4141 8740 1 PB
4141 8740 1 PB
4141 8740 1 PB
Amiruddin
LPMP Aceh
[email protected]
Abstract
Improving the quality of education is the responsibility of all stake holders, especially
teachers during the process of learning in the classroom. Therefore, there is a need for
teacher competence development that is influenced by various factors such as the
principal's efforts. Based on this, the author wants to conduct a research entitled efforts
of the principal school in developing teacher competence to improve the quality of
education in the Public Senior High School in Banda Aceh which aims to determine the
factors that can affect, the constraints faced and the efforts of principals in developing
teachers’competency to improve the quality of education at SMA Negeri Kota Banda
Aceh. Population and sample in this study were all principals of Public Senior High
School in Banda Aceh as many as 16 headmaster are taken as sample (total sample).
This is a descriptive research method with qualitative approach. data were collected
through observation, interviews, and documentaries. Data was analyzed using simple
statistics that is by tabulating the data in the table, calculating frequency and percentage
then drawing conclusion. The results showed that the factors that affect teachers’
competence and the quality of education is the effort of the principal, training attended
by teachers; learning facilities; teaching experience, health condition and educational
background. Constraints faced against pedagogical and professional competence. The
principal's efforts to develop highly effective and efficient teacher competencies can be
done through MGMP empowerment, academic and clinical supervision and workshops
or training with peers in schools. Students’ learning achievement can be increased by
giving extra class in the afternoon, enrichment, remedial, and regular try out.
A. Pendahuluan
Guru memegang peran penting dalam pendidikan nasional, karena guru
merupakan ujung tombak untuk menjalin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan
mutu dan relevansi serta tata pemerintahan yang baik, akuntabilitas pendidikan dan
Amiruddin
2005 tentang guru dan dosen disebutkan: guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.2
Mutu pendidikan adalah kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara
operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah
sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut sesuai dengan standar
nasional pendidikan (SNP) dan standar pelayanan minimal (SPM) yang berlaku. Guru
sebagai orang yang melaksanakan kegiatan pembelajaran di sekolah memiliki tanggung jawab
untuk merealisasi kurikulum, menuntun peserta didik untuk belajar, membina pribadi, watak dan
jasmaniah, menganalisa kesulitan belajar serta menilai kemajuan belajar peserta didik.
Tanggung jawab guru yang paling utama adalah bagaimana mengkondisikan lingkungan belajar
yang menyenangkan agar dapat membangkitkan rasa ingin tahu semua peserta didik sehingga
bisa menumbuhkan minat untuk belajar, serta mendidik kepribadian agar bisa disiplin
bertanggungjawab dan mandiri.
Guru bukan saja bertanggung jawab terhadap aspek pengetahuan tetapi juga
terhadap aspek mendidik anak, misalnya mendidik kedisiplinan, tanggung jawab dan
kemandirian. Rendahnya kompetensi guru sangat erat berkaitan dengan kurangnya
kedisplinan. Oleh karena itu dalam menumbuh kembangkan kompetensi guru yang baik
diperlukan adanya upaya kepala sekolah yang serius sebagai pemimpin di sekolah.
Rendahnya kompetensi guru harus dilihat secara luas oleh kepala sekolah agar
dapat melakukan tindakan pembinaan atau kebijakan lain yang bertujuan untuk
meningkatkan kompetensi guru, sehingga akan memberi konstribusi bagi peningkatan
mutu pendidikan. Menurut Mulyasa, suatu lembaga pendidikan dikatakan bermutu
jika memiliki ciri-ciri antara lain: peserta didik menunjukkan kadar penguasaan yang
tinggi terhadap tugas-tugas belajar (learning tasks) seperti yang telah dirumuskan
dalam tujuan dan sasaran pendidikan.3 Hasil pendidikan peserta didik sesuai dengan
tuntutan kebutuhan peserta didik dalam kehidupannya, sehingga selain mengetahui
tentang sesuatu juga mampu melakukan sesuatu secara fungsional bagi kehidupan, dan
hasil pendidikan peserta didik sesuai dengan kebutuhan lingkungan khususnya dengan
dunia kerja. Karena itu relevansi menjadi salah satu indikator mutu.
2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen
(Bandung: Citra Umbara, 2009)
3
Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003),
79.
Permendiknas Nomor 18 tahun 2007 tentang sertifikasi bagi guru dalam jabatan
disebutkan bahwa sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji
kompetensi dalam bentuk penilaian portofolio alias penilaian kumpulan dokumen yang
mencerminkan kompetensi guru, dengan mencakup komponen yaitu: kualifikasi
akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik,
karya pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi
di bidang pendidikan dan sosial, dan penghargaan yang relevan dengan bidang
pendidikan. Pengembangan kompetensi guru dapat dilakukan dengan berbagai cara,
seperti memberi arahan-arahan, mempelajari teknik baru dalam mengajar,
menganjurkan mengikuti MGMP, diklat, IHT, serta menyarankan guru untuk mengikuti
kegiatan seminar dan workshop pendidikan.
Upaya kepala sekolah dalam mengembangkan kompetensi guru untuk
peningkatan mutu pendidikan telah membawa dampak kinerja guru, perubahan yang
terjadi akibat penyesuaian kurikulum, penggunaan buku pelajaran dan PBM yang
disesuaikan menurut tuntutan kurikulum yang sedang berlaku (meskipun membutuhkan
waktu untuk penyesuaian), metode yang digunakan, teknik mengajar maupun sikap
yang serasi ketika berada di ruang kelas secara profesional. Berbagai upaya telah
dilakukan oleh pemerintah untuk mengembangkan kompetensi guru, kenyataannya
kompetensi guru secara keseluruhan masih rendah, sehingga prestasi belajar pun belum
mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini merupakan suatu masalah yang sangat
merugikan sistem pendidikan terutama untuk mempersiapkan peserta didik sesuai
standar yang berlaku.
Dari permasalahan tersebut diatas, hal-hal yang sangat menarik untuk diketahui
dalam diskusi kajian artikel ini antara lain; apa saja upaya yang telah dilakukan oleh
kepala sekolah Pendidikan pada SMA Negeri di kota Banda Aceh dalam aspek
pengembangan kompetensi guru yang berhubungan dengan kompetensi pedagogik,
keperibadian, profesional dan kompetensi sosial untuk meningkatan mutu pendidikan.
Upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah khususnya melalui
Depdikbud terus berupaya melakukan berbagai perubahan dan pembaharuan sistem
pendidikan nasional. Salah satu upaya yang sudah dan sedang dilakukan, yaitu
berkaitan dengan faktor guru. Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 tentang Standar
4
Sagala, Syaiful., Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Bandung:
Alfabeta, 2011), 24.
5
Kemendiknas, Mekanisme Pengendalian Mutu Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan
(Jakarta: Direktur Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan, 2010), 15.
(training yang diikuti), keadaan ekonomi atau tingkat kesejahteraan guru, dan upaya
kepala sekolah.6
Hasil pengamatan penelitian rendahnya kompetensi guru disebabkan berbagai
sebab antara lain selain kualifikasi dan latar belakang pendidikan tidak sesuai dengan
bidang tugas, kurang menguasai regulasi, materi, strategi pembelajran, kurang
menguasai IT dan kurang mampu memberi motivasi kepada peserta didiknya. Karena
kurang membaca, ‘merasa lebih’ bukannya ‘lebih merasa’ dan ‘merasa pandai’ tetapi
‘tidak pandai merasa.’
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya yang semakin
maju dan pesat menuntut setiap guru untuk dapat menguasai dan memanfaatkan nya
dalam rangka memperluas atau memperdalam materi pembelajaran, juga untuk
mendukung pelekasanaan pembelajaran, seperti penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK). Perkembangan yang semakin maju tersebut, mendorong perubahan
kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Kebutuhan yang makin meningkat itu,
memicu semakin banyaknya tuntutan peserta didik yang harus dipenuhi untuk dapat
memenangkan persaingan di masyarakat. Lebih-lebih dewasa ini, peserta didik dan
masyarakat dihadapkan pada kenyataan diberlakukannya pasar bebas, yang akan
berdampak pada semakin ketatnya persaingan baik saat ini maupun di masa depan.
Kemajuan teknologi dan kebebasan untuk memakai perangkat teknologi di kelas sering
disalah-gunakan oleh peserta didik, contohnya; saat sedang belajar di kelas peserta
didik sibuk menggunakan smartphone dan fasilitas internet untuk main game atau
menggunakan aplikasi media sosial, bukan untuk tujuan atau melancarkan proses
pembelajaran.
Sertifikasi guru adalah proses perolehan sertifikat pendidik bagi guru. Sertifikat
pendidik bagi guru berlaku sepanjang yang bersangkutan menjalankan tugas sebagai
guru sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sertifikat pendidik ditandai dengan
satu nomor registrasi guru yang dikeluarkan oleh pemerintah. Meskipun pemerintah
sudah memberikan kesejahteraan berupa tunjangan professional terhadap guru
berprestasi agar terjadi peningkatan kualitas pendidikan, namun masaalah yang muncul
kemudian adalah tidak meratanya penyebaran guru mata pelajaran pada sekolah-
sekolah, maka ada beberapa sekolah yang kekurangan guru pada mata pelajaran
6
Djamarah, Syaiful Bahri, dan Zain, Strategi Belajar Mengajar )Jakarta: Rhineka Cipta, 2010(
tertentu, dan kepala sekolah harus menggunakan jasa guru honorer yang gajinya
diambil dari dana BOS dengan jumlah yang sangat kecil, sedangkan dari masyarakat
atau wali siswa tidak dibenarkan untuk dibebankan biaya tambahan, jika tetap
dilakukan akan dianggap pungli. Kenyataan seperti ini menjadi kendala bagi kepala
sekolah dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai kepala sekolah untuk
mengembangkan dan memajukan kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Kenyataannya,
banyak sekolah yang sarana dan prasarana pendidikannya masih sangat kurang
memadai, sehingga menjadi kendala bagi kepada sekolah mengembangkan kompetensi
guru dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Dengan demikian kepala sekolah
harus berupaya lebih keras mencari solusi dan berinovasi untuk mengembangkan
kompetensi guru.
Menurut Wahyudi ada beberapa upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah
untuk megembangkan kompetensi guru, yaitu: menjalin hubungan kerjasama dengan
guru, menjalin komunikasi dengan guru lebih efektif, memberikan bimbingan dan
masukan dalam penyelesaian tugas guru, membangun semangat/moral kerja guru,
memberikan penghargaan kepada guru yang berprestasi, menyelesaikan segala
permasalahan di sekolah, mengikutsertakan guru secara aktif dalam merumuskan atau
pengambilan keputusan, menyelesaikan konflik di sekolah dengan bijaksana,
menghormati dan patuh terhadap peraturan sekolah, serta menciptakan iklim
kompetitif/iklim kerja yang sehat diantara guru.7
B. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan
metode deskriptif, dimana peneliti berusaha untuk menyelidiki dan mengungkapkan
serta memaparkan data secara alami sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan.
Pendekatan ini menggunakan pendekatan kualitatif karena dalam hal ini hanya ingin
mendiskripsikan kenyataan di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti berfungsi sebagai
pengamat, pewawancara dan pengumpul data, maka keberadaan dan kehadiran peneliti
sangat dibutuhkan. Peneliti merupakan instrumen kunci dalam usaha pengumpulan data
dilapangan. Peneliti melakukan observasi langsung ke lokasi penelitian untuk
mengumpulkan data yang diperlukan sesuai dengan fokus penelitian yang telah
ditetapkan. Peneliti ingin melihat upaya kepala sekolah dalam mengembangkan
7
Wahyudi, Kepemimpinan Kepala Sekolah (Bandung: Alfabeta, 2009), 73.
kompetensi guru untuk meningkatkan komptensi guru pada SMA Negeri di Kota Banda
Aceh. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode deskriptif analisis,
dengan mendeskripsikan fenomena sosial yang tengah berlangsung, di mana peneliti
mengamati upaya kepala sekolah (variabel bebas) dengan simbol X, terhadap
kompetensi guru dan mutu pendidikan (variabel terikat) dengan simbol Y.
Penelitian ini dilaksanakan pada SMA Negeri di Kota Banda Aceh sebanyak 16
sekolah, selama 3 Bulan dari bulan April sampai dengan Juni 2018. Pembagian waktu
penelitian dapat diperinci: 5 April 2018 Pengajuan proposal KTI yang disetujui Kepala
LPMP Aceh dan dikirim ke LAN di Jakarta untuk ditetapkan Reviuer dari LAN, 16
April 2018 ditetapkan Reviuer oleh LAN Jakarta Ir. Faizal Ardiansyah, M. Si dan
LPMP Aceh Bapak Kharullah, M. Pd, 17 April s.d 7 Mei 2018 menyusun BAB I, II, III
dan Isntrumen Penelitian, 8 Mei 2018 konsul dengan reviuer, 9 s.d 14 Mei 2018
mengadakan penelitian, 15 s.d 28 Mei 2018 mengolah dan menganalis data serta
menyusun laporan penelitian. Tanggal 30 Mei 2018 disetujui reviure I dengan
perbaikan dan 21 Juni 2018 disetujui reviuer II juga dengan perbaikan dan 26 Juni
2018 ke LAN Aceh konsultasi lagi dan mengusulkan artikel untuk di publikasi pada
jurnal ilmiah.
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, sedangkan sampel bagian bagi
populasi. Mengingat populasi yang tidak begitu banyak, maka semua populasi
dijadikan sampel (total sampel). Penelitian ini dilaksanakan pada SMA Negeri di Kota
Banda Aceh sebanyak 16 sekolah, maka yang menjadi populasi dan sampel dalam
penelitian ini berjumlah 16 orang kepala sekolah. Fokus utama dalam penelitian adalah
Upaya kepala sekolah dalam mengembangkan kompetensi guru untuk meningkatkan
mutu pendidikan pada SMA Negeri di Kota Banda Aceh. Dalam penelitian ini peneliti
juga ingin mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kompetensi guru dan
mutu pendidikan, kendala yang dihadapi kepala sekolah dalam mengembangkan
kompetensi guru untuk meningkatan mutu pendidikan dan upaya yang dilaksanakan
kepala sekolah dalam mengembangkan kompetensi guru untuk meningkatkan mutu
pendidikan pada SMA Negeri di Kota Banda Aceh.
Keterangan dari para kepala SMA Negeri di Kota Banda Aceh dalam
meningkatkan Standar Nasional Pendidikan terdapat beberapa kendala yang jika
keseluruhannya dipersentasekan sebanyak 68,75% atau sebagian besar responden
menyatakan ada kendala dalam meningkatkan standar isi dan pembiayaan, 62,50% atau
sebagian besar responden menyatakan ada kendala dalam meningkatkan standar proses,
sarana prasarana dan standar pengelolaan, sebanyak 56,25% atau lebih dari setengah
responden menjawab ada sedikit kendala dalam meningkatkan standar kompetensi
lulusan serta standar penilaian.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kendala yang dihadapi para kepala
sekolah pada SMA Negeri di Kota Banda Aceh dalam mengembangkan kompetensi
guru dan meningkatkan mutu pendidikan, dalam hal ini kompetensi pedegogik dan
profesional. Sedangkan standar nasional pendidikan adalah standar isi dan standar
pembiayaan. Untuk itu diperlukan upaya yang serius dari semua pihak terkait terutama
kepala sekolah sebagai pimpinan sekolah yang bertanggung jawab terhadap mutu
sekolah yang dipercayakan kepadanya.
3. Upaya kepala sekolah dalam mengembangkan kompetensi guru dan mutu
pendidikan pada SMA di Kota Banda Aceh
Kepala sekolah merupakan salah satu penentu kemajuan suatu sekolah. Oleh
karena itu untuk menjadi kepala sekolah terutama jenjang SMA harus orang-orang yang
profsional dan selektif, karena tanggung jawabnya sangat berat dalam
mengembangkan kompetensi guru untuk meningkatkan mutu pendidik an pada sekolah
yang dipimpinya. Depdiknas yang mengamanatkan bahwa dalam perspektif kebijakan
pendidikan nasional terdapat tujuh peran utama kepala sekolah yaitu sebagai: edukator
(pendidik), manajer, administrator, supervisor, leader (pemimpin), pencipta iklim
kerja, dan wirausahawan. Setiap manajer memiliki tiga fungsi dalam menjalankan
perannya, yaitu: sebagai inter-personal, informasional, dan pengambilan keputusan.
Oleh karena itu kepala sekolah sangat berperan dalam mengembangkan kompetensi
guru untuk meningkatkan mutu pendidikan sesuai standar nasional pendidikan. 8
Hasil olahan dan analiasa data menunjukkan bahwa sebanyak 31,25% atau
sebagian kecil responden menyatakan masa kerjanya sebagai kepala sekolah 9 tahun ke
atas, 18,75% atau sedikit sekali renponden yang menyatakan masa kerjanya 7 s.d 8
8
Depdiknas, Mekanisme Pengendalian Mutu Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan
(Jakarta: Direktur Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan, 2000)
tahun, 3 s.d 4 tahun dan 1 s.d 2 tahun. Hanya 12,50 atau sedikit sekali responden yang
menjawab 5 s,d 6 tahun masa kerjanya sebagai kepala sekolah. Dengan demikian para
kepala SMA Negeri di Kota Banda Aceh sudah berpengalaman dalam hal
mengembangkan kompetensi guru untuk meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini
terbukti dari masa kerjanya sudah di atas 9 tahun. Sebanyak 93,75% atau pada
umumnya kepala sekolah menyatakan bahwa kompetensi dan jumlah guru belum
memadai sesuai dengan standar yang berlaku, hanya 6,25% atau sedikit sekali kepala
sekolah yang menjawab ketersediaan guru sudah memadai pada beberapa mata
pelajaran tertentu. Hasil wawancara dengan para kepala SMA Negeri di Kota Banda
Aceh mengenai upaya yang dilakukan untuk memenuhi kekurangan guru yaitu dengan
memberdayakan guru honorer dan guru dari sekolah lain yang sudah sertifikasi tetapi
tidak cukup jam mengajar sebanyak 24 jam. Hasil pengolahan data dan analisa
menunjukkan bahwa SMA Negeri yang terdapat di Kota Banda Aceh banyak
mengalami kekurangan guru, sehingga diupayakan oleh para kepala sekolah SMA di
lingkungan Kota banda Aceh untuk memberdayakan guru honorer dengan jumlah yang
bervariasi. Hal ini terbukti sebanyak 87,50% atau pada umunya sekolah yang
memberdayakan guru honorer sebanyak 2 s.d 17 orang guru, dan sebanyak 12,50%
atau sedikit sekali sekolah yang memberdayakan guru honorer mencapai 20 s.d 31
orang guru. Sebanyak 12 mata pelajaran yang belum cukup ketersediaan guru pada
SMA Negeri dilingkungan Kota Banda Aceh Tahun Pelajaran 2017/2018 dengan
jumlah bervariasi. Namun 18,37% atau sedikit sekali guru pada mata pelajaran
Sosiologi, 14,29% atau sedikit sekali guru Geografi dan BP/BK, sebanyak 12,24% atau
sedikit sekali guru Kesenian, dan sebanyak 10,20% atau sedikit sekali guru PJOK,
sebanyak 8,16% atau sedikit sekali guru Sejarah dan sebanyak 6,12% atau sedikit sekali
guru Pendidikan Agama Islam. Dengan demikian para kepala SMA Negeri di Kota
Banda Aceh mengalami sedikit kendala dalam mengembangkan kompetensi guru untuk
meningkatkan mutu pendidikan, karena gurunya belum memadai sesuai standar
pendidikan nasional. Oleh karena itu perlu diberdayakan guru honorer dengan bayaran
perjam Rp 15.000 dari bantuan komite sekolah yang bervariasi sebagaimana dijelaskan
pada paragraf berikutnya.
Hasil pengolahan dan analisa data menunjukan bahwa sebanyak 68,75%
sebagian besar sekolah yang mendapat dana bantuan komite untuk pembayaran guru
honorer sebanyak Rp 15.000 s.d Rp 50.000, dan sebanyak 31,25% atau sebagian kecil
sekolah mendapat bantuan komite senilai Rp 100.000 s.d 275.000. Dengan demikian
semua SMA Negeri di lingkungan pemerintahan Kota Banda Aceh mendapatkan
bantuan dana dari komite sekolah untuk pembayaran jasa guru honorer, hanya saja
jumlah atau dana bantuan yang didapatkan bervariasi, tergantung kesepakatan komite
sekolah dan pihak sekolah. Sebanyak 75% atau sebagian besar sekolah yang gurunya
belum mendapatkan tunjangan sertifikasi 1 s.d 5 orang guru, sebanyak 12,5% atau
sedikit sekali sekolah yang gurunya belum mendapat tunjangan sertifikasi, yaitu sekitar
6 s.d 10 orang guru. Namun sebanyak 12,5% atau sedikit sekali sekolah yang semua
gurunya sudah mendapat tunjangan sertifikasi. Keterangan dari para kepala sekolah
yang guru-gurunya belum mendapatkan tunjangan sertifikasi karena belum mengikuti
pengembangan profesi guru (PPG).
Pada sekolah-sekolah SMA Negeri di Kota Banda Aceh terdapat 14 guru mata
pelajaran yang harus mengajar ke sekolah lain karena tidak cukup 24 jam mengajar,
karena syarat untuk mendapat tunjangan sertifikasi terutama bagi guru mata pelajaran
Bahasa Inggris, Fisika dan guru Biologi adalah memenuhi 24 jam mengajar per
minggu. Maka dapat diasumsikan bahwa ketiga mata pelajaran tersebut diatas sudah
melebihi kebutuhan guru di Kota Banda Aceh.
Hasil pengolahan dan analisa data menunjukkan bahwa jumlah siswa SMA
Negeri di Kota Banda Aceh bervariasi, ada yang banyak peminatnya dan ada juga yang
kurang. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai sebab, diantaranya letak sekolah kurang
strategis dan mutunya dianggap rendah oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari
pesentase siswa yang lulus undangan pada perguruan tinggi negeri. Persentase
undangan siswa ke Perguruan Tinggi Negeri dari SMA Negeri di Kota Banda Aceh
bervasiasi, salah satu sekolah mempunyai persentase tertinggi, yaitu mencapai 20% dari
jumlah siswa yang ikut ujian nasional. Namun ada juga sekolah yang tidak
mendapatkan undangan untuk siswanya pada perguruan Tinggi Negeri tahun pelajaran
2017/2018.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden menyatakan bahwa
upaya kepala sekolah untuk mengatasi sarana dan prasarana yang kurang dengan cara
merehab infrastruksur fisik yang sudah ada, dan juga mengusulkan kepada Dinas
Pendidikan untuk melengkapi sarana dan prasarana yang belum memadai. Upaya
Kepala SMA Negeri di Kota Banda Aceh terhadap gurunya yang berperan sebagai
narasumber atau instruktur pada Dinas Pendidikan dan lembaga lainnya, diizinkan
dengan syarat harus mencari guru pengganti untuk menggantikan tanggungjawab jam
mengajar guru yang bersangkutan.
Seluruh kepala sekolah pada SMA Negeri di lingkungan Kota Banda Aceh
menyatakan bahwa sumua guru telah mengikuti pendidikan dan pelatihan kurikulum
2013, walaupun sebagian di IHT atau di workshopkan oleh guru-guru yang telah
mengikutinya, baik sebagai instruktur nasional, instruktur provinsi, instruktur
kabupaten/kota maupun sebagai guru sasaran. Sedangkan upaya kepala sekolah
terhadap guru-guru yang masih rendah kompetensinya diperoleh jawaban yang
bervariasi, sebagian menyatakan dapat meningkatkan kompetensi guru melalui
pemberdayaan pada kegiatan MGMP, IHT dan Workshop, ada juga kepala sekolah
yang berpendapat bahwa pemberdayaan kompetensi guru dapat dilakukan melalui
kegiatan rapat kerja rutin dan supervisi. Apabila ada guru yang kurang disenangi oleh
siswa atau bersikap kasar terhadap siswanya, kepala sekolah mengambil inisiatif untuk
menasehati guru yang bersangkutan, dan melakukan pembinaan secara individual atau
personal.
Kepala-kepala sekolah pada SMA Negeri di Kota Banda Aceh juga menjelaskan
tentang kendala yang dihadapi guru pada saat kenaikan pangkat/golongan karena tidak
mampu membuat karya tulis ilmiah dan kurang mampu menyusun perangkat
pembelajaran, hal ini diatasi melalui kegiatan IHT, Diklat, Workshop dan
pemberdayaan guru pada kegiatan MGMP tentang penulisan karya tulis ilmiah dan
penyusunan perangkat pembelajaran dengan menggunakan fasilitator dari sekolah
sendiri, sekolah lain atau mengundang narasumber dari luar.
Tindakan kepala SMA Negeri di Kota Banda Aceh terhadap peningkatan hasil
belajar siswa di sekolah dengan mengupayakan manambah jam belajar di sore hari,
pengayaan, remedial, dan try out secara berkala. Sedangkan tindakan terhadap siswa
yang hasil belajarnya rendah, kepala sekolah menyarankan agar dapat mengundang
orang tua/wali siswa yang bersangkutan untuk kemudian dapat berkonsultasi dengan
guru BP/BK dan wali kelasnya tentang permasaalahan yang dihadapi siswa, hal ini
bertujuan untuk lebih fokus membina siswa tersebut agar hasil belajar siswa yang
bersangkutan mengalami peningkatan.
Mengenai upaya kepala sekolah dalam mengembangkan kompetensi pedagogik
guru didapatkan keterangan bahwa sebanyak 62,50% atau sebagian besar kepala
sekolah menyatakan hal ini dapat dilakukan melalui Supervisi, IHT, Workshop, Diklat
dan MGMP, dan sebanyak 37,50% atau sebagian kecil kepala sekolah menjawab halini
dapat diatasi melalui kegiatan MGMP, Workshop, FGD dan Raker di awal tahun.
Sebanyak 56,25% atau lebih dari setengah kepala sekolah menyatakan bahwa untuk
mengatasi hal ini perlu dilakukan pembinaan dan bimbingan khusus, mengevaluasi
hasil kinerjanya dan mengadakan rapat rutin agar guru lebih disiplin, 5 atau 31,25%
kepala sekolah menjawab hal ini dapat dilakukan melalui panutan/keteladanan dan
pembiasaan, serta sebanyak 12,50% atau sedikit sekali kepala sekolah menyatakan
upaya mengembangkan kompetensi kepribadian guru melalui kegiatan supervisi, IHT,
Workshop dan MGMP.
Upaya kepala sekolah dalam mengembangkan kompetensi guru untuk
meningkatkan mutu pendidikan di Kota banda Aceh umumnya dilakukan melalui
pembinaan, panutan/teladan, pembiasaan, supervisi, IHT, workshop, MGMP dan rapat
rutin dengan tauziah-tauziah agama serta evaluasi hasil kinerja guru. Sebanyak 43,75%
atau kurang dari setengah kepala sekolah menyatakan melalui kegiatan sosial, seperti
kunjungan sosial dan menganjurkan guru berkomunikasi dengan baik dan sopan.
Sebanyak 31,25% atau sebagian kecil menjawab melalui arisan sosial, mengaktifkan
peran humas sekolah dan melibatkan guru dalam kepanitiaan kegiatan sosial. Sebanyak
25,00% atau sebagian kecil kepala sekolah menyatakan upaya kepala sekolah dalam
mengembang kan kompetensi sosial guru melalui supervisi, IHT, workshop dan
MGMP.
Hasil pengolahan dan analisa data menunjukkan bahwa upaya kepala sekolah
dalam mengembangkan kompetensi guru untuk meningkatkan mutu pendidikan
sebanyak 50,00% atau lebih dari setengah responden menyatakan melalui MGMP, IHT
tentang publikasi ilmiah dan Raker di awal tahun pelajaran. Sebanyak 31,25% atau
sebagian kecil responden menyatakan bahwa para guru dianjurkan mengikuti seminar,
workshop dan diklat tentang Karya Tulis Ilmiah dan sebanyak 18,75% atau sedikit
sekali responden menjawab melalui supervisi akademik dan workshop dengan tutor
sebaya.
Hasil pengolahan dan analisa data mengenai upaya kepala sekolah dalam
meningkatkan standar kompetensi lulusan menunjukkan bahwa sebanyak 75,00% atau
sebagian besar responden menyatakan pengayaan, remedial, try out dan bimbingan
belajar UN. Sebanyak 18,75% atau sedikit sekali responden menjawab melalui
MGMP pembelajaran intensif, dan bimbingan dari luar dan sebanyak 6,25% atau
sedikit sekali responden menjawab dengan membentuk klub belajar dan ikut kegiatan-
kegiatan perlombaan untuk menguji kompetensi siswa. Dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar kepala SMA Negeri di Kota Banda Aceh memilih upaya meningkatkan
standar kompetensi lulusan melalui pengayaan, remedial, try out dan bimbingan belajar
UN.
Mengenai upaya yang dilakukan kepala-kepala SMA Negeri di Kota Banda
Aceh dalam meningkatkan standar isi, sebanyak 43,75% atau kurang dari setengah
responden menyatakan melalui MGMP, IHT dan Diklat, sebanyak 25,00% atau
sebagian kecil responden menyatakan dengan mengoptimalkan penyusunan dokumen
1,2 dan 3 kurikulum, sebanyak 18,75% responden menyatakan melalui supervisi dan
pemberdayaan MGMP dan sebanyak 12,50% atau sedikit sekali responden menjawab
dengan melaksanakan workshop tentang silabus dan RPP. Dapat disimpulkan bahwa
upaya-upaya yang dilakukan kepala SMA Negeri di Kota Banda Aceh dalam
meningkatkan standar isi berupa kegiatan MGMP, IHT, Diklat, mengoptimalkan
penyusunan dokumen kurikulum, melalui supervisi dan pemberdayaan MGMP dan
dengan melaksanakan workshop tentang silabus dan RPP.
Hasil pengolahan dan analisa data menunjukkan bahwa upaya-upaya yang
diakukan kepala SMA Negeri di Banda Aceh dalam meningkatkan standar proses
antara lain; sebanyak 68,75% atau sebagian besar kepala sekolah menyatakan
meningkatkan standar proses melalui IHT, Workshop dan MGMP, sebanyak 31,25%
atau sebagian kecil kepala sekolah menjawab melalui supervisi klinis terjadwal.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa beberapa upaya kepala SMA Negeri di
Banda Aceh dalam meningkatkan standar proses yaitu melalui IHT, Workshop, MGMP
dan supervisi klinis terjadwal.
Upaya Kepala SMA Negeri di Kota Banda Aceh dalam meningkatkan standar
penilaian melalui pemberdayaan MGMP dan IHT dan workshop melalui remedial,
pengayaan, les sore, praktikum & lomba-lomba. Sebanyak 75,00% atau sebagian besar
responden menyatakan melalui pemberdayaan MGMP dan IHT dan workshop,
sebanyak 25,00% atau sebagian kecil responden menyatakan melalui remedial,
pengayaan, les sore, praktikum & lomba-lomba sebagai upaya kepala sekolah dalam
meningkatkan standar penilaian. Menurut pengamatan yang penulis lakukan di
lapangan juga diperoleh keterangan bahwa masih ada guru yang mengalami kendala
dalam mengolah nilai siswa untuk memasukkan delam rapor yang sifatnya aplikasi,
karena kurang menguasai cara menggunakan komputer.
Hasil pengolahan dan analisa data juga menunjukkan bahwa sebanyak 56,25%
atau lebih dari setengah responden menyatakan agar diusulkan pemberdayaan bagi
guru ke dinas pendidikan, sebanyak 31,25% atau sebagian kecil responden menjawab
melalui Pelatihan, pemberdayaan MGMP dan pengembangan kompetensi, hanya
12,50% atau sedikit sekali responden yang menjawab melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Dari data tersebut berarti upaya kepala SMA Negeri di Kota
Banda Aceh dalam meningkatkan stadar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK)
dengan cara diusulkan ke dinas pendidikan, melalui Pelatihan, pemberdayaan MGMP
dan pengembangan kompetensi. Namun hanya sedikit responden menjawab
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini terbukti bahwa belum
terlihat motivasi guru untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
bahkan ada beberapa kepala sekolah tingkat pendidikannya masih S1.
Berikutnya pengolahan dan analiasa data mengenai upaya kepala sekolah dalam
meningkatkan standar sarpras menunjukkan bahwa sebanyak 75,00% atau sebagian
besar responden menyatakan diusulkan ke Dinas Pendidikan, melalui dana Blokgrand,
dana komite dan rehab, sebanyak 25,00% atau sebagian kecil responden menjawab
dengan cara mengoptimal kan penggunaan dana Bos dan swadana guru. Dari data
tersebut jelas bahwa upaya kepala SMA Negeri di Kota Banda Aceh dalam
meningkatkan standar sarpras dengan cara diusulkan ke Dinas Pendidikan, melalui
dana Blokgrand, dana komite dan rehab serta mengoptimalkan penggunaan dana Bos
dan swadana. Hasil pengamatan penulis menunjukkan bahwa masih ada SMA Negeri di
Kota Banda Aceh yang sarprasnya masih memprihatikan, sehingga kepala sekolah
berupaya mencari pendanaan lain selain pendanaan dari komite juga dari dana swadaya
guru untuk memenuhi sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
Hasil pengolahan dan analisa data tentang upaya yang dilakukan kepala SMA
Negeri di Kota Banda Aceh untuk meningkatkan standar pengelolaan melalui
musyawarah mufakat dan kerjasama dengan staf dan warga sekolah serta kerjasama
dengan pihak luar menunjukkan bahwa, sebanyak 37,50% atau sebagian kecil
responden menyatakan secara musyawarah mufakat dan kerja sama dengan staf dan
warga sekolah serta kerja sama dengan pihak luar, sebanyak 25,00% atau sebagian
kecil kepala sekolah menjawab berpedoman pada BSNP, visi dan misi, tujuan RKAS,
kurikulum, program kesiswaan, sebanyak 18,75% atau sedikit sekali kepala sekolah
menjawab harus sering mengikuti pelatihan/ workshop yang di selenggarakan
dinas/kementerian, dan hanya 12,50% atau sedikit sekali kepala sekolah menjawab
menyesuaian dengan RKT, RKUP, RKJN dengan analisis Swot dan menetapkan upaya
pencapaian tujuan sekolah. Dengan demikian dapat disimpulkan sebagian besar kepala
SMA Negeri di Kota Banda Aceh berupaya dalam meningkatkan standar pengelolaan
adalah melalui musyawarah mufakat dan kerja sama dengan baik dengan staf dan
warga sekolah serta kerja sama dengan pihak luar. Berpedoman pada BSNP ada visi,
misi, tujuan RKAS, kurikulum, program kesiswaan, memberdayakan ke 7 standar
lainnya, harus sering mengikuti pelatihan/workshop yang di selenggarakan
dinas/kementerian dan menyesuaikan dengan RKT, RKUP, RKJN dengan analisis Swot
dan menetapkan upaya pencapaian tujuan sekolah upaya kepala sekolah dalam
meningkatkan standar pengelolaan. Dalam hal peningkatan standar pengelolaan sudah
tetap, namun masih ada kepala sekolah belum mengetahui tentang standar pengelolaan
itu sendiri.
Hasil pengolahan dan analisa data menunjukkan bahwa sebanyak 62,50% atau
sebagian besar responden menyatakan dengan mengoptimalkan dana BOS dan komite
sekolah, sebanyak 25,00% atau sebagian kecil responden menjawab dengan menyusun
RKS/RKAS tepat waktu dan hanya 12,50% sedikit sekali responden menyatakan
melakukan pembiayaan strategis sesuai kebutuhan upaya kepala sekolah dalam
meningkatkan standar pembiayaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa upaya
kepala SMA Negeri di Kota Banda Aceh untuk meningkatkan standar pembiayaan
dengan mengoptimalkan dana BOS dan komite sekolah, menyusun RKS/RKAS tepat
waktu melakukan pembiayaan strategis sesuai kebutuhan. Dana bantuan komite
sekolah bervariasi paling rendah Rp 15.000 persiswa perbulan, sedangkan paling
275.000 persiswa perbulan.
Data hasil olahan dan analisa menunjukkan sebanyak 43,75% s.d 56,25%
responden menyatakan upaya yang efektif dan efesien dalam mengembangkan
kompetensi guru adalah melalui pembedyaaan MGMP sekolah, melanjutkan
pendidikan ke jenjang selanjutnya yang relevan, IHT dan workshop atau diklat yang
narasumbernya dari luar. Sedangkan 43,75% responden yang menjawab sangat efektif
dan efesien adalah adalah melalui supervisi akademis dan klinis serta workshop atau
diklat dengan teman sejawat di sekolah. Dari data tersebut jelas bahwa upaya kepala
SMA Negeri di Kota Banda Aceh dalam mengembangkan kompetensi yang efektif dan
efesian adalah melalui pemberdayaaan MGMP sekolah, melanjutkan pendidikan ke
jenjang selanjutnya yang relevan, IHT dan workshop atau diklat yang narasumbernya
dari luar. Namun yang sangat efektif dan efesien adalah melalui supervisi akademis dan
klinis serta workshop atau diklat dengan teman sejawat di sekolah.
Hasil olahan dan analisa data menunjukkan sebanyak 37,50% s.d 50,00%
responden menyatakan upaya yang efektif dan efesien dalam meningkatkan hasil
belajar siswa guru adalah melalui pengayaan siswa dari kelas X s.d kelas XII dan Try
Out untuk kelas X s.d XII. Sedangkan 43,75% responden yang menjawab sangat efektif
dan efesien adalah adalah dengan Pengayaan terhadap Pelajaran yang di UN-kan dan
Try Out untuk kelas XII saja. Dengan demikian upaya kepala SMA Negeri di Kota
Banda Aceh dalam meningkatkan hasil belajar siswa yang efektif dan efesian adalah
melalui pengayaan siswa dari kelas X s.d kelas XII dan Try Out untuk kelas X s.d XII.
Namun yang sangat efektif dan efesien adalah dengan Pengayaan terhadap Pelajaran
yang di UN-kan dan Try Out untuk kelas XII.
C. Simpulan
Faktor yang mempengaruhi kompetensi guru dan mutu pendidikan menurut
keterangan dari kepala SMA Negeri di Kota Banda Aceh yaitu upaya kepala sekolah;
Diklat/workshop/IHT yang diikuti guru; fasilitas pendukung pembelajaran; pengalaman
mengajar guru; keadaan kesehatan dan latar belakang pendidikan guru. Kendala yang
dihadapi kepala SMA Negeri di Kota Banda Aceh dalam mengembangkan kompetensi
guru untuk meningkatkan mutu pendidikan bervariasi terutama kompetensi pedagogik,
profesional, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. Sedangkan kendala dalam
meningkatkan Standar Nasional Pendidikan yang dialami terutama pada standar isi,
pembiayaan, standar proses, sarpras dan standar pengelolaan serta standar kompetensi
lulusan dan standar penilaian. Upaya kepala sekolah, diklat/workshop/IHT yang diikuti
guru dan fasilitas pendukung pembelajaran cukup mendukung pengembangan
kompetensi guru dan mutu pendidikan. Namun pengalaman mengajar guru, keadaan
kesehatan dan latar belakang pendidikan guru sangat berpengaruh terhadap
pengembangan kompetensi guru dan mutu pendidikan pada SMA Negeri di Kota Banda
Aceh.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. dkk. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2003.
Asmani, Jamal Ma’mur. Kompetensi Guru Menyenangkan dan Profesional.
Jogjakarta: Power Books Ihdina, 2002.
Asmani, Ma’mur, Jamal. Tips Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Jogjakarta: DIVA
Press, 2012.
Barnawi, Arifin, Mohammad. Kinerja Guru Profesional. Jogjakarta: AR-RUZZ Media,
2014.
Depdiknas. Mekanisme Pengendalian Mutu Penyelenggaraan Pendidikan dan
Pelatihan, Jakarta: Direktur Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan, 2000.
Djamarah, Zain, Bahri, Syaiful. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rhineka Cipta,
2010.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
Bandung: Citra Umbara, 2009.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara, 2009.
Wahjosumidjo. Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoretik dan
Permasalahannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.