PROPOSAL - Kegawatdaruratan Psikiatri

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL PENYULUHAN

KEGAWATDARURATAN
PSIKIATRI

Disusun oleh :
Rika Hendris 2007730104
Indah Kusumo W. P 1102010129
Ristianti Affandi 1102010248
Pembimbing :

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RS JIWA ISLAM KLENDER JAKARTA
JULI 2015
0

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan
Rahmat-Nya sehingga tim penulis dapat menyelesaikan Proposal Penyuluhan yang berjudul
Kegawatdaruratan Psikiatri yang merupakan salah satu pemenuhan syarat kelulusan di
Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Jiwa Islam Klender.
Terima kasih tim penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak membantu
dalam penyusunan proposal penyuluhan ini, khususnya kepada konsulen bagian Ilmu
Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Jiwa Islam Klender sebagai pembimbing yang telah
memberikan saran, bimbingan, serta pengarahan dalam penulisan karya ilmiah ini. Tim
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dokter muda sejawat dan semua
pihak yang ikut berkontribusi.
Tim penulis menyadari sepenuhnya bahwa proposal penyuluhan ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu tim penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak guna
menyempurnakan proposal penyuluhan ini. Semoga karya ini bisa bermanfaat bagi para
pembaca pada umumnya dan mahasiswa kedokteran pada khususnya.
Sekian dan terima kasih. Wassalamualaikum Wr.Wb.

Jakarta,

Juli 2015

Tim Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ 2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... 3
SATUAN ACARA PENYULUHAN..................................................................................... 4
BAB I : PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang ...................................................................................................... 6
I.2. Tujuan Penulisan ................................................................................................... 6
I.3. Manfaat Penulisan ................................................................................................. 7
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi ................................................................................................................. 8
II.2. Tujuan Rehabilitasi .............................................................................................. 8
II.3. Kriteria Rehabilitan .............................................................................................. 9
II.4. Tim Rehabilitasi ................................................................................................... 9
II.5. Tahap Rehabilitasi ................................................................................................ 9
II.6. Jenis Kegiatan Rehabilitasi................................................................................... 9
BAB III : PENUTUP
III.1. KESIMPULAN .................................................................................................. 13
III.2. SARAN .............................................................................................................. 13

SATUAN ACARA PENYULUHAN KEGAWATDARURATAN MEDIK

Topik
Sub Topik
Hari/Tanggal
Waktu
Sasaran

: Kegawatdaruratan Psikiatri
: Mengenal lebih dalam tentang Kegawatdaruratan Psikiatri
:
: s/d selesai
: Pasien dan Keluarga pasien rawat jalan di poliklinik dewasa
RS Jiwa Islam, Klender
Jumlah Peserta
: Target Lebih dari 15 orang
Tempat
: RS Jiwa Islam Klender
I.

LATAR BELAKANG
Tindakan bunuh diri, kekerasan dan penyalahgunaan zat merupakan masalahmasalah serius yang perlu intervensi segera. Ketiga kondisi tersebut merupakan
sebagian dari pelbagai kondisi kegawatdaruratan psikiatrik. Pemahaman kesehatan
oleh masyarakat kita yang belum merata bahwa kasus-kasus tersebut merupakan
keadaan yang perlu pertolongan segera, menyebabkan dokter akan lebih banyak
menemui kasus-kasus kegawatdaruratan psikiatrik dalam kondisi yang telah lanjut.
Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik dilakukan oleh para profesional di bidang
kedokteran, ilmu perawatan, psikologi dan pekerja sosial. Permintaan untuk layanan
kegawatdaruratan psikiatrik dengan cepat meningkat di seluruh dunia sejak tahun
1960, terutama di perkotaan.

II.

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan tentang pentingnya mengetahui
Kegawatdaruratan Psikiatrik, diharapkan pasien dan keluarga pasien yang merupakan
sasaran dari penyuluhan ini memahami tentang Kegawatdaruratan Psikiatrik.

III.

IV.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit diharapkan para peserta dapat :
1. Memahami tentang pengertian kegawatdaruratan psikiatrik
2. Memahami tentang penyebab kegawatdaruratan psikiatrik
3. Memahami tentang gejala klinis kegawatdaruratan psikiatrik
4. Memahami tentang tindkan pada kegawatdaruratan psikiatrik
MATERI (TERLAMPIR)
1. Pengertian Kegawatdaruratan Psikiatrik
2. Penyebab Kegawatdaruratan Psikiatrik
3. Jenis Kegawatdaruratan Psikiatrik
4. Penatalaksanaan pada Kegawatdaruratan Psikiatrik
4

V.

MEDIA
1. Laptop
2. LCD
3. Microphone
4. Leaflet

VI.

METODE
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya jawab

VII. KEGIATAN PENYULUHAN


NO

Kegiatan

1.

Pembukaan

2.

Isi

3.

Penutup

Penyuluhan
Mengucap salam

Memperkenalkan diri
Penyampaian isi materi
Menyimpulkan materi

Memperhatikan
Memperhatikan
Memperhatikan

Memberi

Aktif bertanya

kesempatan

peserta untuk bertanya

Audiance
Menjawab salam

Menjawab salam

Waktu
5 menit
15 menit

10 menit

Menutup dan mengucap


salam

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Kegawatdaruratan Psikiatri merupakan cabang Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kedokteran
Kegawatdaruratan, yang dibentuk untuk menghadapi kasus kegawatdaruratan yang
memerlukan intervensi psikiatrik. Tempat pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik antara lain
di rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, klinik dan sentra primer. Kasus kegawatdaruratan
psikiatrik meliputi gangguan pikiran, perasaan dan perilaku yang memerlukan intervensi
terapeutik segera.
Para profesional yang bekerja pada pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik umumnya
beresiko tinggi mendapatkan kekerasan akibat keadaan mental pasien mereka. Pasien
biasanya datang atas kemauan pribadi mereka, dianjurkan oleh petugas kesehatan lainnya,
atau tanpa disengaja. Penatalaksanaan pasien yang menuntut intervensi psikiatrik pada
umumnya meliputi stabilisasi krisis dari masalah hidup pasien yang bisa meliputi gejala atau
kekacauan mental baik sifatnya kronis ataupun akut.
Dokter masa kini harus mengembangkan perannya untuk menjadi bagian dari ruang
gawat darurat psikiatrik. Sebagai ujung tombak di lapangan, peran dokter umum sangat
penting dalam hal ini adalah sebagai bagian dari pelayanan kegawatdaruratan medik.

I.2. TUJUAN PENULISAN


1. Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang Kegawatdaruratan Psikiatrik
2. Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang penyebab Kegawatdaruratan
Psikiatrik
3. Agar

pembaca

dapat

mengetahui

dan

memahami

tentang

gejala

klinis

Kegawatdaruratan Psikiatrik
4. Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami tindakan pada Kegawatdaruratan
Psikiatrik
5. Sebagai salah satu syarat kelulusan di Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa di
RSIJ Klender.

I.3. MANFAAT PENULISAN


1.

Agar lebih memahami tentang Kegawatdaruratan Psikiatrik

2.

Agar lebih memahami tentang penyebab Kegawatdaruratan Psikiatrik

3.

Memahami tentang gejala klinis Kegawatdaruratan Psikiatrik

4.

Memahami tindakan pada Kegawatdaruratan Psikiatrik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. DEFINISI
Kegawatdaruratan psikiatri adalah setiap gangguan dalam pikiran, perasaan, atau
tindakan yang membahayakan diri dan hidup individu bersangkutan yang memerlukan
intervensi teraputik segera.
Kondisi pada keadaan kegawatdaruratan psikiatrik meliputi percobaan bunuh diri,
ketergantungan obat, intoksikasi alkohol, depresi akut, adanya delusi, kekerasan, serangan
panik, dan perubahan tingkah laku yang cepat dan signifikan, serta beberapa kondisi medis
lainnya yang mematikan dan muncul dengan gejala psikiatrik umum. Kegawatdaruratan
psikiatrik ada untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini. Kemampuan dokter untuk
mengidentifikasi dan menangani kondisi ini sangatlah penting.
II.2. Kondisi Kegawatdaruratan Psikiatrik
A. Gaduh Gelisah
Keadaan gaduh gelisah bukanlah diagnosis dalam arti kata sebenarnya, tetapi hanya
menunjuk pada suatu keadaan tertentu, suatu sindrom dengan sekelompok gejala tertentu.
Keadaan gaduh gelisah dipakai sebagai sebutan sementara untuk suatu gambaran
psikopatologis dengan ciri-ciri utama gaduh dan gelisah.
Etiologi :
a.

Kondisi gaduh gelisah

b.

Dampak tindak kekerasan

c.

Bunuh diri

d.

Gejala ekstrapiramidal akibat penggunaan obat

e.

Delirium

1. Psikosis karena gangguan mental organik: delirium


Pasien dengan keadaan gaduh-gelisah yang berhubungan dengan sindroma otak
organik akut menunjukkan kesadaran yang menurun. Sindroma ini dinamakan delirium.
Istilah sindroma otak organik menunjuk kepada keadaan gangguan fungsi otak karena
suatu penyakit badan.
Penyakit badan ini yang menyebabkan gangguan fungsi otak itu mungkin terdapat di
otak sendiri dan karenanya mengakibatkan kelainan patologik-anatomik (misalnya
8

meningo-ensefalitis, gangguan pembuluh darah otak, neoplasma intracranial, dan


sebagainya), atau mungkin terletak di luar otak (umpamanya tifus abdominalis,
pneumonia, malaria, uremia, keracunan atropine/kecubung atau alcohol, dan sebagainya)
dan hanya mengakibatkan gangguan fungsi otak dengan manifestasi sebagai psikosa atau
keadaan gaduh-gelisah, tetapi tidak ditemukan kelainan patologik-anatomik pada otak
sendiri.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada sindrom otak organik akut biasanya
terdapat kesadaran menurun sedangkan pada sindrom otak organik menahun biasanya
terdapat dementia. Akan tetapi suatu sindrom otak organik menahun (misalnya tumor
otak, demensia paralitika, aterosklerosis otak, dan sebagainya) dapat saja pada suatu
waktu menimbulkan psikosis atau pun keadaan gaduh gelisah. Untuk mengetahui
penyebabnya secara lebih tepat, perlu sekali dilakukan evaluasi internal dan neurologis
yang teliti.
2. Skizofrenia dan gangguan skizotipal
Bila kesadaran tidak menurun, maka biasanya keadaan gaduh gelisah itu merupakan
manifestasi suatu psikosis dari kelompok ini, yaitu psikosis yang tidak berhubungan atau
sampai sekarang belum diketahui dengan pasti adanya hubungan dengan suatu penyakit
badaniah seperti pada gangguan mental organik.
Skizofrenia merupakan psikosis yang paling sering didapat di negara kita. Secara
mudah dapat dikatakan bahwa bila kesadaran tidak menurun dan terdapat inkoherensi
serta afek-emosi yang inadequate, tanpa frustasi atau konflik yang jelas maka hal ini
biasanya suatu skizofrenia. Diagnosa kita diperkuat bila kelihatan juga tidak ada
perpaduan (disharmoni) antara berbagai aspek kepribadian seperti proses berpikir, afekemosi, psikomotorik dan kemauan (kepribadian yang retak, terpecah-belah atau
bercabang = schizo; jiwa = phren), yaitu yang satu meningkat, tetapi yang lain menurun.
Pokok gangguannya terletak pada proses berpikir.
Dari berbagai jenis skizofrenia, yang sering menimbulkan keadaan gaduh-gelisah
ialah episode skizofrenia akut dan skizofrenia jenis gaduh-gelisah katatonik. Di samping
psikomotor yang meningkat, pasien menunjukkan inkoherensi dan afek-emosi yang
inadequate. Proses berpikir sama sekali tidak realistik lagi.
3. Gangguan psikotik akut dan sementara
Gangguan ini timbul tidak lama sesudah terjadi stress psikologik yang dirasakan hebat
sekali oleh individu. Stress ini disebabkan oleh suatu frustasi atau konflik dari dalam
ataupun dari luar individu yang mendadak dan jelas, umpamanya dengan tiba-tiba
9

kehilangan seorang yang dicintainya, kegagalan, kerugian dan bencana.Gangguan


psikotik akut yang biasanya disertai keadaan gaduh-gelisah adalah gaduh-gelisah reaktif
dan kebingungan reaktif.
4. Psikosis bipolar
Psikosis bipolar termasuk dalam kelompok psikosa afektif karena pokok gangguannya
terletak pada afek-emosi. Tidak jelas ada frustasi atau konflik yang menimbulkan
gangguan mental ini. Belum ditemukan juga penyakit badaniah yang dianggap
berhubungan dengan psikosa bipolar, biarpun penelitian menunjuk kearah itu. Tidak
ditemukan juga disharmoni atau keretakan kepribadian seperti pada skizofrenia; pada
jenis depresi ataupun mania, bila aspek afek-emosinya menurun, maka aspek yang lain
juga menurun, dan sebaliknya.
Pada psikosa bipolar jenis mania tidak terdapat inkoherensi dalam arti kata yang
sebenarnya, tetapi pasien itu memperlihatkan jalan pikiran yang meloncat-loncat atau
melayang (flight of ideas). Ia merasa gembira luar biasa (efori), segala hal dianggap
mudah saja. Psikomotorik meningkat, banyak sekali berbicara (logorea) dan sering ia
lekas tersinggung dan marah.
5. Amok
Amok adalah keadaan gaduh-gelisah yang timbul mendadak dan dipengaruhi oleh
faktor-faktor sosiobudaya. Karena itu PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan Diagnosa
Gangguan Jiwa ke-III di Indonesia) memasukkannya ke dalam kelompok Fenomena dan
Sindrom yang Berkaitan dengan Faktor Sosial Budaya di Indonesia (culture bound
phenomena). Efek malu (pengaruh sosibudaya) memegang peranan penting. Biasanya
seorang pria, sesudah periode meditasi atau tindakan ritualistik, maka mendadak ia
bangkit dan mulai mengamuk. Ia menjadi agresif dan destruktif, mungkin mula-mula
terhadap yang menyebabkan ia malu,tetapi kemudian terhadap siapa saja dan apa saja
yang dirasakan menghalanginya. Kesadaran menurun atau berkabut (seperti dalam
keadaan trance). Sesudahnya terdapat amnesia total atau sebagian. Amok sering berakhir
karena individu itu dibuat tidak berdaya oleh orang lain, karena kehabisan tenaga atau
karena ia melukai diri sendiri, dan mungkin sampai ia menemui ajalnya.
Menilai dan Memprediksi Perilaku Kekerasan
Tanda-tanda adanya perilaku kekerasan yang mengancam :
a.
b.
c.
d.

Pernah melakukan tindakan kekerasan beberapa saat yang lalu


Kata-kata keras /kasar atau ancaman akan kekerasan
Membawa benda-benda tajam atau senjata
Adanya perilaku agitatif
10

e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

Adanya intoksikasi alkohol atau obat


Adanya pikiran dan perilaku paranoid
Adanya halusinasi dengar yang memerintahkan untuk melakukan tindak kekerasan.
Kegelisahan katatonik
Episode manik
Episode depresi agitatif
Gangguan Kepribadian tertentu

Menilai risiko terjadinya perilaku kekerasan :


a. Adanya ide-ide untuk melakukan kekerasan
b. Adanya faktor demografik seperti jenis kelamin laki-laki, usia 15-24 tahun, status
sosioekonomi yang rendah, dukungan sosial yang rendah
c. Adanya riwayat kekerasan sebelumnya, penjudi, pemabuk, penyalahgunaan zat
psikoaktif, percobaan bunuh diri ataupun melukai diri sendiri, psikosis
d. Adanya stresor (masalah pernikahan, kehilangan pekerjaan, dan lainnya)
B. Tindak kekerasan (violence)
Violence atau tindak kekrasan adalah agresi fisik yang dilakukan oleh seseorang
terhadap orang lain. Jika hal itu diarahkan kepada dirinya sendiri, disebut mutilasi diri
atau tingkah laku bunuh diri (suicidal behavior). Tindak kekerasan dapat timbul akibat
berbagai gangguan psikiatrik, tetapi dapat pula terjadi pada orang biasa yang tidak dapat
mengatasi tekanan hidup sehari-hari dengan cara yang lebih baik.
Gangguan psikiatrik yang sering berkaitan dengan tindak kekerasan adalah:
Gangguan psikotik, seperti skizofrenia dan manik, terutama bila paranoid dan

mengalami halusinasi yang bersifat suruhan (commanding hallucination),


Intoksikasi alkohol atau zat lain,
Gejala putus zat akibat alkohol atau obat-obat hipnotik-seddatif
Katatonik furor
Depresi agitatif
Gangguan kepribadian yang ditandai dengan kemarahan dan gangguan pengendalian

impuls (misalnya gangguan kepribadian ambang dan antisosial),


Gangguan mental organik, terutama yang mengenai lobus frontalis dan temporalis
otak.
Faktor risiko lain terjadinya tindak kekerasan adalah :

Adanya pernyataan seseorang bahwa ia berniat melakukan tindak kekerasan,


Adanya rencana spesifik,
Adanya kesempatan atau suatu cara untuk terjadinya kekerasan,
Laki-laki,
Usia muda (15-24 tahun),
Tatus sosioekonomi rendah,
Adanya riwayat melakukan tndak kekrasan,
11

Tindakan antisosial lainnya


Riwayat percobaan bunuh diri.
C. Bunuh diri (suicide)/ Tentamen Suicidum
Bunuh diri atau suicide atau tentamen suicidum adalah kematian yang diniatkan dan
dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya atau segala perbuatan seseorang yang dapat
mengakhiri hidupnya sendiri dalam waktu singkat.
Ada macam-macam pembagian bunuh-diri dan percobaan bunuh-diri. Pembagian
Emile Durkheim masih dapat dipakai karena praktis, yaitu:
1. Bunuh diri egoistik
Individu ini tidak mampu berintegrasi dengan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh
kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadi individu itu seolah-olah
tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan
mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri
dibandingkan dengan mereka yang menikah. Masyarakat daerah pedesaan
mempunyai integrasi social yang lebih baik dari pada daerah perkotaan, sehingga
angka suiside juga lebih sedikit.
2. Bunuh diri altruistik
Individu itu terikat pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh
diri karena identifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa bahwa
kelompok tersebut sangat mengharapkannya. Contoh: Hara-kiri: di Jepang,
puputan di Bali beberapa ratus tahun yang lalu, dan di beberapa masyarakat
primitive yang lain. Suiside macam ini dalam jaman sekarang jarang terjadi, seperti
misalnya seorang kapten yang menolak meninggalkan kapalnya yang sedang
tenggelam.
3. Bunuh diri anomik
Hal ini terjadi bila tedapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dengan
masyarakat, sehingga individu tersebut meningglakan norma-norma kelakuan yang
biasa. Individu itu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya
tidak dapat memberikan kepuasan kepadanya karena tidak ada pengaturan dan
pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya. Hal ini menerangkan mengapa
percobaan bunuh diri pada orang cerai pernikahan lebih banyak dari pada mereka
yang tetap dalam pernikahan. Golongan manusia yang mengalami perubahan ekonomi
yang drastis juga lebih mudah melakukan percobaan bunuh diri.
Helber Hendin mengemukakan beberapa hal psikodinamika bunuh-diri sebagai berikut:
1. Kematian sebagai pelepasan pembalasan (Death as retaliatory abandonment).
12

Suiside dapat merupakan usaha untuk mengurangi preokupasi tentang rasa takut akan
kematian. Individu mendapat perasaan seakan-akan ia dapat mengontrol dan dapat
mengetahui bilamana dan bagaimana kematian itu.
2. Kematian sebagai pembunuhan terkedik (ke belakang) (Death as retroflexed murder).
Bagi individu yang mengalami gangguan emosi hebat, suiside dapat mengganti
kemarahan atau kekerasan yang tidak dapat direpresikan. Orang ini cenderung untuk
bertindak kasar dan suiside dapat merupakan penyelesaian mengenai pertentangan
emosi dengan keinginan untuk membunuh.
3. Kematian sebagai penyatuan kembali (Death as reunion).
Kematian dapat mempunyai arti yang menyenangkan, karena individu itu akan
bersatu kembali dengan orang yang telah meninggal (reuni khayalan).
4. Kematian sebagai hukuman buat diri sendiri (Death as self punishment).
Menghukum diri sendiri karena kegagalan dalam pekerjaan jarang terjadi pada
wanita, akan tetapi seorang ibu tidak mampu mencintai, maka keinginan menghukum
dirinya sendiri dapat terjadi. Dalam rumah sakit jiwa, perasaan tak berguna dan
menghukum diri sendiri merupakan hal yang umum. Mula-mula mungkin karena
kegagalan, rasa berdosa karena agresi, individu itu mencoba berbuat lebih baik lagi,
tetapi akhirnya ia menghukum diri sendiri untuk menjauhkan diri dari tujuan itu.
Faktor Risiko
Berikut ini faktor-faktor resiko untuk bunuh diri:
a. Jenis kelamin
Perempuan lebih banyak melakukan percobaan bunuh diri dibanding laki-laki. Akan
tetapi, keberhasilan bunuh diri lebih tinggi pada laki-laki. Hal ini berkaitan dengan
metode bunuh diri yang dipilih. Laki-laki lebih banyak dengan gantung diri, meloncat
dari tempat tinggi, dengan senjata api. Perempuan lebih banyak dengan overdosis
obat-obatan atau menggunakan racun.
b. Usia
Kasus bunuh diri meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki, angka
bunuh diri tertinggi pada usia di atas 45 tahun sedangkan pada perempuan angka
bunuh diri tertinggi pada usia di atas 55 tahun. Orang yang lebih tua lebih jarang
melakukan percobaan bunuh diri, tetapi lebih sering berhasil.
c. Ras
Di Amerika Serikat ras kulit putih lebih banyak melakukan bunuh diri dibanding ras
kulit hitam.
d. Status perkawinan
Pernikahan menurunkan angka bunuh diri, terutama jika terdapat anak di rumah.
Orang yang tidak pernah menikah dua kali lebih beresiko untuk bunuh diri. Perceraian
13

meningkatkan resiko bunuh diri. Janda atau duda yang pasangannya telah meninggal
juga memiliki angka bunuh diri yang tinggi.
e. Pekerjaan
Semakin tinggi status sosial semakin tinggi resiko bunuh diri, tetapi status sosial yang
rendah juga meningkatkan resiko bunuh diri. Pekerjaan sebagai dokter memiliki
resiko bunuh diri tertinggi dibanding pekerjaan lain. Spesialisasi psikiatri memiliki
resiko tertinggi, disusul spesialis mata dan spesialis anestesi. Pekerjaan lain yang
memiliki resiko tinggi untuk bunuh diri adalah pengacara, artis, dokter gigi, polisi,
montir, agen asuransi. Orang yang tidak memiliki pekerjaan memiliki resiko lebih
tinggi untuk bunuh diri.
f. Kesehatan fisik
Satu dari tiga orang yang melakukan bunuh diri memiliki masalah kesehatan dalam 6
bulan sebelum bunuh diri. Hilangnya mobilitas fisik, nyeri hebat yang kronik, pasien
hemodialisis meningkatkan resiko bunuh diri.
g. Gangguan mental
Sekitar 95% dari semua orang yang mencoba atau melakukan bunuh diri memiliki
gangguan mental. Gangguan mental tersebut terdiri dari depresi 80%, skizofrenia
10%, dan demensia atau delirium 5%. Di antara semua pasien dengan gangguan
mental, 25% kecanduan juga kepada alkohol.
h. Kecanduan alkohol
Sekitar 15% pasien kecanduan alkohol melakukan bunuh diri. Sekitar 80% pasien
bunuh diri akibat kecanduan alkohol adalah laki-laki. Sekitar 50% dari pasien
kecanduan alkohol yang bunuh diri mengalami kehilangan anggota keluarga atau
pasangan dalam satu tahun terakhir.
i. Gangguan kepribadian
Sebagian besar orang yang bunuh diri memiliki gangguan kepribadian. Gangguan
kepribadian merupakan faktor predisposisi untuk gangguan depresi. Selain itu juga
merupakan faktor predisposisi untuk kecanduan alkohol. Gangguan kepribadian juga
dapat menyebabkan konflik dengan keluarga dan orang lain.
Kemungkinan bunuh diri dapat terjadi apabila:
a. Pasien pernah mencoba bunuh diri
b. Keinginan bunuh diri dinyatakan secara terang-terangan maupun tidak, atau berupa
ancaman: kamu tidak akan saya ganggu lebih lama lagi (sering dikatakan pada
keluarga)
c. Secara objektif terlihat adanya mood yang depresif atau cemas
d. Baru mengalami kehilangan yang bermakna (pasangan, pekerjaan, harga diri, dan
lain-lain)

14

e. Perubahan perilaku yang tidak terduga: menyampaikan pesan-pesan, pembicaraan


serius dan mendalam dengan kerabat, membagi-bagikan harta/barang-barang
miliknya.
f. Perubahan sikap yang mendadak: tiba-tiba gembira, marah atau menarik diri.
D. Sindroma Neuroleptik Maligna
Sindrom neuroleptik maligna adalah suatu sindrom toksik yang behubungan dengan
penggunaan obat antipsikotik. Gejalanya meliputi : kekakuan otot, distonia, akinesia
mutisme dan agitasi.
Gambaran Klinis
Ditandai oleh demam tinggi (dapat mencapai 41,5C), kekakuan otot yang nyata
sampai seperti pipa (lead-pipe rigidity), instabilitas otonomik (takikardia, tekanan darah
yang labil, keringat berlebih) dan gangguan kesadaran. Kekakuan yang parah dapat
menyebabkan rhabdomyolysis, myaglobinuria dan akhirnya gagal ginjal. Penyulit lain
dapat berupa tombosis vena, emboli paru dan kematian. Biasanya terjadi dalam hari-hari
pertama pengguanaan antipsikotik pada saat dosis mulai ditingkatkan, umunya dalam 10
hari pertama pengobatan antipsikotik. Sindrom neuroleptik maligna paling mungkin
terjadi pada pasien yang menggunakan antipsikotik potensi tinggi dalam dosis tinggi atau
dosis yang meningkat cepat.
Menurut DSM-IV-TR, diagnosis sindrom neuroleptik maligna ditegakkan jika
terdapat demam dan kekakuan otot yang parah disertai dengan 2 atau lebih gejala berikut:
1. Diaforesis
2. Disfagia
3. Tremor
4. Inkontinensia
5. Penurunan kesadaran
6. Mutism
7. Takikardia
8. Tekanan darah yang meningkat atau labil
9. Leukositosis
10. Bukti laboratorium adanya kerusakan otot rangka
II.6. Tatalaksana
Tidak semua pasien memerlukan perawatan di rumah sakit, beberapa dapat diobati
dengan rawat jalan. Untuk menentukan apakah dimungkinkan terapi rawat jalan, klinisi harus
menggunakan pendekatan klinis yang langsung meminta pasien yang diduga bermaksud
bunuh diri untuk setuju menelepon segera jika mencapai titik dimana mereka tidak yakin
akan kemampuan mereka untuk mengendalikan impuls bunuh dirinya. Pasien yang dapat
membuat persetujuan tersebut memperkuat keyakinan bahwa mereka memiliki kekuatan yang
cukup untuk mengendalikan impuls tersebut dan berusaha mencari bantuan. Jika pasien tidak
15

dapat memenuhi komitmen ini, maka perawatan di rumah sakit menjadi indikasi yang harus
diambil. Rawat inap jangka panjang diperlukan bagi pasien yang cenderung dan mempunyai
kebiasaan melukai diri sendiri serta parasuicides. Parasuicides yaitu mereka yang
berulangkali melakukan hal-hal berbahaya tetapi menyangkal adanya ide-ide bunuh diri.
Ketika sedang mengevaluasi pasien dengan kecendrungan bunuh diri, jangan tinggalkan
mereka sendiri di ruangan. Singkirkan benda-benda yang dapat membahayakan dari ruang
tersebut.
Adapun indikasi rawat inap antara lain adalah:
a. Bila pasien membahayakan diri sendiri atau orang lain,
b. Bila perawatan di rumah tidak memadai, dan
c. Perlu observasi lebih lanjut.
Lima hal yang harus ditentukan sebelum menangani pasien selanjutnya:
a. Keamanan pasien
b. Sebelum mengevaluasi pasien, dokter harus dapat memastikan bahwa situasi di UGD,
jumlah pasien di ruangan tersebut aman bagi pasien. Jika intervensi verbal tidak cukup
c.
d.

atau kontraindikasi, perlu dipikirkan pemberian obat atau pengekangan.


Medik atau psikiatrik?
Penting bagi dokter untuk menilai apakah kasusnya medik, psikiatrik atau kombinasi
keduanya, sebab penanganannya akan jauh berbeda. Kondisi medik umum seperti
trauma kepala, infeksi berat dengan demam inggi, kelainan metabolisme, intoksikasi
atau gejala putus zat seringkali menyebabkan gangguan fungsi mental yang menyerupai
gangguan psikiatrik umumnya. Dokter gawat darurat tetap harus menelusuri semua

e.

kemungkinan penyebab gangguan fungsi mental yang tampak.


Psikosis
Yang penting bukanlah penegakan diagnosisnya, tetapi

seberapa

jauh

ketidakmampuannya dalam menilai realita dan buruknya tilikan. Hal ini dapat
mempengaruhi sikapnya terhadap pertolongan yang kita berikan serta kepatuhannya
f.

dalam berobat.
Suicidal atau homicidal
Semua pasien dengan kecenderungan bunuh diri harus dobservasi secara ketat. Perasaanperasaan yang berkaitan dengan tindak kekerasan atau pikiran bunuh diri harus selalu

g.

ditanyakan kepada pasien.


Kemampuan merawat diri sendiri
Sebelum memulangkan pasien, harus dipertimbangkan apakah pasien mampu merawat
dirinya sendir, mampu menjalankan saran yang dianjurkan. Ketidakmampuan pasien dan
atau keluarganya untuk merawat pasien di rumah merupakan salah asatu indikasi rawat
inap.

16

BAB III
PENUTUP

III.1. KESIMPULAN
Kegawatdaruratan psikiatri adalah setiap gangguan dalam pikiran, perasaan, atau
tindakan yang membahayakan diri dan hidup individu bersangkutan yang memerlukan
intervensi teraputik segera. Kondisi kegawatdaruratan meliputi; gaduh gelisah, tindak
kekerasan (violence), bunuh diri (suicide)/ tentamen suicidum, dan sindroma
neuroleptik maligna. Tindakan yang harus dilakukan saat terjadi kegawatdaruratan
psikiatri diantaranya adalah membawa ke pelayanan kesehatan tanpa meninggalkan
pasien sendirian dan petugas harus memiliki kewaspadaan.
III.2. SARAN
1. Dokter pelayanan primer harus mengerti dan memahami tatalaksana pada
kegawatdaruratan psikiatri
2. Keluarga dengan anggota keluarga yang memiliki kecenderungan gangguan psikis
harus hati-hati dan tanggap terhadap tanda-tanda kegawatdaruratan medis

17

Anda mungkin juga menyukai