Skripsi Tanpa Bab Pembahasan

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 100

SISTEM AGRIBISNIS JAGUNG DI KECAMATAN ADILUWIH

KABUPATEN PRINGSEWU

(Skripsi)

Oleh

SITA VIRGIANA

JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
ABSTRACT

AGRIBUSINESS SYSTEM OF CORN AT ADILUWIH SUBDISTRICT OF


PRINGSEWU REGENCY

By

SITA VIRGIANA

This research aims to know the procurement of corn production facilities, farm
performance, corn marketing, supporting institutions and index of agribusiness
system. This research was conducted in Adiluwih Subdistrict of Pringsewu
Regency. The data were collected on March - April 2018 by using survey
method. The results of this research showed that the procurement of production
facilities did not accord the criteria are price and quantity. The average income
from the corn agribusiness system was Rp9,973,527.8/ ha and it was profitable
because of the R/C ratio was more than one. The marketing of agribusiness
systems was inefficient because oligopsonic market structure, there was no
farmer’s power to determine the price and the profit margin ratio did not spread
evenly. The supporting institutions at Adiluwih Subdistrict were farmer groups,
extension agents, financial institutions, government policies, transportation and
markets. All supporting institutions were available but not fully utilized by
farmers. The supporting institutions which is related to the agribusiness system
were farmer groups, government policies and extension institutions. The
agribusiness index in terms of production facilities has been good, while the
agribusiness index in terms of farming and marketing performance has not been
good. Generally, the corn agribusiness index has been not good.

Key words: agribusiness index, agribusiness system, corn


ABSTRAK

SISTEM AGRIBISNIS JAGUNG DI KECAMATAN ADILUWIH


KABUPATEN PRINGSEWU

Oleh

SITA VIRGIANA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengadaan sarana produksi jagung,


kinerja usahatani, pemasaran jagung, lembaga penunjang dan indeks sistem
agribisnis. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Adiluwih, Kabupaten
Pringsewu. Data dikumpulkan pada bulan Maret - April 2018 menggunakan
metode survei. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengadaan sarana produksi
yang tidak sesuai kriteria adalah harga dan kuantitas. Pendapatan rata-rata dari
sistem agribisnis jagung adalah Rp 9.973.527,88/ha dan menguntungkan karena
rasio R / C lebih dari satu. Pemasaran sistem agribisnis tidak efisien karena
struktur pasar oligopsoni, tidak memiliki kekuatan untuk menentukan harga
jagung dari petani dan rasio marjin keuntungan tidak menyebar secara merata.
Lembaga penunjang yang ada di Kecamatan Adiluwih adalah kelompok tani,
penyuluh, lembaga keuangan, kebijakan pemerintah, transportasi dan pasar.
Semua lembaga penunjang tersedia tetapi tidak dimanfaatkan sepenuhnya oleh
petani. Lembaga penunjang yang terkait dengan sistem agribisnis adalah
kelompok tani, kebijakan pemerintah dan lembaga penyuluhan. Indeks agribisnis
segi sarana produksi telah baik, sedangkan indeks agribisnis segi kinerja usahatani
dan pemasaran belum baik. Secara umum, indeks agribisnis jagung belum
berjalan dengan baik.

Kata kunci: jagung, indeks agribisnis, sistem agribisnis


SISTEM AGRIBISNIS JAGUNG DI KECAMATAN ADILUWIH
KABUPATEN PRINGSEWU

Oleh

SITA VIRGIANA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar


SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung

JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
Judlil Skripsi
SISTEM AGRIBISNIS JAGUNG
DI KECAMATAN ADILUWIH KABUPATEN

Kania Mahasiswa

Nomor Pokok Mahasiswa :

1414131186 Program Studi

Prof. Dt ie. Bus Arifin


NIP 19630827 198603 1 003 SIP 19820303 200912 2 008
Agribisnis

.tua Juru Agribisnis

Dr. Teguh Endaryanto, S.P., M.Si.


NIP 19691003 199403 1 004
1. Tim Penguji

Kena : Fmr. Dr. tr. Bsstenul Arifin, M.Sc.

os t'itfi’ . Ir. Irw'an snkri Benowe, M.Ei•

Tanggal Lulus Ujian Sluipsi: il8 Nweinber 2018


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 23

Mei 1996, sebagai anak pertama dari dua bersaudara

dari pasangan Bapak Oktar Harimarfandi dan Ibu Sri

Sunaeji. Riwayat pendidikan yang telah penulis

tempuh adalah Taman Kanak - Kanak (TK) Taman

Siswa tahun 2002, Sekolah Dasar (SD) Negeri 1

Kupang Kota tahun (2008), Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Bandar

Lampung tahun (2011), Sekolah Menengah Atas (SMA) Tamansiwa Teluk

Betung tahun 2014. Penulis diterima di Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Lampung pada tahun 2014 melalu jalur Seleksi Bersama Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Sendang Agung, Kecamatan

Sendang Agung, Kabupaten Lampung Tengah selama 40 hari. Penulis pernah

melaksanakan Praktik Umum (PU) selama 30 hari di Horti Park Lampung Desa

Sabah Balau, Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan. Penulis pernah

menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian

(HIMASEPERTA) pada tahun 2014-2016. Selama kuliah penulis menjadi asisten

dosen (asdos) mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi pada semester ganjil tahun

2017/2018 serta Perencanan dan Evaluasi Proyek pada semester ganjil tahun
2017/2018. Selain itu, penulis pernah menjadi salah satu bagian tim surveyor

konsumen Bank Indonesia pada bulan Oktober - Desember 2017.


SANWACANA

Bismillahirahmanirrahim

Alhamdulillahirabbil „alamin puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT

karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul ” Sistem Agribisnis Jagung di Kecamatan Adiluwih

Kabupaten Pringsewu” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Pertanian di Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian

skripsi ini tidak akan terealisasi dengan baik tanpa adanya dukungan, bantuan, dan

bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Teguh Endaryanto, S.P.,M.Si., selaku Ketua Jurusan Agribisnis

Universitas Lampung yang telah memberikan saran dan arahan kepada penulis.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Pertama

yang telah memberikan bimbingan, motivasi, saran, kesabaran dan arahan

kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Ani Suryani, S.P, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Kedua yang telah

memberikan bimbingan, motivasi, saran, kesabaran dan arahan kepada penulis

selama penyusunan skripsi ini.


5. Bapak Dr. Ir. Sudarma Widjaya, M.S., selaku Dosen Pembahas atas masukan,

arahan dan nasihat yang telah diberikan untuk penyempurnaan skripsi ini.

6. Bapak Rio Tedi Prayitno, S.P., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang telah memberikan bimbingan, saran, dan arahan selama ini kepada

penulis.

7. Keluargaku tercinta Ibu Sri Sunaeji, Abah Oktar Harimarfandi, Adikku

Virgiawan Dwi Cahyo (Mamas Irgi) yang telah memberikan semangat,

motivasi, kasih sayang, perhatian, kesabaran, doa yang tidak pernah

putus, dukungan, serta selalu ada disamping penulis dalam keadaan

apapun.

8. Keluarga besar ku yang telah memberikan semangat, motivasi, doa yang tidak

pernah putus, dukungan, sertaselalu ada disamping penulis dalam keadaan

apapun.

9. Pak Jajik, Pak Narso, Pak David serta seluruh masyarakat Desa Srikaton dan

Desa Waringinsari Timur Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu atas

segala bantuan yang diberikan selama proses penelitian di lapangan.

10. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian atas semua ilmu

yang telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswa di Universitas

Lampung.

11. Karyawan di Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Mba Iin, Mba Ayi, Mba

Tunjung, Mas Boim dan Mas Bukhari atas semua bantuan yang telah

diberikan.

12. Sahabat - sahabat seperjuangan yang ku cinta selama kuliah, Septi, Rosita,

Yani, Siska, Kia, dan Elpa terimakasih atas segala masukan, saran, dan

semangat yang telah diberikan.


13. Sahabat - sahabat tersayang Damsi, Yuni, Cuah, Ray dan Kholid

terimakasih telah memberi semangat, dukungan, motivasi dan doa kepada

penulis.

14. Teman - teman Jurusan Agribisnis angkatan 2014: Vidya, Yolanda, Yudi,

Matski, Yuni A, Kiki D, Rosi T, Kiki M, Wigas, Syendita, Synthia, Desi,

Arum, Luvita, Adek dan Yunita serta teman - teman yang tidak bisa disebutkan

satu persatu terimakasih atas bantuannya selama ini.

15. Rekan - rekan mahasiswa/i Jurusan Agribisnis angkatan 2012, 2013 dan

2015 (Titis, Reksi, Rina serta lain nya) terimakasih atas kebersamaannya.

16. Keluarga KKN Desa Sendang Agung, Kecamatan Sendang

Agung, Kabupaten Lampung Tengah

17. Teman Praktik Umum di Horti Park yaitu Nuy, Fadli serta yang lain yang

tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih atas bantuannya selama ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka

semua dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak serta almamater tercinta.

Bandar Lampung, 08 November 2018

SITA VIRGIANA
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL.............................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR......................................................................................viii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Identifikasi Masalah..................................................................................7
1. Penggunaan sarana produksi belum optimal.............................................7
2. Pendapatan petani yang masih rendah.......................................................9
3. Pemasaran dan lembaga penunjang belum memilki kekuatan................11
4. Kelancaran sistem agribisnis...................................................................13
C. Tujuan.....................................................................................................14
D. Manfaat Penelitian..................................................................................14

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka.....................................................................................15
1. Nilai Ekonomi Jagung.........................................................................15
2. Agribisnis............................................................................................16
a. Pengadaan dan penyaluran sarana produksi........................................18
b. Subsistem usahatani............................................................................19
c. Subsistem pengolahan hasil pertanian.................................................24
d. Subsistem pemasaran..........................................................................27
e. Subsistem jasa layanan penunjang......................................................30
B. Penelitian Terdahulu...............................................................................34
C. Kerangka Pemikiran................................................................................41

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional...............................................45


B. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data...........................................49
C. Lokasi, Waktu dan Sampel Penelitian..................................................51
D. Alat Analisis Data.................................................................................53
1. Analisis pengadaan sarana produksi.................................................53

i
2. Analisis kinerja usahatani.................................................................54
3. Analisis pemasaran...........................................................................56
4. Analisis jasa layanan pendukung......................................................57
5. Indeks sistem agribisnis....................................................................57

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kabupaten Pringsewu......................................... 64


B. Gambaran Umum Kecamatan Adiluwih .......................................... 65
C. Keadaan Umum Desa Srikaton dan Waringinsari Timur................. 68
1. Desa Srikaton ............................................................................... 68
2. Desa Waringinsari Timur ............................................................. 70

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden .................................................................. 73


1. Umur............................................................................................. 73
2. Pendidikan Responden ................................................................. 74
3. Jumlah Tanggungan Keluarga...................................................... 75
4. Pengalam Usahatani ..................................................................... 76
5. Pekerjaan Sampingan ................................................................... 77
6. Luas Lahan Usahatani .................................................................. 78
7. Status kepemilikan lahan.............................................................. 79
B. Analisis Pengadaan Sarana Produksi ............................................... 81
1. Jenis .............................................................................................. 81
2. Waktu ........................................................................................... 83
3. Harga ............................................................................................ 84
4. Tempat.......................................................................................... 85
5. Kualitas......................................................................................... 86
6. Kuantitas....................................................................................... 87
C. Analisis Kinerja Usahatani............................................................... 89
1. Benih dan Pupuk .......................................................................... 90
2. Pestisida ....................................................................................... 92
3. Tenaga Kerja ................................................................................ 93
4. Penggunaan Peralatan .................................................................. 95
5. Produksi dan Pendapatan Usahatani Jagung ................................ 95
6. Pendapatan Usahatani ................................................................. 98
D. Analisis Pemasaran .......................................................................... 100
1. Struktur Pasar ............................................................................... 100
2. Perilaku Pasar ............................................................................... 102
3. Keragaan Pasar ............................................................................. 104
E. Lembaga Penunjang ......................................................................... 109
1. Kelompok Tani............................................................................. 109
2. Lembaga Penyuluhan ................................................................... 110
3. Lembaga Keuangan...................................................................... 112
4. Kebijakan Pemerintah .................................................................. 113
5. Transportasi .................................................................................. 114
6. Pasar ............................................................................................. 115

ii
F. Indeks Agribisnis................................................................................116
1. Sarana Produksi..............................................................................116
2. Kinerja Usahatani...........................................................................119
3. Pemasaran.......................................................................................122
4. Indeks Agribisnis............................................................................123

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.........................................................................................126
B. Saran...................................................................................................127
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Luas lahan, produksi dan produktivitas usahatani jagung
di Provinsi Lampung tahun 2017....................................................................3

2. Luas panen, produksi dan produktivitas usahatani jagung


di Kabupaten Pringsewu tahun 2016..............................................................5

3. Luas panen, produksi dan produktivitas usahatani jagung


di Kecamatan Adiluwih Tahun 2011-2016.....................................................6

4. Indikator indeks agribisnis subsistem sarana produksi................................58

5. Indikator indeks agribisnis subsistem kinerja usahatani..............................60

6. Indikator indeks agribisnis subsistem pemasaran.........................................61

7. Jumlah penduduk di Kecamatan Adiluwih tahun 2016................................66

8. Luas panen dan produksi tanaman pangan di Kecamatan Adiluwih


Kabupaten Pringsewu tahun 2016................................................................67

9. Penggunaan lahan pertanian di Desa Srikaton tahun 2016..........................69

10. Penggunaan lahan pertanian di Desa Waringinsari Timur


tahun 2016.....................................................................................................72

11. Sebaran responden petani jagung berdasarkan kelompok umur


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018.........................73

12. Sebaran responden petani jagung berdasarkan tingkat pendidikan


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018.........................74

13. Sebaran responden petani jagung berdasarkan tanggungan keluarga


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018.........................75

14. Sebaran responden petani jagung berdasarkan pengalaman usahatani


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018.........................76

iv
15. Sebaran responden petani jagung berdasarkan pekerjaan sampingan
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018.........................77

16. Sebaran responden petani jagung berdasarkan luas lahan


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018.........................78

17. Sebaran responden petani jagung berdasarkan status kepemilikan


lahan di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018...............79

18. Sebaran kepemilikan lahan di Kecamatan Adiluwih


Kabupaten Pringsewu tahun 2018................................................................80

19. Rata - rata penggunaan benih jagung per usahatani jagung dan
per hektar di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018........88

20. Rata - rata penggunaan pupuk per usahatani jagung dan per hektar
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018.........................88

21. Biaya benih dan pupuk usahatani jagung per hektar


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018.........................91

22. Jumlah dan biaya pestisida usahatani jagung per hektar


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018.........................92

23. Rata - rata penggunaan tenaga kerja usahatani jagung per hektar
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018........................94

24. Rata - rata biaya penyusutan peralatan usahatani jagung


dalam satu kali musim tanam tahun 2018..................................................95

25. Rata - rata penerimaan, biaya, pendapatan dan rasio R/C


usahatani jagung per hektar di Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu tahun 2018..............................................................96

26. Pendapatan usahatani per tahun


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018......................98

27. Analisis marjin pemasaran MT I jagung


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018.....................106

28. Analisis marjin pemasaran MT II jagung


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018.....................107

29. Jumlah kelompok tani dan anggota kelompok tani jagung


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018.....................109

30. Indeks agribisnis tertimbang jagung segi sarana produksi


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018.....................116

v
31. Indeks agribisnis tertimbang jagung segi kinerja usahatani
di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018.....................120

32. Indeks agribisnis tertimbang jagung segi pemasaran


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018.....................122

33. Identitas petani jagung di Kecamatan Adiluwih


Kabupaten Pringsewu...............................................................................135

34. Kepemilikan lahan jagung di Kecamatan Adiluwih


Kabupaten Pringsewu...............................................................................137

35. Penggunaan benih dan pupuk usahatani jagung per hektar


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu........................................139

36. Penggunaan pestisida usahatani jagung per hektar


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu........................................143

37. Penyusutan alat usahatani jagung per hektar


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu........................................149

38. Penggunaan tenaga kerja usahatani jagung per hektar


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu........................................153

39. Total biaya usahatani jagung per hektar


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu........................................174

40. Produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani jagung


per hektar di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu......................178

41. Keuntungan dan rasio R/C usahatani jagung per hektar


MT I di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu..............................180

42. Lembaga penunjang dan cara pemasaran jagung


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu........................................181

43. Pendapatan usahatani non jagung


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu per tahun........................185

44. Identitas pedagang jagung di Kecamatan Adiluwih


Kabupaten Pringsewu...............................................................................187

45. Biaya pemasaran jagung di Kecamatan Adiluwih


Kabupaten Pringsewu MT I....................................................................187

46. Biaya pemasaran jagung di Kecamatan Adiluwih


Kabupaten Pringsewu MT II....................................................................187

vi
47. Marjin pemasaran jagung di Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu MT I....................................................................188

48. Marjin pemasaran jagung di Kecamatan Adiluwih


Kabupaten Pringsewu MT II....................................................................188

49. Indeks agribisnis jagung segi sarana produksi


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018.....................189

50. Indeks agribisnis jagung segi kinerja usahatani


di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018.....................193

51. Indeks agribisnis jagung segi pemasaran


Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu tahun 2018.........................197

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Perkembangan volume ekspor - impor jagung di Indonesia


tahun1980 - 2016............................................................................................2

2. Sistem Agribisnis..........................................................................................17

3. Kerangka Pemikiran sistem agribisnis jagung di


Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu................................................44

4. Saluran pemasaran jagung di Kecamatan Adiluwih


Kabupaten Pringsewu tahun 2018..............................................................105

viii
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan pertanian secara luas mencakup tanaman pangan, hortikultura,

perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan. Sektor pertanian

merupakan sektor penting dalam visi pembangunan jangka panjang yang

diarahkan dalam daya saing perekonomian global. Sektor ini menduduki

peranan yang strategis karena berkaitan dengan kehidupan masyarakat

Indonesia dengan memperkuat ketahanan pangan Indonesia. Sektor pertanian

juga menjadi salah satu sektor faktor peningkatan pertumbuhan ekonomi

seperti yang dituangkan dalam RPJMN 2015 - 2019 yakni dengan

meningkatkan kapasitas produksi melalui peningkatan produktivitas dan

perluasan areal tanam.

Komoditas yang penting dalam sektor pertanian salah satunya adalah

subsektor tanaman pangan karena tanaman pangan menghasilkan bahan

pangan untuk kelangsungan hidup. Pembangunan pertanian dalam subsektor

tanaman pangan diarahkan untuk meningkatkan produksi pangan dengan

tujuan terciptanya swasembada pangan (terutama padi, jagung dan kedelai).

Jagung adalah komoditas yang dapat digunakan dalam memenuhi kebutuhan

rumah tangga dalam kegiatan konsumsi yaitu sebagai bahan pangan dan pakan

bagi
2

hewan ternak. Jagung merupakan salah satu bahan baku utama dalam industri

pakan ternak unggas. Perkembangan industri ternak unggas cukup cepat

sehingga akan mendorong peningkatan kebutuhan akan jagung (Badan

Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, 2017).

Peran jagung lokal yang masih rendah dalam memenuhi kebutuhan industri

pakan ternak menjadikan jagung sebagai komoditas pangan dengan nilai impor

yang tinggi. Pada tahun 2014 nilai impor jagung Indonesia mencapai USD 807

juta dan periode Januari - April 2015 nilai impor jagug Indonesia adalah

sebesar USD 301 juta. Jumlah produksi jagung mencapai 19,03 juta ton pada

tahun 2014 dan Indonesia masih mengimpor jagung dengan volume mencapai

3,2 juta ton (Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan,

2017). Salah satu sebab belum tercukupinya kebutuhan jagung adalah belum

optimalnya produktivitas tanaman jagung yang dapat dipengaruhi oleh alih

fungsi lahan (Widiastuti dan Harisudin, 2013).

Gambar 1. Perkembangan volume ekspor - impor jagung di Indonesia tahun


1980 - 2016
Terlihat volume impor jagung pada tahun 2011 - 2015 mengalami kenaikan

dengan mengimpor diatas 3 juta ton kecuali tahun 2012 hanya sebesar 1,81 juta

ton. Pada tahun 2014 volume impor jagung menjadi stabil sebesar 3,17 juta

ton dan mengalami kenaikan pada tahun 2015 menjadi 3,50 juta ton. Rata -

rata volume ekspor pada tahun 2011 - 2015 adalah 70,48 ribu ton dan

berbanding terbalik dengan volume impor sebesar 2,97 juta ton. Pada tahun

2015 volume ekspor sebesar 250,83 ribu ton. Berdasarkan data tersebut maka

terjadi defisit dari tahun 2011- 2015 dengan rata - rata 2,90 juta ton

(Kementerian Pertanian, 2016). Provinsi Lampung merupakan salah satu

penyumbang produksi jagung di Indonesia karena hampir seluruh wilayah di

Provinsi Lampung memiliki potensi penghasil jagung dengan data berikut.

Tabel 1. Luas lahan, produksi dan produktivitas usahatani jagung di Provinsi


Lampung tahun 2017

Luas Produksi Produktivitas


No. Kabupaten/Kota Panen
(ha) (ton) (ton/ha)
1 Lampung Barat 191 831 4,36
2 Tanggamus 5.072 25.855 5,09
3 Lampung Selatan 128.034 690.785 5,39
4 Lampung Timur 141.879 735.743 5,18
5 Lampung Tengah 78.106 426.966 5,44
6 Lampung Utara 40.629 206.253 5,07
7 Way Kanan 28.883 139.719 4,83
8 Tulang Bawang 8.603 40.550 4,71
9 Pesawaran 24.486 118.583 4,84
10 Pringsewu 7.751 40.326 5,20
11 Mesuji 5.117 24.177 4,72
12 Tulang Bawang Barat 6.688 30.488 4,55
13 Pesisir Barat 6.051 32.668 5,39
14 Bandar Lampung 116 641 5,52
15 Metro 1.001 5.269 5,09
Jumlah 482.607 2.518.895 5,21

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2018


Meskipun bukan penghasil produksi jagung terbesar di Provinsi Lampung,

namun jagung merupakan salah satu komoditas unggulan di Pringsewu.

Sebagian besar penduduk Pringsewu masih mengandalkan sektor pertanian

sebagai mata pencahariannya. Selain untuk dikonsumsi sendiri, hasil pertanian

juga dapat dijual sebagai sumber pendapatan. Jumlah luas panen, produksi dan

produktivitas petani di Kabupaten Pringsewu juga beragam. Kecamatan

Adiluwih menjadi daerah penghasil jagung terluas dan produksi tertinggi di

antara kecamatan lainnya yang ada di Pringsewu. Sebanyak 75 % jagung di

Kabupaten Pringsewu di tanam di Adiluwih.

Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa luas panen jagung di Kecamatan

Adiluwih mencapai 4.340 ha dengan produksi sebesar 21.700 ton selama tahun

2016. Kecamatan Sukoharjo menjadi penghasil produksi terbesar kedua yaitu

sebanyak 3.375 ton dan dengan luas panen 675 ha, kemudian diikuti oleh

Kecamatan Pagelaran dengan luas panen 30 ha dan produksi sebesar 1.575 ton.

Berdasarkan pemaparan tersebut maka sebagian besar daerah tersebut adalah

daerah sentra usahatani jagung dan merupakan penyokong dalam pemenuhan

kebutuhan jagung bagi Provinsi Lampung pada umumnya, dan Kabupaten

Pringsewu pada khususnya (Badan Pusat Statistik Kabupaten Pringsewu,

2017).
Tabel 2. Luas panen, produksi dan produktivitas usahatani jagung di
Kabupaten Pringsewu tahun 2016

No Luas Panen Produksi Produktivitas


Kecamatan (ha) (ton) (ton/ha)
1 Pardasuka 112 560 5,00
2 Ambarawa 12 60 5,00
3 Pagelaran 315 1.575 5,00
4 Pagelaran Utara 30 150 5,00
5 Pringsewu 35 175 5,00
6 Gadingrejo 188 940 5,00
7 Sukoharjo 675 3.375 5,00
8 Banyumas 85 425 5,00
9 Adiluwih 4.340 21.700 5,00
Jumlah 5.792 28.960 5,00

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Pringsewu, 2017

Jagung sebagai suatu komoditas pertanian harus memiliki keterkaitan ke depan

dan ke belakang sebagai suatu sistem agribisnis. Sistem agribisnis jagung

mengharuskan keterkaitan yang harmonis antara subsistem input, subsistem

produksi, subsistem pengolahan hasil, pemasaran dan lembaga penunjang.

Adanya subsistem yang baik akan memberikan keterkaitan antar pelaku

agribisnis seperti petani, pedagang saprodi, distributor, pengolah industri dan

konsumen. Keterkaitan yang baik tersebut akan memberikan pengaruh peran

yang besar terhadap pembentukan perekonomian wilayah, terutama dalam

memberikan sumbangan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (Isbah dan

Iyan, 2016). Agribisnis dapat berperan sebagai penyedia pangan, pencipta

lapangan kerja dan sumber pendapatan masyarakat.

Produktivitas usahatani jagung di Kecamatan Adiluwih masih rendah. Rendah

nya produktivitas dapat disebabkan adanya penggunaan sarana produksi oleh


petani belum optimal yakni penggunaan benih dan pupuk yang tidak sesuai

dengan anjuran dari pemerintah. Tidak sesuai anjuran yang dimaksud adalah

penggunaan benih dan pupuk tidak sesuai dengan anjuran yang menyebabkan

penggunaan sarana produksi menjadi lebih atau kurang dalam pemakaian.

Produktivitas jagung di Kecamatan Adiluwih sebesar 5,0 ton/ha dan masih

dapat ditingkatkan sampai dengan produksi potensial yaitu 10-12 ton/ha

(Damiri, 2017). Berdasarkan pra survei yang telah dilakukan produksi yang

belum optimal dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti terjadinya

kekeringan karena pengairan mengandalkan dari hujan, serangan hama dan

penyakit, curah hujan yang besar saat panen, rendahnya teknologi yang

digunakan dan harga penjualan yang menurun saat panen. Saat panen harga

menurun dan pendapatan yang diterima rendah. Namun peningkatan produksi

sangat dimungkinkan dan dapat terlihat pada Tabel 3 bahwa produksi jagung di

Kecamatan Adiluwih mengalami kenaikan.

Tabel 3. Luas panen, produksi dan produktivitas usahatani jagung di Kecamatan


Adiluwih tahun 2011-2016

Luas Panen Produksi Produktivitas


No Tahun
(ha) (ton) (ton/ha)
1 2016 4.340 21.700 5,00
2 2015 4.550 22.750 5,00
3 2014 4.389 17.556 4,00
4 2013 3.892 14.206 3,65
5 2012 3.882 14.169 3,65
6 2011 3.780 13.797 3,65

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Pringsewu, 2017


Sistem pemasaran juga sangat berpengaruh terhadap ekonomi petani. Pada

umumnya diantara pelaku pemasaran jagung posisi petani adalah paling lemah

karena adanya keterbatasan modal dan informasi yang diterima petani terbatas

sehingga mendapatkan harga yang rendah. Selain itu petani masih menghadapi

ketidakpastian harga jual (Fitriani, 2015). Banyaknya jumlah lembaga

pemasaran yang terlibat juga akan mempengaruhi marjin pemasaran. Semakin

tinggi marjin pemasaran maka akan semakin kecil pula peresentasi harga yang

diterima oleh petani (Firdaus, 2008). Lembaga penunjang yang ada yaitu

gapoktan belum mampu mengumpulkan kekuatan petani dalam penetapan

harga. Selain itu gapoktan masih menghadapi keterbatasan kelembagaan

terutama dalam masalah modal, pengadaan sarana produksi, penggunaan

teknolgi baru serta pemasaran. Berdasarkan uraian tersebut diperlukan adanya

kajian sistem agribisnis jagung di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu.

Keberhasilan suatu agribisnis juga dapat dilihat melalui empat subsistem yaitu

pengadaan sarana produksi, kinerja usahatani, pengolahan dan pemasaran.

Indeks ini menunjukkan kelancaran dalam suatu agribisnis.

B. Identifikasi Permasalahan

1. Penggunaan sarana produksi belum optimal

Sistem agribisnis hendaknya mengandung beberapa subsistem seperti

subsistem sarana produksi, subsistem budidaya atau usahatani, subsistem panen

dan pengolahan, subsistem pemasaran dan didukung oleh lembaga penunjang.

Semua subsistem tersebut saling terkait satu dengan lainnya sehingga tidak ada

subsistem yang lebih penting dari subsistem lainnya karena apabila terjadi
gangguan pada salah satu subsistem akan mengganggu subsistem secara

keseluruhan. Agribisnis adalah melibatkan individu atau lembaga yang terkait

dengan produksi, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran.

Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang dapat melibatkan

sistem agribisnis. Menurut Nasriaty (2016) dalam pemenuhan kebutuhan

jagung nasional sebanyak 20 juta ton, maka pemerintah mengeluarkan program

produksi jagung berbasis kawasan agribisnis. Program ini menginformasikan

mengenai pemilihan benih, pengolahan lahan, penanaman, pemupukan,

pengairan, pengendalian hama dan penyakit serta panen. Pemerintah juga

mengeluarkan program Upsus Pajale untuk membantu dalam pemenuhan

kebutuhan jagung.

Produksi jagung di Kabupaten Pringsewu rendah bila dibandingkan dengan

kabupaten lainnya yang ada di Provinsi Lampung. Data yang didapatkan dari

BPS Kabupaten Pringsewu (2017) sebanyak 75 persen tanaman jagung di

Pringsewu ditanam di Kecamatan Adiluwih. Kecamatan Adiluwih merupakan

kecamatan dengan produksi tertinggi di Kabupaten Pringsewu. Komoditas

jagung di lokasi penelitian ini merupakan komoditas unggulan. Berdasarkan

survei yang telah dilakukan, jagung di produksi dan distibusikan hingga ke

pabrik pengolahan. Sebagai daerah potensial pengembangan agribisnis jagung,

secara rutin pemerintah memberikan bantuan berupa benih jagung dan pupuk

melalui program Upsus Pajale.

Pemberian bantuan ini diberikan pula ke Kecamatan Adiluwih. Subsidi pupuk

yang dapat berlebih di sertai dengan harga yang murah dapat menyebabkan
adanya ketidaksesuaian anjuran dalam pemakaian. Ketidaksesuaian anjuran

yang dimaksud adalah penggunaan benih dan pupuk tidak sesuai dengan

anjuran penggunaan benih dan pupuk dari pemerintah yang menyebabkan

penggunaan sarana produksi menjadi lebih atau kurang dalam pemakaian. Hal

lain yang menjadi permasalahan adalah petani sering menghadapi kekurangan

modal pada saat musim tanam sehingga menyebabkan pengadaan sarana

produksi menjadi terhamba. Berdasarkan uraian tersebut bagaimana

pengadaan sarana produksi petani jagung di Kecamatan Adiluwih Kabupaten

Pringsewu?

2. Pendapatan petani yang masih rendah

Pembangunan pertanian tidak hanya bertujuan pada peningkatan produksi

pertanian, tetapi juga dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat dan

peningkatan taraf hidup petani. Tingkat pendapatan petani, disamping sebagai

penentu utama kesejahteraan rumah tangga juga sebagai pertumbuhan

ekonomi. Pendapatan yang maksimal merupakan tujuan utama setiap petani

dalam melakukan produksi. Hasil pendapatan yang diperoleh sebagian

digunakan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga dan yang sebagiannya

lagi digunakan untuk memproduksi usahatani tersebut.

Masyarakat Kecamatan Adiluwih masih mengandalkan sektor pertanian

sebagai sektor perekonomian salah satunya adalah komoditas jagung. Jagung

memiliki manfaat yang luas mulai dari sebagai komoditas pangan dan industri

pakan untuk ternak. Kesejahteraan petani jagung salah satunya dapat diketahui

dari besarnya pendapatan yang diterima petani. Salah satu usaha untuk
meningkatkan pendapatan petani jagung adalah dengan meningkatkan

produksi. Produksi dan produktivitas adalah salah satu masalah yang sering

dihadapi petani dalam usahatani jagung. Data yang didapatkan dari BPS

Pringsewu produktivitas jagung di Kecamatan Adiluwih sebesar 5,0 ton/ha dan

masih dapat ditingkatkan sampai dengan produksi potensial yaitu 10-12 ton/ha

(Damiri, 2017).

Produktivitas yang belum optimal dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti

terjadinya kekeringan karena pengairan mengandalkan dari hujan, serangan

hama dan penyakit, curah hujan yang besar saat panen, rendahnya teknologi

yang digunakan dan harga penjualan yang menurun saat panen. Pendapatan

petani jagung dapat ditingkatkan melalui proses pengolahan jagung menjadi

barang jadi atau barang setengah jadi. Namun sistem agribisnis jagung di

Kecamatan Adiluwih memiliki permasalahan yaitu petani belum mampu

mengolah hasil panen jagung menjadi barang jadi atau setengah jadi seperti

pakan ternak agar memiliki nilai tambah yang berguna sebagai tambahan

pendapatan. Permasalahan tersebut terjadi karena adanya keterbatasan sumber

daya manusia dalam melakukan pengolahan jagung, teknologi yang belum

memadai dan masih sulitnya dalam memasarkan hasil olahan jagung.

Permasalahan lainnya adalah mengenai harga. Rendahnya harga akan

menyebabkan rendahnnya pendapatan yang diterima petani. Saat panen harga

menurun dan pendapatan yang diterima rendah. Pada tahun 2016 produksi

jagung tertinggi di Kecamatan Adiluwih berada pada bulan Februari, Maret

dan Juli tetapi terlihat harga jagung mengalami penurunan pada musim panen
tersebut. Permasalahan tersebut penting untuk diadakannya penelitian untuk

mengetahui tingkat pendapatan petani jagung yang ada di Kecamatan

Adiluwih. Berdasarkan uraian tersebut bagaimana kinerja usahatani jagung di

Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu?

3. Pemasaran dan lembaga penunjang belum memiliki kekuatan

Pendapatan petani yang rendah dapat disebabkan oleh produksi yang belum

optimal. Produksi yang belum optimal terjadi karena adanya manajemen

produksi yang belum terlaksana dengan baik. Peningkatan produksi harus

diiringi dengan adanya peningkatan pemasaran yang baik untuk mencapai

keuntungan yang optimal. Sistem pemasaran juga sangat berpengaruh terhadap

ekonomi petani. Pemasaran menjadi salah satu permasalahan bagi petani.

Petani belum mampu membangun manajemen pemasaran jagung. Saat panen

petani hanya sebatas menjual hasil panen kepada pedagang tanpa melakukan

pengolahan.

Biasanya dalam pemasaran jagung terlibat beberapa lembaga pemasaran seperti

petani sebagai produsen, lembaga - lembaga perantara dan konsumen.

Banyaknya jumlah lembaga pemasaran yang terlibat juga akan mempengaruhi

marjin pemasaran. Semakin tinggi marjin pemasaran akan mengakibatkan

persentase bagian harga yang diterima petani semakin kecil (Firdaus, 2008).

Persoalan terkait pemasaran yang ada di Kecamatan Adiluwih adalah pada

umumnya diantara pelaku pemasaran jagung posisi petani adalah paling lemah

karena adanya keterbatasan modal dan informasi yang diterima petani terbatas

sehingga mendapatkan harga yang rendah.


Lembaga pemasaran yang terlibat dalam usahatani jagung di Adiluwih adalah

petani, pedagang pengumpul dan industri pengolahan. Petani tidak memiliki

kekuatan dalam menentukan harga jual jagung. Saat petani hendak menjual

hasil panen langsung ke pabrik harga yang ditawarkan rendah karena

ketidakberdayaan petani sehingga petani harus menerima harga yang rendah.

Persoalan lain terkait pemasaran adalah saat tejadi panen maka jagung akan

melimpah dan menyebabkan harga menjadi turun. Persoalan lain yang

dihadapi petani jagung adalah bila petani akan mengolah jagung menjadi

pakan ternak, petani masih sulit untuk memasarkan hasil olahan. Hal tersebut

dikarenakan petani belum menemukan pangsa pasar serta mitra untuk

menampung olahan jagung.

Lembaga penunjang yang ada di Kecamatan Adiluwih untuk petani adalah

gapoktan serta peranan pemerintah. Gapoktan sangat penting bagi petani,

karena dengan tergabung dalam gapoktan petani dapat diberikan bantuan

berupa benih dan pupuk. Namun, gapoktan belum bisa membangun

agroindustri pengolahan jagung dikarenakan faktor modal, sumber daya

manusia, penguasaan teknologi dan tempat memasarkan hasil olahan. Petani

jagung yang tergabung dalam gapoktan akan mencapai tujuan pemberdayaan

dan penguatan petani agar dapat meningkatkan kesejahteraan. Pada umumnya

kerjasama dalam antar petani dalam kelompok tani masih rendah dikarenakan

sebagian besar petani tidak memiliki akses dalam pengadaan sarana produksi

atau input (Fitriani, 2015). Berdasarkan hal tersebut pemasaran dan lembaga

penunjang yang ada belum optimal. Berdasarkan uraian tersebut maka


bagaimana efisiensi pemasaran jagung dan peranan lembaga penunjang sistem

agribisnis jagung di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu?

4. Kelancaran sistem agribisnis

Kegiatan dalam sistem agribisnis memberikan keterkaitan antar satu subsistem

dengan subsitem lainnya. Pada setiap subsistem agribisnis memberikan fungsi

yang berbeda sehingga diperlukan adanya indeks sistem agribisnis. Kegiatan

usahatani membutuhkan sarana produksi yang memadai. Penggunaan benih

unggul, lahan yang bersertifikat, pengetahuan tenaga kerja dan pengalaman

dalam kegiatan pertanian, serta komposisi penggunaan pupuk organik dan

anorganik merupakan hal yang penting dalam kelancaran sistem agirbisnis.

Produk yang dihasilkan dari kegiatan usahatani akan memiliki nilai

keuntungan apabila dilakukan pengolahan. Produk mentah ataupun produk

olahan akan memberikan keuntungan yang lebih dan merata apabila

pemasaran telah dilakukan secara efisien. Sektor tersebut memberikan peran

yang sangat penting dalam kegiatan sistem agribisnis. Apabila ke empat indeks

tersebut telah terpenuhi oleh standar maka kegiatan agribisnis dapat dikatakan

berjalan lancar. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana pengadaan sarana produksi petani jagung di Kecamatan

Adiluwih Kabupaten Pringsewu?

2. Bagaimana kinerja usahatani jagung di Kecamatan Adiluwih Kabupaten

Pringsewu?
3. Bagaimana efisiensi pemasaran jagung dan peranan lembaga penunjang

sistem agribisnis jagung di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu?

4. Bagaimana indeks sistem agribisnis jagung di Kecamatan Adiluwih

Kabupaten Pringsewu?

C. Tujuan

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengadaan sarana produksi sistem agribisnis jagung di

Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu

2. Mengetahui kinerja usahatani jagung di Kecamatan Adiluwih Kabupaten

Pringsewu

3. Mengetahui efisiensi pemasaran jagung dan lembaga penunjang sistem

agribisnis jagung di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu

4. Mengetahui indeks sistem agribisnis jagung di Kecamatan Adiluwih

Kabupaten Pringsewu

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah:

1. Penelitian ini menginformasikan perlu diadakannya peningkatan pendapatan

yang dapat diperoleh dari pasca panen jagung.

2. Penelitian ini menginformasikan bahwa perlu adanya peranan lembaga

penunjang yang lebih intensif dalam sistem agribisnis jagung.

3. Penelitian ini menginformasikan bahwa perlu adanya peranan pemerintah

dalam sistem agribisnis jagung.


15

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Ekonomi Jagung

Jagung sebagai salah satu komoditas pangan terus mengalami kenaikan dalam

hal permintaan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Jagung selain

sebagai bahan pangan juga mensuplai bahan baku energi nabati. Hal tersebut

dapat tercermin dari masih tingginya permintaan jagung dari beberapa importir

seperti India dan China sedangkan Amerika Serikat dan Australia sebagai

produsen jagung terbesar dunia belum mampu memenuhi kebutuhan jagung

dalam negeri mereka. Permintaan jagung di Indonesia meningkat setiap

tahunnya sehingga peluang ekspor semakin terbuka dikarenakan negara

penghasil jagung membatasi ekspor jagung (Azrai, 2013).

Hasil penelitian Rangkuti et al. (2014) bahwa jagung juga memiliki nilai

potensial yang tinggi karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan

pakan ternak. Jagung termasuk kedalam tanaman pangan terpenting ke dua

setelah padi. Sebagai bahan pangan jagung mengandung 70% pati, 10%

protein dan 5% lemak. Hampir seluruh bagian tanaman jagung dapat

dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Faktor - faktor yang


16

mempengaruhi jumlah produksi tanaman jagung adalah luas lahan, suhu,

kelembaban, udara, cuaca dan kondisi lahan.

Jagung dapat menekan tingkat kemiskinan penduduk khususnya di desa yang

mayoritas bekerja sebagai petani melalui program. Program tersebut adalah

diversifikasi pangan yaitu pemerintah berupaya memajukan pembangunan

pertanian kearah struktur produksi komoditas yang lebih beragam seperti pada

penelitian Sari et al. (2014). Bertanam jagung juga memiliki keuntungan besar

karena selain biji, batang jagung juga dapat dijadikan pakan ternak yang

potensial. Nilai ekonomis yang tinggi dari jagung dapat ditambahkan apabila

ditambah dengan brangkasnya (Hariyadi, 2011).

Kemudahan dalam budidaya jagung juga merupakan sebuah keuntungan.

Tanaman jagung tidak memerlukan perawatan intensif serta dapat ditanam di

hampir semua jenis tanah. Risiko dalam penanaman jagung juga umumnya

sangat kecil dibandingkan tanaman palawija lainnya. Hampir semua bagian

jagung memiliki manfaat yaitu batang dan daun muda untuk pakan ternak,

batang dan daun tua sebagai pupuk hijau serta kompos, batang dan daun kering

untuk kayu bakar. Jagung selain bahan pangan juga dapat menjadi campuran

bahan pakan ternak dan bahan baku industri (Hariyadi, 2011).

2. Agribisnis

Agribisnis dapat memperlihatkan keterkaitan subsistem agribisnis yaitu

vertikal dan horizontal serta subsistem lainnya seperti jasa - jasa yaitu finansial

dan perbankan, transportasi, perdagangan dan pendidikan. Agribisnis juga


merupakan cara baru untuk melihat pertanian sebagai suatu sistem bisnis yang

terdiri dari subsistem yaitu subsistem agribisnis hulu, subsistem agribisnis

usahatani, subsistem agribisnis hilir dan subsistem jasa penunjang (Saragih,

2010). Berikut adalah gambar subsistem agribisnis (Maulidah, 2012).

Sistem Agribisnis

Pengadaan dan Penyaluran Saprodi


Subsistem Budidaya Subsistem Pemasaran
Subsistem Pengolahan Hasil

Benih Usahatani Tengkulak a. Penggilinga


Pupuk Perkebunan rakyat Pedagang besar n padi
Mesin pertanian Perkebunan milik swastaPedagang pengecer b. Industri
Pestisida PTP tepung
Alat c. Industri
pertanian minyak
goreng dll

Subsistem Jasa Penunjang:


Bank, Asuransi, Lembaga Penelitian, Lembaga Penyuluhan, Balai
Penelitian

Gambar 2. Sistem agribisnis

Menurut Arsyad (1985) dalam Soekartawi (2010) agribisnis merupakan suatu

kesatuan usaha - usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata

rantai produksi, pengolahan hasil serta pemasaran.

Agribisnis adalah semua kegiatan ekonomi yang dimulai dengan seluruh sektor

bahan masukan, usahatani (produksi), produk yang memasok bahan masukan

usahatani, pengolahan, penjualan dari produsen ke konsumen. Agribisnis

terbagi menjadi beberapa subsistem yaitu subsistem a) subsistem agribisnis


hulu b) subsistem budidaya atau usahatani c) subsistem agribisnis hilir

meliputi pengolahan dan pemasaran d) subsistem jasa layanan pendukung

(Maulidah, 2012). Berikut adalah penjelasan dari subsistem tersebut.

a. Pengadaan dan penyaluran sarana produksi

Sistem pengadaan sarana produksi sering disebut dengan sektor hulu. Pada

subsistem agrirbisnis hulu mencakup kegiatan dalam memproduksi dan

menyalurkan input pertanian dalam arti luas. Subsistem tersebut mencakup

kegiatan pabrik pupuk, usaha pengadaan bibit unggul pada tanaman pangan,

tanaman perkebunan dan ternak serta kegiatan penjualan. Pelaku kegiatan

ini antara lain adalah koperasi, swasta, lembaga pemerintah, bank atau

perorangan (Saragih, 2010). Pada subsistem ini mencakup kegiatan

perencanaan, pengelolaan, dari sarana produksi atau input usahatani dengan

kriteria tepat jumlah, tepat waktu, tepat mutu, tepat jenis dam tepat produk.

Subsistem ini penting dikarenakan subsistem ini diperlukan adanya

keterpaduan dari berbagai unsur itu guna mewujudkan sukses agribisnis

(Maulidah, 2012).

Antara (2010) menyatakan bahwa penggunaan benih jagung hibrida lebih

berpengaruh terhadap peningkatan produksi jagung dibandingkan dengan

penggunaan benih jagung nonhibrida. Harga benih jagung hibdrida relatif

lebih mahal dan sebaliknya penggunaan benih jagung nonhibrida akan

mengeluarkan biaya produksi yang lebih rendah.

Petani dalam mengelola usahatani sering ditemukan kurang efisien yaitu

penggunaan sarana produksi yang tidak sesuai dengan anjuran yang


diberikan pemerintah. Penggunaan benih serta pupuk melebihi dari jumlah

benih yang dibutuhkan. Penggunaan benih unggul dan pemakaian pupuk

memang dapat meningkatkan produksi jagung, namun penggunaan yang

berlebihan akan mengakibatkan penurunan produksi dan peningkatkan biaya

produksi seperti pada penelitian Dinata et al. (2014). Pemakaian pupuk

tidak selalu memberikan dampak kenaikan produksi. Pada benih jagung

non hibrida pemakaian pupuk tidak mempengaruhi jumlah produksi jagung

(Antara, 2010).

b. Subsistem usahatani

Pada subsistem agribisnis usahatani merupakan kegiatan yang mencakup

usahatani yaitu kegiatan yang dilakukan petani, pekerja kebun, peternak

dan nelayan, dan termasuk dalam arti khusus yaitu kegiatan kehutanan

berupa pengelolaan input (lahan, tenaga kerja, modal, teknologi dan

manajemen) untuk menghasilkan produk pertanian (Saragih, 2010). Pada

subsistem ini akan menghasilkan produk pertanian dapat berupa bahan

pangan, hortikultura, hasil perkebunan, ternak, hewan dan ikan. Pelaku

yang terlibat dalam subsistem ini adalah produsen yang terdiri dari petani,

peternak, pengusaha tambak, dan lain - lain (Maulidah, 2012).

Pada subsistem ini mencakup semua kegiatan terkait dengan pembinaan dan

pengembangan usahatani agar dapat meningkatkan produksi primer

pertanian. Kegiatan dalam rangka meningkatkan produksi primer adalah

perencanaan pemilihan lokasi, komoditas, teknologi, dan pola usahatani.

Pada subsistem ini diarahkan pada peningkatan produksi dan pendapatan.


Pendapatan menurut Soekartawi (2010) adalah total penerimaan dikurangi

dengan total biaya.

Pendapatan suatu usahatani dipengaruhi oleh luas lahan, modal, tenaga kerja

dan penggunaan sarana produksi. Penggunaan benih unggul seperti hibrida

akan memberikan kenaikan produksi dibandingkan dengan penggunaan

benih non hibrida. Kelebihan penggunan benih hibrida dibandingkan

dengan benih lain adalah kecil dalam risiko gagal panen sehingga

menyebabkan pendapatan yang lebih tinggi dan stabil (Suryana dan

Agustian, 2014).

Penggunaan pupuk akan menyebabkan kenaikan produksi dan pendapatan

apabila digunakan terhadap benih unggul seperti hibrida. Sebaliknya

penggunaan pupuk tidak berpengaruh terhadap benih non hibrida.

Pendapatan petani jagung yang menggunakan benih hibrida lebih besar 2

kali lipat dibandingkan dengan petani yang menggunakan non hibdrida. Hal

tersebut menunjukkan bahwa usahatani jagung hibrida lebih efisien

dibandingkan dengan usahatani jagung non hibrida (Antara, 2010).

Pendapatan petani jagung dipengaruhi oleh luas lahan, jumlah benih, jumlah

pupuk dan curahan tenaga kerja (Antara, 2010). Berdasarkan hasil

penelitian Rangkuti et al. (2014) pengalaman usahatani juga mempengaruhi

peningkatan produksi dan pendapatan usahatani jagung. Pengalaman yang

ada seharusnya diimbangi dengan pengetahuan mengenai jagung yang dapat

diberikan bantuan oleh pihak pemerintah. Pengalaman yang dimiliki oleh

seorang petani akan mempengaruhi inovasi terhadap petani itu sendiri


maupun yang lain dalam pengambilan keputusan. Hasil penelitian Dinata et

al. (2014) menyatakan bahwa pendapatan petani jagung dapat lebih tinggi

apabila berhubungan dengan lembaga penunjang seperti menjadi anggota

koperasi.

Menurut Soekartawi (2002) dalam penelitian Murdani et al. (2014)

pendapatan terbagi menjadi pendapatan tunai, kotor dan bersih. Berikut

adalah penjelasan mengenai pendapatan usahatani.

1) Pendapatan tunai

Pendapatan tunai usahatani dapat menunjukkan kemampuan usahatani untuk

menghasilkan uang tunai. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih

antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran usahatani.

Perhitungan pendapatan usahatani menggambarkan jumlah uang tunai yang

dihasilkan usahatani dan berguna untuk keperluan rumah tangga.

Pendapatan tunai merupakan salah satu pendapatan penting dalam sistem

usahatani.

2) Pendapatan kotor

Pendapatan kotor usahatani adalah perolehan total sumberdaya yang

digunakan dalam usahatani. Pendapatan kotor usahatani dapat diartikan

sebagai nilai produksi (value of production) total usahatani dalam jangka

waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual. Pendapatan kotor

usahatani dibedakan menjadi pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor

tidak tunai. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai uang yang

diterima dari penjualan produk usahatani yang tidak mencakup pinjaman


uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang

dikonsumsi. Pendapatan kotor tidak tunai adalah pendapatan yang diterima

bukan dalam bentuk uang misal nya pembayaran yang dilakukan dalam

bentuk benda dan hasil panen yang dikonsumsi.

3) Pendapatan bersih

Pendapatan bersih adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan

pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan

yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor

produksi. Pendapatan bersih usahatani dapat juga dikatakan sebagai ukuran

keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk menilai dan

membandingkan beberapa usahatani lainnya, maka ukuran yang digunakan

untuk menilai usahatani yaitu dengan penghasilan bersih usahatani yang

merupakan pengurangan antara pendapatan bersih usahatani dengan bunga

pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan.

Menurut Soekartawi (2002) dalam penelitian Murdani et al. (2014)

penerimaan adalah perkalian dari total produksi dengan harga pasar yang

berlaku dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah

tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk benih, digunakan untuk

pembayaran, dan yang disimpan. Menurut Hernanto (2005) dalam

penelitian Murdani et al. (2014) penerimaan usahatani adalah nilai produksi

yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian

antara jumlah produksi total yang diperoleh dengan harga satuan dari hasil

produksi tersebut.
Seperti halnya dengan pendapatan, pada usahatani dikenal pula istilah

penerimaan. Berbagai macam jenis penerimaan adalah a) penerimaan tunai

usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani

penerimaan tunai tidak mencakup yang berupa benda, sehingga nilai produk

usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai

usahatani. Penerimaan tunai usahatani yang tidak berasal dari penjualan

produk usahatani seperti pinjaman tunai, harus ditambahkan b) penerimaan

tunai luar usahatani, adalah penerimaaan yang diperoleh dari luar aktivitas

usahatani seperti upah yang diperoleh dari luar usahatani, dan c) penerimaan

kotor usahatani , yang didefinisikan sebagai penerimaan dalam jangka

waktu, baik yang dijual (tunai) maupun yang tidak dijual (tidak tunai seperti

konsumsi keluarga, bibit, pakan, dan ternak ). Penerimaan kotor juga sama

dengan pendapatan kotor atau nilai produksi.

Biaya dalam usahatani ada dua macam yaitu biaya tunai dan biaya tidak

tunai. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli input

seperti benih, pupuk, pestisida serta alat mesin pertanian dan untuk

membayar upah tenaga kerja luar keluarga yang dipakai. Pembiayaan

merupakan masalah yang sering dihadapi petani terutama dalam pengadaan

sarana produksi. Biaya yang rendah mengakibatkan petani mengalami

kerugian dalam usahataninya. Kelemahan petani selama ini adalah tidak

memiliki catatan mengenai kegiatan usahataninya. Struktur biaya dapat

dibedakan menjadi total fixed cost dan total variable cost. Total fixed cost

adalah biaya yang dikeluarkan petani yang tidak mempengaruhi hasil

output berapa pun jumlah output yang dihasilkan. Contohnya adalah sewa

tanah,
pajak dan alat pertanian. Total variable cost adalah biaya yang besarnya

dapat berubah sebanding dengan berubahnya jumlah output yang dihasilkan

(Shinta, 2011).

c. Subsistem pengolahan hasil pertanian

Pada susbsistem agribisnis hilir dapat disebut sebagai kegiatan agroindustri

yaitu kegiatan industri yang menggunakan produk pertanian sebagai bahan

baku utama. Contohnya adalah kegiatan pabrik minyak kelapa sawit,

industri pengalengan ikan dan pabrik tepung tapioka. Subsistem

perdagangan hasil pertanian atau olahan adalah kegiatan dalam

penyampaian output sistem agribisnis kepada konsumen, yaitu konsumen

dalam negeri mauapun luar negeri / ekspor. Pegangkutan dan penyimpanan

merupakan bagian dari subsistem ini. Beberapa kegiatan agroindustri yang

lebih rinci mulai dari pasca panen, pengemasan, penyimpanan, pengolahan

sedangkan kegiatan selanjutnya yaitu distribusi dan pemasaran (Saragih,

2010). Pada subsistem ini memiliki peranan yang penting bila ditempatkan

di pedesaan karena dapat meningkatkan perekonomian di pedesaan, dengan

cara menyerap/menciptakan lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan (Maulidah, 2012).

Subsistem ini secara singkat mengolah produk pertanian menjadi produk

jadi atau setengah jadi. Pengolahan ini dapat berupa proses pengupasan,

pembersihan, pemipilan, penggilingan, pembekuan, pengeringan, dan

peningkatan mutu dengan tujuan untuk memperoleh nilai tambah. Menurut

Hayami (1987) dalam penelitian Winanti et al. (2016) nilai tambah adalah
adanya pertambahan nilai karena suatu komoditas mengalami proses

pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan dalam suatu proses produksi

(penggunaan/pemberian input fungsional). Nilai tambah dipengaruhi oleh

faktor teknis dan faktor non teknis. Informasi atau keluaran yang diperoleh

dari hasil analisis nilai tambah adalah besarnya nilai tambah, rasio nilai

tambah, marjin dan balas jasa yang diterima oleh pemilik-pemilik faktor

produksi.

Menurut Hardjanto (1991) dalam penelitian Cipta et al. (2016) faktor teknis

meliputi unsur kualitas (mutu) produk, penerapan teknologi, kapasitas

produksi, penggunaan unsur tenaga kerja, jumlah bahan baku, dan input

penyerta. Faktor pasar meliputi harga jual output, upah tenaga kerja, harga

bahan baku, informasi pasar, modal investasi teknologi, dan nilai (input)

lainnya. Faktor teknis mempengaruhi harga jual produk, sedangkan faktor

pasar mempengaruhi faktor konversi (banyaknya produk yang dapat

dihasilkan dari satu satuan bahan baku) dan biaya produksi.

Menurut Hardjanto (1993) dalam penelitian Winanti et al. (2016) sumber-

sumber nilai tambah dapat diperoleh dari pemanfaatan faktor - faktor

produksi (tenaga kerja, modal, sumberdaya alam dan manajemen). Nilai

tambah yang diciptakan perlu didistribusikan secara adil. Analisis nilai

tambah merupakan metode perkiraan sejauh mana bahan baku yang

mendapat perlakuan mengalami perubahan nilai.

Analisis nilai tambah digunakan sebagai salah satu indikator dalam

keberhasilan pengembangan sistem agribisnis. Menurut Hardjanto (1991)


dalam penelitian Cipta et al. (2016), berikut adalah kegunaan dari

menganalisis nilai tambah.

1) Besar nilai tambah yang terjadi akibat perlakuan tertentu yang diberikan

pada komoditas pertanian.

2) Distribusi imbalan yang diterima pemilik dan tenaga kerja.

3) Besarnya kesempatan kerja yang diciptakan dari kegiatan pengolahan

bahan baku menjadi produk jadi.

4) Besarnya peluang serta potensi yang dapat diperoleh dari suatu sistem

komoditas di suatu wilayah tertentu dari penerapan teknologi pada satu

atau beberapa subsistem di dalam agribisnis.

Menurut Hayami (1987) dalam penelitian Cipta et al. (2016), tujuan dari

analisis nilai tambah adalah untuk menaksir balas jasa yang diterima oleh

tenaga kerja langsung dan pengelola. Analisis nilai tambah Hayami

memperkirakan perubahan bahan baku setelah mendapatkan perlakuan.

Konsep pendukung dalam analisis nilai tambah metode Hayami adalah

sebagai berikut.

1) Faktor konversi, menunjukkan banyaknya output yang dapat dihasilkan

dari satu satuan input.

2) Koefisien tenaga kerja yang diperlukan untuk mengolah satu satuan

input.

3) Nilai keluaran, menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu

satuan input.
d. Subsistem pemasaran

Perkembangan sistem ekonomi pada sebuah negara menyebabkan semakin

terspesialisasi dan kompleks proses produksi. Hal tersebut mengakibatkan

pusat - pusat produksi dengan konsumen memiliki jarak yang jauh satu

sama lain dan sistem pemasaran makin lama makin kompleks.

Sistem yang baik penting dalam produksi komoditas pertanian. Tataniaga

pertanian merupakan pendistribusian produk - produk pertanian dan atau

sarana produksi pertanian dari produsen hingga konsumen dengan

penciptaan kegunaan waktu, tempat, bentuk dan pengolahan hak milik oleh

lembaga - lembaga tataniaga dengan melakukan fungsi - fungsi tataniaga.

Tujuan dari adanya pemasaran adalah membuat agar penjual lebih banyak

dan mengetahui konsumen dengan baik agar produk dan layanan yang

diberikan sesuai dengan selera konsumen dan dapat terjual. Pasar dalam arti

sempit adalah tempat barang atau jasa diperjual belikan, sedangkan secara

luas pasar adalah besarnya permintaan dan penawaran pada suatu jenis

barang dan jasa tertentu. (Hasyim, 2012).

Pemasaran hasil pertanian adalah kegiatan yang dilakukan dengan tujuan

untuk meningkatkan dan mengembangkan dalam pemasaran suatu produk

pertanian sehingga harus mempertimbangkan saluran yang dapat dipakai

untuk menyalurkan produk dari produsen hingga ke konsumen seperti pada

penelitian Adnyana et al. (2017).

Pemasaran terjadi tidak lepas dari organisasi pasar. Organisasi pasar

menurut Hasyim (2012) adalah suatu arti secara umum yang mencakup
seluruh aspek suatu sistem tataniaga. Organisasi pasar dapat

dikelompokkan menjadi tiga yaitu sebagai berikut.

1. Struktur pasar (market structure) merupakan karakteristik organisasi dari

suatu pasar yang dalam prakteknya adalah karakteristik yang menentukan

hubungan antara para pembeli dan penjual, antara penjual satu dengan

penjual lain, serta penjual dipasar dengan penjual potensial yang akan

masuk ke dalam pasar. Unsur - unsur yang mempengaruhi struktur pasar

adalah tingkat konsentrasi, diferensiasi produk, dan rintangan dalam

memasuki pasar.

2. Perilaku pasar (market conduct) merupakan pola tingkah laku dari

lembaga tataniaga dalam hubungannya dengan sistem pembentukan

harga dan praktek transaksi (melakukan pembelian dan penjualan)

secara horizontal ataupun vertikal. Perilaku pasar dengan kata lain

adalah tingkah laku perusahaan dalam struktur pasar tertentu terutama

bentuk - bentuk keputusan apa yang dibuat oleh manajer dalam struktur

pasar yang berbeda.

3. Keragaan pasar (market performance) merupakan melihat pengaruh riil

struktur dan perilaku pasar yang berkenaan dengan harga, biaya, dan

volume produksi.

Penelitian berkaitan dengan organisasi pasar akan memiliki manfaat apabila

menunjukkan efektifitas dari variabel - variabel tiga komponen organisasi

pasar dalam melakukan tataniaga oleh seluruh individu atau lembaga yang

terlibat dalam pemasaran. Namun, dalam kenyataan harga pada masing -


masing tingkat lembaga tata niaga pada dasarnya memiliki kekuatan

tersendiri dalam permintaan dan penawaran.

Lembaga pemasaran yang terlibat dalam agribisnis jagung dipengaruhi oleh

banyaknya jumlah produksi jagung. Pedagang pengumpul yang ada di desa

hanya mampu menampung jumlah produksi jagung dalam jumlah kecil

sedangkan pedagang pengumpul dengan cakupan lokasi lebih luas mampu

menampung jumlah produksi jagung dalam jumlah besar. Pemasaran yang

dilakukan dengan selain menghitung jumlah produksi jagung juga dengan

melihat kualitas dari jagung. Pemasaran yang dilakukan oleh pedagang

kecil cenderung melakukan transaksi tunai, sedangkan pedagang besar

cenderung melakukan transaksi nontunai (Widiastuti dan Harisudin, 2013).

Modal dan akses transportasi pedagang terhadap petani mempengaruhi

panjangnya saluran pemasaran. Keterbatasan petani seperti modal,

pendidikan, akses, dan komunikasi akan dimanfaatkan oleh pedagang

perantara untuk mendapatkan harga yang tinggi dari petani sehingga petani

hanya medapatkan farmers share terendah dalam saluran pemasaran. Salah

satu upaya dalam memperbaiki harga pada tingkat petani adalah melalui

perbaikan tataniaga agar menjadi efisien (Widiastuti dan Harisudin, 2013).

Tataniaga dalam produk pertanian memiliki kendala lain seperti produksi

yang fluktuatif karena bersifat musiman, mudah rusak, panjang dan

membutuhkan ruang yang relatif besar. Hal tersebut juga termasuk kedalam

kendala tataniaga jagung yang akan menambah biaya pengumpulan.

Keefektifan dalam tataniaga sangat perlu dilakukan karena apabila terjadi


keterlambatan dalam pemasaran maka akan terjadi harga menjadi rendah

bahkan tidak laku terjual (Widiastuti dan Harisudin, 2013).

e. Subsistem jasa layanan penunjang

Pada susbsistem kelima adalah subsistem jasa penunjang atau supporting

institution yaitu dimana kegiatan jasa yang melayani pertanian seperti

kebijakan pemerintah, perbankan, peyuluhan pembiayan, kelompok tani,

sarana transportasi dan lain - lain. Subsistem ini dapat dinyatakan secara

singkat yaitu sistem agribisnis menekankan kepada keterkaitan dan integrasi

vertikal antara beberapa subsistem bisnis dalam satu komoditas. Keempat

subsistem yang telah dijelaskan tersebut saling terkait dan tergantung satu

sama lain. Adanya masalah dalam satu subsistem akan mengakibatkan

masalah pada subsistem lainnya (Saragih, 2010).

Menurut Maulidah (2012) subsistem jasa layanan pendukung agribisnis

adalah semua jenis kegiatan yang berfungsi dalam mendukung dan melayani

serta mengembangkan kegiatan sub-sistem hulu, sub-sistem usaha tani, dan

sub-sistem hilir. Pada subsistem jasa layanan pendukung terdapat banyak

lembaga dalam kegiatan agribisnis seperti adalah penyuluh, keuangan dan

finansial, konsultan dan penelitian. Lembaga keuangan seperti perbankan,

model ventura, dan asuransi yang memberikan layanan keuangan berupa

pinjaman dan penanggungan risiko usaha (khusus asuransi). Sementara itu

lembaga penyuluhan dan konsultan memberikan layanan informasi yang

dibutuhkan oleh petani dan pembinaan teknik produksi, budidaya pertanian,

dan manajemen pertanian. Lembaga penelitian baik yang dilakukan oleh


balai penelitian atau perguruan tinggi memberikan layanan

informasi teknologi produksi, budidaya, atau teknik manajemen

mutakhir hasil penelitian dan pengembangan.

Undang undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang sistem Penyuluhan

Pertanain, Perikanan dan Kehutanan ( SP3K ) mengamanatkan bahwa

penyelengaraan penyuluhan menjadi wewenang dan tanggungjawab

pemerintah dan pemerintah daerah. Wewenang dan tanggungjawab

pemerintah diwujudkan antara lain dengan menyelenggarakan revitalisasi

penyuluhan pertanian yang meliputi aspek-aspek penataan kelembagaan

(kelompok tani ), ketenagaan, penyelenggaraan, sarana dan prasarana, serta

pembiayaan penyuluhan yang dijelaskan dalam penelitian Susanti et al.

(2017).

Aktif maupun pasif nya subsistem jasa layanan pendukung memiliki fungsi

menyediakan layanan bagi kebutuhan pelaku sistem agribisnis untuk

memperlancar aktivitas perusahaan dan sistem agribisnis. Setiap komponen

jasa penunjang itu mempunyai karakteristik fungsi yang berbeda namun

intinya adalah agar dapat berbuat sesuatu untuk mengurangi beban dan

meningkatkan kelancaran penyelenggaraan sistem agribisnis yang

dijalankan yang dijelaskan dalam penelitian Susanti et al. (2017).

Lembaga penunjang dalam sistem agribisnis secara langsung atau tidak

langsung memberikan dampak yang baik bagi usahatani. Lembaga

penunjang bukan hanya dari pemerintah seperti koperasi, penyuluh atau

kelompok tani. Lembaga penunjang lain seperti pedagang yang bermitra


dengan petani akan memberikan keuntungan. Pedagang yang bermitra

dengan petani mendapatkan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan

yang tidak bermitra. Hal tersebut dikarenakan antara pelaku sistem

agribisnis saling memberikan keuntungan dengan kualitas yang terjamin

(Mahjali, 2012). Keberhasilan suatu sistem agribisnis juga dipengaruhi oleh

lembaga agribisnis yang terlibat seperti tingkat kepuasan tertinggi yang ada

pada pedagang kabupaten dan pengecer, dan tingkat ketergantungan

tertinggi dialami oleh petani (Kasimin, 2013).

Menurut Dinata et al. (2014) lembaga penunjang lain yang cukup penting

dalam sistem agribisnis adalah koperasi. Koperasi dapat memberikan

manfaat bagi petani yaitu berupa manfaat ekonomi. Harga pelayanan yang

diberikan dan sisa hasil usaha adalah manfaat ekonomi yang diterima

sebagai anggota koperasi. Kekurangan modal yang dialami petani dalam

memenuhi input produksi cenderung akan meminjam kepada koperasi atau

tengkulak. Harga peminjaman koperasi akan lebih rendah dibandingkan

dengan meminjam kepada tengkulak yang akan mempengaruhi biaya

produksi yang dikeluarkan petani. Pendapatan petani sebagai anggota

koperasi lebih besar dibandingkan petani non anggota koperasi dikarenakan

adanya sisa hasil usaha.

Pemerintah juga termasuk kedalam lembaga penunjang. Pemerintah dalam

menunjang sistem agribisnis membuat peraturan mengenai kelompok tani.

Kelompok tani berfungsi dalam mempermudah saluran bantuan modal

seperti benih dan pupuk serta mempermudah dalam penyampaian informasi


seperti pada penelitian Susanti et al. (2017). Menurut Oktaviana et al.

(2016) pemerintah juga memiliki peran penting dalam sistem agribisnis

dalam hal pengeluaran kebijakan dalam hal membantu jalannya sebuah

usaha dan perbaikan dalam hal transportasi.

Saat ini agribisnis tumbuh menjadi sumber pertumbuhan ekonomi, penyediaan

lapangan kerja, pengembangan pembangunan daerah, serta sumber devisa.

Pertanian dapat dilihat dengan cara pandang yang baru yaitu melalui agribisnis.

Cara baru tersebut adalah peralihan dari sektoral ke insektoral, maksudnya

adalah cara pandang berubah dari hanya melihat subsistem menjadi sistem.

Bila agribisnis usahatani hanya dilihat dari segi susbsistem saja maka tidak

akan terlepas dari kegiatan non usahatani seperti agribisnis hulu dan hilir. Cara

pandang baru agribisnis lalu berubah dari produksi ke bisnis. Pengembangan

agribisnis dijadikan tuntutan perkembangan untuk mewujudkan

kesinambungan, penganekaragaman dan pendalaman pembangunan pertanian.

Bila agribisnis terus dikembangkan maka akan memiliki kelebihan dikarenakan

faktor - faktor berikut.

1. tidak memerlukan banyak modal investasi terutama dibidang jasa

2. agribisnis bersifat fleksibel dalam situasi yang berubah - ubah karena tidak

perlu terlibat persoalan birokrasi

3. memiliki tenaga penjualan dan wirausaha yang tahan banting (yang tidak

berminat dalam sistem produksi yang sudah ada)

4. adanya perubahan selera konsumen dari produk tahan lama ke produk baru

yang penanganannya lebih tepat dilayani usaha - usaha kecil (Saragih,

2010).
B. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Tahir dan Suddin (2017) yang berjudul “Analisis

Pendapatan Usahatani Jagung pada Lahan Sawah dan Tegalan di Kecamatan

Ulaweng, Kabupaten Bone Sulawesi Selatan” menggunakan analisis kualitatif

dan kuantitatif. Analisis kuantitatif menggunakan analisis fungsi produksi,

analisis pendapatan, analisis imbangan dan rasio R/C. Hasil analisis

menunjukkan usahatani jagung pada lahan sawah dan tegalan layak dan

menguntungkan untuk diusahakan, namun usahatani jagung tegalan memiliki

R/C lebih tinggi yang memiliki arti lebih efisien. Namun dari segi pendapatan

usahatani jagung lahan sawah lebih besar dibandingkan tegalan tetapi dari sisi

struktur biaya usahatani lahan sawah memiliki biaya lebih besar.

Penelitian Dinata et al. (2016) mengenai “Pendapatan Petani Jagung Anggota

dan Nonanggota Koperasi Tani Makmur Desa Natar Kabupaten Lampung

Selatan” menggunakan metode analisis pendapatan, analisis rasio R/C dan uji

beda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan petani jagung yang

tergabung dalam anggota koperasi lebih besar dibandingkan dengan bukan

anggota koperasi. Nilai R/C yang diperoleh pada MT I dan MT II anggota

koperasi adalah 2,59 dan 1,95 sedangkan nilai R/C yang diperoleh pada MT I

dan MT II nonanggota koperasi 2,56 dan 1,92. Perbedaan penerimaan dan

keuntungan tersebut dikarenakan adanya pelayanan dari koperasi berupa

pinjaman input produksi lebih murah dari koperasi dibandingkan dari

tengkulak. Manfaat ekonomi yang diperoleh anggota koperasi sebesar


Rp 440.000,00 dengan rata - rata kontribusi manfaat ekonomi sebesar 0,003%

dari total pendapatan rumah tangga petani anggota koperasi per tahun.

Penelitian yang dilakukan Rahmanta (2016) mengenai “Analisis Pemasaran

Jagung di Kabupaten Labuhanbatu Selatan” kualitatif dan kuantitatif yang

meliputi marjin pemasaran, dan pangsa produsen. Hasil analisis menunjukkan

saluran pemasaran usahatani jagung terbagi menjadi dua yaitu petani -

pedagang pengumpul - pedagang toko - konsumen. Pada saluran kedua yaitu

petani - pedagang pengecer - konsumen. Sebagian besar dari petani (70%)

lebih memilih menjual langsung jagung ke pedagang pengecer sehingga

mendapatkan profit yang lebih besar yaitu Rp 800,00 dan yang menjual kepada

pedagang pengumpul mendapatkan profit Rp 600,00. Namun baik saluran I

atau II profit marjin yang diterima pedagang masih lebih besar dibandingkan

dengan yang diterima oleh petani.

Penelitian Apriani et al. (2016) yang berjudul “Analisis Usahatani Jagung (Zea

mays L.) (Suatu kasus di Desa Pancawangi Kecamatan Pancatengah Kabupaten

Tasikmalaya)” menggunakan analisis biaya, penyusutan alat, penerimaan,

pendapatan dan rasio R/C. Hasil penelitian menunjukkan biaya usahatani

terbagi menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel dan didapatkan biaya

total usahatani sebesar Rp 7.940.123,05. Harga jual jagung adalah Rp 2.000,00

dengan jumlah produksi sebesar 6.000 kg sehingga penerimaan yang

didapatkan adalah Rp 12.000.000,00. Pendapatan yang diterima adalah

Rp 3.551.903,90. Hasil analisis rasio R/C sebesar 1,51 dan memiliki arti

bahwa usahatani yang dijalankan menguntungkan.


Penelitian Purwanto et al. (2015) yang berjudul “Analisis Produksi dan

Pendapatan Usahatani Jagung Hibrida di Desa Modo Kecamatan Bukal

Kabupaten Buol” menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglass dan

analisis pendapatan. Hasil penelitian menunjukkan variabel luas lahan, benih,

pupuk dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi jagung dengan

tingkat signifikan 90%. Penggunaan sarana produksi seperti benih dan pupuk

juga masih belum optimal dari anjuran yang telah diterapkan. Penggunaan

HOK juga masih rendah sehingga masih memungkinkan untuk penambahan

HOK. Analisis pendapatan menunjukkan rata - rata pendapatan petani jagung

sebesar Rp 5.071.746,00/ha.

Penelitian yang dilakukan Rangkuti et al. (2014) yang berjudul “Pengaruh

Faktor Sosial Ekonomi terhadap Pendapatan Petani Jagung” menggunakan

analisis deskriptif kualitatif dan keuntungan. Hasil penelitian menunjukkan

usahatani jagung memperoleh keuntungan sebesar Rp 22.009.708,33. Uji

statistik menunjukkan R-Square diperoleh sebesar 96% usahatani yang

dipengaruhi oleh modal, luas lahan, tenaga kerja, pengalaman dan jumlah

tanggungaan. Luas lahan dan tenaga kerja merupakan variabel yang paling

berpengaruh nyata terhadap usahatani jagung sedangkan modal, pengalaman

bertani dan jumlah tanggungan tidak berpengaruh nyata terhadap usahatani

jagung. Analisis rasio output/input (O/I) diperoleh sebesar 2,73 yang artinya

usahatani jagung telah efisien.

Penelitian Sari et al. (2014) tentang “Analisis Pendapatan dan Tingkat

Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Jagung di Kecamatan Natar Kabupaten


Lampung Selatan” menggunakan alat analisis deskriptif kuantitatif. Hasil

analisis menunjukkan pendapatan usahatani dipengaruhi oleh usia, pendapatan

dan jumlah tanggungan keluarga yang akan mempengaruhi petani dalam

melakukan pekerjaan sampingan. Usahatani yang dilakukan layak.

Pendapatan dari bidang on farm lebih besar dibandingkan dengan pendapatan

dari bidang off farm dan non farm. Kesejahteraan pada lokasi penelitian

dipengaruhi oleh jarak lokasi usahatani dengan lokasi pemasaran usahatani.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka petani di kategorikan

sejahtera.

Penelitian Thenu et al. (2014) yang berjudul “Analisis Usahatani Jagung dan

Keberlanjutannya di Pulau Kisar Kecamatan Pulau - Pulau Terselatan

Kabupaten Maluku Barat Daya” menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan

kuantitatif yang meliputi analisis keuntungan dan rasio B/C. Hasil analisis

menunjukkan bahwa rata - rata biaya usahatani jagung Rp 3.755.917,00 dan

biaya variabel memberikan biaya kontribusi terbesar karena kebutuhan sarana

produksi yang digunakan. Harga jagung juga ditentukan oleh musim tanam

yang menyebabkan harga menjadi fluktuatif. Pendapatan usahatani jagung

yang didapatkan adalah Rp 4.488.617,00 sehingga diperoleh rasio B/C sebesar

1,20 dan memiliki arti bahwa usahatani menguntungkan. Hasil analisis

keberlanjutan menunjukkan usahatani jagung di Pulau Kisar memiliki

keberlanjutan secara ekonomi, ekologi dan sosial. Sisi ekonomi dikatakan

berlanjut karena memiliki berbagai sumber pendapatan dari usahatani jagung.

Aspek ekologi dalam usahatani ini adalah bahwa petani memiliki kearifan lokal

yang tinggi dalam menyikapi kondisi wilayah yang ekstrim dengan


menerapkan pertanian organik dan memodifikasi tanaman. Aspek sosial

dengan menghasilakan kestabilan sosial dan budaya pada setiap lembaga yang

terlibat dalam usahatani jagung.

Penelitian Tomy (2013) mengenai “Faktor - Faktor yang Mempengaruhi

Produksi Usahatani Jagung di Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala”

menggunakan analisis Cobb - Douglass dan analisis pendapatan. Hasil analisis

menggunakan regresi menunjukkan luas lahan, pupuk dan benih berpengaruh

nyata terhadap usahatani jagung. Hasil penelitian yang lain mengenai pupuk

menunjukkan bahwa penggunaan pupuk oleh petani relatif sedikit dari dosis

anjuran yang direkomendasikan. Selain itu penggunaan benih juga perlu

ditingkatkan. Variabel tenaga tidak berpengaruh nyata terhadap usahatani

jagung. Analisis pendapatan usahatanu yang didapatkan menguntungkan yaitu

sebesar Rp 1.521.515,66.

Penelitian yang dilakukan Sujarwo et al. (2011) mengenai “Analisis Efisiensi

Pemasaran Jagung (Zea mays L.) (Studi Kasus di Desa Segunung , Kecamatan

Dlanggu, Kabupaten Mojokerto)” menggunakan analisis deskriptif kualitatif

dan analisis kuantitatif yang meliputi marjin pemasaran, konsep produk

referensi, tingkat kelayakan usaha, dan efisiensi pemasaran. Hasil penelitian

menunjukkan saluran pemasaran jagung terbagi menjadi dua saluran yaitu

petani - tengkulak - pedagang pengumpul - konsumen dan petani - tengkulak -

pedagang pengumpul - pedagang besar - konsumen. Pada analisis marjin

pemasaran saluran yang panjang menyebabkan marjin pemasaran semakin

besar. Share yang didapatkan petani rendah dan menunjukkan bahwa petani
tidak cukup terlibat dalam proses pembentukan harga. Semakin tinggi

perbedaan harga petani dan konsumen menyebabkan share yang diterima

petani semakin kecil. Analisis efisiensi harga menunjukkan transportasi dan

prosesing yang dilakukan lembaga pemasaran telah efisien.

Penelitian yang telah dituliskan beberapa peneliti merupakan menganalisis

mengenai sistem agribisnis. Penelitian mengenai sistem agribisnis dengan

komoditas pertanian jagung masih sedikit. Kebanyakan penelitian mengenai

sistem agribisnis adalah mengenai suatu agroindustri. Berdasarkan kajian

pustaka yang telah dilakukan terlihat bahwa apabila antar pelaku agribisnis

melakukan kemitraan maka akan saling menguntungkan karena adanya

pengurangan biaya. Pada subsistem pengadaan sarana produksi akan lebih

baik apabila pengadaan saprodi lebih dekat dengan lokasi usahatani.

Penambahan pendapatan usahatani juga dapat ditingkatkan apabila petani

menerapkan sistem tumpang sari. Pengolahan pasca panen juga diperlukan

dalam peningkatan pendapatan. Harga jual hasil panen akan lebih baik dan

stabil apabila dijual langsung kepada pedagang besar yang bermitra karena

dapat memperpendek saluran pemasaran. Sistem agribisnis juga harus

didukung oleh kelembagaan seperti pemerintah, lembaga keuangan dan

kelompok tani dalam memperlancar kegiatan agribisnis.

Terdapat beberapa kesamaan dan perbedaan penelitian ini dengan beberapa

penelitian terdahulu. Kesamaan tersebut antara lain tentang tujuan penelitian

yaitu untuk mengetahui sistem agribisnis. Selain itu metode analisis yang

digunakan juga sama yaitu menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan


kinerja usahatani yang meliputi pendapatan dan rasio R/C. Namun yang

menjadi perbedaan adalah pada penelitian yang akan saya lakukan tidak adanya

nilai tambah dikarenakan tidak ada pengolahan pasca panen jagung. Selain itu

penelitian terdahulu banyak yang hanya memakai metode studi kasus

sedangkan saya menggunakan metode survei.

Perbedaan lainnya dalam penelitian yang saya lakukan adalah adanya indeks

sistem agribisnis. Indeks ini menunjukkan kelancaran dalam suatu agribisnis.

Indeks ini dianalisis berdasarkan tiga subsistem yaitu usahatani, pengolahan

dan pemasaran. Usahatani yang dijalankan bila menguntungkan akan memilki

agribisnis yang baik, selain itu perlu diadakannya pengolahan untuk

mendapatkan nilai tambah dari produk yang dihasilkan sehingga tahap akhir

yang baik adalah pemasaran yang efisien. Apabila ketiga indeks tersebut telah

terpenuhi oleh standar maka kegiatan agribisnis dapat dikatakan berjalan

lancar. Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian saya akan menyajikan hal

yang berbeda yaitu hasil penelitian dapat digunakan secara umum pada suatu

tempat yang keadaannya relatif sama karena menggunakan teknik survei.

Kajian mengenai penelitian terdahulu dilakukan sebagai bahan referensi bagi

peneliti sebagai pembanding dengan penelitian yang telah dilakukan dengan

penelitian sebelumnya serta diharapkan untuk mempermudah dalam

pengumpulan data dan metode analisis data yang digunakan dalam pengolahan

data.
C. Kerangka Pemikiran

Jagung di Kecamatan Adiluwih merupakan komoditas unggulan dan produksi

jagung tertinggi tingkat kabupaten ada di Kecamatan Adiluwih. Sebagai salah

satu komoditas unggulan namun terdapat sejumlah masalah dalam sistem

agribisnis. Permasalahan tersebut yaitu penggunaan sarana produksi oleh

petani belum optimal yakni penggunaan benih dan pupuk yang tidak sesuai

dengan anjuran dari pemerintah. Permasalahan lain yaitu produksi yang

fluktuatif dan produktivitas rendah. Saluran pemasaran juga belum berjalan

cukup baik dikarenakan petani masih menjadi posisi terendah. Pemecahan

untuk permasalahan tersebut diperlukan adanya analisis sistem agribisnis.

Analisis pengadaan sarana produksi digunakan untuk menganalisis sistem

pengadaaan sarana produksi agribisnis jagung di Kecamatan Adiluwih.

Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi merangkum semua

kegiatan yang berkaitan dengan pengadaan sarana produksi jagung serta biaya -

biaya yang dikeluarkan. Sarana produksi yang digunakan adalah lahan, benih,

pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian, dan tenaga kerja. Pelaksanaan

mengetahui bagaimana pengadaan sarana produksi tejadi pada sistem agribisnis

diperlukan adanya analisis deskriptif kualitatif.

Sarana produksi yang digunakan melalui proses produksi akan menghasilkan

kinerja usahatani. Penggunaan sarana produksi yang digunakan akan

mengakibatkan mengeluarkan biaya produksi. Penggunaan sarana produksi

juga akan mempengaruhi produksi jagung yang dihasilkan. Jagung yang telah

dihasilkan akan dijual dan menghasilkan penerimaan sehingga diperlukan


adanya analisis kinerja usahatani. Kinerja usahatani ini dapat melihat

keberhasilan usahatani. Analisis yang digunakan dalam kinerja usahatani

adalah analisis keuntungan dan rasio R/C. Apabila hasil perhitungan

keuntungan semakin besar maka semakin besar pula keuntungan yang

didapatkan. Apabila hasil perhitungan rasio R/C >1 maka usahatani yang

dilakukan menguntungkan dan apabila R/C < 1 maka usahatani yang dilakukan

tidak menguntungkan.

Jagung yang dihasilkan adalah hasil produksi yang akan dijual oleh petani

kepada pedagang pengumpul atau lembaga pemasaran yang ada lainnya.

Setiap lembaga pemasaran pada sistem agribisnis jagung memiliki fungsi yang

berbeda sehingga memiliki keuntungan yang berbeda. Analisis yang

digunakan dalam efisiensi pemasaran adalah menggunakan struktur pasar,

perilaku pasar dan keragaan pasar. Struktur pasar dan perilaku pasar

menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan rasio marjin keuntungan (RPM)

untuk mengetahui efisiensi dari pemasaran. Apabila RPM yang didapatkan

relatif menyebar pada setiap lembaga pemasaran maka sistem pemasaran

efisien.

Saat melakukan pemasaran penting dengan adanya jasa layanan pendukung.

Jasa layanan pendukung merupakan subsistem dimana terdapat lembaga -

lembaga yang dapat memperlacar kegiatan agribisnis. Pada sistem jasa

layanan pendukung digunakan analisis deskriptif kualitatif. Lembaga

penunjang yang akan dianalisis adalah kelompok tani, lembaga penyuluhan,

lembaga keuangan, kebijakan pemerintah, transprtasi dan pasar.


Hasil analisis pada setiap subsistem akan memberikan gambaran mengenai

kelancaran dari sistem agribisnis yang dapat terlihat dari indeks sistem

agribisnis. Indeks sistem agribisnis dapat meliputi kegiatan pengadaan sarana

produksi atau input, usahatani yang dapat terlihat dari keberhasilan kinerja

usahatani, kegiatan pengolahan pasca panen dimana apakah produk yang

dihasilkan memberikan nilai tambah dan kegiatan pemasaran yang menuntut

efisiensi dari pemasaran. Apabila keempat indeks tersebut telah terpenuhi oleh

standar maka kegiatan agribisnis dapat dikatakan berjalan lancar.


Mata
MataRantai
RantaiKegiatan
KegiatanAgribisnis
Agribisnis Nilai Tambah

Sarana Produksi Kinerja Usahatani Pemasaran Lembaga Penunjang

Lahan Produksi Jagung Harga Kelompok tani


Benih petani Lembaga penyuluhan
Lembaga keuangan
Pupuk Harga Kebijakan pemerintah
Pestisida pedagang Transportasi
Alsintan Biaya Produksi Pasar
g. TK
Penerimaan

Analisis Deskriptif Kualitatif Analisis Keuntungan Efisiensi Pemasaran Analisis Deskriptif Kualitatif
Rasio R/C Struktur pasar
Perilaku pasar
Keragaan pasar

Indeks Sistem Agribisnis

Sistem Agribisnis Jagung

Gambar 3. Kerangka pemikiran sistem agribisnis jagung di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu 44
45

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang berguna

untuk memperoleh dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.

Agribisnis jagung adalah sistem usaha mulai dari pengadaan sarana produksi,

budidaya, panen dan pemasaran yang didukung oleh lembaga penunjang terkait

dengan sistem agribisnis jagung.

Usahatani jagung adalah kegiatan yang mengkombinasikan faktor sumber daya

alam, tenaga kerja, modal yang sesuai dengan kondisi lingkungan untuk

mencapai pendapatan maksimal.

Petani adalah seorang individu atau sekelompok orang yang melakukan usaha

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam bidang pertanian.

Luas lahan adalah luas tempat yang digunakan petani untuk melakukan

usahatani jagung yang diukur dalam satuan hektar (ha).

Benih adalah bahan tanam yang digunakan petani dalam proses produksi untuk

memperbanyak atau mengembangbiakkan (kg).


46

Jumlah pupuk adalah banyaknya pupuk Urea, NPK, Phonska dan pupuk

kandang yang digunakan oleh petani dalam proses produksi selama satu musim

tanam. Jumlah pupuk dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).

Jumlah tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang digunakan selama

proses produksi dalam satu musim. Tenaga kerja dibedakan menjadi dua yaitu

tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Penggunaan

tenaga kerja diukur dalam satuan hari orang kerja (HOK).

Jumlah obat - obatan adalah banyaknya bahan kimia yang digunakan untuk

mengendalikan hama dan penyakit tanaman serta gulma selama satu

musim tanam diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Jumlah nilai saprodi adalah banyaknya nilai uang saprodi yang digunakan

petani dalam berusahatani jagung, dapat dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

Cara menghitungnya adalah setiap jenis saprodi yang digunakan oleh petani

dikalikan dengan harga kemudian dijumlah.

Produksi jagung adalah jumlah hasil panen jagung yang dihasilkan dalam satu

kali musim tanam yang diukur dalam satuan kilogram (kg).

Harga produk adalah harga jagung pada tingkatan petani dan dinyatakan dalam

satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Penerimaan adalah nilai hasil yang diterima petani yang diperoleh dari

perkalian antara jumlah hasil produksi jagung yang dihasilkan dengan harga

produksi jagung di tingkat petani dan dinyatakan dalam rupiah (Rp).


Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dari usahatani jagung

dikurangi biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dalam satu kali

tanam, diukur dalam satuan rupiah (Rp/th).

Biaya produksi adalah nilai uang dari faktor produksi yang dikorbankan oleh

petani pada proses produksi jagung selama satu musim tanam, mencakup biaya

tetap dan biaya variabel, diukur dalam satuan rupiah per unit (Rp/unit).

Biaya total adalah semua pengeluaran yang dikeluarkan dalam proses produksi

jagung, yang terdiri dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan, diukur

dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan secara tunai untuk mempelancar

kegiatan usahatani jagung, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang tidak dikeluarkan oleh

petani dalam usahatani jagung, tetapi masuk dalam perhitungan biaya, dan

diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya tetap adalah jumlah biaya yang bersifat tetap dan tidak tergantung oleh

jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani (Rp).

Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan dalam satu musim tanam yang

besarnya tergantung pada macam input yang digunakan, diukur dalam satuan

rupiah (Rp).
Biaya pemasaran adalah semua biaya yang diperlukan untuk mendistribusikan

dan memasarkan jagung meliputi biaya transportasi, biaya karung, biaya sopir

dan biaya tenaga kerja yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Rasio R/C adalah perbandingan antara penerimaan dengan biaya produksi

selama satu musim tanam dan dinyatakan dalam bentuk angka.

Pemasaran adalah proses pertukaran mencakup serangkaian aktivitas yang

ditujukan untuk memindahkan barang atau jasa dari tangan produsen ke tangan

konsumen dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.

Pedagang pengumpul adalah salah satu lembaga pemasaran yang membeli

jagung langsung dari petani dan menjualnya ke lembaga pemasaran lain

(pabrik).

Pabrik adalah salah satu lembaga pemasaran yang membeli jagung dari

pedagang pengumpul untuk diolah menjadi olahan jagung.

Marjin pemasaran adalah selisih harga di tingkat pabrik dengan harga di

tingkat produsen atau jumlah marjin di tiap lembaga pemasaran, diukur dalam

satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Profit marjin adalah marjin keuntungan lembaga pemasaran yang dapat

dihitung dengan pengurangan nilai marjin pemasaran dengan biaya yang

dikeluarkan dan diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).


Rasio marjin keuntungan (RPM) adalah perbandingan antara tingkat

keuntungan pada setiap lembaga pemasaran dan biaya yang dikeluarkan pada

kegiatan pemasaran.

Harga di tingkat produsen adalah harga jagung yang diterima petani saat

transaksi jual beli, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Volume jual adalah jumlah jagung yang dijual saat transaksi jual beli, diukur

dalam kilogram (kg). Volume beli adalah jumlah jagung yang dibeli oleh

diukur dalam kilogram (kg).

Saluran pemasaran adalah semua pihak yang terlibat dalam memasarkan suatu

jagung yang dihasilkan dari produsen sampai pada pabrik olahan sehingga

membentuk sebuah pola atau rantai.

Struktur pasar adalah penjelasan mengenai keadaan pasar, yang mencakup

jumlah pasar yang terlibat dalam agribisnis jagung.

Lembaga penunjang adalah lembaga-lembaga dan seluruh kegiatan yang

menunjang kegiatan agribisnis jagung.

B. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.

Metode ini merupakan metode yang paling sering digunakan dalam

memperoleh data usahatani. Teknik yang digunakan adalah teknik survei

karena mengumpulkan data dengan bantuan kuesioner yang diambil dari

sampel dari sebuah populasi yang relatif besar. Sebelum melakukan survei ke
tempat penelitian maka diperlukan perencanaan yang matang serta diperhatikan

secara benar agar tujuan dapat tercapai. Data yang diteliti adalah data primer

dan data sekunder. Data primer untuk memperoleh informasi diperoleh

melalui wawancara dengan petani responden menggunakan kuesioner yaitu

berupa daftar pertanyaan yang telah disiapkan dan pengamatan serta pencatatan

langsung tentang keadaan lokasi penelitian. Data sekunder dikumpulkan dari

berbagai instansi dan literatur yang berhubungan dengan penelitian baik di

tingkat pusat maupun daerah seperti Badan Pusat Statitisk, Dinas Pertanian,

buku tentang agribisnis, serta jurnal.

Teknik pengumpulan data tergantung dari jenis data yang akan dikumpulkan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Pengamatan langsung

Pengamatan langsung ini digunakan untuk mengumpulkan informasi terkait

dengan topik penelitian yang menggambarkan agribisnis jagung.

Pengamatan langsung ini dapat digunakan saat melakukan pengamatan pada

saluran pemasaran jagung.

2. Studi lapangan yaitu pengumpulan data penelitian yang menggunakan

kuesioner dan pengamatan usahatani jagung langsung dari responden dan

pihak terkait dengan menggunakan metode survei. Studi lapangan juga

merupakan salah satu cara yang efektif untuk mempelajari masalah dalam

waktu yang singkat. Pada kasus tertentu, studi lapangan dapat menyajikan

informasi yang diperlukan dalam pemecahan masalah.


2. Studi pustaka yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari dan

memahami literatur - literatur, buku, jurnal sesuai dengan penelitian yang

dilakukan.

C. Lokasi, Waktu dan Sampel Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu. Pemilihan

lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Pertimbangan dalam

memilih lokasi penelitian adalah bahwa kecamatan tersebut merupakan sentra

produksi jagung dengan produksi tertinggi serta dengan jumlah petani jagung

terbanyak di Kabupaten Pringsewu serta jagung merupakan komoditas

unggulan di Kabupaten Pringsewu. Populasi sasaran yang dipilih adalah

semua petani yang tergabung dalam kelompok tani, memiliki pola tanam

monkultur serta petani jagung peserta Upsus Pajale. Responden penelitian

adalah petani jagung dan lembaga pemasaran jagung.

Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan rumus perhitungan pada Issac dan

Michael dalam Sugiarto et al. (2003) :


2 2
N S
n= 22 2
Nd S

Keterangan:

n = jumlah sampel
N = Jumlah populasi
Z = Distribusi Z atau Z-score dari unit populasi (95% = 1,96)
S2 = tingkat kepercayaan (5% = 0,05)
d = simpangan baku (5% = 0,05)
()( )
n= ()()( )

= 72,96 ≈ 73

Kemudian dari jumlah sampel tersebut dapat ditentukan pengambilan sampel

tiap desa dengan rumus :

na =
x nab

Keterangan:

na= Jumlah sampel desa A

nab= Jumlah sampel keseluruhan

Na = Jumlah populasi desa A

Nab= Jumlah populasi keseluruhan

Penentuan sampel di Desa Srikaton adalah:

n = x 73
a

=28

Sedangkan penentuan sampel di Desa Waringinsari Timur adalah:

b n = x 73

= 45

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan diperoleh responden petani

jagung di Desa Srikaton sebesar 28 petani dan di Desa Waringinsari Timur

sebesar 45 petani. Penelitian telah dilakukan pada 29 Maret - 28 April 2018.

Sampel dalam menganalisis saluran pemasaran menggunakan teknik bola salju

yaitu teknik pemilihan sampel dengan terlebih dahulu menetapkan satu


informasi kunci kemudian sampel berikutnya tergantung kepada informasi

yang diberikan tersebut. Setelah melakukan pra survei secara umum saluran

pemasaran adalah produsen - pedagang pengumpul - pabrik olahan.

D. Alat Analisis Data

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui sarana produksi, kinerja

usahatani, pemasaran dan lembaga penunjang sistem agribisnis jagung.

Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dan

deskriptif kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menjawab

tujuan sarana produksi,saluran pemasaran dan lembaga penunjang. Analisis

kuantitatif digunakan untuk menganalisis kinerja usahatani (yang dapat dilihat

dari penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani) serta rasio marjin

keuntungan. Berikut adalah alat analisis yang digunakan dalam penelitian

sistem agribisnis jagung.

1. Analisis pengadaan sarana produksi

Analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan pertama yaitu dalam

pengadaan sarana produksi adalah analisis deskriptif kualitatif. Analisis ini

digunakan untuk menganalisis sistem pengadaaan sarana produksi agribisnis

jagung di Kecamatan Adiluwih. Analisis ini dilakukan dengan melakukan

pengamatan mengenai keadaaan lokasi penelitian meliputi pengadaan benih,

pengadaan pupuk dan pestisida melalui 6 T yaitu tepat jenis, tepat harga,

tepat waktu, tepat tempat, tepat kualitas dan tepat kuantitas.


2. Analisis kinerja usahatani

Analisis data yang digunakan untuk menjawab tujuan ini adalah metode

deskriptif kuantitatif. Pendapatan usahatani jagung dikaji berdasarkan dua

indikator yaitu pendapatan usahatani jagung dan rasio R/C. Pendapatan

usahatani jagung didapatkan dari selisih antara penerimaan dan biaya yang

dengan menggunakan rumus (Shinta, 2011).

π = TR – TC

Dimana

π = Pendapatan usahatani

TR = Penerimaan usahatani

TC = Biaya usahatani

Total penerimaan usahatani jagung diperoleh dari jumlah produksi dikali

dengan harga jual jagung, dihitung menggunakan rumus (Shinta, 2011).

TR = Y.Py

Dimana:

TR = Total Revenue atau penerimaan total

Y = Output atau produksi yang diperoleh

Py = Price atau harga output

Sedangkan total biaya diperoleh dari seluruh biaya yang dikeluarkan dalam

usahatani jagung, dengan menggunakan rumus (Shinta, 2011).

TC = FC+VC

Dimana:

TC = Total Cost atau biaya total


FC = Fixed Cost atau biaya tetap

VC =Variable Cost atau biaya variabel

Layak atau tidak nya suatu usahatani dapat menggunakan analisis rasio R/C.

Rasio R/C merupakan perbandingan antara penerimaan total usahatani

dengan biaya total usahatani selama proses produksi. Rasio R/C juga dapat

menunjukkan besar penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang

dikeluarkan selama proses produksi berlangsung sehingga analisis ini dapat

digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan usahatani dengan

menggunakan rumus (Shinta, 2011).

R/C =

Dimana:

R/C = Nisbah antara penerimaan dengan biaya

TR = Total Revenue atau penerimaan total

TC = Total Cost (biaya total)

Kriteria dalam perhitungan ini adalah:

a. Jika R/C > 1, maka usahatani yang dilakukan menguntungkan karena,

penerimaan lebih besar daripada biaya total yang dikeluarkan.

b. Jika R/C = 1, maka usahatani yang dilakukan berada pada titik impas

(break even poin), yaitu keadaan dimana penerimaan sama dengan

biaya total yang dikeluarkan.

c. Jika R/C < 1, maka usahatani yang dilakukan tidak menguntungkan

(rugi) karena penerimaan lebih kecil daripada biaya total yang

dikeluarkan.
3. Analisis pemasaran

Pada analisis pemasaran metode yang digunakan adalah deskrptif kualitatif

yang digunakan untuk menganalisis struktur pasar dan perilaku pasar,

selain itu digunakan analisis rasio keuntungan marjin untuk keragaan pasar.

Analisis marjin ini digunakan untuk mengetahui pemasaran produk mulai

dari petani hingga ke pabrik. Perhitungan marjin dilakukan untuk

mengetahui perbedaan harga pada setiap tingkat lembaga pemasaran.

Perhitungan analisis rasio keuntungan marjin dapat menggunakan rumus

(Hasyim, 2012).

Mji = Psi – Pbi, atau

Mji = bti πi, atau

πi = Mji – bti

Penyebaran marjin dapat dilihat berdasarkan persentase keuntungan

terhadap biaya pemasaran (Ratio Profit Margin / RPM) pada masing -

masing lembaga pemasaran, dapat menggunakan rumus (Hasyim, 2012).

RPM =

Mji = marjin pemasaran tingkat ke-i

Psi = harga penjualan lembaga pemasaran tingkat ke-i

Pbi = harga pembelian lembaga pemasaran tingkat ke-i

bti = biaya pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke-i

πi = keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i

Menurut Hasyim (2012) nilai RPM yang relatif menyebar merata pada

berbagai tingkat pemasaran adalah cerminan dari sistem pemasaran yang


efesien. Jika selisih RPM antar lembaga pemasaran sama dengan nol, maka

pemasaran tersebut efisien. Sebaliknya, jika selisih RPM lembaga

pemasaran tidak sama dengan nol, maka sistem pemasaran tersebut tidak

efisien.

4. Analisis jasa layanan pendukung

Pada analisis ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang digunakan

untuk mengetahui lembaga penunjang yang memiliki peran dalam agribisnis

jagung di Kecamatan Adiluwih. Penelitian ini diperoleh melalui wawancara

dengan bantuan kuesioner. Analisis ini digunakan untuk mengetahui peran

dan fungsi jasa layanan pendukung yaitu gapoktan, kebijakan pemerintah,

lembaga penyuluhan, lembaga keuangan, kebijakan pemerintah, transportasi

dan pasar dalam kelancaran sistem agribisnis jagung dalam mendukung dan

melayani serta mengembangkan kegiatan dari setiap subsistem agribisnis.

5. Indeks sistem agribisnis

Agribisnis merupakan satu kesatuan kegiatan dari hulu hingga ke hilir.

Setiap subsistem pada kegiatan agribisnis memiliki peranan yang berbeda -

beda. Berjalan baik atau belum nya sistem agribisnis diperlukan indeks

agribisnis. Indeks ini menunjukkan kelancaran dalam suatu agribisnis.

Indeks tersebut meliputi pengadaan sarana produksi atau input, usahatani,

pengolahan dan pemasaran. Pengadaan sarana produksi atau input akan

mempengaruhi besar atau kecilnya jumlah produksi yang menunjang

kegiatan produksi (Oktaviana et al., 2016). Penggunaan benih unggul,

lahan yang bersertifikat, pengetahuan tenaga kerja dan pengalaman dalam


kegiatan pertanian, serta komposisi penggunaan pupuk organik dan

anorganik merupakan hal yang penting dalam kelancaran sistem agirbisnis.

Usahatani sangat penting dalam agribisnis karena akan menentukan jumlah

produksi serta pendapatan yang diterima. Pengolahan juga menjadi salah

satu faktor penting dalam agribisnis, karena dengan pengolahan dapat

menciptakan nilai tambah bukan hanya untuk pelaku industri tetapi

masyarakat sekitar industri juga sehingga akan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat (Shinta, 2011). Pemasaran juga sangat penting dalam

agribisnis. Akses pemasaran yang lancar akan mempercepat kegiatan

agribisnis sehingga akan mempercepat kegiatan ekonomi (Widiastuti dan

Harisudin, 2013).

Pengukuran baik atau tidak nya sistem agribisnis jagung dapat

menggunakan indeks agribisnis. Pengukuran indeks agribisnis

menggunakan tiga indikator yaitu dalam subsistem pengadaan sarana

produksi, subsistem kinerja usahatani dan subsistem pemasaran. Berikut

adalah pengukuran indeks agrbisnis.

Tabel 4. Indikator indeks agribisnis subsistem sarana produksi


Nilai
Keterangan Nilai Nilai
Interval Keterangan
Tertinggi Terendah
Lahan 0,1 1 0 0 = tidak bersertifikat
1 = bersertifikat

Benih 0,1,2 2 0 0 = tidak bersertifikat


1 = bersertifikat, bukan
hibrida
2 = bersertifikat, hibrida

Waktu 0,1 1 0 0 = sesudah musim tanam


tersedia 1 = sebelum musim tanam
saprodi
Tabel 4. Lanjutan
Nilai Nilai Nilai
Keterangan Keterangan
Interval Tertinggi Terendah
Lokasi 0,1 1 0 0 = dekat dengan industri
penanaman 1 = jauh dari industri

Analisis 0,1 1 0 0 = tidak dianalisis


tanah 1 = dianalisis

Pemberian 0,1 1 0 0 = tidak ditandai


plot 1 = ditandai dan diberikan
spesifikasi tanaman

Pupuk kimia 0,1 1 0 0 = tidak terdaftar


1 = terdaftar

Label 0,1 1 0 0 = tidak terdaftar


pestisida 1 = terdaftar

Penggunaan 0,1 1 0 0 = tidak disesuaikan


pestisida dengan penyakit
1 = tidak disesuaikan
dengan penyakit

Pupuk 0,1 1 0 0 = tidak menggunakan


organik 1 = menggunakan

Alat 0,1,2 2 0 0 = tidak menggunakan


pelindung sama sekali
diri (APD) 1= menggunakan sebagian
(sepatu dan topi)
2 = lengkap(sepatu, topi,
masker, sarung tangan)

Penyimpanan 0,1 1 0 0 = seluruh saprodi dalam


pestisida satu ruangan
1 = pestisida dalam ruangan
sendiri

Air 0,1 1 0 0 = mengandung bahan


berbahaya
1 = tidak mengandung
bahan berbahaya
(hujan)

Analisis 0,1 1 0 0 = tidak dianalisis


residu 1 = dianalisis

Jumlah 16 0
Indikator yang digunakan merupakan perpaduan dalam panduan

Departmental Program on Food and Nutritional Security (2007) dan

Peraturan Menteri Pertanian No.48/Permentan/OT.140/10/2006 tentang

“Pedoman Budidaya Tanaman yang Baik dan Benar (Good

Agricultural Practices)”.

Tabel 5. Indikator indeks agribisnis subsistem kinerja usahatani


Nilai
Keterangan Nilai Nilai
Interval Keterangan
Tertinggi Terendah
Pendapatan 0,1,2 2 0 0 = rugi, apabila R/C <1
1 = impas, apabila R/C = 1
2 = untung, apabila R/C >1

Harga 0,1 1 0 0 = lebih rendah dari


musim sebelumnya
1 = lebih tinggi dari musim
sebelumnya

Produktivitas 0,1 1 0 0 = kurang dari 5,0 ton/ha


1 = lebih dari 5,0 ton/ha

Penggunaan 0,1 1 0 0 = tidak sesuai anjuran


benih 1 = sesuai anjuran

Penggunaan 0,1 1 0 0 = tidak sesuai anjuran


urea 1 = sesuai anjuran

Penggunaan 0,1 1 0 0 = tidak sesuai anjuran


NPK 1 = sesuai anjuran
Phonska

Penggunaan 0,1 1 0 0 = tidak sesuai anjuran


pupuk 1 = sesuai anjuran
organik

Jumlah 8 0

Indikator kinerja usahatani yang digunakan untuk mengukur apakah

kegiatan usahatani dalam sistem agribisnis telah berjalan baik. Pendapatan

usahatani dapat menunjukkan kelayakan dan keuntungan usahatani yang


dijalankan. Indikator produktivitas yang digunakan adalah produktivitas

jagung tingkat kecamatan tahun 2016 yaitu 5,00 ton/ha.

Tabel 6. Indikator indeks agribisnis subsistem pemasaran


Nilai
Keterangan Nilai Nilai
Interval Keterangan
Tertinggi Terendah
Waktu 0,1 1 0 0 = kurang dari 100 hari
pemanenan setelah tanam
1 = lebih dari 100 hari
setelah tanam

Pengangkutan 0,1 1 0 0 = lebih dari volume


anjuran
1 = kurang dari volume
anjuran

Penggunaan 0,1 1 0 0 = tidak menggunakan


peralatan alat pemanen (sarung
tangan, karung,
timbangan)
1 = menggunakan alat
pemanen (sarung
tangan, karung,
timbangan)

Struktur pasar 0,1 1 0 0 = tidak bersaing


sempurna
1 = bersaing sempurna

Penentuan 0,1 1 0 0 = petani tidak dapat


harga menentukan harga
(tidak ada tawar
menawar)

1 = petani dapat
menentukan harga
(tidak ada tawar
menawar)
Efisiensi 0,1 1 0 0 = belum efisien
pemasaran 1 = sudah efisien

Jumlah 6 0

Indikator tersebut digunakan untuk melihat baik atau tidak nya sistem

agribisnis jagung. Apabila ketiga indeks tersebut telah terpenuhi oleh

standar maka kegiatan agribisnis dapat dikatakan baik. Berikut pengukuran


indeks agribisnis yang mengacu pada rumus Struges dalam Marhaendro

(2013).

( )
=
k

Keterangan:

Z = Interval kelas

X = Nilai

tertinggi Y =

Nilai terendah

k = Banyak kelas ( 2 yaitu baik dan tidak baik)

Indeks agribisnis pengadaan sarana produksi terdiri atas 14 indikator yang

memiliki jumlah nilai tertinggi 16 dan jumlah nilai terendah 0, sehingga

penilaiannya adalah (0,00 - 8,00) belum baik dan (8,01 - 16,00) baik.

Indeks kinerja usahatani memiliki jumlah nilai tertinggi 8 dan terendah 0,

sehingga penilaiannya adalah (0,00 - 4,00) belum baik dan (4,01 - 8,00)

baik. Indeks pemasaran jumlah nilai tertingginya adalah 6 dan terendahnya

adalah 0, sehingga penilainnya adalah (0,00 - 3,00) belum baik dan (3,01 -

6,00) sudah baik.

Setelah memberikan skor pada masing - masing indikator, lalu setiap

indikator ditimbang agar hasil penelitian tidak bias. Penimbangan ini

dilakukan dengan cara skor masing - masing indikator dibagi dengan skor

maksimum. Setelah melakukan penimbangan pada masing - masing

subsitem maka dapat dilihat apakah masing - masing subsistem agribisnis

berada pada indeks baik atau belum baik. Setelah setiap subsistem
ditimbang, maka untuk melihat keseluruhan indeks agribisnis dapat

menggunakan rumus seperti pada penelitian Soegiri (2009) sebagai berikut.



i= ni=1 i wi
, sehingga
∑ni=1 wi

(16 16) (8 8) (6 6)
i=
16 8 6

i= 11,86

Keterangan:

i̅ = indeks rata - rata tertimbang xi

= nilai indeks agribinis segi ke i

wi = bobot data ke i

n = jumlah data

Pada persamaan diatas diketahui bahwa indeks agribisnis tertimbang dengan

nilai maksimum adalah 11,86 sehingga apabila indeks agribisnis tertimbang

yang didapatkan mendekati angka tersebut maka semakin baik.


64

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kabupaten Pringsewu

Kabupaten Pringsewu memiliki 9 kecamatan yaitu Pardasuka, Gadingrejo,

Adiluwih, Sukoharjo, Pagelaran, Pringsewu, Banyumas dan Ambarawa.

Kabupaten Pringsewu terletak pada posisi 104o42’ - 105o8’ Bujur Timur dan

antara 5o8’ - 6o8’ Lintang Selatan. Luas wilayah daratan Kabupaten Pringsewu

sebesar 625 km2 yang hampir seluruhnya berupa wilayah daratan. Wilayah

administrasi Kabupaten Pringsewu memiliki batas - batas berikut:

1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Lampung Tengah

2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tanggamus

3) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tanggamus

4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pesawaran

Potensi sumber daya alam yang ada pada Kabupaten Pringsewu sebagian besar

dimanfaatkan dalam kegiatan pertanian.

Kabupaten Pringsewu merupakan hasil pemekeran dari Kabupaten Tanggamus

yang dibentuk berdasarkan Undang - Undang Nomor 48 tahun 2008 dan

diresmikan pada tanggal 3 April 2009. Pada tahun 2013 jumlah kecamatan di

Kabupaten Pringsewu menjadi sembilan kecamatan. Kabupaten Pringsewu

memiliki curah hujan rata - rata 225,75 mm/bulan dan rata - rata jumlah hari
65

hujan 12,58 mm/hari. Temperatur berselang antara 22,9 o C - 33,6 o C,

sedangkan selang kelembaban udara adalah 57 - 96 persen. Rata - rata tekanan

udara minimal dan maksimal di Kabupaten Pringsewu adalah 1.010,8 - 1.012,9

mb.

Jumlah penduduk Pringsewu tahun 2016 sebesar 390.486 jiwa yang terdiri dari

200.092 penduduk laki - laki dan 190.394 penduduk perempuan. Sebagian

besar penduduk Kabupaten Pringsewu berada pada usia produktif yaitu pada

usia 15 - 64 tahun atau sebesar 66 persen dari keseluruhan jumlah penduduk.

Data tersebut dapat menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kerja di

Kabupaten Pringsewu cukup tinggi dalam membangun perekonomian daerah.

Luas panen terluas tanaman pangan di Kabupaten Pringsewu adalah padi dan

diikuti dengan jagung. Kabupaten Pringsewu memiliki 9 kecamatan, dan

produksi jagung terbanyak pada tahun 2016 adalah Kecamatan Adiluwih,

Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Pagelaran. Kecamatan Adiluwih

merupakan sentra penghasil jagung untuk Kabupaten Pringsewu. Komoditas

pangan unggulan untuk Kabupaten Pringsewu adalah padi dan jagung.

B. Gambaran Umum Kecamatan Adiluwih

Kecamatan Adiluwih memiliki 13 desa yaitu Desa Sinarwaya, Bandung Baru,

Waringinsari Timur, Tritunggal Murya, Sukoharum, Enggal Rejo, Adiluwih,

Purwodadi, Bandung Barat, Totokarto, Kutawaringin, Srikaton dan Tunggul

Pawenang. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kalirejo Kabupaten

Lampung Tengah, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sukoharjo


Kabupaten Pringsewu, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Banyumas

Kabupaten Pringsewu, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Negeri

Katon Kabupaten Pesawaran. Kecamatan Adiluwih memiliki luas wilayah

sebesar 74,82 km2. Kecamatan Adiluwih memiliki jumlah penduduk sebanyak

35.002 jiwa yang terdiri dari 17.933 jiwa penduduk laki - laki dan 17.069 jiwa

penduduk perempuan.

Tabel 7. Jumlah penduduk di Kecamatan Adiluwih tahun 2016

Luas Kepadatan
Penduduk
No Pekon Wilayah Penduduk
(jiwa)
(km2) (jiwa/km2)
1 Sinarwaya 978 2,66 268
2 Bandung Baru 5.396 7,91 682
3 Waringinsari Timur 5.054 9,34 541
4 Tritunggal Mulya 2.011 6,66 302
5 Sukoharum 1.750 7,52 233
6 Enggal Rejo 1.273 3,46 368
7 Adiluwih 3.802 9,48 401
8 Purwodadi 2.886 5,43 531
9 Bandung Barat 1.914 2,90 660
10 Totokarto 2.533 4,31 588
11 Kutawaringin 2.924 5,48 534
12 Srikaton 2.893 5,94 487
13 Tunggul Pawenang 1.588 3,73 426
Jumlah 35.002 74,82 468

Sumber: Kecamatan Adiluwih dalam Angka, 2017

Perjalanan dari Kabupaten Pringsewu menuju Kecamatan Adiluwih memiliki

jarak tempuh ± 21 km. Perjalanan menuju Kecamatan Adiluwih dari

kabupaten dapat menggunakan kendaraan umum yaitu angkutan kota atau

angkot, tetapi hanya sampai dengan Pasar Bandung Baru. Sepanjang

perjalanan akan melewati beberapa kecamatan lain seperti Kecamatan


Sukoharjo. Selama perjalanan akan disuguhkan dengan nuansa pertanian yaitu

sawah, ladang jagung dan pepohonan. Pasar Bandung Baru termasuk dalam

Kecamatan Adiluwih. Keadaan pasar ini cukup besar dan ramai. Jalan dari

kabupaten ke pasar adalah aspal. Perjalan dari pasar menuju Kantor

Kecamatan Adiluwih yang terletak di Desa Adiluwih harus menggunakan

kendaraan sendiri, karena tidak adanya angkutan umum menuju desa. Jalan

yang ditempuh juga cukup sulit dikarenakan jalan yang rusak dan berlubang.

Selain itu, sebagian besar jalan juga masih berbatu. Perjalanan tersebut

melewati perumahan warga serta usaha pertanian seperti ladang jagung, sawah,

dan pohon kakao.

Adiluwih sangat memanfaatkan dan bergantung pada berbagai macam

komoditas pertanian. Komoditas tanaman pangan di Kecamatan Adiluwih

yang dibudidayakan antara lain adalah padi, jagung, kedelai, ubi kayu, kacang

tanah dan kacang hijau. Berikut adalah luas panen dan produksi tanaman

pangan di Kecamatan Adiluwih.

Tabel 8. Luas panen dan produksi tanaman pangan di Kecamatan Adiluwih


tahun 2016
Luas Panen Produksi
No Jenis Tanaman
(ha) (ton)
1 Padi Sawah 1.563 7.971
2 Padi Ladang - -
3 Jagung 4.340 21.700
4 Kedelai 3 4
5 Kacang Tanah 150 300
6 Kacang Hijau 50 78
7 Ubi Kayu 800 28.000
8 Ubi Jalar 100 850

Sumber: Kecamatan Adiluwih dalam Angka, 2017


Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa luas panen jagung menempati urutan

pertama dalam tanaman pangan di Kecamatan Adiluwih seluas 4.340 ha

dengan produksi sebesar 21.700 ton dan produktivitas sebesar 5,00 ton/ha.

Adapun tanaman perkebunan unggulan dari Kecamatan Adiluwih adalah kakao

serta tanaman perkebunan lain yaitu karet, lada, kopi dan lain - lain. Hasil

produksi dari masing - masing tanaman tersebut adalah 798 ton/ha, 562 ton/ha,

326 ton/ha dan 316 ton/ha. Tanaman rempah - rempahan yang dibudidayakan

pada Kecamatan Adiluwih adalah kencur, jahe, kunyit dan lengkuas. Tanaman

hortikultura yang menjadi unggulan adalah cabai merah, terong, tomat, kacang

panjang dan lain - lain.

C. Keadaan Umum Desa Srikaton dan Waringinsari Timur

1. Desa Srikaton

Desa Srikaton memiliki luas wilayah seluas 594 ha. Desa Srikaton memiliki

batas wilayah sebelah utara yaitu Desa Margorejo Kabupaten Pesawaran,

sebelah selatan yaitu Desa Enggalrejo, sebelah barat yaitu Desa Adiluwih dan

sebelah timur yaitu Desa Tunggul Pawenang. Desa Srikaton memiliki

ketinggian tanah 450 m dpl. Desa Srikaton memiliki suhu udara rata - rata

30oC. Desa Srikaton memiliki pH tanah sebesar 4,5 - 5. Desa Srikaton

memiliki jumlah penduduk sebesar 2.893 jiwa dengan komposisi penduduk

laki - laki sebanyak 1.470 jiwa dan penduduk wanita sebesar 1.423 jiwa. Desa

Srikaton memiliki 4 Kepala Dusun dan 5 Kepala Urusan dan 11 RT.

Jarak dari Desa Srikaton menuju ke Kecamatan Adiluwih ± 1 km, sedangkan

jarak dari desa menuju kabupaten ± 22 km. Perjalanan menunju Desa Srikaton
dari sebelah barat yang berbatasan dengan Desa Adiluwih adalah jalan aspal.

Jalan utama Desa Srikaton di penuhi dengan perumahan dan lahan kosong

yang biasanya ditanami tumbuhan. Warga desa juga banyak yang memiliki

usaha selain dibidang pertanian seperti berdagang kebutuhan rumah tangga.

Jalan aspal hanya ada pada jalan utama sedangkan untuk jalan menuju desa

atau tempat lain masih tanah dan berbatu. Keadaaan jalan tersebut

menyebabkan kesulitan dalam proses transportasi untuk petani ke ladang atau

keluar dari desa. Jalan selain jalan utama yakni jalan tanah dan berbatu

merupakan jalan menuju ladang.

Perjalanan menuju ladang dan sawah adalah berbatu tajam dan tanah sehingga

sedikit menyulitkan bagi orang baru yang akan menuju ladang. Ladang jagung

antar petani satu dengan lain biasanya saling berdekatan karena dapat

mengurangi terjadinya serangan hama penyakit pada tanaman lain. Hal ini

juga menjadi salah satu faktor pemilihan varietas jagung sama. Berikut adalah

penggunaan untuk lahan pertanian.

Tabel 9. Penggunaan lahan pertanian di Desa Srikaton tahun 2016


Luas Lahan
No Jenis Lahan
(ha)
1 Sawah 50,00
2 Ladang 531,69
3 Hutan rakyat 0,00
4 Perkebunan 42,25
5 Kolam 0,00
Jumlah 623,94

Sumber: Kecamatan Adiluwih dalam Angka, 2017


Desa Srikaton merupakan salah satu desa yang cukup maju dalam bidang

pertanian dikarenakan petani yang telah berpengalaman dalam bidang

pertanian, sehingga desa ini memiliki potensi lahan pertanian. Lahan pada

desa Srikaton juga cocok untuk usaha pertanian. Data pada Tabel 9

menunjukkan bahwa potensi lahan pertanian Desa Srikaton adalah lahan

basah dan lahan kering. Lahan basah digunakan untuk sawah dalam menanam

padi. Lahan ladang digunakan untuk menanam jagung, ubi kayu dan sayur.

Terlihat pada data bahwa luas lahan terluas adalah ladang. Ladang pada desa

ini dimanfaatkan untuk menanam jagung. Komoditas unggulan pada Desa

Srikaton adalah jagung, padi, kakao dan cabai.

2. Desa Waringinsari Timur

Desa Waringinsari Timur memiliki luas wilayah seluas 934 ha. Desa

Waringinsari Timur memiliki batas wilayah sebelah utara yaitu Desa

Kotawaringin dan Desa Totokarto, sebelah selatan yaitu Desa Purworejo,

sebelah barat yaitu Desa Waringisari Barat dan sebelah timur yaitu Desa Tri

Tunggal Mulyo dan Desa Enggal Rejo. Desa Waringinsari Timur memiliki pH

tanah sebesar 4,5 - 5. Kemiringan tanah untuk tanah datar adalah 15 persen,

bergelombang 70 persen, miring 15 persen. Desa Waringinsari Timur

memiliki 7 Dusun dan 23 RT. Desa Srikaton memiliki jumlah penduduk

sebesar 5.054 jiwa dengan komposisi penduduk laki - laki sebanyak 2.603 jiwa

dan penduduk wanita sebesar 2.451 jiwa.

Jarak tempuh dari desa menuju kecamatan cukup jauh yaitu ± 9 km

dikarenakan desa ini salah satu desa terujung yang ada pada Kecamatan
Adiluwih. Jarak dari desa menuju kabupaten atau pusat adalah ± 15 km dan

lebih dekat dibandingkan Desa Srikaton dikarenakan memiliki jalan yang

pintas menuju kabupaten. Jalan menuju Desa Waringinsari Timur cukup sulit

karena berbatu tajam apabila ditempuh dari Desa Srikaton. Apabila ditempuh

dari Desa Waringinsari Barat jalan beraspal namun tidak panjang dan

selanjutnya jalan masi berbatu tajam. Jalan menuju desa ini cukup sulit, selain

dikarenakan infrastruktur yang belum baik juga lokasi desa yang cukup jauh

dari kecamatan dan desa lainnya.

Perjalanan menuju Desa Waringinsari Timur dari Desa Srikaton melewati Desa

Enggal Rejo. Perbatasan Desa Enggal Rejo dengan Desa Waringinsari Timur

dibatasi oleh tugu selamat datang. Sepanjang perjalan dari perbatasan desa

tersebut melalui perladangan petani yaitu jagung, sayur dan kakao. Memasuki

pemukiman warga terdapat beberapa warga yang memiliki usaha dirumah nya

mulai dari berdagang kebutuhan rumah tangga, bengkel dan pengisian bahan

bakar. Pada pemukiman ini suasana pada siang hari cukup sepi dikarenakan

pada siang hari masyarakat yang sebagian besar petani pergi ke ladang.

Perjalanan menuju balai desa dari perbatasan tersebut membutuhkan waktu ±

20 menit dengan kendaraan bermotor dan sepanjang jalan adalah pemukiman

warga serta ladang dan pepohonan.

Pasar Jati Rejo merupakan pasar di tengah Desa Waringinsari Timur. Jarak

antara Pasar Jati Rejo dengan balai desa ± 500 meter. Jalan antara pasar dan

balai desa cukup baik dikarenakan sudah beraspal. Pasar ini hanya buka pada

hari Sabtu, sehingga pada hari lain jalan di pasar ini juga cukup sepi.
Perjalanan menuju ladang di desa ini juga harus melalui jalan tajam berbatu.

Selain itu jalan menuju ladang lebih sepi dibandingkan dengan Desa Srikaton.

Namun wilayah Desa Waringinsari Timur luas. Wilayah yang cukup luas pada

desa ini dimanfaatkan dengan mengelola dalam bidang pertanian. Lahan

tersebut digunakan untuk beberapa alternatif berikut.

Tabel 10. Penggunaan lahan pertanian di Desa Waringinsari Timur tahun 2016

No Luas Lahan
Jenis Lahan (ha)
1 Sawah 25,00
2 Ladang 572,54
3 Hutan rakyat 0,00
4 Perkebunan 250,73
5 Kolam 0,25
Jumlah 848,52

Sumber: Kecamatan Adiluwih dalam Angka, 2017

Data pada Tabel 10 menunjukkan penggunaan lahan pertanian terbagi menjadi

dua yaitu lahan basah dan lahan kering. Lahan basah digunakan oleh petani

yaitu untuk menanam padi, sedangkan penggunaan lahan kering yang

digunakan untuk menanam jagung, ubi kayu, kakao serta tanaman sayur.

Terlihat pada data bahwa penggunaan lahan terbanyak adalah ladang yang

sebagian besar digunakan untuk menanam jagung. Jagung ditanam secara

monokultur. Selain jagung komoditas unggulan pada desa ini adalah sayuran

yaitu cabai, tomat, terong dan kacang panjang. Lahan basah digunakan untuk

menanam padi.
126

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pengadaan sarana produksi agribisnis jagung berdasarkan kriteria 6T telah

sesuai pengadaan sarana produksi kecuali harga dan kuantitas. Petani

responden mengharapkan harga benih turun dan harga sarana produksi lain

stabil. Jumlah pemakaian sarana produksi telah sesuai dengan anjuran

pemerintah kecuali penggunaan pupuk Urea yang lebih dan pupuk NPK

Phonska yang kurang dari anjuran.

2. Kinerja usahatani jagung di Kecamatan Adiluwih telah baik yaitu

menguntungkan yang dapat dilihat dari segi pendapatan. Usahatani jagung

menguntungkan karena nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total lebih dari

satu.

3. Pemasaran jagung ini belum efisien karena struktur pasar oligopsoni pada

tingkat pertama dan kedua, belum adanya kekuatan penentuan harga jagung

dari petani, nilai keuntungan marjin dan pangsa yang belum merata.

Lembaga penunjang pada sistem agribisnis jagung pada lokasi penelitian

adalah kelompok tani, lembaga penyuluhan, lembaga keuangan, kebijakan

pemeritah, transportasi dan pasar. Semua lembaga penunjang tersebut telah

tersedia tetapi belum dimanfaatkan secara penuh oleh petani. Lembaga


127

penunjang yang memiliki peran dalam kelancaran agribisnis jagung adalah

adalah kelompok tani, lembaga penyuluhan dan kebijakan pemerintah.

4. Indeks agribisnis segi sarana produksi telah baik, sedangkan indeks

agribisnis segi kinerja usahatani dan pemasaran belum baik. Indeks rata-

rata terimbang agribisnis belum baik.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti lain perlu dilakukan penelitian mengenai efisiensi produksi

dari usahatani jagung.

2. Bagi peneliti lain sebaiknya melakukan penelitian tentang risiko usahatani

jagung.

3. Bagi peneliti lain sebaiknya melakukan penelitian mengenai kesejahteraan

rumah tangga petani jagung.


128

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, S., I. M. N. Tenaya dan D. P. Darmawan. 2017. Peranan Sistem


Agribisnis terhadap Keberhasilan Tumpangsari Cabai-Tembakau (Kasus
Subak di Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar).
Jurnal Manajemen Agribisnis Vol 5 (1), Mei 2017. Pp: 64-79.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/agribisnis/article/view/32592/19727.
Diakses pada tanggal 26 Oktober 2017.

Antara, M. 2010. Analisis Produksi dan Komparatif Antara Usahatani Jagung


Hibrida dengan Nonhibrida di Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi. Jurnal
Agroland, Vol. 17 (1), Maret 2010. Pp: 56-62.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/AGROLAND/article/view/279.
Diakses pada tanggal 28 Desember 2017.

Apriani, A.E., Soetoro dan M.N. Yusuf. 2016. Analisis Usahatani Jagung (Zea
mays L) (Suatu kasus di Desa Pancawangi Kecamatan Pancatengah
Kabupaten Tasikmalaya). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Agroinfo Galuh, Vol.
2 (3) Mei 2016. Pp: 145-150.
https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/agroinfogaluh/article/download/277/2
77. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2017.

Azrai, M. 2013. Jagung Hibrida Ganjah: Prospek Pengembangan Menghadapi


Perubahan Iklim. Iptek Tanaman Pangan, Vol. 8 (1), November 2013.
Pp: 90-96. http://pangan.litbang.pertanian.go.id/files/05-AzraiIT0802.pdf.
Diakses pada tanggal 28 Januari 2018.

Badan Ketahanan Pangan. 2017. Perkembangan Harga Pangan di Tingkat


Produsen.
http://panelhargabkp.pertanian.go.id/2016/laporan/data/harga/1/0?f_modul
e=laporan&f-group=2&f-provinsi=8&f-kota=126&f-komoditas=3&f-
tahun=2016&f-bulan=03&f-minggu_ke=. Diakses pada tanggal 10 Maret
2018.

Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Aceh. 2009. Budidaya


Tanaman Jagung. Aceh.
http://nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/modul/27-
Brosur%20Jagung1.pdf. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2017.
129

Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan. 2017. Potret


Jagung Indonesia : Menuju Swasembada Tahun 2017.
http://bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Potret_Jagung_Indone
sia-Menuju_Swasembada_Tahun_2017.pdf. Diakses pada tanggal 9 Maret
2018.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2014. Rencana Pembangunan


Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 :Buku I Agenda
Pembangunan Nasional.
http://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/sesma/files/Buku%20I
%20RPJ MN%202015-2019.pdf. Diakses pada tanggal 9 Maret 2018.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Pringsewu. 2017. Kabupaten Pringsewu dalam


Angka. Pringsewu.
https://pringsewukab.bps.go.id/backend/pdf_publikasi/Kabupaten-
Pringsewu-Dalam-Angka-2017.pdf. Diakses pada tanggal 12 Oktober
2017.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Pringsewu. 2017. Kecamatan Adiluwih dalam


Angka. Pringsewu.
https://pringsewukab.bps.go.id/backend/pdf_publikasi/Kecamatan-
Adiluwih-Dalam-Angka--2017.pdf. Diakses pada tanggal 12 Oktober
2017.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Pringsewu. 2017. Kecamatan Banyumas dalam


Angka. Pringsewu.
https://pringsewukab.bps.go.id/backend/pdf_publikasi/KDA-Banyumas--
2017.pdf. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2017.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Pringsewu. 2017. Kecamatan Sukoharjo dalam


Angka. Pringsewu.
https://pringsewukab.bps.go.id/backend/pdf_publikasi/Kecamatan-
Sukoharjo-Dalam-Angka-2017.pdf. Diakses pada tanggal 12 Oktober
2017.

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2017. Lampung dalam Angka.


Penerbit BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung.
https://lampung.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Provinsi-Lampung-
Dalam-Angka-2017.pdf. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2017.

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2016.


Teknologi Budidaya Jagung. Lampung.
http://lampung.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/publikasi/teknolo
gibudidayajagung.pdf. Diakses pada tanggal 17 Oktober 2017.

Cipta, P., S. Widjaya dan E. Kasymir. 2016. Analisis Kelayakan Finansial dan
Nilai Tambah Agroindustri Serat Kelapa (Cocofiber) di Kecamatan
Katibung Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Ilmu - Ilmu Agribisnis
(JIIA),Vol 4 (4), Oktober 2016. Pp: 359-366.
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1517/1371. Diakses
pada tanggal 25 Oktober 2017.

Damiri. 2017. Stabilitas Produktivitas Jagung. Badan Penyuluhan dan


Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian. Kementerian
Pertanian.http://cybex.pertanian.go.id/teknologi/detail/2215/stabilitas-
produktivitas-jagung. Diakses pada tanggal 10 November 2017.

Departmental Program on Food and Nutritional Security. 2007. Guidelines


“Good Agricultural Practices for Family Agriculture”. Colombia.
http://www.fao.org/3/a-a1193e.pdf. Diakses pada tanggal 1 Juli 2018.

Dinas Pertanian Kabupaten Pringsewu. 2017. Produksi dan Luas Panen Jagung
di Kabupaten Pringsewu. Pringsewu.

Dinata, A.S., D. A. H. Lestari dan H. Yanfika. 2014. Pendapatan Petani Jagung


Anggota dan Nonanggota Koperasi Tanimakmur Desa Natar Kabupaten
Lampung Selatan. Jurnal Ilmu - Ilmu Agribisnis (JIIA), Vol 2 (3), Juni
2014. Pp: 206-213.
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/802. Diakses pada
tanggal 28 Desember 2017.

Fidaus, M. 2008. Manajemen Agribisnis. Bumi Aksara. Jakarta.

Fitriani. 2015. Penguatan Kapasitas Kelembagaan Gapoktan melalui


Pembentukan Koperasi Pertanian. Masyarakat, Kebudayaan dan Politik,
Vol 28 (2), 2015. Pp: 63-69. https://e-
journal.unair.ac.id/mkp/article/download/2474/1821. Diakses pada
tanggal 9 Maret 2018.

Hariyadi, A. 2011. Jagung sebagai Bahan Pangan, Pakan Ternak dan Bahan
Baku Industri. Kementerian Pertanian.
http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/11106/jagung-
sebagai-bahan-baku-industri. Diakses pada tanggal 28 Januari 2017.

Hasyim, A.I. 2012. Tataniaga Pertanian. Universitas Lampung. Lampung.

Indraningsih, K.S. 2013. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Usahatani


Petani sebagai Representasi Strategi Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan
di Lahan Marjinal. Jurnal Agro Ekonom,Vol 31 (1), Mei 2013.. Pp: 71-
95. http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/jae/article/view/4009.
Diakses pada tanggal 04 Juni 2018.

Irianto, H. dan T. Mardikanto. 2012. Metoda Penelitian dan Evaluasi Agribisnis.


Edisi Ketiga. UNS-Solo. Surakarta.
Isbah, U. dan R.Y. Iyan. 2016. Analisis Peran Sektor Pertanian dalam
Perekonomian dan Kesempatan Kerja di Provinsi Riau. Jurnal Sosial
Ekonomi Pembangunan, Vol 7 (2), November 2016. Pp: 45-54.
https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JSEP/article/download/4142/4000.
Diakses pada tanggal 03 November 2017.

Kasimin, S. 2013. Keterkaitan Produk dan Pelaku dalam Pengembangan


Agribisnis Hortikultura Unggulan di Provinsi Aceh. Jurnal Manajemen
dan Agribisnis, Vol.10 (2), Juli 2013. Pp: 117-127. http://journal.ipb.ac.id
› Home › Vol 10, No 2 (2013) › Kasimin. Diakses pada 25 Oktober 2017.\

Kementerian Pertanian. 2006. Peraturan Menteri Pertanian Nomor


48/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Budidaya Florikultura
yang Baik (Good Agricultural Practices for Floriculture).

Kementerian Pertanian. 2009. Peraturan Menteri Pertanian


No.44/Permentan/OT.140/10/2009 tentang “Pedoman Penanganan Pasca
Panen Hasil Pertanian yang Baik (Good Handling Practices).
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2009/bn398-2009.pdf.
Diakses pada 02 Agustus 2018.

Kementerian Pertanian. 2013. Peraturan Menterti Pertanian Nomor


48/Permentan/OT.140/5/2013 tentang Pedoman Budidaya Florikultura
yang Baik (Good Agricultural Practices for Floriculture).
http://perundangan.pertanian.go.id/admin/file/Permentan%2048-2013.pdf.
Diakses pada 02 Agustus 2018.

Kementerian Pertanian. 2014. Keputusan Menteri Pertanian RI


No.812/Kpts/SR.140/7/2014 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin
Pestisida. https://e-
katalog.lkpp.go.id/backend/produk/download_lampiran/59663. Diakses
pada 02 Agustus 2018.

Kementerian Pertanian. 2016. Outlook: Komoditas Pertanian Sub Sektor


Tanaman Pangan Jagung.
http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/166967-
[_Konten_]-Konten%20D1884.pdf. Diakses pada tanggal 9 Maret 2018.

Mahjali, S. 2012. Sistem Agribisnis Usahatani Cabai Merah (Capsicum annum).


STEVIA Vol. 2 (1), Januari 2012. Pp: 23-30.
https://www.universitasquality.ac.id/frontpage/download/sistem-
agribisnis-usahatani-cabai-merah-capsicum-annum. Diakses pada tanggal
20 Oktober 2017.

Marhaendro, A.S.D. 2013. Penyajian Data.


http://staffnew.uny.ac.id/upload/132295850/pendidikan/PENYAJIAN+DA
TA.pdf. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2018.
Maulidah, S. 2012. Sistem Agribisnis. Universitas Brawijaya. Malang.
http://riyanti.lecture.ub.ac.id/files/2013/02/MA_1_Sistem-Agribisnis.docx.
Diakses pada tanggal 20 Oktober 2017.

Mildaerizanti. 2017. Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Produksi


Benih Jagung Hibrida.
https://jambi.litbang.pertanian.go.id/ind/images/INFOTEK/NOV/jagunghi
brida.pdf. Diakses pada tanggal 02 Agustus 2018.

Murdani, M. I., S. Widjaya dan N. Rosanti. 2014. Pendapatan dan Tingkat


Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Padi (Oryza sativa) di Kecamatan
Gading Rejo Kabupaten Pringsewu. Jurnal Ilmu - Ilmu Agribisnis
(JIIA),Vol 3 (2), April 2015. Pp: 165-172.
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1035/940. Diakses
pada tangal 15 November 2017.

Nasriaty. 2016. Teknologi Budidaya Jagung Spesifik Lampung. Balai Pengkajian


Teknologi Pertanian Lampung. Lampung.
http://lampung.litbang.pertanian.go.id/ind/images/stories/leaflet2015/budid
ayajagung.pdf. Diakses pada tanggal 17 Oktober 2017.

Purwanto, A.Z.A., Hadayani dan A.Muis. 2015. Analisis Produksi dan


Pendapatan Usahatani Jagung Hibrida di Desa Modo Kecamatan Bukal
Kabupaten Buo. Jurnal Agroland, Vol 22 (3), Desember 2015. Pp: 205-
215.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/AGROLAND/article/view/8053.
Diakses pada tanggal 9 Maret 2018.

Oktaviana, E., D. A. H. Lestari dan Y. Indriani. 2016. Sistem Agribisnis Ayam


Kalkun di Desa Sukoharjo Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung.
Jurnal Ilmu - Ilmu Agribisnis (JIIA),Vol 4 (3), Agustus 2016. Pp: 262-
268. http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1500/1354 .
Diakses pada 11 Oktober 2017.

Rahmanta. 2016. Analisis Pemasaran Jagung di Kabupaten Labuhanbatu Selatan.


QE Journal, Vol 5 (4), Desember 2016. Pp: 209-219. http://qe-
journal.unimed.ac.id/journal/index.php/QEJ/article/download/88/56.
Diakses pada tanggal 9 Maret 2018.

Rangkuti, K., S. Siregar dan M. Thamrin. 2014. Pengaruh Faktor Sosial


Ekonomi Terhadap Pendapatan Petani Jagung. Agrium , Vol 19 (1),
Oktober 2014. Pp: 52-58.
http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/agrium/article/view/332. Diakses pada
tanggal 28 Desember 2017.

Ramadhani, D.K., E.S. Rahayu dan Setyowati. 2014. Analisis Efisiensi


Pemasaran Jagung (Zea mays) di Kabupaten Grobogan (Studi Kasus di
Kecamatan Geyer). https://eprints.uns.ac.id/12428/. Diakses pada
tanggal 02 Agustus 2018.

Saragih, B. 2010. Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis


Pertanian. Kumbang. Edisi Ketiga. PT Penerbit IPB Press. Food and
Agribusiness Center.

Sari, D.K., D. Haryono dan N. Rosanti. 2014. Analisis Pendapatan dan Tingkat
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Jagung di Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Ilmu - Ilmu Agribisnis (JIIA),Vol 2
(1), Januari 2014. Pp: 64-70.
jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/562 . Diakses pada tanggal
28 Desember 2017.

Satiti, R., D. A. H. Lestari dan A. Suryani. 2017. Sistem Agribisnis dan


Kemitraan Usaha Penggemukan Sapi Potong di Koperasi Gunung Madu.
Jurnal Ilmu - Ilmu Agribisnis (JIIA), Vol 5 (4), November 2017. Pp: 344-
351. http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1743/1546.
Diakses pada tanggal 28 Desember 2017.

Shinta, A. 2011. Ilmu Usahatani. UB Press. Malang.


http://shinta.lecture.ub.ac.id/files/2012/11/Ilmu-Usaha-Tani.pdf. Diakses
pada tanggal 28 Desember 2017.

Soekartawi. 2010. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT. Rajawali. Jakarta.

Soekartawi, A. Soeharjo, J. L. Dillon dan J.B.Hardaker. 2011. Ilmu Usahatani


dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press. Jakarta.

Soegiri, H. 2009. Prospek Indeks Tendensi Bisnis Jawa Timur. Jurnal Riset
Ekonomi dan Bisnis, Vol 9 (2), September 2009. Pp: 66 - 79.
http://ejournal.upnjatim.ac.id/index.php/rebis/article/viewFile/30/20.
Diakses pada tanggal 10 November 2018.

Sujarwo, R. Anindita dan T.I.Pratiwi. 2011. Analisis Efisiensi Pemasaran Jagung


(Zea mays L.) (Studi Kasus di Desa Segunung , Kecamatan Dlanggu,
Kabupaten Mojokerto)). AGRISE, Vol 11 (1), Januari 2011.
http://agrise.ub.ac.id/index.php/agrise/article/view/57. Diakses pada
tanggal 9 Maret 2018.

Sugiarto, D. Siagian, L. T. Sunaryanto, dan D. S. Oetomo. 2003. Teknik


Sampling. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Susanti, S., D. A. H. Lestari dan E. Kasymir. 2017. Sistem Agribisnis Ikan Patin
(Pangasius Sp) Kelompok Budidaya Ikan Sekar Mina di Kawasan
Minapolitan Patin Kecamatan Kota Gajah Lampung Tengah. Jurnal Ilmu
- Ilmu Agribisnis (JIIA),Vol 5 (2), Mei 2017. Pp: 116-123.
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1648/1474. Diakses
pada tanggal 27 Oktober 2017.

Suryana, A. dan A. Agustian. 2014. Analisis Dayasaing Usahatani Jagung di


Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian, Vol 12 (2), Desember 2014. Pp:
143-156.
http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/akp/article/view/3862.
Diakses pada 28 Desember 2017.

Tahir, A.G. 2017. Analisis Pendapatan Usahatani Jagung pada Lahan Sawah dan
Tegalan di Kecamatan Ulaweng, Kabupaten Bone Sulawesi Selatan.
Jurna Galung Tropika, Vol 6 (1), April 2017. Pp: 1-11.
http://jurnalpertanianumpar.com/index.php/jgt/article/view/208. Diakses
pada tanggal 9 Maret 2018.

Thenu, S., S. Hadi, H. Siregar dan E. Murniningtyas. 2014. Analisis Usahatani


Jagung dan Keberlanjutan di Pulau Kisar Kecamatan Pulau - Pulau
Terselatan Kabupaten Maluku Barat Daya. Sosiohumaniora, Vol 16 (2),
Juli 2014. Pp: 201-205.
http://jurnal.unpad.ac.id/sosiohumaniora/article/view/5733. Diakses pada
tanggal 9 Maret 2018.

Tomy, J. 2013. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Jagung


di Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala. Jurnal Agroland, Vol 17 (3),
April 2013. Pp: 61-66.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/AGROLAND/article/viewFile/8
1 56/6469. Diakes pada 9 Maret 2018.

Widiastuti, N. dan M. Harisudin. 2013. Saluran dan Marjin Pemasaran Jagung di


Kabupaten Grobogan. SEPA, Vol 9 (2), Februari 2013. Pp: 231 - 240.
https://eprints.uns.ac.id/1481/1/Saluran-dan-Marjin-Pemasaran-
Jagung.pdf. Diakses pada 10 November 2017.

Widiyanti, N.M.N.Z., L. M. Baga dan H.K. Suwarsinah. 2016. Kinerja Usahatani


dan Motivasi Petani dalam Penerapan Inovasi Benih Jagung Hibrida pada
Lahan Kering di Kabupaten Lombok Timur. Jurnal Penyuluhan, Vol 12
(1), Maret 2016. Pp: 31-42.
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jupe/article/download/11317/8815.
Diakses pada 04 Juni 2018.

Winanti, P.A., S. Widjaya dan L. Marlina. 2016. Kelayakan Usaha dan Nilai
Tambah Agroindustri Tempe. Jurnal Ilmu - Ilmu Agribisnis (JIIA), Vol 5
(2), Mei 2017. Pp: 124-133.
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1649/1475. Diakses
pada tanggal 20 Desember 2017.

You might also like