, as well as partial vertical integration.
Keywords: business feasibility, supply chain, cattle, beef cattle

ABSTRAK

Produk daging sapi permintaannya terus meningkat dan belum mampu dipenuhi dari produksi domestik.
Pemerintah memutuskan bahwa pemenuhan kebutuhan daging sapi menjadi salah satu prioritas utama yang
tercantum dalam Renstra Kementerian Pertanian 2015-2019. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kelayakan
usaha ternak sapi pada berbagai skala usaha, saluran rantai pasok, dan kinerja manajemen rantai pasok
komoditas ternak sapi dan daging sapi. Metode analisis menggunakan analisis kelayakan usaha ternak sapi,
saluran rantai pasok komoditas ternak dan daging sapi, serta manajemen rantai pasok ternak sapi di tingkat
peternak. Hasil kajian menunjukkan bahwa usaha penggemukan sapi skala kecil atas biaya tunai masih
menguntungkan, namun jika berdasarkan atas biaya total keuntungannya menjadi turun bahkan merugi. Pada
usaha skala menengah dan besar memberikan keuntungan yang bervariasi dari moderat hingga tinggi tergantung
pada ras sapi yang diusahakan. Saluran rantai pasok sangat beragam dan cukup panjang dengan peran utama
pedagang pengumpul antar desa/kecamatan dan pedagang pemotong/pejagal, dan pedagang antar
daerah/distributor. Kinerja manajemen rantai pasok komoditas ternak sapi menunjukkan bahwa tipe struktur
pengelolaan rantai pasok ternak dan daging sapi tergolong kategori “keterkaitan pasar” dengan tingkat kinerja
pada level rendah hingga moderat. Implikasi kebijakan untuk meningkatkan kinerja manajemen rantai pasok
dapat dilakukan melalui usaha yang terintegrasi secara horizontal, meningkatkan kinerja penerapan manajemen
rantai pasok dengan melibatkan usaha skala kecil dan menengah/besar, dan meningkatkan integrasi vertikal
secara parsial ke arah lebih holistik.
Kata Kunci: kelayakan usaha, rantai pasok, ternak sapi, daging sapi
84 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 15 No. 1, Juni 2017: 83-98

PENDAHULUAN peternakan nasional, yaitu tumbuhnya


perusahaan-perusahaan feedlot skala besar
yang melakukan impor dan perusahaan-
Industri peternakan merupakan sektor perusahaan besar yang melakukan integrasi
penting dalam perekonomian nasional. Menurut secara vertikal. Pada sisi lain, usaha peternakan
IRSA (2009), produk daging dan jerohannya rakyat yang awalnya merupakan tulang
terkait dengan 66 industri lain, sedangkan punggung industri peternakan nasional,
produk daging olahan dan awetan lain terkait keberadaan dan perannya semakin tergeser.
dengan 54 industri lain. Angka pengganda Rendahnya daya saing usaha peternakan rakyat
output industri produk daging dan jerohannya utamanya disebabkan terbatasnya ketersediaan
bernilai 1,89 dan untuk produk daging olahan sapi bakalan, pengelolaan pakan yang kurang
dan awetan 2,34. Artinya, jika permintaan pada berkembang, gangguan penyakit reproduksi,
industri ini meningkat masing-masing sebesar serta penerapan manajemen rantai pasok
Rp1,00 maka output secara nasional akan produk daging sapi yang belum efisien.
meningkat masing-masing sebesar Rp1,89 dan Berdasarkan permasalahan tersebut penting
Rp2,34. dilakukan penelitian tentang manajemen rantai
Sumber-sumber pertumbuhan industri pasok komoditas ternak dan daging sapi.
peternakan dari sisi permintaan ditentukan oleh Koordinasi dan keterhubungan antar bagian
faktor jumlah penduduk dan pertumbuhannya, dalam keseluruhan rantai pasok produk daging
tingkat pendapatan, fenomena urbanisasi dan perlu mendapat perhatian serius dalam rangka
segmentasi pasar, serta preferensi konsumen
meningkatkan keterpaduan proses produksi dan
(Daryanto dan Saptana 2009; Saptana dan keterpaduan antar pelaku usaha dalam rangka
Daryanto 2013). Menurut Delgado et al. (1999) meningkatkan efisiensi dan dayasaing produk
telah terjadi revolusi dalam industri peternakan daging sapi lokal. Berdasarkan pertimbangan itu
dalam tiga dekade terakhir yang ditunjukkan
diperlukan informasi terkait dengan kinerja
dengan meningkatnya permintaan produk hasil rantai pasok peternakan dan daging sapi. Oleh
ternak dari negara berkembang, dimana karena itu kajian yang terkait dengan kelayakan
produksi peternakan telah diusahakan dalam usaha ternak sapi, dan kinerja manajemen
skala menengah hingga besar dan secara rantai pasok daging sapi sangat diperlukan
intensif, tidak lagi dilakukan secara subsisten. dalam perumusan kebijakan.
Pada sisi penawaran, faktor-faktor yang
berpengaruh adalah produksi, produktivitas dan Penelitian ini bertujuan untuk: (1)
skala usaha. Hal ini sangat terkait erat dengan menganalisis kelayakan usaha ternak sapi pada
ketersediaan dan harga bakalan, ketersediaan berbagai pola usaha; (2) menganalisis saluran
dan harga pakan, perubahan tekonologi rantai pasok ternak dan daging sapi; dan (3)
(genetika, pakan dan logistik), ketersediaan air menganalisis kinerja manajemen rantai pasok
bersih, ketersediaan dan harga energi, produk daging sapi.
ketersediaan lahan dan lingkungan kebijakan
yang kondusif (Daryanto dan Saptana 2009; dan
Saptana dan Daryanto 2013). METODOLOGI
Permasalahan pokok dalam industri
peternakan khususnya daging sapi adalah Kerangka Pemikiran
permintaan produk daging yang terus meningkat
dan belum mampu dipenuhi dari produksi Manajemen rantai pasok (Supply Chain
domestik. Pemenuhan kebutuhan daging sapi Management/SCM) mencakup keseluruhan
menjadi salah satu prioritas utama yang koordinasi dan integrasi dari aliran barang dan
tercantum dalam Renstra Kementerian uang dari semua pelaku usaha yang terlibat
Pertanian 2009-2014 dan dilanjutkan pada dalam keseluruhan rantai pasok. Menurut
periode 2015-2019. Untuk periode 2015-2019 Emhar et al. (2014), pengaturan aliran produk
program peningkatan produksi daging sapi (barang), keuangan, dan informasi dalam suatu
masih tetap menjadi prioritas dengan target rantai pasok merupakan hal penting pada
pertumbuhan produksi daging sapi rata-rata komoditas ternak dan daging sapi disebabkan
10,8% per tahun (Bappenas 2014). Pemerintah cukup banyaknya pelaku usaha yang terlibat,
melalui Kementerian Pertanian mentargetkan karakteristik produk daging sapi yang mudah
swasembada Daging Sapi pada tahun 2026 rusak, serta harganya sering berfluktuasi dan
(Kementan 2017). pada periode tertentu mengalami kenaikan
harga yang tinggi.
Permasalahan lainnya adalah terjadi
dualisme ekonomi dalam perkembangan industri
MANAJEMEN RANTAI PASOK KOMODITAS TERNAK DAN DAGING SAPI Saptana, Nyak Ilham 85

Hubungan antarbagian dalam manajemen Tujuan manajemen rantai pasok bagi


rantai pasok berperan terhadap nilai kerjasama antar perusahaan di dalam rantai
pengangkutan barang, keterkaitan yang tidak pasok suatu komoditas atau produk adalah
berjalan dengan baik akan mengganggu (Saptana dan Daryanto 2013): (1) mengurangi
keefektifan keseluruhan rantai pasok (Janvier, risiko pasar; (2) meningkatkan nilai tambah,
2012). Dalam penerapan manajemen rantai efisiensi dan keunggulan kompetitif; (3) berguna
pasok harus memperhatikan aliran dalam menyusun strategi pengembangan
barang/produk, aliran jasa, dan aliran informasi. produk; dan (4) strategi untuk memasuki pasar
Paling tidak ada enam hal yang harus baru. Bagi pedagang pengecer SCM diharapkan
diperhatikan, yaitu: (1) Apakah aktivitas yang dapat menekan biaya operasi, pengadaan,
dilakukan menghasilkan nilai tambah; (2) pemasaran, dan biaya distribusi. Kemampuan
Bagaimana atau dimana peranan jasa untuk menghasilkan produk yang standar dan
pelayanan di setiap mata rantai pasok; (3) Apa sistem distribusi yang efisien akan
dan siapa yang menentukan harga; (4) meningkatkan efisiensi dan daya saing produk
Hubungan kesepadanan diantara tiap pelaku di pasar.
usaha dalam rantai pasok; (5) Bagaimana nilai
Bila SCM produk daging sapi dapat berjalan
tambah yang tercipta di tiap simpul itu
baik, minimal ada empat keuntungan yang
didistribusikan secara adil di antara pelaku
dapat diraih, yaitu: (1) Adanya penambahan nilai
rantai pasok; dan (6) Siapa saja pemeran atau
meliputi kesesuaian dengan pesanan, ketepatan
penentu utama dalam rantai pasok.
dalam distribusi, dan kesesuaian dalam
Dengan melakukan pengukuran kinerja pembebanan biaya produksi; (2) Pengurangan
memungkinkan dapat melakukan perbaikan biaya transaksi yang berdampak pada timbulnya
kinerja rantai pasok sehingga dapat respon terhadap pasar yang lebih berorientasi
dioperasikan dengan efektif dan efisien. Indrajid pada kepentingan pelanggan; (3) Pengurangan
dan Djokopranoto (2002) mendefinisikan rantai risiko bisnis daging sapi, yaitu memberikan
pasokan (supply chain) sebagai suatu sistem jaminan pemasaran, pengembangan modal,
tempat organisasi menyalurkan barang produksi serta peningkatan efisiensi dan penambahan
dan jasa kepada pelanggannya. Konsep nilai produk daging sapi yang dihasilkan; dan (4)
manajemen rantai pasok (SCM) merujuk pada SCM dalam industri peternakan sapi dapat
manajemen keseluruhan proses produksi, dijadikan sarana alih teknologi dari perusahaan-
distribusi dan pemasaran dimana konsumen perusahaan besar kepada peternak kecil.
dihadapkan pada produk-produk yang sesuai Secara ringkas kerangka pemikiran dalam
dengan keinginannya dan produsen dapat penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
memproduksi produk-produknya dengan jumlah,
kualitas, waktu dan lokasi yang tepat (Marimin Ruang Lingkup Penelitian
dan Maghfiroh 2013, Daryanto 2008).
Rantai pasok daging sapi mencakup
Pujawan (2005) mengungkapkan sistem peternak/produsen, pedagang ternak sapi,
pengukuran kinerja diperlukan untuk: (1) pedagang daging, pengolah, dan industri kuliner
melakukan monitoring dan pengendalian, (2) serta pasar ternak dan rumah potong hewan.
mengkomunikasikan tujuan organisasi ke Manajemen rantai pasok hanya dibatasi pada
fungsi-fungsi pada rantai pasok, (3) mengetahui peternak sapi yang mencakup aspek
dimana posisi suatu organisasi relatif terhadap perencanaan, pengadaan, pengiriman ternak
pesaing maupun terhadap tujuan yang ingin dari penjual ke pembeli, dan penerimaan dari
dicapai, dan (4) menentukan arah perbaikan pembeli (receiving). Wilayah studi difokuskan
untuk menciptakan daya saing. Menurut pada daerah sentra produksi dan konsumsi di
Gunasekaran et al. (2001) pengukuran kinerja Pulau Jawa.
pada rantai pasok bertujuan untuk mendukung
tujuan, evaluasi, kinerja, dan penentuan aksi di Lokasi, Waktu Penelitian, dan Responden
masa depan pada strategi, taktik dan tingkat
operasional. Diperlukan beberapa hal yang Lokasi kajian adalah provinsi yang memiliki
harus diperhatikan dalam kinerja manajemen populasi sapi menyebar di berbagai kawasan
rantai pasok, yaitu memiliki fleksibilitas rantai perdesaan. Diharapkan lokasi penelitian
pasok yang baik, kualitas kemitraan yang saling memenuhi syarat sebagai berikut: (1) wilayah
mendukung, integrasi rantai pasok secara padu- sentra populasi serta eksistensi program
padan, dan kecepatan perusahaan dalam pengembangan sapi; (2) wilayah sentra
merespon permintaan pasar dan preferensi produksi hijauan pakan ternak dan hasil
konsumen. samping hasil pertanian, serta limbah industri
pertanian yang dapat dimanfaatkan untuk
86 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 15 No. 1, Juni 2017: 83-98

Pelaku usaha:
1. Meningkatkan
kualitas pelaku
Industri
Produsen Pedagang Pedagang usaha
kuliner
ternak ternak daging 2. Memperkuat
skala: kecil; usaha secara
menengah; berkelompok
Industri
besar 3. Memanfaatkan
pengolahan peluang pasar
4. Meningkatkan
skala dan
intensifikasi
usaha
Keterangan:
5. Meningkatkan
Finansial: pembayaran keterpaduan
Material: perbaikan antar pelaku
Informasi: order, ramalan
Produk:
1. Produktivitas
tinggi
2. Berkualitas
3. Nilai tambah
Sumber: Ilham et al. (2015)
4. Berdaya saing
Gambar 1. Gambaran saluran rantai pasok dan proses manajemen rantai pasok produk
ternak dan daging sapi dari produsen hingga ke konsumen

pakan; (3) wilayah yang mempunyai fasilitas Kabupaten Lamongan, Tuban, dan Bojonegoro
transportasi yang mudah dan dekat ke wilayah serta Kota Surabaya. Penelitian dilakukan pada
konsumsi utama yaitu DKI Jakarta dan Jawa bulan Maret-Oktober 2015.
Barat; dan (4) terdapat kelembagaan kelompok
ternak sapi potong dan atau kemitraan usaha Data dan Metode Analisis
sapi dengan pelaku usaha lain. Secara
Jenis dan Sumber Data
terperinci sebaran lokasi provinsi dan responden
penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Jenis data berupa data primer.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui
Responden penelitian ini adalah stakeholder
metode survei dan studi kasus dengan
yang terlibat sejak kegiatan produksi,
menggunakan kuesioner. Data primer yang
perdagangan ternak dan daging, pengolahan
dikumpulkan meliputi struktur input-output usaha
daging, hingga konsumen institusi. Untuk
tani, pola-pola rantai pasok komoditas dan
mendapatkan informasi pendukung
produk daging sapi, serta kinerja manajemen
diwawancarai beberapa responden pada
rantai pasok komoditas ternak sapi dan produk
institusi terkait. Untuk setiap provinsi
diidentifikasi 2-3 kabupaten/kota sentra produksi daging sapi.
sapi dengan mempertimbangkan pendapat Metode pengambilan contoh Pasar Hewan,
pihak Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Rumah Potong Hewan (RPH), dan industri
provinsi lokasi penelitian. Pada tiap kabupaten kuliner dilakukan secara purposive. Pasar
dipilih desa sentra produksi sapi. Kemudian dari Hewan yang dipilih sebagai contoh adalah pasar
setiap desa akan dipilih 5-10 orang peternak hewan yang paling banyak digunakan untuk
yang mengusahakan sapi 2-10 ekor. Usaha melakukan transaksi jual beli ternak sapi.
skala menengah dan/atau besar, pemilihan Rumah Potong Hewan (RPH) yang dipilih
lokasi dilakukan berdasarkan sebaran jumlah sebagai contoh diutamakan RPH yang telah
usaha sapi dan jumlah responden yang memiliki fasilitas lengkap sejak dari proses
dibutuhkan. Jumlah responden antara 2-3 unit pemotongan hingga fasilitas pembekuan daging.
usaha. Pada provinsi Jawa Tengah, dipilih Kota Hal itu dimaksudkan agar dapat melihat peran
Semarang serta Kabupaten Boyolali. Provinsi RPH tidak sebatas melakukan proses
Jawa Barat dipilih Kabupaten Ciamis dan mengubah ternak menjadi daging, tetapi juga
Kabupaten Cianjur. Provinsi Jawa Timur dipilih mengubah daging segar menjadi daging beku
MANAJEMEN RANTAI PASOK KOMODITAS TERNAK DAN DAGING SAPI Saptana, Nyak Ilham 87

Tabel 1. Distribusi jumlah responden menurut lokasi dan kategori contoh


DKI Jakarta
Responden Jateng Jatim Total
dan Jabar
1. Peternak sapi penggemukan 11 10 4 25
2. Peternak sapi pembibitan 2 2 - 4
3. Peternak sapi skala menengah/besar 4 4 2 10
4. Assosiasi peternak 2 1 - 3
5. Pedagang pengumpul antar 4 3 3
desa/kecamatan/ kabupaten/ provinsi 10
6. Pedagang pemotong/distributor daging 3 3 3 9
7. Pedagang pengecer 2 3 4 9
8. Pengusaha pascapanen (RPH) 2 2 2 6
9. Industri kuliner (Restaurant/RM) 1 2 3 6
10. Industri pengolah daging 2 1 3 6
11. Ditjen PKH (kesmavet, budi daya) - - 2 2
12. Dinas PKH provinsi/kabupaten 4 3 3 10
13. Dinas pasar/pasar hewan 1 1 2 4
Total 38 35 31 104

dan proses pengaturan stok yang terkait dalam Analisis saluran rantai pasok dilakukan
kegiatan manajemen rantai pasok. Teknik dengan mengidentifikasi dan menganalisis
snowball sampling digunakan untuk peran pelaku dalam rantai pasok. Dengan
pengambilan contoh mata rantai yang terlibat mengetahui aliran rantai pasok komoditas
dalam rantai pasokan daging sapi, seperti ternak dan daging sapi dapat diidentifikasi
peternak, pedagang sapi, distributor daging, permasalahan dan peran yang dijalankan
pedagang pengecer, industri pengolahan masing-masing pelaku usaha dalam rantai
daging, dan industri kuliner. pasok ternak dan daging sapi.
Analisis kinerja manajemen rantai pasok
Metode Analisis
produk daging sapi maka dilakukan analisis
Analisis kelayakan usaha ternak sapi potong, manajemen yang dilakukan pada rantai pasok
diperlukan data struktur input dan output fisik, ternak dan daging sapi dari pelaku usaha pada
data harga input dan output. Berdasarkan data tiap simpul rantai pasok dari hulu hingga hilir.
tersebut akan dihitung struktur ongkos, struktur Kegiatan yang dilakukan dalam melakukan
penerimaan, pendapatan usaha dan indikator analisis kinerja manajemen rantai pasok melalui
kelayakan usaha dengan R/C rasio. Analisis langkah-langkah sebagai berikut: (1)
kelayakan usaha dilakukan atas biaya tunai dan mengidentifikasi berbagai pola rantai pasok dan
atas biaya total. Biaya tunai hanya memasukkan pelaku yang terlibat serta pola aliran produk,
biaya-biaya yang benar-benar dibayar secara uang dan informasi; (2) mengidentifikasi tingkat
tunai oleh peternak, seperti bakalan, sarana penerapan manajemen rantai pasok daging sapi
produksi peternakan, dan biaya-biaya lain, pada setiap pelaku rantai pasok yang meliputi
sedangkan biaya total memasukkan seluruh kegiatan perencanaan, sumber barang,
komponen biaya baik yang dibayar tunai pengolahan, pengiriman, dan penerimaan
maupun diperhitungkan, termasuk tenaga kerja barang pada masing-masing rantai pasok
dalam keluarga dan sewa lahan/kandang. (Saptana et al. 2006; Saptana et al. 2012); dan
Teknik pengolahan data menggunakan tabulasi (3) mengidentifikasi tingkat kepuasan masing-
sederhana. masing pelaku rantai pasok, dengan empat
indikator yaitu ketetapatan waktu, jumlah,
kualitas, kontinuitas, dan lokasi. Tingkat
88 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 15 No. 1, Juni 2017: 83-98

penerapan manajemen rantai pasok dan tingkat sapi sebesar Rp9.20 juta,-/2,29 ekor/tahun. Jika
kepuasan masing-masing pelaku rantai pasok pola integrasi tanaman-ternak dapat terus
dilakukan secara kualitatif yang didasarkan dikembangkan melalui pendekatan manajemen
pada respon atau jawaban dari beberapa pelaku rantai pasok maka diperkirakan dapat
rantai pasok yang terkait satu sama lain, mendukung implementasi pembangunan
sehingga dapat di lihat konsistensi jawaban berkelanjutan, karena produk dari satu
pelaku rantai pasok yang satu dengan lainnya. subsistem menjadi masukan bagi subsistem
lainnya (Gupta et al. 2012). Hasil penelitian
Zurriyati (2008) menunjukkan bahwa penerapan
HASIL DAN PEMBAHASAN sistem usaha tani tanaman-ternak pada skala
usaha 5-10 ekor di Rokan-Hulu mampu
meningkatkan pendapatan peternak hingga 30-
Kelayakan Usaha Ternak Sapi 100%.
Sistem integrasi antara tanaman dan ternak Secara empiris usaha penggemukan sapi
dapat diaplikasikan di wilayah agroekosistem potong diusahakan dengan sistem
tanaman pangan dan wilayah agroekosistem dikandangkan. Sebagian besar usaha ternak
tanaman perkebunan diantaranya tanaman sapi rakyat diusahakan sebagai usaha ternak
kelapa sawit dan tebu (Ilham et al. 2014). Hasil mandiri skala kecil dengan jumlah sapi yang
penelitian Saptana dan Ilham (2015) diusahakan berkisar 2-7 ekor. Kecuali lokasi
menunjukkan bahwa secara finansial sistem tertentu, seperti di Kabupaten Bojonegoro masih
usaha ternak integrasi tanaman tebu-ternak sapi ditemukan usaha ternak dengan sistem
menguntungkan dengan tingkat keuntungan gaduhan dan ada usaha ternak sapi
atas biaya tunai untuk usaha tani tebu sebesar penggemukan yang dilakukan secara bersama
Rp12.28 juta/1,01 ha/tahun dan usaha ternak

Tabel 2. Keuntungan usaha penggemukan sapi berdasarkan skala usaha, ras sapi dan siklus usaha
di lokasi penelitian, 2015
Skala Bangsa sapi (%) Tujuan Siklus Pendapatan atas
No Lokasi usaha usaha*) usaha biaya
usaha (ekor) (bulan) (Rp/ekor/bulan)
Limo- PO/ PFH Lokal Tunai Total
sin Brah-
man
1. Tuban, 3,17 74 26 - - F+B 12 165.200 -935.300
Bojongoro
2. Boyolali 4,91 52 35 13 - F 12 389.764 144.271
3. Cianjur 5,50 45 0 41 14 F 12 473.625 56.883
4. Lamongan, 6,50 88 12 - - F 12 581.200 - 718.100
Tuban,
Bojonegoro
5. LMG III 15 100 - - - F 10 - 189.100
6. Perusahaan 100 - - 100 - F 6 - 261.600
SKD I
7. Perushaan 100 - 100 - - F 6 - 94.900
SKD II
8. CMS III – 113 vvv V - V F 12 - 204.200
PNB
9. LMG I 113 100 - - - F 7 - 409,682
10. Semarang 160 - - 100 - F 6 - 466.755
GTS
11. LMG II 257 v V - - F 4 - 681.546
12. Ciamis I-RCH 30 100 - - - F 5 - 408.700
13. Ciamis II- 250 - - - 100 F 3 - 608.500
RCH
14. Tuban – 450 100 - - - F 4 - 671.900
WU.F
15. Tuban 450 - 100 - - F 3 - 834.300
WU.FQ
16. Semarang- 500 vvv V v - F 5 - 284.999
KRJ
17. Semarang 800 80 15 5 - F 6 -
HMS 281.020
Keterangan: *) F= penggemukan; B= pembibitan; Q= sapi qurban
Sumber: Ilham et al. (2015)
MANAJEMEN RANTAI PASOK KOMODITAS TERNAK DAN DAGING SAPI Saptana, Nyak Ilham 89

dengan usaha pembibitan. Pada usaha skala pasok (Janvier 2012). Hasil kajian (Hadi 2012)
menengah dan besar, perusahaan merupakan tentang manajemen rantai pasok ternak dan
milik pengusaha. Hasil analisis dan sintesis daging sapi di Nusa Tenggara Timur diperoleh
kelayakan usaha pada usaha ternak beberapa temuan bahwa penanganan terhadap
penggemukan sapi pada berbagai skala usaha komoditas ternak sapi sepanjang rantai pasok
dapat disimak pada Tabel 2. belum sesuai dengan kaidah-kaidah
kesejahteraan hewan. Penerapan manajemen
Umumnya peternak dan pengusaha ternak
rantai pasok menuntut pelaku usaha industri
sapi menyukai sapi persilangan Simental dan
peternakan sapi untuk dapat memenuhi
Limosin dengan PO, yang dikenal dengan
kepuasan pelanggan, mengembangkan produk
Simpo dan Limpo. Persilangan ini mempunyai
tepat waktu, biaya pengadaan dan penyerahan
pertambahan bobot badan yang lebih tinggi
produk yang rendah, dan pengelolaam industri
dibandingkan persilangan bangsa sapi PFH,
secara cermat dan fleksibel.
Brahman, PO dan lokal. Selama ini, dengan
alasan harga terjangkau oleh konsumen, Gambar 2 berikut merupakan peta rantai
banyak peternak yang mengusahakan Sapi PO pasok ternak dan daging sapi yang berasal dari
dan sapi lokal lainnya untuk memasok Kabupaten Boyolali, Semarang dan Kota
kebutuhan hewan qurban. Salatiga, Provinsi Jawa Tengah. Peternak sapi
dengan tujuan usaha penggemukan
Keberhasilan usaha penggemukan sapi
memperoleh sapi bakalan langsung ke pasar
potong ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu
atau melalui pedagang sapi bakalan yang
pertambahan bobot badan yang ditentukan oleh
berada di kawasan usaha peternakan. Secara
bangsa sapi, umur sapi bakalan, pakan/ransum
umum penjualan sapi dilakukan di pasar hewan
yang diberikan, serta manajemen usaha
dengan menggunakan sistem jogrok/taksir
ternaknya. Pakan yang diberikan terdiri dari
mengikuti harga pasar.
pakan konsentrat dan hijauan/limbah tanaman
pertanian. Bagi peternak kecil, pakan hijauan Rantai pasok dari Kabupaten Boyolali,
diperoleh dengan cara mencari rumput alam. Semarang dan Kota Salatiga ternak dan daging
Umumnya tenaga kerja mencari rumput dan sapi terlihat sangat kompleks karena memiliki
merawat sapi merupakan tenaga kerja dalam berbagai tujuan pasar baik pasar dalam
keluarga. Pada usaha skala menengah dan kabupaten, luar kabupaten hingga Kota Bekasi.
besar pakan dan tenaga kerja diperoleh dengan Untuk memasok pasar Kota Bekasi yang
cara membeli dan mempekerjakan tenaga kerja ditujukan untuk segmen Hotel Restaurant dan
yang diupah. Katering sudah menggunakan sistem rantai
dingin melalui pemasok di Kota Salatiga dengan
Usaha penggemukan sapi skala kecil atas
tujuan Bekasi. Pada rantai pasok terlihat peran
biaya tunai masih menguntungkan, namun jika
pasar hewan dan pasar tradisional sangat
berdasarkan atas biaya yang diperhitungkan
besar, dimana pelaku utamanya adalah
keuntungannya menjadi turun bahkan pada
pedagang ternak dan pedagang pemotong
skala usaha yang relatif kecil petani merugi.
(pejagal). Pedagang sapi bakalan membeli sapi
Pada usaha skala menengah dan besar
bakalan dari sesama pedagang di pasar hewan
memberikan keuntungan yang bervariasi
di Boyolali, Semarang, Ambarawa, Magelang,
tergantung pada ras sapi yang diusahakan,
Klaten dan DI Yogyakarta yang memiliki hari
diversifikasi usaha dan tujuan pasar.
pasaran yang berbeda-beda, namun ada juga
Keuntungan terbesar diterima pada Usaha
sebagian yang dibeli langsung dari peternak.
ternak Wahyu Utomo Farm yang merupakan
Hasil usaha penggemukan ada yang dijual ke
peternak skala besar di Tuban yang
pedagang dan ada juga yang langsung dijual ke
memperoleh keuntungan sebesar Rp834
pejagal. Pedagang yang membeli sapi hasil
ribu/ekor/bulan atas biaya total, sedangkan
penggemukan dijual kembali ke pejagal dan
peternak yang merugi ditemukan pada usaha
khusus menjelang Hari Raya Qurban sapi
peternakan rakyat skala 3 ekor dengan kerugian
tersebut sebagian besar dijual kepada
Rp.935 ribu/ekor/bulan atas biaya total.
konsumen ternak qurban.
Kinerja Manajemen Rantai Pasok Berdasarkan kasus pada Gambar 2 maka
dapat dikatakan bahwa tipe struktur pengelolaan
Saluran Rantai Pasok rantai nilai ternak dan daging sapi masih masuk
Keterpaduan hubungan antar bagian dalam golongan keterkaitan pasar. Walaupun demikian
manajemen rantai pasok produk berperan ada kecenderungan pelaku rantai pasok
terhadap nilai pengangkutan barang, hubungan berusaha memberi layanan lebih baik kepada
yang tidak berjalan dengan baik akan pelaku lain untuk mempertahankan hubungan
mengganggu keefektifan keseluruhan rantai usahanya. Bentuk-bentuk layanan tersebut
90 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 15 No. 1, Juni 2017: 83-98

Peternak sapi
penggemukan Unit
pengolahan
daging
Pedagang RPH
desa Kuliner
baso

Pedagang Meatshop/
Pedagang sapi bakalan Resto/
pemotong/ pengecer
dan sapi siap potong RM
pejagal lokal
di pasar Boyolali,
Semarang, dan Kota
Salatiga Rumah
Supplier tangga
Bekasi
Industri abon
Konsumen Peternak Boyolali
hewan sapi bakalan
qurban Distributor
Bekasi
Pedagang Pengecer
luar wilayah

Pedagang besar luar


Hotel Restaurant Catering
wilayah

Sumber: Ilham et al. (2015)


Gambar 2. Rantai pasok ternak dan daging sapi di Kabupaten Boyolali, Salatiga, dan
Semarang, Provinsi Jawa Tengah 2015

diantaranya adalah layanan angkutan daging grosir/pengecer, konsumen rumah tangga,


gratis dari RPH ke pasar, memberi kesempatan pedagang bakso, industri abon dan dendeng,
kepada pengecer untuk membayar dengan serta restoran/rumah makan.
sistem tunda, pejagal yang membeli ke peternak
Tipe struktur pengelolaan rantai pasok ternak
langganan dibayar dengan harga sedikit lebih
dan daging sapi masih masuk golongan
tinggi dari harga pasar. Upaya ke arah
interaksi antara pembeli dan penjual
manajemen rantai pasok secara terintegrasi
menciptakan ketergantungan yang saling
sudah terlihat, tetapi bersifat parsial, seperti
menguntungkan, dan memiliki aset spesifik
keterkaitan antara peternak dengan pejagal,
bertingkat tinggi dimana pengelolaan dilakukan
pedagang yang juga sebagai peternak, pejagal
dengan menjaga reputasi, ikatan keluarga/etnik.
dengan pengecer, supplier dengan distributor di
Pola ini terjadi pada hubungan antara feedlotter
sentra konsumsi, pengecer dengan industri
dengan pejagal dan dapat juga terjadi antar dua
pengolahan, dan pedagang grosir/pengecer
pelaku yaitu pejagal dengan pedagang grosir
memberi layanan angkutan gratis ke konsumen.
dan pengecer di pasar.
Rantai Pasok Ternak dan Daging Sapi di
Untuk kasus rantai pasok di Kabupaten
Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya dan Cianjur,
Tuban pada tahun 2014 mendirikan Asosiasi
Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar
Pejagal Kota Tuban yang beranggotakan 20
3. Tiga pelaku kunci adalah pedagang antar
orang. Kasus pedagang pemotong/pejagal di
daerah yang mendatangkan dan mengirim sapi
Kabupaten Tuban dan Bojonegoro, Jawa Timur
antar daerah melalui pasar hewan, pedagang
pasokan sapi yang dipotong pejagal berasal dari
antar desa/kecamatan, dan pejagal. Peternak
pedagang di pasar hewan di Kabupaten
penggemukan sapi untuk dijual ke pedagang
Jatirogo, Tuban dan Kalitidu, Bojonegoro.
dan menjualnya ke pasar hewan. Pejagal yang
Pemotongan ternak dilakukan pada RPH
membeli sapi siap potong dari pasar hewan dan
Pemerintah. Sebagian pejagal menjual melalui
melakukan pemotongan kemudian
pedagang grosir dan pengecer di pasar dan
mendistribusikan daging segar ke pedagang
MANAJEMEN RANTAI PASOK KOMODITAS TERNAK DAN DAGING SAPI Saptana, Nyak Ilham 91

Konsumen
hewan qurban RPH
Pedadang RM/Resto
pasar
hewan

Pedagang Pedagang Pedagang PD Bakso/


antar pemotong/Pejagal besar/grosir
Pedagang pedagang
daerah/distri Ciamis, merangkap
pengumpul pengecer bakso
-butor sapi Tasikmalaya, dan
antardesa/kec.
lokal Cianjur

Rumah
Pedagang tangga
Peternak pengecer
penggemukan Distributor pasar dan
sapi BX meatshop
Industri
abon dan
dendeng
Feedlotter/
importir

Sumber: Ilham et al. (2015)


Gambar 3. Rantai pasok ternak dan daging sapi di Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, dan
Cianjur, Provinsi Jawa Barat 2015

sebagian lainnya langsung ke konsumen. kepadatan dan kualitas daging, dan lebih
Konsumen utama daging sapi di Tuban adalah disukai konsumen. Pembeli lebih menyukai
pedagang bakso (60%). Konsumen katering di karkas Sapi Limosin dan Simental, selanjutnya
Kabuaten Tuban berkembang sejak ada karkas Sapi PO menjadi pilihan kedua.
perusahaan besar seperti PLTU dan PT
Kasus di Kabupaten Bojonegoro, khususnya
Holchim yang memiliki jumlah karyawan besar.
di lokasi Sentra Peternakan Rakyat (SPR) Desa
Rantai pasok ternak dan dagung sapi di
Soko, Kecamatan Temayang, usaha ternak
Kabupaten Tuban, Lamongan, Bojonegoro
masih bersifat sebagai tabungan rumah tangga.
dapat dilihat pada Gambar 4.
Peternak melakukan penjualan sapi saat
Pejagal membeli sapi di pasar hewan membutuhkan dana yang relatif besar untuk
dengan menggunakan sistem taksir. Pilihan keperluan rumah tangga, seperti biaya sekolah,
membeli di pasar lebih disukai karena bisa perbaikan rumah, dan hajatan. Pemasaran sapi
memilih sapi sesuai jenis dan kualitas, serta dilakukan melalui pedagang pengumpul antar
harga yang kompetitif. Indikator kualitas sapi desa/kecamatan secara langsung ataupun
yang dilihat adalah performa, kondisi perut, melalui penghubung yang ada di desa. Sapi
ketebalan kulit, dan perlemakan. Umumnya potong asal desa ini dijual ke pasar hewan di
pejagal memiliki pengetahuan tentang beberapa Kabupaten Nganjuk. Lokasi kecamatan ini
hal berikut: (1) rasio daging dan tulang dari berdekatan dengan pasar hewan di Kabupaten
empat kaki sapi. Sapi Limosin dan Simental Nganjuk sehingga lebih mudah bertransaksi.
memiliki tulang kaki lebih pendek, namun lebih Selanjutnya pedagang pemotong/pejagal di
tebal sehingga lebih berat jika dibandingkan dari Kabupaten Nganjuk mendistribusikan daging
kaki Sapi PO yang panjang tapi pipih; (2) sapi sapi ke berbagai tujuan dan segmen pasar.
PO yang gemuk kandungan lemaknya lebih
banyak dibandingkan dengan ras Sapi Limosin Tingkat Penerapan Manajemen Rantai Pasok
dan Simental; (3) sapi PO kulitnya lebih tebal
Sistem pengukuran kinerja adalah
dibandingkan dengan Sapi Limosin dan
seperangkat metrik yang digunakan untuk
Simental. Berdasarkan indikator tersebut
pejagal lebih menyukai Sapi Limosin dan mengkuantitatifkan efisiensi dan efektivitas
tindakan (Rohmatulloh et al. 2009). Menurut
Simental dari pada Sapi PO. Walaupun lebih
Rahmasari (2011), penerapan SCM
mahal, tapi hasilnya lebih baik dari sisi
92 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 15 No. 1, Juni 2017: 83-98

Usaha skala
menengah- Pedagang bakso
besar/Pedagang antar
daerah
Rumah Potong
Hewan/RPH
Hotel, restaurant,
Usaha skala catering
menengah-
besar/Pedagang antar
daerah
Pedagang Rumah makan
Pemotong/Pejagal kecil
Pedagang di pasar di Bojonegoro,
hewan di Bojonegoro, Tuban, dan Nganjuk
Tuban, dan Nganjuk
Konsumen rumah
tangga
Pedagang
penghubung/Blantik
Pedagang
pengecer
Peternak

Sumber: Ilham et al. (2015)


Gambar 4. Rantai pasok ternak dan daging sapi di Kabupaten Tuban dan Bojonegoro,
Provinsi Jawa Timur, 2015

berpengaruh positif dan signifikan terhadap berikut: 1) penggunaan teknologi hidroponik dan
keunggulan bersaing. Indikator dari SCM pengurangan penggunaan pestisida, 2) optimasi
meliputi pengembangan produk, strategic penjadwalan penanaman dan pemanenan
supplier partnership, perencanaan dan dengan memperhatikan iklim, 3) peningkatan
pengendalian, produksi, distribusi, kualitas fleksibilitas dalam pemenuhan pesanan, dan 4)
informasi, customer relationship dan pembelian. penerapan standar manajemen penjaminan
Hasil analisis selanjutnya menunjukkan bahwa kualitas untuk menjamin konsistensi kualitas
praktek SCM berpengaruh positif dan signifikan produk dan penerimaan produk oleh konsumen
terhadap kinerja pelaku rantai pasok, terutama (Marimin et al. 2011). Berdasarkan kajian
pada pelaku rantai pasok pedagang empiris dilapang strategi peningkatan kinerja
pemotong/pejagal dan pedagang grosir, hingga rantai pasok pada komoditas ternak dan daging
pengecer. Indikator dari kinerja pelaku rantai sapi dapat dilakukan dengan usaha intensif
pasok meliputi produktivitas, pertumbuhan dengan pakan jadi (complete feed) berbahan
penjualan, serta pangsa pasar. Praktek SCM baku pakan lokal, pengaturan siklus produksi
sudah memberikan pengaruh yang positip kapan sapi masuk dan kapan sapi dijual,
terhadap peternak skala menengah dan besar peningkatan fleksibilitas dalam pemenuhan
yang telah melakukan usaha ternak secara pesanan baik sapi bakalan maupun sapi potong,
intensif, namun belum memberikan pengaruh dan penerapan standar manajemen penjaminan
yang nyata terhadap peternak skala kecil. kualitas ternak dan daging sapi untuk menjamin
kualitas produk dan penerimaan produk oleh
Pengukuran kinerja rantai pasok komoditi
konsumen.
lettuce dengan teknik DEA menunjukkan bahwa
kinerja efisiensi petani belum mencapai 100%. Dalam memenuhi kepuasan pelanggan
Kinerja efisiensi perusahaan pada kasus sering muncul permasalahan yang terjadi pada
komoditi lettuce dan sayuran segar potong telah saat proses produksi dan pengolahan (Wardani
mencapai 100% (Setiawan et al. 2011). et al. 2015). Demikian juga halnya pada proses
Selanjutnya direkomendasikan strategi untuk produksi menghasilkan bakalan, sapi siap
peningkatan kinerja rantai pasok lettuce sebagai potong, dan produk-produk olahan berbasis
MANAJEMEN RANTAI PASOK KOMODITAS TERNAK DAN DAGING SAPI Saptana, Nyak Ilham 93

daging sapi. Risenasari dan Daryanto (2011) hingga sedang; (2) indikator pengadaan,
yang juga diacu Wardani et al. (2015) sebagaian besar peternak telah menerapkan
mengungkapkan bahwa pentingnya penilaian manajemen pengadaan sapi bakalan dengan
pelanggan dari setiap persayaratan untuk tingkat partisipasi tergolong sangat tinggi (91%)
mempertahankan produk agar tidak berubah, dari total responden peternak, dimana kinerja
memperbaiki produk atau produk lebih baik dari indikator SCM secara berturut-turut dalam
pesaingnya. kondisi baik (15%), sedang (75%), kurang
(10%) dan sangat baik (5%) dari total peternak
Ada lima komponen manajemen yang dilihat
yang berpartisipasi, yang menunjukkan kinerja
dalam mengidentifikasi penerapan SCM, yaitu
manajemen pengadaan pada level moderat; (3)
perencanaan (planning), sumber barang
indikator transportasi, sebagaian besar peternak
(sourching), pengolahan (manufacturing),
telah menerapkan manajemen pengangkutan
pengiriman (delivery), dan penerimaan barang
dengan tingkat partisipasi tergolong tinggi (77%)
(receiving). Pada usaha penggemukan sapi
dari total responden peternak, di mana kinerja
skala kecil kinerja tersebut dapat dilihat pada
indikator SCM secara berturut-turut dalam
Tabel 3.
kondisi baik (12%), sedang (75%), dan kurang
Kinerja penerapan manajemen rantai pasok (12%) dari total peternak yang berpartisipasi,
(SCM) pada komponen perencanaan di tingkat yang menunjukkan kinerja manajemen
peternak sapi potong memberikan gambaran transportasi pada level moderat; (4) Indikator
sebagai berikut: (1) indikator keuangan, stok, sebagaian besar peternak telah
sebagaian besar peternak telah menerapkan menerapkan manajemen stok dengan tingkat
manajemen keuangan dengan tingkat partisipasi partisipasi tergolong tinggi (86%) dari total
tergolong tinggi (73%) dari total responden responden peternak, dimana kinerja indikator
peternak, dimana kinerja indikator SCM secara SCM secara berturut-turut dalam kondisi baik
berturut-turut dalam kondisi baik (40%), sedang (6%), sedang (89%), dan kurang (5%) dari total
(45%), kurang (10%) dan sangat kurang (5%) peternak yang berpartisipasi, yang menunjukkan
dari total peternak yang berpartisipasi manajemen stok pada level moderat; dan (5)
manajemen keuangan, yang menunjukkan Indikator penjualan, hanya sebagaian peternak
kinerja manajemen keuangan kurang baik yang telah menerapkan manajemen penjualan

Tabel 3. Kinerja SCM pada peternak sapi pada lokasi penelitian, 2015
Unsur Partisipasi Kinerja indikator SCM
manajemen Indikator penerapan Sangat Baik Sedang Kurang Sangat
(%) baik kurang
Perencanaan Keuangan 73 0 40 45 10 5
Pengadaan 91 5 15 70 10 0
Transportasi 77 0 12 76 12 0
Stok 86 0 6 89 5 0
Penjualan 50 10 0 70 20 0
Pengadaan Pemilihan 73 0 0 94 6 0
pemasok
Penentuan 86 0 0 89 11 0
harga
Pengiriman 86 5 32 63 0 0
Pembayaran 91 0 75 25 0 0
Pengiriman Transportasi 91 5 0 90 5 0
ternak dari Ketepatan 91 5 25 70 0 0
penjual ke waktu
pembeli Handling 64 0 0 93 7 0
Penerimaan Pengembalian 0 0 0 0 0 0
dari pembeli ternak
(Receiving) Bagian 23 0 0 100 0 0
layanan
penerimaan
Produk 0 0 0 0 0 0
pengganti
Sumber: Ilham et al. (2015)
94 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 15 No. 1, Juni 2017: 83-98

dengan tingkat partisipasi tergolong sedang komoditas sapi dari mulai pemasok sampai ke
(50%) dari total responden peternak, dimana konsumen. Berdasarkan penggunaan inputnya,
kinerja indikator SCM secara berturut-turut walaupun harga sapi bakalan jantan lebih
dalam kondisi baik (10%), sedang (10%), dan mahal, usaha penggemukan sapi menggunakan
kurang (20%) dari total peternak yang sapi bakalan jantan menghasilkan rasio nilai
berpartisipasi, yang menunjukkan kinerja tambah lebih tinggi yaitu 9,20%, dibandingkan
manajemen penjualan pada level kurang dan menggunakan sapi bakalan jantan kebiri 7,09%
sangat tergantung pada pedagang pengumpul, dan sapi bakalan betina majir 6,98%. Secara
pejagal dan pengelola pasar hewan. empiris di lapangan sebagian besar usaha
ternak sapi pada berbagai pola menggunakan
Kinerja penerapan manajemen rantai pasok
sapi bakalan jantan. Rasio nilai tambah tersebut
(SCM) pada komponen pengadaan di tingkat
mengandung arti bahwa penggunaan sapi
peternak sapi potong memberikan beberapa
bakalan jantan mampu menciptakan nilai
informasi pokok sebagai berikut: (1) indikator
tambah melalui pertambahan bobot badan sapi
pemilihan pemasok, sebagaian besar peternak
sebesar 9,20%, bakalan sapi jantan kebiri
telah menerapkan manajemen pemilihan
7,09%, dan betina majir hanya 6,98% pada
pemasok dengan tingkat partisipasi tergolong
periode tertentu. Hal ini disebabkan efektivitas
tinggi (73%) dari total responden peternak,
pertambahan bobot badan pada sapi jantan
dimana kinerja indikator SCM secara berturut-
melalui konversi pakan ternak menjadi daging
turut dalam kondisi baik (6%) dan sedang (94%)
sapi lebih baik dibandingkan bakalan jantan
dari total peternak yang berpartisipasi, hasil ini
kebiri dan betina majir. Kinerja penerapan
merefleksikan bahwa sebagian besar peternak
manajemen rantai pasok (SCM) pada
menerapkan manejemen pemilihan dengan
komponen pengiriman ternak dari penjual ke
membeli secara bebas melalui pola
pembeli di tingkat peternak sapi potong
perdagangan umum di pasar hewan dan melalui
memberikan hasil sebagai berikut: (1) indikator
pedagang pengumpul; (2) indikator penentuan
transportasi, sebagaian besar pedagang
harga, sebagaian besar peternak telah
pengumpul sapi menurut persepsi peternak
menerapkan manajemen penenetuan harga
telah menerapkan manajemen dalam
dengan tingkat partisipasi tergolong tinggi (86%)
pengangkutan dengan tingkat partisipasi
dari total responden, dimana kinerja indikator
tergolong tinggi (91%) dari total responden,
SCM secara berturut-turut dalam kondisi sedang
dimana kinerja indikator SCM secara berturut-
(89%) dan kurang (11%) dari peternak yang
turut dalam kondisi sangat baik (5%), sedang
berpartisipasi, yang menunjukkan bahwa
(90%), dan kurang (5%) dari total peternak yang
peternak memiliki posisi tawar yang rendah
berpartisipasi, yang menunjukkan kinerja
dihadapan pedagang pengumpul dan pedagang
manajemen transportasi pada level moderat; (2)
pasar hewan; (3) indikator sistem pengiriman
indikator ketepatan waktu, sebagaian besar
barang (delivery system), sebagaian besar
peternak telah menerapkan manajemen
pedagang sapi bakalan yang memasok ke
ketepatan waktu dengan tingkat partisipasi
peternak telah menerapkan manajemen
tergolong sangat tinggi (91%) dari total
pengiriman barang dengan tingkat partisipasi
responden peternak, dimana kinerja indikator
tergolong tinggi (86%) dari total responden
SCM secara berturut-turut dalam kondisi sangat
peternak, dimana kinerja indikator SCM secara
baik (5%), baik (25%) dan sedang (70%), dari
berturut-turut dalam kondisi sangat baik (5%),
total peternak berpartisipasi, yang menunjukkan
baik (32%), dan sedang (63%), dari total
kinerja ketepatan waktu pada level sedang
responden yang berpartisipasi, yang
hingga baik; dan (3) indikator penanganan
menunjukkan pengiriman sapi bakalan berjalan
barang, sebagaian besar peternak telah
secara baik; dan (4) Indikator pembayaran,
menerapkan manajemen penanganan dengan
sebagaian besar peternak telah menerapkan
tingkat partisipasi tergolong tinggi (64%) dari
manajemen pembayaran dengan tingkat
total peternak responden, dimana kinerja
partisipasi tergolong tinggi (91%) dari total
indikator SCM secara berturut-turut dalam
responden, dimana kinerja indikator SCM
kondisi sedang (93%) dan dalam kondisi kurang
secara berturut-turut dalam kondisi baik (75%)
(7%) dari total peternak berpartisipasi, yang
dan sedang (25%) dari total responden
menunjukkan kinerja manajemen penanganan
berpartisipasi, yang merefleksikan bahwa
pada level kurang hingga moderat.
sebagian besar sistem pembayaran ke peternak
dilakukan secara tunai (cash and carry). Kinerja penerapan manajemen rantai pasok
(SCM) pada komponen penerimaan barang dari
Penelitian Fatahilah dkk. (2010) pada
pembeli ke penjual di tingkat peternak sapi
perusahaan feedlotter menunjukkan bahwa
potong merfleksikan beberapa hal pokok
terdapat enam model aliran produk rantai
sebagai berikut: (1) indikator pengembalian
MANAJEMEN RANTAI PASOK KOMODITAS TERNAK DAN DAGING SAPI Saptana, Nyak Ilham 95

ternak, hasil kajian empiris menunjukkan tidak barang sesuai lokasi yang telah disepakati
ada ternak yang telah diterima dikembalikan, pemasok dan peternak yang umumya petani
artinya bahwa ternak yang diterima peternak minta diantar ke rumah atau kandang.
sudah sesuai pesanan karena peternak melihat
Tingkat kepuasan pada usaha ternak sapi
secara langsung sapi yang akan dibelinya; (2)
potong skala kecil memberikan beberapa
indikator bagian layanan penerimaan ternak,
gambaran pokok sebagai berikut (Tabel 4): (1)
sebagian besar peternak telah menerapkan
indikator ketepatan waktu, tingkat kepuasaan
manajemen layanan penerimaan ternak dengan
peternak terhadap ketepatan waktu pengiriman
tingkat partisipasi tergolong rendah (23%) dari
secara berturut-turut sangat baik (27%), baik
total peternak responden, dimana kinerja
(32%), dan sedang (36%) dari total responden
indikator SCM secara keseluruhan dalam
peternak, yang menunjukkan sapi bakalan
kondisi sedang (100%) dari peternak yang
dikirim secara relatif tepat waktu; (2) indikator
berpartisipasi; dan (3) indikator produk
jumlah pesanan, dari aspek banyaknya sapi
pengganti, secara keseluruhan tidak ada
yang dipesan secara berturut-turut sangat baik
peternak telah menerapkan manajemen produk
(14%), baik (50%), dan sedang (23%), dari total
pengganti, karena tidak ada kasus pembeli yang
responden peternakyang menunjukkan bahwa
mengembalikan ternak yang telah dibelinya.
tingkat kepuasan dari aspek jumlah sapi
bakalan yang dikirim telah sesuai dengan
Tingkat Kepuasan Pelaku
jumlah yang diminta; (3) indikator bobot sapi
Empat indikator yang digunakan untuk bakalan yang dipesan, dari aspek bobot sapi
mengidentifikasi tingkat kepuasan pembeli bakalan yang dipesan secara berturut-turut
(peternak) adalah ketetapatan waktu sangat baik (5%), baik (23%) dan sedang (55%)
pengiriman, jumlah pesanan, kualitas sapi dari total responden, yang menunjukkan bahwa
bakalan yang dipesan, kontinyuitas pasokan, tingkat kepuasan dari bobot sapi bakalan yang
dan kesesuaian lokasi. Ketepatan waktu dikirim belum sepenuhnya sesuai dengan bobot
pengiriman ternak sapi dari pemasok ke yang diminta, karena transaksi jual-beli sapi
peternak diukur melalui wawancara langsung bakalan dengan menggunakan sistem taksiran;
dengan peternak berapa hari barang dikirim (4) Indikator kualitas pesanan dari jenis atau ras
setelah terjadi transaksi jual-beli. Jumlah ternak sapi bakalan, tingkat kepuasan secara berturut-
sapi yang dikirim diukur dari apakah jumlah sapi turut pada tingkat sangat baik (9%), baik (36%),
yang dikirim pemasok sesuai dengan jumlah dan sedang (41%) dari total responden
yang diminta. Kontinyuitas pasokan sapi diukur peternak; (5) Indikator kualitas pesanan dari
apakah setiap pesanan dapat dipasok oleh aspek performa fisik sapi bakalan, tingkat
pedagang pemasok secara berkelanjutan. kepuasan secara berturut-turut pada tingkat
Kesesuaian lokasi diukur apakah penyerahan sangat baik (5%), baik (32%) dan sedang (41%)

Tabel 4. Tingkat kepuasan peternak sapi dalam pembelian sapi bakalan, 2015
Bobot
Indikator Sangat Baik Sedang Kurang Sangat Tidak
baik kurang menjawab

1. Ketepatan waktu kirim 27 32 36 0 0 5


2. Jumlah pesanan
a. Banyak (ekor) 14 50 23 0 0 13
b. Bobot (kg) 5 23 55 0 0 17
3. Kualitas pesanan
a. Ras 9 36 41 0 0 14
b. Fisik 9 32 41 0 0 18
4. Kontinuitas 5 9 45 23 0 18
5. Kesesuaian lokasi 9 18 50 5 0 18
Sumber: Ilham et al. (2015)
96 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 15 No. 1, Juni 2017: 83-98

dari total responden peternak,; (6) Indikator Kebijakan pemerintah dalam membina rantai
kontinyuitas pasokan, tingkat kepuasaan secara pasok komoditas ternak dan daging sapi dinilai
berurut-turut sedang (45%), kurang (23%), baik masih bersifat parsial yang direfleksikan
(9%) dan sangat baik (9%); dan (7) Indikator beberapa hal pokok sebagai berikut: (1)
kesesuaian lokasi, tingkat kepuasaan secara penyediaan sapi bakalan masih terbatas jumlah,
berurut-turut sedang (50%), baik (18%), sangat kualitas belum sesuai, dan kontinyuitas pasokan
baik (9%) dan kurang (5%). Secara ringkas belum terjamin; (2) teknik budi daya beragam
dapat disimpulkan bahwa umumnya tingkat dan belum memenuhi standar untuk
kepuasan peternak sapi potong dalam menghasilkan produk daging berkualitas; (3)
pembelian sapi bakalan berada pada tingkat upaya membentuk asosiasi peternak sapi
sedang hingga baik. Hanya indikator potong belum terhubungkan dengan pengguna
kontinyuitas pasokan dan kesesuaian lokasi produk daging sapi secara baik; (4) upaya
masih ada tingkat kepuasan yang kurang. Hal membangun rantai pasok dalam satu
ini mengindikasikan bahwa sebagian responden manajemen melibatkan berbagai instansi
mengalami kesulitan untuk mendapatkan sapi pemerintah dan swasta memerlukan payung
bakalan sesuai kualitas dan harga pada saat hukum dan memerlukan peraturan turunannya;
dan lokasi yang diinginkan. (5) upaya menyiapkan rantai dingin produk
daging sapi dari sentra produksi pada kasus di
Salatiga ke sentra konsumsi utama di Bekasi,
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Jawa Barat, Jakarta dan Banten terhambat
karena produk lokal kalah bersaing dalam harga
dengan daging impor; dan (6) upaya melibatkan
Kesimpulan importir dalam membangun rantai dingin produk
Usaha penggemukan sapi potong skala kecil daging sapi lokal masih terkendala dengan
atas biaya tunai masih masih menguntungkan, keterbatasan stok sapi lokal dan daging sapi,
namun jika berdasarkan atas biaya total serta harga yang lebih mahal.
keuntungannya menjadi turun bahkan merugi.
Pada usaha sapi potong skala menengah dan Implikasi Kebijakan
besar memberikan keuntungan dari moderat Untuk meningkatkan keuntungan usaha
hingga tinggi yang bervariasi tergantung pada ternak sapi potong dan dayasaing produk
ras sapi yang diuahakan, diversifikasi usaha dan daging sapi, dapat dilakukan dengan cara
tujuan pasar. mengintegrasikan dengan usaha lain secara
Saluran rantai pasok sangat beragam dan horizontal dan vertikal. Secara horizontal
cukup panjang yang melibatkan cukup banyak melalui penyediaan pakan jadi (complete feed)
pelaku usaha yang bekisar antara 7-9 pelaku berbahan baku lokal serta pemanfaatan pupuk
usaha. Pelaku usaha yang paling berperan organik dan biogas berbahan baku kotoran
iadalah pedagang pemotong/pejagal, pedagang ternak. Secara vertikal dapat dilakukan melalui
antar daerah/pemasok, dan pedagang penerapan manajemen rantai pasok secara
pengumpul antar desa/kecamatan. terpadu dari hulu hingga hilir dengan melibatkan
peternak skala kecil dan pelaku rantai pasok
Tipe struktur pengelolaan rantai pasok ternak menengah/besar (peternak skala besar,
dan daging pada industri peternakan sapi pedagang pemotong/pejagal, pemasok).
nasional masih banyak kategori “keterkaitan
pasar” yang dicirikan oleh banyaknya alternatif Perlu peningkatan penerapan teknologi maju
rantai pasok dan rendahnya integrasi/koordinasi (bakalan berkualitas, pakan jadi berbahan baku
antar pelaku usaha, sehingga manajemen rantai lokal), manajemen usaha ternak, dan
pasok kurang terintegrasi dengan baik. Pola manajemen rantai pasok dari hulu hingga hilir
keterkaitan hubungan pemasok (relational yang melibatkan peternak dan pelaku usaha
supplier) yang memiliki jaringan ke hulu dan ke skala kecil dalam satu kawasan baik peternak
hilir dijumpai di Salatiga, Jawa Tengah, yaitu yang tergabung dalam kelompok
adanya distributor yang memasok supplier untuk peternak/Gapoknak, koperasi atau asosiasi.
HORECA dan kasus di Kabupaten Tuban, Jawa Dengan teknologi penerapan teknologi maju dan
Timur, yaitu perusahaan peternakan yang manajemen yang baik dapat dihasilkan
membangun koperasi dan mencoba komoditas ternak sapi yang memenuhi aspek
membangun industri bakso. Belum semua jumlah, kualitas dan kontinyuitas pasokan.
pelaku rantai pasok memahami pentingnya Target utamanya meningkatkan standar kualitas
mengaplikasikan teknologi dan manajemen produk daging sapi melalui sentuhan teknologi
rantai pasok secara terpadu dari hulu hingga pakan dan manajemen, meningkatkan skala
hilir. usaha dan membuka jejaring usaha dalam satu
MANAJEMEN RANTAI PASOK KOMODITAS TERNAK DAN DAGING SAPI Saptana, Nyak Ilham 97

kesatuan manajemen rantai pasok guna Direktur Program Pasca Sarjana Manajemen dan
meningkatkan akses pasar, nilai tambah dan Bisnis IPB. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
daya saing produk. Daryanto A, Saptana. 2009. Global Value Chain
Governance (GVCG) pada Broiler di Indonesia :
Membangun manajemen rantai pasok ternak
Memadukan Pertumbuhan, Pemerataan dan
sapi dan produk daging sapi yang efisien dan Keberlanjutan. Orange Book: Pembangunan
berdaya saing, kebijakan pemerintah tidak Ekonomi Berkelanjutan dalam Menghadapi Krisis
hanya bersifat parsial pada masing-masing Ekonomi Global. Bogor (ID): IPB Press.
subsitem dalam rantai pasok yang masif
terfokus pada sistem budi daya, tetapi meliputi Emhar A, Aji JMM, Agustina T. 2014. Analisis Rantai
Pasokan Daging Sapi di Kabupaten Jember.
subsistem hulu terutama pengembangan Berkala Ilmiah Pertanian. 1(3):53-61.
industri pembibitan dan pakan ternak, serta
subsistem hilir terutama, membangun RPH Fatahilah YH, Marimin, Harianto. 2010. Analisis
modern di kabupaten sentra produksi, Kinerja Rantai Pasok Agribisnis Sapi Potong:
pengembangan produk, promosi produk dan Studi Kasus pada PT Kariyana Gita Utama,
Jakarta. J Industri Teknologi Pertan. 20(3):193-
industri kuliner berbasis daging sapi. Selain itu,
205.
program yang mengkaitkan subsistem hulu
hingga hilir dalam rantai pasok daging sapi Gunasekaran. 2001. Model Evaluasi Kinerja Rantai
segera dikembangkan secara terpadu, serta Pasok. http://digilip.itb.ac.id/files/disk1/68.
mengharmoniskan kebijakan peningkatan Gupta, Vinod, Rai PK, Risam KS. 2012. Integrated
produksi domestik dengan kebijakan impor. Crop-Livestock Farming Systems: A Strategy for
Resource Conservation and Environmental
Sustainability. Indian Research Journal of
UCAPAN TERIMA KASIH Extension Education, Special Issue. 2:49-54.
Hadi U Pajogo. 2012. Manajemen Rantai Pasok
Ternak dan Daging Sapi di Nusa Tenggara Timur.
Penulis menyampaikan penghargaan yang Bunga Rampai Rantai Pasok Komoditas
setinggi-tingginya kepada Tim Kajian Pertanian Indonesia. Bogor (ID): IPB Press.
“Pengembangan Industri Peternakan
mendukung Peningkatan Produksi Daging” yang Janvier, Assey Mbang. 2012. A New Introduction to
telah secara konsisten melakukan pengumpulan Supply Chains and Supply Chain Management:
Definitions and Theories Perspective. International
data dan informasi. Terima kasih disampaikan Business Research. 5(1).
kepada Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan yang telah memberikan data Indrajid RE, Djokopranoto R. 2002. Konsep
dan informasi di tingkat nasional. Terima kasih Managemen Supply Chain: Cara Baru
juga disampaikan kepada Dinas Peternakan dan Memandang Rantai Penyediaan Barang. Jakarta
(ID): PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Kesehatan Hewan di Provinsi DKI-Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, jawa Timur, dan Banten IRSA. 2009. Pengaturan Kebijakan Industri Daging
atas bantuan data, informasi, dan diskusi yang Sapi di Indonesia. Jakarta (ID): Indonesia
intensif. Terimakasih disampaikan kepada Research Strategic Analysis.
semua pihak yang berpartisipasi dalam Ilham N, Saptana, Winarso B, Supriadi H, Supadi,
penerbitan Analisis Kebijakan Pertanian dan Saputra YH. 2014. Kajian Pengembangan
sehingga naskah ini dapat diselesaikan dengan Sistem Pertanian Terintegrasi Tanaman-Ternak.
baik. Laporan Penelitian Teknis. Bogor (ID): Pusat
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Kementerian Pertanian. 2017. Kinerja 2016 dan
DAFTAR PUSTAKA Program Pembangunan Pertanian 2017. Jakarta
(ID): Biro Perencanaan, Kementerian Pertanian.
Bappenas. 2014. Rencana Pembangunan Jangka Ilham N, Saptana, Purwoto A, Supriyatna Y, Nurasa
Menengah Nasional 2015-2019. Buku I: Agenda T. 2015. Kajian Pengembangan Industri
Pembangunan Nasional. Jakarta (ID): Peternakan Mendukung Peningkatan Produksi
Kementerian Perencanaan Pembangunan Daging. Laporan Akhir. Bogor (ID): Pusat Sosial
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Nasional.
Marimin, Maghfiroh N. 2013. Teknik dan Analisis
Delgado, C., M.W. Rosegrant, H. Steinfield, S. Ehui Pengambilan Keputusan Fuzzy Dalam
and C. Courbois. 1999. Livestock to 2020. Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press.
Washington DC (US): The next Food Revolution.
[PSEKP] Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan
IFPRI.
Pertanian. 2017. Kinerja 2016 Dan Program
Daryanto, A. 2008. Peningkatan Nilai Tambah Pembangunan Pertanian 2017. Jakarta (ID): Biro
Perunggasan Melalui Supply Chain Management. Perencanaan, Kementerian Pertanian.
98 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 15 No. 1, Juni 2017: 83-98

Pujawan IN. 2005. Supply Chain Management. Edisi Saptana, Daryanto A. 2013. Dinamika Kemitraan
Pertama. Denpasar (ID): Guna Widya. Usaha Agribisnis Berdayasaing dan
Berkelanjutan. Bogor (ID): Pusat Sosial Ekonomi
Rahmasari L. 2011. Pengaruh Supply Chain dan kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan
Management terhadap Kinerja Perusahaan dan
Pengembangan Pertanian.
Keunggulan Bersaing (Studi Kasus pada Industri
Kreatif di Provinsi Jawa Tengah). Majalah Ilmiah Saptana, Ilham N. 2015. Pengembangan Sistem
INFORMATIKA. 2(3):89-103. Integrasi Tanaman Tebu-Sapi Potong di Jawa
Timur. Anal Kebijak Pertan. 13(2):149-167.
Rohmatulloh, Marimin, Mahfud, Nasution MZ. 2009.
Kajian Sistem Pengukuran Kinerja Pabrik Gula Setiawan A, Marimin, Arkeman Y, Udin F. 2011. Studi
(Studi Kasus: PG Subang Jawa Barat). J Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok
Manajemen dan Agribisnis. 6(1):15-23. Sayuran Dataran Tinggi di Jawa Barat. Agritech.
31(1):60-70.
Risenasari H, Daryanto HK. 2011. Analisis Kualitas
Pelayanan Restoran Pringjajar digunakan metode Wardani DK, Marimin, Kasutjianingati. 2015. Strategi
QFD melalui matrik HOQ. J Forum Agribisnis. Peningkatan Kualitas untuk Pasar Internasional
1(1):20-28. Melalui Penerapan Manajemen kualitas Total:
Pembelajaran dari Produk Edamame Beku. J
Saptana, Agustian A, Sunarsih, Mayrowani H. 2006. Manajemen & Agribisnis. 12(1):36-45.
Analisis Kelembagaan Kemitraan Rantai Pasok
Komoditas Hortikultura. Laporan Penelitian Akhir. Zurriyati. 2008. Peningkatan Pendapatan Petani Desa
Bogor (ID): Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Masda Makmur, Rambah Samo-Riau Dari
Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pembuatan Kompos Asal Kotoran Sapi Pada
Pertanian. Sistem Integrasi Tanaman Ternak. Prosiding.
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor (ID):
Saptana, Agustian A, Sunarsih. 2012. Manajemen Puslitbang Peternakan, Badan Litbang Pertanian.
Rantai Pasok (Supply Chain Management)
Komoditas Melon Dan Semangka. Bunga Rampai
Rantai Pasok Komoditas Pertanian Indonesia.
Bogor (ID): IPB Press.

You might also like