Go Private
Go Private
email:
[email protected], [email protected], [email protected],
[email protected], [email protected]
Abstract
The stock market plays an important role in national economy which is here where
transactions of various long-term financial instruments that can be traded, whether
bonds, equities (stocks), mutual funds, derivative instruments and other
instruments. This is a means for investment activities and funding facilities for
companies, government, and other institutions. Funding through stock market
institutions with the mechanism of participation is by selling shares of the company
to the public or known as “go public”, where companies need to conduct an initial
public offering activities. After the bidding process has been completed, the
company may register its shares on the list of securities listed (listing) and obtain
status as a public company. As long as the status of a public company can make a
profit, the company will remain a public company. On the contrary, if a public
company is not profitable and gets burdened with a public company status, then the
company can transfer into a private company or known as "go private", as done by
PT. Aqua Golden Mississippi Tbk. The process of going private in Indonesia does
not yet have its own regulation but the process can still be done by refering to the
regulations in Law Number 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company,
Law Number 8 Year 1995 regarding Capital Market, Indonesian Stock Exchange
(BEI) Regulation, Stock market and Financial Institution Supervisory Agency
(Bapepam-LK) Regulation, and Financial Services Authority (OJK) Regulation,
and other related regulations.
Keywords: go private, public company, stock market
I. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Untuk mempertahankan eksistensi perusahaan dan mengembangkan
kegiatan usahanya, perusahaan membutuhkan pendanaan berupa modal yang
tidak hanya berasal dari dalam perusahaan melainkan juga dari luar perusahaan,
dimana untuk memperoleh pendanaan dari luar perusahaan salah satunya adalah
dengan melakukan penawaran saham kepada publik atau disebut penawaran
umum. Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal (“UU Pasar Modal”) menyatakan bahwa penawaran umum adalah
kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh perusahaan yang akan go public
(emiten) untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang
diatur dalam undang-undang tersebut dan pelaksanaannya. Namun, tidak semua
perusahaan yang telah go public akan selalu mempertahankan statusnya sebagai
perusahaan terbuka dan kemudian memilih untuk merubah statusnya menjadi
perusahaan tertutup atau go private.
Ditinjau dari pencatatan di bursa efek (bagi perusahaan terbuka (publik)
sebagai emiten), go private diartikan sebagai delisting saham, yakni
penghapusan saham suatu perusahaan secara permanen dari bursa, sehingga
saham perusahaan tersebut tidak bisa lagi diperdagangkan di bursa. Pada
dasarnya delisting terjadi karena 2 (dua) hal, secara sukarela atau voluntary
delisting dari pihak perusahaan dan karena adanya pemaksaan otoritas bursa atau
forced delisting.1 Sedangkan bagi perusahaan terbuka (publik) yang bukan
merupakan emiten, tindakan go private terjadi secara sukarela.
Terdapat beberapa alasan mengapa perusahaan melakukan tindakan go
private. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Foley & Lardner LLP,
alasan suatu perusahaan terbuka melakukan go private adalah karena merasa
terbebani oleh biaya-biaya yang harus dikeluarkan dan kewajiban-kewajiban
sebagai perusahaan terbuka. Adapun biaya dan kewajiban tersebut antara lain
adalah tingginya biaya konsultan hukum dan akuntansi, biaya penyelenggaraan
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), kewajiban memenuhi
peraturan pasar modal, kesibukan menelayani analisis surat berharga dan
keterbatasan untuk melakukan transaksi dengan pihak afiliasi.2
1
Nadia Fariska, “Daftar Saham Go Private di Bursa”,
<http://www.edukasisaham.co.id/daftar-saham-go-private-di-bursa/>, diakses pada 23 September
2017. Perlu diketahui bahwa perusahaan yang terkena delisting dari bursa (forced delisting) tidak
akan mengubah status perusahaan dari terbuka menjadi tertutup. (Lihat lebih lanjut dalam Cassanda
Sarah, “Aspek Hukum Proses Go private PT Aqua Golden Mississippi Tbk. Terhadap Perlindungan
Pemegang Saham Minoritas”, (Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2011), hlm.
59). Di samping itu, tidak semua tindakan delisting menyebabkan perusahaan tidak memiliki
kesempatan untuk menjadi Go private. Berdasarkan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta
Nomor Kep-308/BEJ/07-2004 tentang Peraturan Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan
(Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa, perusahaan tercatat yang sahamnya
dihapuskan dari daftar efek yang tercatat di bursa, dapat mengajukan permohonan relisting
sahamnya kepada bursa paling cepat enam enam (6) bulan sejak dilakukan delisting oleh bursa.
2
Hermawan Boby W. Dan I Made B. Tirthayatra, “Go Private,” Warta Bapepam, (Oktober
2005).
1
Sementara itu, menurut Rutan dan Trucker LLP, latar belakang
perusahaan melakukan go private adalah tidak terpenuhinya maksud dan tujuan
utama perusahaan pada saat menjadi perusahaan go public. Seharusnya dengan
menjadi perusahaan publik, perusahaan mendapatkan kemudahan untuk akses di
dalam pasar modal daripada perusahaan tertutup. Kelebihan ini menjadi dapat
tidak berarti apabila perusahaan tersebut tidak dapat masuk ke dalam pasar
tersebut dengan harga yang diterima. Image perusahaan sebagai perusahaan
terbuka yang dikatakan cenderung stabil daripada perusahaan tertutup sering kali
dipertanyakan dalam berbagai kondisi ekonomi, khususnya pada saat depresi.
Perusahaan dihadapkan pada pilihan, dan karenanya harus menentukan, apakah
prestise yang didapat dari perusahaan publik adalah sepadan dengan biaya dan
risiko serta kondisi yang semakin memburuk apabila tetap mempertahankan
sebagai perusahaan publik.3 Ditinjau dari segi pemegang saham, tindakan go
private dilakukan apabila saham yang diperdagangkan tidak likuid, sehingga
sulit untuk menjual saham-saham yang dimiliki.4 Akibat dari tindakan go private
adalah perusahaan yang semula terbuka menjadi perusahaan tertutup dimana
perusahaan terbuka tersebut harus melakukan pembelian kembali sahamnya,
setidaknya sampai dengan memenuhi ketentuan minimal dua pemegang saham
dalam perusahaan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (7) UU No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”).
Dalam praktiknya di Indonesia, tindakan go private pertama kali
dilakukan pada tahun 1996, yaitu oleh PT Praxair Indonesia Tbk. Setidaknya
terdapat lebih dari 16 (enam belas) perusahaan dari tahun 1996 hingga Maret
2016 yang melakukan tindakan go private.5 Meskipun jumlahnya tidak terlalu
signifikan, instrumen hukum tetap diperlukan untuk mendorong
keberlangsungan tindakan go private sehingga kepentingan publik terlindungi,
dan tidak melanggar koridor hukum yang ada. Namun, peraturan perundang-
undangan Indonesia tidak mengatur secara khusus dan tersendiri mengenai go
private, tetapi mendasarkan kepada beberapa ketentuan yang dapat dijadikan
landasan hukum melakukan Go private, antara lain:6
1. UUPT
a. Pasal 21 ayat (2) huruf g yang menentukan bahwa status perseroan yang
tertutup dapat menjadi perseroan terbuka atau sebaliknya. Untuk itu,
maka perseroan harus mendapatkan persetujuan dari RUPS dan dengan
persetujuan Menteri Kehakiman RI (Pasal 19 ayat (1) jo. Pasal 21 ayat
(1) UUPT).
b. Pasal 37 ayat (1) juga mengatur ketentuan tentang larangan modal dan
kekayaan perseroan yang digunakan go private akan menjadi lebih
3
Cristy Lomenzo Parker, “Going Private: Business and Procedural Consideration in
Seeking Relief from Reporting and Corporate Governance Requirements”, (Rutan & Tucker: LLP,
2004), hlm. 2.
4
Cassanda Sarah, “Aspek Hukum Proses Go private PT Aqua Golden Mississippi Tbk. Terhadap
Perlindungan Pemegang Saham Minoritas”, (Skripsi Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
Depok, 2011), hlm. 6.
5
Nadia Fariska, Loc. Cit.
6
Agus Riyanto, “Go Private di Pasar Modal Indonesia”, <http://business-
law.binus.ac.id/2016/02/01/go-private-di-pasar-modal-indonesia/>, diakses pada 23 September
2017.
2
kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib
yang telah disisihkan.
c. Pasal 61 dan Pasal 62 mengenai perlindungan terhadap para pemegang
saham yang merasa dirugikan dengan adanya go private telah juga
diatur dalam pasal 61 dan pasal 62 UUPT sebagai dasar pijakan
hukumnya.
Adanya pengaturan-pengaturan tersebut dalam UUPT telah memberikan
pijakan dan kebolehan secara normatif untuk mengubah badan hukum dari
terbuka menjadi tertutup.
2. Peraturan-peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (“Bapepam-LK”) dan Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”)
a. Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.E.1. tentang Transaksi Afiliasi
Dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu
b. Peraturan OJK Nomor 54/POJK.04/2015 Tentang Penawaran Tender
Sukarela
c. Peraturan OJK Nomor 30/POJK.04/2017 Tentang Pembelian
Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Perusahaan Terbuka
3. Peraturan Bursa Efek Indonesia, yakni Peraturan I-I tentang Penghapusan
Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di
Bursa.
Selain PT Praxair Indonesia Tbk., PT Aqua Golden Mississippi Tbk.
juga melakukan tindakan go private dengan pertimbangan bahwa keadaan
perusahaan terbuka tidak lagi menguntungkan. Meskipun sempat mengalami
kendala, tindakan PT Aqua Golden Mississippi Tbk. akhirnya dapat dilakukan.
Adanya tindakan go private yang dilakukan PT Aqua Golden Mississippi Tbk.
merupakan suatu hal yang menarik untuk dibahas khususnya dalam hal belum
adanya peraturan atau regulasi tersendiri yang khusus mengatur mekanisme go
private, sehingga kami memilih judul “Go private pada PT Aqua Golden
Mississippi, Tbk.”.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, terdapat beberapa masalah
yang akan dibahas, yakni:
1. Mengapa PT Aqua Golden Mississippi Tbk. melakukan go private?
2. Bagaimana mekanisme tindakan go private?
3. Mengapa hingga saat ini belum ada regulasi tersendiri mengenai go
private?
3
bursa efek.7 Sedangkan, menurut Black’s Law Dictionary, go private
didefinisikan sebagai berikut: “A process a publically owned company becomes
a privately held company. Causing a class of equity securities to be delisted from
a national securities exchange or the causing of a class of equity which is
authorized to be quoted in an interdealer quotation system of a registered
national stock exchange to ceased to be authorized”.8
Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa go private merupakan
suatu proses dimana suatu perusahaan terbuka menjadi suatu perusahaan
tertutup, yang menyebabkan sejumlah saham yang semula tercatat dalam bursa
efek nasional menjadi hapus dan tidak dapat diperdagangkan di bursa efek
dimana saham tersebut dicatatkan, tetapi saham yang dimiliki oleh pemegang
saham masih dapat diperjualbelikan dengan mengacu pada ketentuan anggaran
dasar perseroan.
Pasar Modal Indonesia juga mengalami peristiwa go private walaupun
jumlah perusahaan publik yang beralih menjadi perusahaan tertutup tidak terlalu
banyak. Fenomena go private dapat dikatakan mengkhawatirkan, karena
merupakan pertanda yang kurang baik di tengah upaya meningkatkan minat
sektor korporasi untuk mencatatkan sahamnya di bursa. Selain itu, adanya
perbedaan proses antara perusahaan yang melakukan go private secara sukarela
dengan perusahaan yang dipaksa untuk keluar dari bursa (force delisting) dapat
menyebabkan perusahaan public yang akan melakukan go private dapat
mengalami kesulitan dalam penentuan harga saham yang harus dibeli kembali
dari para investor publik.9
2. Dasar Hukum Go private di Indonesia
Pengaturan mengenai go private di Indonesia sampai saat ini belum
merupakan peraturan yang mengatur secara khusus dan masih mengacu pada
beberapa ketentuan hukum sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(“UUPT”) mengenai go private adalah sebagai berikut:
a. Pasal 21 ayat (1)
“Perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapat persetujuan
Menteri.”
b. Pasal 21 ayat (2)
“Perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
i. nama Perseroan dan/atau tempat kedudukan Perseroan;
ii. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
iii. jangka waktu berdirinya Perseroan;
7
Iswi Hariyani, dan R. Serfianto D.P, Buku Pintar Hukum Bisnis Pasar Modal Strategi Tepat
Investasi Saham, Obligasi, Waran, Right, Opsi, Reksadana, dan Produk Pasar Modal Syariah,
Visimedia, Jakarta, 2010, hlm 298.
8
Henry C. Black, Black’s Law Dictionary, 6th edition, St. Paul, Minn: West Publishing, Co.,
1990, hlm. 69.
9
Gunawan Widjaja, dan Wulandari Risnamanitis, Seri Pengetahuan Pasar Modal: Go
Public dan Go Private di Indonesia, Kencana (Prenada Media Group), Jakarta, 2007, hlm 32.
4
iv. besarnya modal dasar;
v. pengurangan modal
vi. ditempatkan dan disetor; dan/atau
vii. status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau
sebaliknya.”
c. Pasal 19 ayat (1)
“Perubahan anggaran dasar ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang
Saham.”
d. Pasal 37 ayat (1)
“Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan
dengan ketentuan:
i. Pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan
bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang
ditetapkan ditambah cadangan diwajibkan yang telah disisihkan.
ii. Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh
perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atau saham yang
dipegang oleh perseroan tanah ini dan/atau perseroan lain yang
sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh
perseroan, tidak melebihi 10% dari jumlah modal yang ditempatkan
dalam perseroan, kecuali diatur dalam peraturan perundang-
undangan dibidang pasar modal.”
d. Pasal 37 ayat (2)
“Pembelian saham, baik secara langsung maupun tidak langsung
yang bertentangan dengan ayat (1) batal karena hukum”
e. Pasal 37 ayat (3)
“Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian
yang diderita pemegang saham yang beitikad baik, yang timbul
akibat pembelian kembali yang batal karena hukum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2).”
f. Pasal 37 ayat (4)
“Saham yang dibeli kembali perseroan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya boleh dikuasai perseroan paling lama 3 tahun.”
g. Pasal 38 ayat (1)
“Pembelian kembali saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
ayat (1) atau pengalihannya lebih lanjut hanya dapat dilakukan
berdasarkan persetujuan RUPS. Kecuali ditentukan lain dalam
peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal.”
h. Pasal 38 ayat 2
“Keputusan RUPS yang memuat persetujuan sebagai mana
dimaksud dalam ayat (1) sah apabila dilakukan sesuai dengan
ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan persetujuan
jumlah suara untuk pembahasan anggaran dasar sebagaimana diatur
dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.”
i. Pasal 61 ayat (1)
“Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap
Perseroan ke Pengadilan Negeri apabila dirugikan karena tindakan
perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai
akibat keputusan RUPS, Direksi atau Komisaris”.
5
j. Pasal 62 ayat (2)
“Setiap pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar
sahamnya dibeli dengan harga yang wajar, apabila yang
bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan
pemegang saham atau perseroan, berupa:
i. Perubahan anggaran dasar;
ii. Pengalihan atau penjaminan, seluruh kekayaan perseroan yang
mempunyai nilai dari 50% kekayaan bersih perseroan; atau
iii. Penggabungan, peleburan, pengambilalihan perseroan atau
pemisahan.”
k. Pasal 62 ayat (2)
“Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) melebihi batas ketentuan pembelian kembali saham
oleh perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) ,
perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak
lain.”
Adanya pengaturan-pengaturan tersebut dalam UUPT telah memberikan
pijakan dan kebolehan secara normatif untuk mengubah badan hukum dari
terbuka menjadi tertutup.
6
a. Pasal 2 ayat (1)
“Perusahaan Terbuka (Emiten atau Perusahaan Publik) dapat membeli
kembali sahamnya sesuai dengan ketentuan Pasal 37 dan Pasal 39
UUPT yang wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan RUPS.”
b. Pasal 4
“Perusahaan juga wajib mengumumkan informasi tentang pembelian
kembali saham kepada pemegang saham bersamaan dengan
pengumuman RUPS.”
c. Pasal 9
“Pelaksanaan pembelian kembali saham dapat dilakukan melalui Bursa
Efek maupun di luar Bursa Efek.”
d. Pasal 10
Dalam hal pembelian kembali saham dilakukan melalui Bursa Efek,
pembelian kembali saham wajib memenuhi ketentuan:
i. transaksi beli dilakukan melalui 1 (satu) Anggota Bursa Efek; dan
ii. harga penawaran untuk membeli kembali saham harus lebih rendah
atau sama dengan harga transaksi yang terjadi sebelumnya.
e. Dalam hal pembelian kembali saham dilakukan di luar Bursa Efek,
harga pembelian kembali saham wajib memenuhi ketentuan:
i. atas saham Perusahaan Terbuka yang tercatat dan diperdagangkan di
Bursa Efek, harga pembelian kembali saham Perusahaan Terbuka
paling tinggi sebesar harga rata-rata dari harga penutupan
perdagangan harian di Bursa Efek selama 90 (sembilan puluh) hari
terakhir sebelum tanggal pembelian kembali saham oleh Perusahaan
Terbuka;
ii. atas saham Perusahaan Terbuka yang tidak tercatat di Bursa Efek,
harga pembelian kembali saham Perusahaan Terbuka paling tinggi
sebesar harga pasar wajar yang ditetapkan oleh Penilai; atau
iii. atas saham Perusahaan Terbuka yang tercatat di Bursa Efek, namun
selama 90 (sembilan puluh) hari atau lebih sebelum tanggal
pembelian kembali saham oleh Perusahaan Terbuka tidak
diperdagangkan di Bursa Efek atau dihentikan sementara
perdagangannya oleh Bursa Efek, harga pembelian kembali saham
Perusahaan Terbuka paling tinggi sebesar harga pasar wajar yang
ditetapkan oleh Penilai atau paling tinggi sebesar harga rata-rata dari
harga penutupan perdagangan harian di Bursa Efek dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan terakhir yang dihitung mundur dari hari
perdagangan terakhir atau hari dihentikan sementara
perdagangannya, mana yang lebih rendah.
11
Cassandra Sarah, Op. Cit., hlm. 51.
7
6. Peraturan Bursa Efek Indonesia, yakni Peraturan I-I tentang Penghapusan
Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa
yang ditetapkan dengan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor :
Kep-308/BEJ/07-2004
8
2. Perusahaan dapat melakukan tindakan yang beresiko tinggi, yang apabila
tindakan ini dilakukan perusahaan terbuka akan terkena sanksi dari OJK
3. Perusahaan dapat kembali ke perhitungan akuntansi konservatif sehingga
pembayaran pajaknya lebih rendah
4. Perusahaan tidak perlu menyiapkan surat-surat yang diwajibkan oleh OJK
5. Perusahaan tidak perlu menerapkan kewajiban keterbukaan informasi
6. Perusahaan tidak terlalu wajib melakukan pembayaran dividen, sehingga
dapat mengembangkan permodalan jangka panjang dan melakukan
investasi spekulatif
7. Pemilik lama dapat mempertahankan statusnya sebagai pengendali
perusahaan.14
Pelaksanaan go private membawa beberapa konsekuensi yang dapat
dikatakan sebagai kekurangan dari go private, di antaranya sebagai berikut:15
1. Terhadap emiten
Tujuan utama emiten untuk bergerak di pasar modal adalah untuk
mencari dana yang lebih cepat dan efektif dibandingkan dengan
memperoleh pinjaman dari bank. Sehingga dapat dikatakan tujuan utama
dari perusahaan yang ingin masuk bursa, senantiasa dilandasi oleh
pertimbangan ekonomi dimana perusahaan tersebut bertujuan agar dapat
memperoleh dana untuk keperluan pengembangan usahanya.
Sebagai perusahaan yang telah menjadi milik publik, emiten
dituntut untuk lebih efisien dan terbuka kepada masyarakat. Selain itu,
masuknya perusahaan ke dalam Bursa merupakan promosi tersendiri bagi
perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain yang tidak listing di
Bursa. Misalnya dalam hal mencari akses atau sumber pendanaan lain tentu
akan lebih mudah karena adanya faktor kepercayaan terhadap kredibilitas
perusahaan tersebut. Namun ekspektasi dari manfaat-manfaat ekonomi
tidak akan tercapai bila tidak disertai dengan kinerja emiten yang baik dan
saham yang likuid. Perusahaan publik atau emiten yang penyebaran
kepemilikan sahamnya kecil atau tidak likuid besar kemungkinan dapat
dikenai sanksi delisting oleh Bursa.
Pengenaan sanksi delisting terhadap emiten yang tidak lagi
memenuhi ketentuan listing di Bursa dimaksudkan sebagai sarana
perbaikan emiten dan sekaligus sebagai warning kepada emiten lain. Di lain
pihak, emiten yang menyadari kinerjanya menurun ada yang dengan
sukarela mengajukan voluntary delisting dan mengubah statusnya menjadi
perusahaan tertutup. Selain itu ada juga yang kondisi fundamental emiten
itu pada dasarnya baik, namun tetap memilih untuk melaksanakan go
private dengan tujuan tertentu (go private on purpose).
Dengan dilakukannya go private, emiten tidak lagi memperoleh
manfaat-manfaat ekonomi yang didapat di Bursa namun di sisi lain, emiten
tidak perlu lagi melaksanakan prinsip keterbukaan kepada masyarakat.
Perusahaan yang melakukan go private tentu harus melakukan perubahan
14
Ibid., hlm 300.
15
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Kencana,
Jakarta, 2004, hlm. 34-36.
9
anggaran dasarnya kembali, mengingat anggaran dasar sebelumnya
diperuntukkan untuk perseroan terbuka. Sedangkan statusnya kembali
menjadi perseroan tertutup.
2. Terhadap Investor
Investor yang bermain di pasar modal tentu sangat berharap dapat
memperoleh capital gain yang tinggi dari saham yang dimilikinya sebagai
bentuk penyertaan modal yang telah ditanamkan di perusahaan. Dengan
memiliki saham, investor berharap dapat dengan cepat memperoleh
keuntungan karena apabila sewaktu-waktu membutuhkan dana, mereka
dapat dengan mudah menjual saham yang dimilikinya. Untuk itu investor
harus benar-benar melakukan evaluasi terhadap saham yang akan dibelinya.
3. Terhadap Efek
Terhadap efek dari perusahaan yang melakukan go private, efek
tersebut tentu tidak dapat lagi diperdagangkan di bursa maupun di luar bursa
karena status perusahaannya yang telah menjadi perusahaan tertutup.
Berbeda halnya dengan emiten yang mengalami sanksi delisting, walaupun
sudah tidak tercatat di Bursa, perusahaan tersebut masih memiliki status
sebagai perusahaan terbuka dan sahamnya masih diperdagangkan di pasar
negosiasi maupun di luar bursa.
10
2. Pasal 21 ayat (2) UUPT Perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Nama Perseroan dan /atau tempat kedudukan perseroan;
b. Maksud dan Tujuan Perseroan serta kegiatan usaha perseroan;
c. Jangka waktu berdirinya perseroan;
d. Besarnya modal dasar;
e. Pengurangan modal ditempatkan dan modal disetor; dan/atau
f. Status perseroan yang tertutup sebaliknya.
3. Pasal 19 ayat (1) UUPT mengenai Perubahan anggaran dasar ditetapkan
oleh RUPS. Berdasarkan ketentuan ini perubahan anggaran dasar
perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup harus mendapat
persetujuan terlebih dahulu dari seluruh pemegang saham utama maupun
pemegang saham minoritas.
Dari ketentuan di atas dapat ditentukan bahwa Pasal 21 ayat (2) UUPT
itu memberi dasar hak perubahan status bagi perusahaan terbuka menjadi
perusahaan tertutup. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pasal tersebut
merupakan dasar hukum go private yang bersifat umum, karena tidak mengatur
lebih lanjut bagaimana seharusnya prosedur dan tata cara perusahaan publik itu
melakukan go private.
Berbeda halnya dengan Pasar Modal di Amerika Serikat. Badan
Pengawas Pasar Modal Amerika telah mengeluarkan sebuah peraturan mengenai
Going Private yaitu Peraturan United States Security and Exchange Comission
(SEC) nomor 13e-3. Dalam Peraturan SEC nomor 13e-3 diharuskan untuk
dilakukannya keterbukaan informasi mengapa suatu perseroan beserta
afiliasinya harus menempuh langkah perubahan status menjadi tertutup
(private). Dalam hal ini pihak afiliasinya diartikan sebagai pihak yang
mengendalikan perseroan tersebut. Perseroan tersebut harus dapat memberikan
alasan mengenai latar belakang transaksi, alasan transaksi, serta alasan mengapa
tidak dilakukan cara lain selain go private. Keterbukaan informasi tersebut
nantinya akan menentukan apakah transaksi tersebut sesuai dengan prinsip
Keadilan (Fairness) dalam Good Corporate Governance, serta apakah transaksi
tersebut membutuhkan persetujuan dari para pemegang saham independen.
Ketentuan mengenai Good Corporate Governance juga ditemukan
dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia pada Pasal 82 sampai 84 UU
Pasar Modal yaitu mengenai Hak Memesan Efek terlebih dahulu, benturan
kepentingan, penawaran Tender, penggabungan, peleburan dan
18
pengambilalihan.
Suatu perusahaan publik di Amerika dapat melakukan deregister efek
ekuitas ketika terdapat kurang dari 300 pemegang saham yang tercatat atau
kurang dari 500 pemegang saham yang tercatat, dimana perusahaan tidak
memiliki aset yang mencukupi. Perusahaan tersebut tidak lagi memerlukan
18
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance,
Mengesampingkan Hak-Hak Istimewa demi Kelangsungan Usaha, Kencana, Jakarta: 2006, hlm.
119.
11
laporan dengan SEC saat jumlah dari pemegang saham yang tercatat turun di
bawah batasan yang ditentukan.
Beberapa macam suatu transaksi yang dapat membuat suatu perusahaan
melakukan going private di Amerika, yaitu :19
a. Suatu perusahaan atau perorangan membuat penawaran tender untuk
membeli semua atau hampir keseluruhan saham dari suatu perusahaan
publik.
b. Suatu perusahaan menggabungkan diri atau menjual keseluruhan dari aset
perusahaan tersebut kepada perusahaan lain.
c. Suatu perusahaan menyatakan untuk melakukan pengembalian pemecahan
nilai nominal saham yang dapat mengurangi jumlah pemegang saham yang
tercatat. Pada pengembalian pemecahaan nilai nominal saham, perusahaan
tersebut secara khusus memberikan saham yang baru dengan sebagai
gantinya untuk menggabungkan 10, 100, bahkan 1.000 jumlah saham lama
yang dimiliki oleh pemegang saham yang ada. Jika pemegang saham yang
ada tidak memiliki jumlah yang cukup atas bagian saham lamanya untuk
digantikan dengan bagian saham yang baru, perusahaan biasanya akan
membayar secara tunai daripada mengadakan bagian saham yang baru,
pelaksaan itu dapat menghilangkan beberapa pemegang saham kecil yang
tercatat dan mengurangi total pemegang saham.
19
United States Security and Exchange Comission, <https://www.sec.gov/fast-
answers/answersgoprivhtm.html>, diakses pada tanggal 23 September 2017
20
PT Aqua Golden Mississippi Tbk., Surat Edaran Kepada Para Pemegang Saham,
tertanggal 20 Agustus 2010, bagian 3, dikutip dari dikutip dari Cassandra Sarah, Op. Cit., hlm. 38.
12
Kemudian, pada rapat ketiga kuorum terpenuhi, tetapi rencana go private ditolak
oleh sebagian besar pemegang saham. Pada tahun 2009, go private tetap ditolak
kembali oleh pemegang saham minoritas. Hal ini mengakibatkan adanya
pergerakan kinerja saham tersebut baik setelah pembatalan go private maupun
pelaksanaan go private selanjutnya.21
Alasan dari PT Aqua melakukan go private adalah karena terdapat
banyak pemegang saham minoritas yang tidak dapat menjual sahamnya karena
saham tersebut tidak likuid, selain itu banyak pemegang saham yang hanya
memiliki saham di bawah satu lot (odd-lot), sementara jumlah pemegang saham
minoritas juga terbatas.22 Akhirnya, pada tanggal 22 September 2010, dalam
Rapat Umum Pemegang Saham di Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta,
pemegang saham PT Aqua menyetujui rencana perseroan untuk go private
dengan harga tender offer saham sebesar Rp 500.000.- per saham.23 Harga yang
ditawarkan tersebut merupakan harga yang wajar untuk ditawarkan kepada
investor. Selanjutnya, 5,65 % saham PT Aqua dimiliki oleh 316 pemegang
saham minoritas. Sebanyak 220 pemegang saham minoritas tersebut memiliki
kurang dari 500 saham dan/atau odd-lot. Bagi pemegang saham yang memiliki
kurang dari 500 saham dan/atau odd-lot tidak dimungkinkan untuk
memperdagangkan saham mereka di pasar regular, sekalipun mereka bermaksud
melakukannya. Dengan go private akan dapat mengakomodasi keinginan
pemegang saham minoritas untuk menjual saham mereka dengan harga
premium.
Alasan lain yang menyebabkan PT Aqua go private adalah karena
adanya konsolidasi dan integrasi usaha industri pembotolan air minum dalam
kemasan di Indonesia, yang ditandai dengan masuknya Danone Asia ke dalam
industri pembotolan air minum dalam kemasan di Indonesia pada tahun 1998,
dan integrasi anak perusahaan PT Tirta Investama dengan meningkatkan
sahamnya. Dimana terdapat pula kebijakan global induk perusahaan Danone
Asia yaitu utuk membeli saham-saham yang dimiliki oleh pemegang saham non-
strategis dalam investasinya, sehingga perlu adanya mekanisme go private untuk
membeli kembali saham-saham tersebut. PT Aqua juga tidak lagi memerlukan
modal eksternal dengan menghimpun dana melalui bursa saham sebagaimana
selama ini dilakukan, dikarenakan sejak tahun 1998 PT Aqua telah memiliki
akses ke Danone Asia untuk keperluan pendanaannya, sehingga akhirnya PT
Aqua memutuskan untuk go private. 24
21
Indah Wandita Putri & Mohamad Heykal, “Kinerja Saham PT Aqua Golden
Mississippi Tbk. Setelah Pembatalan Go Private dan Estimasi Harga Saham Aqua Tahun 2010”,
<http://download.portalgaruda.org/article.php?article=433780&val=9219&title=KINERJA%20SA
HAM%20PT%20AQUA%20GOLDEN%20MISSISSIPPI%20TBK.%20SETELAH%20PEMBAT
ALAN%20GO%20PRIVATE%20DAN%20ESTIMASI%20HARGA%20SAHAM%20AQUA%2
0TAHUN%202010>, diakses pada 25 September 2017.
22
Agung Budiono, “Saham Tidak Likuid, Aqua Go Private”,
http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/ekonomi/10/09/24/136215-saham-tidak-likuid-
aqua-go-private, diakses pada 25 September 2017.
23
Detik Finance, “Aqua Akhirnya Go Private”, https://finance.detik.com/bursa-
valas/1445604/aqua-akhirnya-go-private, diakses pada 25 September 2017.
24
Cassandra Sarah, Op. Cit., hlm. 61-65.
13
2. Mekanisme Tindakan Go private
Meskipun di Indonesia belum ada pengaturan yang khusus mengatur
mengenai go private, selama ini mekanisme go private dilaksanakan dengan
mengacu pada Peraturan Bapepam-LK (yang beberapa telah diperbaharui
dengan Peraturan OJK), BEI, UUPT, dan UU Pasar Modal, yang diuraikan
sebagai berikut:25
a. Perolehan Persetujuan melalui Rapat Umum Pemegang Saham
(“RUPS”) Independen
Adanya RUPS Independen ini juga berdasarkan Peraturan
Bapepam-LK Nomor IX.E.1 Tentang Benturan Kepentingan Transaksi
Tertentu. Meskipun tindakan go private tidak mengandung benturan
kepentingan, perusahaan yang ingin go private tetap diwajibkan mengikuti
aturan yaitu wajib memperoleh persetujuan dari pemegang saham
independen, sehingga meskipun tidak memiliki suara mayoritas, suara dan
persetujuan dari pemegang saham independen yang umumnya merupakan
pemegang saham minoritas tetap diperhitungkan, karena peraturan tersebut
mensyaratkan bagi bahwa go private hanya dapat dilakukan dengan
persetujuan RUPS Independen yang dihadiri oleh lebih dari 50 % saham
yang dimiliki pemegang saham independen, dan disetujui oleh lebih dari
50 % saham yang dimiliki oleh pemegang saham independen.
Langkah awal yang dilakukan perusahaan yang ingin go private
adalah menyampaikan agenda RUPS Luar Biasa (RUPSLB) mengenai
rencana go private yang mencakup rencana delisting, perubahan status
perusahaan dari terbuka menjadi tertutup, dan perubahan anggaran dasar
terkait, beserta draft surat edaran bagi pemegang saham kepada Bapepam-
LK (sekarang kepada OJK) selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum
pemberitahuan. Salah satu agenda penting yang juga harus diperhatikan
adalah agenda penunjukan penilai independen untuk melakuakn penilaian
atas saham perseroan. Surat edaran kepada pemegang saham yang dimaksud
antara lain mencakup alasan dan latar belakang rencana go private,
penilaian pihak independen atas harga saham perseroan, pihak yang akan
melakukan tender offer, harga penawaran yang direncanakan dan juga
ketentuan-ketentuan Rapat RUPSLB dalam rangka melakukan go private.
Pemberitahuan akan adanya RUPSLB dan surat edaran kepada
pemegang saham harus diumumkan dalam surat kabar selambat-lambatnya
28 (dua puluh delapan) hari sebelum RUPSLB diselenggarakan dan juga
harus diumumkan melalui surat kabar selambat-lambatnya 14 (empat belas)
hari sebelum RUPSLB diselenggarakan. Informasi mengenai rencana go
private akan sangat mempengaruhi harga saham perseroan karena Go
private dilakukan melalui proses penawaran tender atas saham perusahaaan
(tender offer). Untuk menghindari adanya fluktuasi harga, perseroan dapat
25
Boby W. Hernawan dan I Made B. Tirthayatra, <http://made-
tirthayatra.blogspot.co.id/2009/06/go-private-boby-w.html>, diakses pada tanggal 24 September
2017.
14
mengajukan permohonan untuk melakukan suspensasi perdagangan saham
kepada bursa efek dimana perusahaan dicatat.
PT Aqua Golden Mississippi Tbk. mengadakan RUPSLB pada
tanggal 22 September 2010, bertempat di Hotel Ritz Carlton, Jakarta,
diselenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Aqua
Golden Mississippi Tbk. (“Perseroan”) yang memutuskan beberapa
agenda sebagai berikut:26
1. Menyetujui Rencana Go private “Perseroan”, karenanya:
a. Penunjukan Penilai Independen dan menyetujui hasil penilaian
yang telah dilakukan oleh Penilai Independen.
b. Menyetujui penghapusan pencatatan (delisting) saham
“Perseroan” dari Bursa Efek Indonesia.
c. Menyetujui perubahan status “Perseroan” dari perusahaan
terbuka menjadi perusahaan tertutup.
d. Memberikan kewenangan kepada Direksi “Perseroan” untuk
mengambil segala tindakan yang diperlukan dalam pelaksanaan
rencana go private.
2.
a. Menyetujui perubahan seluruh anggaran dasar “Perseroan”
sehubungan dengan perubahan status “Perseroan” menjadi
perusahaan tertutup.
b. Memberikan kewenangan/kuasa kepada Direksi “Perseroan”
antara lain menyatakan perubahan anggaran dasar “Perseroan”,
dengan akta resmi tersendiri dihadapan seorang notaris.
b. Penawaran Tender Secara Sukarela (Tender Offer)
Setelah mendapatkan persetujuan dari mayoritas pemegang saham
minoritas, selanjutnya perusahaan melakukan proses penawaran tender
yang proses dan tata cara penawaran tender tersebut diatur dalam Peraturan
OJK Nomor 54/POJK.04/2015 Tentang Penawaran Tender Sukarela dan
juga dalam Peraturan OJK Nomor 30/POJK.04/2017 Tentang Pembelian
Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Perusahaan Terbuka. Penentuan
harga dalam proses penawaran tender selain mengacu pada Peraturan OJK
tersebut juga mengacu pada aturan Departemen Keuangan Republik
Indonesia Nomor S-2368/BL/2006 tanggal 10 Oktober 2006 tentang
Rencana Go private Perseroan dan peraturan Bursa Efek Indonesia Nomor
I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali
(Relisting) Saham di Bursa. Peraturan-peraturan tersebut memberikan
patokan mengenai harga minimum yang harus dijadikan acuan dalam
menentukan harga realisasi penawaran tender.27
PT Aqua Golden Mississippi Tbk. telah berhasil melaksanakan
penawaran tender sahamnya dengan mengacu pada ketentuan butir 27
26
Surat Keterangan Notaris Ny. Lindasari Bachroem, SH, No. 161/UM/IX/2010 dikutip
dari Cassandra Sarah, Op. Cit., hlm. 65.
27
Penentuan harga objek tender sukarela diatur dalam Pasal 13-16 Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 54/POJK.04/2015 Tentang Penawaran Tender Sukarela.
15
Peraturan Bapepam Nomor IX.F.1 tentang Penawaran Tender, yang
merupakan Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No. Kep. 04/PM2002
tanggal 3 April 2002 (“Peraturan IX.F.1”) dan Surat Bapepam-LK No. S-
9768/BL/2010 tanggal 29 Oktober 2010 tentang Efektifnya Penawaran
Tender oleh PT Tirta Investama (“TIV”) atas 743.383 lembar saham PT
Aqua Golden Mississippi Tbk. (“Perseroan”) yang dimiliki oleh pemegang
saham publik, dan merujuk pada surat PT Tirta Investama No.
071/PD/XII/2010 tanggal 23 Desember 2010 tentang Laporan Hasil
Penawaran Tender Saham PT Aqua Golden Mississippi Tbk. yang Laporan
Final Hasil Penawaran Tender tersebut dimuat dalam Surat No.
001/PD/I/2011 tanggal 4 Januari 2011 Perihal Laporan Hasil Penawaran
Tender Saham PT Aqua Golden Mississippi Tbk.28
c. Pasca Penawaran Tender
Setelah penawaran tender terlaksana, kepemilikan saham investor
menjadi berkurang atau tidak memiliki saham Emiten lagi karena sudah
dikuasai seluruhnya oleh pemegang saham utama dari perusahaan. Dengan
demikian, perusahaan tidak lagi berstatus sebagai Perusahaan Publik.
Dalam go private, Emiten mengajukan penghapusan pencatatan efek secara
sukarela dari bursa (voluntary delisting) yang menyebabkan efek dari
perusahaan tersebut tidak lagi dapat diperdagangkan di bursa.
d. Prosedur Penghapusan Pencatatan Saham di Bursa Secara Sukarela
(Voluntary Delisting)
Berdasarkan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia
Peraturan Nomor I-I: Tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan
Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa Tentang Persyaratan dan
Prosedur Pencatatan Saham di Bursa, prosedur voluntary delisting adalah
sebagai berikut:
1) Delisting atas permohonan perusahaan yang tercatat di hanya dapat
dilakukan apabila hal-hal itu telah memperoleh persetujuan sekurang-
kurangnya 2/3 (dua pertiga) pemegang saham yang bukan pemegang
saham pengendali (pemegang saham minoritas).
2) Dalam hal terdapat pemegang saham yang bukan merupakan pemegang
saham pengendali tidak menyetujui rencana tersebut dalam RUPS,
maka perusahaan tersebut atau pemegang saham pengendali wajib
membeli saham dari pemegang saham yang bukan pemegang saham
pengendali yang tidak setuju tersebut dengan harga sekurang-
kurangnya harga tertinggi di pasar reguler selama 6 (enam) bulan
terakhir sebelum tanggal penyelenggaraan RUPS.
3) Delisting atas permohonan perusahaan tercatat diajukan kepada bursa
selambat-lambatnya 40 (empat puluh) hari bursa sebelum tanggal
delisting diberlakukan dengan mengemukakan alasannya serta
melampirkan berita acara RUPS.
4) Bursa akan memberitahukan pelaksanaan delisting selambat-lambatnya
10 (sepuluh) hari bursa setelah permohonan tersebut diterima dengan
28
Cassandra Sarah, Op. Cit., hlm. 66-67.
16
ketentuan perusahaan tercatat yang bersangkutan selambat-lambatnya
dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari bursa telah menyelesaikan
kewajibannya terhadap pemegang saham yang bukan pemegang saham
pengendali.
5) Bursa mengumumkan rencana delisting tersebut selambat- lambatnya
kurang dari 20 (dua puluh) hari bursa sebelum tanggal delisting
diberlakukan.
6) Delisting menjadi efektif sesuai dengan pengumuman bursa. Dalam
kegiatan pasar modal, delisting tidak secara otomatis merubah status
perusahaan dari terbuka menjadi tertutup (go private). Untuk menjadi
perusahaan tertutup, emiten atau perusahaan publik harus mengajukan
permohonan untuk melakukan go private. Baik emiten yang terkena
delisting dari bursa, ataupun emiten yang mengajukan delisting secara
sukarela, maka status perusahaannya tetap merupakan perusahaan
terbuka sampai diajukannya permohonan untuk menjadi perusahaan
tertutup.
PT Aqua Golden Mississippi Tbk. telah melakukan rangkaian proses
yang termasuk di dalamnya adalah rencana delisting seluruh saham dari Bursa
Efek Indonesia dan rencana perubahan status Aqua yang termaktub dalam Surat
No. 004/AGM/PD/III/2011 Perihal Permohonan Delisting, tertanggal 24 Maret
2011.29
Dengan dilakukannya seluruh proses tersebut, maka Aqua telah
memenuhi persyaratan dan prosedur delisting sebagaimana terdapat dalam
ketentuan Peraturan Nomor I-I Tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan
Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa sehingga Bursa Efek Indonesia
menyetujui penghapusan efek perseroan dari Bursa Efek Indonesia dan
dinyatakan efektif pada tanggal 1 April 2011.30
3. Alasan Belum Adanya Regulasi Tersendiri Mengenai Go private
Go private belum memiliki regulasi tersendiri dikarenakan ketika
perusahaan tersebut sudah go private, saham tidak dijual kepada publik lagi dan
kembali kepada mekanisme awal dimana saham-sahamnya dipegang oleh
beberapa orang/perusahaan saja, sehingga jual beli sahamnya dilakukan dengan
cara-cara yang ditentukan oleh anggaran dasar perseroan, yang pada umumnya
diserahkan kepada kebijaksanaan pemegang saham yang bersangkutan. Berbeda
dengan perusahaan yang ingin go public yang mekanisme dan regulasinya harus
jelas dan diatur lebih rinci, mengingat tujuan awal perusahaan melakukan go
public adalah karena ingin mendapatkan keuntungan dengan menjual sahamnya
untuk ekspansi perusahaan dan memperluas bisnis perusahaan dengan
memperoleh modal tambahan. Perusahaan melakukan go public harus melalui
penawaran umum saham perdana (Initial Public Offering), keuntungan
perusahaan melakukan go public yaitu kesempatan, dengan memanfaatkan dana
dari publik maka kredibilitas perusahaan akan ikut meningkat. Untuk menjadi
29
Ibid., hlm. 68-69.
30
Bursa Efek Indonesia, Nota Dinas ND-00127/BEI.PPR/03-2011 Perihal Persetujuan
Voluntary Delisting PT Aqua Golden Mississippi Tbk, tertanggal 31 Maret 2011, dikutip dari
Cassandra Sarah, Op. Cit., hlm. 69.
17
perusahaan publik dan tercatat di BEI setiap perusahaan harus melalui sejumlah
mekanisme yang diatur oleh UU Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya.
Pada perusahaan yang go private, mekanisme jual beli sahamnya dilakukan
dengan cara-cara yang ditentukan oleh anggaran dasar perseroan31, jadi apabila
pemilik saham tersebut tidak mau menjual, mereka akan tetap menjadi pemilik
saham di perusahaan tertutup tersebut. Dengan demikian, keberadaan regulasi
tersendiri mengenai go private masih belum dianggap perlu karena dengan
menjadi perusahaan tertutup seluruh pelaksanaan kegiatan perusahaan adalah
berdasarkan anggaran dasar perseroan awal dimana mengenai anggaran dasar
beserta kekuatan berlakunya bagi perseroan telah diatur dalam UUPT.
Kemudian, sebagaimana sudah dijelaskan di pembahasan sebelum ini,
tiap tahapan yang dilakukan perusahaan untuk go private sudah memiliki aturan
yang jelas di antaranya: RUPSLB yang selain diatur dalam UUPT juga diatur
dalam Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK) Nomor IX.E.1 Tentang Benturan Kepentingan mengenai
pengambilan keputusan pemegang saham; penawaran tender secara sukarela
(tender offer) yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
54/POJK.04/2015 Tentang Penawaran Tender Sukarela dan Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 30/POJK.04/2017 Tentang Pembelian Kembali Saham
Yang Dikeluarkan Oleh Perusahaan Terbuka; voluntary delisting yang diatur
dalam Peraturan I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan
Kembali (Relisting) Saham di Bursa. Peraturan-peraturan yang sudah ada
tersebut selama ini dijadikan pedoman dalam prosedur go private dan dianggap
sudah mengakomodir untuk menjadi pedoman yang jelas mengenai seluruh
tahapan untuk go private, sehingga belum adanya regulasi tersendiri tidak
menjadi penghalang atau kendala untuk perusahaan melakukan go private.
IV. Penutup
1. Kesimpulan
a. Rencana pelaksaan go private yang diajukan oleh PT Aqua Golden
Mississippi telah mendapatkan persetujuan dari para pemegang saham
dalam Rapat Umum Pemegang Sahan yang diselanggarakan di Hotel Ritz
Carlto pada tanggal 22 September 2010. Beberapa alasan yang
dikemukakan atas rencana tersebut terkait dengan saham-sahamnya yang
tidak liquid yang mengakibatkan para pemegang saham tidak dapat
menjualkan sahamnya. Hal tersebut berkaitan pula dengan saham-saham
yang dimiliki oleh sebanyak 220 pemegang saham minoritas berada di
bawah satu lot (odd-lot) atau kurang dari 500 saham, yang mengakibatkan
tidak dimungkinkan untuk memperdagangkan saham mereka di pasar
regular. Selain itu alasan yang lain dikarenakan adanya konsolidasi dan
integrasi usaha industri pembotolan air minum dalam kemasan dengan
31
Mengingat bunyi Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas yaitu “Terhadap Perseroan berlaku undang-undang ini, anggaran dasar Perseroan, dan
ketentuan peraturanperundang-undangan lainnya.” dimana anggaran dasar Perseroan merupakan
salah satu aturan yang mengikat bagi Perseroan Terbatas.
18
masuknya Danone Asia ke dalam industri di Indonesia, dengan adanya
kebijakan global induk perusahaan Danone Asia untuk membeli saham-
saham yang dimiliki oleh pemegang saham non-strategis dalam
investasinya. Hal-hal tersebut di atas dapat dimungkinkan untuk
dilaksanakan bila telah dilangsungkan mekanisme go private pada PT Aqua
Golden Mississippi.
b. Di Indonesia mekanisme pelaksanaan go private dapat dilakukan melalui
pelaksanaan RUPS dengan memperoleh persetujuan lebih dari 50% saham
pemegang saham yang dihadiri lebih dari 50% saham dari pemegang saham
independen, hal tersebut berdasarkan peraturan Bapepam-LK Nomor
IX.E.1 Tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu. Setelah
mendapat persetujuan, perusahaan melakukan proses penawaran tender
yang diatur dalam Peraturan OJK Nomor 54/POJK.04/2015, penentuan
harga mengacu pada peraturan tersebut dan aturan Departemen Keuangan
Republik Indonesia Nomor S-2368/BL/2006. Setelah tender terlaksana,
saham investor menjadi berkurang dan tidak memiliki saham Emiten karena
pemegang saham utama dipegang oleh perusahaan, maka perusahaan tidak
lagi menjadi perusahaan publik. Selain itu, mekanisme go private dilakukan
dengan prosedur Voluntary Delisting berdasarkan Keputusan Direksi PT
Bursa Efek Indonesia Peraturan Nomor I-I. Pelaksanaan delisting tidak
secara otomatis merubah status perusahaan menjadi tertutup, emiten harus
mengajukan permohonan untuk melakukan go private.
c. Pada dasarnya perusahaan yang telah melaksanakan go private dalam
melaksanakan mekanisme jual beli saham mengikuti ketentuan anggaran
dasar perseroan, karena saham-saham yang ada tidak dijual kepada publik
lagi dan saham-saham yang ada telah dimiliki oleh beberapa orang atau
perusahaan saja sehingga kebijakannya diserahkan kepada pemegang saham
yang bersangkutan dengan kata lain kembali pada apa yang diatur dalam
anggaran dasar perusahaan tertutup tersebut. Untuk tahap-tahap
melaksanakan go private telah memiliki aturan yang dapat digunakan, yaitu
mendasar pada UUPT dan Peraturan Bapepam-LK, Peraturan OJK, dan
Peraturan Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan alasan tersebut, maka dalam
melaksanakan go private belum dianggap perlu adanya regulasi tersendiri
karena telah memiliki ketentuan-ketentuan yang sudah jelas.
2. Saran
Meskipun peraturan tersendiri mengenai mekanisme go private belum
ada dan ketentuan yang selama ini digunakan sebagai acuan tersebar di berbagai
peraturan Bapepam-LK, OJK, BEI, serta peraturan terkait lainnya, untuk
kepentingan efisiensi dan supaya dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan
kebingungan bagi pelaku go private dan masyarakat, akan lebih baik jika dibuat
bagan/sistematika mekanisme pelaksanaan go private yang kemudian
dipublikasikan kepada seluruh stake-holder terkait.
19
V. Daftar Pustaka
Buku
Hariyani, Iswi dan R. Serfianto D.P, Buku Pintar Hukum Bisnis Pasar Modal
Strategi Tepat Investasi Saham, Obligasi, Waran, Right, Opsi,
Reksadana, dan Produk Pasar Modal Syariah, Jakarta: Visimedia, 2010
Henry C. Black, Black’s Law Dictionary, 6th edition, St. Paul, Minn: West
Publishing, Co., 1990
Nasarudin, M. Irsan, et al., Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta:
Kencana, 2010
Nasarudin, M. Irsan dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia,
Jakarta: Kencana, 2004
Surya, Indra dan Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance:
Mengesampingkan Hak-Hak Istimewa demi Kelangsungan Usaha,
Jakarta: Kencana, 2006
Widjaja, Gunawan dan Wulandari Risnamanitis, Go Public dan Go Private di
Indonesia, Jakarta: Kencana (Prenada Media Group), 2007
Skripsi
Peraturan Perundang-Undangan
20
Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
30/POJK.04/2017 Tentang Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan
oleh Perusahaan Terbuka
Bursa Efek Indonesia, Peraturan I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting)
dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa
Internet
21