Reparasi Mutasi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

TUGAS BIOKIMIA II

REPARASI MUTASI

Disusun oleh:
Amanah Firdausa

11030234016 / KA 2011

Ainun Najih

12030234007 / KA 2012

Via Fitria

12030234024 / KB 2012

Cindy Putri Arinta

12030234215 / KA 2012

Arlin Yulianita Pratiwi

12030234221 / KA 2012

Ladhita Triprayoga

12030234227 / KA 2012

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2015

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL..................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3
A. Pengertian Mutasi.................................................................................... 3
B. Jenis-jenis Mutasi.................................................................................... 4
1. Berdasarkan Tempat Terjadinya ........................................................ 4
2. Berdasarkan Sumbernya .................................................................... 4
3. Berdasarkan Bagian yang Bermutasi ................................................. 5
4. Berdasarkan
C. Mekanisme Mutasi ................................................................................. 6
D. Laju Mutasi ............................................................................................
E. Penyebab Mutasi (Mutagen) .................................................................. 9
1. Mutagen Fisik .................................................................................... 9
2. Mutagen Kimiawi .............................................................................. 10
F.Mekanisme Perbaikan DNA ...................................................................
G. Beberapa Penyakit Akibat Mutasi........................................................... 11
1. Kanker ............................................................................................... 11
2. Avian Influenza A (H5N1) .................................................................12
BAB III KESIMPULAN.................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 14

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Genetika adalah salah satu cakupan ilmu biologi molekuler yang merupakan
ilmu pewarisan faktor keturunan (hereditas). Ilmu genetika ini meliputi studi
tentang apa yang dimaksud dengan gen, bagaimana gen dapat membawa
informasi genetik, gen direplikasikan dan dilewatkan dari generasi ke ganerasi,
dan bagaimana gen dapat mengekspresikan informasi di dalam organisme yang
akan menentukan karakteristik organisme yang bersangkutan.
Informasi genetik di dalam sel disebut genom. Genom sel diorganisasi di
dalam kromosom. Kromosom adalah suatu struktur yang mengandung DNA,
dimana DNA secara fisik membawa informasi herediter. Kromosom mengandung
gen yang merupakan segmen dari DNA (kecuali pada beberapa virus RNA),
dimana gen mengkode protein.
DNA adalah makromolekul yang tersusun atas unit berulang yang disebut
nukleotida. Setiap nukleotida terdiri atas basa nitrogen adenine (A), timin (T),
sitosin (cytosine, C), atau guanine (G); deoksiribosa (suatu gula pentose) dan
sebuah gugus fosfat. DNA di dalam sel terdapat sebagai rantai panjang nukleotida
yang berpasangan dan membelit menjadi satu membentuk struktur helix ganda
(double helix). Kedua rantai terkait oleh ikatan hidrogen yang terdapat di antara
basa - basa nitrogennya. Pasangan basa selalu terdapat dalam pola spesifik yaitu
adenine selalu berpasangan dengan timin, dan sitosin selalu berpasangan dengan
guanine. Akibat pasangan basa yang spesifik ini, maka sekuens basa pada satu
rantai menentukan sekuens basa pada rantai pasangannya, sehingga kedua rantai
dikatakan saling komplementer. Informasi genetik dikode oleh sekuens - sekuens
basa disepanjang rantai DNA. Struktur komplementer juga memungkinkan
duplikasi presisi DNA selama proses pembelahan sel.
Suatu gen menentukan suatu protein, dimana urutan nukleotida dalam DNA
menentukan urutan nukleotida dalam RNA yang selanjutnya menentukan urutan
asam amino dalam protein. Perkembangan biologi molekuler menjadi lebih
dipercepat

dengan

munculnya

rekayasa

genetika,

yang

memungkinkan

penggandaan, isolasi gen serta mutasi genetik.

Mutasi ialah perubahan di dalam rangkaian nukleotide suatu gen. Ini


menimbulkan ciri genetis yang baru, atau genotipe yang berubah. Suatu sel atau
organisme yang memperlihatkan efek suatu mutasi disebut mutan. Sekali-sekali
seekor kucing albino muncul diantara saudara-saudara seperindukannya yang
berwarna hitam, atau sebiji kacang polong berwarna kuning diantara kacangkacang polong berwarna hijau. Mutasi adalah peristiwa yang jarang terjadi secara
acak dan timbul secara spontan tanpa memperhatikan persyaratan lingkungan.
Biasanya mutan-mutan di dalam suatu populasi sel tertutupi (tersembunyi) oleh
sel-sel yang tidak mengalami mutasi yang jumlahnya lebih besar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan dapat dibuat suatu
rumusan masalah yaitu
1. Bagaimana pengertian dan proses mutasi genetika pada DNA makhluk
hidup?
2. Bagaimana pengertian dan proses reparasi genetika pada DNA makhluk
hidup?
C. Tujuan
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memahami dan mengetahui
lebih luas mengenai mutasi genetik.
1. Untuk mengetahui pengertian dan proses mutasi genetika pada DNA
makhluk hidup.
2. Untuk mengetahui pengertian dan proses reparasi genetika pada DNA
makhluk hidup.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mutasi
Mutasi berasal dari kata Mutatus (bahasa latin) yang artinya adalah
perubahan. Mutasi didefenisikan sebagai perubahan materi genetik (DNA) yang
dapat diwariskan secara genetis keketurunannya. Istilah mutasi petama kali
digunakan oleh Hugo de Vries, untuk mengemukakan adanya perubahan fenotipe
yang mendadak pada bunga Oenothera lamarckiana dan bersifat menurun.
Ternyata perubahan tersebut terjadi karena adanya penyimpangan dari
kromosomnya. Seth wright juga melaporkan peristiwa mutasi pada domba jenis
Ancon yang berkaki pendek dan bersifat menurun. Penelitian ilmiah tentang
mutasi dilakukan pula oleh Morgan (1910) dengan menggunakan Drosophila
melanogaster (lalat buah). Akhirnya murid Morgan yang bernama Herman Yoseph
Muller berhasil dalam percobaannya terhadap lalat buah, yaitu menemukan mutasi
buatan dengan menggunakan sinar X.
Mutasi adalah perubahan pada materi genetik suatu makhluk yang terjadi
secara tiba-tiba, acak, dan merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup
yang bersifat terwariskan (heritable). Mutasi juga dapat diartikan sebagai
perubahan struktural atau komposisi genom suatu jasad yang dapat terjadi karena
faktor luar (mutagen) atau karena kesalahan replikasi. Peristiwa terjadinya mutasi
disebut mutagenesis. Makhluk hidup yang mengalami mutasi disebut mutan dan
faktor penyebab mutasi disebut mutagen (mutagenic agent).
Perubahan urutan nukleotida yang menyebabkan protein yang dihasilkan
tidak dapat berfungsi baik dalam sel dan sel tidak mampu mentolerir inaktifnya
protein tersebut, maka akan menyebabkan kematian (lethal mutation). Mutasi
dapat mempengaruhi DNA maupun kromosom. DNA dapat dipengaruhi pada saat
sintesis DNA (replikasi). Pada saat tersebut faktor mutagen mempengaruhi
pasangan basa nukleutida sehingga tidak berpasangan dengan basa nukleutida
yang seharusnya (mismatch).

B. Jenis-jenis Mutasi

1. Berdasarkan Tempat Terjadinya


a) Mutasi Gametik
Mutasi yang terjadi pada sel gamet dan mutasi tersebut diwariskan pada
keturunannya. Gen-gen yang mengalami mutasi di dalam gamet dapat berupa
mutasi autosomal (jika gen-gennya terdapat pada kromosom autosomal).
b) Mutasi Somatik
Mutasi yang terjadi pada sel-sel soma (sel tubuh) dan mutasi tersebut tidak
diwariskan pada keturunannya. Kejadian mutasi somatik terjadi pada janin
yang sedang sikandung oleh ibunya dapat mengakibatkan cacat bawaan.
Penyebabnya dapat berupa si ibu terkena sinar radioaktif atau meminum obatobatan atau ramuan jamu yang bersifat mutagenik.
2. Berdasarkan Sumbernya
a) Mutasi Alami (Mutasi Spontan)
Mutasi alami (mutasi spontan) adalah mutasi yang terjadi di alam secara
acak (random), tanpa diketahui sebabnya secara pasti. Mutasi ini jarang terjadi,
tingkat kemungkinannya pun sangat kecil. Mutasi spontan mungkin terjadi
karena mekanisme tertentu di dalam sel yang tidak sempurna. Mutasi spontan
dapat disebabkan oleh beberapa alasan berikut: ketidakstabilan nukleotida,
kesalahan replikasi, serta ketidaksempurnaan meiosis. Umumnya mutasi
spontan bersifat resesif sehingga jarang mampu bertahan hidup. Jika mampu
bertahan hidup maka mutan akan berkembang menghasilkan variasi baru.
Ketidakstabilan Nukleotida, Keempat basa nukleotida dapat bersifat tidak
stabil dan berada pada dua bentuk yang berbeda (tautomer). Saat suatu basa
membentuk tautomernya, basa ini dapat berpasangan dengan basa lainnya yang
berbeda. Misalnya, basa G biasanya berpasangan dengan basa S. Namun, jika
basa G pada kondisi tautomer saat replikasi DNA, maka basa G tersebut akan
berpasangan dengan basa T.Oleh karena itu, ada mutasi basa S ke basa T.
Kesalahan Replikasi DNA polimerase dapat melakukan kesalahan saat
replikasi. Misalnya insersi basa S yang seharusnya basa T. Kebanyakan
kesalahan replikasi semacam ini akan diperbaiki oleh kompleks DNA
polimerase yang mempunyai kemampuan untuk memperbaiki (proofreading).
Namun, kemungkinan kesalahan semacam itu tetap ada dan menjadi permanen.

Ketidaksempurnaan Meiosis, Gagal berpisah dapat terjadi akibat


ketidaksempurnaan proses meiosis yang mengarah pada pembagian kromosom
yang tidak merata, terlalu banyak, atau terlalu sedikit.
b) Mutasi Buatan (Mutasi Terinduksi)
Mutasi Buatan (Mutasi Terinduksi) merupakan mutasi yang berasal dari
luar atau kejadian yang disengaja oleh manusia. Mutasi terinduksi merupakan
program yang dikerjakan oleh para pemulia tanaman dan hewan guna
memperbaiki fenotip tanaman agronomi atau holtikultura serta hewan
budidaya.
3. Berdasarkan Bagian yang Bermutasi
Berdasarkan bagian yang bermutasi, mutasi dibedakan menjadi mutasi
DNA, mutasi gen dan mutasi kromosom.
a) Mutasi DNA
Mutasi DNA terdiri atas:
Mutasi transisi, yaitu suatu pergantian basa purin dengan basa purin lain
atau pergantian basa pirimidin dengan basa pirimidin lain; atau disebut
juga pergantian suatu pasangan basa purin-pirimidin dengan pasangan
purin-pirimidin lain.
Mutasi tranversi, yaitu suatu pergantian antara purin dengan pirimidin
pada posisi yang sama.
Insersi, yaitu penambahan satu atau lebih pasangan nukleotida pada suatu
gen.
Delesi, yaitu pengurangan satu atau lebih pasangan nukleotida pada suatu
gen.
b) Mutasi Gen
Mutasi gen merupakan perubahan yang terjadi pada nukleutida DNA yang
membawa suatu gen tertentu. Mutasi gen pada dasarnya merupakan mutasi
titik. Mutasi titik (point mutation) merupakan perubahan kimiawi pada satu
atau beberapa pasangan basa dalam satu gen tunggal.

Mutasi gen adalah mutasi yang terjadi dalam lingkup gen. Peristiwa yang
terjadi pada mutasi gen adalah perubahan urutan-urutan DNA. Jenis-jenis
mutasi gen adalah sebagai berikut:
Mutasi salah arti (missens mutation), yaitu perubahan suatu kode genetik
(umumnya pada posisi 1 dan 2 pada kodon) sehingga menyebabkan asam
amino terkait (pada polipeptida) berubah. Perubahan pada asam amino
dapat menghasilkan fenotip mutan apabila asam amino yang berubah
merupakan asam amino esensial bagi protein tersebut. Jenis mutasi ini
dapat disebabkan oleh peristiwa transisi dan tranversi.
Mutasi diam (silent mutation), yaitu perubahan suatu pasangan basa dalam
gen (pada posisi 3 kodon) yang menimbulkan perubahan satu kode genetik
tetapi tidak mengakibatkan perubahan atau pergantian asam amino yang
dikode. Mutasi diam biasanya disebabkan karena terjadinya mutasi transisi
dan tranversi.
Mutasi tanpa arti (nonsense mutation), yaitu perubahan kodon asam amino
tertentu menjadi kodon stop. Hampir semua mutasi tanpa arti mengarah
pada inaktifnya suatu protein sehingga menghasilkan fenotip mutan.
Mutasi ini dapat terjadi baik oleh tranversi, transisi, delesi, maupun insersi.
Mutasi perubahan rangka baca (frameshift mutation), yaitu mutasi yang
terjadi karena delesi atau insersi satu atau lebih pasang basa dalam satu
gen sehingga ribosom membaca kodon tidak lengkap. Akibatnya akan
menghasilkan fenotip mutan.
c) Mutasi kromosom
Mutasi kromosom merupakan mutasi yang disebabkan karena perubahan
struktur kromosom atau perubahan jumlah kromosom. Istilah mutasi pada
umumnya digunakan untuk perubahan gen, sedangkan perubahan kromosom
yang dapat diamati dikenal sebagai variasi kromosom atau mutasi besar/ gross
mutation atau aberasi. Mutasi kromosom sering terjadi karena kesalahan pada
meiosis maupun pada mitosis. Pada prinsipnya, mutasi kromosom digolongkan
rnenjadi dua, yaitu sebagai berikut:

Mutasi Komosom Akibat Perubahan Jumlah Kromosom


Mutasi kromosom yang terjadi karena perubahan jumlah kromosom
(ploid) melibatkan kehilangan atau penambahan perangkat kromosom
(genom) disebut euploid, sedang yang terjadi pada hanya pada salah satu
kromosom dari genom disebut aneuploid.
Euploid (Eu = benar; ploid = unit)
Makhluk hidup yang terjadi secara kawin, biasanya bersifat diploid,
memiliki 2 perangkat kromosom atau 2 genom pada sel somatisnya (2n
kromosom). Organisme yang kehilangan 1 set kromosomnya disebut
monoploid. Organisme monoploid memiliki satu genom atau satu
perangkat kromosom (n kromosom) dalam sel somatisnya. Sel kelamin
(gamet), yaitu sel telur (ovum) dan spermatozoa, masing-masing memiliki
satu perangkat kromosom. Satu genom (n kromosom) disebut haploid.
Sedangkan organisme yang memiliki lebih dari dua genom disebut
poliploid. Poliploid dibagi menjadi dua, yaitu otopoliploid, terjadi pada
kromosom homolog, misalnya semangka tak berbiji; dan alopoliploid,
terjadi pada kromosom non homolog, misalnya Rhaphanobrassica (akar
sepeti kol, daun mirip lobak).
Aneuploid (An = tidak; eu = benar; ploid = unit)
Aneupliodi adalah perubahan jumlah n-nya. Mutasi kromosom ini
tidak melibatkan seluruh genom yang berubah, melainkan hanya terjadi
pada salah satu kromosom dari genom. Biasa disebut juga dengan
aneusomik. Macam-macam aneusomik antara lain :
-

Monosomik (2n-1); mutasi karena kekurangan 1 kromosom


Nullisomik (2n-2); mutasi karena kekurangan 2 kromosom
Trisomik (2n+1); mutasi karena kelebihan 1 kromosom
Tetrasomik (2n+2); mutasi karena kelebihan 2 kromosom

Aneusomi pada manusia dapat menyebabkan:


-

Sindrom Turner, dengan kariotipe (22AA+X0). Jumlah kromosomnya


45 dan kehilangan 1 kromosom kelamin. Penderita Sindrom Turner
berjenis kelamin wanita, namun ovumnya tidak berkembang (ovaricular
disgenesis).

Sindrom Klinefelter, kariotipe (22 AA+XXY), mengalami trisomik


pada kromosom gonosom. Penderita Sindrom Klinefelter berjenis
kelamin laki-laki, namun testisnya tidak berkembang (testicular
disgenesis) sehingga tidak bisa menghasilkan sperma (aspermia) dan

mandul (gynaecomastis) serta payudaranya tumbuh.


Sindrom Jacobs, kariotipe (22AA+XYY), trisomik pada kromosom
gonosom. Penderita sindrom ini umumnya berwajah kriminal, suka
menusuk-nusuk mata dengan benda tajam, seperti pensil,dll dan juga
sering berbuat kriminal. Penelitian di luar negeri mengatakan bahwa
sebagian besar orang-orang yang masuk penjara adalah orang-orang

yang menderita Sindrom Jacobs.


Sindrom Patau, kariotipe (45A+XX/XY), trisomik pada kromosom
autosom. kromosom autosomnya mengalami kelainan pada kromosom

nomor 13, 14, atau 15.


Sindrom Edward, kariotipe (45A+XX/XY), trisomik pada autosom.
Autosom mengalami kelainan pada kromosom nomor 16,17, atau 18.
Penderita sindrom ini mempunyai tengkorak lonjong, bahu lebar
pendek, telinga agak ke bawah dan tidak wajar.

Mutasi Kromosom Akibat Perubahan Struktur Kromosom


Mutasi karena perubahan struktur kromosom atau kerusakan bentuk
kromosom disebut juga dengan istilah aberasi. Macam-macam aberasi
dapat dijelaskan sebagai berikut:

Delesi atau defisiensi


Delesi adalah mutasi karena kekurangan segmen kromosom. Macammacam delesi antara lain:
-

Delesi terminal; ialah delesi yang kehilangan ujung segmen kromosom.

Delesi intertitial; ialah delesi yang kehilangan bagian tengah kromosom

Delesi cincin; ialah delesi yang kehilangan segmen kromosom sehingga


berbentuk lingkaran seperti cincin.

Delesi loop; ialah delesi cincin yang membentuk lengkungan pada


kromosom lainnya.

Duplikasi

Mutasi yang dikarenakan kelebihan segmen kromosom. Mutasi ini


terjadi pada waktu meiosis, sehingga memungkinkan adanya kromosom
lain (homolognya) yang tetap normal. Duplikasi menampilkan cara
peningkatan jumlah gen pada kondisi diploid. Dulikasi dapat terjadi
melalui beberapa cara seperti: pematahan kromosom yang kemudian
diikuti dengan transposisi segmen yang patah, penyimpangan dari
mekanisme crossing-over pada meiosis (fase pembelahan sel), rekombinasi
kromosom saat terjadi translokasi, sebagai konsekuensi dari inversi
heterosigot, dan sebagai konsekuensi dari perlakuan bahan mutagen.

Translokasi.
Translokasi ialah mutasi yang mengalami pertukaran segmen
kromosom ke kromosom non-homolog. Macam-macam translokasi antara
lain sebagai berikut:
-

Translokasi homozigot (resiprok)


Translokasi homozigot ialah translokasi yang mengalami pertukaran
segmen kedua kromosom homolog dengan segmen kedua kromosom
non homolog.

Translokasi heterozigot (non-resiprok)


Translokasi heterozigot ialah translokasi yang hanya mengalami
pertukaran satu segmen kromosom ke satu segmen kromosom
nonhomolog.

Translokasi Robertson
Translokasi

Robertson

ialah

translokasi

yang

terjadi

karena

penggabungan dua kromosom akrosentrik menjadi satu kromosom


metasentrik, maka disebut juga fusion (penggabungan).

Inversi
Inversi ialah mutasi yang mengalami perubahan letak gen-gen, karena
selama meiosis kromosom terpilin dan terjadi kiasma. Inversi terjadi
karena kromosom patah dua kali secara simultan setelah terkena energi
radiasi dan segmen yang patah tersebut berotasi 180 o dan menyatu
kembali. Macam-macam inversi antara lain sebagai berikut:

Inversi parasentrik; teriadi pada kromosom yang tidak bersentromer.

lnversi perisentrik; terjadi pada kromosom yang bersentromer.

Isokromosom
lsokromosom ialah mutasi kromosom yang terjadi pada waktu
menduplikasikan diri, pembelahan sentromernya mengalami perubahan
arah pembelahan sehingga terbentuklah dua kromosom yang masingmasing berlengan identik (sama). Dilihat dari pembelahan sentromer maka
isokromosom disebut juga fision, jadi peristiwanya berlawanan dengan
translokasi Robertson (fusion) yang mengalami penggabungan.

Katenasi
Katenasi ialah mutasi kromosom yang terjadi pada dua kromosom
non-homolog yang pada waktu membelah menjadi empat kromosom,
saling bertemu ujung-ujungnya sehingga membentuk lingkaran.

C. Mekanisme Mutasi
D. Laju Mutasi
Laju mutasi adalah peluang terjadinya mutasi pada sebuah gen dalam satu
generasi atau dalam pembentukan satu gamet. Pengukuran laju mutasi penting
untuk dilakukan di dalam genetika populasi, studi evolusi, dan analisis pengaruh
mutagen lingkungan.
Mutasi spontan biasanya merupakan peristiwa yang sangat jarang terjadi
sehingga untuk memperkirakan peluang kejadiannya diperlukan populasi yang
sangat besar dengan teknik tertentu. Salah satu teknik yang telah digunakan untuk
mengukur laju mutasi adalah metode ClB yang ditemukan oleh Herman Muller.
Metode ClB mengacu kepada suatu kromosom X lalat Drosophila melanogaster
yang memiliki sifat-sifat tertentu. Teknik ini dirancang untuk mendeteksi mutasi
yang terjadi pada kromosom X normal.
Kromosom X pada metode ClB mempunyai tiga ciri penting, yaitu (1)
inversi yang sangat besar (C), yang menghalangi terjadinya pindah silang pada
individu betina heterozigot; (2) letal resesif (l); dan (3) marker dominan Bar (B)
yang menjadikan mata sempit (lihat Bab VII). Dengan adanya letal resesif,

10

individu jantan dengan kromosom tersebut dan individu betina homozigot tidak
akan bertahan hidup.
Persilangan pertama dilakukan antara betina heterozigot untuk kromosom
ClB dan jantan dengan kromosom X normal. Di antara keturunan yang diperoleh,
dipilih individu betina yang mempunyai mata Bar untuk selanjutnya pada
persilangan kedua dikawinkan dengan jantan normal. Individu betina dengan mata
Bar ini jelas mempunyai genotipe heterozigot karena menerima kromosom ClB
dari tetua betina dan kromosom X normal dari tetua jantannya. Hasil persilangan
kedua yang diharapkan adalah dua betina berbanding dengan satu jantan. Ada
tidaknya individu jantan hasil persilangan kedua ini digunakan untuk
mengestimasi laju mutasi letal resesif.
Oleh karena pindah silang pada kromosom X dihalangi oleh adanya inversi
(C) pada individu betina, maka semua individu jantan hasil persilangan hanya
akan mempunyai genotipe +

. Kromosom X pada individu jantan ini berasal

dari tetua jantan awal (persilangan pertama). Sementara itu, individu jantan
dengan kromosom X ClB selalu mengalami kematian. Meskipun demikian,
kadang-kadang pada persilangan kedua tidak diperoleh individu jantan sama
sekali. Artinya, individu jantan yang mati tidak hanya yang membawa kromosom
ClB, tetapi juga individu yang membawa kromosom X dari tetua jantan awal. Jika
hal ini terjadi, kita dapat menyimpulkan bahwa kromosom X pada tetua jantan
awal yang semula normal berubah atau bermutasi menjadi kromosom X dengan
letal resesif. Dengan menghitung frekuensi terjadinya kematian pada individu
jantan yang seharusnya hidup ini, dapat dilakukan estimasi kuantitatif terhadap
laju mutasi yang menyebabkan terbentuknya alel letal resesif pada kromosom X.
Ternyata, lebih kurang 0,15% kromosom X terlihat mengalami mutasi semacam
itu selama spermatogenesis, yang berarti bahwa laju mutasi untuk mendapatkan
letal resesif per kromosom X per gamet adalah 1,5 x 10-3.

11

Pada metode ClB tidak diketahui laju mutasi gen tertentu karena kita tidak
dapat memastikan banyaknya gen pada kromosom X yang apabila mengalami
mutasi akan berubah menjadi alel resesif yang mematikan. Namun, semenjak
ditemukannya metode ClB berkembang pula sejumlah metode lain untuk
mengestimasi laju mutasi pada berbagai organisme. Hasilnya menunjukkan bahwa
laju mutasi sangat bervariasi antara gen yang satu dan lainnya. Sebagai contoh,
laju mutasi untuk terbentuknya tubuh berwarna kuning pada Drosophila adalah
10-4 per gamet per generasi, sementara laju mutasi untuk terbentuknya resitensi
terhadap streptomisin pada E. coli adalah 10-9 per sel per generasi.

12

E. Penyebab Mutasi (Mutagen)


1) Mutagen Fisik
Penyebab mutasi dalam lingkungan yang bersifat fisik adalah radiasi dan
suhu. Radiasi sebagai penyebab mutasi dibedakan menjadi radiasi pengion dan
radiasi bukan pengion. Radiasi pengion adalah radiasi berenergi tinggi
sedangkan radiasi bukan pengion adalah radiasi berenergi rendah. Contoh
radiasi pengion adalah radiasi sinar X, sinar gamma, radiasi sinar kosmik.
Contoh radiasi bukan pengion adalah radiasi sinar UV. Radiasi pengion mampu
menembus jaringan atau tubuh makhluk hidup karena berenergi tinggi.
Sementara radiasi bukan pengion hanya dapat menembus lapisan sel-sel
permukaan karena berenergi rendah. Radiasi sinar tersebut akan menyebabkan
perpindahan elektron-elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi. Ataomataom yang memiliki elektron-elektron sedemikian dinyatakan tereksitasi atau
tergiatkan. Molekul-molekul yang mengandung atom yang berada dalam
keadaan tereksitasi maupun terionisasi secara kimiawi lebih reaktif daripada
molekul yang memiliki atom-atom yang berada dalam kondisi stabil. Aktivitas
yang meningkat tersebut mengundang terjadinya sejumlah reaksi kimia,
terutama mutasi. Radiasi pengion dapat menyebabkan terjadinya mutasi gen
dan pemutusan kromosom yang berakibat delesi, duplikasi, insersi, translokasi
serta fragmentasi kromosom umumnya.
2) Mutagen Kimiawi
Penyebab mutasi dalam lingkungan yang bersifat kimiawi disebut juga
mutagen kimiawi. Mutagen-mutagen kimiawi tersebut dapat dipilah menjadi 3
kelompok, yaitu analog basa, agen pengubah basa, dan agen penyela. Senyawa
yang merupakan contoh analog basa adalah 5-Bromourasil (5 BU). 5-BU
adalah analog timin. Dalam hubungan ini posisi karbon ke-5 ditempati oleh
gugus brom padahal posisi itu sebelumnya ditempati oleh gugus metil.
Keberadaan gugus brom mengubah distribusi muatan serta meningkatkan
peluang terjadinya tautomerik.
Senyawa yang tergolong agen pengubah basa adalah mutagen yang secara
langsung mengubah struktur maupun sifat kimia dari basa, yang termasuk
kelompok ini adalah agen deaminasi, agen hidroksilasi serta agen alkilasi.

13

Perlakuan dengan asam nitrit, misalnya, terhadap sitosin akan menghasilkan


urasil yang berpasangan dengan adenin sehingga terjadi mutasi dari pasangan
basa S-G menjadi T-A. Agen hidroksilasi adalah mutagen hydroxammin yang
bereaksi khusus dengan sitosin dan menguabhnya sehingga sitosisn hanya
dapat berpasangan dengan adenin. Sebagai akibatnya terjadi mutasi dari SG
menjadi TA.
Agen alkilasi mengintroduksi gugus alkil ke dalam basa pada sejumlah
posisi sehingga menyebabkan perubahan basa yang akibatnya akan terbentuk
pasangan basa yang tidak lazim. Senyawa yang tergolong agen interkalasi akan
melakukan insersi antara basa-basa yang berdekatan pada sati atau kedua
unting DNA. Contoh agen interkalasi adalah proflavin, aeridine, ethidium
bromide, dioxin, dan ICR-70.
F. Mekanisme Perbaikan DNA
Iradiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet (UV) dapat menghasilkan pengaruh, baik letal
maupun mutagenik, pada semua jenis virus dan sel. Pengaruh ini disebabkan
oleh terjadinya perubahan kimia pada basa DNA akibat absorpsi energi dari
sinar tersebut. Pengaruh terbesar yang ditimbulkan oleh iradiasi sinar UV
adalah terbentuknya pirimidin dimer, khususnya timin dimer, yaitu saling
terikatnya dua molekul timin yang berurutan pada sebuah untai DNA.
Dengan adanya timin dimer, replikasi DNA akan terhalang pada posisi
terjadinya timin dimer tersebut. Namun, kerusakan DNA ini pada umumnya
dapat diperbaiki melalui salah satu di antara empat macam mekanisme, yaitu
fotoreaktivasi, eksisi, rekombinasi, dan SOS.
Fotoreaktivasi
Mekanisme perbaikan ini bergantung kepada cahaya. Dengan adanya
cahaya, ikatan antara timin dan timin akan terputus oleh suatu enzim
tertentu. Sebenarnya enzim tersebut telah mengikat dimer, baik ketika ada
cahaya maupun tidak ada cahaya. Akan tetapi, aktivasinya memerlukan
spektrum biru cahaya sehingga enzim tersebut hanya bisa bekerja apabila
ada cahaya.

14

Eksisi
Perbaikan dengan cara eksisi merupakan proses enzimatik bertahap
yang diawali dengan pembuangan dimer dari molekul DNA, diikuti oleh
resintesis segmen DNA baru, dan diakhiri oleh ligasi segmen tersebut
dengan untai DNA. Ada dua mekanisme eksisi yang agak berbeda. Pada
mekanisme pertama, enzim endonuklease melakukan pemotongan (eksisi)
pada dua tempat yang mengapit dimer. Akibatnya, segmen yang membawa
dimer akan terlepas dari untai DNA. Pembuangan segmen ini kemudian
diikuti oleh sintesis segmen baru yang akan menggantikannya dengan
bantuan enzim DNA polimerase I. Akhirnya, segmen yang baru tersebut
diligasi dengan untai DNA sehingga untai DNA ini sekarang tidak lagi
membawa dimer.
Pada mekanisme yang kedua pemotongan mula-mula hanya terjadi
pada satu tempat, yakni di sekitar dimer. Pada celah yang terbentuk akibat
pemotongan tersebut segera terjadi sintesis segmen baru dengan urutan basa
yang benar. Pada waktu yang sama terjadi pemotongan lagi pada segmen
yang membawa dimer sehingga segmen ini terlepas dari untai DNA. Seperti
pada mekanisme yang pertama, proses ini diakhiri dengan ligasi segmen
yang baru tadi dengan untai DNA.
Rekombinasi
Berbeda dengan dua mekanisme yang telah dijelaskan sebelumnya,
perbaikan kerusakan DNA dengan cara rekombinasi terjadi setelah replikasi
berlangsung. Oleh karena itu, mekanisme ini sering juga dikatakan sebagai
rekombinasi pascareplikasi.
Ketika DNA polimerase sampai pada suatu dimer, maka polimerisasi
akan terhenti sejenak untuk kemudian dimulai lagi dari posisi setelah dimer.
Akibatnya, untai DNA hasil polimerisasi akan mempunyai celah pada posisi
dimer. Mekanisme rekombinasi pada prinsipnya merupakan cara untuk
menutup celah tersebut menggunakan segmen yang sesuai pada untai DNA
cetakan yang membawa dimer. Untuk jelasnya, skema mekanisme tersebut
dapat dilihat pada Gambar 11.8.

15

DNA yang membawa dimer pada kedua untainya melakukan


replikasi (Gambar 11.8.a) sehingga pada waktu garpu replikasi mencapai
dimer akan terbentuk celah pada kedua untai DNA yang baru (Gambar
11.8.b). Celah akan diisi oleh segmen yang sesuai dari masing-masing untai
DNA cetakan yang membawa dimer. Akibatnya, pada untai DNA cetakan
terdapat segmen yang hilang. Jadi, sekarang kedua untai DNA cetakan selain
membawa dimer juga mempunyai celah, sedangkan kedua untai DNA baru
tidak mempunyai celah lagi (Gambar 11.8.c). Akhirnya, segmen penutup
celah akan terligasi dengan sempurna pada masing-masing untai DNA baru
(Gambar 11.8.d).
Mekanisme SOS
Mekanisme perbaikan DNA dengan sistem SOS dapat dilihat sebagai jalan
pintas yang memungkinkan replikasi tetap berlangsung meskipun harus melintasi
dimer. Hasilnya berupa untai DNA yang utuh tetapi sering kali sangat defektif.
Oleh karena itu, mekanisme SOS dapat dikatakan sebagai sistem perbaikan yang
rentan terhadap kesalahan.

16

Ketika sistem SOS aktif, sistem penyuntingan oleh DNA polimerase III
justru menjadi tidak aktif. Hal ini dimaksudkan agar polimerisasi tetap dapat
berjalan melintasi dimer. Untai DNA yang baru akan mempunyai dua basa adenin
berurutan pada posisi dimer (dalam kasus timin dimer). Dengan sendirinya, kedua
adenin ini tidak dapat berpasangan dengan timin karena kedua timin berada dalam
bentuk dimer. Sistem penyuntingan tidak dapat memperbaiki kesalahan ini karena
tidak aktif, sedangkan sistem perbaikan salah pasangan sebenarnya dapat
memperbaikinya. Namun, karena jumlah dimer di dalam setiap sel yang
mengalami iradiasi UV biasanya begitu banyak, maka sistem perbaikan salah
pasangan tidak dapat memperbaiki semua kesalahan yang ada. Akibatnya, mutasi
tetap terjadi. Pengaruh mutagenik iradiasi UV memang hampir selalu merupakan
akibat perbaikan yang rentan terhadap kesalahan.

Radiasi pengion
Radiasi pengion mempunyai energi yang begitu besar sehingga molekul air
dan senyawa kimia lainnya yang terkena olehnya akan terurai menjadi fragmenfragmen bermuatan listrik. Semua bentuk radiasi pengion akan menyebabkan

17

pengaruh mutagenik dan letal pada virus dan sel. Radiasi pengion meliputi sinar X
beserta partikel-partikelnya dan radiasi yang dihasilkan oleh unsur-unsur
radioaktif seperti partikel , , dan sinar .
Intensitas radiasi pengion dinyatakan secara kuantitatif dengan beberapa
macam cara. Ukuran yang paling lazim digunakan adalah rad, yang didefinisikan
sebagai besarnya radiasi yang menyebabkan absorpsi energi sebesar 100 erg pada
setiap gram materi.
Frekuensi mutasi yang diinduksi oleh sinar X sebanding dengan dosis
radiasi yang diberikan. Sebagai contoh, frekuensi letal resesif pada kromosom X
Drosophila meningkat linier sejalan dengan meningkatnya dosis radiasi sinar X.
Pemaparan sebesar 1000 rad meningkatkan frekuensi mutasi dari laju mutasi
spontan sebesar 0,15% menjadi 3%. Pada Drosophila tidak terdapat ambang
bawah dosis pemaparan yang yang tidak menyebabkan mutasi. Artinya,
betapapun rendahnya dosis radiasi, mutasi akan tetap terinduksi.
Pengaruh mutagenik dan letal yang ditimbulkan oleh radiasi pengion
terutama berkaitan dengan kerusakan DNA. Ada tiga macam kerusakan DNA
yang disebabkan oleh radiasi pengion, yaitu kerusakan pada salah satu untai,
kerusakan pada kedua untai, dan perubahan basa nukleotida. Pada eukariot radiasi
pengion dapat menyebabkan kerusakan kromosom, yang biasanya bersifat letal.
Akan tetapi, pada beberapa organisme terdapat sistem yang dapat memperbaiki
kerusakan kromosom tersebut meskipun perbaikan yang dilakukan sering
mengakibatkan delesi, duplikasi, inversi, dan translokasi.
Radiasi pengion banyak digunakan dalam terapi tumor. Pada prinsipnya
perlakuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan frekuensi kerusakan kromosom
pada sel-sel yang sedang mengalami mitosis. Oleh karena tumor mengandung
banyak sekali sel yang mengalami mitosis sementara jaringan normal tidak, maka
sel tumor yang dirusak akan jauh lebih banyak daripada sel normal yang dirusak.
Namun, tidak semua sel tumor mengalami mitosis pada waktu yang sama. Oleh
karena itu, iradiasi biasanya dilakukan dengan selang waktu beberapa hari agar
sel-sel tumor yang semula sedang beristirahat kemudian melakukan mitosis.

18

Diharapkan setelah iradiasi diberikan selama kurun waktu tertentu, semua sel
tumor akan rusak.

G. Beberapa Penyakit Akibat Mutasi


1. Kanker
Sel kanker adalah sel normal yang mengalami mutasi/perubahan genetik
dan tumbuh tanpa terkoordinasi dengan sel-sel tubuh lain. Proses pembentukan
kanker (karsinogenesis) merupakan kejadian somatik dan sejak lama diduga
disebabkan karena akumulasi perubahan genetic dan epigenetik yang
menyebabkan

perubahan

pengaturan

normal

kontrol

molekuler

perkembangbiakan sel. Perubahan genetik tersebut dapat berupa aktivasi protoonkogen dan atau inaktivasi gen penekan tumor yang dapat memicu
tumorigenesis dan memperbesar progresinya. Banyak sekali percobaan (bahkan
sampai jutaan) telah dilakukan untuk mempelajari karakteristika suatu kanker
dengan menggunakan hewan percobaan seperti tikus, mencit, anjing, domba,
bahkan organisme bersel tunggal, dll.
Sel kanker yang tak mampu berinteraksi secara sinkron dengan lingkungan
dan membelah tanpa kendali bersaing dengan sel normal dalam memperoleh
bahan makanan dari tubuh dan oksigen. Tumor dapat menggantikan jaringan
sehat dan terkadang menyebar ke bagian lain dari tubuh yakni suatu proses
pemendekan umur yang lazim disebut metastasis. Potensi metastasis ini
diperbesar oleh perubahan genetik yang lain. Jika tidak diobati, kebanyakan
kanker mengarah ke pesakitan dan bahkan kematian. Kanker muncul melalui
perubahan genetik rangkap/ganda dalam sel induk dari organ tubuh. Sebagian
perubahan yang tidak dapat dihapuskan akan terus menumpuk bersamaan
dengan bertambahnya umur dan tidak dapat dihindari, akan tetapi predisposisi
genetik, faktor lingkungan dan yang paling banyak yakni gaya hidup adalah
factor-faktor yang penting. Beberapa orang lahir dengan mutasi tertentu dalam
DNA-nya yang dapat mengarah ke kanker. Sebagai contoh, seorang wanita
lahir dengan mutasi pada gen yang disebut BRCA1 akan membentuk kanker
payudara atau rahim jauh lebih banyak daripada wanita yang tidak mempunyai
mutasi demikian.

19

Karsinogen eksogen (dari luar) dan proses biologik endogen dapat


menyebabkan mutasi delesi, insersi atau substitusi basa baik transisi maupun
transversi. Mekanisme endogen kerusakan DNA yang telah diketahui dengan
baik adalah fenomena deaminasi 5-metilsitosin.
Metilasi DNA adalah merupakan mekanisme epigenetik yang melibatkan
pengaturan ekspresi suatu gen. Residu sitosin dan 5-metilsitosin masingmasing dapat secara spontan dideaminasi menjadi urasil dan timin yang jika
tidak diperbaiki akan menyebabkan mutasi transisi G:CA:T. Mutasi ini
paling banyak terjadi pada dinukleotida CpG (sitosin diikuti oleh guanin) yang
seringkali mengalami metilasi. Studi spektrum mutasi menyatakan adanya
corak khas perubahan DNA yang diinduksi oleh mutagen endogen dan eksogen
tertentu dalam gen yang berhubungan dengan kanker.
Selama masa hidupnya, sel normal senantiasa terkena pajanan berbagai
tekanan (stress) endogen dan eksogen yang dapat merubah karakter normalnya
yang melibatkan perubahan genetik. Perubahan genetik yang dapat
menyebabkan mutasi sangat membahayakan sel karena akan dapat diwariskan
ke sel keturunannya dan mengarah ke pembentukan neoplasia Mutasi p53
adalah perubahan genetik yang paling umum ditemukan pada kanker manusia
dan fungsi p53 hilang secara tidak langsung baik oleh eksklusi inti, interaksi
dengan protein virus seperti pada kanker serviks, ataupun melalui interaksinya
dengan overekspresi protein mdm2. Gen p53 berperan dalam pengaturan siklus
sel dengan mengontrol sejumlah gen termasuk gen untuk apoptosis jika
kerusakannya berat
2. Avian Influenza A (H5N1)
Mutasi genetik virus avian influenza seringkali terjadi sesuai dengan
kondisi dan lingkungan replikasinya. Mutasi gen ini tidak saja untuk
mempertahankan

diri

akan

tetapi

juga

dapat

meningkatkan

sifat

patogenisitasnya. Penelitian terhadap virus H5N1 yang diisolasi dari pasien


yang terinfeksi pada tahun 1997, menunjukkan bahwa mutasi genetik pada
posisi 627 dari gen PB2 yang mengkode ekspresi polymesase basic protein
(Glu627Lys) telah menghasilkan highly cleavable hemagglutinin glycoprotein
yang merupakan faktor virulensi yang dapat meningkatkan aktivitas replikasi

20

virus H5N1 dalam sel hospesnya (Hatta M, et. al. 2001). Disamping itu adanya
substitusi pada nonstructural protein (Asp92Glu), menyebabkan H5N1 resisten
terhadap interferon dan tumor necrosis factor (TNF-) secara invitro (Seo
SH, et.al. 2002). Infeksi virus H5N1 dimulai ketika virus memasuki sel hospes
setelah terjadi penempelan spikes virion dengan reseptor spesifik yang ada di
permukaan sel hospesnya. Virion akan menyusup ke sitoplasma sel dan akan
mengintegrasikan materi genetiknya di dalam inti sel hospesnya, dan dengan
menggunakan mesin genetik dari sel hospesnya, virus dapat bereplikasi
membentuk virion-virion baru, dan virion-virion ini dapat menginfeksi kembali
sel-sel disekitarnya.
Dari beberapa hasil pemeriksaan terhadap spesimen klinik yang diambil
dari penderita ternyata avian influenza H5N1 dapat bereplikasi di dalam sel
nasofaring (Peiris JS,et.al. 2004), dan di dalam sel gastrointestinal (de Jong
MD, 2005, Uiprasertkul M,et.al.2005). Virus H5N1 juga dapat dideteksi di
dalam darah, cairan serebrospinal, dan tinja pasien (WHO,2005). Fase
penempelan (attachment) adalah fase yang paling menentukan apakah virus
bisa masuk atau tidak ke dalam sel hospesnya untuk melanjutkan replikasinya.
Virus influenza A melalui spikes hemaglutinin (HA) akan berikatan dengan
reseptor yang mengandung sialic acid (SA) yang ada pada permukaan sel
hospesnya. Ada perbedaan penting antara molekul reseptor yang ada pada
manusia dengan reseptor yang ada pada unggas atau binatang. Pada virus flu
burung, mereka dapat mengenali dan terikat pada reseptor yang hanya terdapat
pada jenis unggas yang terdiri dari oligosakharida yang mengandung Nacethylneuraminic acid -2,3-galactose (SA -2,3-Gal), dimana molekul ini
berbeda dengan reseptor yang ada pada manusia. Reseptor yang ada pada
permukaan sel manusia adalah SA -2,6-galactose (SA -2,6-Gal), sehingga
secara teoritis virus flu burung tidak bisa menginfeksi manusia karena
perbedaan reseptor spesifiknya. Namun demikian, dengan perubahan hanya 1
asam amino saja konfigurasi reseptor tersebut dapat dirubah sehingga reseptor
pada manusia dikenali oleh HPAI-H5N1. Potensi virus H5N1 untuk melakukan
mutasi inilah yang dikhawatirkan sehingga virus dapat membuat varian-varian

21

baru dari HPAI-H5N1 yang dapat menular antar manusia ke manusia (Russel
CJ and Webster RG.2005, Stevens J. et. al. 2006).

22

BAB III
KESIMPULAN

23

Anda mungkin juga menyukai